• Tidak ada hasil yang ditemukan

Manfaat Penelitian

Dalam dokumen TUGAS AKHIR - TM (Halaman 25-126)

BAB I PENDAHULUAN

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian dan penulisan tugas akhir ini dilakukan untuk memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Menjadikan ilmu pengetahuan dan informasi kepada masyarakat mengenai pemberian kuat medan magnet pada aliran bahan bakar.

2. Sebagai upaya mendukung pemerintah mengenai hal penghematan bahan bakar fosil khususnya pertalite serta perbaikan kualitas emisi gas buang.

3. Jika penerapan pemberian sumber tegangan pada medan magnet mengikuti rpm berhasil menjadi lebih baik dari pada pemberian sumber tegangan konstan 12V battery, maka produsen otomotif dapat mengacu pada penelitian ini.

9

2.1 Induksi Elektromagnet

Bila suatu kumparan diberi arus listrik, setiap bagian kumparan ini menimbulkan medan magnet disekitarnya. Medan magnet yang timbul merupakan gabungan medan magnet dari tiap bagian itu. Garis-garis medan magnet didalam selenoida (kumparan) saling sejajar satu dengan lainnya, yang dinamakan medan magnet homogen. Untuk menentukan arah medan magnet dalam selenoida digunakan aturan tangan kanan seperti pada penghantar melingkar.

Gambar 2.1 Medan magnet sekitar kumparan (sumber :

https://unitedscience.wordpress.com/ipa-3/bab-12-kemagnetan/)

2.1.1 Besar medan Magnet Berdasarkan Jumlah Lilitan

Besar medan magnet disumbu kawat melingkar berarus listrik dengan jumlah lilitan kawat N, kuat medan magnetnya dapat ditentukan dengan rumus :

B =μo. I. N

2п.r (2.1)

keterangan :

B = kuat medan magnet dalam tesla (T)

𝞵o = Permibilitas ruang hampa ; bernilai = 4п .10-7

I = Kuat arus listrik dalam ampere (A)

r = Jari jari lingkaran yang dibuat dalam meter (m) N = Banyaknya jumlah lilitan yang dibuat

2.1.2 Penentuan Magnet Optimal

Kemampuan induksi magnet pada aliran listrik disetiap titik dapat ditentukan melalui data yang telah diambil dengan masukan voltase sebesar 10-25 DCV dengan interval 5V. Variabel yang mempengaruhi besar medan magnet dalam Tesla (B) adalah voltase (V), hambatan (R), arus (I), panjang solenoid (L), dan jumlah lilitan yang dipakai (N). Variabel tersebut saling mempengaruhi dalam pembacaan hasil besar medan magnet yang dibaca oleh alat ukur. Cara penentuan untuk pemilihan magnet yang akan digunakan adalah:

1. Merancang magnet yang akan digunakan.

2. Mengoptimasi dengan memberi arus DCV pada magnet. 3. Mengukur gauss pada tiap titik magnet yang telah

ditentukan.

4. Menentukan magnet mana yang paling optimal untuk digunakan.

2.1.3 Pengaruh Magnet Terhadap Unsur Hidrokarbon

Senyawa hidrokarbon adalah senyawa karbon yang terdiri atas unsur karbon (C) dan hydrogen (H). Jika senyawa hidrokarbon dibakar akan menghasilkan gas CO2 dan uap air (H2O). Adanya CO2 menunjukkan adanya unsur C dan uap air (H2O) menunjukkan adanya unsur H. Pada umumnya Molekul hidrokarbon dalam senyawa bensin akan melakukan aktifitas getaran (vibrasi) dalam arah intinya. Selain itu cenderung untuk saling tarik menarik satu sama lain, membentuk molekul-molekul yang bergerombol (clustering). Penggumpalan ini akan terjadi, sehingga menyebabkan molekul molekul hidrokarbon tidak saling berpisah pada saat bereaksi dengan oksigen seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.2. Hal ini mengakibatkan ketidaksempurnaan pembakaran yang dapat diukur pada kandungan gas buang[5].

Gambar 2.2 Ilustrasi molekul hidrokarbon yang sulit bereaksi dangan oksigen (sumber :

https://istisitepu.wordpress.com/senyawa-hidrokarbon/).

Suatu medan magnet yang cukup kuat pada molekul hidrokarbon menyebabkan reaksi penolakan antar molekul hidrokarbon (de clustering), sehingga terbentuk jarak optimal antar molekul hidrokarbon dengan oksigen. Fenomena tersebut diilustrasikan pada gambar 2.2.

Gambar 2.3 Ilustrasi bensin melewati medan magnet (Sumber :

http://i1284.photobucket.com/albums/a575/bennysiong81/fuelsaver2_z pse408dc0f.jpg)

Gambar 2.3 diilustrasikan sebagai seberkas rambut yang terkena imbasan medan magnet dari sebuah penggaris. Jika sebuah penggaris digosok-gosokkan pada rambut maka akan timbul suatu medan magnet antara penggaris dengan rambut tersebut. Hal ini menggambarkan terjadinya mekanisme polarisasi medan magnet yang menyebabkan ikatan antar muatan penggaris dengan muatan seberkas rambut cukup kuat. Begitu pula terjadi pada molekul Hidrokarbon yang terkena pengaruh kekuatan medan magnet dari luar. Molekul-molekul Hidrokarbon

yang telah melewati frekwensi resonansi magnetik dan akan dipengaruhi oleh frekuensi tersebut. Ini dapat dilihat dari pengurangan interaksi antara molekul-molekul Hidrokarbon yang lebih teratur dan lebih jarang. Hal ini disebabkan oleh getaran antar proton hidrogen dalam hidrokarbon akan mempengaruhi proton lainnya yang ada didaerah sekitarnya. Sehingga molekul hidrokarbon mudah untuk dipengaruhi dan lebih reaktif dalam proses pembakaran dan pembakaran tersebut menjadi lebih sempurna.

Unsur dominan dalam BBM adalah C (karbon) dan H (hidrogen), dimana pada saat pembakaran bereaksi dengan O2

(oksigen). Dalam reaksi yang sempurna, unsur C bereaksi dengan O2 membentuk CO2 dan unsur H bereaksi dengan O2 membentuk H20. Unsur C dan H dalam BBM cenderung mempunyai ikatan yang kuat dan bergerombol, sehingga menyulitkan O2 untuk masuk dalam ikatan senyawanya. Dengan teknik magnetisasi dapat membantu proses reaksi dengan O2 seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.4.

Gambar 2.4 Animasi molekul yang termagnetisasi bereaksi dengan oksigen (sumber:

https://istisitepu.wordpress.com/senyawa-hidrokarbon/)

Penyaluran BBM melalui medan magnet terlebih dahulu sebelum masuk ke nozzle injeksi akan merenggangkan ikatan C dan H dalam BBM sehingga memberikan kekuatan C dan H dan lebih mudah untuk mengikat O2. Dengan demikian jumlah campuran BBM dan O2 akan ideal sehingga pembakaran yang berlangsung lebih effisien dan bersih, yang ditunjukkan lebih rendahnya gas polutan dalam kandungan.

2.1.4 Fourier Transform-Infra Red Spectroscopy (FT-IR)

Untuk mendapatkan hasil yang valid dalam pengujian pengaruh magnet terhadap kandungan hidro karbon (bensin), maka akan dilakukan analisa sampel yang telah dipengaruhi kuat medan magnet, yang nantinya akan diuji dengan metode penyerapan infra merah atau FTIR (Fourier Transform-Infra

Red).

Komponen utama spektroskopi FTIR adalah interferometer Michelson yang mempunyai fungsi menguraikan (mendispersi) radiasi inframerah menjadi komponen-komponen frekuensi. Penggunaan interferometer Michelson tersebut memberikan keunggulan metode FTIR dibandingkan metode spektroskopi inframerah konvensional maupun metode spektroskopi yang lain. Diantaranya adalah informasi struktur molekul dapat diperoleh secara tepat dan akurat (memiliki resolusi yang tinggi). Keuntungan yang lain dari metode ini adalah dapat digunakan untuk mengidentifikasi sampel dalam berbagai fase (gas, padat atau cair).

Dasar lahirnya spektroskopi FT-IR adalah dengan mengasumsikan semua molekul menyerap sinar infra merah, kecuali molekul-molekul mono atom (He, Ne, Ar, dll) dan molekul-molekul homopolar diatomik (H2, N2, O2, dll). Molekul akan menyerap sinar infra merah pada frekuensi tertentu yang mempengaruhi momen dipolar atau ikatan dari suatu molekul.

Supaya terjadi penyerapan radiasi inframerah, maka ada beberapa hal yang perlu dipenuhi, yaitu:

1. Absorpsi terhadap radiasi inframerah dapat menyebabkan eksitasi molekul ke tingkat energi vibrasi yang lebih tinggi dan besarnya absorbsi adalah terkuantitasi.

2. Vibrasi yang normal mempunyai frekuensi sama dengan frekuensi radiasi elektromagnetik yang diserap.

3. Proses absorpsi (spektra IR) hanya dapat terjadi apabila terdapat perubahan baik nilai maupun arah dari momen dua kutub ikatan.

Spektroskopi infra merah dilakukan pada daerah infra merah yaitu pada kisaran frekuensi 12800 - 10 cm-1. Teknik spektroskopi infra merah terutama untuk mengetahui gugus fungsional suatu senyawa, juga untuk mengidentifikasi senyawa, menentukan struktur molekul, mengetahui kemurnian, dan mempelajari reaksi yang sedang berjalan. Daerah serapan khas gugus fungsi suatu senyawa dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Serapan khas gugus fungsi Gugu

s Jenis Senyawa Daerah Serapan (cm-1)

C-H Alkane 2850-2970, 1350-1470 C-H Alkena 3020-3080, 675-870 C-H Aromatic 3000-3100, 675-870 C-H Alkuna 3300 C=H Alkena 1640-1680 C=C aromatik (cincin) 1500-1600 C-O

alkohol, eter, asam

karboksilat, ester 1080-1300 C=O aldehida, keton, asam karboksilat, ester 1690-1760 O-H alkohol, fenol(monomer) 3610-3640 O-H alkohol, fenol (ikatan H) 2000-3600 (lebar) O-H asam karboksilat 3000-3600 (lebar)

N-H Amina 3310-3500

C-N Amina 1180-1360

NO2 Nitro 1515-1560, 1345-1385

Beberapa keuntungan dari FT-IR untuk analisa suatu material, antara lain:

 Metoda pengukuran dengan tingkat ketelitian yang tinggi tanpa harus dilakukan kalibrasi ulang

 Proses analisa berlangsung lebih cepat  Sensitif

Bila radiasi infra merah dilewatkan melalui suatu sampel, maka molekul-molekulnya dapat menyerap (mengabsorpsi) energi maka terjadilah transisi antara tingkat vibrasi dasar (ground state) dan tingkat vibrasi tereksitasi (exited state). Pengabsorpsian energi pada berbagai frekuensi dapat dideteksi oleh spektrofotometer infra merah, yang memplot jumlah radiasi infra merah yang diteruskan melalui suatu cuplikan sebagai fungsi frekuensi (atau panjang gelombang) radiasi. Plot grafik dari hasil pengujian FTIR dapat dilihat pada gambar 2.5.

Gambar 2.5 Grafik tampilan hasil uji FTIR berbasis transmittance[7] Plot tersebut disebut temperat inframerah yang akan memberikan informasi penting tenang gugus fungsional suatu molekul. Vibrasi molekul hanya akan terjadi bila suatu molekul terdiri dari dua atom atau lebih. Untuk dapat menyerap radiasi infra merah (aktif infra merah), Vibrasi molekul harus menghasilkan perubahan momen dua kutub[8].

2.2 Senyawa Dalam Bahan Bakar Bensin

Salah satu jenis bahan bakar hidrokarbon adalah bahan bakar bensin adalah produk utama dari petroleum dan biasanya terdiri dari bermacam campuran seperti: temperat, olefin, napthane dan temperat. Komposisi gasoline berubah tergantung dari minyak bumi dan proses refining. Berikut adalah komposisi hidrokarbon yang terkandung pada beberapa komponen minyak bumi dapat dilihat pada tabel dibawah. Komposisi ini merupakan komposisi minyak bumi sebelum mengalami pengolahan.

Tabel 2.2 Komposisi Senyawa Dalam Bahan Bakar Komponen

n-alkana

Sikloal kana

Isoalkana Aromatik Residu

Gas 100 - - - - Bensin 38 43 20 9 - Kerosin 23 43 15 19 - Solar 22 48 9 21 - Pelumas 16 52 7 25 - Residu 13 51 1 27 8

2.3 Parameter Unjuk Kerja Mesin

Performa mesin menunjukkan tingkat kesuksesannya dalam mengkonversi energi kimia yang terkandung dalam bahan bakar menjadi energi mekanik. Kemudian baik atau tidaknya suatu desain engine juga dapat dilihat melalui unjuk kerja (performance) yang dihasilkannya. Pengujian suatu engine ditentukan oleh beberapa parameter unjuk kerja engine dan kadar emisi gas buang hasil pembakaran. Unjuk kerja menjadi penting karena berkaitan dengan tujuan penggunaan engine dan faktor ekonomisnya, sedangkan tinggi rendahnya emisi gas buang berhubungan dengan faktor lingkungan. Untuk menentukan parameter unjuk kerja

engine, maka harus ditentukan terlebih dahulu sistem yang

digunakan, berikut parameter-parameter dari unjuk kerja mesin[9] : 1. Torsi

2. Daya efektif

4. Pemakaian bahan bakar spesifik (sfc) 5. Effisiensi thermal

6. Effisiensi volumetris 7. Air fuel ratio (AFR) 8. Emisi gas buang

2.3.1 Torsi

Kemampuan engine dalam menghasilkan kerja ditunjukkan dengan nilai torsi yang dihasilkannya. Dalam keadaan sehari-hari torsi digunakan untuk akselerasi kendaraan untuk meningkatkan kecepatan. Torsi merupakan perkalian antara gaya tangensial dengan panjang lengan. Rumus untuk menghitung torsi pada engine adalah sebagai berikut:

Torsi = P × R (2.2)

dimana:

P = gaya tangensial (N)

R = lengan gaya water brake dynamometer (m)

Pada pengujian, torsi yang dihasilkan oleh motor dibaca pada display waterbrake dynamometer. Torsi yang didapatkan masih dalam lb.ft sehingga diperlukan faktor konversi agar didapatkan nilai torsi dengan satuan metris. Adapun faktor konversi X yang digunakan adalah:

X = faktor konversi = [4.448 N1 lbf ×3.2808 ft1 m ] (2.3)

2.3.2 Daya (brake horse power)

Tujuan dari pengoperasian mesin adalah untuk menghasilkan daya atau power. Brake horse power merupakan daya yang dihasilkan dari poros output mesin yang dihitung berdasarkan laju kerja tiap satuan waktu. Nilai daya sebanding dengan gaya yang dihasilkan dan kecepatan linearnya atau sebanding dengan torsi poros dan kecepatan sudutnya. Untuk menghitung daya motor digunakan perumusan:

bhp = ω x T

= 2 π n x T (Watt) (2.4) dimana :

bhp = Daya motor (Watt) T = Torsi (N.m)

n = Putaran poros waterbrake dynamometer (rps)

2.3.3 Tekanan efektif rata-rata (BMEP)

Tekanan efektif rata-rata (brake mean effectif pressure) didefinisikan sebagai tekanan tetap rata-rata teoritis yang bekerja sepanjang volume langkah piston sehingga menghasilkan daya. Jika tekanan efektif rata-rata dihitung berdasarkan pada bhp (brake horse power) maka disebut bmep (brake mean effective

pressure).

Gaya yang bekerja mendorong piston kebawah :

F = Pr x A (2.5)

Kerja selama piston bergerak dari TMA ke TMB :

W = F x L = (Pr x A) x L (2.6) Jika poros engkol berputar n rpm, maka dalam 1 menit akan terjadi z n siklus kerja. dimana

menit

siklus

z

n

;

z = 1 (Untuk motor 2 langkah), 2 (Untuk motor 4 langkah) Daya tiap silinder:

z n L A W Pr   (2.7) Daya motor sejumlah “i” silinder :

z i n L A W Pr    (2.8) Jika W = bhp dan Pr = bmep, maka :

dimana :

bhp = daya motor, Watt

A = Luas penampang torak, m2

L = Panjang langkah torak, m

i = Jumlah silinder n = Putaran mesin, rps

z = 1 ( motor 2 langkah) atau 2 ( motor 4 langkah )

2.3.4 Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (specific fuel

consumption)

Konsumsi bahan bakar (fuel consumption) merupakan banyaknya jumlah bahan bakar yang digunakan oleh engine selama satuan waktu tertentu. Sedangkan, sfc (specific fuel

consumption) merupakan ukuran jumlah konsumsi bahan bakar engine yang diukur dalam satuan massa bahan bakar per satuan

keluaran daya, untuk menghasilkan satu daya efektif. Dapat juga didefinisikan sebagai laju aliran bahan bakar yang dipakai oleh

engine untuk menghasilkan tenaga. Karena perhitungan sfc

didasarkan pada bhp (brake horse power) maka disebut bsfc (brake specific fuel consumption).

Apabila dalam pengujian diperoleh data mengenai penggunaan bahan bakar m (kg) dalam waktu s (detik) dan daya yang dihasilkan sebesar bhp (kW), maka pemakaian bahan bakar per detik ( ṁ bb ) adalah :

bb= mbb

t (Kg / detik) (2.10)

Sedangkang specific fuel consumption : sfc = bb

bhp (2.11)

Dimana :

𝑚̇𝑏𝑏 = pemakaian bahan bakar tiap satuan waktu (kg/jam) sfc = konsumsi bahan bakar spesifik (kg/kW.jam)

2.3.5 Efisiensi termal (ηth)

Besarnya pemanfaatan energi panas yang tersimpan dalam bahan bakar untuk diubah menjadi daya efektif oleh motor pembakaran dalam dinyatakan dalam efisiensi thermal (ηth). Setiap bahan bakar memiliki nilai kalor yang berbeda sehingga efisiensi thermal yang dihasilkan juga akan berbeda pula. Efisiensi thermal adalah ukuran besarnya pemanfaatan energi panas dari bahan bakar untuk diubah menjadi daya efektif oleh

engine.

ηth = energi yang berguna

energi yang diberikan× 100% (2.12)

Jika masing-masing dibagi dengan waktu, t maka :

ηth= kerja/waktu

panas yang diberikan/waktu× 100% (2.13)

dimana :

Kerja / waktu = Daya (bhp)

Panas yang diberikan = Nilai kalor x massa bahan bakar [Q  ṁbb]

Sehingga, ƞth = Bhp

bb x Q x 100 % (2.14)

dimana:

sfc = konsumsi bahan bakar spesifik (kg/Watt . s)

bb = laju aliran bahan bakar (kg/s)

Q = nilai kalor bawah dari bahan bakar yang digunakan (J/kg)

bb merupakan laju aliran bahan bakar (kg/s) dan Q nilai kalor bahan bakar. Nilai kalor adalah jumlah energi panas maksimum yang dibebaskan oleh suatu bahan bakar melalui reaksi pembakaran sempurna per satuan massa atau volume bahan bakar. Nilai kalor umumnya ada dua yakni nilai kalor atas atau high heat value (HHV) dan juga nilai kalor bawah atau low

heat value (LHV). Ditinjau dari H2O yang merupakan salah satu produk proses pembakaran nilai kalor bahan bakar dapat dibedakan atas :

 Nilai kalor atas (NKA) yaitu bila nilai produk pembakaran dalam fase cair (jenuh).

 Nilai kalor bawah (NKB) jika H2O produk pembakaran dalam fase gas

Untuk penelitian ini kita menggunakan Nilai kalor bawah (NKB) atau low heat value (LHV) sehingga dapat dinyatakan dengan rumus empiris (untuk bahan bakar bensin) sebagai berikut:

LHV = [16610 + 40 (°API)] Btu/lb (2.15) dimana : 1 Btu/lb = 2,326 kJ/kg

1 kJ/kg = [ 1

4,187] kKal/kg

API Gravity adalah suatu pernyataan yang menyatakan densitas dari suatu material. API Gravity diukur pada temperatur minyak bumi 60oF.

API = 141,5

𝑆𝐺 pada 60oF− 131,5 (2.16)

2.3.6 Efisiensi Volumetris (volumetric efficiency)

Efisiensi volumetris hanya digunakan pada engine 4 langkah. Didefinisikan sebagai rasio dari volume udara yang masuk ke silinder dibagi dengan volume silinder yang tersedia.

ηv= vi

vs = 2 ṁa

ρa,iVdN (2.17)

Dimana:

ɳv = efisiensi volumetris

vi = volume udara yang masuk kedalam silinder

vs = volume silinder yang tersedia ṁa = volume flow rate udara ρa,i = massa jenis udara (kg/m3) Vd = volume silinder (m3) N = putaran engine (rps)

2.3.7 Rasio Udara-Bahan Bakar (Air-Fuel Ratio/AFR )

Metode ini paling sering digunakan untuk mendefinisikan campuran dan merupakan perbandingan antara massa dari udara

dan bahan bakar pada suatu titik tinjau. Secara simbolis, AFR dihitung sebagai :

(2.18) Jika nilai aktual lebih besar dari nilai AFR, maka terdapat udara yang jumlahnya lebih banyak daripada yang dibutuhkan oleh sistem dalam proses pembakaran dan dikatakan miskin bahan bakar dan jika nilai aktual lebih kecil dari AFR stokiometrik maka tidak cukup terdapat udara pada sistem dan dikatakan kaya bahan bakar.

2.4 Pitot Tube With Static Wall Pressure Tap dan Incined

Manometer

Alat ini dipergunakan untuk mengukur jumlah udara dan bahan bakar gas memasuki ruang bakar. Perhitungan kecepatan udara. Pitot tube with static wall pressure tap dihubungkan dengan

inclined manometer untuk mengetahui besarnya perbedaan

ketinggian cairan pada manometer yang nantinya digunakan persamaan Bernoulli sebagai berikut:

P0 ρ +V02 2 + gz0=P1 ρ +V12 2 + gz1 (2.19) dimana :

P0 = Tekanan stagnasi (pada titik 0) (Pa)

P1 = Tekanan statis (pada titik 1) (Pa)

 = Massa jenis fluida yang mengalir (kg/m3)

V1 = Kecepatan di titik 1 (m/s)

V0 = Kecepatan di titik 0, kecepatan pada titik stagnasi = 0 m/s

Dengan mengasumsikan z = 0 maka persamaan menjadi:

V12

2 =P0−P1

ρ (2.20)

Untuk mencari kecepatan udara yang masuk kedalam ruang bakar dari persamaan diatas menjadi:

f f a a f a N M N M m m AFR . . . . . .    

V1 = √2(P0−P1)

ρudara (2.21)

dimana :

P0 – P1 = red oil . g . h (2.22)

red oil = (ρH2O. SGred oil) (2.23) Sehingga pada inclined manometer diperoleh persamaan, P0 – P1 = (ρH2O. SGred oil) . g . h . sin θ (2.24) h adalah perbedaan ketinggian cairan pada inclined manometer

dengan 0

15 

 , maka persamaan menjadi :

V1= √2(ρH2O . SGred oil . g . h . sin θ)

ρudara

(2.25) dengan :

SGred oil : Spesific gravity red oil (0.827)

H2O : Massa jenis air (999 kg/m3)

udara : Massa jenis udara (1.1447 kg/m3)

h : Total perbedaan ketinggian cairan pada incline

manometer (m)

θ : Sudut yang digunakan pada inclined manometer (degree)

namun V1 merupakan kecepatan maksimal, terlihat dari profil kecepatan aliran pada internal flow. Hal ini dikarenakan posisi pitot berada pada centerline pipa. Sehingga perlu dirubah menjadi

average velocity (𝑉̅) yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

Vmax

2n2

(n+1)(2n+1) (2.26)

dimana:

𝑉̅ : Kecepatan rata – rata (m/s)

Vmax : Kecepatan maksimal dari profil kecepatan aliran. n : variation of power law exponent. Yang di rumuskan sebagai berikut:

n = −1,7 + 1,8 log ReVmax (2.27) untuk 𝑅𝑒𝑉𝑚𝑎𝑥 > 2 𝑥 104 (aliran turbulen).

Sedangkan untuk aliran laminar dapat diperoleh melalui persamaan berikut:

Vmax= 2V̅ (2.28)

2.5 Polusi Udara

Polusi udara adalah masuknya bahan-bahan pencemar kedalam udara sedemikian rupa sehingga mengakibatkan kualitas udara menurun dan lingkungan tidak berfungsi sebagaimana mestinya (UUPLH No.23/1997 pasal 1). Polutan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu polutan primer dan polutan sekunder. Mekanisme terbentuknya polutan dapat dilihat pada gambar 2.6.

Gambar 2.6 Mekanisme terbentuknya polutan HC, CO dan NOx pada SIE (sumber : Kawano, D. Sungkono Pencemaran udara: 2014)

Dari kedua jenis polutan diatas yang sering jadi perhatian adalah polutan primer, meskipun polutan sekunder tidak bisa dianggap ringan[10]. Berikut ini adalah penjelasan tentang beberapa polutan primer. Berikut ini adalah penjelasan tentang beberapa polutan primer.

1. Hidrokarbon (HC)

Hidrokarbon terjadi dari bahan bakar yang tidak terbakar

langsung keluar menjadi gas mentah, dan dari bahan bakar terpecah menjadi reaksi panas berubah menjadi gugusan HC yang lain, yang keluar bersama gas buang. Sebab–sebab

terjadinya hidrokarbon (HC) adalah karena tidak mampu melakukan pembakaran, penyimpanan dan pelepasan bahan bakar dengan lapisan minyak, penyalaan yang tertunda, disekitar dinding ruang bakar yang bertemperatur rendah dan karena adanya overlap valve, sehingga HC dapat keluar saluran pembuangan.

2. Karbon monoksida (CO)

Gas karbon monoksida merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau pada suhu diatas titik didihnya dan mudah larut dalam air. Gas karbon monoksida merupakan komponen utama dalam udara tercemar, karena kereaktifan gas karbon monoksida terhadap hemoglobin dalam darah yang mengakibatkan darah kekurangan oksigen dan menyebabkan gangguan saraf pusat.

Gambar 2.7 Emisi gas buang versus air-fuel ratio pada SIE (sumber :

https://cepot.wordpress.com/2006/11/04/analisa-emisi-gas-buang) Karbon monoksida juga cenderung timbul pada temperatur pembakaran yang tinggi. Meskipun pada campuran miskin (mempunyai cukup oksigen) jika temperatur pembakaran terlalu tinggi, maka oksigen yang telah terbentuk dalam karbon dioksida

bisa berdisosiasi (melepaskan diri) membentuk karbon monoksida dan oksigen.

2.6 Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan Syarifudin sudah melakukan pemberian medan magnet pada bahan bakar baik menggunakan magnet permanen dan induksi magnet mendapatkan hasil semakin tinggi medan magnet yang digunakan, semakin besar juga penurunan konsumsi bahan bakar spesifik[3]. Hal ini dikarenakan penggunaan medan magnet pada saluran bahan bakar dapat meningkatkan kesempurnaan campuran bahan bakar, karena campuran bahan bakar yang terbakar dalam ruang bakar semakin sempurna ketika ikatan hidrokarbon lebih mudah untuk mengikat oksigen (O2). Dengan pemberian medan magnet sebesar 300 gauss terjadi kenaikan torsi, daya dan Bmep masing masing sebesar 6,876%, 6,676%, 6,876%. Untuk Sfc mengalami penurunan sebesar 11,555% sehingga terjadi kenaikan effisiensi thermis sebesar 14,376%. Dengan pengujian FTIR ketika sampel bensin dimagnetisasi 300 gauss secara rata-rata terjadi kenaikan prosentase intensitas sebesar 60,91% dibandingkan kondisi standart.

Penelitian dari Ali S.Faris dengan penelitian "Effects of

Magnetic Field on Fuel Consumption and Exhaust Emissions in Two-Stroke Engine" yaitu jumlah bahan bakar yang dikonsumsi

dengan intensitas medan magnet selama tiga kecepatan mesin yang berbeda yaitu (3500, 4500, 5000) rpm[13]. Jumlah konsumsi bahan bakar dalam mesin untuk tiga kecepatan masing-masing (1350, 1560, 1775) ml. Pada setiap rpm tersebut kebutuhaan bahan bakar terhadap besar medan magnet semakin menurun, pada 4000 gauss keatas konsumsi bahan bakar cenderung konstan. Sehingga kebutuhan optimum untuk konsumsi bahan bakar terhadap besar medan magnet terbaik ada pada nilai 4000 gauss pada 5000 rpm dengan konsumsi bahan bakar 1600 ml, 4500 rpm dengan konsumsi bahan bakar 1400 ml, dan 3500 rpm dengan konsumsi bahan bakar 1200 ml seperti yang diilustrasikan dalam Gambar 2.8

Gambar 2.8. Grafik hubungan antara gauss dan sfc

Mirza pada penelitiannya melakukan mapping kebutuhan medan magnet pada setiap putaran mesin dengan cara memberikan variasi induksi medan magnet pada setiap variasi putaran mesin mendapatkan hasil semakin tinggi induksi medan magnet yang diciptakan semakin besar juga penurunan konsumsi bahan bakar spesifik[1]. Penggunaan induksi medan magnet pada aliran bahan bakar dapat meningkatkan kesempurnaan campuran bahan bakar, karena pengoksidasian bahan bakar membaik. Pada nilai gauss yang terbesar yaitu pada B0 100V dengan besar 520 gauss menaikkan torsi = 9.79%, daya = 9.203%, Bmep = 9.79%, B1 100V dengan besar 300 gauss menaikkan torsi = 7.69%, daya = 7.67%, Bmep = 7.6923%, dan B2 100V dengan besar 240 gauss menaikkan torsi = 5.45%, daya = 5.466%, Bmep = 5.455%. Pada pengujian FTIR hasil penyerapan transmittance tiap variasi tegangan yang diberikan semakin naik. Dibandingkan dengan kondisi standar penyerapan pada B0 100 V yakni meningkat sampai 25.69 %.

Penelitian Permadi melakukan pengujian menggunakan induksi magnet dengan sumber listrik dari alternator dimana besaran listrik mengikuti putaran mesin memiliki hasil perbaikan unjuk kerja dimana semakin tinggi besar kuat medan magnet yang

digunakan, semakin baik pula perbaikannya jika dibandingkan kondisi standart[2]. Dengan pemakaian variasi B2 resistansi 700 ohm terjadi kenaikan torsi, daya dan Bmep masing masing sebesar 14,94 %, 15,82 %, 14,94 %. Dengan pemakaian variasi B1 resistansi 900 ohm terjadi kenaikan torsi, daya dan Bmep masing

Dalam dokumen TUGAS AKHIR - TM (Halaman 25-126)

Dokumen terkait