• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUGAS AKHIR - TM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TUGAS AKHIR - TM"

Copied!
230
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS AKHIR - TM 141585

PENGARUH PEMBERIAN INDUKSI MEDAN

MAGNET PADA ALIRAN BAHAN BAKAR

TERHADAP PENYERAPAN RADIASI INFRA

MERAH MOLEKUL HIDROKARBON DAN UNJUK

KERJA MESIN SINJAI 650 CC 2 SILINDER

(Studi Kasus: Mapping Sumber Tegangan

Induksi Magnet)

AFIF ALFALAH NRP 2114 105 026 Dosen Pembimbing

Dr. Bambang Sudarmanta, ST., MT. JURUSAN TEKNIK MESIN

Fakultas Teknologi Industri

Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2017

(2)

TUGAS AKHIR – TM 141585

PENGARUH PEMBERIAN INDUKSI MEDAN

MAGNET PADA ALIRAN BAHAN BAKAR

TERHADAP PENYERAPAN RADIASI INFRA

MERAH MOLEKUL HIDROKARBON DAN UNJUK

KERJA MESIN SINJAI 650 CC 2 SILINDER

(Studi Kasus: Mapping Sumber Tegangan

Induksi Magnet)

AFIF ALFALAH NRP 2114 105 026 Dosen Pembimbing:

Dr. Bambang Sudarmanta, ST., MT. JURUSAN TEKNIK MESIN

Fakultas Teknologi Industri

Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2017

(3)

FINAL PROJECT – TM 141585

THE EFFECT OF GIVING INDUCED MAGNETIC

FIELD ON THE FUEL FLOW TOWARDS THE

RADIATION INFRARED TRANSMITTANCE

MOLECULAR HYDROCARBONS AND

PERFORMANCE SINJAI 650 CC 2 CYLINDER

ENGINE

(Case Study: Mapping Voltage Source

Induction Magnet)

AFIF ALFALAH NRP 2114 105 026 Advisory Lecture :

Dr. Bambang Sudarmanta, ST., MT. MECHANICAL ENGINEERING DEPARTEMENT Faculty of Industrial Technology

Sepuluh Nopember Institute of Technology Surabaya 2017

(4)
(5)

i

PENYERAPAN RADIASI INFRA MERAH MOLEKUL HIDROKARBON DAN UNJUK KERJA MESIN SINJAI 650

CC 2 SILINDER

(Studi Kasus: Mapping Sumber Tegangan Induksi Magnet)

Nama Mahasiswa : Afif Alfalah

NRP : 2114105026

Jurusan : Teknik Mesin FTI-ITS

Dosen Pembimbing : Dr. Bambang Sudarmanta ST., MT

Abstrak

Molekul bahan bakar pada umumnya tersusun secara bergerombol (clustering) sehingga pada proses pencampuran dengan udara menyebabkan udara tidak bisa menjangkau bahan bakar yang ada dibagian dalam gerombol tersebut. Hal ini mengakibatkan ketidaksempurnaan pembakaran yang dapat diukur pada kandungan gas buang. Pemberian medan magnet dapat merubah molekul bahan bakar menjadi lebih teratur dan pembakaran menjadi lebih baik.

Magnet terdiri dari besi karbon dengan diameter luar 2cm, 3cm dan 4,5cm yang dililit oleh kawat tembaga dengan diameter 3mm kemudian dialiri oleh listrik dengan arus DC. Instrumen medan magnet memiliki variasi tegangan yaitu 10V, 15V, 20V, dan 25V. Pengujian instrumen hanya menggunakan instrumen dengan diameter luar 2cm karena memiliki nilai gauss yang paling tinggi. Variasi tegangan ini berdasarkan besarnya tegangan output alternator. Kemudian melakukan pengujian spektroskopi fourier transform infrared (FTIR) terhadap resonansi partikel bahan bakar. Spektroskopi FTIR akan mengetahui gugus fungsional senyawa bahan bakar dan mempelajari reaksi yang terjadi melaui radiasi infra merah yang divisualkan sebagai fungsi frekuensi

(6)

(atau panjang gelombang) radiasi. Terakhir melakukan pengujian unjuk kerja dan emisi gas buang mesin dengan kondisi full open throttle pada putaran mesin 5000 rpm hingga 2000 rpm dengan menggunakan waterbrake dynamometer. Data pengujian unjuk kerja diantaranya torsi, daya, tekanan efektif rata-rata, konsumsi bahan bakar spesifik, efisiensi thermal, efisiensi volumetris dan emisi gas buang.

Kebutuhan kuat medan magnet yang meningkat seiring dengan kenaikan beban dan putaran mesin memerlukan adanya pemetaan tentang kebutuhan kuat medan magnet untuk setiap variasi tegangan dengan putaran yang bervariasi. Pengujian FTIR bahan bakar setelah dipengaruhi induksi magnet menunjukkan perubahan intensitas transmittance pada panjang gelombang. Kenaikan perubahan intensitas transmittance pada 25 V yaitu 19.86%. Pada unjuk kerja terhadap pada variasi tegangan 25 V, yakni menaikkan persentase torsi = 4.58%, daya = 4.46%, bmep = 4.58%, efficiency thermal = 9.81%, dan menurunkan bsfc = 10.75%. Emisi gas buang menunjukkan perbaikan kualitas pada 25 V. Secara rata-rata menurunkan CO = 26.9%, HC = 67.54% dan untuk CO2 menaikkan sebesar 60.54%.

Kata kunci: Induksi Medan Magnet, FTIR, Unjuk Kerja SINJAI 650 CC

(7)

iii

INFRARED TRANSMITTANCE MOLECULAR HYDROCARBONS AND PERFORMANCE SINJAI 650 CC

2 CYLINDER ENGINE

(Case Study: Mapping Voltage Source Induction Magnet)

Student Name : Afif Alfalah

NRP : 2114105026

Department : Teknik Mesin FTI-ITS

Advisor : Dr. Bambang Sudarmanta ST., MT

Abstract

Fuel molecules are generally arranged in clusters (clustering) so that the process of mixing with the air causes the air cannot reach the fuel contained in the section of the clump. This resulted in the burning of imperfections that can be measured in the flue gas content. Giving the magnetic field may change the fuel molecules become more organized and better combustion.

Magnet consists of carbon steel with an outside diameter of 2cm, 3cm and 4,5cm ridden by copper wire with a diameter of 3mm and then fed by electricity with DC current. Instrument magnetic field has a voltage variation is 10V, 15V, 20V, and 25V. Testing instrument only use the instrument with an outer diameter of 2cm because it has the highest gauss. This voltage variation is based on the magnitude of the output voltage of the alternator. Then test Fourier Transform Infrared spectroscopy (FTIR) to the fuel particle resonance. FTIR spectroscopy will know the functional group of compounds of fuel and study the reactions that take place through infrared radiation visualized as a function of frequency (or wavelength) radiation. Recently tested the performance and exhaust emissions of the engine with full open throttle condition at engine speed of 5000 rpm to 2000 rpm using a dynamometer

(8)

waterbrake. Performance test data including torque, power, average effective pressure, specific fuel consumption, thermal efficiency, volumetric efficiency and exhaust emissions.

Needs magnetic field strength increases with the increase in load and engine rotation requires the mapping of the magnetic field strength requirements for each variation of voltage with varying rotation. FTIR testing of fuel after showing changes influenced by magnetic induction intensity at a wavelength transmittance. The increase in transmittance intensity changes at 25 V i.e. 19.86%. On the performance against the voltage variation 25 V, namely to raise the percentage of torque = 4:58%, power = 4:46%, BMEP = 4:58% = 9.81% thermal efficiency, and lower bsfc = 10.75%. Exhaust emissions show improvements in the quality of 25 V. On the average lowers CO = 26.9%, HC = 67.54% and for the CO2 increase by 60.54%.

Keywords: Induced Magnetic Field, FTIR, Performance of SINJAI 650 CC

(9)

v

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena atas rahmat dan hidayah-Nya, proposal tugas akhir yang berjudul “ PENGARUH

PEMBERIAN INDUKSI MEDAN MAGNET PADA ALIRAN BAHAN BAKAR TERHADAP PENYERAPAN RADIASI INFRA MERAH MOLEKUL HIDROKARBON DAN UNJUK KERJA MESIN SINJAI 650 CC 2 SILINDER (Studi Kasus: Mapping Sumber Tegangan Induksi Magnet)” ini dapat

disusun dan diselesaikan dengan baik dan lancar.

Tugas Akhir ini merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi oleh setiap mahasiswa Program Studi S1 Teknik Mesin ITS Surabaya, sesuai dengan kurikulum yang telah ditetapkan. Selain itu Tugas Akhir ini juga merupakan suatu bukti yang diberikan almamater dan masyarakat.

Banyak dorongan dan bantuan yang penulis dapatkan selama penyusunan Tugas Akhir ini sampai terselesaikannya laporan. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada :

1. Allah SWT dan junjungan besar Nabi Muhammad SAW. 2. Ayah, Mama, dan Mbak, yang telah memberikan semangat

dengan cinta dan kasih sayangnya yang tiada batas,serta doa dan restunya.

3. Dr. Bambang Sudarmanta ST., MT. Selaku Dosen Pembimbing yang telah dengan sangat sabar, tidak bosan-bosannya membantu dan memberikan ide serta ilmu hingga terselesaikannya Tugas Akhir ini.

4. Dosen tim penguji yang telah memberikan kritik dan saran dalam penyempurnaan dan pengembangan Tugas Akhir ini. 5. Seluruh dosen dan staf pengajar Jurusan Teknik Mesin

FTI-ITS, yang telah memberikan ilmunya dan membantu semua selama menimba ilmu di bangku kuliah.

6. Didin Merlinnovi yang bersedia membantu dan mendoakan penulis sehingga dapat terselesaikannya Tugas Akhir ini.

(10)

7. Seluruh teman-teman, khususnya Anang, Fikri, Satrio, Rizal, Hasfi, Mas Ucay, Mas Mirza, Lukman, Sapto, dan teman-teman lain yang tidak bisa saya sebutkan seluruhnya yang telah memberikan bantuan dalam proses penyelesaian tugas akhir ini.

Semoga segala keikhlasan dan kebaikan yang telah diberikan mendapatkan balasan yang terbaik dari Tuhan Yang Maha Esa, Amin.

Karena keterbatasan waktu dan kemampuan penulis, sebagai manusia biasa penulis menyadari dalam penulisan ini masih terdapat beberapa kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharap kritik dan saran membangun sebagai masukan untuk penulis dan kesempurnaan Tugas Akhir ini. Semoga dengan penulisan tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan, mahasiswa mesin pada khususnya.

Surabaya, Januari 2017

(11)

vii HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN ABSTRAK ... i ABSTRACT ... iii KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

BAB I PENDAHULUAN... ....1 1.1 Latar Belakang... .1 1.2 Rumusan Masalah. ... ...5 1.3 Tujuan Penelitian... .. ....6 1.4 Batasan Masalah... ... ...6 1.5 Manfaat Penelitian... ... ...7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... ... ...9

2.1 Induksi Elektromagnet... ... ...9

2.1.1 Besar medan Magnet Berdasarkan Jumlah Lilitan... ... ...9

2.1.2 Penentuan Magnet Optimal... ... ...10

2.1.3 Pengaruh Magnet Terhadap Unsur Hidrokarbon... ...10

2.1.4 Fourier Transform-InfraRed Spectroscopy (FT-IR)... ... ...13

2.2 Komposisi Senyawa Bahan Bakar Bensin...16

2.3 Parameter Unjuk Kerja ... ...16

2.3.1 Torsi... ... ...17

2.3.2 Daya (brake horse power)... ... ...17

2.3.3 Tekanan efektif rata-rata (BMEP)... ...18

2.3.4 Konsumsi bahan bakar spesifik (specific fuel consumtion)... ... ...29

2.3.5 Efisiensi Termal... ... ...20

2.3.6 Effisiensi Volumetris (volumetric efficiency)... ... ...21

(12)

2.3.7 Rasio Udara Bahan Bakar (Air-Fuel

Ratio/AFR) ... 21

2.4 Pitot Tube with Static Wall Pressure Tap dan Incined Manometer.... ... ...22

2.5 Polusi Udara ... 24

2.6 Penelitian Terdahulu ... 26

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... ... ...29

3.1 Pengujian Kuat Medan Magnet... ... ...29

3.1.1 Peralatan Uji Kuat Medan Magnet ... 30

3.1.2 Flowchart Pengujian Kuat Medan Magnet 32 3.2 Perancangan, Optimasi dan Pengukuran Magnet ... 33

3.3 Pengujian Fourier Trnasform InfraRed (FTIR).... . ...34

3.3.1 Peralatan Pengujian Fourier Trnasform InfraRed (FTIR)... 34

3.3.2 Mengoperasikan NICOLET iS10 ... 35

3.3.3 Cara membaca grafik Fourier Trnasform InfraRed (FTIR)... 35

3.3.4 Flowchart Pengujian Fourier Trnasform InfraRed (FTIR)... 38

3.4 Pengujian Unjuk Kerja... ... ...39

3.4.1 Peralatan yang Digunakan ... 39

3.4.2 Skema Instalasi Pengujian ... 42

3.4.3 Prosedur Pengujian ... 43

3.4.4 Rancangan Eksperimen ... 45

3.4.5 Flowchart Pengujian Eksperimental ... 46

BAB IV ANALISA DATA DAN PERHITUNGAN... ... ...49

4.1 Data Hasil Pengukuran Gauss... ...49

4.2 Analisa pengaruh medan magnet pada ikatan hidrokarbon dengan pengujian FTIR ... 50

4.2.1 Analisa Untuk Sampel Pertalite tanpa pemberian medan magnet induksi ... 51

4.2.2 Analisa Untuk Sampel Instrumen Medan Magnet dengan Variasi Tegangan Pada Induksi Magnet Instrumen 1 ... 55

(13)

4.3.1 Torsi.... ... ...57

4.3.2 Daya Motor (BHP).... ... ...57

4.3.3 Tekanan Efektif Rata-Rata (BMEP).... ... ...57

4.3.4 Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (SFC).... .. ...58

4.3.5 Perhitungan Effisiensi Thermal.... ... ...58

4.3.6 Perhitungan Effisiensi Volumetris.... ... ...59

4.4 Analisa unjuk kerja.... ... ...59

4.4.1 Analisa Torsi (T).... ... ...57

4.4.2 Analisa Daya Efektif (Ne).... ... ...57

4.4.3 AnalisaTekanan Efektif Rata-Rata (BMEP).... ... ...63

4.4.4 Analisa Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (SFC).... ... ...65

4.4.5 Analisa Effisiensi Thermal.... ... ...66

4.4.6 Analisa Effisiensi Volumetris.... ... ...68

4.4.7 Analisa Air Fuel Ratio.... ... ...69

4.5 Analisa Emisi Gas Buang... ... ...71

4.5.1 Analisa Emisi Karbon Monoksida (CO).... . ...71

4.5.2 Analisa Emisi Hidro Karbon (HC).... ... ...73

4.5.3 Analisa Emisi CO2.... ... ...63

4.6 Analisa Kondisi Operasional Mesin... ... 75

4.6.1 Temperatur Cylinder Head.... ... ...75

4.6.2 Temperatur Exhaust.... ... ...76

4.6.3 Temperatur Coolant.... ... ...78

4.7 Analisa Laju Aliran Udara dan Laju Aliran Bahan Bakar... ... ...79

4.7.1 Laju Aliran Udara Terhadap Intensitas Medan Magnet.... ... ...79

4.7.2 Laju Aliran Bahan Bakar Terhadap Intensitas Medan Magnet... ... ...80

4.8 Analisa Keunggulan Penggunaan Induksi Medan Magnet Dengan Variasi Besar Tegangan... 81

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. ... 83

5.1 Kesimpulan... ... .83

(14)

DAFTAR PUSTAKA... ... ...85 LAMPIRAN... ... ...87 BIOGRAFI PENULIS

(15)

xi

Gambar 2.1 Medan magnet sekitar kumparan ... ...9

Gambar 2.2 Ilustrasi molekul hidrokarbon yang sulit bereaksi dangan oksigen ... 11

Gambar 2.3 Ilustrasi bensin melewati medan magnet.... ... ..11

Gambar 2.4 Animasi molekul yang termagnetisasi bereaksi dengan oksigen ... 12

Gambar 2.5 Grafik tampilan hasil uji FTIR berbasis transmittance... 15

Gambar 2.6 Mekanisme Terbentuknya Polutan HC, CO dan NOx pada SIE ... 24

Gambar 2.7 Emisi Gas Buang Versus AFR pada SIE ... 25

Gambar 2.8 Grafik Hubungan Udara Antara Gauss dan sfc ... 27

Gambar 3.1 Skema Pengujian dan Pengukuran Alat Kuat Medan Magnet ... 31

Gambar 3.2 Flowchart Pengujian Kuat Medan Magnet ... 32

Gambar 3.3 Sketsa Konstruksi Peralatan Medan Magnet (dalam mm) ... 34

Gambar 3.4 Skema Pengujian FTIR ... 34

Gambar 3.5 Gugus fungsi FTIR ... 36

Gambar 3.6 Flowchart Pengujian Fourier Transform Infrared (FTIR) ... 38

Gambar 3.7 Mesin Sinjai ... 40

Gambar 3.8 Skema Instalasi Pengujian ... 42

Gambar 3.9 Flowchart Pengujian Eksperimental ... 47

Gambar 4.1 Instrumen Medan Magnet dengan diameter luar besi (a) 2cm, (b) 3cm,dan (c) 4,5cm ... 50

Gambar 4.2 Grafik hasil pengujian FTIR untuk sampel bensin tanpa dimagnetisasi. ... 53

Gambar 4.3 Grafik hasil pengujian FTIR sampel pertalite standart, 10V, 15V, 20V, 25V pada Instrumen 1 ... 55

Gambar 4.4 Grafik Torsi Fungsi Putaran mesin Induksi Medan Magnet ... 60

(16)

Gambar 4.5 Grafik Daya Fungsi Putaran mesin Induksi Medan

Magnet ... 62

Gambar 4.6 Grafik Bmep Fungsi Putaran mesin Induksi Medan Magnet ... 64

Gambar 4.7 Grafik Bsfc Fungsi Putaran mesin Induksi Medan Magnet ... 65

Gambar 4.8 Grafik Eff Thermal Fungsi Putaran mesin Induksi Medan Magnet ... 67

Gambar 4.9 Grafik Eff Volumetric Fungsi Putaran mesin Induksi Medan Magnet ... 68

Gambar 4.10 Grafik AFR fungsi Putaran Mesin Induksi Medan Magnet ... 70

Gambar 4.11 Grafik Kandungan % CO Terhadap Putaran Mesin ... 71

Gambar 4.12 Grafik Kadar HC Terhadap Putaran Mesin ... 73

Gambar 4.13 Grafik Kandungan % CO2 Terhadap Putaran Mesin ... 74

Gambar 4.14 Grafik Temperatur Operasional Pada Cylinder Head ... 75

Gambar 4.15 Grafik Temperatur Operasional Pada Exhaust ... 76

Gambar 4.16 Grafik Temperatur Operasional Pada Coolant ... 78

Gambar 4.17 Grafik ṁ bahan bakar funsi gauss... 79

(17)

xiii

Tabel 2.1 Serapan khas gugus fungsi... ... ...14 Tabel 2.2 Komposisi Senyawa Dalam Bahan Bakar ... 18 Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Besar Gauss ... ... ...49 Tabel 4.2 Hasil Presentase Transmittance Senyawa Alkana

Terhadap Setiap Tegangan ... ... ...56 Tabel 4.3 Hasil Presentase Transmittance Senyawa Aromatik

(18)
(19)

1

1.1 Latar Belakang

Pada umumnya molekul hidrokarbon dalam senyawa bensin akan melakukan aktifitas getaran (vibrasi) dalam arah intinya. Selain itu cenderung untuk saling tarik menarik satu dengan yang lain, membentuk molekul-molekul yang bergerombol (clustering). Penggumpalan ini akan terjadi, sehingga menyebabkan molekul molekul hidrokarbon tidak saling berpisah pada saat bereaksi dengan oksigen. Hal ini mengakibatkan ketidaksempurnaan pembakaran yang dapat diukur pada kandungan gas buang. Molekul penyusun utama bensin (hidrokarbon) bersifat diamagnetik, dimana memiliki momen spin elektron berpasangan sebagai akibat ikatan C-H. [1]. Unsur dominan dalam BBM adalah C (karbon) dan H (hidrogen), dimana pada saat pembakaran bereaksi dengan O2 (oksigen). Dalam reaksi yang sempurna, unsur

C bereaksi dengan O2 membentuk CO2 dan unsur H bereaksi

dengan O2 membentuk H2O. Unsur C dan H dalam BBM

cenderung mempunyai ikatan yang kuat dan bergerombol, sehingga menyulitkan O2 untuk masuk dalam ikatan senyawanya.

Suatu medan magnet yang cukup kuat pada molekul hidrokarbon menyebabkan reaksi penolakan antar molekul hidrokarbon (de-clustering) sehingga terbentuk jarak optimal antar molekul hidrokarbon dengan oksigen. Pada molekul hidrokarbon yang terkena pengaruh kekuatan medan magnet dari luar, molekul-molekul hidrokarbon yang telah melewati frekuensi resonansi magnetik dan akan dipengaruhi oleh frekuensi tersebut. Ini dapat dilihat dari pengurangan interaksi antara molekul-molekul hidrokarbon yang lebih teratur dan lebih jarang. Hal ini disebabkan oleh getaran antar proton hidrogen dalam hidrokarbon akan mempengaruhi proton lainnya yang ada didaerah sekitarnya. Sehingga molekul hidrokarbon mudah untuk dipengaruhi dan lebih reaktif dalam proses pembakaran dan pembakaran tersebut menjadi lebih sempurna[1].

(20)

Pengujian pengaruh magnet terhadap molekul hidrokarbon (bensin) juga bisa dilakukan secara mikroskopik dengan melakukan analisa sampel yang telah dipengaruhi kuat medan magnet, diuji dengan metode penyerapan infra merah atau FTIR

(Fourier Transform-Infra Red). Spektroskopi FTIR (Fourier Transform-Infrared) merupakan spektroskopi inframerah yang

dilengkapi dengan transformasi Fourier untuk deteksi dan analisis hasil spektrum molekul hidrokarbon. Inti spektroskopi FTIR adalah interferometer Michelson yaitu alat untuk menganalisis frekuensi dalam sinyal gabungan. Spektrum inframerah tersebut dihasilkan dari pentrasmisian cahaya yang melewati sampel, pengukuran intensitas cahaya dengan detektor dan dibandingkan dengan intensitas tanpa sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Spektrum inframerah yang diperoleh kemudian diplot sebagai intensitas fungsi energi, panjang gelombang (µm) atau bilangan gelombang (cm-1)[7].

Medan magnet adalah area atau wilayah dimana gaya magnet masih akan berpengaruh terhadap benda disekitarnya. Sehingga apabila kita mendekatkan benda logam tertentu pada daerah medan magnet, maka logam tersebut akan tertarik oleh magnet. Sedangkan apabila kita menempatkan logam tersebut di luar medan magnet, maka logam tersebut tidak akan tertarik oleh magnet. Medan magnet paling kuat berada pada kutub-kutub magnet. Magnet terdiri dari 2 jenis, yaitu magnet sementara dan magnet permanen[4]. Magnet sementara yaitu magnet yang hanya

memiliki sifat-sifat magnetic dalam jangka waktu tertentu sebelum sifat kemagnetannya hilang atau dapat dengan sengaja dihilangkan namun magnet memiliki kelebihan yaitu kebutuhan induksi pada magnet sementara dapat diatur sesuai dengan kebutuhan medan magnet yang diinginkan. Sedangkan magnet permanen adalah magnet yang memiliki sifat kemagnetan dengan jangka waktu yang lama dan sulit untuk dihilangkan sifat kemagnetannya serta kebutuhan medan magnet pada magnet permanen yang tetap tidak dapat digunakan untuk mengatur kebutuhan induksi magnet yang diinginkan.

(21)

Kebutuhan medan magnet untuk bahan bakar di Internal

Combustion Engine (ICE) bervariasi sesuai dengan laju aliran

bahan bakar yang dipengaruhi oleh besar medan magnet. Perancangan menggunakan medan magnet yang mampu menghasilkan medan magnet paling besar. Sumber listrik didapat dari arus DC yang divariasikan berdasarkan besarnya listrik yang besarannya didasarkan dari alternator. Pada kondisi tertentu, penambahan medan magnet tidak memberikan pengaruh terhadap unjuk kerja dan konsentrasi bahan bakar. Seperti yang dijelaskan oleh Faris dengan penelitian "Effects of Magnetic Field on Fuel

Consumption and Exhaust Emissions in Two-Stroke Engine" yaitu

jumlah bahan bakar yang dikonsumsi dengan intensitas medan magnet selama tiga kecepatan mesin yang berbeda yaitu (3500, 4500, 5000) rpm[13]. Jumlah konsumsi bahan bakar dalam mesin

untuk tiga kecepatan masing-masing (1350, 1560, 1775) ml. Pada setiap rpm tersebut kebutuhaan bahan bakar terhadap besar medan magnet semakin menurun, pada 4000 gauss keatas konsumsi bahan bakar cenderung konstan. Sehingga kebutuhan optimum untuk konsumsi bahan bakar terhadap besar medan magnet terbaik ada pada nilai 4000 gauss pada 5000 rpm dengan konsumsi bahan bakar 1600 ml, 4500 rpm dengan konsumsi bahan bakar 1400 ml, dan 3500 rpm dengan konsumsi bahan bakar 1200 ml.

Mirza pada penelitiannya melakukan mapping kebutuhan medan magnet pada setiap putaran mesin dengan cara memberikan variasi induksi medan magnet pada setiap variasi putaran mesin mendapatkan hasil semakin tinggi induksi medan magnet yang diciptakan semakin besar juga penurunan konsumsi bahan bakar spesifik[1]. Penggunaan induksi medan magnet pada aliran bahan

bakar dapat meningkatkan kesempurnaan campuran bahan bakar, karena pengoksidasian bahan bakar membaik. Pada nilai gauss yang terbesar yaitu pada B0 100V dengan besar 520 gauss menaikkan torsi = 9.79%, daya = 9.203%, Bmep = 9.79%, B1 100V dengan besar 300 gauss menaikkan torsi = 7.69%, daya = 7.67%, Bmep = 7.6923%, dan B2 100V dengan besar 240 gauss menaikkan torsi = 5.45%, daya = 5.466%, Bmep = 5.455%. Pada

(22)

pengujian FTIR hasil penyerapan transmittance tiap variasi tegangan yang diberikan semakin naik. Dibandingkan dengan kondisi standar penyerapan pada B0 100 V yakni meningkat sampai 25.69 %.

Permadi melakukan pengujian menggunakan induksi magnet dengan sumber listrik dari alternator dimana besaran listrik mengikuti putaran mesin memiliki hasil dengan penggunaan efek kuat medan magnet pada aliran bahan bakar dengan sumber arus alternator dan dengan pengurangan resistansi terjadi perbaikan unjuk kerja dimana semakin tinggi besar kuat medan magnet yang digunakan, semakin baik pula perbaikannya jika dibandingkan kondisi standart (tanpa magnetisasi)[2]. Dengan pemakaian variasi

B2 resistansi 700 ohm terjadi kenaikan torsi, daya dan Bmep masing masing sebesar 14,94 %, 15,82 %, 14,94 %. Dengan pemakaian variasi B1 resistansi 900 ohm terjadi kenaikan torsi, daya dan Bmep masing masing sebesar 10,20 %, 11,44 %, 10,20%. Dengan pemakaian variasi B0 resistansi 500 ohm terjadi kenaikan torsi, daya dan Bmep masing masing sebesar 25,83 %, 26,12 %, 25,83 %. Dari pengujian FTIR terjadi kenaikan prosentase intensitas tertinggi sebesar 25,67 % pada variasi resistansi 500 ohm dan pada voltase 100 volt, dibandingkan kondisi standart.

Pada penelitian Syarifudin sudah melakukan pemberian medan magnet pada bahan bakar baik menggunakan magnet permanen dan induksi magnet mendapatkan hasil semakin tinggi medan magnet yang digunakan, semakin besar juga penurunan konsumsi bahan bakar spesifik[3]. Hal ini dikarenakan penggunaan medan

magnet pada saluran bahan bakar dapat meningkatkan kesempurnaan campuran bahan bakar, karena campuran bahan bakar yang terbakar dalam ruang bakar semakin sempurna ketika ikatan hidrokarbon lebih mudah untuk mengikat oksigen (O2).

Dengan pemberian medan magnet sebesar 300 gauss terjadi kenaikan torsi, daya dan Bmep masing masing sebesar 6,876%, 6,676%, 6,876%. Untuk Sfc mengalami penurunan sebesar 11,555% sehingga terjadi kenaikan effisiensi thermis sebesar 14,376%. Dengan pengujian FTIR ketika sampel bensin

(23)

dimagnetisasi 300 gauss secara rata-rata terjadi kenaikan prosentase intensitas sebesar 60,91% dibandingkan kondisi standart.

Pada setiap penilitian diatas, dimana intensitas transmitasi (penyerapan radiasi inframerah) mengalami kenaikan seiring naiknya besar medan magnet terjadi karena de-clustering senyawaan dalam bensin karena magnetisasi, yang mengubah kepolaran gugus fungsi senyawaan. Perubahan ini memungkinkan perubahan intensitas transmisi vibrasi gugus fungsi. Peningkatan kepolaran molekul dimungkinkan oleh perubahan densitas elektron pada daerah ikatan atom atau molekul, karena pengorientasian molekul atau ikatan polar saat magnetisasi. Penambahan kekuatan medan magnet memberikan efek de-clustering yang lebih kuat pada bensin. Karena hal ini memungkinkan peningkatan secara kualitatif dan kuantitatif molekul yang terorientasi[5].

Magnet yang saya buat memiliki kelebihan, jika diberi voltase kecil atau sama dapat menghasilkan induksi magnet yang lebih besar dibandingkan dengan magnet pada penelitian sebelumnya. Kebutuhan kuat medan magnet yang meningkat seiring dengan kenaikan beban dan putaran mesin memerlukan adanya pemetaan tentang kebutuhan kuat medan magnet untuk setiap variasi tegangan dengan putaran yang bervariasi. Dari kondisi tersebut, penelitian ini dapat menentukan kebutuhan medan magnet pada setiap perubahan putaran mesin dengan cara memapping variasi medan magnet pada seluruh variasi putaran mesin dengan pengujian FTIR dan unjuk kerja pada mesin SINJAI 2 silinder 650 CC.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada tugas akhir ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana perancangan dan pemilihan induksi magnet pada

pemberian tegangan yang kecil dan mendapat besar medan magnet yang besar?

(24)

2. Bagaimana spektroskopi FTIR bahan bakar setelah dipengaruhi induksi magnet variasi nilai tegangan yang diberikan?

3. Bagaimana kebutuhan kuat medan magnet induksi pada aliran bahan bakar, berdasarkan variasi tegangan yang akan ditunjukkan pada unjuk kerja dan emisi mesin, serta kondisi operasional mesin?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dari penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui perancangan dan pemilihan induksi magnet pada pemberian tegangan yang kecil dan mendapat besar medan magnet yang besar.

2. Untuk mengetahui spektroskopi FTIR bahan bakar setelah dipengaruhi induksi magnet dengan variasi nilai tegangan yang diberikan.

3. Untuk mengetahui kebutuhan kuat medan magnet induksi pada aliran bahan bakar berdasarkan variasi tegangan yang akan ditunjukkan pada unjuk kerja dan emisi mesin, serta kondisi operasional mesin.

1.4 Batasan Masalah

Dalam penelitian ini terdapat beberapa batasan masalah yang akan digunakan penulis untuk mencakup dari pada tugas akhir ini, sebagai berikut:

1. Bahan bakar yang digunakan adalah jenis pertalite yang diproduksi oleh Pertamina dengan spesifikasi bahan bakar sesuai dengan keputusan Dirjen Migas No. 3674 K/24/DJM/2006 17 Maret 2006.

2. Percobaan ini menggunakan mesin SINJAI 650 CC 2 silinder dengan kondisi standart

3. Magnet yang digunakan hasil rangkaian sendiri.

4. Pada perhitungan tesla menggunakan konstanta ruang hampa µo = 4π x 10-7

(25)

5. Kondisi temperatur dan kelembaban udara sesuai dengan udara setempat.

6. Tidak memperhitungkan waktu pemberian magnet pada bahan bakar.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian dan penulisan tugas akhir ini dilakukan untuk memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Menjadikan ilmu pengetahuan dan informasi kepada masyarakat mengenai pemberian kuat medan magnet pada aliran bahan bakar.

2. Sebagai upaya mendukung pemerintah mengenai hal penghematan bahan bakar fosil khususnya pertalite serta perbaikan kualitas emisi gas buang.

3. Jika penerapan pemberian sumber tegangan pada medan magnet mengikuti rpm berhasil menjadi lebih baik dari pada pemberian sumber tegangan konstan 12V battery, maka produsen otomotif dapat mengacu pada penelitian ini.

(26)
(27)

9

2.1 Induksi Elektromagnet

Bila suatu kumparan diberi arus listrik, setiap bagian kumparan ini menimbulkan medan magnet disekitarnya. Medan magnet yang timbul merupakan gabungan medan magnet dari tiap bagian itu. Garis-garis medan magnet didalam selenoida (kumparan) saling sejajar satu dengan lainnya, yang dinamakan medan magnet homogen. Untuk menentukan arah medan magnet dalam selenoida digunakan aturan tangan kanan seperti pada penghantar melingkar.

Gambar 2.1 Medan magnet sekitar kumparan (sumber :

https://unitedscience.wordpress.com/ipa-3/bab-12-kemagnetan/)

2.1.1 Besar medan Magnet Berdasarkan Jumlah Lilitan

Besar medan magnet disumbu kawat melingkar berarus listrik dengan jumlah lilitan kawat N, kuat medan magnetnya dapat ditentukan dengan rumus :

B =μo. I. N

2п.r (2.1)

keterangan :

B = kuat medan magnet dalam tesla (T)

𝞵o = Permibilitas ruang hampa ; bernilai = 4п .10-7

I = Kuat arus listrik dalam ampere (A)

r = Jari jari lingkaran yang dibuat dalam meter (m) N = Banyaknya jumlah lilitan yang dibuat

(28)

2.1.2 Penentuan Magnet Optimal

Kemampuan induksi magnet pada aliran listrik disetiap titik dapat ditentukan melalui data yang telah diambil dengan masukan voltase sebesar 10-25 DCV dengan interval 5V. Variabel yang mempengaruhi besar medan magnet dalam Tesla (B) adalah voltase (V), hambatan (R), arus (I), panjang solenoid (L), dan jumlah lilitan yang dipakai (N). Variabel tersebut saling mempengaruhi dalam pembacaan hasil besar medan magnet yang dibaca oleh alat ukur. Cara penentuan untuk pemilihan magnet yang akan digunakan adalah:

1. Merancang magnet yang akan digunakan.

2. Mengoptimasi dengan memberi arus DCV pada magnet. 3. Mengukur gauss pada tiap titik magnet yang telah

ditentukan.

4. Menentukan magnet mana yang paling optimal untuk digunakan.

2.1.3 Pengaruh Magnet Terhadap Unsur Hidrokarbon

Senyawa hidrokarbon adalah senyawa karbon yang terdiri atas unsur karbon (C) dan hydrogen (H). Jika senyawa hidrokarbon dibakar akan menghasilkan gas CO2 dan uap air

(H2O). Adanya CO2 menunjukkan adanya unsur C dan uap air

(H2O) menunjukkan adanya unsur H. Pada umumnya Molekul

hidrokarbon dalam senyawa bensin akan melakukan aktifitas getaran (vibrasi) dalam arah intinya. Selain itu cenderung untuk saling tarik menarik satu sama lain, membentuk molekul-molekul yang bergerombol (clustering). Penggumpalan ini akan terjadi, sehingga menyebabkan molekul molekul hidrokarbon tidak saling berpisah pada saat bereaksi dengan oksigen seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.2. Hal ini mengakibatkan ketidaksempurnaan pembakaran yang dapat diukur pada kandungan gas buang[5].

(29)

Gambar 2.2 Ilustrasi molekul hidrokarbon yang sulit bereaksi dangan oksigen (sumber :

https://istisitepu.wordpress.com/senyawa-hidrokarbon/).

Suatu medan magnet yang cukup kuat pada molekul hidrokarbon menyebabkan reaksi penolakan antar molekul hidrokarbon (de clustering), sehingga terbentuk jarak optimal antar molekul hidrokarbon dengan oksigen. Fenomena tersebut diilustrasikan pada gambar 2.2.

Gambar 2.3 Ilustrasi bensin melewati medan magnet (Sumber :

http://i1284.photobucket.com/albums/a575/bennysiong81/fuelsaver2_z pse408dc0f.jpg)

Gambar 2.3 diilustrasikan sebagai seberkas rambut yang terkena imbasan medan magnet dari sebuah penggaris. Jika sebuah penggaris digosok-gosokkan pada rambut maka akan timbul suatu medan magnet antara penggaris dengan rambut tersebut. Hal ini menggambarkan terjadinya mekanisme polarisasi medan magnet yang menyebabkan ikatan antar muatan penggaris dengan muatan seberkas rambut cukup kuat. Begitu pula terjadi pada molekul Hidrokarbon yang terkena pengaruh kekuatan medan magnet dari luar. Molekul-molekul Hidrokarbon

(30)

yang telah melewati frekwensi resonansi magnetik dan akan dipengaruhi oleh frekuensi tersebut. Ini dapat dilihat dari pengurangan interaksi antara molekul-molekul Hidrokarbon yang lebih teratur dan lebih jarang. Hal ini disebabkan oleh getaran antar proton hidrogen dalam hidrokarbon akan mempengaruhi proton lainnya yang ada didaerah sekitarnya. Sehingga molekul hidrokarbon mudah untuk dipengaruhi dan lebih reaktif dalam proses pembakaran dan pembakaran tersebut menjadi lebih sempurna.

Unsur dominan dalam BBM adalah C (karbon) dan H (hidrogen), dimana pada saat pembakaran bereaksi dengan O2

(oksigen). Dalam reaksi yang sempurna, unsur C bereaksi dengan O2 membentuk CO2 dan unsur H bereaksi dengan O2 membentuk

H20. Unsur C dan H dalam BBM cenderung mempunyai ikatan

yang kuat dan bergerombol, sehingga menyulitkan O2 untuk

masuk dalam ikatan senyawanya. Dengan teknik magnetisasi dapat membantu proses reaksi dengan O2 seperti yang

ditunjukkan pada gambar 2.4.

Gambar 2.4 Animasi molekul yang termagnetisasi bereaksi dengan oksigen (sumber:

https://istisitepu.wordpress.com/senyawa-hidrokarbon/)

Penyaluran BBM melalui medan magnet terlebih dahulu sebelum masuk ke nozzle injeksi akan merenggangkan ikatan C dan H dalam BBM sehingga memberikan kekuatan C dan H dan lebih mudah untuk mengikat O2. Dengan demikian jumlah

campuran BBM dan O2 akan ideal sehingga pembakaran yang

berlangsung lebih effisien dan bersih, yang ditunjukkan lebih rendahnya gas polutan dalam kandungan.

(31)

2.1.4 Fourier Transform-Infra Red Spectroscopy (FT-IR)

Untuk mendapatkan hasil yang valid dalam pengujian pengaruh magnet terhadap kandungan hidro karbon (bensin), maka akan dilakukan analisa sampel yang telah dipengaruhi kuat medan magnet, yang nantinya akan diuji dengan metode penyerapan infra merah atau FTIR (Fourier Transform-Infra

Red).

Komponen utama spektroskopi FTIR adalah interferometer Michelson yang mempunyai fungsi menguraikan (mendispersi) radiasi inframerah menjadi komponen-komponen frekuensi. Penggunaan interferometer Michelson tersebut memberikan keunggulan metode FTIR dibandingkan metode spektroskopi inframerah konvensional maupun metode spektroskopi yang lain. Diantaranya adalah informasi struktur molekul dapat diperoleh secara tepat dan akurat (memiliki resolusi yang tinggi). Keuntungan yang lain dari metode ini adalah dapat digunakan untuk mengidentifikasi sampel dalam berbagai fase (gas, padat atau cair).

Dasar lahirnya spektroskopi FT-IR adalah dengan mengasumsikan semua molekul menyerap sinar infra merah, kecuali molekul-molekul mono atom (He, Ne, Ar, dll) dan molekul-molekul homopolar diatomik (H2, N2, O2, dll). Molekul akan menyerap sinar infra merah pada frekuensi tertentu yang mempengaruhi momen dipolar atau ikatan dari suatu molekul.

Supaya terjadi penyerapan radiasi inframerah, maka ada beberapa hal yang perlu dipenuhi, yaitu:

1. Absorpsi terhadap radiasi inframerah dapat menyebabkan eksitasi molekul ke tingkat energi vibrasi yang lebih tinggi dan besarnya absorbsi adalah terkuantitasi.

2. Vibrasi yang normal mempunyai frekuensi sama dengan frekuensi radiasi elektromagnetik yang diserap.

3. Proses absorpsi (spektra IR) hanya dapat terjadi apabila terdapat perubahan baik nilai maupun arah dari momen dua kutub ikatan.

(32)

Spektroskopi infra merah dilakukan pada daerah infra merah yaitu pada kisaran frekuensi 12800 - 10 cm-1. Teknik

spektroskopi infra merah terutama untuk mengetahui gugus fungsional suatu senyawa, juga untuk mengidentifikasi senyawa, menentukan struktur molekul, mengetahui kemurnian, dan mempelajari reaksi yang sedang berjalan. Daerah serapan khas gugus fungsi suatu senyawa dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Serapan khas gugus fungsi Gugu

s Jenis Senyawa Daerah Serapan (cm-1)

C-H Alkane 2850-2970, 1350-1470 C-H Alkena 3020-3080, 675-870 C-H Aromatic 3000-3100, 675-870 C-H Alkuna 3300 C=H Alkena 1640-1680 C=C aromatik (cincin) 1500-1600 C-O

alkohol, eter, asam

karboksilat, ester 1080-1300 C=O aldehida, keton, asam karboksilat, ester 1690-1760 O-H alkohol, fenol(monomer) 3610-3640 O-H alkohol, fenol (ikatan H) 2000-3600 (lebar) O-H asam karboksilat 3000-3600 (lebar)

N-H Amina 3310-3500

C-N Amina 1180-1360

NO2 Nitro 1515-1560, 1345-1385

Beberapa keuntungan dari FT-IR untuk analisa suatu material, antara lain:

(33)

 Metoda pengukuran dengan tingkat ketelitian yang tinggi tanpa harus dilakukan kalibrasi ulang

 Proses analisa berlangsung lebih cepat  Sensitif

Bila radiasi infra merah dilewatkan melalui suatu sampel, maka molekul-molekulnya dapat menyerap (mengabsorpsi) energi maka terjadilah transisi antara tingkat vibrasi dasar (ground state) dan tingkat vibrasi tereksitasi (exited state). Pengabsorpsian energi pada berbagai frekuensi dapat dideteksi oleh spektrofotometer infra merah, yang memplot jumlah radiasi infra merah yang diteruskan melalui suatu cuplikan sebagai fungsi frekuensi (atau panjang gelombang) radiasi. Plot grafik dari hasil pengujian FTIR dapat dilihat pada gambar 2.5.

Gambar 2.5 Grafik tampilan hasil uji FTIR berbasis transmittance[7] Plot tersebut disebut temperat inframerah yang akan memberikan informasi penting tenang gugus fungsional suatu molekul. Vibrasi molekul hanya akan terjadi bila suatu molekul terdiri dari dua atom atau lebih. Untuk dapat menyerap radiasi infra merah (aktif infra merah), Vibrasi molekul harus menghasilkan perubahan momen dua kutub[8].

(34)

2.2 Senyawa Dalam Bahan Bakar Bensin

Salah satu jenis bahan bakar hidrokarbon adalah bahan bakar bensin adalah produk utama dari petroleum dan biasanya terdiri dari bermacam campuran seperti: temperat, olefin, napthane dan temperat. Komposisi gasoline berubah tergantung dari minyak bumi dan proses refining. Berikut adalah komposisi hidrokarbon yang terkandung pada beberapa komponen minyak bumi dapat dilihat pada tabel dibawah. Komposisi ini merupakan komposisi minyak bumi sebelum mengalami pengolahan.

Tabel 2.2 Komposisi Senyawa Dalam Bahan Bakar Komponen

n-alkana

Sikloal kana

Isoalkana Aromatik Residu

Gas 100 - - - - Bensin 38 43 20 9 - Kerosin 23 43 15 19 - Solar 22 48 9 21 - Pelumas 16 52 7 25 - Residu 13 51 1 27 8

2.3 Parameter Unjuk Kerja Mesin

Performa mesin menunjukkan tingkat kesuksesannya dalam mengkonversi energi kimia yang terkandung dalam bahan bakar menjadi energi mekanik. Kemudian baik atau tidaknya suatu desain engine juga dapat dilihat melalui unjuk kerja (performance) yang dihasilkannya. Pengujian suatu engine ditentukan oleh beberapa parameter unjuk kerja engine dan kadar emisi gas buang hasil pembakaran. Unjuk kerja menjadi penting karena berkaitan dengan tujuan penggunaan engine dan faktor ekonomisnya, sedangkan tinggi rendahnya emisi gas buang berhubungan dengan faktor lingkungan. Untuk menentukan parameter unjuk kerja

engine, maka harus ditentukan terlebih dahulu sistem yang

digunakan, berikut parameter-parameter dari unjuk kerja mesin[9] :

1. Torsi 2. Daya efektif

(35)

4. Pemakaian bahan bakar spesifik (sfc) 5. Effisiensi thermal

6. Effisiensi volumetris 7. Air fuel ratio (AFR) 8. Emisi gas buang

2.3.1 Torsi

Kemampuan engine dalam menghasilkan kerja ditunjukkan dengan nilai torsi yang dihasilkannya. Dalam keadaan sehari-hari torsi digunakan untuk akselerasi kendaraan untuk meningkatkan kecepatan. Torsi merupakan perkalian antara gaya tangensial dengan panjang lengan. Rumus untuk menghitung torsi pada engine adalah sebagai berikut:

Torsi = P × R (2.2)

dimana:

P = gaya tangensial (N)

R = lengan gaya water brake dynamometer (m)

Pada pengujian, torsi yang dihasilkan oleh motor dibaca pada display waterbrake dynamometer. Torsi yang didapatkan masih dalam lb.ft sehingga diperlukan faktor konversi agar didapatkan nilai torsi dengan satuan metris. Adapun faktor konversi X yang digunakan adalah:

X = faktor konversi = [4.448 N1 lbf ×3.2808 ft1 m ] (2.3)

2.3.2 Daya (brake horse power)

Tujuan dari pengoperasian mesin adalah untuk menghasilkan daya atau power. Brake horse power merupakan daya yang dihasilkan dari poros output mesin yang dihitung berdasarkan laju kerja tiap satuan waktu. Nilai daya sebanding dengan gaya yang dihasilkan dan kecepatan linearnya atau sebanding dengan torsi poros dan kecepatan sudutnya. Untuk menghitung daya motor digunakan perumusan:

(36)

bhp = ω x T

= 2 π n x T (Watt) (2.4) dimana :

bhp = Daya motor (Watt) T = Torsi (N.m)

n = Putaran poros waterbrake dynamometer (rps)

2.3.3 Tekanan efektif rata-rata (BMEP)

Tekanan efektif rata-rata (brake mean effectif pressure) didefinisikan sebagai tekanan tetap rata-rata teoritis yang bekerja sepanjang volume langkah piston sehingga menghasilkan daya. Jika tekanan efektif rata-rata dihitung berdasarkan pada bhp (brake horse power) maka disebut bmep (brake mean effective

pressure).

Gaya yang bekerja mendorong piston kebawah :

F = Pr x A (2.5)

Kerja selama piston bergerak dari TMA ke TMB :

W = F x L = (Pr x A) x L (2.6) Jika poros engkol berputar n rpm, maka dalam 1 menit akan terjadi z n siklus kerja. dimana

menit

siklus

z

n

;

z = 1 (Untuk motor 2 langkah), 2 (Untuk motor 4 langkah) Daya tiap silinder:

z n L A

W  Pr   (2.7)

Daya motor sejumlah “i” silinder :

z i n L A W Pr    (2.8)

Jika W = bhp dan Pr = bmep, maka :

(37)

dimana :

bhp = daya motor, Watt

A = Luas penampang torak, m2

L = Panjang langkah torak, m

i = Jumlah silinder n = Putaran mesin, rps

z = 1 ( motor 2 langkah) atau 2 ( motor 4 langkah )

2.3.4 Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (specific fuel

consumption)

Konsumsi bahan bakar (fuel consumption) merupakan banyaknya jumlah bahan bakar yang digunakan oleh engine selama satuan waktu tertentu. Sedangkan, sfc (specific fuel

consumption) merupakan ukuran jumlah konsumsi bahan bakar engine yang diukur dalam satuan massa bahan bakar per satuan

keluaran daya, untuk menghasilkan satu daya efektif. Dapat juga didefinisikan sebagai laju aliran bahan bakar yang dipakai oleh

engine untuk menghasilkan tenaga. Karena perhitungan sfc

didasarkan pada bhp (brake horse power) maka disebut bsfc (brake specific fuel consumption).

Apabila dalam pengujian diperoleh data mengenai penggunaan bahan bakar m (kg) dalam waktu s (detik) dan daya yang dihasilkan sebesar bhp (kW), maka pemakaian bahan bakar per detik ( ṁ bb ) adalah :

ṁbb=

mbb

t (Kg / detik) (2.10)

Sedangkang specific fuel consumption : sfc = ṁbb

bhp (2.11)

Dimana :

𝑚̇𝑏𝑏 = pemakaian bahan bakar tiap satuan waktu (kg/jam) sfc = konsumsi bahan bakar spesifik (kg/kW.jam)

(38)

2.3.5 Efisiensi termal (ηth)

Besarnya pemanfaatan energi panas yang tersimpan dalam bahan bakar untuk diubah menjadi daya efektif oleh motor pembakaran dalam dinyatakan dalam efisiensi thermal (ηth).

Setiap bahan bakar memiliki nilai kalor yang berbeda sehingga efisiensi thermal yang dihasilkan juga akan berbeda pula. Efisiensi thermal adalah ukuran besarnya pemanfaatan energi panas dari bahan bakar untuk diubah menjadi daya efektif oleh

engine.

ηth =

energi yang berguna

energi yang diberikan× 100% (2.12)

Jika masing-masing dibagi dengan waktu, t maka :

ηth=

kerja/waktu

panas yang diberikan/waktu× 100% (2.13)

dimana :

Kerja / waktu = Daya (bhp)

Panas yang diberikan = Nilai kalor x massa bahan bakar [Q  ṁbb]

Sehingga, ƞth = Bhp

ṁbb x Q x 100 % (2.14)

dimana:

sfc = konsumsi bahan bakar spesifik (kg/Watt . s)

ṁbb = laju aliran bahan bakar (kg/s)

Q = nilai kalor bawah dari bahan bakar yang digunakan (J/kg)

ṁbb merupakan laju aliran bahan bakar (kg/s) dan Q nilai

kalor bahan bakar. Nilai kalor adalah jumlah energi panas maksimum yang dibebaskan oleh suatu bahan bakar melalui reaksi pembakaran sempurna per satuan massa atau volume bahan bakar. Nilai kalor umumnya ada dua yakni nilai kalor atas atau high heat value (HHV) dan juga nilai kalor bawah atau low

heat value (LHV). Ditinjau dari H2O yang merupakan salah satu

produk proses pembakaran nilai kalor bahan bakar dapat dibedakan atas :

(39)

 Nilai kalor atas (NKA) yaitu bila nilai produk pembakaran dalam fase cair (jenuh).

 Nilai kalor bawah (NKB) jika H2O produk pembakaran

dalam fase gas

Untuk penelitian ini kita menggunakan Nilai kalor bawah (NKB) atau low heat value (LHV) sehingga dapat dinyatakan dengan rumus empiris (untuk bahan bakar bensin) sebagai berikut:

LHV = [16610 + 40 (°API)] Btu/lb (2.15) dimana : 1 Btu/lb = 2,326 kJ/kg

1 kJ/kg = [ 1

4,187] kKal/kg

API Gravity adalah suatu pernyataan yang menyatakan densitas dari suatu material. API Gravity diukur pada temperatur minyak bumi 60oF.

API = 141,5

𝑆𝐺 pada 60oF− 131,5 (2.16)

2.3.6 Efisiensi Volumetris (volumetric efficiency)

Efisiensi volumetris hanya digunakan pada engine 4 langkah. Didefinisikan sebagai rasio dari volume udara yang masuk ke silinder dibagi dengan volume silinder yang tersedia.

ηv= vi vs = 2 ṁa ρa,iVdN (2.17) Dimana: ɳv = efisiensi volumetris

vi = volume udara yang masuk kedalam silinder

vs = volume silinder yang tersedia

ṁa = volume flow rate udara

ρa,i = massa jenis udara (kg/m3)

Vd = volume silinder (m3)

N = putaran engine (rps)

2.3.7 Rasio Udara-Bahan Bakar (Air-Fuel Ratio/AFR )

Metode ini paling sering digunakan untuk mendefinisikan campuran dan merupakan perbandingan antara massa dari udara

(40)

dan bahan bakar pada suatu titik tinjau. Secara simbolis, AFR dihitung sebagai :

(2.18) Jika nilai aktual lebih besar dari nilai AFR, maka terdapat udara yang jumlahnya lebih banyak daripada yang dibutuhkan oleh sistem dalam proses pembakaran dan dikatakan miskin bahan bakar dan jika nilai aktual lebih kecil dari AFR stokiometrik maka tidak cukup terdapat udara pada sistem dan dikatakan kaya bahan bakar.

2.4 Pitot Tube With Static Wall Pressure Tap dan Incined

Manometer

Alat ini dipergunakan untuk mengukur jumlah udara dan bahan bakar gas memasuki ruang bakar. Perhitungan kecepatan udara. Pitot tube with static wall pressure tap dihubungkan dengan

inclined manometer untuk mengetahui besarnya perbedaan

ketinggian cairan pada manometer yang nantinya digunakan persamaan Bernoulli sebagai berikut:

P0 ρ + V02 2 + gz0= P1 ρ + V12 2 + gz1 (2.19) dimana :

P0 = Tekanan stagnasi (pada titik 0) (Pa)

P1 = Tekanan statis (pada titik 1) (Pa)

 = Massa jenis fluida yang mengalir (kg/m3)

V1 = Kecepatan di titik 1 (m/s)

V0 = Kecepatan di titik 0, kecepatan pada titik stagnasi = 0

m/s

Dengan mengasumsikan z = 0 maka persamaan menjadi:

V12

2 =

P0−P1

ρ (2.20)

Untuk mencari kecepatan udara yang masuk kedalam ruang bakar dari persamaan diatas menjadi:

f f a a f a N M N M m m AFR . . . . . .    

(41)

V1 = √

2(P0−P1)

ρudara (2.21)

dimana :

P0 – P1 = red oil . g . h (2.22)

red oil = (ρH2O. SGred oil) (2.23)

Sehingga pada inclined manometer diperoleh persamaan, P0 – P1 = (ρH2O. SGred oil) . g . h . sin θ (2.24)

h adalah perbedaan ketinggian cairan pada inclined manometer

dengan 0

15 

 , maka persamaan menjadi : V1= √

2(ρH2O . SGred oil . g . h . sin θ)

ρudara

(2.25) dengan :

SGred oil : Spesific gravity red oil (0.827)

H2O : Massa jenis air (999 kg/m3)

udara : Massa jenis udara (1.1447 kg/m3)

h : Total perbedaan ketinggian cairan pada incline

manometer (m)

θ : Sudut yang digunakan pada inclined manometer (degree)

namun V1 merupakan kecepatan maksimal, terlihat dari profil

kecepatan aliran pada internal flow. Hal ini dikarenakan posisi pitot berada pada centerline pipa. Sehingga perlu dirubah menjadi

average velocity (𝑉̅) yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

Vmax

2n2

(n+1)(2n+1) (2.26)

dimana:

𝑉̅ : Kecepatan rata – rata (m/s)

Vmax : Kecepatan maksimal dari profil kecepatan aliran.

n : variation of power law exponent. Yang di rumuskan sebagai berikut:

(42)

n = −1,7 + 1,8 log ReVmax (2.27) untuk 𝑅𝑒𝑉𝑚𝑎𝑥 > 2 𝑥 10

4 (aliran turbulen).

Sedangkan untuk aliran laminar dapat diperoleh melalui persamaan berikut:

Vmax= 2V̅ (2.28)

2.5 Polusi Udara

Polusi udara adalah masuknya bahan-bahan pencemar kedalam udara sedemikian rupa sehingga mengakibatkan kualitas udara menurun dan lingkungan tidak berfungsi sebagaimana mestinya (UUPLH No.23/1997 pasal 1). Polutan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu polutan primer dan polutan sekunder. Mekanisme terbentuknya polutan dapat dilihat pada gambar 2.6.

Gambar 2.6 Mekanisme terbentuknya polutan HC, CO dan NOx pada SIE (sumber : Kawano, D. Sungkono Pencemaran udara: 2014)

Dari kedua jenis polutan diatas yang sering jadi perhatian adalah polutan primer, meskipun polutan sekunder tidak bisa dianggap ringan[10]. Berikut ini adalah penjelasan tentang beberapa

polutan primer. Berikut ini adalah penjelasan tentang beberapa polutan primer.

1. Hidrokarbon (HC)

Hidrokarbon terjadi dari bahan bakar yang tidak terbakar

langsung keluar menjadi gas mentah, dan dari bahan bakar terpecah menjadi reaksi panas berubah menjadi gugusan HC yang lain, yang keluar bersama gas buang. Sebab–sebab

(43)

terjadinya hidrokarbon (HC) adalah karena tidak mampu melakukan pembakaran, penyimpanan dan pelepasan bahan bakar dengan lapisan minyak, penyalaan yang tertunda, disekitar dinding ruang bakar yang bertemperatur rendah dan karena adanya overlap valve, sehingga HC dapat keluar saluran pembuangan.

2. Karbon monoksida (CO)

Gas karbon monoksida merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau pada suhu diatas titik didihnya dan mudah larut dalam air. Gas karbon monoksida merupakan komponen utama dalam udara tercemar, karena kereaktifan gas karbon monoksida terhadap hemoglobin dalam darah yang mengakibatkan darah kekurangan oksigen dan menyebabkan gangguan saraf pusat.

Gambar 2.7 Emisi gas buang versus air-fuel ratio pada SIE (sumber :

https://cepot.wordpress.com/2006/11/04/analisa-emisi-gas-buang) Karbon monoksida juga cenderung timbul pada temperatur pembakaran yang tinggi. Meskipun pada campuran miskin (mempunyai cukup oksigen) jika temperatur pembakaran terlalu tinggi, maka oksigen yang telah terbentuk dalam karbon dioksida

(44)

bisa berdisosiasi (melepaskan diri) membentuk karbon monoksida dan oksigen.

2.6 Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan Syarifudin sudah melakukan pemberian medan magnet pada bahan bakar baik menggunakan magnet permanen dan induksi magnet mendapatkan hasil semakin tinggi medan magnet yang digunakan, semakin besar juga penurunan konsumsi bahan bakar spesifik[3]. Hal ini dikarenakan

penggunaan medan magnet pada saluran bahan bakar dapat meningkatkan kesempurnaan campuran bahan bakar, karena campuran bahan bakar yang terbakar dalam ruang bakar semakin sempurna ketika ikatan hidrokarbon lebih mudah untuk mengikat oksigen (O2). Dengan pemberian medan magnet sebesar 300 gauss

terjadi kenaikan torsi, daya dan Bmep masing masing sebesar 6,876%, 6,676%, 6,876%. Untuk Sfc mengalami penurunan sebesar 11,555% sehingga terjadi kenaikan effisiensi thermis sebesar 14,376%. Dengan pengujian FTIR ketika sampel bensin dimagnetisasi 300 gauss secara rata-rata terjadi kenaikan prosentase intensitas sebesar 60,91% dibandingkan kondisi standart.

Penelitian dari Ali S.Faris dengan penelitian "Effects of

Magnetic Field on Fuel Consumption and Exhaust Emissions in Two-Stroke Engine" yaitu jumlah bahan bakar yang dikonsumsi

dengan intensitas medan magnet selama tiga kecepatan mesin yang berbeda yaitu (3500, 4500, 5000) rpm[13]. Jumlah konsumsi bahan

bakar dalam mesin untuk tiga kecepatan masing-masing (1350, 1560, 1775) ml. Pada setiap rpm tersebut kebutuhaan bahan bakar terhadap besar medan magnet semakin menurun, pada 4000 gauss keatas konsumsi bahan bakar cenderung konstan. Sehingga kebutuhan optimum untuk konsumsi bahan bakar terhadap besar medan magnet terbaik ada pada nilai 4000 gauss pada 5000 rpm dengan konsumsi bahan bakar 1600 ml, 4500 rpm dengan konsumsi bahan bakar 1400 ml, dan 3500 rpm dengan konsumsi bahan bakar 1200 ml seperti yang diilustrasikan dalam Gambar 2.8

(45)

Gambar 2.8. Grafik hubungan antara gauss dan sfc

Mirza pada penelitiannya melakukan mapping kebutuhan medan magnet pada setiap putaran mesin dengan cara memberikan variasi induksi medan magnet pada setiap variasi putaran mesin mendapatkan hasil semakin tinggi induksi medan magnet yang diciptakan semakin besar juga penurunan konsumsi bahan bakar spesifik[1]. Penggunaan induksi medan magnet pada aliran bahan

bakar dapat meningkatkan kesempurnaan campuran bahan bakar, karena pengoksidasian bahan bakar membaik. Pada nilai gauss yang terbesar yaitu pada B0 100V dengan besar 520 gauss menaikkan torsi = 9.79%, daya = 9.203%, Bmep = 9.79%, B1 100V dengan besar 300 gauss menaikkan torsi = 7.69%, daya = 7.67%, Bmep = 7.6923%, dan B2 100V dengan besar 240 gauss menaikkan torsi = 5.45%, daya = 5.466%, Bmep = 5.455%. Pada pengujian FTIR hasil penyerapan transmittance tiap variasi tegangan yang diberikan semakin naik. Dibandingkan dengan kondisi standar penyerapan pada B0 100 V yakni meningkat sampai 25.69 %.

Penelitian Permadi melakukan pengujian menggunakan induksi magnet dengan sumber listrik dari alternator dimana besaran listrik mengikuti putaran mesin memiliki hasil perbaikan unjuk kerja dimana semakin tinggi besar kuat medan magnet yang

(46)

digunakan, semakin baik pula perbaikannya jika dibandingkan kondisi standart[2]. Dengan pemakaian variasi B2 resistansi 700

ohm terjadi kenaikan torsi, daya dan Bmep masing masing sebesar 14,94 %, 15,82 %, 14,94 %. Dengan pemakaian variasi B1 resistansi 900 ohm terjadi kenaikan torsi, daya dan Bmep masing masing sebesar 10,20 %, 11,44 %, 10,20%. Dengan pemakaian variasi B0 resistansi 500 ohm terjadi kenaikan torsi, daya dan Bmep masing masing sebesar 25,83 %, 26,12 %, 25,83 %. Dari pengujian FTIR terjadi kenaikan prosentase intensitas tertinggi sebesar 25,67 % pada variasi resistansi 500 ohm dan pada 100 volt, dibandingkan kondisi standart.

Dari beberapa penelitian terdahulu ini, maka saya akan melakukan penelitian Kajian pengaruh kuat medan magnet pada aliran bahan bakar terhadap unjuk kerja dan emisi gas buang mesin bensin 2 silinder dengan pemetaan tentang kebutuhan kuat medan magnet untuk setiap variasi tegangan dengan putaran yang bervariasi. Dari percobaan data-data yang didapatkan kemudian ditampilkan dalam bentuk grafik:

- Daya =f(putaran) - Torsi =f(putaran) - bmep =f(putaran) - Sfc =f(putaran) - ηth =f(putaran) - ηvolumetris =f(putaran) - Afr =f(putaran) - Emisi =f(putaran)

(47)

29

Penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan metode eksperimental. Pengujian dilakukan pada engine Sinjai 2 silinder empat langkah dengan kapasitas 650 cc dengan variable

speed dan memvariasikan besar kuat medan magnet pada aliran

bahan bakar mengikuti putaran engine. Proses perancangan dan pengujian unjuk kerja mesin akan dilakukan di Laboratorium Teknik Pembakaran dan Bahan Bakar (TPBB), jurusan Teknik Mesin, Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya, sedangkan untuk pengujian kuat medan magnet akan dilakukan di Laboratorium yang akan disebutkan pada sub-bab dibawah. Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan besar kuat medan magnet mengikuti putaran engine serta unjuk kerja mesin terbaik yang dinyatakan dalam : Torsi, Daya, Tekanan Efektif rata-rata, Konsumsi bahan bakar spesifik, Efisiensi

thermal, Efisiensi volumetric, AFR dan Emisi gas buang.

Penelitian ini akan dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu:

1. Kelompok kontrol ialah, mesin bensin standar yang menggunakan bahan bakar premium tanpa memberikan medan magnet pada aliran bahan bakar.

2. Kelompok uji ialah, mesin bensin berbahan bakar pertalite yang dimodifikasi dengan pemberian kuat medan magnet pada aliran bahan bakar.

3.1 Pengujian Kuat Medan magnet

Pengujian ini akan dilakukan di Laboratorium Instrumentasi dan Pengukuran Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) dengan menggunakan variasi tegangan DCV 10-25V dengan interval 5V.

(48)

3.1.1 Peralatan Uji kuat medan magnet

Laboratorium Instrumentasi ini menyediakan kebutuhan pengujian yang akan dilakukan serta instruktur penggunaan alat, adapun alat-alat yang digunakan:

1) Instrument medan magnet

Instrument medan magnet menggunakan tiga buah magnet buatan:

 Instrumen 1 = diameter luar besi 2cm  Instrumen 2 = diameter luar besi 3cm  Instrumen 3 = diameter luar besi 4,5cm

Dengan masing-masing instrument medan magnet memiliki spesifikasi sebagai berikut:

- Bahan : Besi karbon

- Jenis Lilitan : Kawat tembaga diameter 3mm - Jumlah Lilitan : 1500 lilitan

- Bahan Lain : Kertas Pelapis 2) Power Supply

Power Supply digunakan untuk memberikan tegangan input

(DCV) pada instrument medan magnet sesuai dengan tegangan (DCV) yang dihasilkan DC power supply. Hal ini dikarenakan tidak di mungkinkannya untuk membawa engine SINJAI ke Laboratorium Instrumentasi Pengukuran Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS).

3) Ampere meter

Ampere meter digunakan untuk mengukur besar arus yang mengalir pada rangkaian instrumentasi medan magnet. 4) Gauss meter

Gaus meter digunakan untuk mengukur besar medan magnet dalam satuan gauss.

Berikut ini adalah skema pengujian dan pengukuran alat kuat medan magnet pada alat magnet induksi:

(49)

Gambar 3.1 Skema Pengujian dan Pengukuran Alat Kuat Medan Magnet Aliran Materi Aliran Informasi

-

Gauss meter DC Power Supply Ampere meter Magnet Induksi

(50)

3.1.2 Flowchart Pengujian Kuat Medan Magnet START o Benda Uji o Dc Power Suplay o Voltmeter o Amperemeter o Gauss meter

Rangkai skema pengukuran , Atur tegangan pada power Suplay

Tegangan yang diberikan sesuai dengan data yang diambil

Pemberian V dimulai dari yang tertinggi 25 Volt – terendah 10 Volt

Ambil data Gauss dengan waktu tunggu minimum 1 menit

V 10 End V dikurangi dengan interval 5V No Yes Instrumen Magnet 3 B = Instrumen 1 n = 3 B = n -1 No Yes

(51)

3.2 Perancangan, Optimasi dan Pengukuran Magnet

Magnet dirancang dengan menggunakan inti besi berbentuk silinder berlubang (pipe) yang dililitkan kawat tembaga pada bagian selimut silinder dengan ukuran tertentu dan berdiameter tertentu sesuai dengan literatur yang ada. Perancangan menggunakan inti besi magnet masing-maing memiliki diameter 2cm, 3cm, dan 4,5cm dengan jumlah lilitan sebesar yang sudah ditentukan. Pengukuran besar medan magnet pada besi menggunakan alat Gauss Meter YOKOGAWA TYPE 3251 dan power supply DCV menggunakan GW INSTEK PSS-3203. Adapun langkah-langkah merancang, mengoptimasi dan mengukur medan magnet tersebut adalah sebagai berikut:

1. Siapkan inti besi dengan diameter masing-masing tersebut diatas kemudian lilit setiap inti besi dengan kawat tembaga hingga jumlah lilitan yang sudah ditentukan.

2. Kaitkan kawat dengan arus plus (+) dengan penjapit pada DCV power supply plus (+) dan kawat dengan arus minus (-) dengan penjapit pada DCV power supply plus (-(-).

3. Beri tanda pada setiap magnet untuk kawat + dan – kemudian ukur kumparan lilitan menggunakan probe gauss meter. 4. Atur masukan tegangan DC pada power supply sebesar 10V,

kemudian tekan output bersamaan dengan mendekatkan probe gauss meter ke kumparan lilitan.

5. Baca munculan gauss pada penunjuk jarum besaran gauss yang keluar kemudian tulis.

6. Lanjutkan langkah 4 dengan setiap keluaran 10-25 V interval 5V sehingga magnet instrumen 1 sudah selesai diambil data. 7. Lakukan perlakuan yang sama pada instrumen 2 dan instrumen 3 seperti langkah diatas dengan keluaran yang sama pula dengan variasi keluaran 10-25 V interval 5V. 8. Kumpulkan data tersebut kemudian ditabelkan untuk

dijadikan data besar medan magnet setiap instrumen magnet. Pada hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai medan magnet yang paling besar dikeluarkan oleh besi dengan diameter 2cm dengan keluaran voltase 25 V. Sehingga yang dipilih untuk

(52)

digunakan untuk pengambilan data adalah besi dengan diameter 2cm. Berikut adalah sketsa konstruksi peralatan medan magnet yang digunakan:

Gambar 3.3 Sketsa Konstruksi Peralatan Medan Magnet (dalam mm)

3.3 Pengujian Fourier Transform Infrared (FTIR)

Pengujian ini akan dilakukan di Laboratorium FTIR, SEM dan RDX Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS dengan pengujian standart (tanpa magnetisasi) dan pengujian dengan memberikan variasi kuat medan magnet berdasarkan kuat arus 10-25 V interval 5V yang telah terlebih dahulu diukur besar kuat medan magnet dalam satuan gauss meter. Pengujian dilakukan dengan retensi waktu 1 menit untuk masing – masing sampel.

Gambar 3.4 Skema Pengujian FTIR

3.3.1 Peralatan Pengujian Fourier Transform Infrared (FTIR) Laboratorium FTIR, SEM dan RDX Jurusan Teknik

Material dan Metalurgi FTI-ITS ini menyediakan kebutuhan pengujian yang akan dilakukan serta instruktur penggunaan alat,

(53)

adapun alat-alat yang akan digunakan serta yang perlu dipersiapkan:

1) Cairan Sample

Teteskan sedikit cairan sampel (bebas air) yang akan diukur pada satu bagian pendeteksi pada alat.

2) NICOLET iS10

NICOLET iS10 digunakan untuk membaca gelombang spectrum penyerapan radiasi sampel.

3.3.2 Mengoprasikan NICOLET iS10

Pengoperasian alat ini akan dibimbing oleh instruktur

Laboratorium FTIR, SEM dan RDX, berikut langkah-langkah yang akan dilakukan:

1) Klik ganda pada shortcut NICOLET iS10

2) Tunggu beberapa saat sampai keluar halaman utama software tersebut

3)

Bersihkan tempat pentetesan sampel menggunakan tisu

4)

Klik sample background dan tunggu sampai muncul spectrum awal kemudian pilih “NO”

5)

Klik sample configuration dan langsung teteskan sample ketempat penetesan.

6)

Tunggu sampai diperoleh grafik representasi dari spectra.

7)

Kemudian beri nama spectrum tersebut kemudian Save As.

3.3.3 Cara membaca grafik Fourier Transform Infrared (FTIR)

Di perlukan kejelian dan ketelitian dalam pembacaan hasil dari pengujian FTIR, berikut tata cara yang akan digunakan:

1) Tentukan sumbu X dan Y-sumbu dari identic35. X-sumbu dari identic35 IR diberi label sebagai “bilangan gelombang” dan jumlahnya berkisar dari 400 di paling kanan untuk 4.000 di paling kiri. X-sumbu menyediakan nomor penyerapan. Sumbu Y diberi label sebagai “transmitansi Persen” dan jumlahnya berkisar dari 0 pada bagian bawah dan 100 di atas.

(54)

2) Tentukan karakteristik puncak dalam identic36 IR. Semua identic36 inframerah mengandung banyak puncak. Selanjutnya melihat data daerah gugus fungsi yang diperlukan untuk membaca spectrum yang ditunjukkan pada gambar 3.5.

Gambar 3.5 Gugus fungsi FTIR[5]

3) Tentukan daerah identic36 di mana puncak karakteristik ada. Spektrum IR dapat dipisahkan menjadi empat wilayah. Rentang wilayah pertama dari 4.000 ke 2.500. Rentang wilayah kedua dari 2.500 sampai 2.000. Ketiga wilayah berkisar dari 2.000 sampai 1.500. Rentang wilayah keempat dari 1.500 ke 400.

Gambar

Gambar 2.7 Emisi gas buang versus air-fuel ratio pada SIE (sumber :  https://cepot.wordpress.com/2006/11/04/analisa-emisi-gas-buang)
Gambar 3.2 Flowchart Pengujian Kuat Medan Magnet
Gambar 3.5 Gugus fungsi FTIR [5]
Gambar 3.6 Flowchart Pengujian Fourier Transform Infrared (FTIR)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil pengujian dari tugas akhir ini, pengaruh putaran terhadap penghasilan energy listrik yang keluar pada alat modifikasi alternator ini adalah apabila putaran yang

Kesimpulan penelitian tugas akhir ini adalah peningkatan kecepatan putaran mesin rpm pada pengujian tanpa beban menyebabkan konsumsi bahan bakar semakin tinggi mencapai

Untuk mengetahui rangka mesin tersebut masih dalam keadaan aman atau tidak dan kesesuaian tegangan maksimum dengan desain rangka, maka pada tugas akhir ini

 Kesimpulan yang dapat diambil dari grafik 4.1 adalah dengan teknik Vacuum bagging pada proses pembuatan spesimen menunjukkan bahwa hasil pengujian eksperimen mempunyai

Dari hasil pengujian yang telah dilakukan pengelasan SMAW pada baja SA 36 dengan bentuk bevel groove lebih kuat dibandingkan v groove dikarenakan nilai kekuatan tarik

Berdasarkan teori bahwa paparan medan magnet terhadap tubuh akan membentuk mekanisme biofisik berupa induksi medan dan juga arus listrik (tissue). Besaran medan

Regulator mengalirkan arus ke elektromagnet rotor coil yang menghasilkan garis gaya magnet yang diperlukan untuk ketiga kumparan stator coil alternator untuk membangkitkan arus

Mesin-mesin Listrik Kuat Medan Magnet pada Kawat Lurus Besarnya medan elektromagnet atau induksi magnet yang dialami oleh sebuah titik yang berjarak r dari kawat lurus dengan