• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUGAS AKHIR TM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TUGAS AKHIR TM"

Copied!
126
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS AKHIR – TM 141585

PENGARUH PEMBERIAN INDUKSI MEDAN MAGNET

PADA ALIRAN BAHAN BAKAR TERHADAP

PENYERAPAN RADIASI INFRA MERAH MOLEKUL

HIDROKARBON DAN UNJUK KERJA MESIN SINJAI

650 CC 2 SILINDER

Anang Firmansyah NRP 2114 105 011 Dosen Pembimbing

Dr. Bambang Sudarmanta, ST., MT. JURUSAN TEKNIK MESIN

Fakultas Teknologi Industri

Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2017

(2)

TUGAS AKHIR – TM141585

PENGARUH PEMBERIAN INDUKSI MEDAN MAGNET

PADA ALIRAN BAHAN BAKAR TERHADAP

PENYERAPAN RADIASI INFRA MERAH MOLEKUL

HIDROKARBON DAN UNJUK KERJA MESIN SINJAI

650 CC 2 SILINDER

(STUDI KASUS : SUMBER TEGANGAN DARI

ALTERNATOR)

ANANG FIRMANSYAH NRP. 2114 105 011

Dosen Pembimbing

Dr. Bambang Sudarmanta, ST., MT.

JURUSAN TEKNIK MESIN Fakultas Teknologi Industri

Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2017

(3)

ii

FINAL PROJECT – TM141585

THE INFLUENCE OF GIVING ELECTROMAGNETIC

INDUCTION TO THE FUEL FLOW TOWARDS THE

INFRARED RADIATION OF HYDROCARBON

MOLECULES ABSORPTION AND THE SINJAI 2

CYLINDER ENGINE 650 CC

(CASE STUDY: SOURCE VOLTAGE FROM THE

ALTERNATOR)

ANANG FIRMANSYAH NRP. 2114 105 011

Advisor

Dr. Bambang Sudarmanta, ST., MT.

DEPARTEMENT OF MECHANICAL ENGINEERING Faculty of Technology

Institute of Technologi Sepuluh Nopember Surabaya 2017

(4)
(5)

iii

PADA ALIRAN BAHAN BAKAR TERHADAP PENYERAPAN RADIASI INFRA MERAH MOLEKUL HIDROKARBON DAN

UNJUK KERJA MESIN SINJAI 650 CC 2 SILINDER (STUDI KASUS : SUMBER TEGANGAN DARI

ALTERNATOR)

Nama : Anang Firmansyah NRP : 2114105011

Jurusan : Teknik Mesin FTI-ITS

Dosen Pembimbing : Dr. Bambang Sudarmanta ST., MT

Abstrak

Pada umumnya Molekul hidrokarbon dalam senyawa bensin akan melakukan aktifitas getaran (vibrasi) dalam arah intinya. Selain itu cenderung untuk saling tarik menarik satu sama lain, membentuk molekul-molekul yang bergerombol (clustering). Sehingga pada proses pencampuran dengan udara menyebabkan tidak bisa menjangkau molekul bahan bakar bagian dalam. Pemberian medan magnet dapat merubah molekul bahan bakar sehingga susunannya menjadi lebih teratur (de-clustering) serta proses pembakaran pada ruang bakar akan lebih baik.

Metode penelitian diawali dengan proses pembuatan induksi magnet dari inti besi karbon berbentuk silinder sebanyak tiga buah yang dililiti kawat tembaga. Setelah melakukan pengujina kuat medan magnet dipilihlah satu dari ketiga magnet tersebut yang memiliki kuat medan magnet yang paling besar. Untuk bangkitan induksi medan magnet yaitu dengan sumber listrik DC yang mengikuti pembebanan serta putaran mesin. Pengujian clustering bahan bakar dilakukan menggunakan metode FTIR yaitu dengan mengukur prosentase penyerapan radiasi infra merah pada molekul bahan bakar setelah dimagnetisasi. Selanjutnya dilakukan pengujian pengaruh induksi magnet terhadap unjuk kerja mesin sinjai 2 silinder 650 cc secara variable

(6)

iv

parameter yang diukur dan dihitung meliputi torsi, 𝑚̇ bahan bakar, 𝑚̇ udara, temperatur, dan emisi gas buang.

Dari pengujian FTIR secara rata – rata terjadi perubahan prosentase intensitas transmittance pada panjang gelombang. Perubahan prosentase terbesar terjadi pada instrumen medan magnet dengan masukan tegangan maksimal sebesar 26 volt pada putaran 5000 rpm dengan kenaikan yaitu 3,28%. Sedangkan hasil penelitian unjuk kerja mesin sinjai dengan pemberian tegangan listrik sesuai dengan putaran mesin diperoleh kenaikan unjuk kerja yaitu: Torsi maksimum pada putaran 3500 rpm sebesar 42,919 Nm. Daya maksimum dengan pada putaran 4500 rpm sebesar 16,962 kW. Tekanan efektif rata – rata (Bmep) maksimum pada putaran 3500 rpm sebesar 8,380 bar. Efisiensi thermal maksimum pada putaran 3500 rpm sebesar 34,367 %. Efisiensi volumetris maksimum pada putaran 3500 rpm sebesar 73,317 %. Lalu diperoleh penurunan unjuk kerja dibandingkan dengan kondisi tanpa magnetisasi yaitu: konsumsi bahan bakar spesifik (Bsfc) minimum pada putaran 3500 rpm sebesar 244 (g/kW.h). Serta terjadi pula penurunan emisi secara rata-rata sebesar 28,52 % untuk HC dan 8,89 % untuk CO.

Kata kunci: Induksi Medan Magnet, FTIR, Hidrokarbon, Unjuk Kerja SINJAI 650 CC

(7)

v

INDUCTION TO THE FUEL FLOW TOWARDS THE INFRARED RADIATION OF HYDROCARBON MOLECULES ABSORPTION AND THE SINJAI 2

CYLINDER ENGINE 650 CC

(CASE STUDY: SOURCE VOLTAGE FROM THE ALTERNATOR)

Name : Anang Firmansyah NRP : 2114105011

Department : Mechanical Engineering FTI- ITS

Thesis Advisor : Dr. Bambang Sudarmanta ST., MT

Abstract

Commonly , the hydrocarbon molecules in the compound gasoline does the vibration activity (vibration) in direction of its core. In addition, to a mutual attraction to each other, forming molecules to be huddle (clustering). So, in the process of mixing with the air causes can't reach the inside of the fuel molecules. The granting of the electromagnetic can change fuel molecules in order to be more regular (de-clustering) as well as the combustion process in the combustion chamber will be better.

Research method begins with the making of magnetic induction from cylindrical carbon iron core as much as three entwined copper wire. After testing the strength of electromagnetic, it is choosen for one of third magnets which has the most strongest electromagnetic. For the electromagnetic induction, it needs DC power source to follow the imposition as well as the rotation of the engine. Testing clustering fuel is done by using FTIR method which measures the percentage of infrared radiation absorption in a fuel molecule after dimagnetization.

(8)

vi

induction towards the performance of 2 cylinder 650cc Sinjai machine in variable speed ranging from 5000 to 2000 rpm, while for the parameters measured and calculated include torque, fuel, air, temperature, and exhaust emissions.

Based on the average of FTIR testing, it changes the percentage wavelength of transmitancce intensity. The largest percentage changed can occur when the electromagnetic gets voltage input is 26 volts with the increased percentage of the intensity transmitancce is 3.28%. Whereas, The results of the Sinjai machine with voltage in accordance with the rotation machine retrieved the increase in performance compared to conditions without magnetization: a maximum torque at 3500 rpm of 42,919Nm. Maximum power at 4500 rpm with of 16,962 kW. The mean effective pressure (Bmep) flat – maximum of 3500 rpm on the round of 8,380. Maximum thermal efficiency at 3500 rpm of 34,367%. Volumetris maximum efficiency at 3500 rpm of 73.317%. Then, it reduces the performance compared to conditions without magnetization: specific fuel consumption (Bsfc) minimum rpm of 3500 on lap 244 (g/kW. h). As well as a decrease in emissions also occur an average of 28,52% for HC and 8,89% for CO.

Keyword : Electromagnetic Induction, FTIR, Hydrocarbons, sinjai 2 cylinder engine performance

(9)

vii

Allah SWT. Karena atas rahmat dan hidayah-Nya, proposal tugas akhir yang berjudul “ PENGARUH PEMBERIAN INDUKSI

MEDAN MAGNET PADA ALIRAN BAHAN BAKAR TERHADAP PENYERAPAN RADIASI INFRA MERAH MOLEKUL HIDROKARBON DAN UNJUK KERJA MESIN SINJAI 650 CC 2 SILINDER (STUDI KASUS : SUMBER TEGANGAN DARI ALTERNATOR) ini dapat disusun dan

diselesaikan dengan baik dan lancar.

Tugas Akhir ini merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi oleh setiap mahasiswa Program Studi S1 Teknik Mesin ITS Surabaya, sesuai dengan kurikulum yang telah ditetapkan. Selain itu Tugas Akhir ini juga merupakan suatu bukti yang diberikan almamater dan masyarakat.

Banyak dorongan dan bantuan yang penulis dapatkan selama penyusunan Tugas Akhir ini sampai terselesaikannya laporan. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada :

1. Allah SWT dan junjungan besar Nabi Muhammad SAW. 2. Ayah, Ibu, dan adik tercinta yang memberikan semangat

dengan cinta dan kasih sayangnya yang tiada batas,serta doa dan restunya.

3. Dr. Bambang Bambang Sudarmanta, ST., MT., sebagai Dosen Pembimbing yang telah dengan sangat sabar, tidak bosan-bosannya membantu dan memberikan ide serta ilmu hingga terselesaikannya Tugas Akhir ini.

4. Dosen tim penguji yang telah memberikan kritik dan saran dalam penyempurnaan dan pengembangan Tugas Akhir ini. 5. Seluruh dosen dan staf pengajar Jurusan Teknik Mesin

FTI-ITS, yang telah memberikan ilmunya dan membantu semua selama menimba ilmu di bangku kuliah.

6. Seluruh keluarga laboratorium teknik pembakaran dan bahan bakar yang telah menyediakan tempat dan telah

(10)

viii ini.

7. Seluruh keluarga kontrakan MM-47

8. Seluruh keluarga Lintas Jalur Teknik Mesin. Mari sukses bersama.

Semoga segala keikhlasan dan kebaikan yang telah diberikan mendapatkan balasan yang terbaik dari Tuhan Yang Maha Esa, Amin.

Karena keterbatasan waktu dan kemampuan penulis, sebagai manusia biasa kami menyadari dalam penulisan ini masih terdapat beberapa kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharap kritik dan saran membangun sebagai masukan untuk penulis dan kesempurnaan Tugas Akhir ini. Semoga dengan penulisan tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan, mahasiswa Mesin pada khususnya.

Surabaya, Januari 2017

(11)

ix

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR... vii

DAFTAR ISI... .ix

DAFTAR GAMBAR... ... .xii

DAFTAR TABEL... .. xv BAB I PENDAHULUAN... ....1 1.1 Latar Belakang... .1 1.2 Rumusan Masalah. ... ...5 1.3 Tujuan Penelitian... ....5 1.4 Batasan Masalah... ... ...6 1.5 Manfaat Penelitian... ... ...6 1.6 Sistematika Penulisan... ... ...7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... ... ...9

2.1 Induksi Elektromagnet... ... ...9

2.1.1 Pengaruh magnet terhadap unsur hidro karbon... ... ...9

2.1.2 Fourier Transform-Infra Red Spectroscopy (FT-IR)... ...13

2.2 Sistem Pengisian... ... ...17

2.3 Bahan Bakar Bensin... .... ...18

2.4 Parameter unjuk kerja mesin... ... ...20

2.4.1 Torsi... ... ...21

2.4.2 Daya (brake horse power)... ... ...22

2.4.3 Tekanan efektif rata-rata (BMEP)... ...22

2.4.4 Konsumsi bahan bakar spesifik (specific fuel consumtion)... ... ...23

2.4.5 Efisiensi Termal... ... ...24

2.4.6 Efisiensi Volumetris... 26

2.4.7 Rasio Udara Bahan Bakar (Air-Fuel Ratio/AFR)... ... ...26

2.5 Polusi Udara... ...27

(12)

x

3.1 Perancangan Induksi Magnet... ... ...39

3.2 Pengujian Kuat Medan Magnet ... 41

3.3 Pengujian Fourier Trnasform InfraRed (FTIR).... . ...46

3.4 Pengujian unjuk kerja engine... . ...50

BAB IV ANALISA DATA DAN PERHITUNGAN... ... ...61

4.1 Pemilihan Instrumen Induksi magnet... ... ...61

4.2 Analisa pengaruh medan magnet pada ikatan hidrokarbon dengan pengujian FTIR ... 63

4.3 Perhitungan Unjuk Kerja Engine ... 77

4.4 Analisa unjuk kerja.... ... ...80

4.5 Analisa Emisi Gas Buang... ...90

4.6 Analisa Temperatur... ... ...93

4.7 Analisa Laju Aliran Udara dan Laju Aliran Bahan Bakar... ... ...95

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.. ... 99

5.1 Kesimpulan... ... .99

5.2 Saran... ...100

DAFTAR PUSTAKA... ... ...101 LAMPIRAN

(13)

xi

Gambar 2.2 Magnetic nuclear spin... ...10

Gambar 2.3 Ilustrasi molekul hidrokarbon yang sulit bereaksi dangan oksigen. ... 10

Gambar 2.4 Ilustrasi bensin melewati medan magnet.... ... ...11

Gambar 2.5 Animasi molekul yang termagnetisasi bereaksi dengan oksigen ... 12

Gambar 2.6 Alat uji FTIR tipe michelson 8400... ... ...14

Gambar 2.7 Grafik tampilan hasil uji FTIR berbasis transmittance ... 16

Gambar 2.8 Alternator Assy... ...17

Gambar 2.9 Waterbrake Dynamometer... ... ...21

Gambar 2.10 Luasan Area Efektif pressure ... ... ...21

Gambar 2.11 Mekanisme terbentuknya polutan HC, CO dan NOx pada SIE... ... ...27

Gambar 2.12 Emisi gas buang versus air-fuel ratio pada SIE .. .30

Gambar 2.13 Grafik Spectroskopy FTIR [3]... ... ...31

Gambar 2.14 Grafik Torsi vs putaran terhadap medan magnet [a] Grafik daya vs putaran terhadap medan magnet [b] Grafik sfc vs putaran terhadap medan magnet [c] Grafik daya vs putaran terhadap medan magnet [d]... ... ...32

Gambar 2.15 Grafik emisi vs putaran terhadap medan magnet (a) CO (b) HC... ... ...33

Gambar 3.1 (a) baja karbon (b) kawat tembaga ... 40

Gambar 3.2 (a) instrument induksi magnet 1 (b) instrumen induksi 2 (c) instrument induksi 3 ... 41

Gambar 3.3 Power Supply GWINSTEK PSS-3203 ... 42

Gambar 3.4 Gauss Meter] ... 42

Gambar 3.5 Skema Pengujian dan Pengukuran Alat Kuat MedanMagnet ... 43

Gambar 3.6 Sketsa Konstruksi Peralatan Medan Magnet (dalam mm) ... 44

(14)

xii

Gambar 4.1 Animasi struktur molekul bensin (C8H18) ... 63

Gambar 4.2 Animasi molekul hidrokarbon yang bergerombol. 63 Gambar 4.3 Rumus kimia heptana (C7H16) . ... 64

Gambar 4.4 Grafik hasil pengujian FTIR untuk sampel

pertalitetanpa dimagnetisasi. ... 66

Gambar 4.5 vibrasi ulur tak simetri dan vibrasi ulur simetri. .... 67 Gambar 4.6 vibrasi tekuk. ... 68 Gambar 4.7 Grafik hasil pengujian spekstroskopi infra merah

sampel pertalite dengan dimagnetisasi kuat medan magnet, (a) 11,1 volt;(b) 14,3 volt;(c) 17,5 volt;(d) 18,8 volt;(e) 21,1 volt; (f) 23,5 volt dan (g) 26 volt.. ... 72

Gambar 4.8 Grafik gabungan hasil pengujian spekstroskopi infra

merah sampel pertalite yang dimagnetisasi kuat medan magnet ... 73

Gambar 4.9 Ilustrasi oksigen sulit untuk berinteraksi dengan

Molekul hidrokarbon ... 74

Gambar 4.10 ilustrasi molekul tanpa magnetisasi yang dilewati

radiasi inframerah ... 75

Gambar 4.11 Animasi oksigen mudah untuk berinteraksi dengan

Molekul ... 77

Gambar 4.12 Grafik Torsi fungsi Putaran Mesin dengan

penambahan induksi magnet ... 80

Gambar 4.13 Grafik Daya fungsi Putaran Mesin dengan dengan

penambahan induksi magnet ... 82

Gambar 4.14 Grafik Bmep fungsi Putaran Mesin dengan dengan

penambahan induksi magnet ... 83

Gambar 4.15 Grafik Bsfc fungsi Putaran Mesin dengan dengan

penambahan induksi magnet ... 85

Gambar 4.16 Grafik effisiensi Thermal fungsi Putaran Mesin

(15)

xiii

penambahan induksi magnet... 89

Gambar 4.19 Grafik emisi CO fungsi putaran mesin dengan

penambahan induksi magnet... 90

Gambar 4.20 Grafik emisi HC fungsi putaran mesin dengan

variasi kuat medan magnet ... 92

Gambar 4.21Grafik temperature silinder head fungsi putaran

mesin dengan variasi kuat medan magnet... 93

Gambar 4.22 Grafik T ekshaust fungsi Putaran Mesin dengan

variasi kuat medan magnet ... 94

Gambar 4.23 Grafik (a) ṁbb dan ṁudara (standar) fungsi putaran mesin (b) ṁbb dan ṁudara (instrumen induksi magnet) fungsi putaran mesin gauss ... 96

(16)

xiv

(17)

xv

Tabel 2.1 Serapan khas gugus fungsi... ... ...15 Tabel 3.1 Tabel Rancangan eksperimen... ... ...57 Tabel 4.1 Hasil pengukuran besar gauss instrument induksi

magnet... ... ...61

Tabel 4.2 Hasil pengukuran besar gauss instrument induksi

magnet 1... ... ...62

Tabel 4.3 Hasil pengukuran besar tegangan alternator ... ...62 Tabel 4.4 Hubungan panjang gelombang dengan intensitas tanpa

magnetisasi... ... ...66

Tabel 4.5 Hubungan panjang gelombang dengan dimagnetisasi

(18)

xvi

(19)

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Menghadapi masalah lingkungan akibat polusi kendaraan bermotor, para ahli otomotif terus berupaya mencari solusi untuk menurunkan tingkat polusi emisi gas buang yang ditimbulkan kendaraan bermotor. Faktor besar yang mempengaruhi polusi emisi gas buang salah satunya adalah proses pembakaran bahan bakar didalam ruang bakar kendaraan yang kurang sempurna. Pada umumnya Molekul hidrokarbon dalam senyawa bensin akan melakukan aktifitas getaran (vibrasi) dalam arah intinya. Selain itu cenderung untuk saling tarik menarik satu sama lain, membentuk molekul-molekul yang bergerombol (clustering). Penggumpalan ini akan terjadi, sehingga menyebabkan molekul molekul hidrokarbon tidak saling berpisah pada saat bereaksi dengan oksigen. Hal ini mengakibatkan ketidaksempurnaan pembakaran yang dapat diukur pada kandungan gas buang.

Pembakaran adalah reaksi kimia relatif cepat antara hidrokarbon pada bahan bakar dengan oksigen di udara yang menghasilkan energi dalam bentuk panas. Pada motor otto terjadi konversi energi dari energi panas ke dalam tekanan lalu diteruskan menjadi energi mekanik yang berupa gerak reciprocating piston. Energi panas tersebut diperoleh dari pembakaran sejumlah bahan bakar yang telah bercampur dengan udara dengan diawali oleh percikan bunga api dari busi (spark plug). Pada proses tersebut terjadi reaksi kimia yang cepat antara hidrogen dan karbon pada bahan bakar dengan oksigen yang terkandung dalam udara bakar. Dari pembakaran yang terjadi diperkirakan masih ada bahan bakar yang belum terbakar menjadi uHC (unburn Hydrocarbon) dan karbon monoksida yang terbentuk karena ikatan karbon pada bahan bakar tidak teroksidasi secara sempurna pada saat proses pembakaran.

(20)

objek-objek magnetik lain dapat terpengaruh oleh gaya magnetisasinya. Benda magnetik selalu mencoba untuk mengarahkan diri selaras dengan pengaruh medan magnet disekitarnya. Makin kuat daya megnetisme yang dimiliki oleh suatu benda, maka makin luas pula cangkupan medan magnetnya. Untuk membangkitkan medan magnet dapat dilakukan dengan magnet permanen dan dengan elektromagnetik. Magnet permanen memiliki sifat mempertahankan kekuatannya untuk jangka waktu yang lama dan untuk medan magnet yang didapat tidak dapat divariasikan. Sedangkan untuk menghasilkan medan magnet dengan cara elektromagnetik dapat dilakukan dengan memberikan sumber arus listrik ke suatu kawat melintang. Berbagai penelitian mengenai medan magnet mampu membuktikan bahwa medan magnet dapat diaplikasikan pada bahan bakar, dibuktikan dengan adanya perlakuan terhadap bahan bakar sebelum memasuki ruang bakar atau sebelum memasuki proses pembakaran yang diberi medan magnet.[1].

Pemberian medan magnet pada aliran bahan bakar ini dapat memberikan efek resonansi molekul bahan bakar sehingga mampu menaikkan efisiensi pembakaran yang lebih baik. Resonansi ini membuat rantai ikatan hidrokarbon menjadi tidak stabil serta lebih reaktif lagi sebelum dioksidasi dengan oksigen, sehingga ikatan unsur C dan H akan memecah dan mampu mengikat lebih baik unsur O2. Sehingga jumlah campuran bahan

bakar minyak dan O2 akan ideal, sehingga molekul bahan bakar

akan bergantian secara teratur masuk ke ruang bakar untuk mengalami proses pembakaran. Dengan metode penyerapan infra merah atau FTIR (Fourier Transform-Infra Red) mampu membuktikan seberapa besar penyerapan inframerah terhadap molekul yang telah mengalami magnetisasi.[2].

Metode penyerapan inframerah diawali dengan adanya suatu senyawa kompleks yang ditembak dengan energi dari sumber sinar yang akan menyebabkan molekul tersebut mengalami vibrasi. Dimana bahan penyusun sumber sinar tadi terbuat dari bahan

(21)

dapat memancarkan infra merah. Vibrasi dapat terjadi karena energi yang berasal dari sinar inframerah tidak cukup kuat untuk menyebabkan terjadinya atomisasi ataupun eksitasi elektron pada molekul senyawa yang ditembak dimana besarnya energi vibrasi tiap atom atau molekul berbeda tergantung pada atom-atom dan kekuatan ikatan yang menghubungkannya sehingga dihasilkan frekuensi yang berbeda pula.

Aplikasi medan magnet pada bahan bakar sudah dilakukan oleh beberapa peneliti. Syarifudin [2] sudah melakukan pemberian medan magnet pada bahan bakar baik menggunakan magnet permanen dan induksi magnet. Dengan pemberian medan magnet sebesar 300 gauss terjadi kenaikan torsi, daya dan Bmep masing masing sebesar 6,876%, 6,676%, 6,876. Sedangkan untuk Sfc mengalami penurunan sebesar 11,555% sehingga terjadi kenaikan effisiensi thermis sebesar 14,376%. Dengan pengujian FTIR ketika sampel bensin dimagnetisasi 300 gauss secara rata-rata terjadi kenaikan prosentase intensitas sebesar 60,91% dibandingkan kondisi standar.

Mirza [1] melakukan mapping kebutuhan medan magnet pada setiap putaran mesin dengan cara memberikan variasi pada induksi magnet disetiap variasi putaran mesin. Penelitian dimulai dengan pengujian FTIR terhadap molekul bahan bakar yang telah mengalami magnetisasi. Pengujian FTIR bertujuan untuk mengamati pola gugus molekul hidrokarbon, dengan memberikan radiasi infra merah dan juga dapat menjelaskan karakteristik dari molekul hidrokarbon. Hasil penyerapan transmittance radiasi infra merah pada setiap variasi tegangan yang diberikan semakin naik jika dibandingkan dengan kondisi standar, penyerapan pada B0 100 V meningkat yakni sampai 25.69 %. Dengan penggunaan induksi medan magnet pada aliran bahan bakar dapat meningkatkan kesempurnaan campuran bahan bakar, karena pengoksidasian bahan bakar semakin membaik. Pada nilai gauss yang terbesar yaitu pada B0 100V dengan besar 520 gauss menaikkan torsi = 9.79%, daya = 9.203%, Bmep = 9.79%, B1

(22)

7.67%, Bmep = 7.6923%, dan B2 100V dengan besar 240 gauss menaikkan torsi = 5.45%, daya = 5.466%, Bmep = 5.455%.

Permadi [3] melakukan pengujian menggunakan induksi magnet dengan sumber listrik dari alternator, dimana besaran listrik yang dihasilkan mengikuti putaran mesin. Dengan pengurangan resistansi terjadi perbaikan unjuk kerja dimana semakin tinggi besar kuat medan magnet yang digunakan, semakin baik pula perbaikannya jika dibandingkan kondisi standart (tanpa magnetisasi). Dengan pemakaian variasi B2 resistansi 700 ohm terjadi kenaikan torsi, daya dan Bmep masing masing sebesar 14,94 %, 15,82 %, 14,94 %. Dengan pemakaian variasi B1 resistansi 900 ohm terjadi kenaikan torsi, daya dan Bmep masing masing sebesar 10,20 %, 11,44 %, 10,20%. Dengan pemakaian variasi B0 resistansi 500 ohm terjadi kenaikan torsi, daya dan Bmep masing masing sebesar 25,83 %, 26,12 %, 25,83 %. Dari pengujian FTIR terjadi kenaikan prosentase intensitas tertinggi sebesar 25,67 % pada variasi resistansi 500 ohm dan pada voltase 100 volt, dibandingkan kondisi standart.

Pada penelitian Faris [4] membahas tentang pengaruh medan magnet terhadap fuel consumption dan exhaust gas dan pengujian unjuk kerja dilakukan pada beban putaran 3500, 4500, 5000 rpm. Selain itu juga diketahui di suatu titik tertentu intensitas medan magnet tidak lagi mereduksi HC. Pada setiap rpm yang diuji tersebut kebutuhaan bahan bakar terhadap besar medan magnet semakin menurun, pada 4000 gauss keatas konsumsi bahan bakar cenderung konstan. Sehingga kebutuhan optimum untuk konsumsi bahan bakar terhadap besar medan magnet terbaik ada pada nilai 4000 gauss pada 5000 rpm dengan konsumsi bahan bakar 1600 ml, 4500 rpm dengan konsumsi bahan bakar 1400 ml, dan 3500 rpm dengan konsumsi bahan bakar 1200 ml. Hal tersebut menunjukkan bahwa penggunaan medan magnet tidak memberikan dampak yang

(23)

suatu kondisi tertentu.

Berdasarkan kebutuhan induksi magnet yang meningkat seiring dengan kenaikan beban dan putaran mesin menyebabkan bertambahnya laju aliran konsumsi bahan bakar. Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini bertujuan mengetahui kebutuhan optimal medan magnet yang sesuai dengan meningkatnya putaran mesin. Selanjutnya untuk memperkuat hasil yang didapat akan dilakkan pula pengujian FTIR dan diaplikasikan pada mesin Sinjai 2 silinder 650 CC.

I.2 Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana perancangan induksi magnet yang dibutuhkan sesuai kebutuhan bahan bakar?

2. Bagaimana mendapat kuat medan magnet yang paling optimal sesuai dengan pembebanan yang meningkat pada putaran mesin?

3. Bagaimana spektroskopi FTIR bahan bakar setelah mendapat pengaruh induksi magnet dengan variasi putaran dengan pembebanan yang diberikan?

I.3. Tujuan penelitian

Sebagaimana rumusan masalah, tujuan penelitian dan penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui cara perancangan induksi magnet yang dibutuhkan sesuai kebutuhan bahan bakar.

2. Untuk mendapat kuat medan magnet yang sesuai dengan pembebanan pada putaran mesin.

3. Untuk mengetahui spektroskopi FTIR bahan bakar setelah mendapat pengaruh induksi magnet dengan variasi nilai resistansi dan variasi nilai tegangan yang diberikan.

(24)

Dalam penelitian ini terdapat beberapa batasan masalah yang akan digunakan penulis untuk mencakup dari pada penelitian ini, yaitu sebagai berikut:

1. Bahan bakar yang digunakan pada penelitian kali ini adalah Pertalite yang diproduksi oleh Pertamina dengan spesifikasi bahan bakar sesuai dengan keputusan Dirjen Migas No. 313 K/10/DJM T/2016

2. Percobaan ini menggunakan mesin Sinjai 650 cc yang ada di Laboratorium Teknik Pembakaran dan Bahan Bakar Teknik Mesin ITS.

3. Magnet yang digunakan adalah hasil rangkain sendiri 4. Pada perhitungan tesla menggunakan konstanta ruang

hampa µo = 4π x 10-7

5. Kondisi mesin SINJAY standar, temperature, dan kelembapan udara sesuai dengan udara

6. Tidak membahas waktu ionisasi bahan bakar.

7. Tidak membahas jarak pemasangan instrumen medan magnet.

I.5. Manfaat Penelitian

Penelitian dan penulisan tugas akhir ini dilakukan

untuk memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Penelitian ini diharapkan bisa dijadikan ilmu pengetahuan dan informasi seluas-luasnya kepada masyarakat mengenai kuat medan magnet dan dijadikan referensi dalam pengembangan selanjutnya.

2. Selain itu, juga dalam upaya mendukung pemerintah tentang pengiritan bahan bakar fosil khususnya premium serta pengurangan emisi gas buang sehingga pemanasan global dapat dikurangi.

3. Jika penelitian ini berhasil, maka dapat diproduksi massal guna mengurangi emisi gas buang dan penghematan bahan bakar minyak.

(25)

Penulisan penelitian ini dibagi dan disusun menjadi beberapa bab, berikut sistematika penulisan :

1. BAB I PENDAHULUAN

Pada bagian ini diuraikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bagian ini diuraikan landasan teori dan hasil penelitian sebelumnya.

3. BAB III METODE PENELITIAN

Pada bagian ini akan diuraikan metode penelitian, spesifikasi peralatan yang akan dipakai dalam pengujian, cara pengujian dan data yang diambil.

4. BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISA DATA Pada bagian ini akan dibahas mengenai perhitungan dan analisa data yang didapat dari hasil penelitian.

5. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bagian ini berisisi kesimpulan hasil penelitian serta saran-saran untuk penelitian selanjutnya.

(26)
(27)

9

2. 1 Induksi Elektromagnet

Bila suatu kumparan diberi arus listrik, setiap bagian kumparan ini menimbulkan medan magnet disekitarnya. Medan magnet yang timbul merupakan gabungan medan magnet dari tiap bagian itu. Garis-garis medan magnet didalam selenoida (kumparan) saling sejajar satu dengan lainnya, yang dinamakan medan magnet homogen. Untuk menentukan arah medan magnet dalam selenoida digunakan aturan tangan kanan seperti pada penghantar melingkar. Seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Medan magnet sekitar kumparan

(sumber : httpartikel-teknologi.commacam-macam-generator-ac) Besar medan magnet disumbu kawat melingkar berarus listrik dengan jumlah lilitan kawat N, kuat medan magnetnya dapat ditentukan dengan rumus :

B =μo. I. N

2п.r (2.1)

Keterangan :

B = kuat medan magnet dalam tesla (T)

𝞵o = Permibilitas ruang hampa ; bernilai = 4п .10-7

I = Kuat arus listrik dalam ampere (A)

r = Jari jari lingkaran yang dibuat dalam meter (m) N = Banyaknya jumlah lilitan yang dibuat

2.1.1 Pengaruh Magnet Terhadap unsur Hidrokarbon

Inti atom suatu unsur dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni inti atom yang mempunyai spin dan inti atom yang tidak

(28)

mempunyai spin. Inti atom yang memiliki spin akan menimbulkan medan magnet kecil seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.2.

Gambar 2.2 Magnetic nuclear spin

(sumber : http://www.umkcradres.org

/Spec/RADPAGE/Magnetizednuclearspinsystems.htm) Senyawa hidrokarbon adalah senyawa karbon yang terdiri atas unsur karbon (C) dan hydrogen (H). Jika senyawa hidrokarbon dibakar akan menghasilkan gas CO2 dan uap air (H2O). Adanya

CO2 menunjukkan adanya unsur C dan uap air (H2O) menunjukkan

adanya unsur H. Pada umumnya Molekul hidrokarbon dalam senyawa bensin akan melakukan aktifitas getaran (vibrasi) dalam arah intinya. Selain itu cenderung untuk saling tarik menarik satu sama lain, membentuk molekul-molekul yang bergerombol (clustering). Penggumpalan ini akan terjadi, sehingga menyebabkan molekul molekul hidrokarbon tidak saling berpisah pada saat bereaksi dengan oksigen seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.3. Hal ini mengakibatkan ketidaksempurnaan pembakaran yang dapat diukur pada kandungan gas buang.

Gambar 2.3 Ilustrasi molekul hidrokarbon yang sulit bereaksi dangan oksigen

(sumber : https://istisitepu.wordpress.com/senyawa-hidrokarbon/)

(29)

Molekul penyusun utama bensin (hidrokarbon) bersifat diamagnetik, dimana memiliki momen spin elektron berpasangan sebagai akibat ikatan C-H. Saat diberikan medan magnet eksternal, momen magnet terinduksi secra lemah. Momen magnet ini berasal dari orbit elektron sekitar inti yang menghasilkan medan magnet. Pada suatu medan magnet eksternal, ekstra torque diaplikasikan ke elektron menghasilkan orientasi anti paralel momen magnet atau yang lemah terhadap medan magnet.

Suatu medan magnet yang cukup kuat pada molekul hidrokarbon menyebabkan reaksi penolakan antar molekul hidrokarbon (de clustering), sehingga terbentuk jarak optimal antar molekul hidrokarbon dengan oksigen. Fenomena tersebut diilustrasikan pada gambar 2.4.

Gambar 2.4 Ilustrasi bensin melewati medan magnet

(Sumber : https://www.celicahobby.com

/forums/ubbthreads.php/topics/13790/fuel-rail-magnets-general-information.html)

Gambar 2.4 diilustrasikan sebagai seberkas rambut yang terkena imbasan medan magnet dari sebuah penggaris. Jika sebuah penggaris digosok-gosokkan pada rambut maka akan timbul suatu medan magnet antara penggaris dengan rambut tersebut. Hal ini menggambarkan terjadinya mekanisme polarisasi medan magnet yang menyebabkan ikatan antar muatan penggaris dengan muatan seberkas rambut cukup kuat. Begitu pula terjadi pada molekul

(30)

Hidrokarbon yang terkena pengaruh kekuatan medan magnet dari luar. Molekul-molekul Hidrokarbon yang telah melewati frekwensi resonansi magnetik dan akan dipengaruhi oleh frekuensi tersebut. Ini dapat dilihat dari pengurangan interaksi antara molekul-molekul Hidrokarbon yang lebih teratur dan lebih jarang. Hal ini disebabkan oleh getaran antar proton hidrogen dalam hidrokarbon akan mempengaruhi proton lainnya yang ada didaerah sekitarnya. Sehingga molekul hidrokarbon mudah untuk dipengaruhi dan lebih reaktif dalam proses pembakaran dan pembakaran tersebut menjadi lebih sempurna.

Unsur dominan dalam BBM adalah C (karbon) dan H (hidrogen), dimana pada saat pembakaran bereaksi dengan O2

(oksigen). Dalam reaksi yang sempurna, unsur C bereaksi dengan O2 membentuk CO2 dan unsur H bereaksi dengan O2 membentuk

H20. Unsur C dan H dalam BBM cenderung mempunyai ikatan

yang kuat dan bergerombol, sehingga menyulitkan O2 untuk masuk

dalam ikatan senyawanya. Dengan teknik magnetisasi dapat membantu proses reaksi dengan O2 seperti yang ditunjukkan pada

gambar 2.5.

Gambar 2.5 Animasi molekul yang termagnetisasi bereaksi dengan oksigen

(sumber : https://istisitepu.wordpress.com/senyawa-hidrokarbon/)

Penyaluran BBM melalui medan magnet terlebih dahulu sebelum masuk ke nozzle injeksi akan merenggangkan ikatan C dan H dalam BBM sehingga memberikan kekuatan C dan H dan lebih mudah untuk mengikat O2. Dengan demikian jumlah

(31)

campuran BBM dan O2 akan ideal sehingga pembakaran yang

berlangsung lebih effisien dan bersih, yang ditunjukkan lebih rendahnya gas polutan dalam kandungan.

2.1.2 Fourier Transform-Infra Red Spectroscopy (FT-IR)

Untuk mendapatkan hasil yang valid dalam pengujian pengaruh magnet terhadap kandungan hidro karbon (bensin), maka akan dilakukan analisa sampel yang telah dipengaruhi kuat medan magnet, yang nantinya akan diuji dengan metode penyerapan infra merah atau FTIR (Fourier Transform-Infra Red).

Fourier Transform-Infra Red Spectroskopy atau yang dikenal dengan FTIR merupakan suatu teknik yang digunakan untuk menganalisa komposisi kimia dari senyawa-senyawa organik, polimer, coating atau pelapisan, material semikonduktor, sampel biologi, senyawa-senyawa anorganik, dan mineral. FT-IR mampu menganalisa suatu material baik secara keseluruhan, lapisan tipis, cairan, padatan, pasta, serbuk, serat, dan bentuk yang lainnya dari suatu material. Spektroskopi FT-IR tidak hanya mempunyai kemampuan untuk analisa kualitatif, namun juga bisa untuk analisa kuantitatif.

Metode spektroskopi inframerah modern dilengkapi dengan teknik transformasi Fourier untuk deteksi dan analisis hasil spektrumnya. Dalam hal ini metode spektroskopi yang digunakan adalah metode spektroskopi absorbsi, yaitu metode spektroskopi yang didasarkan atas perbedaan penyerapan radiasi inframerah oleh molekul suatu materi. Absorbsi inframerah oleh suatu materi dapat terjadi jika dipenuhi dua syarat, yakni kesesuaian antara frekuensi radiasi inframerah dengan frekuensi vibrasional molekul sampel dan perubahan momen dipol selama bervibrasi.

Komponen utama spektroskopi FTIR adalah interferometer Michelson yang mempunyai fungsi menguraikan (mendispersi) radiasi inframerah menjadi komponen-komponen frekuensi yang ditunjukkan pada gambar 2.6.

(32)

Gambar 2.6 Alat uji FTIR tipe michelson 8400

Penggunaan interferometer Michelson tersebut memberikan keunggulan metode FTIR dibandingkan metode spektroskopi inframerah konvensional maupun metode spektroskopi yang lain. Diantaranya adalah informasi struktur molekul dapat diperoleh secara tepat dan akurat (memiliki resolusi yang tinggi). Keuntungan yang lain dari metode ini adalah dapat digunakan untuk mengidentifikasi sampel dalam berbagai fase (gas, padat atau cair).

Dasar lahirnya spektroskopi FT-IR adalah dengan mengasumsikan semua molekul menyerap sinar infra merah, kecuali molekul-molekul mono atom (He, Ne, Ar, dll) dan molekul-molekul homopolar diatomik (H2, N2, O2, dll). Molekul akan menyerap sinar infra merah pada frekuensi tertentu yang mempengaruhi momen dipolar atau ikatan dari suatu molekul.

Supaya terjadi penyerapan radiasi inframerah, maka ada beberapa hal yang perlu dipenuhi, yaitu :

1. Absorpsi terhadap radiasi inframerah dapat menyebabkan eksitasi molekul ke tingkat energi vibrasi yang lebih tinggi dan besarnya absorbsi adalah terkuantitasi.

2. Vibrasi yang normal mempunyai frekuensi sama dengan frekuensi radiasi elektromagnetik yang diserap.

(33)

3. Proses absorpsi (spektra IR) hanya dapat terjadi apabila terdapat perubahan baik nilai maupun arah dari momen dua kutub ikatan.

Spektroskopi infra merah dilakukan pada daerah infra merah yaitu dari panjang gelombang 0.78 sampai 1000 urn atau pada kisaran frekuensi 12800 - 10 cm-1. Teknik spektroskopi infra

merah terutama untuk mengetahui gugus fungsional suatu senyawa, juga untuk mengidentifikasi senyawa, menentukan struktur molekul, mengetahui kemurnian, dan mempelajari reaksi yang sedang berjalan. Daerah erapan khas gugus fungsi suatu senyawa dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Serapan khas gugus fungsi

Gugus Jenis Senyawa Daerah Serapan (cm-1)

C-H alkana 2850-2970, 1350-1470 C-H alkena 3020-3080, 675-870 C-H aromatik 3000-3100, 675-870 C-H alkuna 3300 C=H alkena 1640-1680 C=C aromatik (cincin) 1500-1600 C-O

alkohol, eter, asam karboksilat,

ester 1080-1300

C=O

aldehida, keton, asam

karboksilat, ester 1690-1760

O-H alkohol, fenol(monomer) 3610-3640 O-H alkohol, fenol (ikatan H) 2000-3600 (lebar)

O-H asam karboksilat 3000-3600 (lebar)

N-H amina 3310-3500

C-N amina 1180-1360

(34)

Beberapa keuntungan dari FT-IR untuk analisa suatu material, antara lain:

 Tidak merusak sampel, non-destructive

 Metoda pengukuran dengan tingkat ketelitian yang tinggi tanpa harus dilakukan kalibrasi ulang

 Proses analisa berlangsung lebih cepat

 Sensitif

Bila radiasi infra merah dilewatkan melalui suatu sampel, maka molekul-molekulnya dapat menyerap (mengabsorpsi) energi maka terjadilah transisi antara tingkat vibrasi dasar (ground state) dan tingkat vibrasi tereksitasi (exited state). Pengabsorpsian energi pada berbagai frekuensi dapat dideteksi oleh spektrofotometer infra merah, yang memplot jumlah radiasi infra merah yang diteruskan melalui suatu cuplikan sebagai fungsi frekuensi (atau panjang gelombang) radiasi. Plot grafik dari hasil pengujian FTIR dapat dilihat pada gambar 2.7.

Gambar 2.7 Grafik tampilan hasil uji FTIR berbasis transmittance

(35)

Plot tersebut disebut spektrum inframerah yang akan memberikan informasi penting tentang gugus fungsional suatu molekul. Vibrasi molekul hanya akan terjadi bila suatu molekul terdiri dari dua atom atau lebih. Untuk dapat menyerap radiasi infra merah (aktif infra merah), Vibrasi molekul harus menghasilkan perubahan momen dwi kutub.

2.2 Sistem Pengisian

Fungsi alternator adalah untuk mengubah energi mekanis yang didapatkan dari mesin tenaga listrik. Energi mekanik dari mesin disalurkan sebuah puli, yang memutarkan roda dan menghasilkan arus listrik bolak-balik pada stator. Arus listrik bolak-balik ini kemudian dirubah menjadi arus searah oleh diode-diode. Komponen Alternatror dapat dilihat pada Gambar 2.10.

Gambar 2.8 Alternator Assy

(Sumber : http://www.rfsystemlab.us/glossary/alternator/) Fungsi utama dari komponen alternator antara lain: 1. Pulley

Sebagai penerima putaran dari engine untuk memberikan energy mekanis pada alternator.

(36)

Mendapatkan arus DC 12 V dari baterai, sehingga menghasilkan medan magnet listrik dan kemudian mengubahnya menjadi listrik.

3. Stator

Pada saat rotor berputar stator akan memotong medan magnet dan mengubahnya menjadi listrik. Saat ini yang dihasilkan ialah listrik arus AC.

4. Diode Rectifier

Sebagai pengubah arus AC menjadi arus DC, sesuai kebutuhan beban pada kendaraan yang hanya dapat menerima arus DC.

Arus listrik AC (alternating current), merupakan listrik yang besarnya dan arah arusnya selalu berubah-ubah dan bolak-balik. Arus listrik AC akan membentuk suatu gelombang yang dinamakan dengan gelombang sinus atau lebih lengkapnya sinusoida. Sedangkan untuk arus listrik DC (Direct current) merupakan arus listrik searah. Pada awalnya aliran arus pada listrik DC dikatakan mengalir dari ujung positif menuju ujung negatif.

2.3 Bahan Bakar Bensin

Salah satu jenis Bahan bakar hidrokarbon adalah bahan bakar bensin adalah produk utama dari petroleum dan biasanya Terdiri dari bermacam campuran seperti: parafin, olefin, napthane dan aromatik. Komposisi gasoline berubah tergantung dari minyak bumi dan proses refining. Karakteristik yang umum untuk menilai kinerja bahan bakar mesin bensin antara lain

1. Bilangan oktan

Angka oktan pada bahan bakar mesin bensin menunjukkan kemampuan menghindari terbakarnya campuran udara bahan bakar sebelum waktunya. Jika campuran udara bahan bakar terbakar sebelum waktunya akan menimbulkan fenomena knocking yang berpotensi menurunkan daya

(37)

mesin bahkan menimbulkan kerusakan pada komponen mesin.

2. Nilai Kalor

Nilai kalor merupakan suatu angka yang menyatakan jumlah energi panas maksimum yang dibebaskan oleh suatu bahan bakar melalui reaksi pembakaran sempurna persatuan massa atau volume bahan bakar tersebut. Dari bahan bakar yang ada dibakar, nilai kalor yang terkandung akan diubah menjadi energi mekanik melalui kerja komponen mesin. Besarnya nilai kalor atas diuji menggunakan bomb calorimeter.

3. Viskositas

Viskositas terkait dengan tahanan yang dimiliki fluida yang dialirkan dalam pipa kapiler terhadap gaya gravitasi, biasanya dinyatakan dalam waktu yang diperlukan untuk mengalir pada jarak tertentu. Jika viskositas semakin tinggi, maka tahanan untuk mengalir akan semakin tinggi. Karakteristik ini sangat penting karena mempengaruhi kinerja karburator pada mesin bensin.

4. Titik Nyala

Titik nyala adalah suatu angka yang menyatakan temperatur terendah dari bahan bakar minyak dimana akan timbul penyalaan api sesaat, apabila pada permukaan minyak tersebut didekatkan pada nyala api. Flash point mengindikasikan tinggi rendahnya volatilitas dan kemampuan untuk terbakar dari suatu bahan bakar.

5. Titik Tuang (Pour Point)

Titik tuang adalah suatu angka yang menyatakan suhu terendah dari bahan bakar minyak sehingga minyak tersebut masih dapat mengalir karena gaya gravitasi. Titik tuang merupakan ukuran daya atau kemampuan bahan bakar pada temperatur rendah, yang berarti bahwa kendaran dapat menyala pada temperatur rendah karena bahan bakar masih

(38)

dapat mengalir. Selain itu terkait dengan proses penyimpanan dalam tangki dan pengaliran pada suatu pipa. 6. Berat Jenis (Specific Gravity)

Berat jenis adalah suatu angka yang menyatakan perbandingan berat dari bahan bakar minyak pada temperatur tertentu terhadap air pada volume dan temperatur yang sama. Besar nilai berat jenis suatu zat dapat dicari dengan menggunakan Piknometer. Penggunaan specific gravity adalah untuk mengukur berat/massa minyak bila volumenya telah diketahui. Bahan bakar minyak umumnya mempunyai specific gravity antara 0,74 dan 0,96.

2.4 Parameter Unjuk Kerja Mesin

Performa mesin menunjukan tingkat kesuksesannya dalam mengkonversi energi kimia yang terkandung dalam bahan bakar menjadi energi mekanik. Kemudian Baik atau tidaknya suatu desain engine juga dapat dilihat melalui unjuk kerja (performance) yang dihasilkannya. Pengujian suatu engine ditentukan oleh beberapa parameter unjuk kerja engine dan kadar emisi gas buang hasil pembakaran. Unjuk kerja menjadi penting karena berkaitan dengan tujuan penggunaan engine dan faktor ekonomisnya, sedangkan tinggi rendahnya emisi gas buang berhubungan dengan faktor lingkungan. Untuk menentukan parameter unjuk kerja engine, maka harus ditentukan terlebih dahulu sistem yang digunakan. Pudjana, Astu [9] Berikut parameter-parameter dari unjuk kerja mesin :

1. Torsi 2. Daya efektif

3. Tekanan efektif rata-rata (bmep) 4. Pemakaian bahan bakar spesifik (sfc) 5. Effisiensi thermal

6. Effisiensi volumetris 7. Air fuel ratio (AFR) 8. Emisi gas buang

(39)

2.4.1 Torsi

Kemampuan engine dalam menghasilkan kerja ditunjukkan dengan nilai torsi yang dihasilkannya. Dalam keadaan sehari-hari torsi digunakan untuk akselerasi kendaraan untuk meningkatkan kecepatan. Torsi merupakan perkalian antara gaya tangensial dengan panjang lengan. Rumus untuk menghitung torsi pada engine adalah sebagai berikut:

Torsi = P × R (2.2)

Dimana:

P = gaya tangensial (N)

R = lengan gaya water brake dynamometer (m)

Pada pengujian, torsi yang dihasilkan oleh motor dibaca pada display waterbrake dynamometer seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.8.

Gambar 2.9 Waterbrake Dynamometer

Torsi yang didapatkan masih dalam lb.ft sehingga diperlukan faktor konversi agar didapatkan nilai torsi dengan satuan metris. Adapun faktor konversi X yang digunakan adalah:

X = faktor konversi = [4.448 N

1 lbf ×

1 m

(40)

2.4.2 Daya (brake horse power)

Tujuan dari pengoperasian mesin adalah untuk menghasilkan daya atau power. Brake horse power merupakan daya yang dihasilkan dari poros output mesin yang dihitung berdasarkan laju kerja tiap satuan waktu. Nilai daya sebanding dengan gaya yang dihasilkan dan kecepatan linearnya atau sebanding dengan torsi poros dan kecepatan sudutnya. Untuk menghitung daya motor digunakan perumusan :

bhp = ω x T

= 2 π n x T (Watt) (2.4)

Dimana :

bhp = Daya motor (Watt) T = Torsi (N.m)

n = Putaran poros waterbrake dynamometer (rps)

2.4.3 Tekanan efektif rata-rata (BMEP)

Tekanan efektif rata-rata (brake mean effectif pressure) didefinisikan sebagai tekanan tetap rata-rata teoritis yang bekerja sepanjang volume langkah piston sehingga menghasilkan daya. Jika tekanan efektif rata-rata dihitung berdasarkan pada bhp (brake horse power) maka disebut bmep (brake mean effective pressure) seperti yang digambarkan pada gambar 2.9

Gambar 2.10 Luasan Area Efektif pressure

Gaya yang bekerja mendorong piston kebawah :

F = Pr x A (2.5)

(41)

W = F x L = (Pr x A) x L (2.6) Jika poros engkol berputar n rpm, maka dalam 1 menit akan terjadi

z

n

siklus kerja. dimana

menit

siklus

z

n

;

z = 1 (Untuk motor 2 langkah), 2 (Untuk motor 4 langkah) Daya tiap silinder :

z

n

L

A

W

Pr

(2.7)

Daya motor sejumlah “i” silinder :

z

i

n

L

A

W

Pr

(2.8)

Jika W = bhp dan Pr = bmep, maka :

bmep = bhp∙z

A∙L∙n∙i (Pa) (2.9)

Dimana :

bhp = daya motor, Watt

A = Luas penampang torak, m2

L = Panjang langkah torak, m i = Jumlah silinder

n = Putaran mesin, rps

z = 1 ( motor 2 langkah) atau 2 ( motor 4 langkah )

2.4.4 Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (specific fuel

consumption)

Konsumsi bahan bakar (fuel consumption) merupakan banyaknya jumlah bahan bakar yang digunakan oleh engine selama satuan waktu tertentu. Sedangkan, sfc (specific fuel consumption) merupakan ukuran jumlah konsumsi bahan bakar engine yang diukur dalam satuan massa bahan bakar per satuan keluaran daya,

(42)

untuk menghasilkan satu daya efektif. Dapat juga didefinisikan sebagai laju aliran bahan bakar yang dipakai oleh engine untuk menghasilkan tenaga. Karena perhitungan sfc didasarkan pada bhp (brake horse power) maka disebut bsfc (brake specific fuel consumption).

Apabila dalam pengujian diperoleh data mengenai penggunaan bahan bakar m (kg) dalam waktu s (detik) dan daya yang dihasilkan sebesar bhp (kW), maka pemakaian bahan bakar per detik ( ṁ bb ) adalah :

ṁbb=

mbb

t (Kg / detik) (2.10)

Sedangkang specific fuel consumption :

sfc = bhp ṁbb (2.11)

Dimana :

𝑚̇𝑏𝑏 = pemakaian bahan bakar tiap satuan waktu (kg/jam)

sfc = konsumsi bahan bakar spesifik (kg/kW.jam) bhp = Daya efektif poros mesin dalam satuan kilowatt (kW)

2.4.5 Efisiensi termal (ηth)

Besarnya pemanfaatan energi panas yang tersimpan dalam bahan bakar untuk diubah menjadi daya efektif oleh motor pembakaran dalam dinyatakan dalam efisiensi thermal (ηth). Setiap

bahan bakar memiliki nilai kalor yang berbeda sehingga efisiensi thermal yang dihasilkan juga akan berbeda pula. Efisiensi thermal adalah ukuran besarnya pemanfaatan energi panas dari bahan bakar untuk diubah menjadi daya efektif oleh engine.

ηth=

energi yang berguna

energi yang diberikan× 100% (2.12)

Jika masing-masing dibagi dengan waktu, t maka :

ηth=

kerja/waktu

(43)

Dimana :

Kerja / waktu = Daya (bhp)

Panas yang diberikan = Nilai kalor x massa bahan bakar [Q  ṁbb]

Sehingga,

ƞth = Bhp

ṁbb x Q x 100 % (2.14)

Dimana:

sfc = konsumsi bahan bakar spesifik (kg/Watt . s) ṁbb = laju aliran bahan bakar (kg/s)

Q = nilai kalor bawah dari bahan bakar yang digunakan (J/kg)

ṁbb merupakan laju aliran bahan bakar (kg/s) dan Q nilai

kalor bahan bakar. Nilai kalor adalah jumlah energi panas maksimum yang dibebaskan oleh suatu bahan bakar melalui reaksi pembakaran sempurna per satuan massa atau volume bahan bakar. Nilai kalor umumnya ada dua yakni nilai kalor atas atau high heat value (HHV) dan juga nilai kalor bawah atau low heat value (LHV). Ditinjau dari H2O yang merupakan salah satu produk

proses pembakaran nilai kalor bahan bakar dapat dibedakan atas :

 Nilai kalor atas (NKA) yaitu bila nilai produk pembakaran dalam fase cair (jenuh).

 Nilai kalor bawah (NKB) jika H2O produk pembakaran

dalam fase gas

Untuk penelitian ini kita menggunakan Nilai kalor bawah (NKB) atau low heat value (LHV) sehingga dapat dinyatakan dengan rumus empiris (untuk bahan bakar bensin) sebagai berikut:

LHV = [16610 + 40 (°API)] Btu/lb (2.16) Dimana : 1 Btu/lb = 2,326 kJ/kg

1 kJ/kg = [ 1

4,187] kKal/kg

API Gravity adalah suatu pernyataan yang menyatakan densitas dari suatu material. API Gravity diukur pada temperatur minyak bumi 60oF.

(44)

API = 141,5

𝑆𝐺 pada 60oF− 131,5 (2.17)

2.4.6 Efisiensi Volumetris (volumetric efficiency)

Efisiensi volumetris hanya digunakan pada engine 4 langkah. Didefinisikan sebagai rasio dari volume udara yang masuk ke silinder dibagi dengan volume silinder yang tersedia.

ηv= vi vs= 2 ṁa ρa,iVdN (2.18) Dimana: ɳv = efisiensi volumetris

vi = volume udara yang masuk kedalam silinder

vs = volume silinder yang tersedia

ṁa = volume flow rate udara

ρa,i = massa jenis udara (kg/m3)

Vd = volume silinder (m3)

N = putaran engine (rps)

Efisiensi volumetris sebuah engine dipengaruhi oleh beberapa veriabel diantaranya rasio kompresi, waktu buka-tutup katup, desain pemasukan dan port, kadar campuran bahan-bakar dengan udara, panas laten dari penguapan bahan bakar, pemanasan udara masuk, tekanan di silinder dan kondisi atmosfer.

2.4.7 Rasio Udara-Bahan Bakar (Air-Fuel Ratio/AFR )

Metode ini paling sering digunakan untuk mendefinisikan campuran dan merupakan perbandingan antara massa dari udara dan bahan bakar pada suatu titik tinjau. Secara simbolis, AFR dihitung sebagai :

(2.19)

Jika nilai aktual lebih besar dari nilai AFR, maka terdapat udara yang jumlahnya lebih banyak daripada yang dibutuhkan oleh sistem dalam proses pembakaran dan dikatakan miskin bahan

f f a a f a N M N M m m AFR . . . . . .    

(45)

bakar dan jika nilai aktual lebih kecil dari AFR stokiometrik maka tidak cukup terdapat udara pada sistem dan dikatakan kaya bahan bakar.

2.5 Polusi Udara

Polusi udara adalah masuknya bahan-bahan pencemar kedalam udara sedemikian rupa sehingga mengakibatkan kualitas udara menurun dan lingkungan tidak berfungsi sebagaimana mestinya (UUPLH No.23/1997 pasal 1). Polutan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu polutan primer dan polutan sekunder. Polutan primer adalah polutan dimana keberadaannya di udara langsung dari sumbernya. Contoh polutan primer adalah partikulat, Sulfur Oksida (SOx), Nitrogen Oksida (NOx), Hidrokarbon (HC), dan Karbon Monoksida (CO). Sedangkan polutan sekunder adalah polutan primer yang bereaksi dengan komponen lain diudara, contohnya Ozon (O3) dan Peroksi Asetil Nitrat (PAN) dimana keduanya terbentuk di atmosfir melalui proses hidrolisis, petrochemical atau oksidasi [10]. Mekanisme terbentuknya polutan dapat dilihat pada gambar 2.10.

Gambar 2.11 Mekanisme terbentuknya polutan HC, CO dan NOx pada SIE

(46)

Kawano, S [10]. Dari kedua jenis polutan diatas yang sering jadi perhatian adalah polutan primer, meskipun polutan sekunder tidak bisa dianggap ringan. Berikut ini adalah penjelasan tentang beberapa polutan primer. Berikut ini adalah penjelasan tentang beberapa polutan primer.

1. Hidrokarbon (HC)

Hidrokarbon terjadi dari bahan bakar yang tidak terbakar

langsung keluar menjadi gas mentah, dan dari bahan bakar terpecah menjadi reaksi panas berubah menjadi gugusan HC yang lain, yang keluar bersama gas buang. Sebab–sebab terjadinya hidrokarbon (HC) adalah karena tidak mampu melakukan pembakaran, penyimpanan dan pelepasan bahan bakar dengan lapisan minyak, penyalaan yang tertunda, disekitar dinding ruang bakar yang bertemperatur rendah dan karena adanya overlap valve, sehingga HC dapat keluar saluran pembuangan.

-

HC dalam volume crevice.

Volume crevice adalah volume dengan celah yang sangat sempit sehingga api tidak dapat menjangkaunya yang merupakan sumber utama munculnya HC dalam gas buang. Volume crevice yang paling utama adalah volume diantara piston, ring piston dan dinding silinder.Volume crevice yang lainnya adalah crevice disekitar ulir busi, ruangan disekitar pusat elektroda busi, dan crevice disekitar gasket silinder head.

-

Penyerapan uap bahan bakar ke dalam lapisan oli pada dinding ruang bakar.

Selama proses pengisian dan kompresi, uap bahan bakar diserap oleh oli pada dinding ruang bakar, selanjutnya melepaskannya kembali ke ruang bakar selama ekspansi dan pembuangan.

(47)

Terjadi ketika kualitas pembakaran jelek baik terbakar sebagian (partial barning) atau tidak terbakar sama sekali (complete misfire) akibat homogenitas, turbulensi, A/F dan spark timing yang tidak memadai. Saat tekanan silinder turun selama langkah ekspansi, temperatur unburned mixture didepan muka api menurun, menyebabkan laju pembakaran menurun. Karena temperatur unburned didepan muka api yang terlalu rendah maka menyebabkan api padam. Hal ini dapat menyebabkan konsentrasi HC dalam gas buang meningkat tajam.

2. Karbon monoksida (CO)

Gas karbon monoksida merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau pada suhu diatas titik didihnya dan mudah larut dalam air. Gas karbon monoksida merupakan komponen utama dalam udara tercemar, karena kereaktifan gas karbon monoksida terhadap hemoglobin dalam darah yang mengakibatkan darah kekurangan oksigen dan menyebabkan gangguan saraf pusat. Pembakaran yang normal pada motor bensin akan membakar semua hidrogen dan oksigen yang terkandung dalam campuran udara dan bahan bakar. Akan tetapi dalam pembakaran yang tidak normal, misalnya pembakaran yang kekurangan oksigen, akan mengakibatkan CO yang berada didalam bahan bakar tidak terbakar dan keluar bersama-sama dengan gas buang.

Karbon monoksida juga sangat ditentukan oleh kualitas campuran, homoginitas dan A/F ratio. Semakin bagus kualitas campuran dan homogenitas akan mempermudah oksigen untuk bereaksi dengan karbon. Jumlah oksigen dalam campuran (A/F ratio) juga sangat menentukan besar CO yang dihasilkan, mengingat kurangnya oksigen dalam campuran akan mengakibatkan karbon bereaksi tidak sempurna dengan oksigen (sehingga terbentuk CO) seperti pada gambar 2.11.

(48)

Gambar 2.12 Emisi gas buang versus air-fuel ratio pada SIE

(sumber : Kawano, D. Sungkono Pencemaran udara: 2014) Karbon monoksida juga cenderung timbul pada temperatur pembakaran yang tinggi. Meskipun pada campuran miskin (mempunyai cukup oksigen) jika temperatur pembakaran terlalu tinggi, maka oksigen yang telah terbentuk dalam karbon dioksida bisa berdisosiasi (melepaskan diri) membentuk karbon monoksida dan oksigen.

2.6 Penelitian Terdahulu

Pada sub bab ini ditampilkan beberapa hasil penelitian terdahulu yang dijadikan dasar pertimbangan dalam melakukan penelitian tugas akhir ini.

1. Syarifudin

Penelitian yang dilakukan Syarifudin [3] untuk mengetahui pengaruh akibat penambahan kuat medan magnet tersebut terhadap unjuk kerja dan emisi gas buang. Variasi yang digunakan ialah dengan kuat medan magnet 100, 200, dan 300 gauss. Parameter yang digunakan berupa Torsi, Daya efektif, Tekanan efektif rata-rata (bmep), Pemakaian bahan bakar spesifik (sfc), Effisiensi thermal, Emisi gas buang

(49)

Dari pengujian FTIR yang dilakukan bahwa Kenaikan paling besar untuk intensitas transmitansi (penyerapan radiasi infra merah) Pada panjang gelombang 2871,81, 2925,81 dan 2958,6 cm-1 terjadi ketika sampel bensin dimagnetisasi 300

gauss secara rata-rata terjadi kenaikan prosentase intensitas sebesar 60,91 % dibandingkan kondisi standart, dapat dilihat pada gambar 2.13.

Gambar 2.13 Grafik Spectroskopy FTIR

Keterangan :

1. kondisi sampel bensin standart 2. kondisi magnetisasi 100 gauss 3. kondisi magnetisasi 200 gauss 4. kondisi magnetisasi 300 gauss

Hasil eksperimental yang diperoleh torsi maksimum tertinggi dihasilkan pada pemakaian instrument kuat medan magnet yakni sebesar 300 gauss, sehingga mencapai torsi maksimum sebesar 48,265 N.m pada putaran engine 3500 rpm. Torsi maksimum terkecil dihasilkan oleh kondisi standart, dengan torsi maksimum sebesar 44,334 N.m pada putaran engine 3500 rpm. Secara rata-rata, dengan penambahan instrument kuat medan magnet sebesar 300 gauss pada aliran bahan bakar Premium akan meningkatkan torsi engine sebesar

(50)

6.676% dibandingkan dengan kondisi standar. Grafik Torsi vs putaran terhadap medan magnet dapat dilihat pada gambar 2.14.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 2.14 Grafik Torsi vs putaran terhadap medan magnet [a] Grafik daya vs putaran terhadap medan magnet [b] Grafik sfc vs putaran terhadap medan magnet [c] Grafik

(51)

Gambar 2.14 (b) menjelaskan grafik daya vs putaran terhadap medan magnet dapat dilihat pada gambar 2.18.Daya maksimum tertinggi dihasilkan pada pemakaian instrumen kuat medan magnet 300 gauss, sebesar 18,164 kW pada putaran engine 4000 rpm. Daya maksimum terkecil dihasilkan kondisi standart tanpa pemasangan instrumen kuat medan magnet, dengan daya maksimum sebesar 17,199 kW pada putaran engine 4000 rpm. Sedangkan Untuk kenaikan daya dengan penambahan kuat medan magnet 200 ke 300 gauss akan mengalami tren kenaikan yang lebih rendah dibandingkan 100 ke 200 gauss, sehingga pada saatnya didapatkan nilai batas maksimal dari kenaikan unjuk kerja yang terjadi. Secara rata-rata, dengan penambahan instrumen kuat medan magnet 300 gauss pada bahan bakar Premium akan meningkatkan daya engine sebesar 6.676% dibandingkan menggunakan kondisi standart.

Gambar 2.13 (c) menjelaskan grafik SFC vs putaran terhadap medan magnet. SFC minimal yang terendah dihasilkan pada engine yang menggunakan besar kuat medan magnet pada aliran bahan bakar yakni 300 gauss dengan SFC minimum sebesar 0,172 (kg/kW.jam) pada putaran engine 3500 rpm. Untuk penurunan SFC dengan penambahan kuat medan magnet 200 ke 300 gauss akan mengalami tren penurunan yang lebih rendah dibandingkan 100 ke 200 gauss. Secara rata-rata, dengan penambahan instrumen kuat medan magnet 300 gauss pada aliran bahan bakar Premium akan menurunkan SFC sebesar 11,555% dibandingkan menggunakan kondisi standart.

Gambar 2.14 (d) menjelaskan Grafik efisiensi thermal vs putaran terhadap medan magnet Efisiensi thermal optimum tertinggi didapat ketika engine Premium menggunakan instrument kuat medan magnet 300 gauss pada aliran bahan bakar sebesar 46,939%. Secara rata-rata, apabila dibandingkan menggunakan kondisi standart besarnya peningkatan efisiensi thermal sebesar 14,376 %.

(52)

Emisi CO tertinggi terjadi pada saat engine kondisi standart. Sedangkan emisi terendah dihasilkan oleh engine yang menggunakan instrument kuat medan magnet 300 gauss. Secara rata-rata besarnya penurunan adalah sebesar 23,472% dibandingkan kondisi standart. Emisi HC tertinggi terjadi pada saat engine kondisi standart. Sedangkan emisi terendah dihasilkan oleh engine yang menggunakan instrument kuat medan magnet 300 gauss. Secara rata-rata besarnya penurunan adalah sebesar 12,898% dibandingkan kondisi standart. Grafik emisi vs putaran terhadap medan magnet dapat dilihat pada gambar 2.14.

(a) (b)

Gambar 2.15 Grafik emisi vs putaran terhadap medan magnet (a) CO, (b) HC.

2. Mirza Hamdhani

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pada tegangan berapa pada induksi magnet yang diaplikasikan pada mesin untuk mencapai hasil maksimal dengan variasi tegangan 20, 40, 60, 80, dan 100. Dari hasil penelitian didapatkan

1. Pada pengujian FTIR panjang gelombang 2850-2970 cm-1

Hasil penyerapan transmittance tiap variasi tegangan yang diberikan semakin naik. Dibandingkan dengan kondisi

(53)

standar penyerapan pada B0 100V yakni maningkat sampai 25.69%.

2. Pada uji unjuk kerja penggunaan induksi medan magnet paling meningkat didapatkan pada kondisi pengujian 100 v. Dengan setiap magnet mengalami kenaikan yang signifikan dari torsi, daya, Bmep, dan efisiensi thermal serta menurunkan tingkat konsumsi bahan bakar.

3. Penggunaan induksi medan magnet pada aliran bahan bakar memperbaiki kualitas pembakaran, memperbaiki unjuk kerja, serta menurunkan kondisi campuran bahan bakar membuat kondisi campuran bahan bakar sendiri semakin miskin (λ > 1). Sehingga mesin kehilangan daya pembakaran. Kondisi ini terjadi pada saat pengujian B0 100 V afr rata-rata mencapai 15.12 dapat dilihat akibatnya terjadi penurunan daya pada mesin. Afr rata-rata yang mendekati stokiometri didapat pada B0 100 V = 14.62, B0 60 V = 14.738, B0 100 V = 14.86.

4. Penggunaan induksi kuat medan magnet pada aliran bahan bakar menurunkan emisi gas buang. Semakin tinggi besar kuat medan magnet yang digunakan, semakin rendah pula kandungan emisi gas buang dibandingkan kondisi standar.

 Pada B2 100 V menurunkan emisi CO = 31.05 %, HC = 10.17, serta menaikkan CO2 = 11.032%.

 Pada B1 100 V menurunkan emisi CO = 37.57 %, HC = 13.56, serta menaikkan CO2 = 14.519%.

 Pada B0 100 V menurunkan emisi CO = 44.97 %, HC = 18.36, serta menaikkan CO2 = 18.22%.

Berdasarkan kadar kandungan emisi gas buang yang paling ramah lingkungan ialah pada B0 100 V.

3. Galih Setyo Permadi

Penelitian yang dilakukan oleh Galih Setyo Permadi bertujuan mengetahui bagaimana performa mesin yang diberikan alat induksi magnet dengan besaran tegangan

(54)

induksi magnet yang berfluktuasi mengiokuti bersar kecilnya putaran mesin. Beberapa kesimpulan yang bisa diambil dari penelitian ini adalah:

1. Dari pengujian FTIR, ketika sampel bensin dimagnetisasi 20, 40 ,60 ,80 , dan 100 volt secara rata-rata terjadi kenaikan prosentase intensitas tertinggi sebesar 25,67 % pada variasi resistansi 500 ohm dan pada voltase 100 volt, dibandingkan kondisi standart.

2. Dengan penggunaan efek kuat medan magnet pada aliran bahan bakar dengan sumber arus alternator dan dengan pengurangan resistansi terjadi perbaikan unjuk kerja dimana semakin tinggi besar kuat medan magnet yang digunakan, semakin baik pula perbaikannya jika dibandingkan kondisi standart (tanpa magnetisasi).

 Dengan pemakaian variasi B2 resistansi 700 ohm terjadi kenaikan torsi, daya dan Bmep masing masing sebesar 14,94 %, 15,82 %, 14,94 %. Untuk Sfc mengalami penurunan sebesar 21,71 % sehingga terjadi kenaikan effisiensi thermis sebesar 27,65 %.

 Dengan pemakaian variasi B1 resistansi 900 ohm terjadi kenaikan torsi, daya dan Bmep masing masing sebesar 10,20 %, 11,44 %, 10,20%. Untuk Sfc mengalami penurunan sebesar 15,46 % sehingga terjadi kenaikan effisiensi thermis sebesar 18,40 %

 Dengan pemakaian variasi B0 resistansi 500 ohm terjadi kenaikan torsi, daya dan Bmep masing masing sebesar 25,83 %, 26,12 %, 25,83 %. Untuk Sfc mengalami penurunan sebesar 28,98 % sehingga terjadi kenaikan effisiensi thermis sebesar 40,736 %. 3. Dengan menggunakan variasi kuat medan magnet dengan sumber arus dari alternator, maka dapat disimpulkan terjadi perbaikan dari unjuk kerja bilamana dibandingkan dengan kondisi engine standart. Untuk perbaikan unjuk kerja dengan penambahan kuat medan magnet dan

Gambar

Gambar 2.4 Ilustrasi bensin melewati medan magnet  (Sumber : https://www.celicahobby.com
Gambar 2.6 Alat uji FTIR tipe michelson 8400
Tabel 2.1 Serapan khas gugus fungsi
Gambar 2.7 Grafik tampilan hasil uji FTIR berbasis  transmittance
+7

Referensi

Dokumen terkait

Grafik 4.6 Perbandingan lama waktu dengan konsumsi bahan bakar terhadap putaran mesin saat test drive dengan bobot pengendara 40kg

Dari grafik dapat diketahui Hubungan Antara Putaran Mesin Terhadap Waktu Pada Rata- rata Penggunaan Konsumsi Bahan Bakar Tanpa Magnet dan Dengan Magnet, bahwa

Untuk mengetahui emisi gas buang mesin pencacah plastik dengan bahan bakar solar, dexlite, dan pertamina dex yaitu dengan cara menguji mesin pada kecepatan

Adapun hasil penelitian adalah konsumsi bahan bakar yang dihasilkan menggunakan medan magnet lebih rendah dibandingkan tanpa menggunakan medan magnet pada setiap variasi

Kesimpulan penelitian tugas akhir ini adalah peningkatan kecepatan putaran mesin rpm pada pengujian tanpa beban menyebabkan konsumsi bahan bakar semakin tinggi mencapai

Pada bab ini dibahas metode penelitian yang digunakan, yaitu metode penelitian secara eksperimen untuk menganalisis karakteristik aliran dalam square duct dan

Untuk itu, perlu dilakukan suatu penyesuaian ( setting ) yang bertujuan mengetahui perbedaan hasil unjuk kerja dan emisi gas buang dari penggunaan bahan bakar

Fluksi Aksial Putaran Rendah dengan Magnet Permanen untuk Turbin Angin Daya 1000 Watt, Tugas Akhir,Teknik mesin - UMM, 2009. Walid, Ahsan., Perancangan, Pembuatan,