BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.4 Parameter unjuk kerja mesin
Performa mesin menunjukan tingkat kesuksesannya dalam mengkonversi energi kimia yang terkandung dalam bahan bakar menjadi energi mekanik. Kemudian Baik atau tidaknya suatu desain engine juga dapat dilihat melalui unjuk kerja (performance) yang dihasilkannya. Pengujian suatu engine ditentukan oleh beberapa parameter unjuk kerja engine dan kadar emisi gas buang hasil pembakaran. Unjuk kerja menjadi penting karena berkaitan dengan tujuan penggunaan engine dan faktor ekonomisnya, sedangkan tinggi rendahnya emisi gas buang berhubungan dengan faktor lingkungan. Untuk menentukan parameter unjuk kerja engine, maka harus ditentukan terlebih dahulu sistem yang digunakan. Pudjana, Astu [9] Berikut parameter-parameter dari unjuk kerja mesin :
1. Torsi 2. Daya efektif
3. Tekanan efektif rata-rata (bmep) 4. Pemakaian bahan bakar spesifik (sfc) 5. Effisiensi thermal
6. Effisiensi volumetris 7. Air fuel ratio (AFR) 8. Emisi gas buang
2.4.1 Torsi
Kemampuan engine dalam menghasilkan kerja ditunjukkan dengan nilai torsi yang dihasilkannya. Dalam keadaan sehari-hari torsi digunakan untuk akselerasi kendaraan untuk meningkatkan kecepatan. Torsi merupakan perkalian antara gaya tangensial dengan panjang lengan. Rumus untuk menghitung torsi pada engine adalah sebagai berikut:
Torsi = P × R (2.2)
Dimana:
P = gaya tangensial (N)
R = lengan gaya water brake dynamometer (m)
Pada pengujian, torsi yang dihasilkan oleh motor dibaca pada display waterbrake dynamometer seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.8.
Gambar 2.9 Waterbrake Dynamometer
Torsi yang didapatkan masih dalam lb.ft sehingga diperlukan faktor konversi agar didapatkan nilai torsi dengan satuan metris. Adapun faktor konversi X yang digunakan adalah:
X = faktor konversi = [4.448 N
1 lbf × 1 m
2.4.2 Daya (brake horse power)
Tujuan dari pengoperasian mesin adalah untuk menghasilkan daya atau power. Brake horse power merupakan daya yang dihasilkan dari poros output mesin yang dihitung berdasarkan laju kerja tiap satuan waktu. Nilai daya sebanding dengan gaya yang dihasilkan dan kecepatan linearnya atau sebanding dengan torsi poros dan kecepatan sudutnya. Untuk menghitung daya motor digunakan perumusan :
bhp = ω x T
= 2 π n x T (Watt) (2.4)
Dimana :
bhp = Daya motor (Watt) T = Torsi (N.m)
n = Putaran poros waterbrake dynamometer (rps)
2.4.3 Tekanan efektif rata-rata (BMEP)
Tekanan efektif rata-rata (brake mean effectif pressure) didefinisikan sebagai tekanan tetap rata-rata teoritis yang bekerja sepanjang volume langkah piston sehingga menghasilkan daya. Jika tekanan efektif rata-rata dihitung berdasarkan pada bhp (brake horse power) maka disebut bmep (brake mean effective pressure) seperti yang digambarkan pada gambar 2.9
Gambar 2.10 Luasan Area Efektif pressure
Gaya yang bekerja mendorong piston kebawah :
F = Pr x A (2.5)
W = F x L = (Pr x A) x L (2.6) Jika poros engkol berputar n rpm, maka dalam 1 menit akan terjadi
z
n
siklus kerja. dimana
menit
siklus
z
n
;z = 1 (Untuk motor 2 langkah), 2 (Untuk motor 4 langkah) Daya tiap silinder :
z
n
L
A
W
Pr
(2.7)Daya motor sejumlah “i” silinder :
z
i
n
L
A
W Pr
(2.8) Jika W = bhp dan Pr = bmep, maka :bmep = bhp∙z
A∙L∙n∙i (Pa) (2.9)
Dimana :
bhp = daya motor, Watt
A = Luas penampang torak, m2
L = Panjang langkah torak, m i = Jumlah silinder
n = Putaran mesin, rps
z = 1 ( motor 2 langkah) atau 2 ( motor 4 langkah )
2.4.4 Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (specific fuel
consumption)
Konsumsi bahan bakar (fuel consumption) merupakan banyaknya jumlah bahan bakar yang digunakan oleh engine selama satuan waktu tertentu. Sedangkan, sfc (specific fuel consumption) merupakan ukuran jumlah konsumsi bahan bakar engine yang diukur dalam satuan massa bahan bakar per satuan keluaran daya,
untuk menghasilkan satu daya efektif. Dapat juga didefinisikan sebagai laju aliran bahan bakar yang dipakai oleh engine untuk menghasilkan tenaga. Karena perhitungan sfc didasarkan pada bhp (brake horse power) maka disebut bsfc (brake specific fuel consumption).
Apabila dalam pengujian diperoleh data mengenai penggunaan bahan bakar m (kg) dalam waktu s (detik) dan daya yang dihasilkan sebesar bhp (kW), maka pemakaian bahan bakar per detik ( ṁ bb ) adalah :
ṁbb= mbb
t (Kg / detik) (2.10)
Sedangkang specific fuel consumption :
sfc = bhp ṁbb (2.11)
Dimana :
𝑚̇𝑏𝑏 = pemakaian bahan bakar tiap satuan waktu (kg/jam)
sfc = konsumsi bahan bakar spesifik (kg/kW.jam) bhp = Daya efektif poros mesin dalam satuan kilowatt (kW)
2.4.5 Efisiensi termal (ηth)
Besarnya pemanfaatan energi panas yang tersimpan dalam bahan bakar untuk diubah menjadi daya efektif oleh motor pembakaran dalam dinyatakan dalam efisiensi thermal (ηth). Setiap bahan bakar memiliki nilai kalor yang berbeda sehingga efisiensi thermal yang dihasilkan juga akan berbeda pula. Efisiensi thermal adalah ukuran besarnya pemanfaatan energi panas dari bahan bakar untuk diubah menjadi daya efektif oleh engine.
ηth= energi yang berguna
energi yang diberikan× 100% (2.12)
Jika masing-masing dibagi dengan waktu, t maka :
ηth= kerja/waktu
Dimana :
Kerja / waktu = Daya (bhp)
Panas yang diberikan = Nilai kalor x massa bahan bakar [Q ṁbb]
Sehingga,
ƞth = Bhp
ṁbb x Q x 100 % (2.14)
Dimana:
sfc = konsumsi bahan bakar spesifik (kg/Watt . s) ṁbb = laju aliran bahan bakar (kg/s)
Q = nilai kalor bawah dari bahan bakar yang digunakan (J/kg)
ṁbb merupakan laju aliran bahan bakar (kg/s) dan Q nilai kalor bahan bakar. Nilai kalor adalah jumlah energi panas maksimum yang dibebaskan oleh suatu bahan bakar melalui reaksi pembakaran sempurna per satuan massa atau volume bahan bakar. Nilai kalor umumnya ada dua yakni nilai kalor atas atau high heat value (HHV) dan juga nilai kalor bawah atau low heat value (LHV). Ditinjau dari H2O yang merupakan salah satu produk proses pembakaran nilai kalor bahan bakar dapat dibedakan atas :
Nilai kalor atas (NKA) yaitu bila nilai produk pembakaran dalam fase cair (jenuh).
Nilai kalor bawah (NKB) jika H2O produk pembakaran dalam fase gas
Untuk penelitian ini kita menggunakan Nilai kalor bawah (NKB) atau low heat value (LHV) sehingga dapat dinyatakan dengan rumus empiris (untuk bahan bakar bensin) sebagai berikut:
LHV = [16610 + 40 (°API)] Btu/lb (2.16) Dimana : 1 Btu/lb = 2,326 kJ/kg
1 kJ/kg = [ 1
4,187] kKal/kg
API Gravity adalah suatu pernyataan yang menyatakan densitas dari suatu material. API Gravity diukur pada temperatur minyak bumi 60oF.
API = 141,5
𝑆𝐺 pada 60oF− 131,5 (2.17)
2.4.6 Efisiensi Volumetris (volumetric efficiency)
Efisiensi volumetris hanya digunakan pada engine 4 langkah. Didefinisikan sebagai rasio dari volume udara yang masuk ke silinder dibagi dengan volume silinder yang tersedia.
ηv= vi
vs= 2 ṁa
ρa,iVdN (2.18)
Dimana:
ɳv = efisiensi volumetris
vi = volume udara yang masuk kedalam silinder vs = volume silinder yang tersedia
ṁa = volume flow rate udara ρa,i = massa jenis udara (kg/m3) Vd = volume silinder (m3) N = putaran engine (rps)
Efisiensi volumetris sebuah engine dipengaruhi oleh beberapa veriabel diantaranya rasio kompresi, waktu buka-tutup katup, desain pemasukan dan port, kadar campuran bahan-bakar dengan udara, panas laten dari penguapan bahan bakar, pemanasan udara masuk, tekanan di silinder dan kondisi atmosfer.
2.4.7 Rasio Udara-Bahan Bakar (Air-Fuel Ratio/AFR )
Metode ini paling sering digunakan untuk mendefinisikan campuran dan merupakan perbandingan antara massa dari udara dan bahan bakar pada suatu titik tinjau. Secara simbolis, AFR dihitung sebagai :
(2.19)
Jika nilai aktual lebih besar dari nilai AFR, maka terdapat udara yang jumlahnya lebih banyak daripada yang dibutuhkan oleh sistem dalam proses pembakaran dan dikatakan miskin bahan
f f a a f a N M N M m m AFR . . . . . .
bakar dan jika nilai aktual lebih kecil dari AFR stokiometrik maka tidak cukup terdapat udara pada sistem dan dikatakan kaya bahan bakar.