• Tidak ada hasil yang ditemukan

Manfaat pengajian kitab kuning dalam pengkaderan Da’i di Desa Bonde Kec. Campalagian

dari masayarakat setempat untuk melestarikan tradisi keagamaannya.

E. Manfaat pengajian kitab kuning dalam pengkaderan Da’i di Desa Bonde Kec. Campalagian

Beberapa akhlak Islam adalah berhias dengan bercita-cita tinggi, yang menjadi titik sentral alam diri, baik untuk maju ataupun mundur, juga yang mengawasi gerak-gerik. Cita-cita yang tinggi bisa mendatangkan kebaikan yang tiada terputus dengan izin Allah, agar bisa mencapai derajat yang sempurna, sehingga cita-cita itu akan mengalirkan darah kesatriaan dalam urat nadi dan mengayunkan langkah untuk menjalani dunia ilmu dan amal. Orang lain tidak akan pernah melihat kecuali berada di tempat yang mulia dan tidak akan membentangkan tangan kecuali untuk menyelesaikan perkara-perkara yang penting.

Perkara yang penting bagi para pelajar untuk menuntut ilmu, yaitu hendaklah mempunyai tujuan dalam belajar, bukan sekedar menghabiskan waktu dibangku sekolah tetapi hendaklah seorang pelajar harus mempunyai cita-cita. Dan diantara cita-cita yang paling mulia adalah agar dengan ilmunya mampu menjadi imam yang

31

Nasrun, Guru MTs Pergis Campalagian, Wawancara, Desa Bonde Kec. Campalagian, 5 November 2014.

memimpin umat Islam di bidang ilmu pengetahuan, dan harus merasa bahwa bisa mencapai sedikit demi sedikit sampai bisa mencapai cita-cita. Kalau seorang pelajar melakukannya, dia akan menjadi perantara antara Allah dengan hamba-Nya dalam menyampaikan syariat agama Islam, yang akan membawanya untuk mengikuti al-Qur’an dan as-Sunnah dengan berpaling akal manusia, kecuali kalau bisa membantunya mencapai kebenaran, seperti yang diucapkan oleh para ulama, yang itu merupakan sebuah ilmu yang bisa menjadi pintu bagi kita untuk mengetahui kebenaran. Karena, kalau tanpa ucapan-ucapan mereka, maka tidak akan mampu mengambil hukum langsung dari nash-nash yang ada, atau untuk mengetahui mana yang rajih (pendapat yang kuat) dan mana yang marjuh (pendapat yang lemah) atau yang sama.32

Pengajian kitab kuning tidak hanya dirasakan manfaatnya oleh para pelajar baik pendatang maupun lokal tetapi juga masyarakat setempat, ini terbukti dengan adanya pengajian setiap selesai shalat magrib yang dibawakan oleh pengajar pengajian kitab kuning dengan mengambil bahan materi dari kitab-kitab yang tidak memiliki baris dan biasa disebut kitta gondol oleh masayarakat setempat. Seperti pemaparan oleh pemateri berikut ini:

Setiap shalat magrib dilakukan kegiatan seperti muhadarah tapi, yang dibahas materi rujukannya dari kitab kuning. Jika ada majelis ta’lim yang ahli kitab kuning akan di panggil dan membahas tentang kehidupan-kehidupan bermasyarakat dan rujukannya juga dari kitab kuning.33

32

Muhammad, “Adab dan Manfaat Menuntut Ilmu”, http://www.alquran-sunnah.com/artikel/kategori/akhlak/726-adab-dan-manfaat-menuntut-ilmu (8 November 2014).

33

Nasrun, Guru MTs Pergis Campalagian, Wawancara, Desa Bonde Kec. Campalagian, 5 November 2014.

Kegiatan pengajian kitab fiqhi yang belum memiliki harakat yang membahas tentang ibadah shalat yang diadakan di masjid raya Bonde Kecamatan Campalagian dan ini merupakan bentuk pendidikan non formal, dengan metode ceramah dan tanya jawab. Pengajian ini di pimpin dan dibuka oleh narasumber pengajian kitab fiqhi tersebut dan pada bagian awal pembukaan para jama’ah dipandu untuk sama-sama membaca surah al-Fatihah. Setelah pembukaan, narasumber membaca dan menerangkan isi kitab kuning yang di kaji. Dengan waktu yang bersamaan para jama’ah mendengarkan, menyimak dan sebagian mencatat pelajaran atau materi yang disampaikan oleh narasumber (Annangguru). Setelah narasumber merasa sudah cukup dalam memberi materi maka narasumber mempersilahkan para jama’ah untuk menanyakan atau memberi tanggapan tentang materi yang dikaji kepada narasumber kemudian narasumber langsung memberikan atau menjawab pertanyaan tersebut. Setelah sesi tanya jawab selesai maka narasumber memberi kesimpulan dari materi yang disampaikan. Lalu menutup pengajian bersama para jama’ah dengan membaca al-Hamdalah.34

Pengajian kitab kuning yang diadakan di Desa Bonde tidak hanya menciptakan kader atau murid-murid yang mahir membaca kitab kuning dan mengartikan, namun mereka juga bisa menyampaikan isi kitab kuning melalui mimbar-mimbar dan menjadi kader da’i yang profesional.

Kader adalah pembinaan yang tetap sebuah pasukan inti (yang terpercaya dan terlatih) untuk dijadikan pimpinan atau regenerasi suatu organisasi yang sewaktu-waktu diperlukan.

34

Nasrun, Guru MTs Pergis Campalagian, Wawancara, Desa Bonde Kec. Campalagian, 5 November 2014.

Da’i adalah orang yang melakukan atau melaksanakan dakwah secara individu, kelompok atau berbentuk. Da’i sering juga disebut mubaligh (orang yang menyampaikan ajaran Islam). Pada dasarnya semua pribadi muslim itu berperan secara otomatis sebagai mubaligh atau da’i dalam bahasa komunikasi disebut komunikator. Da’i adalah orang yang menyeru, memanggil, mengundang atau mengajak manusia untuk melaksanakan perintah yang baik dan mencegah yang mungkar.

Maka dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa pengkaderan da’i adalah pembinaan yang dilakukan untuk mendapatkan regenerasi untuk melakukan atau melaksanakan dakwah secara individu, kelompok atau berbentuk.

Jenis pengkaderan da’i idealnya terdiri atas dua jenis yaitu, pengkaderan formal dan non formal.

Pengkaderan formal adalah usaha kaderisasi yang dilakanakan oleh suatu organisasi atau lembaga dakwah dalam bentuk pendidikan dan penelitian yang diselenggarakan secara terprogram, terpadu dan bertujuan untuk mecapai cita-cita yang diharapkan. Klasifikasi pedidikan ini meliputi pendidikan khusus.

Pengkaderan non formal adalah segala aktifitas pegkaderan formal yang dapat menunjang proses kaderisasi klasifikasi terbentuknya pengkaderan non formal ini adalah segala aktifitas kepanitian, pimpinan kelembagaan, penugasan-penugasan dan sejeninsnya.35

Pengajian kitab kuning dalam pengkaderan da’i di Desa Bonde merupakan pengkaderan non formal, ini sesuai dengan pemaparan pemateri sebagai berikut:

35

Ifah Fatma Hasibah, “Manajemen Pengkaderan Da’i Pondok Pesantren Wahd Hasyim Gaten Condong Catur Depok Sleman Yogyakarta “, Skripsi (Yogyakarta: Fakultas Dakwah Universitas Islam

Banyak pengaji kitab kuning yang bisa berceramah dan menjadi da’i yang profesional. Mulanya yang memberikan ceramah di pengajian hanya pengajar, namun pada tahun 1960-an para siswa yang dianggap mampu juga diberikan mandat oleh pengajarnya untuk memberikan ceramah di pengajian-pengajian. Mereka tidak diberikan pelajaran khusus untuk berceramah, semua materi ceramah yang mereka sampaikan bersumber pada kitab kuning yang mereka pelajari dan artikan setiap harinya.36

Tugas dakwah dibebankan pada setiap individu muslim sesuai keadaan kemampuan yang ada padanya. Dilakukan secara dinamis demi terciptanya suatu kesinambungan. Usaha ini dapat mencapai hasil yang memuaskan jika pemberdayaan generasi penerus sebagai kader da’i dilakukan secara intensif melalui lembaga yang ada.

Sebagaimana terdapat pada hadits Nabi SAW yang diriwayatkan Imam Bukhori yang berbunyi:

َﺪِّﺳ ُواَذِا :َلﺎَﻗ ﺎَﮭُﺘَﻋﺎَﺿِا َﻒْﯿَﻛ َلﺎَﻗ َﺔَﻋﺎﱠﺴﻟا ِﺮِﻈَﺘْﻧﺎَﻓ ًﺔَﻧﺎَﻣَﻻا ُﺖَﻌِّﯿُﺿاَذِا

ِﺮْﯿَﻏ َﻰﻟِا ُﺮْﻣَﻻا

ِﺮِﻈَﺘْﻧﺎَﻓ ِﮫِﻠْھَا

ًﺔَﻋﺎﱠﺴﻟا

Terjemahannya:

Apabila amanah telah disia-siakan maka tunggulah kehancurannya. Sahabat bertanya: bagaimana menyia-nyiakannya? Nabi menjawab: apabila jabatan diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah kiamat kehancuranya.37

Dari hadits diatas dapat dipahami, bahwa mempersiapkan generasi penerus (kader) mutlak diperlukan, pengkaderan da’i dapat dilakukan dengan berbagai bentuk kegiatan, antara lain dengan memberikan bekal keterampilan dan kecakapan dalam menyampaikan pesan dakwah dengan media lisan maupun dengan media lainnya.

36

Abd. Halim Rasyid, Ketua Yayasan Pergis, Wawancara, Desa Bonde Kec. Campalagian, 5 November 2014.

37

Ahmad bin Hambal Abdullah bin Ismail, al-Bukhari Juz I, (Bandung: Al Ma’arif, tanpa tahun), h. 31.

Subjek pengkaderan da’i adalah orang-orang yang akan melaksanakan tugas-tugas dakwah. Akan tetapi sangat menentukan dalam keberhasilan tugas-tugas yang diembannya, dalam hal ini juga atas bantuan setiap muslim diwajibkan melaksanakan dakwah menurut kadar kemampuan masing-masing. Betapapun baiknya subjek pengkaderan yang ada, akan tetapi bila dikerjakan oleh orang yang bukan ahlinya maka hasilnya akan kurang.38

38

Ifah Fatma Hasibah, “Manajemen Pengkaderan Da’i Pondok Pesantren Wahd Hasyim Gaten Condong Catur Depok Sleman Yogyakarta “, Skripsi (Yogyakarta: Fakultas Dakwah Universitas Islam

73

pengkaderan da’i di Desa Bonde Kec. Campalagian Kabupaten Polewali Mandar, sebagaimana yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan meliputi beberapa hal sebagai berikut:

1. Metode pengajaran kitab kuning yang dilakukan di Desa Bonde Kec. Campalagian Kabupaten Polewali Mandar adalah dengan cara guru menjelaskan di papan tulis menghadap ke Annangguru (Ustadz) dengan menggunakan bahasa Indonesia, namun Annangguru yang sudah tua mereka menggunakan bahasa bugis. Perubahan penggunaan bahasa ini disebabkan karena banyaknya santri yang datang dari luar daerah yang tidak mengerti bahasa bugis sehingga pengajaran dominan menggunakan bahasa Indonesia. Dahulu penggunaan bahasa bugis ini dijadikan sebagai adat istiadat dalam pengajaran kitab kuning di Desa Bonde. Pengajian ini dilakukan secara bertahap, tidak langsung pada pengajian kitab kuningnya. Namun ada beberapa tahapan yang harus dipelajari oleh para pelajar terlebih dahulu. Tahapan-tahapan tersebut meliputi tahapan pengajaran dimulai dari sharaf, matan aljurumiah, syarah aljurumiah, mutammimah (kitab kuning).

Di dalam menyajikan materi kitab kuning ada pembahasan yang harus untuk diajarkan yaitu, kalimat Arabnya, makna atau artinya, tujuan dan maksudnya. Penguasan terhadap kalimat (matan) sangat diutamakan karna maksud dan tujuan dari pengarang berdasarkan kepada bentuk kalimatnya (tata bahasanya). Pelajar yang ikut pengajian kitab kuning di haruskan menggunakan pakaian rapi, menggunakan kopiah bagi laki-laki dan berjilbab bagi perempuan. Tidak ada keharusan untuk para pelajar

untuk menggunakan sarung, mereka boleh menggunakan celana dengan catatan dari para Annangguru pakaian yang mereka gunakan harus rapi dan bersih. mereka berbondong-bondong mencari ilmu kajian kitab kunig dari para Nungguru. Metodenya sangat simpel, santri hanya membawa satu atau 3 buah kitab sebagai ke rumah Annangguru, sesampainya di sana para santri disuruh membaca satu persatu kemudian sang Annangguru pun menjelaskan kepada santri, dalam metode ini sama sekali tidak menggunakan alat eletronik sebagaimana umumnya, para kyai hanya menggunakan papan tulis berukuran kecil dan alat tulis.

Pengajian ini dilakukan sebanyak dua kali sehari yaitu ba’da subuh sampai jam 7 pagi dan ba’da ashar sampai magrib. Ketika ashar mereka diberikan materi oleh para Annangguru, materi-materi yang diberikan ini akan di ujikan pada subuh hari nya. Setiap harinya mereka akan mendapatkan ujian untuk materi yang mereka dapatkan di sore hari. Ini dilakukan agar pelajar bisa lebih cepat memahami pembelajaran dan dapat melanjutkan ke tahap pembelajaran selanjutnya. Namun, jika mereka dinyatakan tidak lulus atau belum menguasai materi, pelajar tersebut akan kembali mengulang materi pembelajaran sebelumnya sampai dinyatakan lulus dan benar-benar mengerti materi yang telah diajarkan. Pelajar yang tidak mengerti disuruh untuk menghadap kepada teman nya atau orang-orang yang lebih mengerti tentang ilmu sharaf atau ilmu nahwu. Pelajar yang datang ke Desa Bonde untuk belajar kitab kuning di inapkan disebuah rumah wakaf.

2. Adapun peluang dan tantangan yang dihadapi pengajian kitab kuning dalam pengkaderan da’i di Desa Bonde kec. Campalagian Kabupaten Polewali Mandar sebagai berikut:

Faktor penghambat pengajian kitab kuning berkembang di Desa Bonde karena masyarakat Desa Bonde tidak lagi memiliki rasa ingin mempelajari kitab kuning, karena banyaknya pengaruh dari media-media seperti handphone, televesi di tambah dengan kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler yang ada di sekolah hanya sebagian kecil yang masih mempelajari kitab kuning.

Ada beberapa masyarakat yang beranggapan bahwa pengajian kitab kuning ini tidak ada gunanya, namun kebanyakan warga di Bonde yang suka dengan pengajian kitab kuning ini, mereka menganggap jika bukan warga Bonde yang melestarikan budaya ini siapa lagi yang bisa diharapkan untuk melestarikannya. Terkadang jika ada pelajar kitab kuning yang datang mereka dihargai oleh para warga.

Kurangnya minat masyarakat asli daerah Bonde menyebabkan pewaris asli dari daerah ini kurang, karena itu dibukanya penerimaan pelajar dari daerah-daerah di luar Desa bonde bahkan di luar Polman. Perlu adanya rasa kemauan dari masyarakat asli Bonde karena Desa Bonde dikenal alim ulama yang menyebarkan Islam di Polewali Mandar. Tidak adanya sekolah-sekolah dasar. Hampir punahnya tradisi keagamaan disebabkan karena faktor kemalasan dan kesadaran oleh para orang tua untuk membimbing anaknya melestarikan tradisi keagamaan di Bonde. Berbeda dengan masyarakat luar yang menaruh minat yang sangat besar terhadap pengajian kitab kuning ini.

Tantangan lain yang dihadapi oleh penerus pengajian kitab kuning ini adalah kurangnya pengajar. Karena kebanyakan pelajar yang selesai belajar kitab kuning di Desa Bonde pindah ke Parappe dan mengajar disana. Disebabkan karena ikut dengan keluarga pindah ke Parappe.

Kurangnya sarana dan prasarana dan tidak adanya bantuan dari pemerintah untuk pengajian kitab kuning ini, disebabkan karena kurangnya komunikasi dan juga karena anggapan dari para pewaris bahwa pengajian ini bersifat amal, jadi tidak perlunya sarana dan prasarana yang berlebih. Terlebih lagi pengajian ini masih menggunakan cara tradisional sehingga tidak perlunya alat-alat elektronik ataupun semacamnya untuk proses pengajaran kitab kuning ini.

3. Adapun mafaat yang diperoleh dari pengajian kitab kuning terhadap pengkaderan da’i di Desa Bonde Kec. Campalagian Kabupaten Polewali Mandar adalah sebagai berikut:

Manfaat yang didapatkan oleh pelajar adalah mampu mengetahui kaidah-kaidah hukum ilmu syaraf dan nahwu. Selain belajar membaca kitab kuning, pelajar juga diajari muntuk mengartikan kitab kuning. Dari kegiatan mengartikan inilah para pelajar mendapatkan materi-materi yang akan disampaikannya dalam kegiatan ceramah di pengajian-pengajian. Siswa yang di anggap mampu utnuk menyampaikan materi-materi tentng kehidupan yang bersumber dari kitab kuning diberikan mandat oleh pengajarnya untuk berceramah di kegiatan pengajian.

proses pembelajaran tersebut disebut juga pengkaderan secara non forml. Karena, tidak adanya pelajaran khusus tentang ceramah di muka umum. Pelajar belajar berceramah secara tidak langsung beriringan dengan proses pengajian dan mengartikan kitab kuning. Jika pelajar mampu memahami kitab kuning dan artinya, secara tidak langsung pelajar tersebut juga akan mampu menyampaikan materi-materi dari kitab kuning.