BAB I PENDAHULUAN
D. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Sebagai bahan kajian dalam mengembangkan ilmu psikologi
sosial dalam menganalisis faktor-faktor lain penyebab pelanggaran
peraturan dan psikologi perkembangan yang berkatian dengan pencarian
identitas diri sebagai remaja.
2. Manfaat Praktis a. Bagi Subjek
Memberikan informasi kepada siswa kelas XI SMA Pangudi
terlaksananya tugas perkembangan remaja sebagai siswa dalam rangka
pencarian identitas diri remaja.
b. Bagi orang tua atau pamong asrama
Memberikan informasi kepada orang tua atau pamong asrama
terkait kedisiplinan siswa kelas XI SMA Pangudi Luhur Van Lith
Muntilan sebagai media pencapaian tugas perkembangan remaj dalam
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Remaja 1. Definisi Remaja
Istilah adolenscenses atau remaja berasal dari kata Latin adolescence (kata
bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti tumbuh atau tumbuh
menjadi dewasa (Hurlock, 1980). Bangsa primitif demikian pula orang-orang
jaman purbakala memandang masa puber dan masa remaja tidak berbeda dengan
periode-periode lain dalam rentang kehidupan, anak dianggap sudah dewasa
apabila sudah mampu melakukan reproduksi. Istilah adolenscenses mempunyai
arti yang lebih luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik.
Pandangan ini diungkapkan oleh Piaget yang menyatakan secara psikologis, masa
remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia
dimana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua
melainkan berada dalam tingkatan yang sama, terutama dalam masalah hak.
Menurut Hall (dalam Santrock, 2003), secara umum usia remaja adalah
masa antara usia 12 hingga 23 tahun. Hurlock (1980) pun mengatakan bahwa awal
masa remaja berlangsung kira-kira dari usia 13 sampai 16 atau 17 tahun, dan akhir
masa remaja bermula dari usia 16 atau 17 tahun hingga 18 tahun. Individu yang
berada di usia belasan ini disebut dengan pemuda dan pemudi atau kawula muda.
Pendapat yang serupa juga dikemukakan oleh Thornburg (1982, dalam Santrock
tahun, kemudian remaja tengah berusia 14-16 tahun, dan remaja akhir adalah
mereka yang berusia 17-19 tahun. Monks, Knoers dan Haditono (2005)
membedakan masa remaja menjadi empat bagian, yaitu masa pra remaja atau
pubertas (10-12 tahun), masa remaja awal atau pubertas (12-15tahun), masa
remaja pertengahan (15-18tahun), dan masa remaja akhir (18-21tahun). Dari
beberapa pengertian tersebut, dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa masa
remaja dimulai dari usia 10 hingga 21 tahun. Dalam penelitian ini akan diteliti
remaja pertengahan dengan usia 15-18 tahun. Remaja pertengahan dipilih karena
sesuai dengan usia siswa SMA.
2. Karakteristik remaja
Secara garis besar, ulasan mengenai karakteristik remaja dibedakan
menjadi tiga yaitu pada pembahasan mengenai fisik, kognitif, dan pembahasan
mengenai sosio-emosionalnya.
a. Fisik
Pada masa ini, remaja mengalami perubahan pada fisiknya.
Perubahan tersebut ditandai dengan suatu istilah yang dikenal sebagai
pubertas. Pubertas merupakan suatu periode di aman kematangan kerangka
dan seksual terjadi secara pesat terutama pada awal masa remaja remaja
(Santrock, 2003). Pada masa ini hormon testosteron pada laki-laki dan
hormon ekstradiol pada perempuan akan memainkan peran yang sangat
penting. Pada laki-laki akan mengalami mimpi basah, tumbuhnya kumis,
akan mengalami menstruasi, membesarnya buah dada, membesarnya
pinggul, tumbuhnya rambut kemaluan, serta perubahan lainnya.
Adanya perubahan tersebut membuat remaja disibukkan oleh
perubahan fisik mereka. Hal ini terbukti dari antara mereka mulai
mengembangkan citra individual mengenai gambaran fisik mereka.
b.Kognitif
Dalam hal perkembangan kognitif, remaja mengalami peningkatan.
Pemikiran semakin abstrak, logis dan idealis. Remaja mampu menguji
pemikiran diri sendiri, pemikiran orang lain, dan apa yang orang lain
pikirkan tentang diri mereka. Selain itu, remaja juga cenderung untuk
menginterpretasikan dan memantau dunia sosial. Pemikiran ini oleh Piaget
(Santrock, 2003) disebut sebagai tahap operasional formal. Remaja tidak
lagi terbatas pada suatu pengalaman yang nyata, melainkan sudah dapat
membangkitkan suatu situasi-situasi yang khayalan,
kemungkinan-kemungkinan hipotesis atau suatu penalaran abstrak. Selain itu, pada tahap
ini remaja juga sudah mulai mempersiapkan kemungkinan-kemungkinan
bagi masa depan. Remaja mulai mengembangkan minat mereka dan
mengumpulkan serta mempelajari banyak pengetahuan dan keterampilan
yang nantinya akan mendukung remaja dalam mencapai cita-citanya. Oleh
karena itu, dalam rangka pencapaian kebutuhan tersebut, sekolah ikut
berperan serta dengan memberikan banyak pengetahuan lewat kurikulum
yang diajarkan serta mengembangkan ketrampilan melalui
c. Sosio-emosional
Masa remaja, menurut Hall (Santrock, 2003) merupakan masa yang
disebut sebagai masa “Strom and stress”. Pada masa ini, remaja seolah-olah diombang-ambingkan oleh pernyataan besar yang mengarah pada identitas
mengenai siapa dirinya. Tahap ini merupakan tahap kelima dalam teori
Erickson (Santrock, 2003) yang disebut sebagai tahap identitas dan
kebingungan identitas. Pada masa ini, remaja akan menjadi lebih tertarik
mengenai siapa dirinya, bagaimana dirinya, bagaimana mereka nantinya,
serta ke arah mana nantinya akan mereka bawa kehidupannya.
Marcia (Santrock, 2003) mengatakan ada tiga aspek perkembangan
remaja yang penting dalam pembentukan identitas. Aspek-aspek tersebut
diantarannya remaja harus membangun kepercayaan pada dukungan orang
tua, mengembangkan ketekunan serta memperoleh suatu perspektif refleksi
diri atas masa depan remaja.
Dalam hal emosional, remaja akan menjadi lebih banyak menuntut
otonomi serta tanggungjawab. Remaja menjadi cenderung untuk melepaskan diri
dari cengkraman orang tua dan menjadi lebih senang berkumpul bersama
teman-teman. Maka dari itu, pada tahap ini sering terjadi konflik antara orang tua dengan
remaja
Seperti halnya dengan semua periode yang penting selama rentang
kehidupan, masa remaja mempunyai ciri-ciri atau karakteristik tertentu yang
membedakannya dengan periode sebelum dan sesudahnya. Berikut ini periode
a. Masa remaja sebagai periode yang penting karena adanya fisik dan
psikologi yang sedang berkembang.
Perkembangan fisik yang cepat disertai perkembangan mental yang
cepat, terutama pada awal masa remaja. Semua perkembangan ini
menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan perlunya membentuk
sikap, nilai dan minat baru.
b. Masa remaja dianggap sebagai periode peralihan.
Peralihan yang dimaksudkan adalah remaja akan meninggalkan
kejadian-kejadian yang sudah membekas pada masa lalu dan beralih pada
masa sekarang serta yang akan datang. Dalam setiap periode peralihan,
remaja bukan lagi seorang anak dan juga bukan orang dewasa sehingga
muncul keraguan akan status. Selain itu, status remaja yang tidak jelas ini
menguntungkan karena status memberi waktu kepadanya untuk mencoba
gaya hidup yang berbeda dan menentukan pola perilaku, nilai dan sifat
yang paling sesuai dengan dirinya.
c. Masa remaja dianggap sebagai usia yang bermasalah.
Pertama, sepanjang masa anak-anak, masalah anak-anak sebagian
diselesaikan oleh orang tua dan guru-guru, sehingga kebanyakan remaja
tidak berpengalaman dalam mengatasi masalah. Kedua, remaja merasa
dirinya mandiri sehingga tidak butuh bantuan dari orang lain seperti guru
d. Masa remaja dianggap sebagai masa mencari identitas.
Menurut Erikson (1961, dalam bukunya Hall, Calvin S. & Lindsey,
1993) pada tahap ini remaja mulai merasakan identitas versus kekacauan
identitas. Persepsi pada identitas diri ditunjukan dengan adanya anggapan
bahwa manusia unik yang dipersiapkan untuk mencapai kehidupan sosial
bermasyarakat. Dengan demikian, remaja mulai memahami sifat-sifat yang
melekat pada dirinya. Sifat-sifat tersebut seperti kesukaan dan
ketidaksukaannya, tujuan yang dikejarnya di masa depan serta kekuatan
dan hasrat untuk mengontrol nasibnya sendiri. Inilah masa dalam
kehidupan ketika orang ingin menentukan siapakah ia pada saat sekarang
dan ingin menjadi apakah ia di masa yang akan datang.
e. Masa remaja dianggap sebagai periode perubahan.
Ada lima perubahan remaja yang bersifat universal. Pertama,
meningginya emosi yang bergantung pada tingkat perubahan fisik dan
psikologis yang terjadi. Kedua, perubahan tubuh, minat dan peran yang
diharapkan oleh kelompok sosial sehingga menimbulkan masalah baru.
Ketiga, selama awal masa remaja, ketika perubahan fisik terjadi dengan
pesat, perubahan perilaku dan sikap juga berlangsung pesat. Keempat,
dengan berubahnya minat dan pola perilaku maka nilai-nilai juga berubah.
Kelima, sebagian besar remaja bersikap ambivalen terhadap setiap
f. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan.
Seperti yang diungkapkan oleh Majeres (Hurlock, 1978) bahwa
anggapan popular tentang remaja yang mempunyai arti yang bernilai dan
tetapi banyak yang bersifat negatif. Anggapan stereotip budaya bahwa
remaja adalah anak-anak yang tidak rapih, yang tidak dapat dipercaya dan
cenderung merusak, menyebabkan orang dewasa yang harus membimbing
dan mengawasi kehidupan remaja muda takut bertanggungjawab dan
bersikap tidak simpatik terhadap perilaku remaja yang normal.
g. Masa remaja dianggap sebagai masa yang tidak realistik.
Dalam hal ini, remaja melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagai
mana yang diinginkan bukan sebagaimana adanya, terlebih dalam hal
cita-cita. Dengan meningkatnya kemampuan berpikir rasional dan
bertambahnya sosial, remaja mampu memandang dirinya sendiri, keluarga
teman-teman dan kehidupan pada umunya lebih realistik.
h. Masa remaja dianggap sebagai ambang masa dewasa.
Dengan semakin mendekatnya usia kematangan yang sah, para
remaja menjadi gelisah untuk meninggalkan stereotip belasan tahun dan
memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa. Berpakaian dan
bertindak seperti orang dewasa ternyata belumlah cukup. Oleh karena itu,
remaja mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan
status dewasa yaitu merokok, minum-minuman keras, menggunakan
obat-obatan dan terikat dalam perbuatan seks. Remaja menganggap bahwa
3. Tugas-tugas perkembangan remaja
Erikson (Syamsu, 2009) memiliki pandangan bahwa pembentukan
identitas diri merupakan tugas perkembangan utama bagi remaja. Jika remaja
gagal dalam pencarian identitas maka remaja akan mengalami konflik internal.
Pikunas juga mengemukakan pendapat William Kay bahwa tugas perkembangan
utama remaja adalah memperoleh kematangan sistem moral untuk membimbing
perilakunya. Tugas perkembangan menurut William Kay (Syamsu, 2009),
meliputi :
a. Menerima fisiknya sendiri berikut keragaman kualitasnnya.
b. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua atau figur-figur yang
mempunyai otoritas.
c. Mengembangkan keterampilan komunikasi interpersonal dan belajar
bergaul dengan teman sebaya atau orang lain, baik secara individual
maupun kelompok.
d. Menemukan manusia model yang dijadikan identitasnya.
e. Menerima dirinya sendiri dan memiliki kepercayaan terhadap
kemampuannya sendiri.
f. Memperkuat self-control (kemampuan mengendalikan diri) atas dasar
skala nilai, prinsip-prinsip atau falsafah hidup.
g. Mampu meninggalkan reaksi dan penyesuaian diri yang bersifat
Dalam membahas tujuan tugas perkembangan remaja, Pikunas (1976,
dalam bukunya Syamsu, 2009) mengemukakan pendapat Luella Cole yang
mengklasifikasikannya ke dalam sembilan kategori, yaitu :
a. Kematangan emosional
b. Pemantapan minat-minat heteroseksual
c. Kematangan sosial
d. Emansipasi dari control keluarga
e. Kematangan intelektual
f. Memilih pekerjaan
g. Menggunakan waktu senggang secara tepat
h. Memiliki filsafat hidup
i. Identifikasi diri.
Havighrust (Syamsu, 2009) mengartikan tugas perkembangan itu suatu
tugas yang muncul pada periode tertentu dalam rentang kehidupan individu,
apabila berhasil dilaksanakan akan mendapatkan kebahagiaan, tetapi apabila
gagal dilaksanakan akan menimbulkan penolakan dari masryarakat dan
kesulitan-kesulitan dalam menuntaskan tugasnya. Havighurst (Monks, Knoers &
Haditono, 2006) mengemukakan bahwa perjalanan hidup seseorang ditandai
oleh adanya tugas-tugas yang harus dapat dipenuhi. Tugas ini dalam batas
tertentu bersifat khas untuk setiap masa hidup seseorang. Havighrust
menyebutnya sebagai tugas yang harus dilakukan oleh seseorang dalam masa
Havighrust (Syamsu, 2009) mengidentifikasikan sebelas aspek
perkembangan, yaitu mencapai hubungan yang lebih matang baik pria maupun
wanita, mencapai peran sosial sebagai pria dan wanita, menerima keadaan fisik
dan menggunakannya secara efektif, mencapai kemandirian emosional dari
orang tua dan dewasa lainnya, mencapai jaminan kemandirian ekonomi, memilih
dan mempersiapkan karier (pekerjaan), mempersiapkan pernikahan dan hidup
berkeluarga, mengembangkan keterampilan intelektual dan konsep-konsep yang
diperlukan bagi warga Negara, mencapai tingkah laku secara sosial, memperoleh
seperangkat nilai dan sistem etika sebagai petunjuk/pembimbing dalam
bertingkahlaku, serta beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Secara lebih rinci, Havighrust (1961, dalam bukunya Syamsu, 2009)
menjelaskan kesebelas tugas perkembangan tersebut, sebagai berikut :
a. Mencapai hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya, baik pria
maupun wanita.
Tugas ini mengandung arti bahwa remaja dituntut untuk belajar
menerima jenis kelamin dan kodrati sebagai pria dan wanita, dalam
pergaulannya dengan teman sebaya. Penerimaan terhadap jenis kelamin
dan kodrati menjadikan remaja memahami diri dan lawan jenis.
b. Mencapai peran sosial sebagai pria dan wanita.
Tugas perkembangan ini memiliki arti bahwa remaja perlu menerima
peran sosial di masryarakat sesuai dengan jenis kelamin. Sebagai contoh,
peran sosial remaja dilingkungan sekolah, rumah maupun masyarakat.
tantangan bagi dirinya untuk menjalin relasi dengan orang dewasa. Relasi
remaja dengan orang dewasa dapat melatih remaja menjadi dewasa.
c. Menerima keadaan fisik dan menggunakannya secara efektif.
Remaja mengalami kesulitan dalam menerima perubahan bentuk tubuh.
Hurlock mengemukakan dua alasan mengenai kesulitan dalam
penerimaan diri remaja. Pertama, rasa tidak puas terhadap penampilan,
karena kebanyakan remaja membentuk konsep diri yang ideal bagi
dirinya. Kedua, kepercayaan tradisional mengenai penampilan yang
pantas untuk jenis kelamin tertentu. Sebagai contoh sebagian masyarakat
menganggap remaja yang ideal adalah remaja yang bertubuh tinggi dan
langsing. Kepercayaan tradisional tersebut menjadikan remaja menolak
diri apabila tidak sesuai dengan keadaan dirinya.
d. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa
lainnya.
Tugas mencapai kemadirian emosional ini mengharapkan remaja untuk
melepaskan sifat kekanak-kanakan dan membuka diri terhadap pergaulan
dengan orang dewasa lainnya. Remaja diharapkan mulai mandiri sehigga
dapat menyelesaikan permasalahannya sendiri tanpa tergantung pada
orang tua. Kemandirian emosional remaja ditandai dengan kemampuan
meninggalkan sifat tergantung terhadap orang tua dan memuaskan
e. Mencapai jaminan kemandirian ekonomi.
Hurlock menjelaskan bahwa kemandirian ekonomi tidak dapat dicapai
oleh remaja sebelum ia memilih dan mempersiapkan diri untuk bekerja.
Namun, kemandirian ekonomi perlahan-lahan dapat dicapai oleh remaja.
Langkah-langkah yang ditempuh oleh remaja untuk memperoleh
kemandirian ekonomi yaitu merencanakan karier dengan mengenali
minat, bakat, dan kemampuan. Selain itu, remaja perlu belajar dalam hal
pengaturan uang, menentukan prioritas belanja, serta menggunakan dan
memanfaatkan barang-barang yang sudah dibeli. Langkah-langkah
tersebut mengupayakan remaja untuk memperoleh kemandirian ekonomi
sebagai persiapan dalam memilih karier.
f. Memilih dan mempersiapkan karier (pekerjaan).
Remaja mulai memikirkan karier dimasa mendatang. Tugas ini
mengandung arti bahwa remaja diharapkan dapat memilih jenis
pekerjaan sesuai bakat dan keinginan serta mempersiapkan diri untuk
memasuki lapangan pekerjaan. Sebelum memilih karier, remaja perlu
mempersiapkan karier. Pemilihan karier memberikan kebebeasan bagi
remaja setelah memperoleh kemandirian ekonomi. Dalam
mempersiapkan karier, remaja perlu mengetahui keadaan diri yang
mencakup kondisi fisik, minat dan bakat terhadap pekerjaan tertentu serta
g. Mempersiapkan pernikahan dan hidup berkeluarga.
Hakekat tugas perkembangan ini adalah mengembangkan sikap positif
terhadap hidup bekeluarga. Salah satu sikap positif yang perlu dimiliki
oleh remaja, yaitu belajar bertanggungjawab. Belajar bertanggungjawab
dapat dilatih dengan menyusun rencana terhadap pernikahan dan hidup
berkeluarga.
h. Mengembangkan keterampilan intelektual dan konsep-konsep yang
diperlukan bagi warga Negara.
Tujuan dari tugas perkembangan ini adalah mengembangkan kemampuan
intelektual yang mencakup kemampuan untuk berpikir dan keterampilan
dalam berbahasa. Selain itu, tugas perkembangan ini bermaksud bahwa
remaja memiliki konsep yang benar tentang identitasnya sebagai warga
masyarakat dan warga Negara. Konsep-konsep yang benar dapat
dijadikan sebagai pengetahuan bagi remaja dalam pergaulan dengan
masyarakat luas.
i. Mencapai tingkah laku yang bertanggungjawab secara sosial.
Pada tugas perkembangan ini remaja diharapkan dapat berpartisipasi
sebagai orang dewasa yang bertanggungjawab dan memperhitungkan
nilai-nilai sosial dalam bertingkah laku. Keberadaan remaja mulai diakui
menjadi orang dewasa oleh masyarakat. Oleh karena itu, remaja perlu
menghargai perilaku yang disetujui oleh masyarakat terhadap peran dan
j. Memperoleh seperangkat nilai dan sistem etika sebagai
petunjuk/pembimbing dalam bertingkah laku.
Pada tugas perkembangan ini remaja diharapkan dapat membentuk
seperangkat nilai dan mengembangkan kesadaran untuk merealisasikan
nilai-nilai tersebut dalam hubungannya dengan sesama.
k. Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Tugas perkembangan ini bertujuan agar remaja memiliki sikap dan
kebiasaan serta pengembangan wawasan dalam mengamalkan nilai-nilai
ketakwaan dan keimanan. Hal tersebut merupakan perwujudan manusia
sebagai makhluk beragama. Remaja sebagai makhluk beragama sudah
seharusnya melaksanakan nilai-nilai keimanan dan ketakwaan. Keimanan
dan ketakwaan mulai dikembangakn sejak usia dini dilingkungan
keluarga sehingga pada masa remaja, sudah mulai meningkat.
Remaja sedang dalam masa pencarian identitas diri. Erikson
berpendapat bahwa remaja sedang dalam masa identitas versus kekacauan
identitas. Dalam tahap ini, remaja dihadapkan pada tantangan untuk
menemukan siapakah mereka di masa yang akan datang dan arah tujuan hidup
sebagai remaja. Dalam hal ini, tugas perkembangan mewarnai pencarian
identitas diri. Salah satu media yang bisa dipakai remaja dalam rangka
pencapaian identitas diri dan pelaksanaan tugas perkembangan sebagai remaja
adalah sekolah. Menurut Syamsu (2009), sekolah memberikan pendidikan yang
Selain itu, sekolah juga dapat meningkatkan konsep diri dan harga diri.
Konsep diri (self concept) dan harga diri (self Esteem) akan turun bila
seseorang tidak dapat melaksanakan tugas perkembangan dengan baik, karena
orang tersebut akan mendapat kecaman dan celaan masyarakat keliling. Orang
akan merasa sedih dan tidak bahagia. Sebaliknya, keberhasilan dalam
melaksanakan tugas perkembangan memberikan perasaan berhasil dan
akhirnya perasaan bahagia.
Dari beberapa temuan tentang tugas perkembangan remaja, maka
peneliti mencoba mencari kesamaan tugas perkembangan dari setiap kelompok
tugas perkembangan yang ada. Adapun kesimpulan dari tugas perkembangan
remaja, sebagai berikut :
1. Mencapai hubungan yang matang dengan teman sebaya
2. Mencapai peran sosial pria dan wanita
3. Menerima dan menggunakan keadaan fisik secara efektif.
4. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang
yang memiliki otoritas.
5. Mencapai jaminan kemandirian ekonomi.
6. Mencapai tingkah laku yang bertanggungjawab secara sosial
7. Memperoleh seperangkat nilai dan system etika sebagai petunjuk
dalam bertingkah laku
B. Sekolah sebagai Media Pendisiplinan
Pengertian sekolah menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989)
merupakan bangunan atau lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat
menerima dan memberi pelajaran. Syamsu (2009) mengartikan sekolah
merupakan lembaga pendidikan formal yang secara sistematik melaksanakan
program bimbingan, pengajaran, dan latihan dalam rangka membantu siswa agar
mampu mengembangkan potensinya, baik yang menyangkut aspek
moral-spiritual, intelektual, emosional maupun sosial. Hurlock (Syamsu, 2009)
mengemukakan bahwa sekolah merupakan faktor penentu bagi perkembangan
kepribadian anak (siswa) baik dalam cara berpikir, bersikap, dan berperilaku.
Sekolah berperan sebagai substitusi keluarga dan guru substitusi orang tua.
Peranan penting sekolah dalam perkembangan kepribadian siswa yaitu siswa
harus hadir disekolah, sekolah memberikan pengaruh kepada anak secara dini
sesuai dengan perkembangannya, anak-anak menghabiskan waktunya di sekolah
daripada di tempat lain di luar rumah, sekolah memberikan kesempatan kepada
siswa untuk meraih sukses, serta sekolah memberikan kesempatan pertama
kepada anak untuk menilai dirinya dan kemampuan secara realistic (Syamsu,
2009).
Selain itu, sekolah sebagai media untuk membantu remaja dalam
melaksanakan tugas perkembangannya. Tugas-tugas perkembangan remaja di
sekolah meliputi aspek-aspek kematangan dalam berinteraksi sosial, kematangan
personal, kematangan dalam mencapai filsafat hidup dan kematangan dalam
berinteraksi sosial diharapkan siswa mampu mencapai hubungan yang matang
dengan teman sebaya baik pria maupun wanita, serta mencapai peranan sosial
sebagai pria dan wanita. Upaya sekolah dalam rangka membantu siswa mencapai
kedua tugas tersebut dengan memberikan pengajaran tentang ketrampilan sosial,
memberikan kesempatan pada para siswa untuk terlibat dalam organisasi di
sekolah, membimbing siswa dalam menjalin pertemanan yang sehat, serta
menugaskan siswa untuk mengamati kehidupan sosial. Dalam aspek kematangan
personal, siswa diharapkan mampu melaksanakan otonomi pribadi. Tugas
perkembangan yang harus dilaksanakan seperti menerima keadaan fisiknya dan
memanfaatkannya secara efektif, mencapai kemandirian emosional dari orang tua
atau dewasa lainnya, mencapai kemandirian ekonomi, memilih dan
mempersiapkan pekerjaan, mempersiapkan pernikahan dan hidup berkeluarga
serta mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang perlu bagi
kompetensi sebagai warga Negara. Dalam aspek kematangan dalam beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, siswa diharapkan mampu
melaksanakanan nilai-nilai keimanan dan ketakwaan dalam kehidupan sehari-hari.
Pada pelaksanaan tugas perkembangan tersebut, siswa dihadapkan pada
heterogenitas dari masing-masing agama (Syamsu, 2009).
Dalam tahap pencarian identitas, remaja diharapkan mampu mengikuti
program bimbingan, pengajaran dan latihan dalam rangka membantu siswa
mengembangkan potensinya meliputi aspek moral spiritual, intelektual, emosi dan