• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI LANDASAN TEORI

2.1.3 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis Demam Tifoid adalah sebagai berikut:

1. Demam tinggi kurang lebih satu minggu disertai nyeri kepala hebat dan gangguan saluran pencernaan, bahkan ada yang sampai

mengalami gangguan kesadaran. Pada anak yang mengalami demam tinggi dapat terjadi kejang demam.

2. Gangguan pencernaan yang terjadi pada pasien demam tifoid yaitu mual, muntah, nyeri ulu hati, perut kembung, anoreksia, lidah tifoid (kotor, bagian belakang tampak putih pucat dan tebal, serta bagian ujung dan tepi kemerahan)..

3. Dapat terjadi diare dan konstipasi.

4. Gangguan kesadaran juga dapat terjadi pada pasien demam tifoid yaitu apatis dan somnolen

5. Pada minggu kedua dapat terjadi roseola. Roseola merupakan bintik kecil kemerahan yang hilang dengan penekanan. Roseola ini terdapat pada daerah perut, dada, dan kadang bokong.

6. Pembesaran limpa terjadi pada akhir minggu pertama, tidak progresif dengan konsistensi yang lebih lunak

7. Pada anak berusia di bawah 2 tahun, tanda dan gejala yaitu demam tinggi mendadak, disertai muntah, kejang, dan tanda rangsangan meningeal (Marni, 20l6).

2.1.4 Patofisiologi

Kuman Salmonella Typhosa masuk ke saluran pencernaan,

khususnya usus halus bersama makanan, melalui pembuluh limfe. Kuman ini masuk atau menginvasi jaringan limfoid mesenterika. Disini akan terjadi nekrosis dan peradangan. Kuman yang berada pada jaringan limfoid tersebut masuk ke peredaran darah menuju hati dan limpa.Kemudian, kembali ke usus halus dan kuman mengeluarkan endotoksin yang dapat menyebabkan reinfeksi di usus halus. Kuman akan berkembang biak di sini. Kuman Salmonella Typhosa dan endotoksin merangsang sisntesis dan pelepasan pirogen yang akhirnya beredar di darah dan mempengaruhi pusat termoregulator di hipotalamus yang menimbulkan gejala demam. Kuman menyebar ke seluruh tubuh melalui sistem peredaran darah serta dapat menyebabkan terjadinya tukak mukosa yang mengakibatkan perdarahan dan perforasi. Komplikasi biasanya terjadi pada usus halus, namun hal tersebut jarang terjadi.Apabila komplikasi ini terjadi pada seorang anak, maka dapat berakibat fatal. Gangguan pada usus halus berupa perdarahan usus, apabila perdarahan terjadi dalam jumlah sedikit perdarahan tersebut hanya dapat ditemukan jika dilakukan pemeriksaan feses, jika perdarahn banyak maka dapat terjadi melena, yang kedua yaitu perforasi yang tidak disertai peritomitis hanya dapat ditemukan apabila terdapat udara di rongga peritonium, yang ketiga peritonitis biasanya menyertai perforasi, yang keempat komplikasi di luiar usus yaitu meningitis, kolesistis, ensefelopati (Marni, 2016).

2.1.4 Pathway

Salmonella typhosa

Anoreksia, Mual Masuk ke dalam saluran

muntah pencernaan (usus halus)

Nekrosis Menginvasi jaringan limfoid

Peradangan Masuk peredaran darah

Nyeri akut Hati Limpa Keluar Kembali ke usus Ketidakseimbang an Nutrisi kurang dari kebutuhan Gangguan pola defekasi Pelepasan endotoksin halus (berkembang biak) Reinfeksi usus Kuman dan endotoksin halus Merangsang sintesis Pelepasan pirogen

Mempengaruhi pusat Hipertermi Beredar dalam darah

termoregulator Menyebar ke seluruh Perdarahan

Tukak mukosa tubuh

Perforasi

Gambar 2.1.6 Pathway

(Marni 2016; Ngastiyah 2007; Sodikin 2011)

Resiko kekuran gan volume cairan

2.1.5

2.1.6

Pemeriksaan Penunjang

Sarana laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis Demam Tifoid secara garis besar di golongkan dalam tiga kelompok yaitu : 1. Isolasi kumam penyebab Demam Tifoid, Salmonella Typhi melalui

biakan kuman dari spesimen seperti darah, sumsum tulang, urine, tinja, dan cairan duodenum.

2. Pemeriksaan pelacak DNA kuman S.Typhi.

3. Tes serologis untuk mendeteksi antibodi terhadap antigen Samonella Typhi dan menentukan terdapatnya antigen spesifik Salmonella Typhi (Herry Garna, 2012).

Penatalaksanaan Medis

Menurut pendapat (Marni, 2016), penatalaksanaan yang dpat diberikan pada anak dengan Demam Tifoid:

1) Terapi suportif,simptomatis, dan pemberian antibiotik jika sudah ditegakkan diagnosis.pasien harus istirahat selama 5-7 hari. Selain itu pengawaan ketat perlu dilakukan agar tidak terjadi komplikasi yang berbahaya. Pasien boleh bergerak sewajarnya, misalnya ke kamar mandi, duduk di teras, mandi sendiri, dan makan sendiri, yang prinsipnya adalah tidak melakukan aktivitas berat yang membutuhkan banyak energi.

2) Pengaturan pola makan sangat penting pada penyakit ini mengingat organ yang terganggu yaitu sistem pencernaan, khususnya usus halus. Jika pasien tidak sadar maka dpat diberikan makanan cair dengan menggunakan sonde lambung, jika pasien sadar, maka

pemberian makanan bisa dimulai dari bubur saring. Jika kondisi pasien sudah membaik, maka ditingkatkan makanannya menjadi bubur kasar, dan jika sudah normal, maka dapat diberikan nasi biasa. Susu diberikan 2 gelas sehari.

3) Obat diberikan secara simptomatis, misalnya pada pasien yang mual dapat diberikan antiemetik, pada pasien yang demam dapat

diberikan antipiretik, dan boleh ditambahkan vitamin. Obat yang paling efektif mengatasi infeksi ini yaitu kloramfenikol yang diberikan dengan dosis 50-00 mg/kg/BB/hari. Selain itu juga dapat dilakukan kompres air dingin biasa tanpa es di daerah ketiak, leher, maupun selakangan.

4) Pemberian antibiotik jika diagnosis sudah ditegakkan. Antibiotik yang dapat mengatasi penyakit demam tifoid yang sering kali digunakan yaitu kloramfenikol, kotrimoksazol, ampisilin, amoksilin, dan seftriaxon.

5) Untuk mencegah terjadinya demam tipoid, perlu diberikan kombinasi vaksin. Vaksin yang sering diberikan yaitu vaksin Salmonella typhosa yang dimatikan dan vaksin dari strain

Salmonella yang dilemahkan. Pemberian vaksin ini diulang setiap 3 tahun.

6) Penyediaan air bersih yang adekuat, sanitasi lingkungan, da personal higine yang memadai, Pemberian penyuluhan tentang perilaku hidup bersih dan sehat dapat meningkatkan kesadaran masyarkat untuk berperilaku bersih dan sehat.

2.1.7

2.2

Komplikasi

Penanganan yang tidak adekuat stsu terlambat akan menyebabkan komplikasi di usus halus, diantaranya perdarahan, perforasi, dan

peritonitis. Pasien yang mengalami nyeri hebat juga dapat mengalami syok neurogenik. Komplikasi dapat menyebar di luar usus halus, misalnya bronkitis, kolelitiasis, peradangan pada meningen, dan miokarditis ( Marni, 2016).

Konsep Asuhan Keperawatan

Asuhan keperawatan pada Demam Tifoid meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, evaluasi.

2.2.1 Pengkajian

Pengkajian merupakan suatu tahap yang sistemastis dalam mengumpulkan data agar dapat mengindentifikasi, mengenali masalah- masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan pasien baik fisik, mental, sosial, dan lingkungan (Carpenit Dan Moyet 2007).

Fokus pengkajian pada anak dengan Demam tifoid menurut (Marni, 2016) meliputi:

1. Pengkajian

1) Idenditas pasien/biodata

Meliputi nama lengkap, jenis kelamin, tempat tinggal, tanggal lahir, umur, asal.

2) Keluhan utama

Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien dengan demam tifoid untuk meminta pertolongan kesehatan adalah lemas, tidak

nafsu makan. Tidak bergairah untuk beraktifitas dan peningkatan suhu tubuh/demam.

3) Riwayat penyakit sekarang

Sejak kapan mulai demam, mulai merasakan tidak berselera makan, mual, muntah, lemas, apakah terdapat pembesaran hati dan limpa, apakah gangguan kesadaran, apakah terdapat komplikasi misalnya perdarahan, perforasi, peritonitis, dan sebgainya. 4) Riwayat kesehatan masa lalu

Pengkajian diarahkan pada waktu sebelumnya apakah sebelumnya pernah menderita penyakit yang sama, apakah anggota keluarga juga pernah sakit yang sama, apakah sebelumnya anak pernah sakit, apakah sampai dirawat dan sakit apa.

5) Riwayat nutrisi

Anak dengan demam tifoid sering lemas,mual dan muntah, tidak nafsu makan

6) Pemeriksaan fisik a. Keadaan umum

a) Baik, sadar (apatis, somnolen)

b) Penyakit berat (stupor, koma, gelisah) b. Berat badan

Anak yang mengalami demam dengan dehidrasi biasanya mengalami penurunan berat badan.

c. Kulit

b. Suhu: pada hipertermi kulit terbakar panas akan tetapi setelah hipertermi teratasi kulit anak teraba dingin. c. Turgor: menurun pada dehidrasi

d. Mata

Anak yang demam tanpa dehidrasi bentuk kepala normal. Bila dehidrasi ringan/sedang kelopak mata cekung. Sedangkan dehidrasi berat kelopak mata sangat cekung.

e. Mulut dan lidah

terdapat nafas yang berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah pecah, lidah tertutup selaput putih kotor, sementara ujung dan tepinya berwarna kemerahan.

f. Abdomen : dapat ditemukan keadaan perut kembung, bisa terjadi konstipasi, diare atau normal

g. Hati dan limfe : membesar disertai dengan nyeri pada perabaan 2.2.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan keputusan klinik tentang respon individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan yang aktual atau potensial, dimana berdasarkan pendidikan dan pengalamannya, perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga, menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah status kesehatan pasien (Herdman, 2012).

Menurut Marni (2016), diagnosa keperawatan pada pasien degan Demam Tifoid yaitu sebagai berikut:

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan yang kurang.

3. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kurangnya asupan cairan dan peningkatan suhu tubuh.

4. Gangguan pola defekasi : diare berhubungan dengan proses peradangan pada dinding usus halus

5. Nyeri akut berhubungan dengan injuri biologis kerusakan jaringan 2.2.3 Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan adalah suatu proses didalam pemecahan masalah yang merupakan keputusan awal tentang sesuatu apa yang akan dilakukan, bagaimana dilakukan, kapan dilakukan, siapa yang melakukan dari semua tindakan keperawatan (Dermawan, 2012).

Menurut Marni (2016), perencanaan keperawatan pada pasien dengan Demam Tifoid yaitu:

1. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi Kriteria hasil:

a) Suhu tubuh anak dalam rentang norrmal 36-37,5 o C b) Tekanan darah, nadi, dalam batas normal

c) Tidak adatanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik, membrane mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan. Intervensi:

Fever treatment:

a) Monitor suhu sesering mungkin b) Monitor IWL

c) Monitor warna dan suhu kulit d) Monitor vital sign

e) Monitor tingkat kesadaran f) Monitor input dan output

g) Kolaborasi pemberian antipiretik

h) Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam i) Selimuti pasien

j) Lakukan tepid sponge

k) Kolaborasi dengan dokter mengenai pemberian cairan intravena sesuai program

l) Kompres pasien pada lipat paha dan aksila m) Tingkatkan sirkulasi udara

n) Berikan pengobatan untuk mencegah terjadinya mengigil o) Pertahankan catatan intake dan output yang akurat

p) Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi adequate, tekanan darah ortostatik)

q) Monitor vital sign

r) Monitor masukan makanan atau cairan dan hitung intake kalori harian

Temperature Regulation:

a) Monitor suhu minimal tiap 2 jam

b) Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu c) Monitor TD, Nadi, RR

e) Monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi f) Tingkatkan intake cairan dan nutrisi

g) Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh h) Ajarkan pada pasien untuk mencegah keletihan akibat panas i) Diskusikan pentingnya tentang pengaturan suhu dan kemungkinan

efek negatif dari kedinginan

j) Ajarkan indikasi dari hipotermi dan penanganan yang diperlukan k) Berikan antipiretiknjika perlu

Vital Sign Monitoring:

a) Monitor TD, Suhu, Nadi, RR

b) Catat adanya fluktuasi tekanan darah

c) Monitor VS saat pasien duduk, berbaring dan berdiri d) Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan

e) Monitor TD, Nadi, RR sebelum, selama dan sesudah aktivitas f) Monitor kualitas dari nadi

g) Monitor frekuensi dan irama pernafasan h) Monitor suara paru

i) Monitor pola pernapasan abnormal

j) Monitor suhu, warna dan kelembaban kulit k) Monitor sianosis perifer

l) Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik).

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan yang kurang.

Kriteria hasil:

a) Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan b) Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan

c) Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi d) Tidak ada tanda-tanda malnutrisi

e) Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti Intervensi:

Nutrition management: a) Kaji adanya alergi makanan

b) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien

c) Anjurkan pasien untuk meningkatkan tingkat Fe

d) Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C e) Berikan substansi gula

f) Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi

g) Berikan makanan yang terpilih (sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)

h) Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian i) Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori

j) Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi

k) Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan

Nutrition monitoring:

a) BB pasien dalam batas normal

b) Monitor adanya penurunan berat badan

c) Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan d) Monitor interaksi anak atau orang tua selama makan e) Monitor lingkungan selama makan

f) Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan g) Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi

h) Monitor turgor kulit

i) Monitor kekeringan, rambut kusam dan mudah patah j) Monitor mual dan muntah

k) Monitor kadar albumin, total protein, Hb dan kadar Ht l) Monitor makanan kesukaan

m) Monitor pertumbuhan dan perkembangan

n) Monitor pucat, kemerahan dan kekeringan jaringan konjungtiva o) Monitor kalori dan intake nutrisi

p) Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oral

q) Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet

3. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kurangnya asupan cairan dan peningkatan suhu tubuh.

Kriteria hasil :

a) Mempertahankan urine output sesuai dengan usia, BB, BJ urine normal dan HT normal.

b) Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal c) Tidak adatanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik,

membrane mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan. Intervensi:

Fluid management:

a) Timbang popok/pembalut jika diperlukan

b) Pertahankan catatan intake dan output yang akurat

c) Monitor status hidrasi (kelembaban membrane mukosa, nadi adequate, tekanan darah ortostatik)

d) Monitor vital sign

e) Monitor masukan makanan atau cairan dan hitung intake kalori harian

f) Kolaborasikan pemberian cairan intravena g) Monitor status nutrisi

h) Dorong masukan oral

i) Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul memburuk j) Atur kemungkinan tranfusi

k) Persiapan untuk tranfusi Hypovolemia management :

a) Monitor status cairan termasuk intake dan output cairan b) Pelihara IV line

c) Monitor tingkat Hb dan hematrokit d) Monitor tanda vital

f) Monitor berat badan

g) Dorong pasien untuk menambah intake oral

h) Pemberian cairan intravena, monitor adanya tanda dan gejala kelebihan volume cairan

i) Monitor adanya tanda gagal ginjal

4. Gangguan pola defekasi : diare berhubungan dengan proses peradangan pada dinding usus halus

Kriteria hasil:

a) Feses berbentuk, BAB sekali sehari-3 hari b) Menjaga daerah sekitar rectal dari iritasi c) Tidak mengalami diare

d) Menjelaskan penyebab diare dan rasional tindakan e) Memepertahankan turgor kulit

Intervensi:

Diarhea Management:

a) Evaluasi efek samping pengobatan terhadap gastrointestinal b) Ajarkan pasien untuk menggunakan obat anti diare

c) Instruksikan pasien dan keluarga untuk mencatat warna, jumlah, frekuensi, dan konsistensi dari feses

d) Evaluasi intake makanan yang masuk e) Identifikasi faktor penyebab dari diare f) Observasi turgor kulit secara rutin g) Ukur diare/keluaran BAB

i) Instruksikan pasien untuk makan rendah serat, tinggi protein, tinggi kalori jika memungkinkan

j) Ajarkan untuk menghindari laksative k) Ajarkan teknik menurunkan stress l) Monitor persiapan makanan yang aman

5. Nyeri akut berhubungan dengan injuri biologis kerusakan jaringan Kriteria hasil:

a) Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri dan mampu mengghunakan teknik non farmakologi untuk mngatasi nyeri b) Melaporkan bahwa nyeri berkurang menggunakan managemen

nyeri

c) Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi, dan tanda nyeri)

d) Menyatakan nyaman setelah nyeri berkurang e) Tanda vital dalam rentang normal

f) Tidak mengalami gangguan tidur Intervensi:

Pain control:

a) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif, termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, frekuensi kualitas

b) Observasi reaksi non verbal dan ketidaknyamanan

c) Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan

d) Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan

e) Kurangi faktor presipitasi nyeri

f) Kaji tipe dan sumber untuk menentuykan intervensi g) Tingkatkan istirahat

h) Berikan informasi tentang penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan prosedur

i) Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian anlgesik pertama kali.

BAB III

Dokumen terkait