• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK YANG MENGALAMI DEMAM TIFOID DENGAN HIPERTERMIA DI RUANG MENUR RSUP Dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK YANG MENGALAMI DEMAM TIFOID DENGAN HIPERTERMIA DI RUANG MENUR RSUP Dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK YANG

MENGALAMI DEMAM TIFOID DENGAN HIPERTERMIA DI

RUANG MENUR RSUP Dr. SOERADJI TIRTONEGORO

KLATEN

DISUSUN OLEH:

RENI AYUSTIKA

P. 14040

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA

SURAKARTA

(2)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK YANG

MENGALAMI DEMAM TIFOID DENGAN HIPERTERMIA

DI RUANG MENUR RSUP Dr. SOERADJI TIRTONEGORO

KLATEN

Karya Tulis Ilmiah

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Dalam Menyelesaikan Program Diploma Tiga Keperawatan

DISUSUN OLEH:

RENI AYUSTIKA

P. 14040

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA

SURAKARTA

2017

(3)
(4)

Sebuah cita – cita akan menjadi kesuksesan, jika kita awali dengan bekerja untuk mencapainya.

Bukan hanya impian.

(5)
(6)
(7)
(8)

berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Anak yang Mengalami Demam Tifoid Dengan Hipertermia Di Ruang Menur RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten”.

Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat

bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat:

1. Wahyu Rima Agustin, S.Kep., Ns., M.Kep, selakuketuaSTIKesKusumaHusada

Surakarta yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta.

2. Meri Oktariani, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku Ketua Program Studi D3 Keperawatan sekaligus sebagai dosen pembimbing dan penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaannya mandalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.

3. Erlina Windyastuti, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku Sekretaris Program Studi D3Keperawatan yang telah memberikan kesempatan dan arahan untuk dapat menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta.

4. Nurul Devi A, S.Kep., Ns, M.Kep selaku dosen penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi,

(9)

5. perasaaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.

6. Semuadosen Program Studi D3Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya serta ilmu yang bermanfaat.

7. Kedua orangtuaku, yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan semangat, kepercayaan, kasih sayang, nasihat dan dukungan dalam segala bentuk serta atas do’anya selama ini yang tidak terbalas oleh apapun untuk menyelesaikan pendidikan.

8. Kakakk udan orang yang kusayangi yang selalu memberikan semangat, do’a dan dukungan dalam setiap proses yang di lalui penulis.

9. Teman-teman Mahasiswa Program Studi D3 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu- persatu, yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual. Semoga

laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu keperawatan dan kesehatan. Amin.

10. Rumah Sakit RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten yang telah memberikan ijin sebagai lahan penelitian studi kasus dan memberikan banyak pengalaman selama waktu penelitian.

Surakarta, 26 Juli 2017

Penulis

(10)

DAFTAR ISI

halaman HALAMAN JUDUL ... SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... MOTTO ... LEMBAR PERSETUJUAN ... LEMBAR DEWAN PENGUJI ... LEMBAR PENGESAHAN ... KATA PENGANTAR ... DAFTAR ISI ... DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR LAMPIRAN ... BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1.2 Batasan Masalah... 1.3 Rumusan Masalah ... 1.4 Tujuan ... 1.4.1 Tujuan Umum ... 1.4.2 Tujuan Khusus... 1.5 Manfaat ... 1.5.1 Teoritis ... 1.5.2 Praktis ... BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit Demam Tifoid ... 2.1.1 Definisi Demam Tifoid ... 2.1.2 Etiologi Demam Tifoid ... 2.1.3 Manifestasi Klinis Demam Tifoid ... 2.1.4 Patofisiologi Demam Tifoid ... 2.1.5 Pathway Demam Tifoid ... 2.1.6 Pemeriksaan Penunjang Demam Tifoid ... 2.1.7 Penatalaksanaan Medis Demam Tifoid ...

ix i ii iii iv v vi vii ix xii xiii 1 6 6 6 6 7 7 7 8 9 9 9 10 11 12 13 13

(11)

2.1.8 Komplikasi Demam Tifoid... 15 2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Demam Tifoid...

2.2.1 Pengkajian Asuhan Keperawatan ... 2.2.2 Diagnosa Keperawatan ... 2.2.3 Rencana Keperawatan ... BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian ... 3.2 Batasan Istilah ... 3.3 Partisipan ... 3.4 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 3.5 Pengumpulan Data ... 3.6 UjiKeabsahan Data... 3.7 Analisa Data ... BAB IV HASIL

4.1 Hasil ... 4.1.1 Gambaran Lokasi Pengambilan Data ...

4.1.2 Pengkajian ... 4.1.3 Analisa Data ... 4.1.4 Prioritas Diagnosa Kperawatan... 4.1.5 Rencana Keperawatan ... 4.1.6 Implementasi Keperawatan ... 4.1.7 Evaluasi Keperawatan ... BAB V PEMBAHASAN 5.1 Pengkajian ... 5.2 Diagnosa Keperawatan... 5.3 Intervensi Keperawatan ... 5.4 Implementasi Keperawatan ... 5.5 Evaluasi ... BAB VI Kesimpulan Dan Saran

6.1 Kesimpulan ... 6.1.1 Pengkajian Keperawatan ... x 15 15 17 18 27 27 28 28 29 34 35 38 38 38 51 53 53 55 57 62 66 67 68 72 76 76

(12)

6.1.2 Diagnosa Keperawatan ... 6.1.3 Intervensi Keperawatan ... 6.1.4 Implementasi Keperawatan ... 6.1.5 Evaluasi Keperawatan ... 6.2 Saran ... DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xi 76 77 77 77 78

(13)
(14)

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 2. Lembar Konsultasi KTI

Lampiran 3. Lembar Konsultasi Asuhan Keperawatan Lampiran 4. Ashuan Keperawatan

Lampiran 5. Lembar Audience Lampiran 6. Jurnal

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Demam Tifoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran cerna, dengan gejala demam kurang lebih dari satu minggu, ganguan pada pencernaan, dan gangguan kesadaran (Sodikin 2011). Penyakit ini menyerang pada usus halus dan terkadang pada aliran darah. Dalam masyarakat penyakit ini sering dikenal dengan nama Tipes atau Thypus (Zulkoni, 2010). Demam Tifoid merupakan demam enterik. Demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi. Basil tifoid yanggejala utama pada demam tifoid adalah panas tinggi terus menerus selama 2 minggu. Demam lebih dari tujuh hari adalah gejala yang paling menonjol (Widoyono 2008)

Terjadinya Demam Tifoid ditandai dengan gejala demam dan diare mual, nyeri perut, dan sakit kepala. Hal ini terutama bila demam telah berlangsung selama 7 hari atau lebih dan penyakit lain sudah disisihkan (Sodikin 2011). Penularan penyakit ini biasanya terjadi karena

kontaminasi makanan dan minuman dengan rute fekal-oral. Penyakit ini banyak terjadi di masyarakat yang kumuh, lingkungan padat, peyediaan air bersih yang tidak adekuat, dan sanitasi yang buruk, serta higine masing- masing penduduknya kurang memadai dan tidak memenuhi syarat kesehatan (Marni,2016). Mekanisme masuknya kuman diawali dengan infeksi yang terjadi pada saluran pencernaan, basil diserap oleh usus

(16)

melalui pembuluh limfe lalu masuk ke dalam peredaran darah sampai di organ-organ lain, terutama hati dan limpa. Basil yang tidak dihancurkan berkembang biak dalam hati dan limpa sehingga organ-organ tersebut akan membesar disertai dengan rasa nyeri pada perabaan, kemudian basil masuk kembali ke dalam darah (bakterimia) dan menyebar keseluruh tubuh terutama ke dalam kelenjar limfoid usus halus, sehingga menimbulkan tukak berbentuk lonjong pada mukosa atas plak peyeri tukak tersebut dapat menimbulkan perdarahan dan perforasi usus. Gejala demam disebabkan oleh endotoksin, sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan oleh kelainan usus (Sodikin 2011).

Berdasarkan WHO penyakit menular ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dengan jumlah kasus sebanyak 22 juta pertahun di dunia dan menyebabkan 3l6.000-600.000 kematian. Studi yang dilakukan di daerah urban di beberapa asia pada anak usia 5-l5 tahun bahwa insiden biakan darah positif mencapai l80-l94 per l00.000 anak, di Asia selatan pada usia 5-l5 tahun sebesar 400-500 per l00.000 penduduk, di Asia tenggara l00-duarratus per l00.000 penduduk, dan di Asia timur laut kurang dari l00 kasus per l00.000 penduduk. Komplikasi serius dapat terjadi hingga l0% khususnya pada individu yang menderita tifoid lebih dari dua minggu dan tidak dapat pengobatan yang adekuat. Case Fatality Rate (CFR) diperkirakan 1–4% dengan rasio 10 kali lebih tinggi pada anak usia lebih tua (4%) dibandingkan anak usia ≤4 tahun (0,4%). Pada

kasus yang tidak mendapatkan pengobatan, CFR dapat meningkat hingga 20% (Purba et al, 2015).

(17)

Demam Tifoid masih merupakan penyakit endemik di Indonesia dengan angka kejadian yang masih tinggi serta merupakan masalah kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan kesehatan lingkungan dan sanitasi yang buruk. Demam Tifoid juga merupakan salah satu penyakit menular penyebab kematian di Indonesia (6% dengan n = l.080, khusus pada kelompok usia 5-l4 tahun tipoid merupakan l3% penyebab kematian pada kelompok tersebut. Penegakkan diagnosis pada anak juga menjdai tantangan bagi dokter. Demam Tifoid merupakan penyebab demam yang umum pada anak dengan tanda dan gejala yang bervariasi di bandingkan dengan penderita Demam Tifoid dewasa (Ahmad el al, 2016).

Berdasarkan data yang diperoleh Dinas kesehatan Provinsi Jawa tengah berdasarkan sistem surveilans terpadu beberapa penyakit terpilih pada tahun 2015 penderita Demam Tifoid ada 44.422 penderita, termasuk urutan ketiga dibawah diare dan TBC selaput otak, sedangkan pada tahun 2016 jumlah penderita Demam Tifoid meningkat menjadi 46.142

penderita. Hal ini menunjukan bahwa kejadian demam tifoid di Jawa tengah termasuk timggi (Dinkes Prov Jateng, 2015)

Dalam pengkajian awal pada kasus Demam Tifoid, keluhan utama yang ditemukan pada anak yaitu panas. Penulis juga memaparkan Demam pada anak dibutuhkan perlakuan dan penanganan tersendiri yang berbeda bila dibandingkan dengan orang dewasa. Hal ini dikarenakan, apabila tindakan dalam mengatasi demam tidak tepat dan lambat maka akan mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan anak terganggu. Demam dapat membahayakan keselamatan anak jika tidak ditangani dengan cepat

(18)

dan tepat akan menimbulkan komplikasi lain seperti, hipertermi, kejang dan penurunan kesadaran (Maharani, 2011). Demam yang mencapai suhu 41°C angka kematiannya mencapai 17%, dan pada suhu 43°C akan koma dengan kematian 70%, dan pada suhu 45°C akan meninggal dalam beberapa jam (Said, 2014).

Berdasarkan penjelasan data diatas maka diagnosa keperawatan yangakan muncul pada kasus Demam Tifoid yaitu, hipertermi berhubungan dengan proses infeksi. Kemudian untuk tindakan keperawatan pada diagnosa hipertermi berhubungan dengan proses infeksi dengan pendapat Hamid (2016) yaitu kompres air hangat basah. Atau dengan tindakan lain yang digunakan untuk menurunkan panas adalah tepid sponge. Tepid sponge merupakan suatu prosedur untuk meningkatkan kontrol kehilangan panas melalui evaporasi dan konduksi, yang biasanya dilakukan pada anak yang mengalami demam tinggi. Tujuan dilakukan tindakan tepid sponge yaitu untuk menurunkan suhu tubuh pada pasien yang mengalami hipertermia (Hidayati , 2014)

Penanganan terhadap demam dapat dilakukan dengan tindakan farmakologis dan non farmakologis maupun kombinasi keduanya. Tindakan farmakologis yaitu memberikan obat antipiretik. Sedangkan tindakan non farmakologi yaitu tindakan penurunan panas seperti

memberikan minuman yang banyak, ditempatkan dalam ruangan bersuhu normal, menggunakan pakaian yang tebal, dan memberikan kompres (Kania, 2007)

(19)

Menurut penelitian (Hamid dkk 2011) salah satu perawatan hipertermi dapat diberikan tindakan kompres hangat pada daerah axilla.Pemberian kompres hangat pada axilla (ketiak) sebagai daerah dengan letak pembuluh darah besar merupakan upaya memberikan rangsangan pada area preoptik hipotalamus agar menurunkan suhu tubuh (Hamid dkk, 2011). Berdasarkan hasil penelitiannya teknik pemberian kompres hangat pada axilla lebih efektif terhadap penurunan suhu tubuh dibandingkan dengan teknik pemberian kompres hangat pada dahi.

Menurut penelitian (Reiga, 2010) perawatan hipertermi dengan caratepid sponge menggunakan kompres blokterhadap penurunan suhu tubuh. Hasil penelitian dari (Reiga, 2010) tepid sponge menggunakan kompres blok ini lebih efektif menurunkan suhu tubuh anak dengan demam dibandingkan dengan kompres air hangat, disebabkan tepid sponge menggunakan proses kompres blok langsung yang di beberapa tempat yang memiliki pembuluh darah besar, selain itu masih ada perlakuan tambahan yaitu dengan memberikan seka di beberapa area tubuh namun dengan kompres blok langsung di berbagai tempat akan memfasilitasi penyampaian sinyal ke hipotalamus dengan lebih gencar. Selain itu

pemberian seka akan mempercepat pelebaran pembuluh darah perifer yang akan memfasilitasi perpindahan panas dari tubuh ke lingkungan sekitar dan dapat mempercepat penurunan suhu tubuh

Berdasarkan masalah diatas Hipertermi adalah suatu masalah yang harus segera dipenuhi, maka apabila terjadi demam harus segera diatasi. Demam yang tidak diatasi atau berkepanjangan akan menyebabkan kejang

(20)

demam pada anak, dehidrasi bahkan terjadi syok dan gangguan tumbuh kembang pada anak. Anak adalah suatu individu yang menarik dan unik, anak dilahirkan untuk melakukan regenerasi baik di dalam keluarga maupun untuk bangsa sehingga tumbuh kembang anak harus diperhatikan.

Dari latar belakang tersebut, penulis tertarik melakukan pengelolaan kasus keperawatan dalam bentuk Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Anak yang mengalami Demam Tifoid dengan hipertermia Di Ruang Menur RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten”.

1.2

1.3

1.4

Batasan Masalah

Masalah pada studi kasus ini dibatasi pada Asuhan Keperawatan pada klien dengan diagnosa medis Demam Tifoid Di Ruang MenurRSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten.

Rumusan Masalah

Bagaimanakah Asuhan Keperawatan pada Anak dengan diagnosa medis Demam Tifoid Di Ruang Menur RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten Tujuan

Tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini, antara lain sebagai berikut : 1.4.1 Tujuan Umum

Melaksanakan Asuhan Keperawatan pada Anak dengan diagnosa medis Demam Tifoid Di Ruang Menur RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten

(21)

1.4.2

1.5 Manfaat 1.5.1

Tujuan Khusus

a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada anak dengan

Demam Tifoid Di Ruang Menur RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten.

b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada anak dengan Demam Tifoid Di Ruang Menur RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten.

c. Penulis mampu menyusun intervensi pada anak dengan Demam Tifoid Di Ruang Menur RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. d. Penulis mampu melakukan implementasi pada anak dengan

Demam Tifoid Di Ruang Menur RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten.

e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada anak dengan Demam Tifoid Di Ruang Menur RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten.

Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kepustakaan yang memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan ilmu kesehatan serta teori- teori kesehatan khususnya dalam upaya penerapan asuhan keperawatan pada anak dengan Demam Tifoid

(22)

1.5.2 Manfaat Praktis

1. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai tambahan informasi dan bahan kepustakaan dalam pemberian asuhan keperawatan pada anak dengan Demam Tifoid.

2. Bagi Tenaga Kesehatan Rumah Sakit

Karya tulis ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan dan bahan referensi untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan yang diberikan pada klien dengan Demam Tifoid 3. Bagi Penulis

Menambah pengetahuan peneliti tentang masalah keperawatan dengan Demam Tifoid dan merupakan suatu pengalaman baru bagi penulis atas informasi yang diperoleh selama penelitian. 4. Bagi Klien Dan Keluarga

Memberi pengetahuan kepada keluarga supaya keluarga dapar mengetahui gambaran umun pada anak dengan Demam Tifoid serta perawatan yang benar bagi klien supaya mendapatkan perawatan yang tepat dalam keluarganya.

(23)

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 2.1.1 2.1.2 Konsep Penyakit Definisi

Demam Tifoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran cerna, dengan gejala demam kurang lebih satu minggu, gangguan pada pencernaan, dan gangguan kesadaran (Sodikin 2011 ). Penyakit Demam Tifoid merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus yang disebabkan oleh salmonella typhosa dan hanya terdapat pada manusia (Marni, 2016).

Menurut pendapat Rampengen (2007), kuman Salmonella Typhosa mempunyai 3 macam antigen. Salmonella typhosa yang juga dikenal dengan nama salmonella typhi merupakan mikrorganisme patogen yang berada di jaringan limfatik usus halus, hati, limpa, dan aliran darah terinfeksi. Kuman ini berupa Gram negatif yang akan nyaman

hidupndalam suhu tubuh manusia. Kuman ini akan mati pada suhu 70 derajat celcius dan dengan pemberian antiseptik. Masa inkubasi penyakit ini antara 7-20 hari. Namun ada juga yang memiliki masa inkubasi paling pendek yaitu 3 hari, dan paling panjang yaitu 60 hari (Marni, 2016). Etiologi

Penyebab penyakit ini adalah jenis Salmonella Typhosa, kuman ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1) Basil gram negatif yang bergerak dengan bulu getar dan tidak berspora

(24)

2) Memiliki paling sedikit 3 macam antigen, yaitu antigen O (somatik yang terdiri atas zat kompleks lipopolisakarida), antigen H (flagella, dan antigen Vi. Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium pasien, biasanya terdapat zat anti terhadap ketiga macam antigen tersebut (Sodikin, 2011).

2.1.3 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis Demam Tifoid adalah sebagai berikut:

1. Demam tinggi kurang lebih satu minggu disertai nyeri kepala hebat dan gangguan saluran pencernaan, bahkan ada yang sampai

mengalami gangguan kesadaran. Pada anak yang mengalami demam tinggi dapat terjadi kejang demam.

2. Gangguan pencernaan yang terjadi pada pasien demam tifoid yaitu mual, muntah, nyeri ulu hati, perut kembung, anoreksia, lidah tifoid (kotor, bagian belakang tampak putih pucat dan tebal, serta bagian ujung dan tepi kemerahan)..

3. Dapat terjadi diare dan konstipasi.

4. Gangguan kesadaran juga dapat terjadi pada pasien demam tifoid yaitu apatis dan somnolen

5. Pada minggu kedua dapat terjadi roseola. Roseola merupakan bintik kecil kemerahan yang hilang dengan penekanan. Roseola ini terdapat pada daerah perut, dada, dan kadang bokong.

6. Pembesaran limpa terjadi pada akhir minggu pertama, tidak progresif dengan konsistensi yang lebih lunak

(25)

7. Pada anak berusia di bawah 2 tahun, tanda dan gejala yaitu demam tinggi mendadak, disertai muntah, kejang, dan tanda rangsangan meningeal (Marni, 20l6).

2.1.4 Patofisiologi

Kuman Salmonella Typhosa masuk ke saluran pencernaan,

khususnya usus halus bersama makanan, melalui pembuluh limfe. Kuman ini masuk atau menginvasi jaringan limfoid mesenterika. Disini akan terjadi nekrosis dan peradangan. Kuman yang berada pada jaringan limfoid tersebut masuk ke peredaran darah menuju hati dan limpa.Kemudian, kembali ke usus halus dan kuman mengeluarkan endotoksin yang dapat menyebabkan reinfeksi di usus halus. Kuman akan berkembang biak di sini. Kuman Salmonella Typhosa dan endotoksin merangsang sisntesis dan pelepasan pirogen yang akhirnya beredar di darah dan mempengaruhi pusat termoregulator di hipotalamus yang menimbulkan gejala demam. Kuman menyebar ke seluruh tubuh melalui sistem peredaran darah serta dapat menyebabkan terjadinya tukak mukosa yang mengakibatkan perdarahan dan perforasi. Komplikasi biasanya terjadi pada usus halus, namun hal tersebut jarang terjadi.Apabila komplikasi ini terjadi pada seorang anak, maka dapat berakibat fatal. Gangguan pada usus halus berupa perdarahan usus, apabila perdarahan terjadi dalam jumlah sedikit perdarahan tersebut hanya dapat ditemukan jika dilakukan pemeriksaan feses, jika perdarahn banyak maka dapat terjadi melena, yang kedua yaitu perforasi yang tidak disertai peritomitis hanya dapat ditemukan apabila terdapat udara di rongga peritonium, yang ketiga peritonitis biasanya menyertai perforasi, yang keempat komplikasi di luiar usus yaitu meningitis, kolesistis, ensefelopati (Marni, 2016).

(26)

2.1.4 Pathway

Salmonella typhosa

Anoreksia, Mual Masuk ke dalam saluran

muntah pencernaan (usus halus)

Nekrosis Menginvasi jaringan limfoid

Peradangan Masuk peredaran darah

Nyeri akut Hati Limpa Keluar Kembali ke usus Ketidakseimbang an Nutrisi kurang dari kebutuhan Gangguan pola defekasi Pelepasan endotoksin halus (berkembang biak) Reinfeksi usus Kuman dan endotoksin halus Merangsang sintesis Pelepasan pirogen

Mempengaruhi pusat Hipertermi Beredar dalam darah

termoregulator Menyebar ke seluruh Perdarahan

Tukak mukosa tubuh

Perforasi

Gambar 2.1.6 Pathway

(Marni 2016; Ngastiyah 2007; Sodikin 2011)

Resiko kekuran gan volume cairan

(27)

2.1.5

2.1.6

Pemeriksaan Penunjang

Sarana laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis Demam Tifoid secara garis besar di golongkan dalam tiga kelompok yaitu : 1. Isolasi kumam penyebab Demam Tifoid, Salmonella Typhi melalui

biakan kuman dari spesimen seperti darah, sumsum tulang, urine, tinja, dan cairan duodenum.

2. Pemeriksaan pelacak DNA kuman S.Typhi.

3. Tes serologis untuk mendeteksi antibodi terhadap antigen Samonella Typhi dan menentukan terdapatnya antigen spesifik Salmonella Typhi (Herry Garna, 2012).

Penatalaksanaan Medis

Menurut pendapat (Marni, 2016), penatalaksanaan yang dpat diberikan pada anak dengan Demam Tifoid:

1) Terapi suportif,simptomatis, dan pemberian antibiotik jika sudah ditegakkan diagnosis.pasien harus istirahat selama 5-7 hari. Selain itu pengawaan ketat perlu dilakukan agar tidak terjadi komplikasi yang berbahaya. Pasien boleh bergerak sewajarnya, misalnya ke kamar mandi, duduk di teras, mandi sendiri, dan makan sendiri, yang prinsipnya adalah tidak melakukan aktivitas berat yang membutuhkan banyak energi.

2) Pengaturan pola makan sangat penting pada penyakit ini mengingat organ yang terganggu yaitu sistem pencernaan, khususnya usus halus. Jika pasien tidak sadar maka dpat diberikan makanan cair dengan menggunakan sonde lambung, jika pasien sadar, maka

(28)

pemberian makanan bisa dimulai dari bubur saring. Jika kondisi pasien sudah membaik, maka ditingkatkan makanannya menjadi bubur kasar, dan jika sudah normal, maka dapat diberikan nasi biasa. Susu diberikan 2 gelas sehari.

3) Obat diberikan secara simptomatis, misalnya pada pasien yang mual dapat diberikan antiemetik, pada pasien yang demam dapat

diberikan antipiretik, dan boleh ditambahkan vitamin. Obat yang paling efektif mengatasi infeksi ini yaitu kloramfenikol yang diberikan dengan dosis 50-00 mg/kg/BB/hari. Selain itu juga dapat dilakukan kompres air dingin biasa tanpa es di daerah ketiak, leher, maupun selakangan.

4) Pemberian antibiotik jika diagnosis sudah ditegakkan. Antibiotik yang dapat mengatasi penyakit demam tifoid yang sering kali digunakan yaitu kloramfenikol, kotrimoksazol, ampisilin, amoksilin, dan seftriaxon.

5) Untuk mencegah terjadinya demam tipoid, perlu diberikan kombinasi vaksin. Vaksin yang sering diberikan yaitu vaksin Salmonella typhosa yang dimatikan dan vaksin dari strain

Salmonella yang dilemahkan. Pemberian vaksin ini diulang setiap 3 tahun.

6) Penyediaan air bersih yang adekuat, sanitasi lingkungan, da personal higine yang memadai, Pemberian penyuluhan tentang perilaku hidup bersih dan sehat dapat meningkatkan kesadaran masyarkat untuk berperilaku bersih dan sehat.

(29)

2.1.7

2.2

Komplikasi

Penanganan yang tidak adekuat stsu terlambat akan menyebabkan komplikasi di usus halus, diantaranya perdarahan, perforasi, dan

peritonitis. Pasien yang mengalami nyeri hebat juga dapat mengalami syok neurogenik. Komplikasi dapat menyebar di luar usus halus, misalnya bronkitis, kolelitiasis, peradangan pada meningen, dan miokarditis ( Marni, 2016).

Konsep Asuhan Keperawatan

Asuhan keperawatan pada Demam Tifoid meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, evaluasi.

2.2.1 Pengkajian

Pengkajian merupakan suatu tahap yang sistemastis dalam mengumpulkan data agar dapat mengindentifikasi, mengenali masalah- masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan pasien baik fisik, mental, sosial, dan lingkungan (Carpenit Dan Moyet 2007).

Fokus pengkajian pada anak dengan Demam tifoid menurut (Marni, 2016) meliputi:

1. Pengkajian

1) Idenditas pasien/biodata

Meliputi nama lengkap, jenis kelamin, tempat tinggal, tanggal lahir, umur, asal.

2) Keluhan utama

Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien dengan demam tifoid untuk meminta pertolongan kesehatan adalah lemas, tidak

(30)

nafsu makan. Tidak bergairah untuk beraktifitas dan peningkatan suhu tubuh/demam.

3) Riwayat penyakit sekarang

Sejak kapan mulai demam, mulai merasakan tidak berselera makan, mual, muntah, lemas, apakah terdapat pembesaran hati dan limpa, apakah gangguan kesadaran, apakah terdapat komplikasi misalnya perdarahan, perforasi, peritonitis, dan sebgainya. 4) Riwayat kesehatan masa lalu

Pengkajian diarahkan pada waktu sebelumnya apakah sebelumnya pernah menderita penyakit yang sama, apakah anggota keluarga juga pernah sakit yang sama, apakah sebelumnya anak pernah sakit, apakah sampai dirawat dan sakit apa.

5) Riwayat nutrisi

Anak dengan demam tifoid sering lemas,mual dan muntah, tidak nafsu makan

6) Pemeriksaan fisik a. Keadaan umum

a) Baik, sadar (apatis, somnolen)

b) Penyakit berat (stupor, koma, gelisah) b. Berat badan

Anak yang mengalami demam dengan dehidrasi biasanya mengalami penurunan berat badan.

c. Kulit

(31)

b. Suhu: pada hipertermi kulit terbakar panas akan tetapi setelah hipertermi teratasi kulit anak teraba dingin. c. Turgor: menurun pada dehidrasi

d. Mata

Anak yang demam tanpa dehidrasi bentuk kepala normal. Bila dehidrasi ringan/sedang kelopak mata cekung. Sedangkan dehidrasi berat kelopak mata sangat cekung.

e. Mulut dan lidah

terdapat nafas yang berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah pecah, lidah tertutup selaput putih kotor, sementara ujung dan tepinya berwarna kemerahan.

f. Abdomen : dapat ditemukan keadaan perut kembung, bisa terjadi konstipasi, diare atau normal

g. Hati dan limfe : membesar disertai dengan nyeri pada perabaan 2.2.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan keputusan klinik tentang respon individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan yang aktual atau potensial, dimana berdasarkan pendidikan dan pengalamannya, perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga, menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah status kesehatan pasien (Herdman, 2012).

Menurut Marni (2016), diagnosa keperawatan pada pasien degan Demam Tifoid yaitu sebagai berikut:

(32)

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan yang kurang.

3. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kurangnya asupan cairan dan peningkatan suhu tubuh.

4. Gangguan pola defekasi : diare berhubungan dengan proses peradangan pada dinding usus halus

5. Nyeri akut berhubungan dengan injuri biologis kerusakan jaringan 2.2.3 Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan adalah suatu proses didalam pemecahan masalah yang merupakan keputusan awal tentang sesuatu apa yang akan dilakukan, bagaimana dilakukan, kapan dilakukan, siapa yang melakukan dari semua tindakan keperawatan (Dermawan, 2012).

Menurut Marni (2016), perencanaan keperawatan pada pasien dengan Demam Tifoid yaitu:

1. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi Kriteria hasil:

a) Suhu tubuh anak dalam rentang norrmal 36-37,5 o C b) Tekanan darah, nadi, dalam batas normal

c) Tidak adatanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik, membrane mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan. Intervensi:

Fever treatment:

a) Monitor suhu sesering mungkin b) Monitor IWL

(33)

c) Monitor warna dan suhu kulit d) Monitor vital sign

e) Monitor tingkat kesadaran f) Monitor input dan output

g) Kolaborasi pemberian antipiretik

h) Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam i) Selimuti pasien

j) Lakukan tepid sponge

k) Kolaborasi dengan dokter mengenai pemberian cairan intravena sesuai program

l) Kompres pasien pada lipat paha dan aksila m) Tingkatkan sirkulasi udara

n) Berikan pengobatan untuk mencegah terjadinya mengigil o) Pertahankan catatan intake dan output yang akurat

p) Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi adequate, tekanan darah ortostatik)

q) Monitor vital sign

r) Monitor masukan makanan atau cairan dan hitung intake kalori harian

Temperature Regulation:

a) Monitor suhu minimal tiap 2 jam

b) Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu c) Monitor TD, Nadi, RR

(34)

e) Monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi f) Tingkatkan intake cairan dan nutrisi

g) Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh h) Ajarkan pada pasien untuk mencegah keletihan akibat panas i) Diskusikan pentingnya tentang pengaturan suhu dan kemungkinan

efek negatif dari kedinginan

j) Ajarkan indikasi dari hipotermi dan penanganan yang diperlukan k) Berikan antipiretiknjika perlu

Vital Sign Monitoring:

a) Monitor TD, Suhu, Nadi, RR

b) Catat adanya fluktuasi tekanan darah

c) Monitor VS saat pasien duduk, berbaring dan berdiri d) Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan

e) Monitor TD, Nadi, RR sebelum, selama dan sesudah aktivitas f) Monitor kualitas dari nadi

g) Monitor frekuensi dan irama pernafasan h) Monitor suara paru

i) Monitor pola pernapasan abnormal

j) Monitor suhu, warna dan kelembaban kulit k) Monitor sianosis perifer

l) Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik).

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan yang kurang.

(35)

Kriteria hasil:

a) Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan b) Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan

c) Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi d) Tidak ada tanda-tanda malnutrisi

e) Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti Intervensi:

Nutrition management: a) Kaji adanya alergi makanan

b) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien

c) Anjurkan pasien untuk meningkatkan tingkat Fe

d) Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C e) Berikan substansi gula

f) Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi

g) Berikan makanan yang terpilih (sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)

h) Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian i) Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori

j) Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi

k) Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan

(36)

Nutrition monitoring:

a) BB pasien dalam batas normal

b) Monitor adanya penurunan berat badan

c) Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan d) Monitor interaksi anak atau orang tua selama makan e) Monitor lingkungan selama makan

f) Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan g) Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi

h) Monitor turgor kulit

i) Monitor kekeringan, rambut kusam dan mudah patah j) Monitor mual dan muntah

k) Monitor kadar albumin, total protein, Hb dan kadar Ht l) Monitor makanan kesukaan

m) Monitor pertumbuhan dan perkembangan

n) Monitor pucat, kemerahan dan kekeringan jaringan konjungtiva o) Monitor kalori dan intake nutrisi

p) Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oral

q) Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet

3. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kurangnya asupan cairan dan peningkatan suhu tubuh.

Kriteria hasil :

a) Mempertahankan urine output sesuai dengan usia, BB, BJ urine normal dan HT normal.

(37)

b) Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal c) Tidak adatanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik,

membrane mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan. Intervensi:

Fluid management:

a) Timbang popok/pembalut jika diperlukan

b) Pertahankan catatan intake dan output yang akurat

c) Monitor status hidrasi (kelembaban membrane mukosa, nadi adequate, tekanan darah ortostatik)

d) Monitor vital sign

e) Monitor masukan makanan atau cairan dan hitung intake kalori harian

f) Kolaborasikan pemberian cairan intravena g) Monitor status nutrisi

h) Dorong masukan oral

i) Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul memburuk j) Atur kemungkinan tranfusi

k) Persiapan untuk tranfusi Hypovolemia management :

a) Monitor status cairan termasuk intake dan output cairan b) Pelihara IV line

c) Monitor tingkat Hb dan hematrokit d) Monitor tanda vital

(38)

f) Monitor berat badan

g) Dorong pasien untuk menambah intake oral

h) Pemberian cairan intravena, monitor adanya tanda dan gejala kelebihan volume cairan

i) Monitor adanya tanda gagal ginjal

4. Gangguan pola defekasi : diare berhubungan dengan proses peradangan pada dinding usus halus

Kriteria hasil:

a) Feses berbentuk, BAB sekali sehari-3 hari b) Menjaga daerah sekitar rectal dari iritasi c) Tidak mengalami diare

d) Menjelaskan penyebab diare dan rasional tindakan e) Memepertahankan turgor kulit

Intervensi:

Diarhea Management:

a) Evaluasi efek samping pengobatan terhadap gastrointestinal b) Ajarkan pasien untuk menggunakan obat anti diare

c) Instruksikan pasien dan keluarga untuk mencatat warna, jumlah, frekuensi, dan konsistensi dari feses

d) Evaluasi intake makanan yang masuk e) Identifikasi faktor penyebab dari diare f) Observasi turgor kulit secara rutin g) Ukur diare/keluaran BAB

(39)

i) Instruksikan pasien untuk makan rendah serat, tinggi protein, tinggi kalori jika memungkinkan

j) Ajarkan untuk menghindari laksative k) Ajarkan teknik menurunkan stress l) Monitor persiapan makanan yang aman

5. Nyeri akut berhubungan dengan injuri biologis kerusakan jaringan Kriteria hasil:

a) Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri dan mampu mengghunakan teknik non farmakologi untuk mngatasi nyeri b) Melaporkan bahwa nyeri berkurang menggunakan managemen

nyeri

c) Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi, dan tanda nyeri)

d) Menyatakan nyaman setelah nyeri berkurang e) Tanda vital dalam rentang normal

f) Tidak mengalami gangguan tidur Intervensi:

Pain control:

a) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif, termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, frekuensi kualitas

b) Observasi reaksi non verbal dan ketidaknyamanan

c) Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan

(40)

d) Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan

e) Kurangi faktor presipitasi nyeri

f) Kaji tipe dan sumber untuk menentuykan intervensi g) Tingkatkan istirahat

h) Berikan informasi tentang penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan prosedur

i) Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian anlgesik pertama kali.

(41)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1

3.2

Desain Penelitian

Desain penelitian adalah model atau metode penelitian yang digunakan peneliti untuk melalukan suatu penelitian yang memberikan arah terhadap jalannya penelitian. Desain penelitian ditetapkan

berdasarkan tujuan dan hipotesis penelitian (Dharma, 2013). Sedangkan desain penelitian yang digunakan pada karya tulis ilmiah ini adalah studi kasus, yaitu studi yang mengeksplorasi suatau maslah atau fenomena dengan batasan terperinci, memiliki pengambilan data yang mendalam dan menyertakan berbagai sumber informasi.Studi kasus dibatasi oleh waktu dan tempat, serta kasus yang dipelajari berupa peristiwa, aktifitas atau individu. Pengumpulan datanya diperoleh dari wawancara, observasi, dan dokumentasi (Sujarweni, 2014). Studi kasus karya tulis ilmiah ini adalah studi untuk mengeskplorasi masalah asuhan keperawatan pada anak dengan Demam Tifoid Di Ruang Menur RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten.

Batasan Istilah

Batasan istilah atau disebut dengan definisi operasional adalah pernyataan yang menjelaskan istilah-istilah kunci yang menjadikan fokus dalam penelitan. Fokus penelitian yaitu melakukan penelitian terhadap keseluruhan yang ada pada obyek atau situasi sosial tertentu, tetapi perlu menentukan fokus atau inti yang perlu diteliti. Fokus penelitian perlu

(42)

dilakukan kerena mengingat adanya keterbatasan, baik tenaga, dana, dan waktu serta supaya hasil penelitian terfokus (Sukmadinata, 2010). Maka dari itu studi kasus ini berfokus pada asuhan keperawatan anak yang mengalami Demam Tifoid di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten, sehingga penulis hanya menjabarkan tentang konsep penyakit Demam Tifoid beserta asuhan keperawatan mulai dari pengkajian samapi dengan evaluasi. Batasan istilah disusun secara naratif dan apabila diperlukan ditambahkan informasi kualitatif sebagai penciri dari batasan yang dibuat oleh penulis.

3.3

3.4

Partisipan

Partisipan merupakan objek yang ditentukan melalui suatu kriteria tertentu yang akan dikategorikan ke dalam objek tersebut bisa termasuk orang, dokumen atau catatan yang dipandang sebagi objek penelitian (Sugiyono, 2012). Dalam studi kasus ini menggunakan partisipan yaitu pasien dan keluarganya. Subyek yang digunakan adalah dua pasien anak atau dua keluarga (dua kasus) dengan masalah keperawatan dan diagnosa medis yang sama yaitu hipertermia berhubungan dengan penyakit. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.4.1 lokasi Penelitian

Lokasi atau tempat penelitian merupakan istilah atau batasan yang berkaitan dengan subjek atau objek yang hendak diteliti juga merupakan salah satu jenis sumber data yang bisa dimanfaatkan oleh peneliti. Menurut Sukardi (2009) lokasi atau tempat penelitian lain adalah tempat dimana proses studi yang

(43)

digunakan untuk memperoleh pemecahan masalah penelitian berlangsung. Dalam penelitian kasus ini dilaksanakan di Ruang Menur RSUP Dr. Soeradji tirtonegoro Klaten.

.3.4.2 Waktu Penelitian

Suatu penelitian sering kali memerlukan waktu yang lebih lama dari yang telah ditentukan, sehingga menjadi kendala bagi semua peneliti terutama peneliti pemula untuk memperkirakan waktu yang diperlukan (Nursalam, 2008). Dalam penelitian ini Waktu pengambilan kasus asuhan keperawatan ini selama 2 minggu di mulai dari tanggal 22 Mei 2017 sampai dengan 3 Juni 2017.

3.5 Pengumpulan Data

Menurut Sugiyono (2013) Dalam setiap penelitian, peneliti dituntut untuk menguasai teknik pengumpulan data sehingga menghasilkan data yang relevan dengan penelitian. Pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahuin teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar yang ditetapkan. Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan cara sebagai berikut :

a. Wawancara

Metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara

berinteraksi, bertanya dan mendengarkan apa yang disampaikan secara lisan oleh responden atau partisipan. Metode wawancara merupakan

(44)

pilihan yang tepat jika ingin mendapatkan data yang mendalam atau ingin memperjelas terhadap sesuatu yang diamati dari responden. Metode ini sering digunakan untuk mengetahui pendapat, pandangan, pengalaman atau persepsi responden tentang suatu permasalahan (Dharma, 2013). Dalam karya tulis ilmiah ini penulis melakukan wawancara terhadap pasien ataupun keluarga, ataupun perawat lainnya, dan hasil wawancara berisi tentang identitas pasien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, riwayat imunisasi pasien, riwayat alergi, riwayat gizi, kondisi lingkungan pasien dan pola kebiasaan pasien.

b. Observasi dan Pemeriksaan Fisik

Observasi adalah kegiatan pengumpulan data melalui pengamatan langsung terhadap aktivitas responden atau partisipan yang terencana, dilakukan secara aktif dan sistematis (Dharma, 2013). Observasi merupakan cara pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan secara langsung kepada responden penelitian untuk mencari perubahan atau hal-hal yang akan diteliti. Dalam metode observasi ini, instrumen yang dapat digunakan antara lain, lembar observasi, panduan pengamatan, atau lembar checlist. Observasi ada tiga macam yaitu, obervasi partisipan, observasi tidak terstruktur, dan observasi kelompok. Observasi partisipan

merupakan pengamatan melalui pengindraan dengan peneliti terlibat secara langsung. Observasi tidak terstruktur merupakan observasi yang dilakukan tanpa pedoman observasi. Observasi

(45)

kelompok merupakan observasi yang dilakukan oleh sekelompok tim peneliti. Hasil dari observasi ke pasien di dapatkan data keadaan umum composmentis.

Dalam karya tulis ilmiah ini penulis melakukan observasi serta dengan melakukan pemeriksaan fisik pada sistem tubuh pasien, yaitu dengan cara pendekatan IPPA: inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi. Adapun penjelasan mengenai tehnik pemerikasaan fisik tersebut adalah sebagai berikut:

a) Inspeksi

Inspeksi merupakan proses observasi yang dilaksanakan secara sistematik. Inspeksi dilakukan dengan menggunakan indra penglihatan, pendengaran, dan penciuman sebagai alat untuk mengumpulkan data. Inspeksi dimulai pada awal saat berinteraksi dengan klien dan diteruskan pada pemeriksaan selanjutnya. Penerangan yang cukup sangat diperlukan agar perawat dapat membedakan warna, bentuk dan kebersihan tubuh. Fokus inspeksi pada setiap bagian tubuh meliputi ukuran tubuh, warna kulit, bentuk tubuh, serta posisi dan kesimetrisan tubuh. Pada proses inspeksi perawat harus membandingkan bagian tubuh yang norma dengan bagian tubuh yang abnormal (Hidayat, 2014). Di dapatkan data pada An. A dan An. M pada pemeriksaan fisik inspeksi sama yaitu di paru paru simetris kanan dan kiri, inspeksi di jantung ictus

(46)

cordis tidak tampak, inspeksi di abdomen simetris tidak ada jejas.

b) Palpasi

Palpasi merupakan tehnik pemeriksaan yang menggunakan indra peraba. Tangan dan jari-jari adalah instrumen yang sensitif dan dapat digunakan untuk pengumpulan data suhu, turgor, bentuk, kelembapan, vibrasi, dan ukuran (Hidayat, 2014).

Langkah yang perlu diperhatikan selama melakukan tehnik palpasi:

(1) Ciptakan lingkungan yang kondusif, nyaman, dan santai. (2) Tangan perawat harus dalam keadaan kering dan hangat

serta kuku-kuku jari harus dipotong rapi dan pendek. (3) Bagian yang nyeri dipalpasi paling terakhir.

Pada pemeriksaan fisik palpasi pada An. A dan An. M di dapatkan data yang sama yaitu palpasi di paru-paru vokal premitus kanan dan kiri sama, di jantung ictus cordis teraba di SIC V mid klavikula sinistra, dan di abdomen ada nyeri tekan di bagian kuadran 3 kanan bawah.

c) Perkusi

Perkusi merupakan tehnik pemeriksaan dengan mengetuk- ngetukkan jari perawat (sebagai alat untuk menghasilkan suara) ke bagian tubuh klien yang akan dikaji untuk

(47)

bertujuan untuk mengidentifikasi lokasi, ukuran, bentuk, dan konsistensi jaringan (Hidayat, 2014). Suara-suara yang akan muncul yaitu:

(1) Sonor : suara perkusi jaringan normal

(2) Pekak : suara perkusi jaringan padat yang terdapat jika ada cairan di rongga pleura, perkusi daerah jantung, dan perkusi daerah hepar.

(3) Redup : suara perkusi jaringan yang lebih padat atau konsolidasi paru-paru, seperti pneumonia.

(4) Hipersonor atau timpani : suara perkusi padat daerah yang mempunyai rongga kosong seperti pada daerah caverna- caverna paru dan klien dengan asma kronik.

Pada pemeriksaan fisik perkusi pada An. A dan An. M di dapatkan data yang sama yaitu perkusi di paru-paru sonor, di jantung pekak, dan di abdomen tympani.

d) Auskultasi

Auskultasi merupakan tehnik pemeriksaan dengan menggunakan stetoskop untuk mendengarkan bunyi yang dihasilkan tubuh (Hidayat, 2014). Ada empat ciri-ciri bunyi yang perlu dikaji dengan auskultasi yaitu:

(1) pitch (bunyi yang tinggi ke rendah) (2) keras (bunyi yang halus ke keras) (3) kualitas (menguat sampai melemah) (4) lama (pendek, menengah, panjang)

(48)

Pada pemeriksaan fisik perkusi pada An. A dan An. M di dapatkan data yang sama yaitu auskultasi di paru-paru vesikuler tidak ada suara tambahan, di jantung tidak ada suaa tambahan, di abdomen bising usus 10x/menit. 3. Studi Dokumentasi

Menurut Hidayat (2014) Studi Dokumentasi merupakan pengumpulan data dengan cara mengambil data yang berasal dari dokumen asli. Dokumen asli tersebut dapat berupa gambar, tabel, atau daftar periksa, dan film dokumenter.

4. Angket

Angket merupakan cara pengumpulan data berupa

kuesioner dengan beberapa pertanyaan. Alat ukur ini digunakan bila responden jumlahnya besar dan dapat membaca dengan baik yang dapat mengungkapkan hal-hal yang bersifat rahasia. Pembuatan kuesioner ini dengan mengacu pada parameter yang sudah dibuat oleh peneliti terhadap penelitian yang akan dilakukan (Dharma, 2013).Dalam penelitian ini penulis tidak menggunakan teknik angket untuk pengumpulan data.

3.6 Uji Keabsahan Data

Setelah semua data terkumpul maka langkah selanjutnya yang dilakukan adalah melakukan uji keabsahan data. Kegiatan ini dilakukan untuk melihat kebenaran data yang telah dikumpulkan dan agar hasil-hasil data dapat dipertanggungjawabkan dari segala segi (Sugiyono, 2013).

(49)

3.7 Analisis Data

Analisis data merupakan proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan kedalam unit-unit, menyusun kedalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain (Sugiyono, 2013). Dalam karya tulis ilmiah ini analisis data dilakukan sejak penulis di lapangan, sewaktu pengumpulan data sampai dengan semua data terkumpul. Analisa data dilakukan dengan cara mengemukakan fakta, selanjutnya membandingkan dengan teori yang ada dan selanjutnya dituangkan dalam opini pembahasan.

Teknik analisis yang digunakan dengan cara menarasikan jawaban- jawaban yang diperoleh dari hasil interpretasi wawancara mendalam yang dilakukan untuk menjawab rumusan masalah. Teknik analisis digunakan dengan cara observasi oleh peneliti dan studi dokumentasi yang

menghasilkan data untuk selanjutnya diinterpretasikan dan dibandingkan teori yang ada sebagai bahan urutan untuk memberikan rekomendasi dalam intervensi tersebut. Langkah-langkah dalam analisis data adalah sebagi berikut :

1) Pengumpulan Data

Pengumpulan data yaitu mengumpulkan data di lokasi penelitian dengan melakukan observasi wawancara dan dokumentasi dengan menentukan stategi pengumpulan data yang dipandang tepat

(50)

dan untuk menentukan fokus serta pendalaman data pada proses pengumpulan data berikutnya (Sugiyono, 2013). Dalam penelitian ini data dikumpulkan dari hasil WOD (wawancara, observasi,dokumen). Hasil ditulis dalam bentuk catatan lapangan, kemudian disalin dalam bentuk transkrip (askep).

2) Mereduksi Data

Mereduksi data merupakan cara dimana peneliti merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, mencari tema polanya, sehingga data lebih mudah dikendalikan (Sugiyono, 2013). Dalam peneltian ini mereduksi data yang dimaksud adalah data hasil wawancara yang terkumpul dalam bentuk catatan lapangan dijadikan satu dalam bentuk transkrip dan dikelompokkan menjadi data subjektif dan objektif, dan dianalisis berdasarkan hasil pemeriksaan diagnostik kemudian dibandingkan nilai normal. Data yang diperoleh dari perawat, keluarga dan rekam medik dikumpulkan jadi satu lalu disusun asuhan keperawatan sesuai dengan umur anak. 3) Penyajian Data

Setelah data direduksi, maka langkah penyajian data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk singkat, bagan, hubungan antar kategoti dan dengan teks yang bersifat narati (Sugiyono 2013). Dalam penelitian ini penyajian data dapat dilakukan dengan table, gambar, bagan maupun teks naratif. Kerahasiaan dari klien dijamin dengan jalan mengaburkan identitas dari klien.

(51)

4) Kesimpulan

Menurut Sugiyono (2013) kesimpulan dalam penelitian kulitatif yang diharapkan adalah temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada atau berupa gambaran suatu obyek yang sebelumnya masih belum jelas sehingga setelah diteliti menjadi jelas. Kesimpulan ini masih sebagai hipotesis, dan data menjadi teori jika didukung oleh data-data yang lain. Dalam penelitian ini penarikan kesimpulan dilakukan dari data yang disajikan, kemudian data dibahas dan dibandingkan dengan hasil-hasil penelitian terdahulu dan secara teoritis dengan perilaku kesehatan. Dan penarikan kesimpulan ini dilakukan dengan metode induksi sesuai dengan tujuan khusus.Data yang dikumpulkan terkait dengan data-data pengkajian, diagnosis, perencanaan, tindakan, dan evaluasi.

(52)
(53)

IDENTITAS KLIEN

An.M An. A

Nama

Tempat tanggal lahir Nama ayah / ibu Alamat Suku bangsa Pendidikan ayah Pendidikan ibu No RM Dx Medis An. M 6 tahun Tn E

4.1.1 Gambaran Lokasi Pengambilan Data

Pengambilan data untuk studi kasus ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten di Ruang Menur selama 2 minggu terhitung tanggal 22 Mei – 03 Juni 2017. RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten yang termuat dalam rumah sakit tipe B. Setelah menjalani prosedur akreditasi rumah sakit seluruh indonesia dengan proses pentahapan 3 (16) pelayanan akhirnya diberikan status Tingkat Paripurna Akreditasi Rumah Sakit. RSU ini beralamat di Jl. KRT . Dr. Soeradji Tirtonegoro No. 1, Klaten Indonesia.

4.1.2 Pengkajian

Fokus pengkajian adalah : Identitas klien, hasil pemeriksaan fisik, pengkajian nutrisi sebelum dan selama sakit, pengkajian suhu, keluhan utama dan riwayat penyakit sekarang, dahulu, keluarga dan genogram. Presentasi hasil dalam KTI dengan teknik uraian atau tabel.

I. PENGKAJIAN 1. Identitas Klien

(54)
(55)

RIWAYAT PENYAKIT An. M An. A

Keluhan utama Ibu pasien mengatakan badan

anak An. M terasa panas

Ibu pasien mengatakan An. A badannya panas

Riwayat penyakit sekarang Ibu klien mengatakan

anaknya panas sudah 10hari yang lalu, tapi panasnya membaik, kemudian demam lagi lalu di periksakan ke RSI Klaten, sempat membaik tetapi demam lagi, lalu dibawa ke RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten pada tanggal 22 Mei 2017 lalu masuk IGD hasil pemeriksaan

suhu 38,9 o C, N: 110x/menit,

RR:26x/menit, di IGD mendapatkan terapi infus RL 20tpm dan injeksi

paracetamol 250mg/8 jam, injeksi ampicilin 600mg/6 jam setelah itu klien dirawat

inap di ruang Menur Ibu klien mengatakan 1

minggu yang lalu hari minggu tanggal 14 mei 2017 klien badannya panas disertai batuk, pilek, muntah pada saat di rumah. Kemudian klien dibawa ke puskesmas daerah tetapi tdak sembuh dan akhrnya dibawa ke RSUP Klaten pada tanggal 21 mei 2017 jam 18.00 WIB lalu masuk IGD hasil pemeriksaan

suhu : 38,6 o C, N: 104x/menit,

RR: 24x/menit dan mendapatkan terapi cairan infus d51/2 Ns 12 tpm, injeksi obat paracetamol 160mg, injeksi ondancentron 2mg/8jam dan klien disarankan rawat inap di ruang Menur.

Riwayat Kehamilan dan kelahiran :

Prenatal

1. Jumlah gravida G0P2A0, tanggal lahir 11

November 2010. 2. Usia gestasi saat lahir 36

minggu. Hpl awal November 2010 3. Kesehatan saat ibu hamil

: ibu pasien mengatakan selama masa kehamilan tidak ada keluhan bayi dan ibu sehat.

(56)
(57)

Intra natal Ibu pasien mengatakan kelahiran nya normal dan

lahir di tempat bidan. Ibu pasien mengatakan

kelahirannya normal, dan lahir ditempat bidan.

Paska natal 1. Berat badan : 3500 gram

2. Panjang badan : - 3. Kondisi kesehatan : bayi

sehat dan normal 4. Kelainan bawaan : ibu

pasien mengatakan tidak

ada kelainan bawaan. 1. Berat badan bayi : 3000

gram

2. Panjang badan : - 3. Kondisi kesehatan : bayi

sehat dan normal 4. Kelainan bawaan : ibu

pasien mengatakan tidak ada kelainan bawaan.

Riwayat penyakit sebelumnya Ibu pasien mengatakan An.M

waktu kecil umur 4 tahun

sakit muntaber Ibu pasien mengatakan An.A

waktu kecil umur 2 tahun sakit muntaber

Pernah dirawat di rumah sakit Ibu pasien mengatakan An .

M sebelumnya pernah dirawat di rumah sakit dengan

penyakit muntaber Ibu pasien mengatakan An.

A sebelumya pernah opname atau dirawat di rumah sakit karena muntaber

Obat-obatan yang digunakan Ibu pasien mengatakan An. M

tidak konsumsi obat-obat

terlarang Ibu pasien mengatakan An.

A tidak mengkonsumsi obat- obat terlarang.

Tindakan operasi Ibu pasien mengatakan An.M

belum pernah dilakukan

tindakan operasi. Ibu pasien mengatakan An.A

belum pernah dilakukan tindakan operasi

Alergi Ibu mengatakan An. M tidak

mempunyai alergi obat atau

makanan. Ibu pasien mengatakan An.

Atidak mempunyai alergi obat tetapi alergi telur puyuh dan akan gatal di seluruh tubuh.

Kecelakaan Ibu pasien mengatakan An. M

belum pernah mengalami

kecelakaan. Ibu pasien mengatakan An.A

belum pernah mengalami kecelakaan.

Imunisasi Ibu pasien mengatakan An. M

waktu kecil sudah diberikan imunisasi lengkap.

(58)

Gambar

Gambar 2.1.6 Pathway

Referensi

Dokumen terkait

program PTO, employee dapat menabung hari cuti mereka, atau mendonasikannya untuk rekan yang sakit parah..

(6) Untuk mengetahui manakah yang memberikan prestasi belajar matematika lebih baik antara gaya belajar tipe visual, auditorial, dengan kinestetik, pada kelas yang

Empat puluh ekor 40 tikus ( Rattus norvegicus ) bunting dibagi menjadi 4 kelompok perlakuan yaitu K (tidak diberi phytoestrogen, sebagai kontrol), SF-AW (diberi susu

Secara teoritis hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran yang jelas tentang hubungan kemampuan siswa dalam membuat model matematika dan komputasinya terhadap

POTENSIAL KATEGORI KETIDAKTEPATAN PEMILIHAN OBAT PADA PASIEN HIPERTENSI DENGAN DIABETES MELLITUS DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT.. UMUM DAERAH R.A KARTINI JEPARA

Salah satu parameter penting dalam SANS ini adalah fluks neutron pada pada posisi sampel yang menurun secara eksponensial sebagai fungsi panjang kolimator dan

Setelah pemberian hak tanggungan didaftarkan ke kantor pertanahan, maka hak tanggungan lahir pada hari tanggal buku-tanah Hak Tanggungan seperti yang tertulis

didukung oleh pernyataan Jackson dan Smith (dalam Baron dan Byrne, 2005, hlm.163) b ahwa “ identitas sosial dapat dikonseptualisasikan paling baik dalam empat