• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penetapan Luas Lahan Minimum Untuk Pertanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum) Pada Lahan Sempit Di Daerah Sentra Produksi Kabupaten Tegal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penetapan Luas Lahan Minimum Untuk Pertanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum) Pada Lahan Sempit Di Daerah Sentra Produksi Kabupaten Tegal"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

LAHAN SEMPIT DI DAERAH SENTRA PRODUKSI

KABUPATEN TEGAL

Oleh

JOKO SANTOSO A24103077

PROGRAM STUDI ILMU TANAH

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

Joko Santoso, Penetapan Luas Lahan Minimum Untuk Pertanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum) pada Lahan Sempit di Daerah Sentra Produksi Kabupaten Tegal. Dibawah bimbingan Supiandi Sabiham.

Lahan usaha tani bawang merah di Desa Sidapurna Kabupaten Tegal

merupakan lahan sawah yang sempit, yaitu kurang dari 0,25 hektar. Oleh karena

itu optimalisasi penggunaan lahan umumnya untuk usaha tersebut perlu dikaji

secara mendalam.

Penelitian ini bertujuan menetapkan luas lahan sempit yang dapat

dioptimalkan oleh petani bawang merah Desa Sidapurna berdasarkan analisis

usaha tani. Luas lahan minimal yang harus dimiliki petani agar optimal dan mampu

mencukupi kebutuhan produksi berdasarkan tingkat usaha tani adalah seluas 3750

m2. Petani bawang merah dalam mengusahakan lahannya untuk mengoptimalkan

lahan tersebut dapat disarankan pada luasan antara 0,25 – 0,5 hektar. Luas lahan

3750 m2 tersebut juga dapat meningkatkan produktivitas lahan, bila pemberian

input pupuk utama optimal. Untuk mengatasi hal tersebut diatas, petani dapat

mengupayakan pengadaan input secara optimal, pengatahuan cuaca lingkungan

tanam, pengetahuan pola tanam, penggabungan manajemen usaha tani pada luasan

(3)

Joko Santoso, Wide stipulating of minimum farm for the pertanaman of shallot (

Allium ascalonicum) at narrow, tight farm in area produce centre the non irigated

dry field regency of Tegal. Under tuition.of Supiandi Sabiham.

Farm of[is effort shallot farmer [in] Countryside of Sidapurna of Regency

[of] Non irigated dry field represent the narrow;tight rice field farm, that is less

than 0,25 hectare. Therefore optimalisasi of farm use generally for the effort of the

require to be studied exhaustively

This research aim to specify wide [of] narrow;tight farm which can be

optimal by farmer of shallot of Countryside Sidapurna [of] pursuant to analysis

of[is effort farmer. Wide [of] minimum farm which must be owned [by] the farmer

[of] [so that/ to be] optimal and able to answer the demand the requirement

produce pursuant to storey;level of[is effort farmer [is] for the width of 3750 m2.

Shallot farmer in labouring its farm to [be] optimal [of] the farm can be suggested

[at] luasan [of] [among/between] 0,25 - 0,5 hectare. Wide [of] farm 3750 the m2

also can improve the farm productivity, if/when optimal especial manure input gift.

To overcome the [the] mentioned of[is above, farmer can strive the input levying

in an optimal fashion, environmental pengatahuan weather plant the, pattern

knowledge plant the, management affiliation of[is effort farmer [of] [at] luasan

farm which less than 0,25 hectare become wide [of] farm [of] [among/between]

(4)

LAHAN SEMPIT DI DAERAH SENTRA PRODUKSI

KABUPATEN TEGAL

Skripsi

Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pertanian

pada

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Oleh:

JOKO SANTOSO

A24103077

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

(5)

Sempit di Daerah Sentra Produksi Kabupaten Tegal

Nama : Joko Santoso

NRP : A24103077

Program Studi : Ilmu Tanah

Departemen : Ilmu Tanah Dan Sumberdaya Lahan

Menyetujui,

Dosen Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr

NIP. 130 422 698

Mengetahui,

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr

NIP. 131 124 019

(6)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Penetapan Luas

Lahan Minimun Untuk Pertanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum) pada

Lahan Sempit di Derah Sentra Produksi Kabupaten Tegal” belum pernah diajukan

pada perguruan tinggi lain atau lembaga lain manapun untuk tujuan memperoleh

gelar akademik tertentu. Saya menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar hasil

karya saya sendiri.

Bogor, Mei 2007

Joko Santoso

(7)

Penulis terlahir di Rokan Hulu, 13 Nopember 1984 sebagai anak kedua dari

empat bersaudara, pasangan dari Barju Kiswoto dan Suwarni. Penulis

menyelesaikan Sekolah Dasar di SD N 030 Bangun Jaya, kemudian melanjutkan

ke SLTP N 1 Mojolaban, Sekolah Menengah Atas pada SMU Negeri 2 Sukoharjo

pada tahun 2003. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa

melalui jalur SPMB pada Program Studi Ilmu Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan

Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama menjadi

mahasiswa penulis aktif dalam kegiatan kemahasiswaan, yaitu : Himpunan

Mahasiswa Ilmu Tanah tahun 2003, Dewan Perwakilan Mahasiswa Faklutas

Pertanian tahun 2004, Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa

IPB tahun 2004, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pertanian tahun 2005,

Forum Mahasiswa Peduli Lingkungan (Formalin)-IPB tahun 2006. Aktif dalam

(8)

Assalamu’alaikum. Wr. wb

Puji syukur penulis kepada Allah SWT, Nabi Muhammad SAW atas jalan

terang dan kesempatan yang telah diberikan kepada penulis sehingga dapat

menyelesaikan penelitian dan skripsi dengan lancar dan baik. Skripsi dengan judul

Penetapan Luas Lahan Minimum Untuk Pertanaman Bawang Merah (Allium

ascalonicum) pada Lahan Sempit di Derah Sentra Produksi Kabupaten Tegal ini

merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pertanian di

Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut

Pertanian Bogor.

Penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiha m, M.Agr atas saran, bimbingan, nasehat, dan

kritikan yang membangun selama proses penulisan proposal, penelitian, dan

penulisan skripsi yang menambah pengetahuan penulis, serta penulis

menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Ir.

Syaiful Anwar, MSc selaku dosen penguji yang memberikan masukan beserta

bimbingan kepada penulis untuk penyelesaian tugas akhir ini.

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ungkapan terima kasih kepada

orang tua penulis Bapak Barju Kiswoto sekalian Ibu Suwarni di Bangun Jaya atas

dukungan yang tak ternilai bagi penulis. Kakak dan adik-adikku, Dewi

Restyaningsih W, Bani Prayogo, Rohmah Sri Handayani, hidup pasti berubah,

berusahalah gapai cita-citamu pada setiap perubahan hidup kita. ucapan terima

kasih juga penulis haturkan kepada keluarga Bapak Maman Rukman H atas

kesabaran, dukungan, dan do’anya. Spesial terima kasih ini kepada Kharisma

Mailasari, semoga ku genapkan janjiku padamu untuk berbagi dan menjalani hidup

bersamamu.

Warga Desa Sidapurna (Bapak Faizin selaku kepala desa, Bapak Warjo,

Bapak Jari dan seluruh masyarakat) dan seluruh lingkup Pemerintah Kabupaten

Tegal. Teman-teman Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan angkatan 40, seluruh

(9)

memberikan yang berarti bagi penulis.

Terimakasih

Wassalamu’alaikum. Wr. wb

Bogor, Mei 2007

(10)

DAFTAR ISI

Produksi dan Area Produksi Bawang Merah...

Penetapan Luas Lahan Minimum...

Analisis Usaha Tani...

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian...

Metode Pengumpulan Data………...

Analisis Sampel Tanah...

Analisis Data...

KONDISI GEOGRAFIS DAN KEPENDUDUKAN

(11)

LAHAN SEMPIT DI DAERAH SENTRA PRODUKSI

KABUPATEN TEGAL

Oleh

JOKO SANTOSO A24103077

PROGRAM STUDI ILMU TANAH

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

(12)

Joko Santoso, Penetapan Luas Lahan Minimum Untuk Pertanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum) pada Lahan Sempit di Daerah Sentra Produksi Kabupaten Tegal. Dibawah bimbingan Supiandi Sabiham.

Lahan usaha tani bawang merah di Desa Sidapurna Kabupaten Tegal

merupakan lahan sawah yang sempit, yaitu kurang dari 0,25 hektar. Oleh karena

itu optimalisasi penggunaan lahan umumnya untuk usaha tersebut perlu dikaji

secara mendalam.

Penelitian ini bertujuan menetapkan luas lahan sempit yang dapat

dioptimalkan oleh petani bawang merah Desa Sidapurna berdasarkan analisis

usaha tani. Luas lahan minimal yang harus dimiliki petani agar optimal dan mampu

mencukupi kebutuhan produksi berdasarkan tingkat usaha tani adalah seluas 3750

m2. Petani bawang merah dalam mengusahakan lahannya untuk mengoptimalkan

lahan tersebut dapat disarankan pada luasan antara 0,25 – 0,5 hektar. Luas lahan

3750 m2 tersebut juga dapat meningkatkan produktivitas lahan, bila pemberian

input pupuk utama optimal. Untuk mengatasi hal tersebut diatas, petani dapat

mengupayakan pengadaan input secara optimal, pengatahuan cuaca lingkungan

tanam, pengetahuan pola tanam, penggabungan manajemen usaha tani pada luasan

(13)

Joko Santoso, Wide stipulating of minimum farm for the pertanaman of shallot (

Allium ascalonicum) at narrow, tight farm in area produce centre the non irigated

dry field regency of Tegal. Under tuition.of Supiandi Sabiham.

Farm of[is effort shallot farmer [in] Countryside of Sidapurna of Regency

[of] Non irigated dry field represent the narrow;tight rice field farm, that is less

than 0,25 hectare. Therefore optimalisasi of farm use generally for the effort of the

require to be studied exhaustively

This research aim to specify wide [of] narrow;tight farm which can be

optimal by farmer of shallot of Countryside Sidapurna [of] pursuant to analysis

of[is effort farmer. Wide [of] minimum farm which must be owned [by] the farmer

[of] [so that/ to be] optimal and able to answer the demand the requirement

produce pursuant to storey;level of[is effort farmer [is] for the width of 3750 m2.

Shallot farmer in labouring its farm to [be] optimal [of] the farm can be suggested

[at] luasan [of] [among/between] 0,25 - 0,5 hectare. Wide [of] farm 3750 the m2

also can improve the farm productivity, if/when optimal especial manure input gift.

To overcome the [the] mentioned of[is above, farmer can strive the input levying

in an optimal fashion, environmental pengatahuan weather plant the, pattern

knowledge plant the, management affiliation of[is effort farmer [of] [at] luasan

farm which less than 0,25 hectare become wide [of] farm [of] [among/between]

(14)

LAHAN SEMPIT DI DAERAH SENTRA PRODUKSI

KABUPATEN TEGAL

Skripsi

Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pertanian

pada

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Oleh:

JOKO SANTOSO

A24103077

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

(15)

Sempit di Daerah Sentra Produksi Kabupaten Tegal

Nama : Joko Santoso

NRP : A24103077

Program Studi : Ilmu Tanah

Departemen : Ilmu Tanah Dan Sumberdaya Lahan

Menyetujui,

Dosen Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr

NIP. 130 422 698

Mengetahui,

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr

NIP. 131 124 019

(16)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Penetapan Luas

Lahan Minimun Untuk Pertanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum) pada

Lahan Sempit di Derah Sentra Produksi Kabupaten Tegal” belum pernah diajukan

pada perguruan tinggi lain atau lembaga lain manapun untuk tujuan memperoleh

gelar akademik tertentu. Saya menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar hasil

karya saya sendiri.

Bogor, Mei 2007

Joko Santoso

(17)

Penulis terlahir di Rokan Hulu, 13 Nopember 1984 sebagai anak kedua dari

empat bersaudara, pasangan dari Barju Kiswoto dan Suwarni. Penulis

menyelesaikan Sekolah Dasar di SD N 030 Bangun Jaya, kemudian melanjutkan

ke SLTP N 1 Mojolaban, Sekolah Menengah Atas pada SMU Negeri 2 Sukoharjo

pada tahun 2003. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa

melalui jalur SPMB pada Program Studi Ilmu Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan

Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama menjadi

mahasiswa penulis aktif dalam kegiatan kemahasiswaan, yaitu : Himpunan

Mahasiswa Ilmu Tanah tahun 2003, Dewan Perwakilan Mahasiswa Faklutas

Pertanian tahun 2004, Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa

IPB tahun 2004, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pertanian tahun 2005,

Forum Mahasiswa Peduli Lingkungan (Formalin)-IPB tahun 2006. Aktif dalam

(18)

Assalamu’alaikum. Wr. wb

Puji syukur penulis kepada Allah SWT, Nabi Muhammad SAW atas jalan

terang dan kesempatan yang telah diberikan kepada penulis sehingga dapat

menyelesaikan penelitian dan skripsi dengan lancar dan baik. Skripsi dengan judul

Penetapan Luas Lahan Minimum Untuk Pertanaman Bawang Merah (Allium

ascalonicum) pada Lahan Sempit di Derah Sentra Produksi Kabupaten Tegal ini

merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pertanian di

Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut

Pertanian Bogor.

Penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiha m, M.Agr atas saran, bimbingan, nasehat, dan

kritikan yang membangun selama proses penulisan proposal, penelitian, dan

penulisan skripsi yang menambah pengetahuan penulis, serta penulis

menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Ir.

Syaiful Anwar, MSc selaku dosen penguji yang memberikan masukan beserta

bimbingan kepada penulis untuk penyelesaian tugas akhir ini.

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ungkapan terima kasih kepada

orang tua penulis Bapak Barju Kiswoto sekalian Ibu Suwarni di Bangun Jaya atas

dukungan yang tak ternilai bagi penulis. Kakak dan adik-adikku, Dewi

Restyaningsih W, Bani Prayogo, Rohmah Sri Handayani, hidup pasti berubah,

berusahalah gapai cita-citamu pada setiap perubahan hidup kita. ucapan terima

kasih juga penulis haturkan kepada keluarga Bapak Maman Rukman H atas

kesabaran, dukungan, dan do’anya. Spesial terima kasih ini kepada Kharisma

Mailasari, semoga ku genapkan janjiku padamu untuk berbagi dan menjalani hidup

bersamamu.

Warga Desa Sidapurna (Bapak Faizin selaku kepala desa, Bapak Warjo,

Bapak Jari dan seluruh masyarakat) dan seluruh lingkup Pemerintah Kabupaten

Tegal. Teman-teman Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan angkatan 40, seluruh

(19)

memberikan yang berarti bagi penulis.

Terimakasih

Wassalamu’alaikum. Wr. wb

Bogor, Mei 2007

(20)

DAFTAR ISI

Produksi dan Area Produksi Bawang Merah...

Penetapan Luas Lahan Minimum...

Analisis Usaha Tani...

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian...

Metode Pengumpulan Data………...

Analisis Sampel Tanah...

Analisis Data...

KONDISI GEOGRAFIS DAN KEPENDUDUKAN

(21)

Halaman

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lahan Usahatani...

Penguasaan Lahan...

Cara Bercocok Tanam Bawang Merah...

Analisis Usaha Tani...

Pemupukan dan Kandungan Hara Tanah ……….

Rekomendasi Pemupukan……….

Batas Minimum Lahan Untuk Usaha Tani Bawang Merah

Optimum………...

KESIMPULAN DAN SARAN

(22)

DAFTAR TABEL

Teks Halaman

1. Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Bawang Merah Lima

Propinsi di Indonesia 2001-2002...

2. Luas Panen Sayuran Dirinci Menurut Jenis Tanaman di

Kabupaten Tegal Tahun 2004 - 2005 (Ha)………...

3. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur di Desa Sidapur na

Tahun 2006...

4. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Desa

Sidapurna Tahun 2006...

5. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Desa

SidapurnaTahun 2006...

6. Data Curah Hujan 6 Tahun (Tahun 2000-2006) di Desa

Sidapurna...

7. Jumlah Petani Responden Desa Sidapurna Berdasar Luas Lahan

Beserta Penguasaan Lahan...

8. Jumlah Biaya Total (dalam Rupiah) per luasan lahan Petani

Responden Desa Sidapurna Musim Tanam Tahun 2007...

9. Jumlah Penerimaan Total (dalam Rupiah) per luasan lahan

Petani Responden Desa Sidapurna Musim Tanam Tahun 2007...

10.Jumlah Pendapatan Total (dalam Rupiah) per luasan lahan

Petani Responden Desa Sidapurna Musim Tanam Tahun 2007...

11.Rata-rata pemupukan Petani Desa Sidapurna per Hektar per

Musim Tanam Tahun 2007………...

12.Rata-rata Analisis Sifat Kimia Tanah Desa Sidapurna,

Kecamatan Dukuhturi, Kabupaten Tegal...

13.Produktivitas Luas Lahan Untuk Usaha Tani Bawang Merah

(23)

Lampiran Halaman

1. Analisis pH dengan pH meter tanah 10 gram dan H2O 50 ml

(perbandingan 1:5)...

2. Data Hasil Analisis Tanah, Laboratorium Kesuburan Tanah,

Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas

Pertanian, IPB per Maret 2007………...

3. Rata-rata Biaya, Penerimaan, Produktivitas, Pendapatan Tunai,

R/C ratio, Pendapatan Total, Petani Pemilik per Hektar Tahun

2007………...

4. Rata-rata Biaya, Penerimaan, Produktivitas, Pendapatan Tunai,

R/C ratio, Pendapatan Total, Petani Sewa per HektarTahun

2007………..

5. Rata-rata Biaya, Penerimaan, Produktivitas, Pendapatan Tunai,

R/C ratio, Pendapatan Total, Petani Lahan Bengkok dan Lahan

Bagi Hasil per HektarTahun 2007………...

6. Rekomendasi Pemupukan Bawang Merah Dari Analisis Tanah

Berdasar Pemupukan Petani Desa Sidapurna Tahun

2007……….. 57

60

61

62

63

(24)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan pertanian di Indonesia tetap merupakan yang terpenting dari

keseluruhan pembangunan ekonomi , karena sektor pertanian diharapkan dapat

menjadi leading sector perekonomian nasional. Hal tersebut diperkuat dengan

adanya fakta bahwa sektor pertanian menjadi penyelamat perekonomian nasional

ketika terjadi krisis ekonomi. Karena pertumbuhan sektor tersebut meningkat,

sementara sektor lain memiliki pertumbuhan yang negatif. Salah satu komoditas

pertanian sayuran hortikultura yang strategis dan perlu mendapat perhatian

masyarakat adalah bawang merah (Allium ascalonicum).

Pada periode 2001-2002 terjadi penurunan hasil produksi bawang merah

nasional di Indonesia. Pada tahun 2001, produksi bawang merah mencapai

861.150 ton, sedangkan pada tahun 2002 produksi turun menjadi 766.572 ton.

Disamping itu luas panen bawang merah secara nasional juga mengalami

penurunan sebesar 2,28 persen ( Departemen Pertanian, 2003 ).

Salah satu kabupaten di Indonesia yang memiliki sentra produksi bawang

merah adalah Kabupaten Tegal. Hampir 50 persen total luas panen bawang merah

Kabupaten Tegal terdapat di Kecamatan Dukuhturi. Sebagian besar petani

bawang merah di Kabupaten Tegal merupakan petani kecil menengah berlahan

sempit yang memerlukan perhatian tersendiri dari Pemerintah Daerah Kabupaten

Tegal, agar mereka dapat mengusahakan lahannya secara berkelanjutan.

Sebagai alternatif untuk meningkatkan produksi bawang merah adalah

(25)

Optimalisasi penggunaan lahan sawah yang sempit, pada umumnya terjadi di

Pulau Jawa sebagai akibat konversi lahan yang tidak terkendali.

Input yang diperhatikan dalam optimalisasi penggunaan lahan sawah yang

sempit adalah cara, teknik, pemberian dan penggunaan pupuk utama N, P, K,

bahan organik, pestisida disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan lahan.

Penggunaan input yang berbeda tiap luasan lahan usahatani akan memberikan

output yang berbeda sehingga akan mempengaruhi total produksi secara

keseluruhan dari suatu proses produksi.

Salah satu desa yang merupakan sentra produksi bawang merah di

Kabupaten Tegal dengan mayoritas petani kecil menengah berlahan sempit

terletak di Desa Sidapurna, Kecamatan Dukuhturi. Penelitian difokuskan pada

penetapan luas lahan minimum untuk pertanaman bawang merah (Allium

ascalonicum) pada lahan sempit di daerah sentra produksi Kabupaten Tegal

.

Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk penetapan luas lahan

minimum yang harus dimiliki peta ni agar produksi bawang merah optimal pada

luas lahan sempit tiap musim tanam berdasar pada analisis usahatani dan

(26)

TINJAUAN PUSTAKA

Entisol

Di indonesia tanah entisol banyak diusahakan untuk areal persawahan, baik

sawah teknis maupun tadah hujan pada daerah dataran rendah (Tan, 1986 dalam

Utami, 2003). Salah satu jenis entisol adalah tanah aluvial, yaitu tanah yang baru

terbentuk atau tanah muda. Tanah aluvial meliputi lahan yang dipengaruhi oleh

aktivitas sungai atau mengalami banjir, sehingga dapat dianggap masih muda dan

belum ada diferensiasi horison (Anggraini, 2006). Pengendapan bahan material

kasar lebih dekat pada sumber endapan, akan tetapi bahan material halus akan

jauh diangkut dan diendapkan hingga mendekati pantai, sehingga membentuk

keseragaman material pada tiap pengendapan. Sifat tanah aluvial sangat

dipengaruhi oleh sumber bahan asal, sehingga kesuburan tanah tersebut dapat

diketahui dari mana sumber bahan tanah aluvial tersebut berasal.

Menurut Soepardi (1983), ciri umum ta nah aluvial tidak ada perkembangan

profil dan merupakan tanah tanpa horison genetik alamiah atau dengan horison

yang baru mulai terbentuk. Tanah ini umumnya bertekstur liat, struktur pejal,

konsistensi teguh (lembab), plastis (basah), keras (kering), berwarna kelabu tanpa

horison dengan batas yang jelas, dan mempunyai permeabilitas yang rendah

(Soepraptohardjo, 1981 dalam Anggraini, 2006).

Berdasarkan Suhardjo et al. (1983), tanah aluvial adalah tanah lain yang

berkembang dari bahan aluvium muda (recent), mempunyai susunan berlapis atau

kadar C-organik tidak teratur dan yang tidak mempunyai horison diagnostik

(27)

horison H histik atau sulfurik dengan kadar fraksi pasir kurang dari 60 persen

pada kedalaman antara 25 – 100 cm dari permukaan tanah mineral.

Suhardjo, et al. (1983), berpendapat bahwa pembagian jenis tanah aluvial

adalah sebagai berikut :

1. Aluvial gleik (Ag). Tanah ini memperlihatkan ciri-ciri hidromorfik

mulai di dalam penampang pada kedalaman antara 50 – 100 cm dari

permukaan tanah.

2. Aluvial tionik (At). Aluvial lain yang mempunyai horison sulfurik atau

bahan sulfidik, atau keduanya, pada kedalaman kurang dari 125 cm dari

permukaan.

3. Aluvial humik (Ah). Tanah ini mempunyai bahan organik karbon 12 kg

atau lebih (kecuali serasah lapisan atas) pada luas 1 m2 sampai lapisan

keras atau kedalaman kurang dari 1 m dari permukaan.

4. Aluvial kalkarik (Ak). Tanah berkapur ”calcareous”,

sekurang-kurangnya pada 20 – 50 cm dari permukaan.

5. Aluvial distrik (Ad). Tanah ini mempunyai kejenuhan basa (NH4OAc)

kurang dari 50 persen, sekurang-kurangnya pada beberapa bagian

lapisan tanah antara 20 – 50 cm dari permukaan.

Entisol merupakan jenis tanah lain yang baru berkembang (muda) dengan

kandungan bahan organik yang tidak beraturan pada kedalaman 25-125 cm

(USDA, 2003). Potensi tanah berasal dari abu volkan ini kaya hara tapi belum

tersedia, pelapukan dipercepat bila terdapat cukup aktivitas bahan organik sebagai

(28)

Bawang Merah

Botani Bawang Merah

Bawang merah merupakan salah satu dari tiga jenis anggota bawang paling

banyak dikenal. Komoditas ini mampu memberikan nilai ekonomi tinggi,

sehingga banyak dibudidayakan dan mempunyai banyak nama dalam bahasa

daerah (Wibowo, 2005). Oleh karena itu, bawang merah mempunyai posisi

strategis dalam dunia pertanian.

Klasifikasi bawang merah adalah kingdom (Plantae), divisi (

Magno-liophyta), kelas (Liliopsida), ordo (Asparagales), suku (Alliaceae), marga

(Alluim), spesies (Allium ascalonicum). Tanaman bawang merah memiliki umbi

yang berlapis, berakar serabut, berdaun rongga, serta merupakan tanaman

semusim (tiap musim mencapai dua bulan) ini memerlukan areal perakaran

dangkal pada tanah dan membutuhkan sistim pengairan yang teratur .

Varietas Bawang Merah

Menurut Wibowo (2005), varietas yang banyak dikembangkan di Indonesia

adalah bawang merah Medan, Gurgur, Maja, Sri Sakate, Sumenep, Kuning,

Lampung, Bima, dan Ampenan. Berdasarkan warna bawang merah dapat dibagi

menjadi 3 warna, yaitu (1) umbi berwarna merah tua, (2) umbi berwarna kuning,

(29)

Budidaya Bawang Merah

Teknik budidaya bawang merah pada umumnya seragam. Dimulai dari

pembibitan, penyiapan lahan (media tanam) , penanama n, pemeliharaan,

pemupukan, hingga pemanenan.

Pembibitan. Menurut Teten (2001), teknik pembibitan saat ini terdiri dari

2 metode, yaitu metode umbi bibit dan metode biji botani (True Shallot Seed).

Pembibitan umumnya dilakukan petani adalah metode umbi bibit yang

membutuhkan rata-rata 1.440 kilogram per hektar bibit. Bibit tersebut didapat

dari panen sebelumnya dan pembelian dari produsen bibit. Rata-rata produksi tiap

hektar lahan dari penggunaan bibit tersebut adalah 11,9 ton per hektar bawang

merah.

Sebelum ditanam, sebaiknya umbi bibit dipotong satu per tigabagian untuk

percepatan pertumbuhan daun bawang merah. Pemberian abu pada ujung

pemotongan bibit bawang merah dilakukan untuk menghindari adanya

pembusukan yang disebabkan oleh bakteri maupun cendawan. Wibowo (2005)

berpendapat, spesifikasi penilaian bibit yang baik adalah: (1) tanaman dapat

dipanen kurang lebih 60 hari setelah masa tanam, (2) mempunyai ukuran sedang

(2,5-5 gram per umbi), hingga besar (5-7,5 gram per umbi), (3) lama

penyimpanan bibit kurang lebih 3 bulan (90 hari).

Media tanam. Media tanam bawang merah umumnya lahan sawah Aluvial

kelabu (Ag), dengan membutuhkan tata pengairan yang kontinu untuk

pertumbuhan tanaman yang baik. Tanah berkembang dari bahan Aluvial muda

mempunyai susunan berlapis atau kadar C-organik tidak teratur dan tidak

(30)

baru). Kadar fraksi pasir kurang dari 60 persen pada kedalaman antara 25 – 100

cm dari permukaan mineral (Suhardjo etal. 1983).

Guludan untuk pertanaman bawang merah dibuat dengan tinggi maksimal

50 cm, agar terjadi peresapan air saat dilakukan penyiraman. Hal tersebut sangat

efektif dan efisien untuk pembentukan umbi bawang merah. Kebusukan umbi

bawang merah dapat dihindari dengan metode tersebut.

Penanaman. Waktu penanama n terbaik adalah pada bulan Mei-Juni

hingga Agustus-September, sehari sebelum tanam tanah bedengan disiram hingga

cukup lembab. Bersamaan penanaman diberikan pupuk dasar N P K dengan dosis

200 kilogram per hektar, pupuk tersebut dicampur rata dengan pupuk kandang dan

tanah pada lubang tanam. Kemudian bawang ditanamkan dua per tiga bagian

umbi pada sisi lubang tanam, jangan sampai terkena pupuk secara langsung dan

jangan terbalik (Teten, 2001).

Pemeliharaan. Kegiatan pemeliharaan tanaman bawang merah meliputi

(1) penyulaman dilakukan pada awal pertumbuhan hingga umur lebih dari 7 hari

setelah tanam, dengan cara mengganti bibit yang mati atau busuk. (2) pengairan

pada saat awal penanaman hujan masih turun, perlu diperhatikan adalah drainase

bedengan, apabila pada saat itu dalam kondisi iklim kering perlu dilakukan

penyiraman intensif 2 – 5 kali dalam seminggu. Saat mendekati masa

pembentukan umbi pengairan harus berangsur-angsur dikurangi (Teten, 2001).

Pemupukan. Terdapat dua jenis pupuk yang digunakan yaitu pupuk

organik dan pupuk anorganik. Aplikasi pemupukan dilakukan pada waktu (1)

awal penanaman, dengan menggunakan camp uran pupuk organik dosis 20 ton per

(31)

kilogram per hektar pada 3 hari sebelum tanam, (2) pada10 hari setelah tanam

dengan dosis NPK 200 kilogram per hektar dengan jalan dilakukan penugalan

sebelum pumupukan diantara pertanaman bawang merah, (3) pada 30 hari setelah

tanam denga n pupuk campuran antara 100 kilogram urea dengan 100 kilogram

ZA diaplikasikan dengan dimasukan pada lubang penugalan diantara petanaman

bawang merah (Teten, 2001).

Pemanenan. Panen dilakukan pada umur 65–75 hari setelah tanam dengan

ciri-ciri tanaman (1) tanaman sudah cukup tua dengan hampir 60-90 persen batang

telah lemas dan daun menguning, (2) umbi lapis terlihat penuh padat berisi dan

sebagian tersembul dipermukaan tanah, (3) warna kulit telah mengkilap atau

memerah, tergantung variets atau kultivarnya, (3) cara panen dengan mencabut

tanaman bersama daunnya, diusahakan tanah yang menempel dibersihan. Saat

panen harus pada kondisi kering (Teten, 2001).

Produksi dan Area Produksi Bawang Merah

Produksi adalah tujuan akhir dari pemberian input usahatani. Tinggi

rendahnya produksi tidak harus disebabkan oleh luas lahan panen. Hal ini dapat

dijelaskan pada Tabel 1, bahwa pada tahun 2001 produksi total nasional bawang

merah 664.999 ton, sedangkan pada tahun 2002 produksi total nasional sebesar

596.255 ton (terjadi penurunan produksi). Luas panen masing-masing pada tahun

2001 dan 2002 sebesar 62.489 hektar dan 67.242 hektar (terjadi peningkatan luas

panen). Produktivitas lahan merupakan salah satu penilaian lahan optimal

berdasar tingkat produksi atas lahan tersebut. Lebih jelasnya ada pada Tabel 1 di

(32)

Tabel 1. Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Bawang Merah Lima Propinsi di Indonesia 2001-2002

Propinsi

Sumber : http://www.bappenas.go.id (Statistik Indonesia, 2002)

Berdasarkan Tabel 1, diantara lima Propinsi tersebut pada periode

2001-2002 produksi dan luas panen bawang merah Propinsi Jawa Tengah menempati

urutan kedua setelah Propinsi Jawa Timur. Pada periode yang sama total

kontribusi produksi bawang merah kedua propinsi tersebut terhadap produksi

bawang merah nasional adalah yang terbesar, yaitu 63 persen pada tahun 2001

dan 57 persen pada tahun 2002 (Departemen Pertanian , 2003).

Kabupaten Tegal merupakan salah satu kabupaten di Jawa Tengah yang

memiliki sentra produksi bawang merah. Selain itu juga bawang merah

merupakan komoditas pertanian unggulan yang terus dipertahankan.

Tabel 2. Luas Panen Sayuran Dirinci Menurut Jenis Tanaman di Kabupaten

Tegal Tahun 2004 - 2005 (Ha)

No Jenis Komoditi Luas Panen Tahun

2004

(33)

Berdasarkan Tabel 2, bawang merah di Kabupaten Tegal merupakan

komoditas sayuran dengan luas panen terbesar dibandingkan lima komoditas

lainnya baik pada tahun 2004 maupun tahun 2005. Pada tahun 2004 luas panen

bawang merah sebesar 1.034 hektar dan pada tahun 2005 mengalami peningkatan

menjadi 1.292 hektar. Hal tersebut mengindikasikan bahwa komoditas bawang

merah adalah jenis komoditas sayuran paling banyak diusahahan di Kabupaten

Tegal. Kecamatan Dukuhturi merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten

Tegal yang memiliki total luas panen bawang merah terbesar diantara kecamatan

lainnya dan merupakan sentra produksi bawang merah.

Penetapan luas lahan minimum

Luas lahan minimum adalah titik luas lahan yang harus diusahakan petani

kecil berluaskan lahan sempit untuk hasil produksi yang optimum. Batasan lahan

sempit yang disepakati dalam seminar petani kecil pada tahun 1979 yang

diadakan BPLPP adalah kurang dari 0,25 hektar lahan sawah di Jawa atau 0,5

hektar diluar Jawa (Soekartawi et.al, 1986). Penetapan luas lahan minimum untuk

optimalisasi lahan sangat erat kaitannya bagaimana petani mengelola lahan secara

berkelanjutan (sustainable).

. Optimalisasi lahan merupakan resultan berbagai pengelolaan lahan dalam

upaya produksi yang diperoleh dari penilaian nilai ekonomi. Nilai ekonomi

produksi tinggi berpengaruh pada input usahatani yang optimal pada lahan

tersebut, serta tidak menutup kemungkinan faktor harga, cuaca, dan iklim di

lingkungan setempat

(34)

Analisis Usahatani

Usahatani adalah himpunan dari sumber-sumber alam yang terdapat di

tempat itu untuk produksi pertanian (Hernanto, 1993 dalam Anggraini, 2003).

Usahatani dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu usahatani komersial dan

usahatani umah tangga. Usahatani komersial menitikberatkan pada hasil

usahatani tersebut dengan pembatasan korporasi/perusahaan, sehingga

bermotifkan ekonomi. Usahatani rumah tangga menitikberatkan pada pemenuhan

konsumsi rumah tangga yang subsisten. Akan tetapi rumah tangga petani dapat

menyediakan dan memberikan input kerja untuk suatu produksi usahatani.

Menurut Sokartawi et al. (1986), pengelolaan usahatani pada dasarnya

terdiri dari pemilihan antara berbagai alternatif penggunaan sumberdaya yang

terbatas yang terdiri dari lahan, kerja, modal, waktu dan pengelolaannya. Faktor

produksi lahan mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan faktor

produksi lain (Sumaryanto et al., 2002 dalam Anggraini, 2006).

Untuk menghitung hasil dari usahatani yang dilakukan pada suatu areal

produksi dapat dilakukan perhitungan usahatani atau analisis usahatani. Variabel

yang dihitung dalam analisis usahatani yaitu biaya (pengeluaran), penerimaan,

dan pendapata n usahatani.

Biaya usahatani adalah seluruh pengeluaran yang dikeluarkan petani untuk

memproduksi hasil usahatani atau didefinisikan sebagai nilai semua masukan

yang habis terpakai atau dikeluarkan dalam proses produksi. Biaya total atau

pengeluaran total usahatani dibagi menjadi pengeluaran tetap dan pengeluaran

tidak tetap. Pengeluaran tidak tetap (variabel cost atau direct cost) didefinisikan

(35)

kira-kira sebanding dengan besarnya produksi. Pengeluaran tetap (fixed cost) adalah

pengeluaran usahatani yang tidak bergantung pada besarnya produksi.

Pengeluaran total usahatani juga mencakup pengeluaran tunai dan tidak tunai

(Soekartawi et al., 1986).

Penerimaan terdiri dari penerimaan tunai dan tidak tunai. Penerimaan tunai

usahatani adalah nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani yaitu

jumlah produk yang dijual dikali dengan harga produk., baik penjualan

keseluruhan ataupun sebagian hasil. Penerimaan tidak tunai adalah nilai produk

yang dihasilkan dari usahatani tetapi tidak dijual. Produk tersebut dapat

digunakan sebagai bibit atau dikonsumsi oleh rumah tangga petani serta disimpan

digudang pada akhir tahun.

Konsep penerimaan tunai dan tidak tunai bila digabungkan menjadi

penerimaan total atau penerimaan kotor (gross return). Apabila peneriman total

tersebut dikurangi oleh pengeluaran total maka didapat pendapatan bersih (net

income). Menurut Sutrisno (2002), analisis biaya dan pendapatan ditekankan

pada usahatani adalah tanaman semusim.

Salah satu ukuran efisiensi pendapatan adalah rasio penerimaan atas biaya

(R/C ratio). Rasio penerimaan atas biaya menunjukkan berapa besarnya

penerimaan yang akan diperoleh dari setiap rupiah yang dikeluarkan dalam

produk usahatani. Usahatani menguntungkan bila nilai R/C ratio lebih besar atau

sama dengan satu, akan tetapi usahatani mengalami kerugian bila nilai R/C ratio

kurang dari satu. Karena biaya yang dikeluarkan merupakan biaya total, maka

(36)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di sentra produksi bawang merah di Kabupaten Tegal

dengan waktu pada bulan Juli 2006 – April 2007. Penelitian dilakukan dalam

dua tahap. Tahap pertama adalah pengamatan dan pengambilan sampel lapang di

daerah sentra produksi bawang merah di Desa Sidapurna, Kecamatan Dukuhturi,

Kabupaten Tegal. Tahap kedua adalah analisa unsur hara (N, P, K, Na, Ca, Mg),

kapasitas tukar kation (KTK), kejenuhan basa (KB), dan pH tanah di laboratorium

Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan,

Fakultas Pertanian, IPB, pada bulan Februari – Maret tahun 2007.

Metode Pengumpulan Data

Jenis dan Sumber Data

Data yang diperlukan dalam penelitian untuk analisis penetapan

peng-gunaan lahan sempit pada sentra produksi bawang merah optimal adalah data

usahatani bawang merah dan kandungan unsur hara pada tiap luasan lahan. Jenis

data yang dipelukan adalah data primer dan data sekunder. Data primer

merupakan data utama terdiri dari (1) data analisis tanah yang meliputi N total, P

tersedia, K dapat ditukar, Na, Ca, Mg, kapasitas tukar kation (KTK), kejenuhan

basa (KB), dan pH tanah, dan (2) kuisioner petani bawang merah Desa Sidapurna

dan sekitarnya. Sedangkan data sekunder sebagai data pendukung analisis terdiri

(37)

Metode Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel kuisioner. Berdasarkan Nazir (2003), metode

judgment random sample adalah metode pemilihan sampel dari individu

didasarkan pada pertimbangan pribadi. Metode tersebut digunakan untuk

pengambilan kuisioner. Metode judgment random sampling didasarkan pada

pertimbangan setiap petani yang dijadikan sample (responden) merupakan petani

bawang merah yang memiliki luas lahan yang berbeda. Pengumpulan data

analisis dapat dilakukan dengan :

1. Kuisioner (daftar pertanyaan)

Pengumpulan data dengan penyebaran kuisioner kepada responden petani

bawang merah di Desa Sidapurna.

2. Wawancara secara langsung

Pengumpulan data dengan wawancara secara langsung dengan responden

petani bawang merah di Desa Sidapurna, baik di lapang maupun dalam

ruangan (tempat tinggal).

3. Pengamatan lapang

Pengumpulan data dengan pengamatan lahan usahatani bawang merah

dilapangan.

4. Studi Pustaka

Pengumpulan data berdasarkan studi literatur.

Pengambilan Sampel Tanah. Sampel tanah diambil dari lahan sawah

bawang merah di Desa Sidapurna, Kecamatan Dukuhturi, Kabupaten Tegal,

(38)

Nopember 2006. Sampel tanah diambil secara acak yang sengaja (purposive)

pada kedalaman 0 - 30 cm dan 30 – 60 cm, tiap luasan berbeda diambil sampel

tanah untuk dianalisis. Pengambilan sampel tanah sebanyak 114 sampel tanah

secara komposit di sentra produksi bawang merah.

Analisis Sampel Tanah

Analisis sampel tanah dilakukan di laboratorium Kimia dan Kesuburan

Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB

penetapan yang meliputi:

a. Kadar N total dengan metode Kjeldahl.

b. Kadar P tersedia dengan metode Bray 1.

c. Kapasitas tukar kation, K, Na, Ca, Mg, dan kejenuhan basa dengan

metode NH4OAc pH 7.

d. Penetapan pH tanah dengan pH meter.

Analisis Data

1. Analisis data usahatani dengan pengolahan data hasil angket/kuisioner.

2. Analisis penetapan luas lahan sawah mini mum untuk pengusahaan

bawang merah optimal di Desa Sidapurna, Kecamatan Dukuhturi,

Kabupeten Tegal berdasarkan usahatani dan pemupukan petani.

Luasan tanah yang ditetapkan sebagai sampel adalah :

a. Lahan sempit : kurang dari 0,25 hektar

b. Lahan agak sempit : 0,25 – 0,5 hektar

c. Lahan sedang : 0,5 – 1 hektar

(39)

KONDISI GEOGRAFIS DAN KEPENDUDUKAN

Lokasi Geografis

Desa Sidapurna terletak di bagian barat Kecamatan Dukuhturi, Kabupaten

Tegal, Propinsi Jawa Tengah. Luas wilayah keseluruhan Desa Sidapurna adalah

215,5 hektar, dengan rincian penggunaan lahan sebagai lahan sawah 115,4 hektar,

lahan pekarangan 80,14 hektar, lahan lainnya (bangunan dan fasilitas umum)

sebesar 19,95 hektar. Desa Sidapurna secara administratif dibatasi oleh :

- Bagian Utara : Kelurahan Krandon dan Kelurahan Cabawan

- Bagian Timur : Desa Dukuhturi

- Bagian Selatan : Desa Kupu dan Desa Sidakaton

- Bagian Barat : Desa Sidakaton

Lokasi Desa Sidapurna secara topografi terletak di dataran rendah yang

landai. Jarak lokasi dengan pantai utara Jawa berkisar 5 km, dengan ketinggian

rata-rata 6 meter diatas permukaan laut. Lokasi Desa Sidapurna juga merupakan

jalur strategis dalam lalulintas perekonomian, karena dekat dengan jalur utama

pantura. Jenis tanah Desa Sidapurna sebagian besar terdiri dari tanah Aluvial

kelabu, baik untuk pertanaman bawang merah.

Keadaan Penduduk

Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin

Menurut Rusli (1996), komposisi penduduk menggambarkan sus unan

penduduk berdasarkan pengelompokan penduduk menurut karakteristik yang

(40)

ekonomis, maupun sosial. Penduduk Desa Sidapurna tahun 2006 dalam rencana

pembangunan tahunan Desa Sidapurna berpenduduk 8.889 jiwa, terdiri dari

laki-laki 4.256 jiwa dan perempuan 4.633 jiwa, sehingga dapat dihitung nilai Rasio

Jenis Kelamin Desa Sidapurna menurut Rusli (1996):

RJK = (jumlah penduduk laki-laki / jumlah penduduk perempuan)*100

RJK = (4256 / 4633)* 100

= 92

Berdasarkan perhitungan di atas dapat dilihat nilai Rasio Jenis Kelamin

penduduk Desa Sidapurna adalah sebesar 92, artinya dari 100 orang penduduk

perempuan terdapat 92 orang penduduk laki-laki. Nilai Rasio Jenis Kelamin ini

cukup besar sehingga jumlah penduduk laki-laki hampir berimbang atau sama

banyaknya. Hal diatas juga diperkuat dengan nilai jumlah distribusi frekuensi

penduduk laki-laki dan penduduk perempuan, yaitu sebesar 47,8 persen penduduk

laki-laki dan 52,1 persen penduduk perempuan. Sedangkan Komposisi penduduk

menurut kelompok umur dapat dijelaskan pada Tabel 3.

Tabel 3. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur di Desa Sidapurna Tahun 2006

Kelompok Umur Jumlah (Jiwa) Persentase (persen)

0-5

(41)

Menurut Rusli (1996) Dependency Ratio adalah rasio untuk memperoleh

gambaran presentase penduduk yang dianggap me mpunyai aktivitas konsumtif

dan harus ditanggung oleh penduduk usia 17 - 60 tahun yang dianggap sebagai

penduduk produktif. Adapun cara perhitungannya adalah sebagai berikut:

kelompok umur 0-16 tahun + kelompok umur > 60 tahun kelompok umur 17-60 tahun

Dengan kriteria :

b. Kelompok umur 0 - 16 tahun :belum produktif

c. Kelompok umur 17 - 60 tahun) :produktif

d. Kelompok umur > 60 tahun :tidak produktif

Berdasarkan Tabel 3, Dependency Ratio Desa Sidapurna adalah 96,45

persen (dibulatkan 97 persen), artinya setiap 100 jiwa yang produktif di Desa

Sidapurna harus menanggung 97 jiwa usia tidak produktif.

Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian

Sub-sektor pertanian denga n komoditas utama bawang merah tersebut

merupakan motor penggerak ekonomi di Desa Sidapurna sekaligus sumber mata

pencaharian utama penduduk desa Sidapurna. Hal tersebut dapat dibuktikan

bahwa, sebagian besar mata pencahaharian sebagai petani, baik buruh tani

maupun petani (64,39 persen). Mata pencaharian lainnya dapat dijelaskan pada

Tabel 4, yaitu jumlah penduduk menurut mata pencaharian di Desa Sidapurna

(42)

Tabel 4. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Desa Sidapurna Tahun 2006

Mata Pencaharian Penduduk Jumlah

(Jiwa) Persentase (persen)

Petani

Sumber : Rencana Pembangunan Tahunan Desa SidapurnaTahun 2006

Dari Tabel 4 di atas, maka mata pencaharian pertanian mempunyai tingkat

pengaruh dalam menunjang perekonomian Desa Sidapurna. Hal ini memberikan

dampak bahwa tingkat penguasaan penduduk akan lahan pertanian sangat sedikit.

Dari luas lahan sawah di Desa Sidapurna sebesar 115,45 hektar, maka

kepemilikan lahan sawah untuk usahatani komoditas bawang merah umumnya

sempit.

Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan formal penduduk di Desa Sidapurna sangat beragam

mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Disamping itu penduduk yang

tidak memperoleh atau melaksanakan pendidikan formal mencapai 729 jiwa

(12,55 persen, tidak tamat sekolah mencapai 1.559 jiwa, yaitu 26,83 persen. Data

lengkap komposisi penduduk menurut tingkat pendidikan Desa Sidapurna dapat

(43)

Tabel 5. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Desa SidapurnaTahun 2006

Tingkat Pendidikan Jumlah (jiwa) Presentase (persen)

Belum Sekolah 729 12,55

Tidak Tamat Sekolah 1.559 26,83

Tamat SD 1.885 32,44

Tamat SLTP 932 16,04

Tamat SLTA 620 10,67

Tamat Perguruan Tinggi 86 1,48

J u m l a h 5.811 100,00

Sumber : Rencana Pembangunan Tahunan Desa Sidapurna Tahun 2006

Berdasarkan Tabel 5 di atas, mengindikasikan bahwa kesadaran akan

pendidikan bagi penduduk Desa Sidapurna masih rendah. Penduduk Desa

Sidapurna umumnya tamat SD sebesar 32,44 persen. Penduduk yang

melaksanakan pendidikan hingga tamat perguruan tinggi hanya sebesar 1,48

persen dari keseluruha n jumlah penduduk. Hal tersebut mengindikasikan secara

umum kualitas sumberdaya manusia di Desa sidapurna masih rendah. Akan

tetapi walaupun tingkat pendidikan formal yang dilaksanakan penduduk Desa

Sidapurna masih rendah, petani di desa tersebut sarat pengalaman dalam bertani

bawang merah. Pengetahuan tersebut secara turun-temurun diperoleh petani dari

(44)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lahan Usahatani

Kondisi geografis Desa Sidapurna berada di dataran rendah dengan

ketinggian rata-rata 6 meter diatas permukaan laut. Jenis tanah di wilayah Desa

Sidapurna sebagian besar didominasi oleh jenis tanah Aluvial kelabu (Ag). Tanah

Aluvial tersebut mempunyai kondisi yang baik untuk produksi tanaman bawang

merah, seperti halnya daerah pantura lain (Brebes, Tegal, Pemalang).

Iklim tropis bercurah hujan rata-rata enam tahun terakhir di Desa

Sidapurna sebesar 2.130 milimeter per tahun. Dari tahun ke tahun curah hujan

rata-rata semakin menurun meskipun terjadi fluktuasi curah hujan yang

mempengaruhi siklus dan pola pengelolaan tanaman bawang merah. Hasil

produksi tanaman bawang merah tertinggi terjadi pada musim tanam Juli -

Agustus. Tabel 6 merincikan data curah hujan tiap bulan, yang dimulai dari

tahun 2000 hingga tahun 2006.

Tabel 6. Data Curah Hujan Tiap Bulan Tahun 2000 - 2006 di Desa Sidapurna,

Keterangan : Data curah hujan tahun 2006 hanya tercatat pada bulan Januari-Juni

Sumber : Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan Kecamatan Dukuhturi (data

(45)

Penguasaan Lahan

Berdasarkan data kependudukan tahun 2005 dalam Rencana Pembangunan

Tahunan Desa Sidapurna Tahun 2006, juml ah petani Desa Sidapurna sebesar 27,7

persen (767 jiwa), sedangkan luas lahan sawah usahatani di Desa Sidapurna

beririgasi teknis adalah 115,4 hektar. Maka kepemilikan lahan rata-rata penduduk

Desa Sidapurna bermata pencaharian sebagai petani adalah 0,15 hektar (1.500

m2) atau kurang dari 0,25 hektar.

Lahan usahatani bawang merah Desa Sidapurna dapat dikategorikan

sebagai lahan sempit. Batasan lahan sempit yang disepakati dalam seminar petani

kecil pada tahun 1979 yang diadakan BPLPP adalah kurang dari 0,25 hektar

lahan sawah di Jawa atau 0,5 hektar diluar Jawa (Soekartawi et.al, 1986). Namun

dengan sempitnya lahan usahatani bawang merah tersebut tidak menyebabkan

produksi bawang merah menjadi rendah.

Lahan menjadi salah satu faktor penting dalam usahatani bawang merah.

Modal utama yang harus dimiliki adalah luasan penguasaan lahan, karena lahan

adalah media untuk dapat melakukan pembudidayaan aneka ragam tanaman yang

diperlukan dan dikonsumsi masyarakat, termasuk bawang merah.

Penguasaan luas lahan sangat dipengaruhi oleh faktor sosial dan faktor

ekonomi penduduk. Semakin baik faktor sosial dan ekonomi penduduk, semakin

luas pula penguasaan lahan. Penguasaan lahan usahatani bawang merah berdasar

status penguasaan lahan terdiri dari lahan usaha milik sendiri, sewa lahan, lahan

bengkok dan lahan bagi hasil.

Lahan milik sendiri adalah lahan untuk usaha dengan status kepemilika n

(46)

pribadi dengan pembebanan pajak lahan yang diusahakan. Lahan sewa adalah

lahan hasil dari kesepakatan antara kedua belah pihak untuk disewakan dan yang

menyewa, kesepakatan dapat terdiri dari bagi hasil dan sewa dalam bentuk uang

serta sewa lahan milik pemerintah (pelungguh/bengkok).

Petani Desa Sidapurna umumnya menyewa lahan usaha untuk tanaman

bawang merah dengan membayar tunai kepada pemilik lahan sawah. Tabel 7

menunjukkan secara rinci status penguasaan lahan usahatani bawang merah.

Tabel 7. Jumlah Petani Responden Desa Sidapurna Berdasar Luas Lahan Beserta Penguasaan Lahan

Luas (Ha)

Penguasaan Lahan Petani Responden Total

Bengkok Milik Sendiri Bagi Hasil Sewa

Jml (%) Jml (%) Jml (%) Jml (%) Jml (%)

Tabel 7 menunjukkan jumlah petani responden Desa Sidapurna dengan

status penguasaan lahan sewa sebesar 58,47 persen, dimana petani sewa dengan

luas kurang dari 0,25 hektar merupakan petani sewa lahan tertinggi, yaitu 32,31

persen. Petani dengan lahan sewa 0,25 - 0,5 hektar sebesar 23,08 persen. Petani

dengan lahan milik sendiri kurang dari 0,25 hektar sebesar 16,92 persen. Petani

dengan lahan milik sendiri 0,25 - 0,5 hektar sebesar 9,23 persen. Petani dengan

lahan milik sendiri 0,50 - 1 hektar sebesar 6,15 persen. Petani dengan lahan milik

(47)

Cara Bercocok Tanam Bawang Merah

Bibit

Varietas bibit bawang merah yang ditanam pada umumnya satu varietas,

yaitu varietas lokal Bima Tegal. Varietas lain meliputi varietas Bangkok Lokal,

Timor, sangat sedikit diusahakan oleh petani. Mayoritas petani Desa Sidapurna

memilih varietas Bima Tegal dijadikan bibit dengan berbagai keunggulan.

Keunggulan tersebut antara lain sesuai permintaan konsumen, berukuran besar,

cepat bertunas, kualitas dan kuantitas baik, serta tahan akan serangan hama dan

penyakit.

Bibit diperoleh dari penyimpanan hasil panen sebelumnya selama 3 bulan.

Disamping itu, bibit juga diperoleh dari membeli bibit dari produsen bibit dan

petani bawang yang lain. Pengeringan umbi yang dipergunakan untuk bibit di

keringkan selama 1 minggu, pemberian abu pada umbi bagian atas setelah

dipotong, agar tidak terserang hama dan penyakit saat dikeringkan.

Penyimpanan umbi bibit diletakkan dengan kondisi suhu stabil (bilama na

suhu dingin dilakukan pengasapan dan bila suhu panas, bibit ditutup daun) dan

kondisi volume bibit harus diperhatikan. Jarak antar rak penyimpanan kurang

lebih 80 cm, tergantung dari jumlah bibit dan volume bibit yang disimpan. Jika

akan dibibitkan dalam lahan suwatan, bibit tersebut diseleksi

Kebutuhan bibit bawang merah harus disesuaikan dengan kondisi luas lahan

usaha, dan jarak tanam. Menurut Anggraini (2006), semakin rapat jarak tanamnya

semakin banyak pula bibit yang dibutuhkan, demikian pula sebaliknya. Rata-rata

(48)

3.196,15 m2, setara dengan 10,69 kwintal (dibulatkan 11 kwintal) per hektar lahan.

Pengolahan Tanah dan Pengelolaan Lahan

Pengolahan tanah dan pengelolaan lahan dimaksudkan untuk memberikan

kondisi lahan yang sesuai untuk pertumbuhan bawang merah. Langkah-langkah

pengolahan tanah dan pengelolaan lahan yang dilakukan petani bawang merah

Desa Sidapurna pada umumnya seragam. Adapun langkah tersebut adalah:

a. Pembuatan bedengan (pulung) dan parit (suwatan). Panjang bedengan

100-120 cm, tinggi bedengan 20-40 cm, lebar parit 30-50 cm, tinggi

parit 40-80 cm. Jarak tanam bibit bawang merah oleh petani sangat

bervariasi, karena jarak tanam sangat mempengaruhi perkembangan

volume umbi, kualitas umbi, dan banyaknya umbi bawang merah yang

dihasilkan saat dipanen. Saat pembuatan bedengan tersebut disertai

juga dengan pembersihan gulma sisa musim tanam sebelumnya.

b. Pembalikan tanah lapisan atas dan meratakannya (rembug) agar

gembur.

c. Lahan yang telah diolah tersebut diberakan paling lama 20 hari. Bila

penanaman dilakukan sebelum masa bera habis, maka hasil bawang

kurang memuaskan.

d. Menutup pinggiran bedengan (malem). Dilakukan saat pengolahan

tanah, sebelum pemupukan pertama (11 hari setelah tanam) dan kedua

(49)

e. Pembuatan dan perapihan parit. Tujuan dalam perapihan parit adalah

untuk memperdalam parit, agar pengairan air irigasi lancar, kecukupan

air, dan umbi tidak membusuk terendam air irigasi. Kedalaman parit

rata-rata 80 cm dari perakaran bawang merah.

Alat yang digunakan dalam pengolahan tanah masih tradisional seperti

cangkul, dan garpu tanah. Kesederhanan alat tersebut mangakibatkan waktu

untuk mengolah tanah dan mengelola lahan pertanian bawang merah

membutuhkan waktu lama.

Penanaman Bibit

Penanaman bibit bawang merah dilakukan sesudah penyiraman lahan

terlebih dahulu. Tujuan penyiraman lahan tersebut untuk mempermudah

menancapkan bibit bawang merah, serta mempercepat pertunasan. Menanam bibit

tidak menggunakan alat bantu, hanya cukup dengan tangan yang sedikit

melubangi tanah. Jarak tanam penanaman bibit bawang merah sangat beragam.

Hal tersebut dikarenakan jarak tanam sangat mempengaruhi perkembangan

volume umbi, kualitas umbi, dan banyaknya umbi bawang merah yang dihasilkan

saat dipanen.

Waktu untuk penanaman bawang merah di Desa Sidapurna tergantung dari

musim daerah tersebut. Akan tetapi saat sekarang ini, iklim dan cuaca sangat

tidak menentu, sehingga mempengaruhi saat musim tanam bawang merah.

Adapun musim tanam di Desa Sidapurna pada umumnya adalah sebagai berikut:

a. Musim tanam I : dilakukan pada saat bulan Nopember-Desember,

(50)

musim hujan. Biasanya pada musim tersebut,

banyak petani menanam padi sawah.

b. Musim tanam II : dilakukan pada saat bulan April-Mei. Pada

bulan tersebut, tanaman bawang diusahakan

antara musim hujan dan kemarau. Hasil bawang

merah cukup memuaskan.

c. Musim tanam III : dilakukan pada bulan Juli-Agustus,

Oktober-Nopember. Pada bulan tersebut terjadi musim

kemarau, lahan kering dan memerlukan irigasi

yang intensif.

Dari ketiga musim tanam tersebut, pola tanam paling menguntungkan

adalah pola tanam saat bula Juli-Agustus. Dikarenakan pada bulan tersebut terjadi

musim kering yang membawa ’’angin kumbang’’ yang cocok untuk pertanaman

bawang merah.

Pemberaan lahan sawah terjadi pada bulan Maret, Juni, dan September.

Pada bulan tersebut aktivitas pertanian lahan yang diusahakan tidak diolah untuk

sementara waktu. Tujuan pemberaan tersebut adalah untuk mengembalikan

kondisi lahan yang diusahakan pada keadaan daya dukung lahan untuk

memproduksi bawang merah secara optimal.

Pergiliran tanaman dan pola tanam lahan sawah Desa Sidapurna sangat

beragam dan tidak bersamaan. Akan tetapi, secara umum dapat dikelompokkan

masa tanam sesuai musim dan cuaca yang ada di Desa Sidapurna. Menurut

Anggraini (2006), pola tanam adalah urut-urutan dan pergiliran tanam pada lahan

(51)

Rotasi dan tumpangsari tanaman bawang merah dilakukan untuk

me-ngembalikan kondisi lahan agar sustainable. Rotasi dan tumpangsari yang sering

dilakukan petani bawang merah Desa Sidapurna adalah:

a) Bawang merah dan cabai merah-bawang merah-padi

b) Bawang merah-cabai merah-bawang merah-padi

c) Bawang merah-sayuran hortikultura lain-bawang merah-padi

d) Bawang merah-bawang merah-padi

Pengairan

Kabupaten Tegal memiliki waduk Cacaban yang disalurkan ke Bendungan

Sidapurna sebagai sumber air irigasi pertanian di Desa Sidapurna dan sekitarnya.

Lahan sawah sangat tergantung pada ketersediaan sumber air yang cukup untuk

berproduksi, salah satunya adalah bawang merah di Desa Sidapurna, Kecamatan

Dukuhturi, Kabupaten Tegal.

Pendangkalan waduk dan saluran irigasi primer maupun sekunder sering

terjadi di Desa Sidapurna. Perawatan yang sederhana dan tidak memperhatikan

kondisi lapang pada saluran irigasi penyebab pendangkalan tersebut. Akibatnya

pasokan air irigasi menjadi berkurang, debit air semakin menurun. Bilamana

kondisi tersebut dibiarkan terus-menerus, berakibat pada berkurangnya produksi

bawang merah.

Kerusakan saluran irigasi berakibat pula pada ketersediaan air bagi lahan

sawah jauh dari sumber air irigasi. Dalam mengatasi masalah tersebut, dapat

menggunakan pompa penyedot air tanah dan mengalirkannya ke areal

(52)

Sidapurna dapat mengakibatkan kekurangan air tanah, sehingga terjadinya intrusi

air laut yang mengandung garam, hal ini dapat dibuktikan dengan kondisi air pada

sumur tanah sebagian penduduk terasa asin dan tidak bisa dikonsumsi penduduk.

Pengairan sangat diperlukan oleh tanaman bawang merah untuk

pertumbuhannya. Penyiraman dilakukan setiap hari menggunakan timba siram.

Pola penyiraman bawang merah di Desa Sidapurna secara umum dapat

dikelompokkan sebagai berikut :

a) Mulai tanam – 1 minggu : penyiraman pagi dan sore

b) Umur 1 minggu – 21 hari : penyiraman pagi

c) Umur 21 hari – 35 hari : Penyiraman pagi dan sore

d) Umur 35 hari – 40 hari : penyiraman pagi

e) Umur 40 – 50 hari : penyiraman pagi, siang, dan sore

f) Umur 50 – 60 hari : penyiraman siang

g) Sehari sebelum pemanenan tidak dilakukan penyiraman

Penyiangan dan pembumbunan

Penyiangan dilakukan secara tradisional, dilakukan dengan me nggunakan

tangan. Gulma merupakan pesaing utama bawang merah untuk memperoleh

unsur-unsur hara dan sinar matahari. Pembumbunan pulungan dilakukan pada

hari-hari tertentu terutama sebelum dilakukan pemupukan, yaitu sebelum

pemupukan kedua (21 hari) dan ketiga (35 hari). Tujuan pembumbunan tersebut

(53)

Hama dan Penyakit Tanaman Bawang Merah

Produksi bawang merah tiap musim panen dapat menurun dan bahkan bisa

gagal panen, diakibatkan oleh serangan hama dan penyakit yang menyerang pada

musim tanam. Produksi menurun dan bahkan bisa gagal tersebut memberikan

dampak sangat berarti bagi petani, yaitu kerugian. Untuk mengurangi dan

menanggulangi serangan hama dan penyakit tersebut, petani melakukan

perlindungan dan pemberantasan secara intensif dari mulai tanam hingga sehari

sebelum panen.

Penggunaan pestisida dan fungisida sangat nyata terjadi secara intensif di

Desa Sidapurna. Akibatnya, terjadi pengeluaran biaya yang besar untuk

pem-belian bahan pestisida dan fungisida. Disamping pemborosan tersebut,

penggunaan pestisida dapat menimbulkan hama dan penyakit retensi terhadap

penggunaan pestisida sejenis.

Untuk menanggulangi retensi hama penyakit tersebut, petani Desa

Sidapurna memberikan dosis lebih tinggi, bahan campuran berbagai dosis dan

jenis pestisida (4-5 jenis pestisida), diyakini dapat menanggulangi intensitas

serangan hama, akan tetapi hal sebaliknya akan terjadi. Timbul masalah baru,

penyakit baru dan begitu seterusnya hingga petani menemukan formula dan jenis

obat baru untuk dapat menanggulangi dan memberantas hama penyakit baru

tersebut.

Hal tersebut di atas dikarenakan terjadinya persaingan penjualan oleh

perusahaan pembuat pestisida dan penggunaannya selalu ingin melebihi dosis

antar petani untuk meningkatkan hasil panennya. Anggapan petani Desa

(54)

dalam mencegah dan mengendalikan hama dan penyakit yang menyerang

tanaman. Pengaruh negatif terhadap lingkungan dari penggunaan pestisida kimia

tersebut mulai tampak pada kondisi lahan untuk berproduksi menurun.

Berdasarkan data yang diperoleh dari petani responden bawang merah,

rata-rata pengeluaran petani responden untuk biaya pembelian pestisida sebesar

1.308.461,54 rupiah tiap3.196,15 m2 atau sebesar 3.042.173,08 rupiah tiap hektar

yang merupakan biaya terbesar petani bawang merah Desa Sidapurna. Hal

tersebut diatas sangat memberatka n petani kecil.

Pada musim hujan, pertanian bawang merah Desa Sidapurna mulai

terserang hama dan penyakit dengan berat. Seluruh daun seperti terlihat warna

putih, sehingga disebut hama putih. Umbi bawang merah terserang pada kondisi

cuaca dan iklim tersebut mempunyai kualitas dan kuantitas (volume umbi)

rendah. Hama trips terbiasa bersembunyi di bagian umbi muncul dan menyerang

umbi bawang tersebut, bilamana terbawa dalam tempat penyimpanan akan

merusak umbi bawang yang lain.

Identifikasi hama dan penyakit yang menyerang tanaman bawang merah

Desa Sidapurna adalah sebagai berikut : Bercak Ungu (Trotol), Hama Inul, Ulat

Daun, Grandong, busuk umbi, mati pucuk, dan lain sebagainya. Pestisida dan

fungisida digunakan petani bawang merah Desa Sidapurna umumnya adalah

Decis 2,5 EC, Hostation 40 EC, Diazion 60 EC, Phosvel 300 EC, Lannate, dan

(55)

Pemupukan dan Panen

Pemupukan. Penggunaan pupuk dalam usahatani merupakan suatu

keharusan untuk dapat terus mempertahankan kapasitas produksi. Pemberian

input oleh petani yang terus meningkat dan intensif, dapat menyebabkan

penurunan produksi bawang merah pada luasan lahan yang optimum. Pupuk

anorganik secara intensif diberikan, sebaliknya untuk pupuk organik sangat jarang

dan bahkan tidak sama sekali dilakukan oleh petani Desa Sidapurna. Petani

tersebut beranggapan bahwa pupuk organik yang diberikan pada tanah sudah tidak

dapat memberikan produksi yang optimal.

Penerimaan dari penggunaan pupuk organik lebih rendah dari penggunaan

pupuk anorganik yang lebih efisien dalam mendapatkan macam dan jenis pupuk

yang diinginkan. Konsumsi petani akan pupuk anorganik secara terus menerus

diharapkan dapat meningkatkan hasil produksi yang optimal dengan me

-ningkatnya kesuburan tanah. Kesuburan tanah yang diharapkan oleh petani

ter-jadi sebaliknya, yaitu penurunan produksi bawang merah. Hal tersebut

diakibatkan adanya penambahan oleh petani Desa Sidapurna akan pupuk utama/

makro (N,P,K) saja. Unsur mikro (Ca, Mg, S, Fe, Mn, Zn, Cu, Mo, B, Cl) yang

diperlukan oleh tanaman sangat tidak diperhatikan.

Pemberian pupuk utama oleh petani Desa Sidapurna rata-rata umumnya

dilakukan sebanyak 3 kali untuk tiap musim tanam bawang merah. Pola aplikasi

pemupukan tanaman bawang merah dilakukan berdasarkan umur bawang. Pola

(56)

a) Pemupukan dasar (pertama). Adalah pemupukan awal saat tanaman

bawang merah berumur satu minggu (1 MST). Pemupukan dengan

cara disebar.

b) Pemupukan lanjutan (kedua). Adalah pemupukan yang dilakukan

pada minggu kedua setelah masa tanam (2 MST) bawang merah.

Pemupukan dengan cara disebar.

c) Pemupukan akhir (ketiga). Adalah pemupukan yang dilakukan pada

minggu keempat setelah masa tanam (4 MST) bawang merah.

Pemupukan dengan cara disebar.

Ketiga cara pemupukan tersebut diatas, dalam pemilihan jenis dan dosis

(komposisi) pupuk sangat beragam. Keragaman pemupukan yang dilakukan

petani, tergantung luasan lahan yang dimiliki dan keinginan petani untuk

mendapatkan hasil produksi bawang merah yang maksimal. Rata-rata

peng-gunaan pupuk oleh petani responden Desa Sidapurna untuk satu musim tanam

bawang merah adalah :

a) Urea (46 persen N) 60,6 kg untuk tiap 0,25 hektar.

b) SP36 (36 persen P2O5) 61,2 kg untuk tiap 0,25 hektar.

c) KCl (60 persen K2O) 37 kg untuk tiap 0,25 hektar.

Disamping ketiga jenis pupuk utama yang diberikan tersebut diatas,

terdapat pupuk lain yang digunakan untuk pelengkap dan menambahkan

kandungan unsur hara lain. Contoh pupuk yang sebagai pencampur pupuk utama

tersebut adalah NPK, Sondawa, DAP. Jumlah pupuk yang diberikan tidak

disebutkan responden, dikarenakan tergantung cuaca dan musim tanam Desa

(57)

dilakukan pencampuran berbagai macam pupuk tersebut diatas dalam sekali

pemupukan.

Panen. Lokasi Desa Sidapurna yang berada di dataran rendah,

menyebabkan pemanenan bawang merah Desa Sidapurna rata-rata tiap 2 bulan

sekali dalam satu musim panen. Bawang merah yang ditanam di dataran tinggi,

umurnya lebih panjang daripada yang ditanam di dataran rendah (Anggraini,

2006). Musim panen bawang merah tersebut sangat berga ntung pada varietas

bawang merah yang ditanam, media tumbuh tanaman bawang, cuaca dan iklim

lapang untuk musim tanam, serta faktor ekonomi Desa Sidapurna.

Varietas bibit bawang merah yang ditanam oleh responden petani di Desa

Sidapurna adalah varietas lokal Bima Tegal. Sehingga umur panen rata-rata

bawang merah biasa terjadi pada umur 50-55 hari pada musim kemarau, 55-60

hari pada musim hujan yang dikarenakan proses pematangan siap panen bawang

merah terhambat pada musim hujan.

Analisis Usahatani

Biaya (Modal)

Untuk berusahatani bawang merah, diperlukan suatu pengorbanan yang riil

maupun non-riil. Modal sebagai salah satu faktor produksi (input) yang

diperlukan dan diusahakan untuk mendapatkan hasil produksi. Analisis usahatani

bawang merah sangat diperlukan dalam proses produksi. Dalam analisis

usahatani, biaya dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu biaya tunai dan biaya

Gambar

Tabel 2.  Luas Panen Sayuran Dirinci Menurut Jenis Tanaman di Kabupaten
Tabel 3.  Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur di Desa Sidapurna Tahun    2006
Tabel 4.  Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Desa Sidapurna Tahun 2006
Tabel 5.  Komposisi
+7

Referensi

Dokumen terkait

KAJIAN PENGGUNAAN MULSA ORGANIK KERTAS PADA PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN.. BAWANG MERAH ( Allium ascalonicum

sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skrips i dengan judul “ Isolasi dan Identifikasi Fungi Mikoriza Arbuskula Di Lahan Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.)

Isolasi dan Identifikasi Fungi Non-simbiosis di Rizosfer Bawang Merah (Allium ascalonicum L. ) pada Lahan Tercemar Logam Berat Pb di Kecamatan Wanasari Kabupaten

karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Periode Kritis Tanaman Bawang Merah Varietas Bima ( Allium ascalonicum L.) Terhadap Persaingan

UJI HASIL BAWANG MERAH ( Allium ascalonicum L ) PADA BERBAGAI APLIKASI JENIS PUPUK DI TANAH..

Penulis melaksanakan penelitian pada bulan Februari sampai Mei 2022 dengan judul “Induksi Mutasi Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Menggunakan Berbagai

Untuk mengetahuipengaruh pemberian berbagai dosis kompos azolla( Azolla spp.) terhadap pertumbuhan produksi bawang merah( Allium ascalonicum L.).

yaitu 0,000 (p value < 0,05) yang menyatakan adanya perbedaan efektifitas ekstrak bawang merah ( Allium ascalonicum L.) dengan Novobiosin 30 µg, dimana Novobiosin 30