LAHAN SEMPIT DI DAERAH SENTRA PRODUKSI
KABUPATEN TEGAL
Oleh
JOKO SANTOSO A24103077
PROGRAM STUDI ILMU TANAH
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
Joko Santoso, Penetapan Luas Lahan Minimum Untuk Pertanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum) pada Lahan Sempit di Daerah Sentra Produksi Kabupaten Tegal. Dibawah bimbingan Supiandi Sabiham.
Lahan usaha tani bawang merah di Desa Sidapurna Kabupaten Tegal
merupakan lahan sawah yang sempit, yaitu kurang dari 0,25 hektar. Oleh karena
itu optimalisasi penggunaan lahan umumnya untuk usaha tersebut perlu dikaji
secara mendalam.
Penelitian ini bertujuan menetapkan luas lahan sempit yang dapat
dioptimalkan oleh petani bawang merah Desa Sidapurna berdasarkan analisis
usaha tani. Luas lahan minimal yang harus dimiliki petani agar optimal dan mampu
mencukupi kebutuhan produksi berdasarkan tingkat usaha tani adalah seluas 3750
m2. Petani bawang merah dalam mengusahakan lahannya untuk mengoptimalkan
lahan tersebut dapat disarankan pada luasan antara 0,25 – 0,5 hektar. Luas lahan
3750 m2 tersebut juga dapat meningkatkan produktivitas lahan, bila pemberian
input pupuk utama optimal. Untuk mengatasi hal tersebut diatas, petani dapat
mengupayakan pengadaan input secara optimal, pengatahuan cuaca lingkungan
tanam, pengetahuan pola tanam, penggabungan manajemen usaha tani pada luasan
Joko Santoso, Wide stipulating of minimum farm for the pertanaman of shallot (
Allium ascalonicum) at narrow, tight farm in area produce centre the non irigated
dry field regency of Tegal. Under tuition.of Supiandi Sabiham.
Farm of[is effort shallot farmer [in] Countryside of Sidapurna of Regency
[of] Non irigated dry field represent the narrow;tight rice field farm, that is less
than 0,25 hectare. Therefore optimalisasi of farm use generally for the effort of the
require to be studied exhaustively
This research aim to specify wide [of] narrow;tight farm which can be
optimal by farmer of shallot of Countryside Sidapurna [of] pursuant to analysis
of[is effort farmer. Wide [of] minimum farm which must be owned [by] the farmer
[of] [so that/ to be] optimal and able to answer the demand the requirement
produce pursuant to storey;level of[is effort farmer [is] for the width of 3750 m2.
Shallot farmer in labouring its farm to [be] optimal [of] the farm can be suggested
[at] luasan [of] [among/between] 0,25 - 0,5 hectare. Wide [of] farm 3750 the m2
also can improve the farm productivity, if/when optimal especial manure input gift.
To overcome the [the] mentioned of[is above, farmer can strive the input levying
in an optimal fashion, environmental pengatahuan weather plant the, pattern
knowledge plant the, management affiliation of[is effort farmer [of] [at] luasan
farm which less than 0,25 hectare become wide [of] farm [of] [among/between]
LAHAN SEMPIT DI DAERAH SENTRA PRODUKSI
KABUPATEN TEGAL
Skripsi
Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pertanian
pada
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Oleh:
JOKO SANTOSO
A24103077
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
Sempit di Daerah Sentra Produksi Kabupaten Tegal
Nama : Joko Santoso
NRP : A24103077
Program Studi : Ilmu Tanah
Departemen : Ilmu Tanah Dan Sumberdaya Lahan
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr
NIP. 130 422 698
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr
NIP. 131 124 019
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Penetapan Luas
Lahan Minimun Untuk Pertanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum) pada
Lahan Sempit di Derah Sentra Produksi Kabupaten Tegal” belum pernah diajukan
pada perguruan tinggi lain atau lembaga lain manapun untuk tujuan memperoleh
gelar akademik tertentu. Saya menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar hasil
karya saya sendiri.
Bogor, Mei 2007
Joko Santoso
Penulis terlahir di Rokan Hulu, 13 Nopember 1984 sebagai anak kedua dari
empat bersaudara, pasangan dari Barju Kiswoto dan Suwarni. Penulis
menyelesaikan Sekolah Dasar di SD N 030 Bangun Jaya, kemudian melanjutkan
ke SLTP N 1 Mojolaban, Sekolah Menengah Atas pada SMU Negeri 2 Sukoharjo
pada tahun 2003. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa
melalui jalur SPMB pada Program Studi Ilmu Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama menjadi
mahasiswa penulis aktif dalam kegiatan kemahasiswaan, yaitu : Himpunan
Mahasiswa Ilmu Tanah tahun 2003, Dewan Perwakilan Mahasiswa Faklutas
Pertanian tahun 2004, Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa
IPB tahun 2004, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pertanian tahun 2005,
Forum Mahasiswa Peduli Lingkungan (Formalin)-IPB tahun 2006. Aktif dalam
Assalamu’alaikum. Wr. wb
Puji syukur penulis kepada Allah SWT, Nabi Muhammad SAW atas jalan
terang dan kesempatan yang telah diberikan kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan penelitian dan skripsi dengan lancar dan baik. Skripsi dengan judul
Penetapan Luas Lahan Minimum Untuk Pertanaman Bawang Merah (Allium
ascalonicum) pada Lahan Sempit di Derah Sentra Produksi Kabupaten Tegal ini
merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pertanian di
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiha m, M.Agr atas saran, bimbingan, nasehat, dan
kritikan yang membangun selama proses penulisan proposal, penelitian, dan
penulisan skripsi yang menambah pengetahuan penulis, serta penulis
menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Ir.
Syaiful Anwar, MSc selaku dosen penguji yang memberikan masukan beserta
bimbingan kepada penulis untuk penyelesaian tugas akhir ini.
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ungkapan terima kasih kepada
orang tua penulis Bapak Barju Kiswoto sekalian Ibu Suwarni di Bangun Jaya atas
dukungan yang tak ternilai bagi penulis. Kakak dan adik-adikku, Dewi
Restyaningsih W, Bani Prayogo, Rohmah Sri Handayani, hidup pasti berubah,
berusahalah gapai cita-citamu pada setiap perubahan hidup kita. ucapan terima
kasih juga penulis haturkan kepada keluarga Bapak Maman Rukman H atas
kesabaran, dukungan, dan do’anya. Spesial terima kasih ini kepada Kharisma
Mailasari, semoga ku genapkan janjiku padamu untuk berbagi dan menjalani hidup
bersamamu.
Warga Desa Sidapurna (Bapak Faizin selaku kepala desa, Bapak Warjo,
Bapak Jari dan seluruh masyarakat) dan seluruh lingkup Pemerintah Kabupaten
Tegal. Teman-teman Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan angkatan 40, seluruh
memberikan yang berarti bagi penulis.
Terimakasih
Wassalamu’alaikum. Wr. wb
Bogor, Mei 2007
DAFTAR ISI
Produksi dan Area Produksi Bawang Merah...
Penetapan Luas Lahan Minimum...
Analisis Usaha Tani...
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian...
Metode Pengumpulan Data………...
Analisis Sampel Tanah...
Analisis Data...
KONDISI GEOGRAFIS DAN KEPENDUDUKAN
LAHAN SEMPIT DI DAERAH SENTRA PRODUKSI
KABUPATEN TEGAL
Oleh
JOKO SANTOSO A24103077
PROGRAM STUDI ILMU TANAH
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
Joko Santoso, Penetapan Luas Lahan Minimum Untuk Pertanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum) pada Lahan Sempit di Daerah Sentra Produksi Kabupaten Tegal. Dibawah bimbingan Supiandi Sabiham.
Lahan usaha tani bawang merah di Desa Sidapurna Kabupaten Tegal
merupakan lahan sawah yang sempit, yaitu kurang dari 0,25 hektar. Oleh karena
itu optimalisasi penggunaan lahan umumnya untuk usaha tersebut perlu dikaji
secara mendalam.
Penelitian ini bertujuan menetapkan luas lahan sempit yang dapat
dioptimalkan oleh petani bawang merah Desa Sidapurna berdasarkan analisis
usaha tani. Luas lahan minimal yang harus dimiliki petani agar optimal dan mampu
mencukupi kebutuhan produksi berdasarkan tingkat usaha tani adalah seluas 3750
m2. Petani bawang merah dalam mengusahakan lahannya untuk mengoptimalkan
lahan tersebut dapat disarankan pada luasan antara 0,25 – 0,5 hektar. Luas lahan
3750 m2 tersebut juga dapat meningkatkan produktivitas lahan, bila pemberian
input pupuk utama optimal. Untuk mengatasi hal tersebut diatas, petani dapat
mengupayakan pengadaan input secara optimal, pengatahuan cuaca lingkungan
tanam, pengetahuan pola tanam, penggabungan manajemen usaha tani pada luasan
Joko Santoso, Wide stipulating of minimum farm for the pertanaman of shallot (
Allium ascalonicum) at narrow, tight farm in area produce centre the non irigated
dry field regency of Tegal. Under tuition.of Supiandi Sabiham.
Farm of[is effort shallot farmer [in] Countryside of Sidapurna of Regency
[of] Non irigated dry field represent the narrow;tight rice field farm, that is less
than 0,25 hectare. Therefore optimalisasi of farm use generally for the effort of the
require to be studied exhaustively
This research aim to specify wide [of] narrow;tight farm which can be
optimal by farmer of shallot of Countryside Sidapurna [of] pursuant to analysis
of[is effort farmer. Wide [of] minimum farm which must be owned [by] the farmer
[of] [so that/ to be] optimal and able to answer the demand the requirement
produce pursuant to storey;level of[is effort farmer [is] for the width of 3750 m2.
Shallot farmer in labouring its farm to [be] optimal [of] the farm can be suggested
[at] luasan [of] [among/between] 0,25 - 0,5 hectare. Wide [of] farm 3750 the m2
also can improve the farm productivity, if/when optimal especial manure input gift.
To overcome the [the] mentioned of[is above, farmer can strive the input levying
in an optimal fashion, environmental pengatahuan weather plant the, pattern
knowledge plant the, management affiliation of[is effort farmer [of] [at] luasan
farm which less than 0,25 hectare become wide [of] farm [of] [among/between]
LAHAN SEMPIT DI DAERAH SENTRA PRODUKSI
KABUPATEN TEGAL
Skripsi
Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pertanian
pada
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Oleh:
JOKO SANTOSO
A24103077
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
Sempit di Daerah Sentra Produksi Kabupaten Tegal
Nama : Joko Santoso
NRP : A24103077
Program Studi : Ilmu Tanah
Departemen : Ilmu Tanah Dan Sumberdaya Lahan
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr
NIP. 130 422 698
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr
NIP. 131 124 019
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Penetapan Luas
Lahan Minimun Untuk Pertanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum) pada
Lahan Sempit di Derah Sentra Produksi Kabupaten Tegal” belum pernah diajukan
pada perguruan tinggi lain atau lembaga lain manapun untuk tujuan memperoleh
gelar akademik tertentu. Saya menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar hasil
karya saya sendiri.
Bogor, Mei 2007
Joko Santoso
Penulis terlahir di Rokan Hulu, 13 Nopember 1984 sebagai anak kedua dari
empat bersaudara, pasangan dari Barju Kiswoto dan Suwarni. Penulis
menyelesaikan Sekolah Dasar di SD N 030 Bangun Jaya, kemudian melanjutkan
ke SLTP N 1 Mojolaban, Sekolah Menengah Atas pada SMU Negeri 2 Sukoharjo
pada tahun 2003. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa
melalui jalur SPMB pada Program Studi Ilmu Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama menjadi
mahasiswa penulis aktif dalam kegiatan kemahasiswaan, yaitu : Himpunan
Mahasiswa Ilmu Tanah tahun 2003, Dewan Perwakilan Mahasiswa Faklutas
Pertanian tahun 2004, Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa
IPB tahun 2004, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pertanian tahun 2005,
Forum Mahasiswa Peduli Lingkungan (Formalin)-IPB tahun 2006. Aktif dalam
Assalamu’alaikum. Wr. wb
Puji syukur penulis kepada Allah SWT, Nabi Muhammad SAW atas jalan
terang dan kesempatan yang telah diberikan kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan penelitian dan skripsi dengan lancar dan baik. Skripsi dengan judul
Penetapan Luas Lahan Minimum Untuk Pertanaman Bawang Merah (Allium
ascalonicum) pada Lahan Sempit di Derah Sentra Produksi Kabupaten Tegal ini
merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pertanian di
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiha m, M.Agr atas saran, bimbingan, nasehat, dan
kritikan yang membangun selama proses penulisan proposal, penelitian, dan
penulisan skripsi yang menambah pengetahuan penulis, serta penulis
menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Ir.
Syaiful Anwar, MSc selaku dosen penguji yang memberikan masukan beserta
bimbingan kepada penulis untuk penyelesaian tugas akhir ini.
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ungkapan terima kasih kepada
orang tua penulis Bapak Barju Kiswoto sekalian Ibu Suwarni di Bangun Jaya atas
dukungan yang tak ternilai bagi penulis. Kakak dan adik-adikku, Dewi
Restyaningsih W, Bani Prayogo, Rohmah Sri Handayani, hidup pasti berubah,
berusahalah gapai cita-citamu pada setiap perubahan hidup kita. ucapan terima
kasih juga penulis haturkan kepada keluarga Bapak Maman Rukman H atas
kesabaran, dukungan, dan do’anya. Spesial terima kasih ini kepada Kharisma
Mailasari, semoga ku genapkan janjiku padamu untuk berbagi dan menjalani hidup
bersamamu.
Warga Desa Sidapurna (Bapak Faizin selaku kepala desa, Bapak Warjo,
Bapak Jari dan seluruh masyarakat) dan seluruh lingkup Pemerintah Kabupaten
Tegal. Teman-teman Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan angkatan 40, seluruh
memberikan yang berarti bagi penulis.
Terimakasih
Wassalamu’alaikum. Wr. wb
Bogor, Mei 2007
DAFTAR ISI
Produksi dan Area Produksi Bawang Merah...
Penetapan Luas Lahan Minimum...
Analisis Usaha Tani...
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian...
Metode Pengumpulan Data………...
Analisis Sampel Tanah...
Analisis Data...
KONDISI GEOGRAFIS DAN KEPENDUDUKAN
Halaman
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lahan Usahatani...
Penguasaan Lahan...
Cara Bercocok Tanam Bawang Merah...
Analisis Usaha Tani...
Pemupukan dan Kandungan Hara Tanah ……….
Rekomendasi Pemupukan……….
Batas Minimum Lahan Untuk Usaha Tani Bawang Merah
Optimum………...
KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR TABEL
Teks Halaman
1. Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Bawang Merah Lima
Propinsi di Indonesia 2001-2002...
2. Luas Panen Sayuran Dirinci Menurut Jenis Tanaman di
Kabupaten Tegal Tahun 2004 - 2005 (Ha)………...
3. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur di Desa Sidapur na
Tahun 2006...
4. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Desa
Sidapurna Tahun 2006...
5. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Desa
SidapurnaTahun 2006...
6. Data Curah Hujan 6 Tahun (Tahun 2000-2006) di Desa
Sidapurna...
7. Jumlah Petani Responden Desa Sidapurna Berdasar Luas Lahan
Beserta Penguasaan Lahan...
8. Jumlah Biaya Total (dalam Rupiah) per luasan lahan Petani
Responden Desa Sidapurna Musim Tanam Tahun 2007...
9. Jumlah Penerimaan Total (dalam Rupiah) per luasan lahan
Petani Responden Desa Sidapurna Musim Tanam Tahun 2007...
10.Jumlah Pendapatan Total (dalam Rupiah) per luasan lahan
Petani Responden Desa Sidapurna Musim Tanam Tahun 2007...
11.Rata-rata pemupukan Petani Desa Sidapurna per Hektar per
Musim Tanam Tahun 2007………...
12.Rata-rata Analisis Sifat Kimia Tanah Desa Sidapurna,
Kecamatan Dukuhturi, Kabupaten Tegal...
13.Produktivitas Luas Lahan Untuk Usaha Tani Bawang Merah
Lampiran Halaman
1. Analisis pH dengan pH meter tanah 10 gram dan H2O 50 ml
(perbandingan 1:5)...
2. Data Hasil Analisis Tanah, Laboratorium Kesuburan Tanah,
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas
Pertanian, IPB per Maret 2007………...
3. Rata-rata Biaya, Penerimaan, Produktivitas, Pendapatan Tunai,
R/C ratio, Pendapatan Total, Petani Pemilik per Hektar Tahun
2007………...
4. Rata-rata Biaya, Penerimaan, Produktivitas, Pendapatan Tunai,
R/C ratio, Pendapatan Total, Petani Sewa per HektarTahun
2007………..
5. Rata-rata Biaya, Penerimaan, Produktivitas, Pendapatan Tunai,
R/C ratio, Pendapatan Total, Petani Lahan Bengkok dan Lahan
Bagi Hasil per HektarTahun 2007………...
6. Rekomendasi Pemupukan Bawang Merah Dari Analisis Tanah
Berdasar Pemupukan Petani Desa Sidapurna Tahun
2007……….. 57
60
61
62
63
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan pertanian di Indonesia tetap merupakan yang terpenting dari
keseluruhan pembangunan ekonomi , karena sektor pertanian diharapkan dapat
menjadi leading sector perekonomian nasional. Hal tersebut diperkuat dengan
adanya fakta bahwa sektor pertanian menjadi penyelamat perekonomian nasional
ketika terjadi krisis ekonomi. Karena pertumbuhan sektor tersebut meningkat,
sementara sektor lain memiliki pertumbuhan yang negatif. Salah satu komoditas
pertanian sayuran hortikultura yang strategis dan perlu mendapat perhatian
masyarakat adalah bawang merah (Allium ascalonicum).
Pada periode 2001-2002 terjadi penurunan hasil produksi bawang merah
nasional di Indonesia. Pada tahun 2001, produksi bawang merah mencapai
861.150 ton, sedangkan pada tahun 2002 produksi turun menjadi 766.572 ton.
Disamping itu luas panen bawang merah secara nasional juga mengalami
penurunan sebesar 2,28 persen ( Departemen Pertanian, 2003 ).
Salah satu kabupaten di Indonesia yang memiliki sentra produksi bawang
merah adalah Kabupaten Tegal. Hampir 50 persen total luas panen bawang merah
Kabupaten Tegal terdapat di Kecamatan Dukuhturi. Sebagian besar petani
bawang merah di Kabupaten Tegal merupakan petani kecil menengah berlahan
sempit yang memerlukan perhatian tersendiri dari Pemerintah Daerah Kabupaten
Tegal, agar mereka dapat mengusahakan lahannya secara berkelanjutan.
Sebagai alternatif untuk meningkatkan produksi bawang merah adalah
Optimalisasi penggunaan lahan sawah yang sempit, pada umumnya terjadi di
Pulau Jawa sebagai akibat konversi lahan yang tidak terkendali.
Input yang diperhatikan dalam optimalisasi penggunaan lahan sawah yang
sempit adalah cara, teknik, pemberian dan penggunaan pupuk utama N, P, K,
bahan organik, pestisida disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan lahan.
Penggunaan input yang berbeda tiap luasan lahan usahatani akan memberikan
output yang berbeda sehingga akan mempengaruhi total produksi secara
keseluruhan dari suatu proses produksi.
Salah satu desa yang merupakan sentra produksi bawang merah di
Kabupaten Tegal dengan mayoritas petani kecil menengah berlahan sempit
terletak di Desa Sidapurna, Kecamatan Dukuhturi. Penelitian difokuskan pada
penetapan luas lahan minimum untuk pertanaman bawang merah (Allium
ascalonicum) pada lahan sempit di daerah sentra produksi Kabupaten Tegal
.
Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk penetapan luas lahan
minimum yang harus dimiliki peta ni agar produksi bawang merah optimal pada
luas lahan sempit tiap musim tanam berdasar pada analisis usahatani dan
TINJAUAN PUSTAKA
Entisol
Di indonesia tanah entisol banyak diusahakan untuk areal persawahan, baik
sawah teknis maupun tadah hujan pada daerah dataran rendah (Tan, 1986 dalam
Utami, 2003). Salah satu jenis entisol adalah tanah aluvial, yaitu tanah yang baru
terbentuk atau tanah muda. Tanah aluvial meliputi lahan yang dipengaruhi oleh
aktivitas sungai atau mengalami banjir, sehingga dapat dianggap masih muda dan
belum ada diferensiasi horison (Anggraini, 2006). Pengendapan bahan material
kasar lebih dekat pada sumber endapan, akan tetapi bahan material halus akan
jauh diangkut dan diendapkan hingga mendekati pantai, sehingga membentuk
keseragaman material pada tiap pengendapan. Sifat tanah aluvial sangat
dipengaruhi oleh sumber bahan asal, sehingga kesuburan tanah tersebut dapat
diketahui dari mana sumber bahan tanah aluvial tersebut berasal.
Menurut Soepardi (1983), ciri umum ta nah aluvial tidak ada perkembangan
profil dan merupakan tanah tanpa horison genetik alamiah atau dengan horison
yang baru mulai terbentuk. Tanah ini umumnya bertekstur liat, struktur pejal,
konsistensi teguh (lembab), plastis (basah), keras (kering), berwarna kelabu tanpa
horison dengan batas yang jelas, dan mempunyai permeabilitas yang rendah
(Soepraptohardjo, 1981 dalam Anggraini, 2006).
Berdasarkan Suhardjo et al. (1983), tanah aluvial adalah tanah lain yang
berkembang dari bahan aluvium muda (recent), mempunyai susunan berlapis atau
kadar C-organik tidak teratur dan yang tidak mempunyai horison diagnostik
horison H histik atau sulfurik dengan kadar fraksi pasir kurang dari 60 persen
pada kedalaman antara 25 – 100 cm dari permukaan tanah mineral.
Suhardjo, et al. (1983), berpendapat bahwa pembagian jenis tanah aluvial
adalah sebagai berikut :
1. Aluvial gleik (Ag). Tanah ini memperlihatkan ciri-ciri hidromorfik
mulai di dalam penampang pada kedalaman antara 50 – 100 cm dari
permukaan tanah.
2. Aluvial tionik (At). Aluvial lain yang mempunyai horison sulfurik atau
bahan sulfidik, atau keduanya, pada kedalaman kurang dari 125 cm dari
permukaan.
3. Aluvial humik (Ah). Tanah ini mempunyai bahan organik karbon 12 kg
atau lebih (kecuali serasah lapisan atas) pada luas 1 m2 sampai lapisan
keras atau kedalaman kurang dari 1 m dari permukaan.
4. Aluvial kalkarik (Ak). Tanah berkapur ”calcareous”,
sekurang-kurangnya pada 20 – 50 cm dari permukaan.
5. Aluvial distrik (Ad). Tanah ini mempunyai kejenuhan basa (NH4OAc)
kurang dari 50 persen, sekurang-kurangnya pada beberapa bagian
lapisan tanah antara 20 – 50 cm dari permukaan.
Entisol merupakan jenis tanah lain yang baru berkembang (muda) dengan
kandungan bahan organik yang tidak beraturan pada kedalaman 25-125 cm
(USDA, 2003). Potensi tanah berasal dari abu volkan ini kaya hara tapi belum
tersedia, pelapukan dipercepat bila terdapat cukup aktivitas bahan organik sebagai
Bawang Merah
Botani Bawang Merah
Bawang merah merupakan salah satu dari tiga jenis anggota bawang paling
banyak dikenal. Komoditas ini mampu memberikan nilai ekonomi tinggi,
sehingga banyak dibudidayakan dan mempunyai banyak nama dalam bahasa
daerah (Wibowo, 2005). Oleh karena itu, bawang merah mempunyai posisi
strategis dalam dunia pertanian.
Klasifikasi bawang merah adalah kingdom (Plantae), divisi (
Magno-liophyta), kelas (Liliopsida), ordo (Asparagales), suku (Alliaceae), marga
(Alluim), spesies (Allium ascalonicum). Tanaman bawang merah memiliki umbi
yang berlapis, berakar serabut, berdaun rongga, serta merupakan tanaman
semusim (tiap musim mencapai dua bulan) ini memerlukan areal perakaran
dangkal pada tanah dan membutuhkan sistim pengairan yang teratur .
Varietas Bawang Merah
Menurut Wibowo (2005), varietas yang banyak dikembangkan di Indonesia
adalah bawang merah Medan, Gurgur, Maja, Sri Sakate, Sumenep, Kuning,
Lampung, Bima, dan Ampenan. Berdasarkan warna bawang merah dapat dibagi
menjadi 3 warna, yaitu (1) umbi berwarna merah tua, (2) umbi berwarna kuning,
Budidaya Bawang Merah
Teknik budidaya bawang merah pada umumnya seragam. Dimulai dari
pembibitan, penyiapan lahan (media tanam) , penanama n, pemeliharaan,
pemupukan, hingga pemanenan.
Pembibitan. Menurut Teten (2001), teknik pembibitan saat ini terdiri dari
2 metode, yaitu metode umbi bibit dan metode biji botani (True Shallot Seed).
Pembibitan umumnya dilakukan petani adalah metode umbi bibit yang
membutuhkan rata-rata 1.440 kilogram per hektar bibit. Bibit tersebut didapat
dari panen sebelumnya dan pembelian dari produsen bibit. Rata-rata produksi tiap
hektar lahan dari penggunaan bibit tersebut adalah 11,9 ton per hektar bawang
merah.
Sebelum ditanam, sebaiknya umbi bibit dipotong satu per tigabagian untuk
percepatan pertumbuhan daun bawang merah. Pemberian abu pada ujung
pemotongan bibit bawang merah dilakukan untuk menghindari adanya
pembusukan yang disebabkan oleh bakteri maupun cendawan. Wibowo (2005)
berpendapat, spesifikasi penilaian bibit yang baik adalah: (1) tanaman dapat
dipanen kurang lebih 60 hari setelah masa tanam, (2) mempunyai ukuran sedang
(2,5-5 gram per umbi), hingga besar (5-7,5 gram per umbi), (3) lama
penyimpanan bibit kurang lebih 3 bulan (90 hari).
Media tanam. Media tanam bawang merah umumnya lahan sawah Aluvial
kelabu (Ag), dengan membutuhkan tata pengairan yang kontinu untuk
pertumbuhan tanaman yang baik. Tanah berkembang dari bahan Aluvial muda
mempunyai susunan berlapis atau kadar C-organik tidak teratur dan tidak
baru). Kadar fraksi pasir kurang dari 60 persen pada kedalaman antara 25 – 100
cm dari permukaan mineral (Suhardjo etal. 1983).
Guludan untuk pertanaman bawang merah dibuat dengan tinggi maksimal
50 cm, agar terjadi peresapan air saat dilakukan penyiraman. Hal tersebut sangat
efektif dan efisien untuk pembentukan umbi bawang merah. Kebusukan umbi
bawang merah dapat dihindari dengan metode tersebut.
Penanaman. Waktu penanama n terbaik adalah pada bulan Mei-Juni
hingga Agustus-September, sehari sebelum tanam tanah bedengan disiram hingga
cukup lembab. Bersamaan penanaman diberikan pupuk dasar N P K dengan dosis
200 kilogram per hektar, pupuk tersebut dicampur rata dengan pupuk kandang dan
tanah pada lubang tanam. Kemudian bawang ditanamkan dua per tiga bagian
umbi pada sisi lubang tanam, jangan sampai terkena pupuk secara langsung dan
jangan terbalik (Teten, 2001).
Pemeliharaan. Kegiatan pemeliharaan tanaman bawang merah meliputi
(1) penyulaman dilakukan pada awal pertumbuhan hingga umur lebih dari 7 hari
setelah tanam, dengan cara mengganti bibit yang mati atau busuk. (2) pengairan
pada saat awal penanaman hujan masih turun, perlu diperhatikan adalah drainase
bedengan, apabila pada saat itu dalam kondisi iklim kering perlu dilakukan
penyiraman intensif 2 – 5 kali dalam seminggu. Saat mendekati masa
pembentukan umbi pengairan harus berangsur-angsur dikurangi (Teten, 2001).
Pemupukan. Terdapat dua jenis pupuk yang digunakan yaitu pupuk
organik dan pupuk anorganik. Aplikasi pemupukan dilakukan pada waktu (1)
awal penanaman, dengan menggunakan camp uran pupuk organik dosis 20 ton per
kilogram per hektar pada 3 hari sebelum tanam, (2) pada10 hari setelah tanam
dengan dosis NPK 200 kilogram per hektar dengan jalan dilakukan penugalan
sebelum pumupukan diantara pertanaman bawang merah, (3) pada 30 hari setelah
tanam denga n pupuk campuran antara 100 kilogram urea dengan 100 kilogram
ZA diaplikasikan dengan dimasukan pada lubang penugalan diantara petanaman
bawang merah (Teten, 2001).
Pemanenan. Panen dilakukan pada umur 65–75 hari setelah tanam dengan
ciri-ciri tanaman (1) tanaman sudah cukup tua dengan hampir 60-90 persen batang
telah lemas dan daun menguning, (2) umbi lapis terlihat penuh padat berisi dan
sebagian tersembul dipermukaan tanah, (3) warna kulit telah mengkilap atau
memerah, tergantung variets atau kultivarnya, (3) cara panen dengan mencabut
tanaman bersama daunnya, diusahakan tanah yang menempel dibersihan. Saat
panen harus pada kondisi kering (Teten, 2001).
Produksi dan Area Produksi Bawang Merah
Produksi adalah tujuan akhir dari pemberian input usahatani. Tinggi
rendahnya produksi tidak harus disebabkan oleh luas lahan panen. Hal ini dapat
dijelaskan pada Tabel 1, bahwa pada tahun 2001 produksi total nasional bawang
merah 664.999 ton, sedangkan pada tahun 2002 produksi total nasional sebesar
596.255 ton (terjadi penurunan produksi). Luas panen masing-masing pada tahun
2001 dan 2002 sebesar 62.489 hektar dan 67.242 hektar (terjadi peningkatan luas
panen). Produktivitas lahan merupakan salah satu penilaian lahan optimal
berdasar tingkat produksi atas lahan tersebut. Lebih jelasnya ada pada Tabel 1 di
Tabel 1. Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Bawang Merah Lima Propinsi di Indonesia 2001-2002
Propinsi
Sumber : http://www.bappenas.go.id (Statistik Indonesia, 2002)
Berdasarkan Tabel 1, diantara lima Propinsi tersebut pada periode
2001-2002 produksi dan luas panen bawang merah Propinsi Jawa Tengah menempati
urutan kedua setelah Propinsi Jawa Timur. Pada periode yang sama total
kontribusi produksi bawang merah kedua propinsi tersebut terhadap produksi
bawang merah nasional adalah yang terbesar, yaitu 63 persen pada tahun 2001
dan 57 persen pada tahun 2002 (Departemen Pertanian , 2003).
Kabupaten Tegal merupakan salah satu kabupaten di Jawa Tengah yang
memiliki sentra produksi bawang merah. Selain itu juga bawang merah
merupakan komoditas pertanian unggulan yang terus dipertahankan.
Tabel 2. Luas Panen Sayuran Dirinci Menurut Jenis Tanaman di Kabupaten
Tegal Tahun 2004 - 2005 (Ha)
No Jenis Komoditi Luas Panen Tahun
2004
Berdasarkan Tabel 2, bawang merah di Kabupaten Tegal merupakan
komoditas sayuran dengan luas panen terbesar dibandingkan lima komoditas
lainnya baik pada tahun 2004 maupun tahun 2005. Pada tahun 2004 luas panen
bawang merah sebesar 1.034 hektar dan pada tahun 2005 mengalami peningkatan
menjadi 1.292 hektar. Hal tersebut mengindikasikan bahwa komoditas bawang
merah adalah jenis komoditas sayuran paling banyak diusahahan di Kabupaten
Tegal. Kecamatan Dukuhturi merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten
Tegal yang memiliki total luas panen bawang merah terbesar diantara kecamatan
lainnya dan merupakan sentra produksi bawang merah.
Penetapan luas lahan minimum
Luas lahan minimum adalah titik luas lahan yang harus diusahakan petani
kecil berluaskan lahan sempit untuk hasil produksi yang optimum. Batasan lahan
sempit yang disepakati dalam seminar petani kecil pada tahun 1979 yang
diadakan BPLPP adalah kurang dari 0,25 hektar lahan sawah di Jawa atau 0,5
hektar diluar Jawa (Soekartawi et.al, 1986). Penetapan luas lahan minimum untuk
optimalisasi lahan sangat erat kaitannya bagaimana petani mengelola lahan secara
berkelanjutan (sustainable).
. Optimalisasi lahan merupakan resultan berbagai pengelolaan lahan dalam
upaya produksi yang diperoleh dari penilaian nilai ekonomi. Nilai ekonomi
produksi tinggi berpengaruh pada input usahatani yang optimal pada lahan
tersebut, serta tidak menutup kemungkinan faktor harga, cuaca, dan iklim di
lingkungan setempat
Analisis Usahatani
Usahatani adalah himpunan dari sumber-sumber alam yang terdapat di
tempat itu untuk produksi pertanian (Hernanto, 1993 dalam Anggraini, 2003).
Usahatani dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu usahatani komersial dan
usahatani umah tangga. Usahatani komersial menitikberatkan pada hasil
usahatani tersebut dengan pembatasan korporasi/perusahaan, sehingga
bermotifkan ekonomi. Usahatani rumah tangga menitikberatkan pada pemenuhan
konsumsi rumah tangga yang subsisten. Akan tetapi rumah tangga petani dapat
menyediakan dan memberikan input kerja untuk suatu produksi usahatani.
Menurut Sokartawi et al. (1986), pengelolaan usahatani pada dasarnya
terdiri dari pemilihan antara berbagai alternatif penggunaan sumberdaya yang
terbatas yang terdiri dari lahan, kerja, modal, waktu dan pengelolaannya. Faktor
produksi lahan mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan faktor
produksi lain (Sumaryanto et al., 2002 dalam Anggraini, 2006).
Untuk menghitung hasil dari usahatani yang dilakukan pada suatu areal
produksi dapat dilakukan perhitungan usahatani atau analisis usahatani. Variabel
yang dihitung dalam analisis usahatani yaitu biaya (pengeluaran), penerimaan,
dan pendapata n usahatani.
Biaya usahatani adalah seluruh pengeluaran yang dikeluarkan petani untuk
memproduksi hasil usahatani atau didefinisikan sebagai nilai semua masukan
yang habis terpakai atau dikeluarkan dalam proses produksi. Biaya total atau
pengeluaran total usahatani dibagi menjadi pengeluaran tetap dan pengeluaran
tidak tetap. Pengeluaran tidak tetap (variabel cost atau direct cost) didefinisikan
kira-kira sebanding dengan besarnya produksi. Pengeluaran tetap (fixed cost) adalah
pengeluaran usahatani yang tidak bergantung pada besarnya produksi.
Pengeluaran total usahatani juga mencakup pengeluaran tunai dan tidak tunai
(Soekartawi et al., 1986).
Penerimaan terdiri dari penerimaan tunai dan tidak tunai. Penerimaan tunai
usahatani adalah nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani yaitu
jumlah produk yang dijual dikali dengan harga produk., baik penjualan
keseluruhan ataupun sebagian hasil. Penerimaan tidak tunai adalah nilai produk
yang dihasilkan dari usahatani tetapi tidak dijual. Produk tersebut dapat
digunakan sebagai bibit atau dikonsumsi oleh rumah tangga petani serta disimpan
digudang pada akhir tahun.
Konsep penerimaan tunai dan tidak tunai bila digabungkan menjadi
penerimaan total atau penerimaan kotor (gross return). Apabila peneriman total
tersebut dikurangi oleh pengeluaran total maka didapat pendapatan bersih (net
income). Menurut Sutrisno (2002), analisis biaya dan pendapatan ditekankan
pada usahatani adalah tanaman semusim.
Salah satu ukuran efisiensi pendapatan adalah rasio penerimaan atas biaya
(R/C ratio). Rasio penerimaan atas biaya menunjukkan berapa besarnya
penerimaan yang akan diperoleh dari setiap rupiah yang dikeluarkan dalam
produk usahatani. Usahatani menguntungkan bila nilai R/C ratio lebih besar atau
sama dengan satu, akan tetapi usahatani mengalami kerugian bila nilai R/C ratio
kurang dari satu. Karena biaya yang dikeluarkan merupakan biaya total, maka
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di sentra produksi bawang merah di Kabupaten Tegal
dengan waktu pada bulan Juli 2006 – April 2007. Penelitian dilakukan dalam
dua tahap. Tahap pertama adalah pengamatan dan pengambilan sampel lapang di
daerah sentra produksi bawang merah di Desa Sidapurna, Kecamatan Dukuhturi,
Kabupaten Tegal. Tahap kedua adalah analisa unsur hara (N, P, K, Na, Ca, Mg),
kapasitas tukar kation (KTK), kejenuhan basa (KB), dan pH tanah di laboratorium
Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan,
Fakultas Pertanian, IPB, pada bulan Februari – Maret tahun 2007.
Metode Pengumpulan Data
Jenis dan Sumber Data
Data yang diperlukan dalam penelitian untuk analisis penetapan
peng-gunaan lahan sempit pada sentra produksi bawang merah optimal adalah data
usahatani bawang merah dan kandungan unsur hara pada tiap luasan lahan. Jenis
data yang dipelukan adalah data primer dan data sekunder. Data primer
merupakan data utama terdiri dari (1) data analisis tanah yang meliputi N total, P
tersedia, K dapat ditukar, Na, Ca, Mg, kapasitas tukar kation (KTK), kejenuhan
basa (KB), dan pH tanah, dan (2) kuisioner petani bawang merah Desa Sidapurna
dan sekitarnya. Sedangkan data sekunder sebagai data pendukung analisis terdiri
Metode Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel kuisioner. Berdasarkan Nazir (2003), metode
judgment random sample adalah metode pemilihan sampel dari individu
didasarkan pada pertimbangan pribadi. Metode tersebut digunakan untuk
pengambilan kuisioner. Metode judgment random sampling didasarkan pada
pertimbangan setiap petani yang dijadikan sample (responden) merupakan petani
bawang merah yang memiliki luas lahan yang berbeda. Pengumpulan data
analisis dapat dilakukan dengan :
1. Kuisioner (daftar pertanyaan)
Pengumpulan data dengan penyebaran kuisioner kepada responden petani
bawang merah di Desa Sidapurna.
2. Wawancara secara langsung
Pengumpulan data dengan wawancara secara langsung dengan responden
petani bawang merah di Desa Sidapurna, baik di lapang maupun dalam
ruangan (tempat tinggal).
3. Pengamatan lapang
Pengumpulan data dengan pengamatan lahan usahatani bawang merah
dilapangan.
4. Studi Pustaka
Pengumpulan data berdasarkan studi literatur.
Pengambilan Sampel Tanah. Sampel tanah diambil dari lahan sawah
bawang merah di Desa Sidapurna, Kecamatan Dukuhturi, Kabupaten Tegal,
Nopember 2006. Sampel tanah diambil secara acak yang sengaja (purposive)
pada kedalaman 0 - 30 cm dan 30 – 60 cm, tiap luasan berbeda diambil sampel
tanah untuk dianalisis. Pengambilan sampel tanah sebanyak 114 sampel tanah
secara komposit di sentra produksi bawang merah.
Analisis Sampel Tanah
Analisis sampel tanah dilakukan di laboratorium Kimia dan Kesuburan
Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB
penetapan yang meliputi:
a. Kadar N total dengan metode Kjeldahl.
b. Kadar P tersedia dengan metode Bray 1.
c. Kapasitas tukar kation, K, Na, Ca, Mg, dan kejenuhan basa dengan
metode NH4OAc pH 7.
d. Penetapan pH tanah dengan pH meter.
Analisis Data
1. Analisis data usahatani dengan pengolahan data hasil angket/kuisioner.
2. Analisis penetapan luas lahan sawah mini mum untuk pengusahaan
bawang merah optimal di Desa Sidapurna, Kecamatan Dukuhturi,
Kabupeten Tegal berdasarkan usahatani dan pemupukan petani.
Luasan tanah yang ditetapkan sebagai sampel adalah :
a. Lahan sempit : kurang dari 0,25 hektar
b. Lahan agak sempit : 0,25 – 0,5 hektar
c. Lahan sedang : 0,5 – 1 hektar
KONDISI GEOGRAFIS DAN KEPENDUDUKAN
Lokasi Geografis
Desa Sidapurna terletak di bagian barat Kecamatan Dukuhturi, Kabupaten
Tegal, Propinsi Jawa Tengah. Luas wilayah keseluruhan Desa Sidapurna adalah
215,5 hektar, dengan rincian penggunaan lahan sebagai lahan sawah 115,4 hektar,
lahan pekarangan 80,14 hektar, lahan lainnya (bangunan dan fasilitas umum)
sebesar 19,95 hektar. Desa Sidapurna secara administratif dibatasi oleh :
- Bagian Utara : Kelurahan Krandon dan Kelurahan Cabawan
- Bagian Timur : Desa Dukuhturi
- Bagian Selatan : Desa Kupu dan Desa Sidakaton
- Bagian Barat : Desa Sidakaton
Lokasi Desa Sidapurna secara topografi terletak di dataran rendah yang
landai. Jarak lokasi dengan pantai utara Jawa berkisar 5 km, dengan ketinggian
rata-rata 6 meter diatas permukaan laut. Lokasi Desa Sidapurna juga merupakan
jalur strategis dalam lalulintas perekonomian, karena dekat dengan jalur utama
pantura. Jenis tanah Desa Sidapurna sebagian besar terdiri dari tanah Aluvial
kelabu, baik untuk pertanaman bawang merah.
Keadaan Penduduk
Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin
Menurut Rusli (1996), komposisi penduduk menggambarkan sus unan
penduduk berdasarkan pengelompokan penduduk menurut karakteristik yang
ekonomis, maupun sosial. Penduduk Desa Sidapurna tahun 2006 dalam rencana
pembangunan tahunan Desa Sidapurna berpenduduk 8.889 jiwa, terdiri dari
laki-laki 4.256 jiwa dan perempuan 4.633 jiwa, sehingga dapat dihitung nilai Rasio
Jenis Kelamin Desa Sidapurna menurut Rusli (1996):
RJK = (jumlah penduduk laki-laki / jumlah penduduk perempuan)*100
RJK = (4256 / 4633)* 100
= 92
Berdasarkan perhitungan di atas dapat dilihat nilai Rasio Jenis Kelamin
penduduk Desa Sidapurna adalah sebesar 92, artinya dari 100 orang penduduk
perempuan terdapat 92 orang penduduk laki-laki. Nilai Rasio Jenis Kelamin ini
cukup besar sehingga jumlah penduduk laki-laki hampir berimbang atau sama
banyaknya. Hal diatas juga diperkuat dengan nilai jumlah distribusi frekuensi
penduduk laki-laki dan penduduk perempuan, yaitu sebesar 47,8 persen penduduk
laki-laki dan 52,1 persen penduduk perempuan. Sedangkan Komposisi penduduk
menurut kelompok umur dapat dijelaskan pada Tabel 3.
Tabel 3. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur di Desa Sidapurna Tahun 2006
Kelompok Umur Jumlah (Jiwa) Persentase (persen)
0-5
Menurut Rusli (1996) Dependency Ratio adalah rasio untuk memperoleh
gambaran presentase penduduk yang dianggap me mpunyai aktivitas konsumtif
dan harus ditanggung oleh penduduk usia 17 - 60 tahun yang dianggap sebagai
penduduk produktif. Adapun cara perhitungannya adalah sebagai berikut:
kelompok umur 0-16 tahun + kelompok umur > 60 tahun kelompok umur 17-60 tahun
Dengan kriteria :
b. Kelompok umur 0 - 16 tahun :belum produktif
c. Kelompok umur 17 - 60 tahun) :produktif
d. Kelompok umur > 60 tahun :tidak produktif
Berdasarkan Tabel 3, Dependency Ratio Desa Sidapurna adalah 96,45
persen (dibulatkan 97 persen), artinya setiap 100 jiwa yang produktif di Desa
Sidapurna harus menanggung 97 jiwa usia tidak produktif.
Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian
Sub-sektor pertanian denga n komoditas utama bawang merah tersebut
merupakan motor penggerak ekonomi di Desa Sidapurna sekaligus sumber mata
pencaharian utama penduduk desa Sidapurna. Hal tersebut dapat dibuktikan
bahwa, sebagian besar mata pencahaharian sebagai petani, baik buruh tani
maupun petani (64,39 persen). Mata pencaharian lainnya dapat dijelaskan pada
Tabel 4, yaitu jumlah penduduk menurut mata pencaharian di Desa Sidapurna
Tabel 4. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Desa Sidapurna Tahun 2006
Mata Pencaharian Penduduk Jumlah
(Jiwa) Persentase (persen)
Petani
Sumber : Rencana Pembangunan Tahunan Desa SidapurnaTahun 2006
Dari Tabel 4 di atas, maka mata pencaharian pertanian mempunyai tingkat
pengaruh dalam menunjang perekonomian Desa Sidapurna. Hal ini memberikan
dampak bahwa tingkat penguasaan penduduk akan lahan pertanian sangat sedikit.
Dari luas lahan sawah di Desa Sidapurna sebesar 115,45 hektar, maka
kepemilikan lahan sawah untuk usahatani komoditas bawang merah umumnya
sempit.
Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan formal penduduk di Desa Sidapurna sangat beragam
mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Disamping itu penduduk yang
tidak memperoleh atau melaksanakan pendidikan formal mencapai 729 jiwa
(12,55 persen, tidak tamat sekolah mencapai 1.559 jiwa, yaitu 26,83 persen. Data
lengkap komposisi penduduk menurut tingkat pendidikan Desa Sidapurna dapat
Tabel 5. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Desa SidapurnaTahun 2006
Tingkat Pendidikan Jumlah (jiwa) Presentase (persen)
Belum Sekolah 729 12,55
Tidak Tamat Sekolah 1.559 26,83
Tamat SD 1.885 32,44
Tamat SLTP 932 16,04
Tamat SLTA 620 10,67
Tamat Perguruan Tinggi 86 1,48
J u m l a h 5.811 100,00
Sumber : Rencana Pembangunan Tahunan Desa Sidapurna Tahun 2006
Berdasarkan Tabel 5 di atas, mengindikasikan bahwa kesadaran akan
pendidikan bagi penduduk Desa Sidapurna masih rendah. Penduduk Desa
Sidapurna umumnya tamat SD sebesar 32,44 persen. Penduduk yang
melaksanakan pendidikan hingga tamat perguruan tinggi hanya sebesar 1,48
persen dari keseluruha n jumlah penduduk. Hal tersebut mengindikasikan secara
umum kualitas sumberdaya manusia di Desa sidapurna masih rendah. Akan
tetapi walaupun tingkat pendidikan formal yang dilaksanakan penduduk Desa
Sidapurna masih rendah, petani di desa tersebut sarat pengalaman dalam bertani
bawang merah. Pengetahuan tersebut secara turun-temurun diperoleh petani dari
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lahan Usahatani
Kondisi geografis Desa Sidapurna berada di dataran rendah dengan
ketinggian rata-rata 6 meter diatas permukaan laut. Jenis tanah di wilayah Desa
Sidapurna sebagian besar didominasi oleh jenis tanah Aluvial kelabu (Ag). Tanah
Aluvial tersebut mempunyai kondisi yang baik untuk produksi tanaman bawang
merah, seperti halnya daerah pantura lain (Brebes, Tegal, Pemalang).
Iklim tropis bercurah hujan rata-rata enam tahun terakhir di Desa
Sidapurna sebesar 2.130 milimeter per tahun. Dari tahun ke tahun curah hujan
rata-rata semakin menurun meskipun terjadi fluktuasi curah hujan yang
mempengaruhi siklus dan pola pengelolaan tanaman bawang merah. Hasil
produksi tanaman bawang merah tertinggi terjadi pada musim tanam Juli -
Agustus. Tabel 6 merincikan data curah hujan tiap bulan, yang dimulai dari
tahun 2000 hingga tahun 2006.
Tabel 6. Data Curah Hujan Tiap Bulan Tahun 2000 - 2006 di Desa Sidapurna,
Keterangan : Data curah hujan tahun 2006 hanya tercatat pada bulan Januari-Juni
Sumber : Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan Kecamatan Dukuhturi (data
Penguasaan Lahan
Berdasarkan data kependudukan tahun 2005 dalam Rencana Pembangunan
Tahunan Desa Sidapurna Tahun 2006, juml ah petani Desa Sidapurna sebesar 27,7
persen (767 jiwa), sedangkan luas lahan sawah usahatani di Desa Sidapurna
beririgasi teknis adalah 115,4 hektar. Maka kepemilikan lahan rata-rata penduduk
Desa Sidapurna bermata pencaharian sebagai petani adalah 0,15 hektar (1.500
m2) atau kurang dari 0,25 hektar.
Lahan usahatani bawang merah Desa Sidapurna dapat dikategorikan
sebagai lahan sempit. Batasan lahan sempit yang disepakati dalam seminar petani
kecil pada tahun 1979 yang diadakan BPLPP adalah kurang dari 0,25 hektar
lahan sawah di Jawa atau 0,5 hektar diluar Jawa (Soekartawi et.al, 1986). Namun
dengan sempitnya lahan usahatani bawang merah tersebut tidak menyebabkan
produksi bawang merah menjadi rendah.
Lahan menjadi salah satu faktor penting dalam usahatani bawang merah.
Modal utama yang harus dimiliki adalah luasan penguasaan lahan, karena lahan
adalah media untuk dapat melakukan pembudidayaan aneka ragam tanaman yang
diperlukan dan dikonsumsi masyarakat, termasuk bawang merah.
Penguasaan luas lahan sangat dipengaruhi oleh faktor sosial dan faktor
ekonomi penduduk. Semakin baik faktor sosial dan ekonomi penduduk, semakin
luas pula penguasaan lahan. Penguasaan lahan usahatani bawang merah berdasar
status penguasaan lahan terdiri dari lahan usaha milik sendiri, sewa lahan, lahan
bengkok dan lahan bagi hasil.
Lahan milik sendiri adalah lahan untuk usaha dengan status kepemilika n
pribadi dengan pembebanan pajak lahan yang diusahakan. Lahan sewa adalah
lahan hasil dari kesepakatan antara kedua belah pihak untuk disewakan dan yang
menyewa, kesepakatan dapat terdiri dari bagi hasil dan sewa dalam bentuk uang
serta sewa lahan milik pemerintah (pelungguh/bengkok).
Petani Desa Sidapurna umumnya menyewa lahan usaha untuk tanaman
bawang merah dengan membayar tunai kepada pemilik lahan sawah. Tabel 7
menunjukkan secara rinci status penguasaan lahan usahatani bawang merah.
Tabel 7. Jumlah Petani Responden Desa Sidapurna Berdasar Luas Lahan Beserta Penguasaan Lahan
Luas (Ha)
Penguasaan Lahan Petani Responden Total
Bengkok Milik Sendiri Bagi Hasil Sewa
Jml (%) Jml (%) Jml (%) Jml (%) Jml (%)
Tabel 7 menunjukkan jumlah petani responden Desa Sidapurna dengan
status penguasaan lahan sewa sebesar 58,47 persen, dimana petani sewa dengan
luas kurang dari 0,25 hektar merupakan petani sewa lahan tertinggi, yaitu 32,31
persen. Petani dengan lahan sewa 0,25 - 0,5 hektar sebesar 23,08 persen. Petani
dengan lahan milik sendiri kurang dari 0,25 hektar sebesar 16,92 persen. Petani
dengan lahan milik sendiri 0,25 - 0,5 hektar sebesar 9,23 persen. Petani dengan
lahan milik sendiri 0,50 - 1 hektar sebesar 6,15 persen. Petani dengan lahan milik
Cara Bercocok Tanam Bawang Merah
Bibit
Varietas bibit bawang merah yang ditanam pada umumnya satu varietas,
yaitu varietas lokal Bima Tegal. Varietas lain meliputi varietas Bangkok Lokal,
Timor, sangat sedikit diusahakan oleh petani. Mayoritas petani Desa Sidapurna
memilih varietas Bima Tegal dijadikan bibit dengan berbagai keunggulan.
Keunggulan tersebut antara lain sesuai permintaan konsumen, berukuran besar,
cepat bertunas, kualitas dan kuantitas baik, serta tahan akan serangan hama dan
penyakit.
Bibit diperoleh dari penyimpanan hasil panen sebelumnya selama 3 bulan.
Disamping itu, bibit juga diperoleh dari membeli bibit dari produsen bibit dan
petani bawang yang lain. Pengeringan umbi yang dipergunakan untuk bibit di
keringkan selama 1 minggu, pemberian abu pada umbi bagian atas setelah
dipotong, agar tidak terserang hama dan penyakit saat dikeringkan.
Penyimpanan umbi bibit diletakkan dengan kondisi suhu stabil (bilama na
suhu dingin dilakukan pengasapan dan bila suhu panas, bibit ditutup daun) dan
kondisi volume bibit harus diperhatikan. Jarak antar rak penyimpanan kurang
lebih 80 cm, tergantung dari jumlah bibit dan volume bibit yang disimpan. Jika
akan dibibitkan dalam lahan suwatan, bibit tersebut diseleksi
Kebutuhan bibit bawang merah harus disesuaikan dengan kondisi luas lahan
usaha, dan jarak tanam. Menurut Anggraini (2006), semakin rapat jarak tanamnya
semakin banyak pula bibit yang dibutuhkan, demikian pula sebaliknya. Rata-rata
3.196,15 m2, setara dengan 10,69 kwintal (dibulatkan 11 kwintal) per hektar lahan.
Pengolahan Tanah dan Pengelolaan Lahan
Pengolahan tanah dan pengelolaan lahan dimaksudkan untuk memberikan
kondisi lahan yang sesuai untuk pertumbuhan bawang merah. Langkah-langkah
pengolahan tanah dan pengelolaan lahan yang dilakukan petani bawang merah
Desa Sidapurna pada umumnya seragam. Adapun langkah tersebut adalah:
a. Pembuatan bedengan (pulung) dan parit (suwatan). Panjang bedengan
100-120 cm, tinggi bedengan 20-40 cm, lebar parit 30-50 cm, tinggi
parit 40-80 cm. Jarak tanam bibit bawang merah oleh petani sangat
bervariasi, karena jarak tanam sangat mempengaruhi perkembangan
volume umbi, kualitas umbi, dan banyaknya umbi bawang merah yang
dihasilkan saat dipanen. Saat pembuatan bedengan tersebut disertai
juga dengan pembersihan gulma sisa musim tanam sebelumnya.
b. Pembalikan tanah lapisan atas dan meratakannya (rembug) agar
gembur.
c. Lahan yang telah diolah tersebut diberakan paling lama 20 hari. Bila
penanaman dilakukan sebelum masa bera habis, maka hasil bawang
kurang memuaskan.
d. Menutup pinggiran bedengan (malem). Dilakukan saat pengolahan
tanah, sebelum pemupukan pertama (11 hari setelah tanam) dan kedua
e. Pembuatan dan perapihan parit. Tujuan dalam perapihan parit adalah
untuk memperdalam parit, agar pengairan air irigasi lancar, kecukupan
air, dan umbi tidak membusuk terendam air irigasi. Kedalaman parit
rata-rata 80 cm dari perakaran bawang merah.
Alat yang digunakan dalam pengolahan tanah masih tradisional seperti
cangkul, dan garpu tanah. Kesederhanan alat tersebut mangakibatkan waktu
untuk mengolah tanah dan mengelola lahan pertanian bawang merah
membutuhkan waktu lama.
Penanaman Bibit
Penanaman bibit bawang merah dilakukan sesudah penyiraman lahan
terlebih dahulu. Tujuan penyiraman lahan tersebut untuk mempermudah
menancapkan bibit bawang merah, serta mempercepat pertunasan. Menanam bibit
tidak menggunakan alat bantu, hanya cukup dengan tangan yang sedikit
melubangi tanah. Jarak tanam penanaman bibit bawang merah sangat beragam.
Hal tersebut dikarenakan jarak tanam sangat mempengaruhi perkembangan
volume umbi, kualitas umbi, dan banyaknya umbi bawang merah yang dihasilkan
saat dipanen.
Waktu untuk penanaman bawang merah di Desa Sidapurna tergantung dari
musim daerah tersebut. Akan tetapi saat sekarang ini, iklim dan cuaca sangat
tidak menentu, sehingga mempengaruhi saat musim tanam bawang merah.
Adapun musim tanam di Desa Sidapurna pada umumnya adalah sebagai berikut:
a. Musim tanam I : dilakukan pada saat bulan Nopember-Desember,
musim hujan. Biasanya pada musim tersebut,
banyak petani menanam padi sawah.
b. Musim tanam II : dilakukan pada saat bulan April-Mei. Pada
bulan tersebut, tanaman bawang diusahakan
antara musim hujan dan kemarau. Hasil bawang
merah cukup memuaskan.
c. Musim tanam III : dilakukan pada bulan Juli-Agustus,
Oktober-Nopember. Pada bulan tersebut terjadi musim
kemarau, lahan kering dan memerlukan irigasi
yang intensif.
Dari ketiga musim tanam tersebut, pola tanam paling menguntungkan
adalah pola tanam saat bula Juli-Agustus. Dikarenakan pada bulan tersebut terjadi
musim kering yang membawa ’’angin kumbang’’ yang cocok untuk pertanaman
bawang merah.
Pemberaan lahan sawah terjadi pada bulan Maret, Juni, dan September.
Pada bulan tersebut aktivitas pertanian lahan yang diusahakan tidak diolah untuk
sementara waktu. Tujuan pemberaan tersebut adalah untuk mengembalikan
kondisi lahan yang diusahakan pada keadaan daya dukung lahan untuk
memproduksi bawang merah secara optimal.
Pergiliran tanaman dan pola tanam lahan sawah Desa Sidapurna sangat
beragam dan tidak bersamaan. Akan tetapi, secara umum dapat dikelompokkan
masa tanam sesuai musim dan cuaca yang ada di Desa Sidapurna. Menurut
Anggraini (2006), pola tanam adalah urut-urutan dan pergiliran tanam pada lahan
Rotasi dan tumpangsari tanaman bawang merah dilakukan untuk
me-ngembalikan kondisi lahan agar sustainable. Rotasi dan tumpangsari yang sering
dilakukan petani bawang merah Desa Sidapurna adalah:
a) Bawang merah dan cabai merah-bawang merah-padi
b) Bawang merah-cabai merah-bawang merah-padi
c) Bawang merah-sayuran hortikultura lain-bawang merah-padi
d) Bawang merah-bawang merah-padi
Pengairan
Kabupaten Tegal memiliki waduk Cacaban yang disalurkan ke Bendungan
Sidapurna sebagai sumber air irigasi pertanian di Desa Sidapurna dan sekitarnya.
Lahan sawah sangat tergantung pada ketersediaan sumber air yang cukup untuk
berproduksi, salah satunya adalah bawang merah di Desa Sidapurna, Kecamatan
Dukuhturi, Kabupaten Tegal.
Pendangkalan waduk dan saluran irigasi primer maupun sekunder sering
terjadi di Desa Sidapurna. Perawatan yang sederhana dan tidak memperhatikan
kondisi lapang pada saluran irigasi penyebab pendangkalan tersebut. Akibatnya
pasokan air irigasi menjadi berkurang, debit air semakin menurun. Bilamana
kondisi tersebut dibiarkan terus-menerus, berakibat pada berkurangnya produksi
bawang merah.
Kerusakan saluran irigasi berakibat pula pada ketersediaan air bagi lahan
sawah jauh dari sumber air irigasi. Dalam mengatasi masalah tersebut, dapat
menggunakan pompa penyedot air tanah dan mengalirkannya ke areal
Sidapurna dapat mengakibatkan kekurangan air tanah, sehingga terjadinya intrusi
air laut yang mengandung garam, hal ini dapat dibuktikan dengan kondisi air pada
sumur tanah sebagian penduduk terasa asin dan tidak bisa dikonsumsi penduduk.
Pengairan sangat diperlukan oleh tanaman bawang merah untuk
pertumbuhannya. Penyiraman dilakukan setiap hari menggunakan timba siram.
Pola penyiraman bawang merah di Desa Sidapurna secara umum dapat
dikelompokkan sebagai berikut :
a) Mulai tanam – 1 minggu : penyiraman pagi dan sore
b) Umur 1 minggu – 21 hari : penyiraman pagi
c) Umur 21 hari – 35 hari : Penyiraman pagi dan sore
d) Umur 35 hari – 40 hari : penyiraman pagi
e) Umur 40 – 50 hari : penyiraman pagi, siang, dan sore
f) Umur 50 – 60 hari : penyiraman siang
g) Sehari sebelum pemanenan tidak dilakukan penyiraman
Penyiangan dan pembumbunan
Penyiangan dilakukan secara tradisional, dilakukan dengan me nggunakan
tangan. Gulma merupakan pesaing utama bawang merah untuk memperoleh
unsur-unsur hara dan sinar matahari. Pembumbunan pulungan dilakukan pada
hari-hari tertentu terutama sebelum dilakukan pemupukan, yaitu sebelum
pemupukan kedua (21 hari) dan ketiga (35 hari). Tujuan pembumbunan tersebut
Hama dan Penyakit Tanaman Bawang Merah
Produksi bawang merah tiap musim panen dapat menurun dan bahkan bisa
gagal panen, diakibatkan oleh serangan hama dan penyakit yang menyerang pada
musim tanam. Produksi menurun dan bahkan bisa gagal tersebut memberikan
dampak sangat berarti bagi petani, yaitu kerugian. Untuk mengurangi dan
menanggulangi serangan hama dan penyakit tersebut, petani melakukan
perlindungan dan pemberantasan secara intensif dari mulai tanam hingga sehari
sebelum panen.
Penggunaan pestisida dan fungisida sangat nyata terjadi secara intensif di
Desa Sidapurna. Akibatnya, terjadi pengeluaran biaya yang besar untuk
pem-belian bahan pestisida dan fungisida. Disamping pemborosan tersebut,
penggunaan pestisida dapat menimbulkan hama dan penyakit retensi terhadap
penggunaan pestisida sejenis.
Untuk menanggulangi retensi hama penyakit tersebut, petani Desa
Sidapurna memberikan dosis lebih tinggi, bahan campuran berbagai dosis dan
jenis pestisida (4-5 jenis pestisida), diyakini dapat menanggulangi intensitas
serangan hama, akan tetapi hal sebaliknya akan terjadi. Timbul masalah baru,
penyakit baru dan begitu seterusnya hingga petani menemukan formula dan jenis
obat baru untuk dapat menanggulangi dan memberantas hama penyakit baru
tersebut.
Hal tersebut di atas dikarenakan terjadinya persaingan penjualan oleh
perusahaan pembuat pestisida dan penggunaannya selalu ingin melebihi dosis
antar petani untuk meningkatkan hasil panennya. Anggapan petani Desa
dalam mencegah dan mengendalikan hama dan penyakit yang menyerang
tanaman. Pengaruh negatif terhadap lingkungan dari penggunaan pestisida kimia
tersebut mulai tampak pada kondisi lahan untuk berproduksi menurun.
Berdasarkan data yang diperoleh dari petani responden bawang merah,
rata-rata pengeluaran petani responden untuk biaya pembelian pestisida sebesar
1.308.461,54 rupiah tiap3.196,15 m2 atau sebesar 3.042.173,08 rupiah tiap hektar
yang merupakan biaya terbesar petani bawang merah Desa Sidapurna. Hal
tersebut diatas sangat memberatka n petani kecil.
Pada musim hujan, pertanian bawang merah Desa Sidapurna mulai
terserang hama dan penyakit dengan berat. Seluruh daun seperti terlihat warna
putih, sehingga disebut hama putih. Umbi bawang merah terserang pada kondisi
cuaca dan iklim tersebut mempunyai kualitas dan kuantitas (volume umbi)
rendah. Hama trips terbiasa bersembunyi di bagian umbi muncul dan menyerang
umbi bawang tersebut, bilamana terbawa dalam tempat penyimpanan akan
merusak umbi bawang yang lain.
Identifikasi hama dan penyakit yang menyerang tanaman bawang merah
Desa Sidapurna adalah sebagai berikut : Bercak Ungu (Trotol), Hama Inul, Ulat
Daun, Grandong, busuk umbi, mati pucuk, dan lain sebagainya. Pestisida dan
fungisida digunakan petani bawang merah Desa Sidapurna umumnya adalah
Decis 2,5 EC, Hostation 40 EC, Diazion 60 EC, Phosvel 300 EC, Lannate, dan
Pemupukan dan Panen
Pemupukan. Penggunaan pupuk dalam usahatani merupakan suatu
keharusan untuk dapat terus mempertahankan kapasitas produksi. Pemberian
input oleh petani yang terus meningkat dan intensif, dapat menyebabkan
penurunan produksi bawang merah pada luasan lahan yang optimum. Pupuk
anorganik secara intensif diberikan, sebaliknya untuk pupuk organik sangat jarang
dan bahkan tidak sama sekali dilakukan oleh petani Desa Sidapurna. Petani
tersebut beranggapan bahwa pupuk organik yang diberikan pada tanah sudah tidak
dapat memberikan produksi yang optimal.
Penerimaan dari penggunaan pupuk organik lebih rendah dari penggunaan
pupuk anorganik yang lebih efisien dalam mendapatkan macam dan jenis pupuk
yang diinginkan. Konsumsi petani akan pupuk anorganik secara terus menerus
diharapkan dapat meningkatkan hasil produksi yang optimal dengan me
-ningkatnya kesuburan tanah. Kesuburan tanah yang diharapkan oleh petani
ter-jadi sebaliknya, yaitu penurunan produksi bawang merah. Hal tersebut
diakibatkan adanya penambahan oleh petani Desa Sidapurna akan pupuk utama/
makro (N,P,K) saja. Unsur mikro (Ca, Mg, S, Fe, Mn, Zn, Cu, Mo, B, Cl) yang
diperlukan oleh tanaman sangat tidak diperhatikan.
Pemberian pupuk utama oleh petani Desa Sidapurna rata-rata umumnya
dilakukan sebanyak 3 kali untuk tiap musim tanam bawang merah. Pola aplikasi
pemupukan tanaman bawang merah dilakukan berdasarkan umur bawang. Pola
a) Pemupukan dasar (pertama). Adalah pemupukan awal saat tanaman
bawang merah berumur satu minggu (1 MST). Pemupukan dengan
cara disebar.
b) Pemupukan lanjutan (kedua). Adalah pemupukan yang dilakukan
pada minggu kedua setelah masa tanam (2 MST) bawang merah.
Pemupukan dengan cara disebar.
c) Pemupukan akhir (ketiga). Adalah pemupukan yang dilakukan pada
minggu keempat setelah masa tanam (4 MST) bawang merah.
Pemupukan dengan cara disebar.
Ketiga cara pemupukan tersebut diatas, dalam pemilihan jenis dan dosis
(komposisi) pupuk sangat beragam. Keragaman pemupukan yang dilakukan
petani, tergantung luasan lahan yang dimiliki dan keinginan petani untuk
mendapatkan hasil produksi bawang merah yang maksimal. Rata-rata
peng-gunaan pupuk oleh petani responden Desa Sidapurna untuk satu musim tanam
bawang merah adalah :
a) Urea (46 persen N) 60,6 kg untuk tiap 0,25 hektar.
b) SP36 (36 persen P2O5) 61,2 kg untuk tiap 0,25 hektar.
c) KCl (60 persen K2O) 37 kg untuk tiap 0,25 hektar.
Disamping ketiga jenis pupuk utama yang diberikan tersebut diatas,
terdapat pupuk lain yang digunakan untuk pelengkap dan menambahkan
kandungan unsur hara lain. Contoh pupuk yang sebagai pencampur pupuk utama
tersebut adalah NPK, Sondawa, DAP. Jumlah pupuk yang diberikan tidak
disebutkan responden, dikarenakan tergantung cuaca dan musim tanam Desa
dilakukan pencampuran berbagai macam pupuk tersebut diatas dalam sekali
pemupukan.
Panen. Lokasi Desa Sidapurna yang berada di dataran rendah,
menyebabkan pemanenan bawang merah Desa Sidapurna rata-rata tiap 2 bulan
sekali dalam satu musim panen. Bawang merah yang ditanam di dataran tinggi,
umurnya lebih panjang daripada yang ditanam di dataran rendah (Anggraini,
2006). Musim panen bawang merah tersebut sangat berga ntung pada varietas
bawang merah yang ditanam, media tumbuh tanaman bawang, cuaca dan iklim
lapang untuk musim tanam, serta faktor ekonomi Desa Sidapurna.
Varietas bibit bawang merah yang ditanam oleh responden petani di Desa
Sidapurna adalah varietas lokal Bima Tegal. Sehingga umur panen rata-rata
bawang merah biasa terjadi pada umur 50-55 hari pada musim kemarau, 55-60
hari pada musim hujan yang dikarenakan proses pematangan siap panen bawang
merah terhambat pada musim hujan.
Analisis Usahatani
Biaya (Modal)
Untuk berusahatani bawang merah, diperlukan suatu pengorbanan yang riil
maupun non-riil. Modal sebagai salah satu faktor produksi (input) yang
diperlukan dan diusahakan untuk mendapatkan hasil produksi. Analisis usahatani
bawang merah sangat diperlukan dalam proses produksi. Dalam analisis
usahatani, biaya dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu biaya tunai dan biaya