• Tidak ada hasil yang ditemukan

MANIFESTASI KLINIS

Dalam dokumen peb referat (Halaman 24-36)

Dua gejala yang sangat penting pada preeklampsia yaitu hipertensi dan proteinuria, merupakan kelainan yang biasanya tidak disadari oleh wanita hamil. Pada waktu keluhan seperti oedema, sakit kepala, gangguan penglihatan atau nyeri epigastrium mulai timbul, kelainan tersebut biasanya sudah berat(7).

1. Tekanan darah

Kelainan dasar pada preeklampsi adalah vasospasme arteriol, sehingga tidak mengherankan bila tanda peringatan awal yang paling bisa diandalkan adalah peningkatan tekanan darah. Tekanan diastolik mungkin merupakan tanda prognostik yang lebih andal dibandingakan tekanan sistolik, dan tekanan diastolik sebesar 90 mmHg atau lebih menetap menunjukan keadaan abnormal.

Peningkatan berat badan yang terjadi tiba-tiba dapat mendahului serangan preeklampsia, dan bahkan kenaikan berat badan yang berlebihan merupakan tanda pertama preeklampsia pada wanita. Peningkatan berat badan sekitar 0,45 kg perminggu adalah normal tetapi bila melebihi dari 1 kg dalam seminggu atau 3 kg dalam sebulan maka kemungkinan terjadinya preeklampsia harus dicurigai. Peningkatan berat badan yang mendadak serta berlebihan terutama disebabkan oleh retensi cairan dan selalu dapat ditemukan sebelum timbul gejala edem non dependen yang terlihat jelas, seperti kelopak mata yang membengkak, kedua tangan atau kaki yang membesar. 3. Proteinuria

Derajat proteinuria sangat bervariasi menunjukan adanya suatu penyebab fungsional (vasospasme) dan bukannya organik. Pada preeklampsia awal, proteinuria mungkin hanya minimal atau tidak ditemukan sama sekali. Pada kasus yang paling berat, proteinuria biasanya dapat ditemukan dan mencapai 10 gr/lt. Proteinuria hampir selalu timbul kemudian dibandingkan dengan hipertensi dan biasanya lebih belakangan daripada kenaikan berat badan yang berlebihan. 4. Nyeri kepala

Jarang ditemukan pada kasus ringan, tetapi akan semakin sering terjadi pada kasus-kasus yang lebih berat. Nyeri kepala sering terasa pada daerah frontalis dan oksipitalis, dan tidak sembuh dengan pemberian analgesik biasa. Pada wanita hamil yang mengalami serangan eklampsi, nyeri kepala hebat hampir dipastikan mendahului serangan kejang pertama.

5. Nyeri epigastrium

Nyeri epigastrium atau nyeri kuadran kanan atas merupakan keluhan yang sering ditemukan preeklampsi berat dan dapat menunjukan serangan kejang yang akan terjadi. Keluhan ini mungkin disebabkan oleh regangan kapsula hepar akibat oedem atau perdarahan.

6. Gangguan penglihatan

Seperti pandangan yang sedikit kabur, skotoma hingga kebutaan sebagian atau total. Disebabkan oleh vasospasme, iskemia dan perdarahan ptekie pada korteks oksipital. Gangguan penglihatan juga dapat disebabkan adanya retinopati.

F. KLASIFIKASI

Kriteria diagnosis untuk pre-eklampsia termasuk peningkatan tekanan darah yang baru dan proteinuria setelah minggu 20 gestasi. Edema dan peningatan tekanan darah diatas rata-rata tekanan darah pasien bukan merupakan kriteria diagnosis lagi. Pre-eklampsia berat diindikasikan

dengan adanya peningkatan tekanan darah dan proteinuria yang besar disertai adanya oliguria, gangguan serebral dan penglihatan dan edema pulmoner atau sianosis.

Kriteria diagnostik untuk preeclampsia termasuk terjadinya hipertensi, yang didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik 140mmHg atau lebih yang persisten, atau tekanan diastolik 90 mmHg atau lebih.

Kriteria Diagnostik Preeklampsia(5)

Tekanan Darah Tekanan sistolik ≥ 140 mmHg atau tekanan diastolik ≥ 90 mmHg dalam dua kali pengukuran dengan jarak minimal 4 jam pada wanita dengan usia kehamilan lebih dari 20 minggu dengan riwayat tekanan darah yang normal sebelumnya.

Tekanan sistolik ≥ 160 mmHg atau tekanan diastolik ≥ 110 mmHg, hipertensi dapat dikonfirmasi dengan interval yang pendek (hitungan menit) untuk memulai pemberian antihipertensi.

Dan

Proteinuria  Didapatkannya protein dalam urin ≥ 300 mg dalam urin 24 jam atau :

 Ratio protein/keratinin ≥ 0,3

Dipstik ditemukan +1 (digunakan apabila metode kuantitaif lain tidak tersedia)

atau apabila tidak didapatkan proteinuria, hipertensi onset pertama disertai dengan kelainan di bawah ini dengan onset baru:

Trombositopenia Jumlah platelet ≤ 100.000/μL

Renal insufisiensi Konsentrasi kreatinin serum ≥ 1,1 mg/dL atau peningkatan dua kali lipat konsentrasi kreatinin serum tanpa kelainan ginjal lain Fungsi hati yang

terganggu

Peningkatan konsentrasi enzim transaminase hepar dalam darah dua kali lipat dari konsentrasi normal.

Edema pulmonal

Gejala gangguan cerebral atau penglihatan

Menurut American College Of Obstetricians and Gynecologists keadaan Pre-Eklampsia yang lebih berat adalah didapatkan kriteria berdasarkan tekanan darah disertai cukup satu gejala atau tanda seperti yang disebut dalam tabel, atau cukup dengan peningkatan tekanan sistolik ≥ 160 mmHg atau tekanan diastolik ≥ 110 mmHg dalam dua kali pengukuran dengan jarak minimal 4 jam saat pasien sedang dalam istirahat (5).

Gambar II. Tanda dan gejala yang berat pada preeclampsia(5) Eklampsia

Pada umumnya kejang didahului oleh makin memburuknya preeklampsia dan terjadinya gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan penglihatan, mual keras, nyeri di epigastrium, dan hiperefleksia.

Konvulsi pada eklamsia dibagi menjadi 4:

1. tingkat awal atau aura. Berlangsung 30 detik. Mata penderita terbuka tanpa melihat, kelopak mata bergetar demikian pula tangannya, dan kepala diputar ke kanan atau ke kiri.

2. Kejang tonik yang berlangsung 30 detik. Pada saat ini otot jadi kaku, wajah kelihatan kaku, tangan menggenggam, kaki membengkok kedalam.pernapasan berhenti, muka menjadi sianotik, lidah dapt tergigit.

3. Kejang klonik berlangsung 1-2 menit. Semua otot berkontraksi dan berulang-ulang dalam tempo yang cepat.

4. Tingkatan koma.

G. PENATALAKSANAAN

Persalinan tetap merupakan terapi utama untuk pre-eklampsia. Walaupun perlu dipertimbangan resiko ibu dan janin untuk menentukan waktu persalinan. Jika mungkin persalinan pervaginam lebih dipilih dibandingkan persalinan cesaer untuk mengurangi stress fisiologis. Partus spontan dihindari karena tenaga mengedan dapat memicu perdarahan pembuluh darah otak. Oleh karena itu, kelahiran perlu penggunaan bantuan ekstraktor cunam atau vakum diperbolehkan apabila memenuhi syarat dan tekanan darah sudah terkontrol. Jika harus dilakukan persalinan cesaer dipilih anastesi regional, namun jika terdapat koagulopati anestesi regional merupakan kontraindikasi. Wanita dengan pre-eklampsia dan kehamilan preterm persalinan dapat ditunda terlebih dahulu dan pasien dirawat jalan dengan pengawasan ketat ibu dan janin. Pada ibu yang tidak patuh, sulit akses kesehatan, atau dengan pre-eklampsia berat atau progresif harus dirawat(8).

Manajemen umum perawatan preeclampsia berat

Perawatam pereklampsia berat sama halnya dengan perawatan preeclampsia ringan, dibagi menjadi dua unsur(7):

 Sikap terhadap penyakitnya yaitu pemberian obatan-obat atau terapi medisinalis  Sikap terhadap kehamilanya ialah:

o Aktif o Ekspektatif

Sikap terhadap penyakit: pengobatan medikamentosa

Penderita preeclampsia berat harus segera masuk ke rumah sakit untuk dirawat inap dan dianjurkan tirah baring miring ke satu sisi(kiri).

Perawatan yang penting pada preeclampsia berat ialah pengelolaan cairan karena penderita preeclampsia dan eklampsia mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya edema paru dan oliguria. Sebab terjadinya kedua keaadaan tersebut belum jelas, tetapi factor yang sangat menentukan terjadinya edema paru dan oligouria ialah hipovolemia, vasospasme, kerusakan sel endotel, penurunan gradient tekanan onkotik koloid/pulmonary capillary wedge pressure.

Oleh karena itu, monitor input cairan (melalui oral ataupun infuse) dan output cairan(melalui urin) menjadi sangat penting. Artinya harus dilakukan pengukuran secara tezdpa berapa jumlah cairan yang masuk dan jumlah cairan yang keluar melalui urin. Bila terjadi tanda-tanda edema paru, segera dilakukan tindakan koreksi. Cairan yang dapat diberikan berupa a) 5 % ringer-dekstrose atau garam faali jumlah tetesan:<125 cc/jam atau b) infuse dekstrose 5% yang tiap liternya diselangi dengan infuse ringer laktat(60-125 cc/ jam) 500cc(7).

Dipasang foley catheher untuk mengukur pengeluaran urin. Oliguria terjadi bila produksi urin <30cc/jam dalam 2-3 jam atau 500cc/24 jam. Diberikan antasida untuk menetralisir asam lambung sehingga jika terjadinya kejang dapat menghindari terjadinyanya aspirasi. Diet yang cukup protein rendah kabohidrat, lemak dan garam.(7)

Pemberian anti kejang adalah:  Obat antikejang adalah:

 MgSo4

 Contoh obat lain o Diazepam o Fenitoin

 Difenilhidantoizn obat antikejang untuk epilepsy telah banyak dicoba pada penderita eklampsia

 Beberepa penilitian telah memakai bermacam-macam regimen. Fenitoin sodium mempunyai khasiat stbilisasi membrane neuron cepat masuk jaringan otak dan efek antikejang terjadi 3 menit setelah injeksi intravena. Fenitoin sodium diberikan dalam dosis 15mg/kg berat badan dengan pemberian intravena 50mg/menit. Hasilnya tidak lebih dari magnesium sulfat. pengalaman pemakaian fenitoin di beberapa senter di dunia masih sedikit.

Pemberian magnesium sulfat sebagai antikejang lebih efektif dibanding fenitoin, berdasarkan Cochrane Review terhadap enam uji klinis yang melibatkan 897 penderita eklampsia.

Obat antikejang yang paling sering dipakai di Indonesia adalah magnesium sulfat, kerjanya menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada rangsangan serat saraf dengan menghambat trasmisi neuromuskular. Trasmisi neuromuskular membutuhkan kalsium pada sinaps. Pada pemberian magnesium sulfat magnesium akan mengeser calcium sehingga aliran

rangsangan tidak terjadi (terjadi kompetitif inhibitor antara ion kalsium dan ion magnesium). Kadar ion kalsium yang tinggi dalam darah dapat menghambat kerja magnesium sulfat. Magnesium sulfat sampai saat ini tetap menjadi pilihan pertama untuk antikejang pada preeclampsia dan eklampsia. Banyak cara pemberian magnesium sulfat.

Cara pemberian

Magnesium sulfat regimen:

Loading dose initial dose

4 gram MgSo4: intravena (40% Dalam 10cc) selama 15 menit

Maintenance dose

Diberikan infuse 6 gram dalam larutan ringer/6 jam atau diberikan sebanyak 4 atau 5 gram IM. Selanjutnya maintenance dose diberikan 4 gram im tiap 4-6 jam.

Syarat pemberian

 harus tersedia antidotum MgSO4 yaitu kalsium glukonas 10%=1 gr diberikan iv 3 menit  reflex patella (+) kuat

 frekuensi pernapasan > 16x/menit dan tidak ada tanda-tanda distress pernapasan  Produksi urin >100 -200cc dalam 4 jam sebelumnya

Magnesium sulfat di berhentikan bila:  ada tanda-tanda intoksikasi

 setelah 24 jam pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang dosis trapeutik dan toksis MgSo4

 dosis terapeutik 4-7 mEq/liter 4,8-8,4 mg/dl  hilang reflex tendo 10mEq/liter 12 mg/dl  terhenti napas 15 mEq/liter 18 mg/dl  terhentinya jantung >30 mEq/liter >36 mg/dl

Pemberian magnesium sulfat menurunkan angka kematian ibu namun memberikan efek flushes (rasa panas). Bila terjadi refrakter terhadap pemberian MgSO4, maka diberikan salah satu obat berikut: thiopental sodium, sodium amobarbital, diazepam, atau fenitoin. Diuretikum tidak diberikan secara rutin kecuali bila ada edema paru-paru payah jantung kongesti dan anarsaka. Diuretikum dapat merugikan yaitu memperberatkan hipovolemia, memperburukan perfusi uteroplasenta, meningkatkan hemokonsentrasi, menimbulkan dehidrasi pada janin dan menurunkan berat janin(8).

Pemberian antihipertensi

Masih banyak pendapat dari beberapa Negara tentang penentuan batas (cut off) tekanan darah, untuk pemberian hipertensi. Misalnya Belfort mengusulkan cut off yang dipakai adalah ≥ 160/110 mmHg dan MAP ≥126 mmHg. Menurut The National Insttute for Health and Clinical Excellence guidelines, pemberian antihipertensi deiberikan apabila tekanan sistolik ≥ 150 mmHg atau tekanan diastolik ≥ 100mmHg, atau keduanya(9).

Antihipetensi lini pertama(7) Nifedipine

Dosis 10-20 mg per oral, diulangi setelah 20 menit maksimum 120 mg dalam 24 jam Antihipertensi lini kedua(7)

Sodium nitroprusside: 0,25 microgram iv/ kg/ menit infuse ditingkatkan 0,25 microgram iv/kg/ 5 menit

Diazokside: 30-60 mg iv/5 menit atau infuse 10 mg/menit/dititrasi Antihipertensi sedang dalam penilitian

Calcium channel blocker: isradipin nimodipin Serotonin reseptor antagonis: ketan serin

Jenis yang dipakai di Indonesia adalah nifedipine

Dosis awal: 10-20 mg diulangi 20 menit bila perlu. Dosis maksimum 120/24 jam

Jenis obat antihipertensi yang diberikan di amerika adalah hidrazalalin, suatu vasodilator langsung pada arteriole yang menimbulkan reflex takikardi peningkatan cardiac output, sehingga memperbaiki perfusi uteroplacenta. Obat antihipertensi lain adalah labetolol injeksi suatu beta blocker non selektif. Obat antihipertensi yang injeksi tersedia di Indonesia ialah kloninde(catapres). Satu ampul mengandung 0,15 mg/cc

Klonidine 1 ampul dilarutkan dalam 10cc larutan garam faali atau larutan air untuk suntikan. Edema paru

Pada preeclampsia berat, dapat terjadi edema paru akibat paru kardiogenik (payah jantung ventrikel kiri akibat peningkatan afterload) atau non-kardiogenik (akibat kerusakan sel endoter pembuluh darah kapiler paru)

Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin tidak merugikan ibu. Di berikan pada kehamilan 32-34 minggu 2 x 24 jam. Obat ini juga diberikan pada sindroma HELLP(8).

Sikap terhadap kehamilan

Penilitian Duley, berdasarkan Cochrane review terhadap dua uji kinik terdiri atas 133 ibu dengan preeclampsia berat hamil preterm, menyimpulkan bahwa belum ada cukup data untuk memberikan rekomendasi tentang sikap terhadap kehamilan preterm.

Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala preeclampsia berat selama perawatan maka sikap terhadap kehamilan di bagi menjadi:6

1) Aktif (aggressive management) : berarti kehamilan segera diakhiri/ diterminasi bersamaan dengan pemberian pengobatan medikamentosa

2) Ekspektatif: berarti kehamilan tetap dipertahankan bersamaan dengan pemberian pengobatan medikamentosa

Penatalaksanaan Aktif :

Pengeluaran janin adalah penyembuhan bagi wanita dengan preeklampsia. Apabila usia kehamilan sudah ≥ 34 minggu dengan kondisi ibu dan janin tidak kurang baik berdasarkan usia kehamilannya, disarankan untuk dilakukan persalinan setelah kondisi ibu lebih stabil. Nyeri kepala, gangguan penglihatan, atau nyeri epigastirum merupakan petunjuk bahwa akan terjadi kejang, dan oliguria adalah tanda buruk lainnya. Preeklampsia berat memerlukan antikejang dan terapi antihipertensi yang diikuti oleh persalinan. Terapi serupa juga dilakukan pada pasien dengan eklampsia. Tujuan utama adalah mencegah kejang, perdarahan intrakranial dan kerusakan serius pada organ vital lain, serta melahirkan bayi yang sehat.

Bagi wanita yang kehamilannya menjelang aterm dengan serviks lunak sebagian telah mendatar, bahkan preeklampsia derajat ringan pun menimbulkan risiko yang lebih besar pada ibu dan janin-bayi daripada risiko induksi persalinan dengan oksitosin yang dipantau dengan ketat. Namunm tidak demikian halnya apabila preeklampsianya ringan tetapi serviks kaku dan tertutup, yang mengisyaratkan bahwa mungkin diindikasikan seksio sesarea apabila kehamilan akan diterminasi. Bahaya seksio sesarea mungkin lebih besar daripada apabila kehamilan dibiarkan berlanjut dengan pengawasan ketat sampai serviks lebih layak untuk diinduksi. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa cara persalinan pada wanita dengan preeklampsia dideterminasi oleh usia kehamilan, presenstasi janin, status serviks, dan kondisi ibu dan janin.

Pengelolaan Ekspektatif:

Terdapat beberapa kontroversi mengenai terminasi kehamilan pada PEB yang belum cukup bulan. Beberapa ahli berpendapat untuk memperpanjang usia kehamilan sampai seaterm mungkin sampai tercapainya pematangan paru atau sampai usia kehamilan di atas 37 minggu. Adapun penatalaksanaan ekspektatif bertujuan:

1. Mempertahankan kehamilan sehingga mencapai umur kehamilan yang memenuhi syarat janin dapat dilahirkan.

2. Meningkatkan kesejahteraan bayi baru lahir tanpa mempengaruhi keselamatan ibu.

Pada wanita dengan preeklampsia berat dengan usia kehamilan ≤ 34 minggu dengan kondisi ibu dan fetus yang stabil baik, direkomendasikan untuk melanjutkan kehamilan dengan perawatan dan pengawasan yang intensif. Tatalaksana yang dilakukan antara tirah baring, profilaksis dengan antikonvulsan, antihipertensi, dan pematangan paru. Terdapat kontraindikasi untuk melanjutkan penatalaksanaan ekspektatif yaitu:

1. Eklampsia 2. Edema Pulmonal 3. DIC

4. PEB dengan tekanan darah tidak terkontrol 5. Janin yang nonviable

6. Hasil tes keadaan janin yang abnormal 7. Solusio placenta

8. Intrapartum fetal demise

Apabila ditemukan kelainan seperti yang disebut di atas persalinan harus segera dilakukan, dengan syarat kondisi ibu stabil.

Pada wanita dengan preeklampsia berat belum cukup bulan sangat direkomendasikan pemberian kortikosteroid untuk pematangan paru. Pada keadaan tertentu misalnya ketuban pecah dini pada preterm, trombositopenia, oligohdiramnion berat, pemberian kortikosteroid dianjurkan selama 48 jam atau 2 hari diikuti persalinan.

Adapun indikasi terminasi kehamilan pada penatalaksanaan ekspektatif sebagai berikut: 1. Indikasi Maternal:

i. Hipertensi berat berulang

ii. Gejala perburukan preemklapsia yang berulang iii. Insufisiensi renal yang progresif

vi. Eklampsia

vii. Suspek solusio placenta

viii. Ketuban pecah atau tanda persalinan yang progresif 2. Indikasi bayi

i. Usia kehamilan 34 minggu ii. IUGR

iii. Oligohidramnion persisten iv. IUFD

v. NST dengan variabel berulang atau deselarasi lambat vi. Reversed end-diastolic flow pada arteri umbilikalis

Dalam dokumen peb referat (Halaman 24-36)

Dokumen terkait