• Tidak ada hasil yang ditemukan

Manifestasi Klinis

Dalam dokumen referat ileus obstruktif (Halaman 28-48)

Obstruksi dapat diklasifikasikan parsial atau totalis, sederhana atau strangulasi. Tidak ada gambaran klinis khas untuk mendeteksi awal obstruksi strangulasi. Nyeri perut sering digambarkan sebagai kram perut dan sifatnya intermiten (berkala/ hilang timbul) merupakan gejala yang paling menonjol pada obstruksi sederhana. Seringkali presentasi dapat menunjukan lokasi perkiraan dan sifat obstruksi. Biasanya rasa sakit yang terjadi dalam jangka waktu yang lebih singkat dan nyeri kolik disertai dengan muntah menandakan obstruksi ileus bagian proksimal. Sedangkan pada nyeri yang lama (beberapa hari), bersifat progresif, dan disertai dengan distensi abdomen merupakan gejala khas pada obstruksi letaknya lebih distal. Perubahan karakter nyeri dapat menunjukan perkembangan komplikasi yang lebih serius misalnya nyeri yang menetap pada abdomen yang menandakan adaya strangulasi atau tanda iskemik.19

Gejala utama dari obstruksi ialah nyeri kolik, mual dan muntah dan obstipasi. Adanya flatus atau feses selama 6-12 jam setelah gejala merupakan

ciri khas dari obstruksi parsial. Nyeri kram abdomen bisa merupakan gejala penyerta yang berhubungan dengan hipermotilitas intestinal proksimal daerah obstruksi. Nyerinya menyebar dan jarang terlokalisir, namun sering dikeluhkan nyeri pada bagian tengah abdomen. Saat peristaltik menjadi intermiten, nyeri kolik juga menyertai. Saat nyeri menetap dan terus menerus kita harus mencurigai telah terjadi strangulasi dan infark.5

Tanda-tanda obstruksi usus halus juga termasuk distensi abdomen yang akan sangat terlihat pada obstruksi usus halus bagian distal ileum, atau distensi bisa tak terjadi bila obstruksi terjadi di bagian proksimal usus halus, dan peningkatan bising usus. Hasil laboratorium terlihat penurunan volume intravaskuler, adanya hemokonsentrasi dan abnormalitas elektrolit. Mungkin didapatkan leukositosis ringan.12

Muntah terjadi setelah terjadi obstruksi lumen intestinal dan menjadi lebih sering saat telah terjadi akumulasi cairan di lumen intestinal. Derajat muntah linear dengan tingkat obstruksi, menjadi tanda yang lebih sering ditemukan pada obstruksi letak tinggi. Obstruksi letak tinggi juga ditandai dengan bilios vomiting dan letak rendah muntah lebih bersifat malodorus.12

Kegagalan untuk defekasi dan flatus merupakan tanda yang penting untuk membedakan terjadinya obstruksi komplit atau parsial. Defekasi masih terjadi pada obstruksi letak tinggi karena perjalan isi lumen di bawah daerah obstruksi. Diare yang terus menerus dapat juga menjadi tanda adanya obstruksi partial.19

Tanda-tanda pada pemeriksaan fisik dapat saja normal pada awalnya, namun distensi akan segera terjadi, terutama pada obstruksi letak rendah. Tanda awal yang muncul ialah penderita segera mengalami dehidrasi. Massa yang teraba dapat di diagnosis banding dengan keganasan, abses, ataupun strangulasi. Auskultasi digunakan untuk membedakan pasien menjadi tiga kategori : loud, high pitch dengan burst ataupun rushes yang merupakan tanda awal terjadinya obstruksi mekanik. Saat bising usus tak terdengar dapat diartikan bahwa obstruksi telah berlangsung lama, ileus paralitik atau terjadinya infark. Seiring waktu, dehidrasi menjadi lebih berat dan tanda-tanda strangulasi mulai tampak. Pemeriksaan lipat paha untuk mengetahui adanya hernia serta rectal toucher untuk mengetahui adanya darah atau massa di rectum harus selalu dilakukan.19

Tanda-tanda terjadinya strangulasi seperi nyeri terus menerus, demam, takikardia, dan nyeri tekan bisa tak terdeteksi pada 10-15% pasien sehingga menyebabkan diagnosis strangulasi menjadi sulit untuk ditegakkan. Pada obstruksi karena strangulasi bisa terdapat takikardia, nyeri tekan lokal, demam, leukositosis dan asidosis. Level serum dari amylase, lipase, lactate dehidrogenase, fosfat, dan potassium mungkin meningkat. Penting dicatat bahwa parameter ini tak dapat digunakan untuk membedakan antara obstruksi sederhana dan strangulasi sebelum terjadinya iskemia irreversible.19

I. Diagnosis

Diagnosis ileus obstruktif tidak sulit; salah satu yang hampir selalu harus ditegakkan atas dasar klinik dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan laboratorium harus dilihat

sebagai konfirmasi dan bukan menunda mulainya terapi yang seharusnya dilakukan segera. Diagnosa ileus obstruktif diperoleh dari :

1. Anamnesis

Pada anamnesis ileus obstruktif usus halus biasanya sering dapat ditemukan penyebabnya, misalnya berupa adhesi dalam perut karena pernah dioperasi sebelumnya atau terdapat hernia.10 Pada ileus obstruktif usus halus, kolik dirasakan di sekitar umbilkus, sedangkan pada ileus obstruktif usus besar, kolik dirasakan di sekitar suprapubik. Muntah pada ileus obstruktif usus halus berwarna kehijaun dan pada ileus obstruktif usus besar onset muntah lama.10

Gejala lain yang mengikuti antara lain:

a. Mual dan muntah, berhubungan dengan adanya obstruksi di bagian proksimal

b. Nyeri perut yang intermitan meningkat saat hiperperistaltik c. Perut kembung

d. Diare, pada temuan awal

e. Konstipasi, temuan akhir berupa afflatus dan adefekasi

f. Demam dan takikardi, terjadi terlambat dan mungkin terkait dengan adanya strangulasi

g. Riwayat operasi panggul, terapi radiasi sebelumnya atau keduanya h. Riwayat keganasan, terutama carcinoma colon dan carcinoma ovarium

a. Inspeksi

Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus dilihat adanya distensi, parut abdomen, hernia dan massa abdomen. Inspeksi pada penderita yang kurus/sedang juga dapat ditemukan “darm contour” (gambaran kontur usus) maupun “darm steifung” (gambaran gerakan usus), biasanya nampak jelas pada saat

penderita mendapat serangan kolik yang disertai mual dan muntah dan juga pada ileus obstruksi yang berat. Penderita tampak gelisah dan menggeliat sewaktu serangan kolik.

Gambar 5. Darm countur

Tanda meteorismus, dibedakan berdasarkan letak ;

1). Ileus letak tinggi : di duodenum dengan kembung di ventrikulus 2). Ileus letak tengah : kembung di umbilicus, jejunum dan ileum

3). Ileus letak rendah : di colon dengan kembung terasa di seluruh region perut

b. Palpasi

Distensi perut dan tidak nyeri tekan (kecuali pada saat hiperperistaltik) tak ada defance muscular kecuali pada peritonitis. Palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum apapun atau nyeri tekan, yang mencakup „defance muscular‟ involunter atau rebound dan pembengkakan atau massa yang abnormal.

c. Perkusi

Timpani pada seluruh region abdomen terutama di subdiafragma

d. Auskultasi

Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran episodik gemerincing logam bernada tinggi dan gelora (rush‟)/borborygmi (suara seperti air dalam botol yang di kocok / seperti suara ombak. Tetapi setelah beberapa hari dalam perjalanan penyakit dan usus di atas telah berdilatasi, maka aktivitas peristaltik (sehingga juga bising usus) bisa tidak ada atau menurun parah. Tidak adanya nyeri usus bisa juga ditemukan dalam ileus paralitikus atau ileus obstruktif strangulata.

Bagian akhir yang diharuskan dari pemeriksaan adalah pemeriksaan rectum dan pelvis. Pada pemeriksaan colok dubur akan didapatkan tonus sfingter ani biasanya cukup namun ampula recti sering ditemukan kolaps terutama apabila telah terjadi perforasi akibat obstruksi

dan pada pasien yang sudah tua. Mukosa rectum dapat ditemukan licin dan apabila penyebab obstruksi merupakan massa atau tumor pada bagian anorectum maka akan teraba benjolan yang harus kita nilai ukuran, jumlah, permukaan, konsistensi, serta jaraknya dari anus dan perkiraan diameter lumen yang dapat dilewati oleh jari. Nyeri tekan dapat ditemukan pada lokal maupun general misalnya pada keadaan peritonitis. Juga menilai ada tidaknya feses di dalam kubah rektum. Pada ileus obstruktif usus feses tidak teraba pada colok dubur dan tidak dapat ditemukan pada sarung tangan. Pada sarung tangan dapat ditemukan darah apabila penyebab ileus obstruktif adalah lesi intrinsik di dalam usus.10

Diagnosis harus terfokus pada membedakan antara obtruksi mekanik dengan ileus; menentukan etiologi dari obstruksi; membedakan antara obstruksi parsial atau komplit dan membedakan obstruksi sederhana dengan strangulasi. Hal penting yang harus diketahui saat anamnesis adalah riwayat operasi abdomen (curiga akan adanya adhesi) dan adanya kelainan abdomen lainnya (karsinoma intraabdomen atau sindroma iritasi usus) yang dapat membantu kita menentukan etiologi terjadinya obstruksi. Pemeriksaan yang teliti untuk hernia harus dilakukan. Feses juga harus diperiksa untuk melihat adanya darah atau tidak, kehadiran darah menuntun kita ke arah strangulasi.10

3. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium pada pasien yang diduga mengalami obstruksi intestinal terutama ialah darah lengkap dan elektrolit, Blood Urea Nitrogen, kreatinin dan serum amylase. Pemeriksaan elektrolit

diperlukan karena pasien mual muntah tujuannya untuk mengevaluasi elektrolitnya. Berikut adalah tes laboratorium yang penting dan diperlukan sebagai berikut: 22

a. Kimia serum : hasilnya biasanya normal atau sedikit meningkat.

b. BUN (Blood Ure Nitrogen) : Jika BUN meningkat, hal ini dapat menunjukan penurunan volume cairan tubuh (dehidrasi).

c. Kreatinin : peningkatan kreatinin mengindikasikan adanya dehidrasi. d. CBC (Complete Blood Count): Sel darah putih (WBC) mungkin

meningkat dengan pergeseran ke kiri biasanya terjadi pada ileus obstruktif sederhana atau strangulasi, peningkatan hematokrit adalah indikator kondisi cairan dalam tubuh berkurang (misalnya; dehidasi). e. World Society of Emergency Surgery memperbaharui pedomana untuk

diagnosis dan manajemen dari ileus obstruksi adhesive, meliputi hal-hal sebagai berikut: dengan tidaka adanya strangulasi dan riwayat muntah terus menerus atat gabungan tanda-tanda pada CT scan, pasien dengan ileus obstruksi parsial dapat dengan aman dikelola dengan manajemen non-operativ yaitu penggunaan tabung dekompresi atau dikenal dengan WSCM (Water Soluble Contrast Medium) adalaha rekomendasi kedua untuk tujuan diagnostic dan terapetik pada pasien yang menjalani manajemen non-operativ. Manajemen non-operative dapat diperpanjang hingga 72 jam tanpa adanya tanda-tanda strangulasi atau peritonitis. Pemebdahan dianjurkan setelah 72 jam manajemen nonoperativ tanpa ada perbaikan. Eksplorasi laparotomi yang sering digunakan untuk pasien dengan ileus obstruktif strangulasi

dan setelah manajemen konservatif gagal, pendekatan laproskopi terbuka sangat di anjurkan.

4. Pemeriksaan foto rontgen a. Foto Polos Abdomen

Menilai foto polos untuk pasien dengan ileus obstruksi setidaknya 2 tampilan yaitu posisi terlentang atau datar dan tegak. Foto polos merupakan diagnose lebih akurat pada kasus ileus obstruksi sederhana, namun tingkat kegagalan diagnostik sebanyak 30% telah dilaporkan.23

Pada foto abdomen dapat membedakan temuan obstruksi sedehana atau strangulasi, dan beberapa telah menggunakanya utnuk membedakan antara obstruksi lengkap atau parsial atau bukan suatu ileus obstruksi. Studi Lappas et al menemukan 2 temuan lebih prediktif dari ileus obstruktif letak tinggi dan ileus obstruktif komplit antara lain: (1) adanya deferensial air-fluid level di usus halus, (2) dilatasi usus lebih dari 25 mm. Studi ini menemukan bahwa ketika 2 temuan yang hadir, obstruksi kemungkinan besar letak tinggi atau ileus obstruksi totalis. Ketika temuan kedua ini tidak ada maka ileus obstruksi letak rendah (parisial) atau tidak ada obstruksi.24

Temuan spesifik untuk obstruksi usus halus ialah dilatasi usus halus ( diameter > 3 cm ), adanya air-fluid level pada posisi foto abdomen tegak, dan kurangnya gambaran udara di kolon. Sensitifitas foto abdomen untuk mendeteksi adanya obstruksi usus halus mencapai

70-80% namun spesifisitasnya rendah. Pada foto abdomen dapat ditemukan beberapa gambaran, antara lain: 25

1) Distensi usus bagian proksimal obstruksi 2) Kolaps pada usus bagian distal obstruksi 3) Posisi tegak atau dekubitus: Air-fluid levels 4) Posisi supine dapat ditemukan :

a) distensi usus b) step-ladder sign

5) String of pearls sign, gambaran beberapa kantung gas kecil yang berderet.

6) Coffee-bean sign, gambaran gelung usus yang distensi dan terisi udara dan gelung usus yang berbentuk U yang dibedakan dari dinding usus yang oedem.

7) Pseudotumor Sign, gelung usus terisi oleh cairan.

Ileus paralitik dan obstruksi kolon dapat memberikan gambaran serupa dengan obstruksi usus halus. Temuan negatif palsu dapat ditemukan pada pemeriksaan radiologis ketika letak obstruksi berada di proksimal usus halus dan ketika lumen usus dipenuhi oleh cairan saja dengan tidak ada udara. Dengan demikian menghalangi tampaknya air-fluid level atau distensi usus. Keadaan selanjutnya berhubungan dengan obstruksi gelung tertutup. Meskipun terdapat kekurangan tersebut, foto abdomen tetap merupakan pemeriksaan yang penting pada pasien dengan obstruksi usus halus karena kegunaannya yang luas namun memakan biaya yang sedikit.20

Gambar 6. Dilatasi usus.20

Gambar 7. Multipel air fluid level dan “string of pearls” sign.20

Gambar 8. Herring bone appearance.20

Gambar 9. Coffee bean appearance.18

Gambar 10. Step ledder sign.20

b. Enteroclysis

Enteroclysis berfungsi untuk mendeteksi adanya obstruksi dan juga untuk membedakan obstruksi parsial dan total. Cara ini berguna jika pada foto polos abdomen memperlihatkan gambaran normal namun dengan klinis menunjukkan adanya obstruksi atau jika penemuan foto polos abdomen tidak spesifik. Pada pemeriksaan ini

juga dapat membedakan adhesi oleh karena metastase, tumor rekuren dan kerusakan akibat radiasi. Enteroclysis memberikan nilai prediksi negative yang tinggi dan dapat dilakukan dengan dua kontras. Barium merupakan kontras yang sering digunakan. Barium sangat berguna dan aman untuk mendiagnosa obstruksi dimana tidak terjadi iskemia usus maupun perforasi. Namun, penggunaan barium berhubungan dengan terjadinya peritonitis dan penggunaannya harus dihindari bila dicurigai terjadi perforasi.20

Gambar 11. Intususepsi (coiled-spring appearance).26 f. Pemeriksaan laboratorium tumor colon27

- Pemeriksaan enzim transaminase sebagai penanda adanya metastase pada liver.

- Pemeriksaan marker tumor CEA ( Carcino Embryonic Antigen) bertujuan untuk monitor pascaterapi. Jika pada pemeriksaan inisial tidak meningkat maka penggunaa CEA untuk follow up menjadi kurang penting.

g. Pemeriksaan imaging tumor colon27 - Barium enema

Dengan adanya endoskopi, barium enema semakin digunakan. Pada keadaan dimana endoskopi/ kolonoskopi tidak tersedia barium enema dapat digunakan untuk diagnosis, lokasi, fiksasi dengan jaringan sekitar, kanker sinkronos, ataupun lesi prakanker, seperti polips, chronis ulcerative colitis.

- CT Scan

Terutama ditujukan untuk melihat adanya metastase pada hepar, KGB para aorta, ataupun infiltrasi langsung ke organ sekitar. - MRI

Digunakan untuk menggantikan CT Scan, terutama jika terdapat kontra indikasi penggunaan kontras .

- PET Scan

Digunakan untuk melihat adanya metastase dari kanker kolon dan tidak untuk mendiagnosis tumor kolon primer.

- Foto Thoraks &USG hepar

Digunakan untuk tujan mengetahui stadium M pada paru dan hepar dan untuk persiapan operasi.

Kolonoskopi merupakan “standar emas” untuk mendiagnosis kanker kolon. Digunakan untuk melihat adanya lesi prakanker, untuk skring, dan melihat gambaran macros tumor dan biopsy. J. Penatalaksanaan

Pasien dengan obstruksi intestinal biasanya mengalami dehidrasi dan kekurangan Natrium, Khlorida dan Kalium yang membutuhkan penggantian cairan intravena dengan cairan salin isotonic seperti Ringer Laktat. Urin harus di monitor dengan pemasangan Foley Kateter. Setelah urin adekuat, KCl harus ditambahkan pada cairan intravena bila diperlukan. Pemeriksaan elektrolit serial, seperti halnya hematokrit dan leukosit, dilakukan untuk menilai kekurangan cairan. Antibiotik spektrum luas diberikan untuk profilaksis atas dasar temuan adanya translokasi bakteri pada ostruksi intestinal.21

Dekompresi

Pada pemberian resusitasi cairan intravena, hal lain yang juga penting untuk dilakukan ialah pemasangan nasogastric tube. Pemasangan tube ini bertujuan untuk mengosongkan lambung, mengurangi resiko terjadinya aspirasi pulmonal karena muntah dan meminimalkan terjadinya distensi abdomen. Pasien dengan obstruksi parsial dapat diterapi secara konservatif dengan resusitasi dan dekompresi saja. Penyembuhan gejala tanpa terapi operatif dilaporkan sebesar 60 – 85% pada obstruksi parsial.21

Secara umum, pasien dengan obstruksi intestinal komplit membutuhkan terapi operatif. Pendekatan non – operatif pada beberapa pasien dengan obstruksi intestinal komplit telah diusulkan, dengan alasan bahwa pemasangan tube intubasi yang lama tak akan menimbulkan masalah yang didukung oleh tidak adanya tanda-tanda demam, takikardia, nyeri tekan atau leukositosis. Namun harus disadari bahwa terapi non operatif ini dilakulkan dengan berbagai resikonya seperti resiko terjadinya strangulasi pada daerah obstruksi dan penundaan terapi pada strangulasi hingga setelah terjadinya injury akan menyebabkan intestinal menjadi ireversibel. Penelitian retrospektif melaporkan bahwa penundaan operasi 12 – 24 jam masih dalam batas aman namun meningkatkan resiko terjadinya strangulasi.

Pasien dengan obstruksi intestinal sekunder karena adanya adhesi dapat diterapi dengan melepaskan adhesi tersebut. Penatalaksanaan secara hati hati dalam pelepasan adhesi tresebut untuk mencegah terjadinya trauma pada serosa dan untuk menghindari enterotomi yang tidak perlu. Hernia incarcerata dapat dilakukan secara manual dari segmen hernia dan dilakukan penutupan defek.

Penatalaksanaan pasien dengan obstruksi intestinal dan adanya riwayat keganasan akan lebih rumit. Pada keadaan terminal dimana metastase telah menyebar, terapi non-operatif, bila berhasil, merupakan jalan yang terbaik; walaupun hanya sebagian kecil kasus obstruksi komplit dapat berhasil di terapi dengan non-operatif. Pada kasus ini, by pass sederhana dapat memberikan hasil yang lebih baik baik daripada by pass yang panjang dengan operasi yang rumit yang mungkin membutuhkan reseksi usus.

Pada saat dilakukan eksplorasi, terkadang susah untuk menilai viabilitas dari segmen usus setelah strangulasi dilepaskan. Bila viabilitas usus masih meragukan, segmen tersebut harus dilepaskan dan ditempatkan pada kondisi hangat, salin moistened sponge selama 15-20 menit dan kemudian dilakukan penilaian kembali. Bila warna normalnya telah kembali dan didapatkan adanya peristaltik, berarti segmen usus tersebut aman untuk dikembalikan. Ke depannya dapat digunakan Doppler atau kontras intraoperatif untuk menilai viabilitas usus.

Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada obstruksi ileus.

1. Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata non-strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus ringan.

2. Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati" bagian usus yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya.

3. Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi, misalnya pada Ca stadium lanjut.

4. Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-ujung usus untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada carcinomacolon, invaginasi strangulata, dan sebagainya.

Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif bertahap, baik oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya, misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja, kemudian hari dilakukan reseksi usus dan anastomosis.16

Suatu problematik yang sulit pada keadaan pasca bedah adalah distensi usus yang masih ada. Pada tindakan operatif dekompressi usus, gas dan cairan yang terkumpul dalam lumen usus tidak boleh dibersihkan sama sekali oleh karena catatan tersebut mengandung banyak bahan-bahan digestif yang sangat diperlukan. Pasca bedah tidak dapat diharapkan fisiologi usus kembali normal, walaupun terdengar bising usus. Hal tersebut bukan berarti peristaltik usus telah berfungsi dengan efisien, sementara ekskresi meninggi dan absorpsi sama sekali belum baik.

Sering didapati penderita dalam keadaan masih distensi dan disertai diare pasca bedah. Tindakan dekompressi usus dan koreksi air dan elektrolit serta menjaga keseimbangan asam basa darah dalam batas normal tetap dilaksanakan pada pasca bedahnya. Pada obstruksi yang lanjut, apalagi bila telah terjadi strangulasi, monitoring pasca bedah yang teliti diperlukan sampai selama 6 - 7 hari pasca bedah. Bahaya lain pada masa pasca bedah adalah toksinemia dan sepsis. Gambaran kliniknya biasanya mulai nampak pada hari ke 4-5 pasca bedah. Pemberian antibiotika dengan spektrum luas dan disesuaikan dengan hasil kultur kuman sangatlah penting.

Komplikasi pada pasien ileus obstruktif dapat meliputi gangguan keseimbangan elektrolit dan cairan, serta iskemia dan perforasi usus yang dapat menyebabkan peritonitis, sepsis, dan kematian.16

L. Prognosis

Mortalitas obstruksi tanpa strangulata adalah 5% sampai 8% asalkan operasi dapat segera dilakukan. Keterlambatan dalam melakukan pembedahan atau jika terjadi strangulasi atau komplikasi lainnya akan meningkatkan mortalitas sampai sekitar 35% atau 40%. Prognosisnya baik bila diagnosis dan tindakan dilakukan dengan cepat. 20

KESIMPULAN

4. Ileus obstruktif adalah kerusakan atau hilangnya pasase isi usus yang disebabkan oleh sumbatan mekanik. Rintangan pada jalan isi usus akan menyebabkan isi usus terhalang dan tertimbun di bagian proksimal dari sumbatan, sehingga pada daerah proksimal tersebut akan terjadi distensiatau dilatasi usus.

5. Adhesi, hernia, dan tumor mencakup 90% etiologi kasus obstruksi mekanik usus halus. Adhesidan hernia jarang menyebabkan obstruksi pada colon. Penyebab tersering obstruksi pada colon adalah kanker, diverticulitis, dan volvulus.

6. Gejalanya antara lain tidak BAB, tidak kentut, disertai dengan mual, muntah dan jika kondisi ini berlangsung lama dapat menyebabkan dehidrasi, demam, perut kembung, nyeri perut diawali dari daerah epigastrik kemudian nyeri dirasakan secara intermiten terutama ketika peristaltic.

Lampiran

Dalam dokumen referat ileus obstruktif (Halaman 28-48)

Dokumen terkait