TINJAUAN PUSTAKA
II.3 KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN
2. Analisa Perhitungan dengan Benkleman Beam
2.1. Manual pemeriksaan perkerasan jalan dengan alat Benkleman Beam sesuai dengan nomor : 01/ M B/ 1983 (Bina Marga 1983)
2.1.Manual pemeriksaan perkerasan jalan dengan alat Benkleman Beam sesuai dengan nomor : 01/ M B/ 1983 (Bina Marga 1983)
Lendutan balik adalah besar lendutan vertical suatu permukaan jalan akibat dihilangkannya beban, diambil dari lendutan balik maksimum pada kelompok roda belakang kiri dan kanan.
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
a. Perhitungan lendutan balik.
Lendutan balik (rebound deflection) tiap – tiap titik dapat dihitung dengan rumus :
dL, dR = Fm. Fe (d4 – d1) ……….………(1) d max > dL atau dR
dimana :
d1 = Pembacaan lendutan awal (mm) d4 = Pembacaan lendutan akhir (mm) Fm = Faktor beban (Load Deflection Factor)
Fl = Faktor alat (Wheel Gauge Multiplying Factor)
Fe = Faktor lingkungan atau regional (Environment Factor) dr = Lendutan balik kanan (Deflection Right)
d1 = Lendutan balik kiri (Deflection Left)
Setelah mendapatkan nilai lendutan balik, gambarlah nilai lendutan balik tersebut dan hubungkan nilai – nilai lendutan balik itu sehingga merupakan grafik lendutan balik.
b. Faktor Keseragaman
Tempatkan panjang seksi jalan dengan mengusahan agar tiap – tiap seksi jalan tersebut mempunyai lendutan balik yang kurang lebih seragam.
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
Dimana :
FK = Faktor Keseragaman
s = Standar Deviasi
d = Lendutan balik rata – rata
Tabel 2.1.1 Nilai – nilai faktor keseragaman
< 15 % Sangat Seragam 15 – 20 % Seragam 20 -25 % Baik 25 – 30 % Cukup 30 – 40 % Jelek > 40 % Tidak Seragam
Pembagian seksi – seksi diusahakan dengan keseragaman tidak lebih besar dari 40 % untuk mempermudah pelaksanaan overlay di lapangan.
c. Lendutan balik mewakili (D)
Lendutan balik yang mewakili adalah lendutan balik yang mewakili masing – masing seksi sesuai dengan seksi pengamatan. Untuk menentukan besar lendutan balik yang mewakili suatu seksi
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
jalan, digunakan rumus – rumus yang disesuaikan dengan fungsi jalan dan jumlah lalu lintas, yaitu :
D = d + 2S …………..……….(3)
Untuk jalan arteri/ tol Untuk lalu lintas. Kelas jalan : Kelas I (20.000 smp)
Kelas II A (6.000 – 20.000 smp)
D = d + 1,64S ……….……….(4)
Untuk jalan kolektor Untuk lalu lintas/ kelas jalan : Kelas III (1.500 smp)
d. Lalu Lintas Rencana
Lalu lintas rencana digunakan sesuai dengan ekivalen beban standart dari masing – masing kendaraan.
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
Tabel 2.1.2 Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan
Beban Sumbu Angka Ekivalen
Kg Lb Sumbu Sumbu Tunggal Ganda 1000 2205 0.0002 - 2000 4409 0.0036 0.0003 3000 6614 0.0183 0.0016 4000 8818 0.0577 0.0050 5000 11023 0.1410 0.0121 6000 13228 0.2923 0.0251 7000 15423 0.5415 0.0466 8000 17637 0.9238 0.0794 8160 18000 1.0000 0.0860 9000 19841 1.4798 0.1273
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009 10000 22046 2.2555 0.1940 11000 24251 3.3022 0.2840 12000 26455 4.6770 0.4022 13000 28660 6.4419 0.5540 14000 30864 8.6647 0.7450 15000 33090 11.4184 0.9820 16000 35276 14.7815 1.2712
Sumber : Pengujian lendutan Perkerasan Lentur dengan Alat Benkleman Beam,
PU. Bina Marga
a) Unit Ekivalen Beban Standart (UE 18 KSAL)
Dalam perhitungan selanjutnya setiap jenis kendaraan dianggap dalam keadaan isi.
b) AE 18 KSAL (Accumulative Eqivalent 18 Kip Single Axle Load)
Menentukan jumlah lalu lintas secara akumulatif selama umur rencana dengan rumus sebagai berikut :
AE 18 KSAL = 365 x N x KSAL .(5)
Menentukan jumlah lalu lintas secara akumulatif selama umur rencana berdasarkan lebar perkerasan jalan :
Lebar perkerasan jalan AE 18 KSAL (operasi)
3.00 – 4.00 m 100 %. 365. N. (ITN kr + ITN kb)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
8.00 – 10.00 m 365. N. (40 % ITN kr + 47.5 % ITN kb) 11.00 – 16.00 m 365. N. (30 % ITN kr + 47.5 % ITN kb)
Dimana :
AE KSAL 18 = Accumulative Equivalent 18 Kip Single Axle Load UE 18 KSAL = Unit Equivalent 18 Kip Single Axle Load
365 = Jumlah hari dalam satu tahun
N = Faktor umur rencana yang sudah disesuaikan dengan
perkembangan lalu lintas, dapat dilihat pada table 2.6. M = jumlah masing – masing jenis lalu lintas
Tabel 2.1.3 Faktor Hubungan antara Umur Rencana dengan Perkembangan Lalu Lintas
r % N 2 % 4 % 5 % 6 % 8 % 10 % 1 Tahun 1.01 1.02 1.02 1.03 1.04 1.05 2 Tahun 2.04 2.08 2.10 2.12 2.16 2.21 2 Tahun 3.09 3.18 3.23 2.30 3.38 3.48 4 Tahun 4.16 4.33 4.42 4.51 4.69 4.87 5 Tahun 5.25 5.53 5.56 5.80 6.10 6.41 6 Tahun 6.37 6.77 6.97 7.18 7.63 8.10 7 Tahun 7.51 8.06 8.35 8.65 9.28 9.96 8 Tahun 8.70 9.51 9.62 10.20 11.05 12.00 9 Tahun 9.85 10.79 11.30 11.84 12.99 14.26
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
10 Tahun 11.05 12.25 12.90 13.60 15.05 16.73
15 Tahun 17.45 20.25 22.15 23.90 28.30 33.36
20 Tahun 24.55 30.40 33.90 37.95 47.70 60.20
Atau dengan tabel :
D (mm)
Tebal Lapis tambahan t (cm)
3 cm 4 cm 5 cm 6 cm 7 cm 8cm 9 cm 0,90 0,5737 0,5735 0,5702 0,5652 0,5600 0,5553 0,5516 1,00 0,5947 0,5918 0,5853 0,5769 0,5686 0,5614 0,5556 1,10 0,6195 0,6137 0,6033 0,5910 0,5790 0,5689 0,5610 1,20 0,6488 0,6398 0,6251 0,6080 0,5917 0,5780 0,5672 1,30 0,6836 0,6709 0,6512 0,6287 0,6072 0,5890 0,5749 1,40 0,7247 0,7081 0,6827 0,6537 0,6260 0,6026 0,5843 1,50 0,7734 0,7525 0,7206 0,6839 0,6489 0,6191 0,5958 1,60 0,8311 0,8056 0,7662 0,7206 0,6767 0,6393 0,6100 1,70 0,8995 0,8690 0,8210 0,7649 0,7106 0,6640 0,6273 1,80 0,9805 0,9447 0,8870 0,8187 0,7518 0,6941 0,6486 1,90 1,0764 1,0351 0,9665 0,8338 0,8020 0,7310 0,6746 2,00 1,1200 1,1131 1,0621 0,9626 0,8630 0,7760 0,7066 2,10 1,3246 1,2722 1,1772 1,0580 0,9374 0,8310 0,7457 2,20 1,4840 1,4264 1,3157 1,1736 1,0278 0,8983 0,7937 2,30 1,6729 1,6105 1,4625 1,3136 1,1379 0,9303 0,8525
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
N = ½ ……….(6)
e. Lendutan balik yang diijinkan
Berdasarkan hubungan antara AE 18 KSAL dengan lendutan balik akan diperoleh lendutan balik yang diijinkan berdasarkan grafik.
f. Tebal lapis tambahan
Berdasarkan lendutan balik yang ada (lendutan balik sebelum diberi lapis tambahan), dapat ditentukan tebal lapis tambahan yang nilai lendutan baliknya tidak boleh melebihi lendutan balik yang diijinkan. Dalam hal menentukan tebal lapis tambahan ini, selain memperhatikan faktor stabilitas konstruksi, faktor ekonomis juga menjadi pertimbangan. Tebal lapis tambahan dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
2,40 1,8966 1,8305 1,6831 1,4832 1,2217 1,0806 0,9276 2,50 2,1616 2,0932 1,9246 1,6884 1,4337 1,2030 1,0128 2,60 - - 2,2151 1,9369 1,6329 1,3525 1,1209 2,70 - - - 2,2377 1,8739 1,5350 1,2531 2,80 - - - - 2,1671 1,7577 1,4151 2,90 - - - 2,0295 1,6132 3,00 - - - 1,8556 3,10 - - - -
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
Tabel 2.1.4 Tabel Hubungan antara Lendutan Balik (D) dengan Lapis Tambahan
D (mm)
Tebal Lapis Tambahan t (cm)
10 cm 11 cm 12 cm 13 cm 14 cm 15 cm 0,90 0,5488 0,5469 0,5455 0,5455 0,5439 0,5434 1,00 0,5517 0,5487 0,5466 0,5442 0,5442 0,5436 1,10 0,5551 0,5509 0,5480 0,5460 0,5447 0,5437 1,20 0,5593 0,5536 0,5497 0,5470 0,5452 0,5440 1,30 0,5645 0,5570 0,5518 0,5483 0,5459 0,5443 1,40 0,5708 0,5612 0,5545 0,5499 0,5468 0,5447 1,50 0,5786 0,5663 0,5577 0,5519 0,5479 0,5452 1,60 0,5882 0,5726 0,5618 0,9943 0,5493 0,5459 1,70 0,6000 0,5805 0,5668 0,5574 0,5511 0,5468 1,80 0,6145 0,5901 0,5731 0,6313 0,5534 0,5480 1,90 0,6324 0,6021 0,5808 0,5662 0,5563 0,5496 2,00 0,6544 0,6168 0,5905 0,5723 0,5600 0,5517 2,10 0,6814 0,6350 0,6024 0,5800 0,5447 0,5544 2,20 0,7147 0,6574 0,6172 0,5895 0,5706 0,5579 2,30 0,7555 0,6651 0,6355 0,6013 0,5780 0,5623 2,40 0,8057 0,7192 0,6582 0,6161 0,5873 0,5679 2,50 0,8673 0,7621 0,6862 0,6344 0,5890 0,5751 2,60 0,9430 0,8129 0,7208 0,6570 0,6135 0,5841 2,70 1,0358 0,8765 0,7635 0,6852 0,6317 0,5955
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009 2,80 1,1498 0,9547 0,8161 0,7200 0,6542 0,6097 2,90 1,2895 1.0508 0,8810 0,7630 0,6822 0,6297 3,00 1,4608 1,1690 0,9609 0,8161 0,7170 0,6499 3,10 1,6709 1,3141 1,0592 0,8817 0,7601 0,6776 3,20 1,9283 1,4922 1,1802 0,9626 0,8133 0,7121 3,30 2,2438 1,7110 1,3290 1,0622 0,8791 0,7549 3,40 - 1,9794 1,5118 1,1849 0,9601 0,8080 3,50 - 2,3087 1,7365 1,3360 1,0606 0,8736
2.2. Pedoman perencanaan tebal lapis tambah perkerasan lentur dengan metode lendutan dengan nomor : Pd. T-05-2005-B (Bina Marga 2005)
a. Lalu Lintas
- Jumlah Lajur dan Koefisien Distribusi Kendaraan (C).
Lajur rencana merupakan salah satu lajur lalu lintas dari suatu ruas jalan, yang menampung lalu-lintas terbesar.
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
Jika jalan tidak memiliki tanda batas lajur, maka jumlah lajur ditentukan dari lebar perkerasan sesuai Tabel 2.2.1
Tabel 2.2.1 Jumlah lajur berdasarkan lebar perkerasan
Koefisien distribusi kendaraan (C) untuk kendaraan ringan dan berat yang lewat pada lajur rencana ditentukan sesuai Tabel 2.2.2
Tabel 2.2.2 Koefisien distribusi kendaraan(C)
- Ekivalen beban sumbu kendaraan (E).
Angka ekivalen (E) masing-masing golongan beban sumbu (setiap kendaraan) ditentukan menurut Rumus 1, 2, 3 dan 4 atau pada Tabel 3.
Angka Ekivalen STRT = ……… (1)
Angka Ekivalen STRG = ……… (2)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
Angka Ekivalen SDRG = ……..………... (4)
Dengan pengertian :
- SDRG : Sumbu Dual Roda Ganda - STRG : Sumbu Tunggal Roda Ganda - STRT : Sumbu Tunggal Roda Tunggal - STrRG : Sumbu Triple Roda Ganda
Tabel 2.2.3 Angka ekivalen beban sumbu kendaraan (E)
- Faktor umur rencana dan perkembangan lalu lintas
Faktor hubungan umur rencana dan perkembangan lalu lintas ditentukan menurut Rumus 5 atau Tabel 4 dibawah ini.
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
Tabel 2.2.4 Faktor hubungan antara umur rencana dengan perkembangan lalu lintas (N)
- Akumulasi ekivalen beban sumbu standar (CESA)
Dalam menentukan akumulasi beban sumbu lalu lintas (CESA) selama umur rencana ditentukan dengan Rumus 6.
CESA = ………..(6)
dengan pengertian :
CESA = akumulasi ekivalen beban sumbu standar m = jumlah masing-masing jenis kendaraan 365 = jumlah hari dalam satu tahun
E = ekivalen beban sumbu (Tabel 3)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
N = faktor hubungan umur rencana yang sudah disesuaikan dengan perkembangan lalu lintas
b. Lendutan
Lendutan yang digunakan dalam perhitungan ini adalah lendutan hasil pengujian dengan alat Benkelman Beam (BB). Apabila pada waktu pengujian lendutan ditemukan data yang meragukan maka pada lokasi atau titik tersebut dianjurkan untuk dilakukan pengujian ulang atau titik pengujian dipindah pada lokasi atau titik disekitarnya.
Lendutan balik adalah besar lendutan vertical suatu permukaan jalan
akibat dihilangkannya beban, diambil dari lendutan balik maksimum pada kelompok roda belakang kiri dan kanan. Nilai lendutan tersebut harus dikoreksi dengan, faktor muka air tanah (faktor musim) dan koreksi temperatur serta faktor koreksi beban uji (bila beban uji tidak tepat sebesar 8,16 ton).
Lendutan balik (rebound deflection) tiap – tiap titik dapat dihitung dengan rumus :
dB = 2 x (d3 – d1) x Ft x Ca x FKB-BB ………(7) dengan pengertian :
dB = lendutan balik (mm)
d1 = lendutan pada saat beban tepat pada titik pengukuran
d3 = lendutan pada saat beban berada pada jarak 6 meter dari titik pengukuran
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
Ft = faktor penyesuaian lendutan terhadap temperatur standar 350C, sesuai Rumus 8,
untuk tebal lapis beraspal (HL) lebih kecil 10 cm atau Rumus 9, untuk tebal lapis beraspal (HL) lebih besar atau sama dengan 10 cm atau menggunakan Tabel 5 atau pada Gambar 1 (Kurva A untuk HL < 10 cm dan Kurva B untuk HL > 10 cm).
= 4,184 x untuk HL < 10 cm ………...(8)
= 14,785 x untuk HL 10 cm ………..(9)
TL = temperatur lapis beraspal, diperoleh dari hasil pengukuran langsung
dilapangan atau dapat diprediksi dari temperatur udara,yaitu:
TL = 1/3 (Tp + Tt + Tb) ………..…………....(10)
Tp = temperatur permukaan lapis beraspal
Tt = temperatur tengah lapis beraspal atau dari Tabel 6 Tb = temperatur bawah lapis beraspal atau dari Tabel 6 Ca = faktor pengaruh muka air tanah (faktor musim)
= 1,2 ; bila pemeriksaan dilakukan pada musim kemarau atau muka air tanah rendah
= 0,9 ; bila pemeriksaan dilakukan pada musim hujan atau muka air tanah tinggi
FKB-BB = faktor koreksi beban uji Benkelman Beam (BB)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
Cara pengukuran lendutan balik mengacu pada SNI 03-2416-1991 (Metoda Pengujian Lendutan Perkerasan Lentur Dengan Alat Benkelman Beam) dan gambar alat Benkelman Beam (BB) ditunjukkan pada Gambar C2.
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
Tabel 2.2.5 Faktor koreksi lendutan dengan temperatur standard (Ft)
Catatan :
- Kurva A adalah faktor koreksi (Ft) untuk tebal lapis beraspal (HL) kurang dari 10 cm.
- Kurva B adalah faktor koreksi (Ft) untuk tebal lapis beraspal (HL) minimum 10 cm
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
Tabel 2.2.5 Temperatur tengah (Tt) dan bawah (Tb) lapis beraspal berdasarkan data temperatur udara (Tu) dan temperatur permukaan (Tp)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
c. Keseragaman lendutan
Perhitungan tebal lapis tambah dapat dilakukan pada setiap titik pengujian atau berdasarkan panjang segmen (seksi). Apabila berdasarkan panjang seksi maka cara menentukan panjang seksi jalan harus dipertimbangkan terhadap keseragaman lendutan. Keseragaman yang dipandang sangat baik mempunyai rentang faktor keseragaman antara 0 sampai dengan 10, antara 11 sampai dengan 20 keseragaman baik dan antara 21 sampai dengan 30 keseragaman cukup baik. Untuk menentukan faktor keseragaman lendutan adalah dengan menggunakan Rumus 15 sebagai berikut:
FK = x 100% < FK ijin ………(12)
dengan pengertian :
FK = faktor keseragaman
FK ijin = faktor keseragaman yang diijinkan = 0 % - 10%; keseragaman sangat baik = 11% - 20%; keseragaman baik = 21% - 30%; keseragaman cukup baik
= lendutan rata-rata pada suatu seksi jalan
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
s = deviasi standar = simpangan baku
= ………….………...(14)
d = nilai lendutan balik (dB) atau lendutan langsung (dL) tiap titik pemeriksaan pada suatu seksi jalan
ns = jumlah titik pemeriksaan pada suatu seksi jalan
d. Lendutan wakil ( )
Untuk menentukan besarnya lendutan yang mewakili suatu sub ruas/seksi jalan, digunakan Rumus 15, 16 dan 17 yang disesuaikan dengan fungsi/kelas jalan, yaitu:
- Dwakil = dR + 2 s ; untuk jalan arteri / tol ………….……..….(15)
- Dwakil = dR + 1,64 s ; untuk jalan kolektor ………….………...(16)
- Dwakil = dR +1,28 s ; untuk jalan lokal …………...…..(17)
dengan pengertian :
Dwakil = lendutan yang mewakili suatu seksi jalan
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
s = deviasi standar sesuai Rumus 14
e. Lendutan rencana/ijin ( )
Lendutan rencana/ijin dengan alat BB dapat dihitung
dengan rumus:
……….(18)
dengan pengertian :
= lendutan rencana, dalam satuan milimeter.
CESA = akumulasi ekivalen beban sumbu standar, dalam satuan ESA
atau dengan memplot data lalu-lintas rencana (CESA) pada Gambar 4 Kurva D untuk lendutan balik dengan alat BB.
f. Tebal Lapis Tambah/overlay (Ho)
Tebal lapis tambah/overlay (Ho) dengan menggunakan Rumus 19 atau dengan memplot pada Gambar 5.
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
dengan pengertian :
Ho = tebal lapis tambah sebelum dikoreksi temperatur rata-rata tahunan daerah tertentu, dalam satuan centimeter.
Dsbl ov = lendutan sebelum lapis tambah/Dwakil, dalam satuan milimeter.
Dstl ov = lendutan setelah lapis tambah atau lendutan rencana, dalam satuan milimeter.
g. Faktor koreksi tebal lapis tambah (Fo)
Tebal lapis tambah/overlay yang diperoleh adalah berdasarkan temperatur standar C, maka untuk masing-masing daerah perlu dikoreksi karena memiliki temperatur perkerasan rata-rata tahunan (TPRT) yang berbeda. Data temperatur perkerasan rata-rata tahunan untuk setiap daerah atau kota ditunjukkan pada Lampiran A, sedangkan faktor koreksi tebal lapis tambah/overlay (Fo) dapat diperoleh dengan Rumus 20 atau menggunakan Gambar 2.
Fo = 0.5032 x ……….(20)
dengan pengertian :
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
TPRT = temperatur perkerasan rata-rata tahunan untuk daerah/kota tertentu (Tabel A1 pada Lampiran A)
Grafik 2.2 Faktor koreksi tebal lapis tambah / overlay (Fo)
h. Tebal lapis tambah terkoreksi (Ht)
Tebal lapis tambah terkoreksi (Ht) dihitung dengan mengkalikan Ho dengan faktor koreksi overlay (Fo), yaitu sesuai dengan Rumus 21.
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
Ht = Ho x Fo ………...(21)
dengan pengertian :
Ht = tebal lapis tambah/overlay Laston setelah dikoreksi dengan temperatur rata-rata tahunan daerah tertentu, dalam satuan centimeter.
Ho = tebal lapis tambah Laston sebelum dikoreksi temperatur rata-rata tahunan daerah tertentu, dalam satuan centimeter.
Fo = faktor koreksi tebal lapis tambah/overlay (sesuai Rumus 20 atau dengan menggunakan Gambar 2)
Catatan:
bila jenis atau sifat campuran beraspal yang akan digunakan tidak sesuai dengan ketentuan di atas maka tebal lapis tambah harus dikoreksi dengan faktor koreksi tebal tebal lapis tambah penyesuaian (FKTBL) sesuai Rumus 22 atau Gambar 3 atau Tabel 7.
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
Grafik 2.3 Hubungan antara lendutan rencana dengan lalu lintas
Grafik 2.4 Tebal lapis tambah (Ho)
i. Jenis lapis tambah
Pedoman ini berlaku untuk lapis tambah dengan Laston, yaitu modulus resilien ( ) sebesar 2000 MPa dan Stabilitas Marshall minimum 800 kg. Nilai modulus resilien ( ) diperoleh berdasarkan pengujian
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
UMATTA atau alat lain dengan temperatur pengujian C. Apabila jenis campuran beraspal untuk lapis tambah menggunakan Laston Modifikasi dan Lataston atau campuran beraspal yang mempunyai sifat berbeda (termasuk untuk Laston) dapat menggunakan faktor koreksi tebal lapis tambah penyesuaian (FKTBL) sesuai Rumus 22 atau Gambar 3 dan Tabel7.
……..……….(22)
dengan pengertian :
= faktor koreksi tebal lapis tambah penyesuaian = Modulus Resilien (MPa)
Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000 – 62+800), 2008.
USU Repository © 2009
Tabel 2.2.5 Faktor koreksi tebal lapis penyesuaian (FKTBL)
2.3 Aplikasi Komputer RDS 5.01 (Roadworks Design System) yang