• Tidak ada hasil yang ditemukan

ؿازي ررضلا Artinya: ‚Bahaya harus dihilangkan‛ 158

C. Maqashid Syariah Menurut Al-Syatibi

Menurut Imam Al-Syatibi tujuan utama dari penerapan syariah adalah untuk mencapai tiga maksud pokok yaitu dharuriyat, Hajiyat, dan tahsiniyat.227 Dharuriyat adalah kebutuhan yang bersifat primer yang harus terwujud karena apabila ini tidak terwujud maka kehidupan akan punah. Hajiyat adalah kebutuhan yang bersifat sekunder agar kehidupan menjadi bahagia dan sejahtera sedangkan tahsiniyat adalah kebutuhan yang bersifat komplementer sebagai penyempurna kelengkapan hidup.

Dharuriyah yaitu memelihara kebutuhan yang bersifat esensial bagi kehidupan manusia. Kebutuhan yang pokok itu ada lima yaitu agama, jiwa, keturunan, harta dan akal. Hajiyat yaitu kebutuhan yang tidak bersifat esensial, melainkan kebutuhan yang dapat menghindarkan manusia dari kesulitan hidupnya. Tidak terpeliharanya kebutuhan ini tidak mengancam lima kebutuhan dasar manusia, tetapi akan menimbulkan kesulitan bagi mukallaf. Kelompok ini erat kaitannya dengan rukhsah. Tahsiniyat yaitu kebutuhan yang menunjang peningkatan martabat manusia dalam masyarakat dan dihadapan tuhannya sesuai dengan kepatuhan.228

226 Jaser Audah, Fikih al-Maqashid Inathatu al- Ahkam al- Syar’iyah bi Maqashidaha (Virginia, USA: International Institute Of Islamic Thought, 2006), h. 156-157.

227 Lihat Al-Syathibi, Al Muwafaqot Fi Ushul Al –Syari’ah Juz I, (Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiyah, 2003), h. 3.

‚Pada hakikatnya, kelima tujuan pokok tersebut baik dharuriyat, hajiyat, dan tahsiniyat dimaksudkan untuk memelihara atau mewujudkan kelima pokok seperti yang disebutkan di atas. Hanya saja peringkat kepentingan satu sama lain berbeda.‛229

Contoh, memelihara agama (hifz din). Menjaga atau memelihara agama berdasarkan kepentingannya dapat dibedakan menjadi tiga peringkat Yaitu:

1. Memeliharan agama dalam peringkat dharuriyat yaitu memelihara dan melaksanakan kewajiban keagamaan yang masuk peringkat primer, seperti melaksanakan shalat lima waktu. Kalau shalat itu diabaikan, maka akan terancam eksistensi agama itu sendiri;

2. Memelihara agama dalam peringkat hajiyat yaitu melaksanakan ketentuan agama dengan maksud menghindari kesulitan seperti shalat jama dan qashar bagi orang yang sedang berpergian. Kalau ketentuan ini tidak dilaksanakan maka tidak akan mengancam eksistensi agama, melainkan hanya akan mempersulit bagi orang yang akan melakukannya.

3. Memelihara agama dalam peringkat tahsiniyat yaitu mengikuti petunjuk agama untuk menjunjung tinggi martabat manusia, sekaligus melengkapi pelaksanaan kewajiban terhadap tuhan, misalnya menutup aurat, baik di dalam maupun di luar shalat, membersihkan badan, pakaian, dan tempat. Kegiatan ini erat kaitannya dengan akhlak terpuji. Kalau hal ini tidak mungkin untuk dilakukan, maka hal ini tidak akan mengancam eksistensi agama dan tidak pula mempersulit bagi orang yang melakukannya. Artinya bila tidak menutup aurat seseorang boleh shalat,

229 Fathurrahman Djamil, Metode Ijtihad Majelis Tarjih Muhammadiyah, (Jakarta : Logos, 1995), h. 41.

jangan sampai meninggalkan shalat yang termasuk kelompok dharuriyat. Kelihatannya menutup aurat ini tidak dapat dikategorikan sebagai pelengkap karena keberadaannya sangat diperlukan manusia. Setidaknya kepentingan ini dimasukkan dalam kategori hajiyat atau

dharuriyat. Namun apabila mengikuti pengelompokkan ini dianggap tidak penting, karena kelompok ini akan menguatkan kelompok hajiyat

dan dharuriyat.

Kedua memelihara jiwa (hifz nafs). Memelihara jiwa berdasarkan tingkat kepentingannya dapat dibedakan menjadi tiga peringkat:

1. Memelihara jiwa dalam peringkat dharuriyat seperti memenuhi kebutuhan pokok berupa makanan untuk mempertahankan hidup. Kalau kebutuhan pokok ini diabaikan, maka akan berakibat terancamnya eksistensi jiwa manusia.

2. Memelihara jiwa dalam peringkat hajiyat seperti dibolehkan berburu binatang untuk menikmati makanan yang lezat dan halal. Kalau kegiatan ini diabaikan, maka tidak akan mengancam eksistensi manusia eksistensi manusia, melainkan hanya mempersulit hidupnya.

3. Memelihara jiwa dalam tingkat tahsiniyat seperti ditetapkannya tara makan dan minum. Kegiatan ini hanya berhubungan dengan kesopanandan etika sama sekali tidak akan mengancam eksistensi jiwa manusia atau mempersulit kehidupan manusia.

Ketiga memelihara akal (hifzul aql). Memelihara akal dilihat dari segi kepentingannya dapat dibedakan menjadi tiga peringkat:

1. Memelihara akal dalam peringkat dharuriyat, seperti diharamkan meminum khamar dan sebagainya. Jika ketentuan ini dilanggar maka akan berakibat terancamnya eksistensi akal;

2. Memelihara akal dalam peringkat hajiyat seperti dianjurkannya menunut ilmu pengetahuan. Sekiranya hal itu dilakukan, maka tidak akan merusak akal tetapi akan mempersulit diri seseorang dalam kaitannya dengan pengembangan ilmu pengetahuan.

3. Memelihara akal dalam peringkat tahsiniyat seperti menghindarkan diri dari menghayal dan mendengarkan hal yang tidak berfaedah. Hal ini berkaitan dengan etika, tidak akan mengancam eksistensi akal secara langsung.

Keempat, memellihara keturunan (hifz an-nasl) memelihara keturunan ditinjau dari segi tingkat kebutuhannya dapat dibedakan menjadi tiga peringkat:

1. Memelihara keturunan dalam peringkat dharuriyat seperti disyariatkannya nikah dan diharamakna berzina, apalagi kegiatan ini diabaikan maka eksistensi keturunan akan terancam.

2. Memelihara keturunan dalam peringkat hajiyat seperti diterapkannya ketentuan merebutkan mahar bagi suami pada waktu akad nikah dan diberikan hak talak padanya. Jika mahar tidak diebutkan pada waktu akad maka suami akan mengalami kesulitan, karena ia harus membayar mahar misl. Sedangkan dalam kasus talak, suami akan mengalami kesulitan jika ia tidak menggunakan hak talaknya, padahal situasi rumah tangganya tidak harmonis lagi;

3. Dan memelihara keturunan dalam peringkat tahsiniyat seperti disyariatkannya khitabah (tunangan) atau walimah dalam perkawinan. Hal ini dilakukan dalam rangka melengkapi kegiatan perkawinan. Jika hal ini diabaikan, maka tidak akan mengancam eksistensi keturunan dan tidak pula mempersulit bagi orang yang melakukan perkawinan.

Kelima, memelihara harta (hifz mal) dilihat dari segi kepentingannya memelihara harta dapat dibedakan menjadi tiga peringkat:

1. Memelihara harta dalam peringkat dharuriyat seperti syariat tentang tata cara pemilikan harta dan larangan mengambil harta orang lain dengan cara yang tidak sah. Apabila aturan itu dilanggar maka berakibat terancamnya eksistensi harta

2. Memelihara harta dalam peringkat hajiyat seperti syariat tentang jual beli dengan cara salam. Apabila cara ini tidak dipakai, maka tidak akan mengancam eksistensi harta, melainkan akan mempersulit orang yang memerlukan modal

3. Memelihara harta dalam peringkat tahsiniyat seperti ketentuan tentang menghndarkan diri dari pengecohan atau penipuan. Hal ini juga terkait erat dengan etika bermuamalah atau etika bisnsi. Hal ini juga akan berpengaruh kepada sah dan tidaknya jual beli itu sebab peringkat yang ketiga ini juga merupakan syarat adanya peringkat yang kedua dan pertama.230