• Tidak ada hasil yang ditemukan

Marka Genetik

Dalam dokumen KARAKTERISASI PENANDA GENETIK (Halaman 43-51)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.5 Marka Genetik

tersebut merupakan batas maksimum dimana karang masih dapat tumbuh. Dari berbagai belahan dunia, terdapat tiga daerah besar terumbu karang yaitu: laut Karibia, laut Hindia, dan Indo-pasifik. Di laut Karibia terumbu karang tumbuh di tenggara pantai Amerika sampai sebelah barat laut pantai Amerika Selatan. Di laut Hindia sebaran karang meliputi pantai timur Afrika, Laut Merah, teluk Aden, teluk Persia, teluk Oman. Sebaran karang di laut Pasifik meliputi laut Cina Selatan sampai pantai timur Australia, pantai Panama sampai pantai selatan teluk California (Suharsono 1996).

Sebaran karang tidak hanya terdapat secara horisontal, tetapi juga secara vertikal. Pertumbuhan, penutupan, dan kecepatan tumbuh karang berkurang secara eksponensial dengan kedalaman. Beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan ekosistem terumbu karang antara lain: suhu, salinitas, cahaya, sedimentasi, arus dan gelombang (Suharsono 1996).

2.5 Marka Genetik

Karakter suatu organisme dapat diketahui dengan menggunakan berbagai macam teknik diantaranya dengan menggunakan penanda atau marka. Secara umum ada tiga jenis marka yang biasa digunakan dalam bidang biologi yaitu marka morfologi, marka biokimia dan marka molekuler. Marka morfologi adalah penanda organisme yang diambil dari ciri-ciri fisik yang tampak dari suatu organisme termasuk turunan yang dihasilkan. Marka biokimia adalah penanda organisme yang berasal dari senyawa atau enzim yang umum terdapat dalam suatu lintasan biokimia dan ekspresi gen yang sangat dipengaruhi faktor lingkungan, sementara marka molekuler atau sering dikenal dengan sidik jari DNA (DNA

Fingerprinting) merupakan penanda organisme yang mengacu pada polimorfisme

fragmen pita DNA (Sunnuck 2000).

Dengan berkembangnya teknologi biologi molekuler, marka molekuler kini lebih banyak dipilih dan digunakan sebagai penanda suatu organisme. Marka ini memiliki tingkat akurasi yang lebih tinggi dan tidak dipengaruhi oleh lingkungan, dapat diuji pada semua tingkat perkembangan organisme, jika berkaitan dengan masalah ketahanan terhadap hama penyakit, tidak tergantung

pada organisme pengganggu tersebut dan juga sekaligus dapat berfungsi menjadi alat seleksi (Sunnuck 2000).

Analisis molekuler dengan menggunakan penanda moleuler dapat dilakukan dengan teknik non-PCR maupun berbasis PCR (Polymerase Chain

Reaction). Beberapa jenis teknik analisa yang telah dikembangkan berdasarkan

kedua teknologi diantaranya adalah RFLP (Restriction Fragmen Length

Polymorphism), AFLP (Amplified Fragmen Length Polymorphism), RAPD

(Random Amplified Polymorphism DNA), SSR (Simple Sequence Repeat) dan lain-lainnya (Sunnuck 2000). Beberapa yang telah dikembangkan untuk spesies karang adalah AFLP dan mikrosatelit untuk Montastrea annularis (Lopez et

al.1999 ), RAPD untuk Plexaura flexuosa (Kim et al, 2004).

DNA Mitokondria

Materi genetik organisme atau yang dikenal dengan istilah DNA (Deoxyribose Nucleic Acid) terdapat pada inti dan organel sel mitokondria dan kloroplas. DNA mitokondria terdapat dalam jumlah lebih banyak daripada DNA inti, karena dalam setiap sel dapat dihasilkan ratusan hingga ribuan kopi sementara DNA inti hanya terdiri dari dua kopi setiap selnya (Melton 1999).

Iguchi et al. (1999) menjelaskan bahwa DNA mitokondria memiliki beberapa kelebihan dibanding DNA inti sehingga banyak digunakan untuk menganalisa keragaman genetik dan dinamika populasi. Beberapa kelebihan tersebut diantaranya adalah pertama, ukurannya yang relatif kecil dan kompak (16 000-20 000 bp). Kedua, lebih sederhana dibandingkan DNA inti. Ketiga, berevolusi lebih cepat dibandingkan DNA inti yang bermanfaat untuk melihat hubungan kekerabatan dan perbedaan dalam dan antar populasi, Keempat, bagian-bagian dari DNA mitokondria memiliki laju evolusi yang berbeda sehingga dapat digunakan untuk studi sistematika dan penelusuran asal muasal. Kelima, pewarisannya bersifat uniparental dari tetua betina. Materi COI DNA mitokondria telah digunakan untuk mengidentifikasi filogenetik spesies Mostastraea annularis dan Acropora cervicornis (Medina et al. 1999; Vollmer dan Palumbi 2006).

Genom mitokondria dari spesies Acropora nasuta berbentuk sirkuler tunggal utas ganda terdiri dari 18 338 bp yang tersusun oleh 13 gen penyandi protein (Gambar 5) : Sitokrom b (Cyt b); subunit I-III Sitokrom c oksidase

(COI-25

COIII), subunit 6 dan 8 komplek F0 ATP Synthase (ATPase 6 dan 8); subunit 1-6 dan 4L rantai NADH dehydrogenase (ND1-6 dan ND4L), 2 gen penyandi rRNA (s-rRNA dan l-rRNA) sebagaimana yang terdapat pda organisme Metazoa umumnya dan 2 gen penyandi tRNA (trnf-Met dan trnTrp) seperti yang terdapat pada karang Acropora lainnya dan anemone laut , Metridium senile. (Fukami et al. 2000; Van Oppen et al. 2002).

Gambar 5. Peta gen molekul mtDNA Acropora nasuta. Tanda bintang mewakili gen yang ditentukan untuk rangkaian penuh. Tanda panah menunjukkan arah transkripsi. (Fukami et al. 2000)

Ribosomal Internal Transcribed Spacer (ITS)

Daerah Internal Transribed Spacer (ITS) nuklear RNA ribosomal (nRNA) unit transkripsi (rDNA) telah terbukti sesuai untuk menangani hubungan pada atau di bawah tingkat genus pada berbagai kelompok tanaman dan hewan (misalnya, Lee dan Taylor 1992; Vogler dan Dessale 1994 dalam Odorico dan Miller 1997) termasuk Cnidaria (Anthozoa) (Chen et al. 1996). Pada eukariota,

gen subunit kecil nuklear ribosomal (18S) dipisahkan dari gen 5.8S oleh internal

spacer pertama (ITS-1), dan internal transcribed spacer kedua (ITS-2)

memisahkan gen 5.8S dari gen subunit besar (28S) (Gambar 6). Gen ribosom dan spacer-nya berevolusi pada tingkat evolusi yang berbeda (Hillis dan Dixon 1991), membuat keluarga gen ini sebagai kandidat yang sesuai untuk analisis filogenetik pada banyak tingkat sistematik.

.

Gambar 6. Diagram dari keluarga gen ribosomal DNA pada hewan (dari Hillis & Dixon 1991). Kode daerah untuk 5,8S, 18S, dan sub-unit 28S rRNA ditunjukkan oleh batang; NTS = non-transcribed spacer, ETS =

external transcribed spacer, ITS = daerah internal transcribed spacer.

Baik gen 18S maupun gen 28S telah digunakan untuk tingkat sistematika yang lebih tinggi dari Cnidaria (Chen et al. 1995; Odorico dan Miller 1997). Daerah ITS memiliki tingkat evolusi yang lebih tinggi karena mereka memiliki lebih sedikit hambatan fungsional daripada gen ribosom, sehingga membuat mereka berguna untuk perbandingan taksonomi pada tingkat yang lebih rendah. Daerah ITS telah berhasil digunakan dalam sistematika Cnidaria (Beauchamp dan Powers 1996; Chen et al. 1996) dan karang pada khususnya (Odorico dan Miller 1997), serta taksa lain untuk mempelajari hubungan di tingkat populasi (Caporale

et al. 1997) dan tingkat spesies (Fritz et al. 1994).

Variabilitas perunutan di daerah internal transcribed spacer (ITS) ribosomal DNA (rDNA) pada karang telah dipelajari oleh beberapa peneliti. Panjang total fragmen rDNA yang teramplifikasi, mencakup 3 'end dari gen 18 SrDNA , ITS-1, gen 5.8 rRNA, ITS-2, dan 5’end dari gen 28S rRNAsangat bervariasi antara spesies karang yang berbeda. Takabayashi et al. (1998) melaporkan bahwa penerapan metode daerah internal transcribed spacer (ITS) ribosomal DNA (rDNA) untuk menganalisis variabilitas DNA populasi karang karena daerah ITS lebih bervariasi (variable) daripada kebanyakan nukleus

27

lainnya atau runutan (sekuen) DNA mitokondrial (White et al. 1990; O'Donnell 1992; Chen et al. 1996). Selain itu, runutan18S dan 28S rDNA yang mengapit kawasan ITS adalah sangat kekal (conserve) dan dapat digunakan untuk merancang primer yang spesifik untuk berbagai taksa. Oleh karena itu, analisis urutan variasi di daerah ITS secara luas digunakan dalam populasi dan kajian sistematis berbagai organisme yang berbeda, dan memiliki potensi untuk diterapkan dalam kajian serupa pada karang (Takabayashi et al. 1998).

2.6 DNA Barcoding (Barkode DNA)

Metode identifikasi molekuler berbasis PCR sudah sering digunakan dalam bidang yang berhubungan dengan taksonomi, makanan dan identifikasi forensik molekuler (Teletchea et al. 2008) untuk identifikasi eukariotik patogen dan vektor pembawa penyakit (Walton et al. 1999). Beberapa sistem universal untuk identifikasi berbasis molekuler telah digunakan pada taksa yang rendah (misalnya nematoda, Floyd et al. 2002) tetapi tidak berhasil diterapkan untuk cakupan yang lebih luas. Proyek Barcode of Life yang bertujuan untuk menciptakan sistem universal untuk inventarisasi spesies eukariotik berdasarkan pada pendekatan molekuler standar, dimulai pada tahun 2003 oleh para peneliti di

University of Guelph di Ontario, Kanada dan dipromosikan pada tahun 2004 atas

inisiatif internasional “Consortium for the Barcode of Life "(CBOL, http://www.barcoding.si.edu). Proyek DNA barcode tidak memiliki ambisi untuk membangun pohon kehidupan atau untuk melakukan penggolongan atau taksonomi molekuler melainkan untuk menghasilkan sebuah alat diagnostik sederhana didasarkan pada pengetahuan taksonomi yang kuat yang dikumpulkan dalam perpustakaan referensi DNA barcode (Schindel dan Miller 2005). DNA

Barcode of Life Data System (BOLD, http://www.boldsystems.org) secara

progresif telah dikembangkan sejak tahun 2004 dan secara resmi didirikan pada tahun 2007 (Ratnasingham dan Hebert 2007). Data ini memungkinkan sistem akuisisi, penyimpanan, analisis dan publikasi catatan barkode DNA.

Proyek Barkode DNA ini awalnya dipahami sebagai sebuah sistem standar cepat dan akurat untuk mengidentifikasi spesies hewan. Dalam lingkup saat ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi hampir semua spesies eukariotik (Herbert

58-705 dari 5'-akhir gen sitokrom c oksidase 1 (COI) menggunakan genom mitokondria mencit sebagai referensi. Hal ini didasarkan pada dalil bahwa setiap spesies kemungkinan besar memiliki barkode DNA yang unik dan variasi genetik antar spesies melebihi variasi intra spesies (Herbert et al. 2003).

Kegunaan Barkode DNA

Database taksa sebagai referensi publik akan sangat bermanfaat untuk

mengidentifikasi berbagai species apabila identifikasi taksonomi tersebut akurat. Dengan cara ini, Barkode DNA dapat sangat mendukung banyak domain ilmiah (misalnya ekologi, biomedis, epidemiologi, evolusi biologi, biogeografi dan konservasi biologi) dan dalam bio-industri. Efektivitas waktu dan biaya dari barkode DNA memungkinkan identifikasi spesies secara otomatis, yang sangat berguna dalam melakukan kegiatan sampling secara besar-besaran (misalnya sampling yang dilakukan tim Craig Venter's Global Ocean, Rusch et al. 2007 dalam dalam Frezal dan Lebois 2008).

Dengan cara ini, barkode DNA juga dapat meningkatkan survei yang bertujuan untuk mengetahui, mendeteksi dan mengidentifikasi spesies pathogen yang belum diketahui dengan jelas, terutama dalam bidang medis, ekologis dan agronomi. Selain itu, juga sangat penting untuk dapat mengenali, mendeteksi dan melacak penyebaran organisme yang telah dipatenkan di bidang agro-bioteknologi, baik untuk memeriksa keaslian sumber organisme atau untuk menjamin hak atas kekayaan intelektual untuk sumberdaya hayati (Frezal dan Lebois 2008).

DNA barkode ini juga mempunyai potensi untuk dapat digunakan dalam industri makanan, analisis diet, dan ilmu-ilmu forensik dalam mencegah perdagangan ilegal dan perburuan spesies langka (misalnya di bidang perikanan, kehutanan dan perdagangan daging hewan langka). Yang kedua, identifikasi berbasis molekuler yang diperlukan ketika tidak ada kejelasan yang berarti untuk mencocokkan spesimen dewasa dengan spesimen yang belum dewasa (misalnya, larva ikan, amfibi, dan jamur pada tahap seksual. Kasus ketiga adalah ketika sifat-sifat morfologis tidak jelas untuk membedakan spesies, misalnya spesies ganggang merah (Saunders 2005), spesies jamur, dan spesimen nyamuk yang dikumpulkan di lapangan, terutama bila ukuran hewan menghalangi identifikasi

29

secara visual (misalnya hewan yang tersembunyi (cryptic animals)) atau jika spesies memiliki siklus hidup polimorfik dan atau menunjukkan plastisitas fenotipik (misalnya Lamilaria), (Lane et al. 2007).

Resiko karena Pewarisan Mitokondria

Keragaman DNA mitokondria (mtDNA) sangat terkait pada struktur genetik dari induk (tetua) betina, karena pewarisannya secara maternal. Penggunaan lokus mitokondria dapat mengakibatkan perkiraan perbedaan (divergensi) sampel yang terlalu tinggi dan membuat kesimpulan tentang status spesies menjadi tidak jelas. Pewarisan mitokondria intra spesies juga dapat dibingungkan oleh adanya infeksi simbion. Pertama, seleksi tidak langsung pada DNA mitokondria timbul dari ketidakseimbangan hubungan dengan endosimbion, baik mikroorganisme yang menguntungkan, simbion parasit, atau simbion yang diwariskan secara maternal (Funk et al. 2000; Whitworth et al. 2007). Kedua, hibridisasi antar spesies dan infeksi endosimbion dapat memicu transfer gen mitokondria di luar kelompok individu evolusioner (Dasmahapatra dan Mallet, 2006). Terakhir, salah satu spesies hospes dapat membawa simbion-simbion yang berbeda menuju variasi intra specifik (inter populasi) dalam perunutan mtDNA (Frezal dan Lebois, 2008).

Laju Evolusi dalam COI

Laju evolusi genom (mitokondria atau nukleus) tidak sama untuk semua spesies makhluk hidup. Terutama, moluska memiliki tingkat evolusi yang lebih tinggi daripada metazoa bilateral lainnya (Strugnell dan Lindgren, 2007). Sebaliknya, spons diploblast dan cnidaria memiliki tingkat evolusi 10-20 kali lebih lambat dibandingkan dengan kawan bilateral mereka, yang mengakibatkan kurangnya variasi runutan COI yang mencegah perbedaan di bawah tingkat famili (Erpenbeck et al. 2006). Laju evolusi bahkan dapat berbeda pada tingkat ordo. Dengan cara yang sama, tingkat variasi dalam runutan mitokondria dalam kerajaan (kingdom) tumbuhan bukan termasuk spesies yang diidentifikasi berdasarkan pada polimorfisme runutan COI (Kress et al. 2005).

Lebih umum, kurangnya kemampuan penyelesaian runutan COI dilaporkan untuk beberapa taksa telah menghantar CBOL untuk menghadapi transisi dari metode gen tunggal utama (yaitu BARCODE) ke sistem barcoding multiregion, bila dibenarkan (yaitu dalam kasus di mana COI bukan spesies spesifik, atau untuk taksa dengan laju evolusi mitokondria yang rendah) daerah referensi takson-spesifik (yaitu nuclear plus / atau gen-gen organela), atau disebut juga non-COI barcode (Bakker, Second International Conference Barcode of Life, TAIPEI, September 2007 dalam Frezal dan Lebois 2008).

Dalam dokumen KARAKTERISASI PENANDA GENETIK (Halaman 43-51)

Dokumen terkait