• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.7 Marketing Mix Dalam Politik

Marketing politik menyediakan perangkat teknik dan metode marketing dalam dunia politik, dimana Scammell (1997) menyatakan bahwa kontribusi marketing dalam dunia politik terletak pada strategi untuk dapat memahami dan menganalisis apa yang diinginkan dan dibutuhkan para pemilih. Secara khusus para pemilih memperhatikan apa yang dapat dilakukan oleh suatu partai politik atau kandidat untuk memecahkan permasalahan yang sedang dihadapi masyarakat, disamping itu dunia politik bukan semata-mata merupakan permasalahan ideologi tetapi politik harus membumi serta selalu mencari jalan keluar bagi permasalahan bangsa dan negara.

Locke dan Haris (1996) menyatakan penggunaan marketing dalam dunia politik sangat dikhawatirkan justru menjadikan dunia politik layaknya dunia bisnis kapitalis beserta implikasinya yang sarat dengan manupulasi imformasi. Namun kekhawatiran tersebut ditepis oleh O’Cass (1996) yang menyatakan bahwa falsafah marketing memberikan sebuah arahan tentang menerapkan ilmu marketing dalam dunia politik, dimana pada dasarnya ilmu marketing melihat bahwa kebutuhan

konsumen adalah hal terpenting dan perlu dicari cara untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Marketing politik adalah konsep permanen yang harus dilakukan terus- menerus oleh sebuah partai politik atau kandidat dalam membangun kepercayaan dan image publik (Butler & Collins, 2001). Membangun kepercayaan dan image ini hanya bisa dilakukan melalui hubungan jangka panjang, tidak hanya pada masa kampanye (Dean & Croft, 2000). Dengan demikian dalam dunia politik juga harus menjalankan 4P yang tidak asing lagi bagi dunia ekonomi dan selalu dilakukan dalam dunia perdagangan, berikut aplikasi 4P dalam politik:

Product

Produk yang ditawarkan institusi politik merupakan sesuatu yang kompleks, dimana pemilih akan menikmatinya setalah sebuah partai atau kandidat terpilih (Niffenegger, 1989). Niffenegger (1989) membagi produk dalam tiga kategori: (1) Party Platform yang berisikan konsep, identitas ideologi, dan program kerja sebuah institusi politik, (2) Past Record yang merupakan jejak yang telah dilakukan partai politik di masa lalu dalam kontribusi pembentukan sebuah produk politik, dan (3) Personal Characteristic merupakan karakter seorang kandidat memberikan citra, simbol, dan kredibilitas sebuah produk politik.

O’Shaughnessy (2001) menekankan bahwa partai politik menjual produk yang tidak nyata, sangat terkait dengan sistem nilai dan di dalamnya terdapat visi yang bersifat daya tarik, kepuasan yang dijanjikan tidaklah segera tercapai tetapi hasilnya lebih dapat dinikmati dalam jangka panjang, tidak pasti dan dapat ditafsirkan bermacam-macam.

Sehingga Butler dan Collins (1994) menyatakan adanya tiga dimensi penting yang mesti dipahami dari sebuah produk politik: (1) Party/Person/Ideology adalah identitas sebuah institusi politik yang ditawarkan ke pemilih, dimana pemilih menimbang dan menilai Partai/Pribadi/Ideologi yang menurutnya berpihak dan mewakili suara mereka, (2) Loyalty merupakan kesetiaan hubungan antara institusi politik dan pemilih dengan kontrak sosial, maka institusi politik harus menjaga kepercayaan publik, (3) Mutability yakni publik dapat berubah-ubah yang disebabkan karena partai atau pribadi yang sudah dianggap mewakili justru bergabung dengan pihak yang merugikan.

Promotion

Dalam promosi tidak jarang institusi politik bekerja sama dengan sebuah agen iklan dalam membangun slogan, jargon dan citra yang akan ditampilkan (Wring, 1996). Selain itu, pemilihan media perlu dipertimbangkan sebab tidak semua media tepat sebagai ajang untuk melakukan promosi, harus dipikirkan dengan matang media yang paling efektif dalam mentransfer pesan politik.

Rothschild (1978) menunjukkan pilihan media dalam penetrasi pesan politik ke publik memiliki tingkat perbedaan antara media TV, Radio, Cetak, dll, bergantung pada wilayah untuk menjamin efektivitas pesan politik yang disampaikan. Salah satu contoh promosi dilakukan institusi politik melalui debat di TV (Niffenegger, 1989), dimana acara tersebut memberikan kesempatan pada para pemilih untuk melihat pertarungan program kerja yang ditawarkan oleh masing-masing institusi politik. Contoh lainnya yakni seperti

lambang, simbol, dan warna bendera partai yang disebar melalui pamflet, umbul-umbul, dan poster semasa periode kampanye juga merupakan media promosi institusi politik.

Namun sebenarnya promosi institusi partai politik tidak hanya terjadi semasa periode kampanye belaka, tetapi aktivitas promosi harus dilakukan terus-menerus dan permanen yang tidak sebatas pada periode kampanye saja, meskipun beberapa kalangan tertentu menyebut cara ini mendahului (Butler & Collins, 2001).

Price

Firmanzah (2008) menyatakan bahwa harga meliputi semua biaya yang dikeluarkan institusi politik selama periode kampanye, dari biaya iklan, publikasi, biaya “rapat-akbar” sampai ke biaya administrasi pengorganisasian tim kampanye. Harga image berkaitan dengan apakah pemilih merasa kandidat tersebut dapat memberikan citra positif suatu bangsa-negara dan bisa menjadi kebanggaan atau tidak. Bentuk sebuah harga disisi lain yakni seperti semua orang tahu bahwa dalam hari pemilihan, orang yang datang ke bilik suara tidak akan dipungut biaya sepeser pun, dan hal ini seringkali dimanfaatkan dengan menawarkan para pemilih sebuah reward oleh para kandidat dalam bentuk uang atau fasilitas lainnya seperti yang terjadi dalam kasus money-politics. Namun sebuah harga juga harus dibayar oleh para pemilih yakni kepercayaan dan keyakinan akan partai atau kandidat yang akan didukung, sebab sebagai pemilih akan memberikan hak dan kewenangan atau legitimasi pada suatu partai atau kandidat guna mengatur kehidupan semua individu dalam masyarakat.

Place

Tempat sangat berkaitan erat dengan cara hadir atau distribusi sebuah institusi politik dan kemampuannya dalam berkomunikasi dengan para pemilih atau calon pemilih (Niffenegger, 1989). Kampanye politik memang harus bisa menyentuh segenap lapisan masyarakat dan dapat dicapai dengan melakukan segmentasi publik (Niffenegger, 1989). Pemetaan segmentasi publik dapat dilakukan secara geografis dengan melihat konsentrasi penduduk suatu wilayah dan secara demografis dengan dikelompokkan berdasarkan tingkat pendidikan, pekerjaan, usia, kelas sosial, pemahaman akan dunia politik, kepercayaan, agama, dan etnis.

O’Shaughnessy (1995) menyatakan dalam dunia politik, distribusi produk politik sangat terkait erat dengan mekanisme jangkauan dan penetrasi produk politik sampai ke daerah dan pelosok. Pemilihan media seperti koran, TV, radio, internet, majalah, brosur, pamflet, dan poster yang diedarkan ke daerah merupakan salah satu bentuk fisik dari distribusi dalam konteks marketing politk. Tetapi yang perlu diperhatikan dalam menentukan tempat yang membawa produk politk terdapat dua hal yakni cukup didistribusikan melalui media atau harus datang dan bertatap muka secara langsung dengan masyarakat, hal tersebut harus dipertimbangkan dengan secara matang.

Dokumen terkait