• Tidak ada hasil yang ditemukan

F. MANAJEMEN BAYI BARU LAHIR Perawatan bayi baru lahir 1 jam pertama

IV. MASA NIFAS A. Definisi

Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti prahamil. Lama masa nifas ini yaitu 6-8 minggu. ( Mochtar,R. 2012; Jilid 1. h.87)

Masa nifas atau puerperium dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu. Pelayanan pascapersalinan harus terselenggara pada masa itu untuk memenuhi kebutuhan ibu dan bayi, yang meliputi upaya pencegahan, deteksi dini dan pengobatan komplikasi dan penyakit yang mungkin terjadi, serta penyediaan pelayanan pemberian ASI, cara menjarangkan kehamilan, imunisasi, dan nutrisi bagi ibu. (Prawiroharjo. 2010; h. 356)

B. Periode masa nifas (Mochtar. R. 2012; h. 87) Nifas dibagi dalam 3 periode :

1. Puerperium dini yaitu kepulihan di mana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan. Dalam agama islam, dianggap telah bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari.

2. Puerperium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genitalia yang lamanya 6-8 minggu.

3. Remote puerperium adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna bisa berminggu- minggu, bulanan, atau tahunan

C. Patokan untuk puerperium ( Varney. 2008; h.958)

Komponen patokan untuk menentukan kesejahteraan wanita pascapartum adalah sebagai berikut :

1. Evaluasi kontiu terhadap setiap temuan atau perkembangan signifikan selama periode antepartum dan intrapartum.

2. Evaluasi perubahan fisiologis dan anatomis puerperium.

3. Evaluasi tanda-tanda vital wanita dan tanda, gejala, serta perubahan fisik lain

4. Evaluasi respons ibu dan ayah terhadap bayi mereka dan persiapan mereka untuk pengasuhan

5. Evaluasi perubahan perilaku wanita dan respon psikologis terhadap pelahiran

6. Penapisan kontinu terhadap tanda dan gejala komplikasi obstetri atau medis

D. Perubahan Fisiologis dan Anatomis Puerperium (varney. 2008; h. 958-960) 1. Involusi uterus

Meliputi reorganisasi dan pengeluaran desidua/endometrium eksfoliasi tempat pelekatan plasenta yang ditandai dengan penurunan ukuran dan berat serta perubahan pada lokasi uterus juga ditandai dengan warna dan jumlah lokia. Dengan menyusui bayinya akan mempercepat proses involusi uterus.

Uterus segera setelah persalinan bayi, plasenta, dan selaput janin, beratnya sekitar 100 gr. Berat uterus menurun sekitar 500 gr pada akhir minggu pertama pascapartum dan kembali pada berat yang biasanya pada saat tidak hamil, yaitu 70 gr pada minggu kedelapan pascapartum.

Penurunan ukuran yang cepat ini direfleksikan dengan perubahan lokasi uterus, yaitu uterus turun dari abdomen dan kembali menjadi organ panggul. Segera setelah pelahiran, tinggi fundus uterus (TFU) terletak sekitar sua per tiga hingga tiga per empat bagian atas antara simpisis pubis dan umbilikus.

Tabel 2.6 Tinggi fundus uteri dan berat uterus menurut masa involusi. Involusi Tinggi fundus uteri Berat uterus

Bayi lahir Uri lahir 1 minggu 2 minggu 6 minggu 8 minggu Setinggi pusat 2 jari bawah pusat

Pertengahan pusat simfisis Tidak teraba di atas simfisis Bertambah kecil Sebesar normal 1000 gram 750 gram 500 gram 350 gram 50 gram 30 gram Sumber pustaka : Mochtar, R. 2012. h;87

2. Lokia

Lokia adalah istilah untuk sekret dari uterus yang keluar melalui vagina selama puerperium. Karena perubahan warnanya, nama deskriptif lokia berubah : lokia rubra, serosa atau alba. Lokia rubra berwarna merah karena mengandung darah. Keluar segera setelah persalinan sampai 2-3 hari pertama pascapartum. Lokia rubra mengandung darah dan jaringan desidua.

Lokia serosa ,lokia ini lebih pucat dari pada lokia rubra,berwarna merah muda dan berhenti sekitar tujuh hingga delapan hari kemudian dengan warna merah muda, kuning, atau putih, hingga transisi menjadi lokia alba. Lokia serosa mengandung cairan serosa, jaringan desidua, leukosit dan eritrosit.

Lokia alba mulai terjadi sekitar hari kesepuluh pascapartum dan hilang sekitar periode dua hingga empat minggu. Warna lokia alba putih

3. Vagina dan perineum

Segera setelah pelahiran, vagina tetap terbuka lebar, mungkin mengalami beberapa derajat edema dan memar, dan celah pada introitus. Setelah satu hingga dua hari pertama pascapartum, tonus otot vagina kembali, celah vagina tidak lebar dan vagina tidak lagi edema. Sekarang vagina menjadi berdinding lunak, lebih besar dari biasanya, dan umumnya longgar. Ukurannya menurun dengan kembali rugae vagina sekitar minggu ketiga post partum.ruang vagina selalu sedikit lebih besar dari pada sebelum kelahiran pertama. Akan tetapi latihan mengencangkan otot perineum akan mengembalikan tonusnya dan memungkinkan wanita secara perlahan mengencangkan vaginanya. Pengencangan ini sempurna pada akhir puerperium dengan latihan setiap hari.

Abrasi dan laserasi vulva dan perineum mudah sembuh termasuk yang memerlukan perbaikan

4. Payudara

Laktasi dimulai pada semua wanita dengan perubahan hormon saat melahirkan. Apakah waniata memilih menyusui atau tidak, ia dapat mengalami kongesti payudara selama beberapa hari pertama pascapartumkarena tubuhnya mempersiapkan untuk memberikan nutrisi kepada bayi. Wanita yang menyusui berespon terhadap menstimulus bayi yang disusui akan terus melepaskan hormon dan menstimulaasi alveoli yang memproduksi susu. Bagi wanita yang memilih memberikan makanan formula, involusi jaringan payudara terjadi dengan menghindari stimulasi.

Pengkajian payudara pada periode awal pascapartum meliputi penampilan dan intergritas puting susu, memar atau iritaasi jaringan payudara karena posisi bayi pada payudara, adanya kolostrum, apakah payudara terisi air susu, dan adanya sumbtan duktus, kongesti, dan tanda-tanda mastitis potensial.

E. Adaptasi Psikologis Postpartum

Ada 3 fase penyesuaian ibu terhadap perannya sebagai orangtua, yaitu fase taking in, fase taking hold, dan fase letting go

1. Fase taking in

Fase ini merupakan periode ketergantungan yang berlangsung dari hari pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada saat itu, fokus perhatian ibu terutama pada dirinya sendiri. Pengalaman selama proses persalinan sering berulang diceritakannya. Kelelahan membuat ibu cukup istirahat untuk mencegah gejala kurang tidur, seperti mudah tersinggung. Hal ini membuat ibu cenderung menjadi pasif terhadap lingkungannya. Oleh karena itu kondisi ibu perlu dipahami dengan menjaga komunikasi yang baik.

Gangguan psikologis yang mungkin dirasakan ibu adalah:

a) Kekecewaan karena tidak mendapatkan apa yang diinginkan tentang bayinya. Misalnya jenis kelamin tertentu, warna kulit, jenis rambut dan lain-lain.

b) Ketidaknyamanan sebagai akibat dari perubahan fisk yang dialami ibu. Misalnya rasa mules karena rahim berkontraksi untuk kembali pada keadaan semula, payudara bengkak, nyeri luka jahitan.

c) Rasa bersalah karena belum bisa menyusui bayinya.

d) Suami atau keluarga yang mengkritik ibu tentang cara merawat bayinya dan cenderung melihat tanpa membantu.

2. FaseTaking Hold

Fase ini berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan. Pada fase taking hold, ibu merasa khawatir atau ketidak mampuan dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat bayi. Selain itu perasaannya sangat sensitif sehingga mudah tersinggung jika komunikasinya kurang hati-hati. Oleh karena itu ibu memerlukan dukungan karena saat ini merasakan kesempatan yang baik untuk menerima berbagai penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya sehingga tumbuh rasa percaya diri.

3. Fase Letting Go

Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya yang berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. Keinginan untuk merawat diri dan bayinya meningkat pada fase ini.

F. Kunjungan Masa Nifas

Tabel 2.7 Frekuensi kunjungan masa nifas Kunjungan Waktu Tujuan

1 6 – 8 jam setelah persalinan

1. Mencegah pendarahan masa nifas karena atonia uteri. 2. Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan, rujuk

bila perdarahan berlanjut.

3. Memberi konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga bagaimana mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri

4. Pemberian ASI awal

5. Melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru lahir

6. Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hipotermia. 7. Jika petugas kesehatan menolong persalinan, ia harus tinggal dengan ibu dan bayi baru lahir untuk 2 jam pertama setelah kelahiran, atau sampai ibu dan bayi dalam keadaan stabil.

3 4 setelah persalinan 2 minggu setelah persalinan 6 minggu setelah persalinan

berkontraksi, fundus dibawah umbilikus, tidak ada perdarahan abnormal, tidak ada bau

2. Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi, atau perdarahan abnormal

3. Memastikan ibu mendapat cukup makanan, cairan, dan istirahat

4. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tak memperlihatkan tanda-tanda penyulit.

5. Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat, menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari.

Sama seperti diatas (6 hari setelah persalinan)

Menanyakan pada ibu tentang penyulit-penyulit yang ia atau bayi alami.

Memberikan konseling untuk KB secara dini.

Sumber pustaka : buku panduan praktis pelayanan kesehatan Maternal dan Neonatal. 2010. h;N 23-24

G. Perawatan Payudara

1. Menjaga payudara tetap bersih dan kering, terutama puting susu. 2. Menggunakan BH yang menyokong payudara.

3. Apabila puting susu lecet oleskan kolostrum atau ASI yang keluar pada sekitar puting susu setiap kali selesai menyusui. Menyusui tetap dilakukan dimulai dari puting susu yang tidak lecet.

4. Apabila lecet sangat berat dapat diistirahatkan selama 24 jam. ASI dikeluarkan dan diminumkan dengan menggunakan sendok.

5. Untuk menghilangkan nyeri ibu dapat minum paracetamol 1 tablet setiap 4 – 6 jam.

6. Apabila payudara bengkak akibat pembendungan ASI, lakukan : a) Pengompresan payudara dengan menggunakan kain basah dan

hangat selama 5 menit.

b) Urut payudara dari arah pangkal menuju puting atau gunakan sisir

c) Keluarkan ASI sebagian dari bagian depan payudara sehingga puting susu menjadi lunak.

d) Susukan bayi setiap 2 – 3 jam. Apabila tidak dapat menghisap seluruh ASI sisanya keluarkan dengan tangan.

e) Letakkan kain dingin pada payudara setelah menyusui. (Saifuddin. 2010. h;N-27)

H. Komplikasi Masa Nifas 1. Abnormalitas Rahim a) Subinvolusi uteri

Proses involusi rahin tidak berjalan sebagaimana mestinya, sehingga proses pengecilannya terlambat. Penyebab involusi uteri adalah infeksi endometrium, terdapat sisa plasenta dan selaputnya, terdapat bekuan darah atau mioma uteri. (Manuaba. 2010. h;418)

b) Perdarahan kala nifas sekunder

Perdarahan kala nifas sekunder adalah perdarahan yang terjadi setelah 24 jam pertama. Penyebab utama perdarahan kala nifas sekunder adalah terdapat sisa plasenta atau selaput ketuban, infeksi pada endometrium, dam sebagian kecil terjadi dalam bentuk mioma uteri bersamaan dengan kehamilan dan inversio uteri. (Manuaba. 2010. h;418)

c) Flegmasia alba dolens

Flegmasia alba dolens merupakan salah satu bentuk infeksi puerperalis yang mengenai pembuluh darah vena femoralis. (Manuaba. 2010. h;418)

2. Abnormalitas Payudara a) Bendungan ASI

Bendungan ASI terjadi karena sumbatan pada saluran ASI, tidak dikosongkan seluruhnya. Keluhan yang muncul adalah mamae bengkak, keras, dan terasa panas sampai suhu badan meningkat. Penanganannya dengan mengosongkan ASI dengan

masase atau pompa, memberikan estradiol sementara

menghentikan pembuatan ASI, dan pengobatan simtomatis sehingga keluhan berkurang. (Manuaba. 2010. h;420)

b) Mastitis dan abses payudara

Pada kondisi ini terjadi bendungan ASI merupakan permulaan dari kemungkinan infeksi payudara. Bakteri yang sering menyebabkan infeksi payudara adalah stafilokokus aureus yang masuk melalui luka puting susu. Infeksi menimbulkan demam, nyeri lokal pada payudara, terjadi pemadatan payudara, dan terjadi perubahan warna kulit payudara. Penderita dengan mastitis perlu mendapatkan pengobatan yang baik dengan antibiotika dan obat simtomatis. (Manuaba. 2010. h;420)

Infeksi payudara (mastitis) dapat berkelanjutan menjadi abses dengan kriteria warna kulit menjadi merah, terdapat rasa nyeri, dan pada pemeriksaan terdapat pembengkakan, di bawah kulit teraba cairan. Dalam keadaan abses payudara perlu dilakukan insisi agar pus dapat dikeluarkan untuk mempercepat kesembuhan. (Manuaba. 2010. h;420)

V. Kontrasepsi dan Keluarga Berencana A. Definisi

Keluarga Berencana (family planning; planned parenthood) adalah suatu usaha untuk menjarangkan atau merencanakan jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi. (Mochtar, R. 2012. h;195)

Kontrasepsi atau antikonsepsi (conception control) adalah cara, alat, atau obat-obatan untuk mencegah terjadinya konsepsi. . (Mochtar, R. 2012. h;195)

B. Syarat (Mochtar, Rustam. 2012. h;195)

Kontrasepsi hendaknya memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : 1. Aman pemakaiannya dan dapat dipercaya.

2. Tidak ada efek samping yang merugikan. 3. Lama kerjanya dapat diatur menurut keinginan. 4. Tidak mengganggu hubungan persetubuhan

5. Tidak memerlukan bantuan medik atau kontrol yang ketat selama pemakaiannya.

6. Cara penggunaannya sederhana.

7. Harganya murah supaya dapat dijangkau masyarakat luas. 8. Dapat diterima oleh pasangan suami istri.

C. Jenis dan waktu yang tepat untuk berKB (Manuaba. 2010. h; 592)

1. Postpartum : KB suntik, Norplant (KB susuk)/implanon, AKDR, pil KB hanya progesteron, Kontap, Metode sederhana

2. Postmentrual regulation : KB suntik 3. Pasca abortus : KB susuk atau implanon

5. Masa interval : KB suntik, KB susuk atau implanon, AKDR, Metode Sederhana

6. Post-coitus : KB darurat

D. Penapisan Penggunaan KB (Affandi. 2009; h.U-9 – U-11).

Tujuan utama penapisan klien sebelum pemberian suatu metode kontrasepsi (misalnya pil KB, suntikan atau AKDR) adalah untuk menentukan apakah ada :

1. Kehamilan;

2. Keadaan yang membutuhkan perhatian khusus;

3. Masalah (Misalnya diabetes atau tekanan darah tinggi) yang membutuhkan pengamatan dan pengelolaan lebih lanjut. (Affandi. 2009; h.U-9).

Untuk sebagian besar klien keadaan ini bisa diselesaikan dengan cara anamnesis terarah, sehingga masalah utama dapat dikenali atau kemungkinan hamil dapat disingkirkan. Sebagian besar cara kontrasepsi, kecuali AKDR dan kontrasepsi mantap tidak membutuhkan pemeriksaan fisik maupun panggul. Pemeriksaan laboratorium untuk klien keluarga berencana atau klien baru umumnya tidak diperlukan karena :

1. Sebagian besar klien keluarga berencana berusia muda (umur 16-35 tahun) dan umumnya sehat.

2. Pada wanita, Masalah kesehatan reproduksi yang membutuhkan perhatian (misalnya kanker enitalia dan payudara, fibroma uterus) jarang didapat pada umur sebelum 35 atau 40 tahun.

3. Pil kombinasi dosis rendah yang sekarang tersedia (berisi estrogen dan progestin) lebih baik daripada produk sebelumnya karena efek samping lebih sedikit dan jarang menimbulkan masalah medis.

4. Pil progestin, suntikan, dan susuk bebas dari efek yang berhubungan dengan estrogen dan dosis progestin yang dikeluarkan per hari bahkan lebih rendah dari pil kombinasi. (Affandi. 2009; h.U9 – U10).

Tanyakan pada klien hal-hal dibawah ini, bila semua jawaban klien adalah TIDAK, klien yang bersangkutan bisa memakai motode yang diinginkannya.

Tabel 2.8 Daftar Tilik Penapisan Klien. Metode Nonoperatif Metode Hormonal (Pil Kombinasi, Pil

Progestin, Suntikan dan Susuk) Ya Tidak

Apakah hari pertama Haid Terakhir 7 hari yang lalu atau lebih

Apakah Anda menyusui dan kurang dari 6 minggu pasca persalinan

Apakah mengalami perdarahan/ perdarahan bercak antara haid selama senggama

Apakah pernah ikterus pada kulit atau mata

Apakah pernah nyeri kepala hebat atau gangguan visual

Apakah pernah nyeri hebat pada betis, paha atau dada, atau tungkai bengkak (edema)

Apakah pernah tekanan darah diatas 160 mmHg (sistolik) atau 90 mmHg (diastolik)

Apakah ada massa atau benjolan pada payudara Apakah Anda sedang minum obat-obatan Anti Kejang (epilepsi)

AKDR (semua jenis pelepas tembaga dan progestin)

Apakah hari pertama haid terakhir 7 hari yang lalu Apakah klien (atau pasangan) mempunyai pasangan seks lain

Apakah pernah mengalami infeksi menular seksual (IMS)

1. Apabila klien menyusui dan kurang dari 6 minggu pasca persalinan maka pil kombinasi adalah metode pilihan terakhir.

2. Tidak cocok untuk pil progestin (minipil), suntikan (DMPA atau NET-EN), atau susuk.

3. Tidak cocok untuk suntikan progestin (DMPA atau NET-EN). (Affandi. 2012; h.U10-U11).

Tabel 2.9 Daftar Tilik Penapisan Klien Metode Operasi (Tubektomi)

Keadaan Klien

Dapat dilakukan pada fasilitas rawat

jalan Dilakukan di fasilitas rujukan Keadaan umum (anamnesis dan pemeriksaan fisik).

Keadaan umum baik, tidak ada tanda-tanda penyakit jantung, paru, atau ginjal.

Diabetes tidak terkontrol, riwayat gangguan pembekuan darah, ada tanda-tanda penyakit jantung, paru, atau ginjal.

Keadaan emosional Tenang Cemas, takut

Tekanan darah < 160/100 mmHg ≥ 160/100 mmHg

Berat badan 35-85 G >85 kg; <35 kg Riwayat operasi

abdomen/ panggul

Bekas seksio sesarea (tanpa perlekatan)

Operasi abdomen lainnya, perlekatan atau terdapat kelainan pada pemeriksaan panggul Riwayat radang

panggul, hamil ektopik, apendisitis

Pemeriksaan dalam normal

Pemeriksaan dalam ada kelainan

Anemia Hb ≥ 8 g% Hb < 8 g%

(Affandi. 2012; h.U-11)

Apakah pernah mengalami haid banyak (lenih 1-2 pembalut tiap 4 jam)

Apakah pernah mengalami haid lama (lebih dari 8 hari) Apakah pernah mengalami dismenorea berat yang membutuhkan analgetika dan/ atau istirahat baring Apakah pernah mengalami perdarahan/ perdarahan bercak antara haid atau setelah senggama

Apakah pernah mengalami gejala penyakit jantung vaskular atau kongenital

Tabel 2.10 Daftar Tilik Penapisan Klien Metode Operasi (Vasektomi)

Keadaan klien Dapat dilakukan pada fasilitas rawat jalan fasilitas rujukan Dilakukan pada

Keadaan umum

(anamnesis dan pemeriksaan fisik)

Keadaan umum baik, tidak ada tanda-tanda penyakit jantung, paru, atau ginjal

Diabetes tidak terkontrol, riwayat gangguan pembekuan darah, tanda-tanda penyakit jantung, paru, atau ginjal

Keadaan emosional Tenang Cemas, takut

Tekanan darah < 160/100 mmHg ≥ 160/100 mmHg

Infeksi atau kelainan skrotum/ inguinal

Normal Tanda-tanda infeksi

atau ada kelainan

Anemia Hb ≥ 8 g% Hb < 8 g%

(Affandi. 2012; h.U-12) E. Metode Kontrasepsi

1. Metode Amenorea Laktasi (MAL) (Affandi. 2012. h;MK-1) a) Profil

Metode Amenorea Laktasi (MAL) adalah kontrasepsi yang mengandalkan pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif, artinya hanya diberikan ASI tanpa tambahan makanan atau minuman apa pun lainnya.

MAL dapat dipakai sebagai kontrasepsi bila :

(1) Menyusui secara penuh (full breast feeding); lebih efektif bila

pemberian ≥ 8 x sehari;

(2) Belum haid;;

(3) Umur bayi kurang dari 6 bulan. Efektis sampai 6 bulan,

Harus dilanjutkan dengan pemakaian metode kontrasepsi lainnya. b) Cara Kerja (Affandi. 2012. h;MK-1)

c) Keuntungan Kontrasepsi (Affandi. 2012. h;MK-2)

(1) Efektivitas tinggi (keberhasilan 98% pada enam bulan pascapersalinan).

(2) Segera efektif

(3) Tidak mengganggu senggama

(4) Tidak ada efek samping secara sistemik (5) Tidak perlu pengawasan medis.

(6) Tidak perlu obat atau alat (7) Tanpa biaya.

d) Keuntungan Nonkontrasepsi (Affandi. 2012. h;MK-2) Untuk bayi

(1) Mendapatkan kekebalan pasif (mendapatkan antibodi perlindungan lewat ASI.

(2) Sumber asupan gizi yang terbaik dan sempurna untuk tumbuh kembang bayi yang optimal.

(3) Terhindar dari keterpaparan terhadap kontaminasi dari air, susu lain atau formula atau alat minum yang dipakai.

Untuk ibu

(1) Mengurangi perdarahan pascapersalinan. (2) Mengurangi risiko anemia.

(3) Meningkatkan hubungan psikologik ibu dan bayi. e) Keterbatasan (Affandi. 2012. h;MK-2)

(1) Perlu persiapan sejak perawatan kehamilan agar segara menyusui dalam 30 menit pascapersalinan.

(3) Efektivitas tinggi hanya sampai kembalinya haid atau sampai dengan 6 bulan.

(4) Tidak melindungi terhadap IMS termasuk virus hepatitis B/HBV dan HIV/AIDS.

f) Yang Dapat Menggunakan MAL (Affandi. 2012. h;MK-2)

Ibu yang menyusui secara eksklusif, bayinya berumur kurang dari 6 bulan dan belum mendapat haid setelah melahirkan.

g) Yang Seharusnya Tidak Pakai MAL (Affandi. 2012. h;MK-3) (1) Sudah mendapat haid setelah bersalin.

(2) Tidak menyusui secara eksklusif.

(3) Bayinya sudah berumur lebih dari 6 bulan.

(4) Bekerja dan terpisah dari bayi lebih lama dari 6 jam 2. Metode Barier

Kondom a) Profil

(1) Kondom tidak hanya mencegah kehamilan, tetapi juga mencegah IMS termasuk HIV/AIDS.

(2) Efektif bila dipakai dengan baik dan benar.

(3) Dapat dipakai bersama kontrasepsi lain untuk mencegah IMS. (4) Kondom merupakan selubung/sarung karet yang dapat terbuat

dari berbagai bahan di antaranya lateks (karet), plastik (vinil), atau bahan alami (produksi hewani) yang dipasang pada penis saat berhubungan seksual. Kondom terbuat dari karet sintesis yang tipis, berbentuk silinder, dengan muaranya berpinggir tebal, yang bila digulung terbentuk rata atau mempunyai bentuk seperti puting

susu. Berbagai bahan telah ditambahkan pada kondom baik untuk meningkatkan efektivitasnya (misalnya penambahan spermisida) maupun sebagai aksesoris aktivitas seksual.

(5) Standar kondom dilihat dari ketebalan, pada umumnya standar kekebalan adalah 0,02 mm.

(6) Tipe kondom terdiri dari : (a) Kondom biasa.

(b) Kondom berkontur (bergerigi). (c) Kondom beraroma.

(d) Kondom tidak beraroma. (e) Kondom pria dan wanita :

Kondom untuk pria sudah cukup dikenal namun untuk kondom wanita walaupun sudah ada, belum pouler dengan alasan ketidaknyamanan (berisik). (Affandi. 2012. h; MK 17- 20) b) Cara Kerja

(1) Kondom menghalangi terjadinya pertemuan sperma dan sel telur dengan cara mengemas sperma di ujung selubung karet yang dipasang pada penis sehingga sperma tersebut tidak tercurah ke dalam saluran reproduksi perempuan.

(2) Mencegah penularan mikrooganisme (IMS termasuk HBV dan HIV/AIDS) dari satu pasangan kepada pasangan yang lain (khusus kondom yang terbuat dari lateks dan vinil).

c) Efektivitas

Kondom cukup efektif bila dipakai secara benar pada setiap kali berhubungan seksual. Pada beberapa pasangaan, pemakaian kondom tidak efektif karena tidak dipakai secara konsisten. Secara ilmiah didapatkan hanya sedikit angka kegagalan kondom yaitu 2 –

12 kehamilan per 100 perempuan per tahun. (Affandi. 2012. h; MK18) d) Manfaat

(1) Kontrasepsi

(a)Efektif bila digunakan dengan benar (b)Tidak mengganguu produksi ASI. (c)Tidak mengganggu kesehatan klien. (d)Tidak mempunyai pengaruh sistemik. (e)Murah dan dapat dibeli secara umum.

(f)Tidak perlu resep dokter atau pemeriksaan kesehatan khusus. (g) Metode kontrasepsi sementara bila metode kontrasepsi lainnya

harus ditunda. (Affandi. 2012. h; MK- 18) (2) Nonkontrasepsi (Affandi. 2012. h; MK 18)

(a)Memberi dorongan kepada suami untuk ikut ber-KB (b)Dapat mencegah penularan IMS.

(c)Mencegah ejakulasi dini.

(d)Membantu mencegah terjadinya kanker serviks ( mengurangi iritasi bahan karsinogenik eksogen pada serviks).

(e)Saling berinteraksi sesama pasangan. (f)Mencegah imunno infertilitas.

e) Keterbatasan (Affandi. 2012. h; MK 19) (1) Efektivitas tidak terlalu tinggi.

(2) Cara penggunaan sangat mempengaruhi keberhasilan

kontrasepsi.

(3) Agak mengganggu hubungan seksual ( mengurangi sentuhan langsung).

(4) Pada beberapa klien bisa menyebabkan kesulitan untuk mempertahankan ereksi.

(5) Harus selalu tersedia setiap kali berhubungan seksual.

(6) Beberapa klien malu untuk membeli kondom di tempat umum. (7) Pembuangan kondom bekas mungkin menimbulkan masalah

dlaam hal limbah.

f) Cara Penggunaan/ Instruksi bagi Klien (Affandi. 2012. h; MK 19) (1) Gunakan kondom setiap akan melakukan hubungan seksual. (2) Agar efek kontrasepsinya lebih baik, tambahkan spermisida ke

dalam kondom

(3) Jangan menggunakan gigi, benda tajam seperti pisau, silet, gunting atau benda tajam lainnya pada saat membuka kemasan. (4) Pasangkan kondom saat penis sedang ereksi, tempelkan

ujungnya pada glans penis dan tempatkan bagian penampung sperma pada ujung uretra. Lepaskan gulungan karet dengan jalan menggeser gulungan tersebut ke arah pangkal penis. Pemasangan ini harus dilakukan sebelum penetrasi penis ke vagina.

(5) Bila kondom tidak mempunyai tempat penampungan sperma pada bagian ujungnya, maka saat memakai, longgarkan sedikit bagian ujungnya agar tidak terjadi robekan pada saat ejakulasi.

(6) Kondom dilepas sebelum penis melembek.

(7) Pegang bagian pangkal kondom sebelum mencabut penis sehingga kondom tidak terlepas pada saat penis dicabut dan lepaskan kondom diluar vagina agar tidak terjadi tumpahan cairan sperma di sekitar vagina.

(8) Gunakan kondom hanya untuk satu kali pakai.

Dokumen terkait