A. Definisi
Proses kehamilan merupakan matarantai yang bersinambungan dan
terdiri dari : ovulasi, migrasi spermatozoa dan ovum, konsepsi dan
pertumbuhan zigot, nidasi (implantasi) pada uterus, pembentukan plasenta,
dan tumbuh kembang hasil konsepsi sampai aterm. (Manuaba. 2010; h.75)
Menurut Federasi Obstetri Ginekologi Internasional, kehamilan
didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum
dan dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Bila dihitung dari saat
fertilisasi hingga lahirnya bayi, kehamilan normal akan berlangsung dalam
waktu 40 minggu atau 10 bulan lunar atau 9 bulan menurut kalender
internasional. Kehamilan terbagi dalam 3 trisemester, dimana trimester
kesatu berlangsung dalam 12 minggu, trimester kedua 15 minggu (minggu
ke-13 hingga minggu ke-27), dan trimester ketiga 13 minggu (minggu ke-28
hingga minggu ke-40). (Prawirohardjo. 2010; h.213)
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa proses kehamilan
adalah proses penyatuan antara ovum dan spermatozoa di tuba fallopi,
umumnya terjadi di ampula tuba, yang berkembang menjadi zigot,
dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi.
B. Tanda - Tanda Kehamilan
1. Tanda Dugaan Kehamilan (Manuaba. 2010; h.107-108)
a) Amenorea (terlambat datang bulan). Konsepsi dan nidasi
menyebabkan tidak terjadi pembentukan folikel de Graaf dan ovulasi.
Dengan mengetahui hari pertama haid terakhir dengan perhitungan
rumus Naegle, dapat ditentukan perkiraan persalinan.
b) Mual dan muntah (emesis). Pengaruh estrogen dan progesteron
menyebabkan pengeluaran asam lambung yang berlebihan. Mual
dan muntah terutama pada pagi hari disebut morning sickness.
Dalam batas yang fisiologis, keadaan ini dapat diatasi. Akibat mual
dan muntah, nafsu makan berkurang.
c) Ngidam. Wanita hamil sering menginginkan makanan tertentu,
keinginan yang demikian disebut ngidam.
d) Sinkope atau pingsan. Terjadinya gangguan sirkulasi ke daerah
kepala (sentral) menyebabkan iskemia susuran saraf pusat dan
menimbulkan sinkop atau pingsan. Keadaan ini menghilang setelah
usia kehamilan 16 minggu.
e) Payudara tegang. Pengaruh estrogen-progesteron dan
somatomamotrofin menimbulkan deposit lemak, air, dan garam pada
payudara. Payudara membesar dan tegang. Ujung saraf tertekan
menyebabkan rasa sakit terutama pada hamil pertama.
f) Sering miksi. Desakan rahim ke depan menyebabkan kandung kemih
cepat terasa penuh dan sering miksi. Pada triwulan ke dua, gejala ini
sudah menghilang.
g) Konstipasi atau obstipasi. Pengaruh progesteron dapat menghambat
h) Pigmentasi kulit. Keluarnya melanophore stimulating hormone
hipofisis anterior menyebabkan pigmentasi kulit di sekitar pipi
(kloasma gravidarum), pada dinding perut (striae lividae, striae nigra,
linea alba makin hitam), dan sekitar payudara (hiperpigmentasi areola
mamae, putting susu makin menonjol, kelenjar Montgomery
menonjol, pembuluh darah menifes sekitar payudara), di sekitar pipi
(kloasma gravidarum).
i) Epulis. Hipertrofi gusi yang disebut epulis, dapat terjadi bila hamil.
j) Varises atau penampakan pembuluh darah vena. Karena pengaruh
dari estrogen dan progestron terjadi penampakan pembuluh darah
vena, terutama bagi mereka yang mempunyai bakat. Penampakan
pebuluh darah itu terjadi di sekitar genitalia eksterna, kaki dan betis,
dan payudara. Penampakan pembuluh darah ini dapat menghilang
setelah persalinan.
2. Tanda kemungkinan (Probability sign) (Walyani. E. S. 2015; h.72-73)
Tanda kemungkinan adalah perubahan-perubahan fisiologis yang
dapat diketahui oleh pemeriksa dengan melakukan pemeriksaan fisik
kepada wanita hamil.
Tanda kemungkinan ini terdiri atas hal-hal berikut ini :
a) Pembesaran perut
Terjadi akibat pembesaran uterus. Hal ini terjadi pada bulan keempat
kehamilan.
b) Tanda hegar
c) Tanda goodel
Adalah pelunakan serviks. Pada wanita yang tidak hamil serviks
seperti ujung hidung, sedangkan pada wanita hamil melunak seperti
bibir.
d) Tanda chadwick
Perubahan warna menjadi keunguan pada vulva dan mukosa vagina
termasuk juga porsio dan serviks.
e) Tanda piscaseck
Merupakan pembesaran uterus yang tidak simetris. Terjadi karena
ovum berimplantasi pada daerah dekat dengan kornu sehingga
daerah tersebut berkembang lebih dulu.
f) Kontraksi braxton hicks
Merupakan peregangan sel-sel otot uterus, akibat meningkatnya
actomysin didalam otot uterus. Kontraksi ini tidak bermitrik, sporadis,
tidak nyeri, biasanya timbul pada kehamilan delapan minggu, tetapi
baru dapat diamati dari pemeriksaan abdominal pada trimester
ketiga. Kontraksi ini akan terus meningkat frekuensinnya, lamanya
dan kekuatannya sampai mendekati persalinan.
g) Teraba ballotement
Ketukan yang mendadak pada uterus menyebabkan janin bergerak
dalam cairan ketuban yang dapat dirasakan oleh tangan pemeriksa.
Hal ini harus ada pada pemeriksaan kehamilan karena perabaan
bagian seperti bentuk janin saja tidak cukup karena dapat saja
h) Pemeriksaan tes biologis kehamilan (planotest) positif
Pemeriksaan ini adalah untuk mendeteksi adanya human chorionic
gonadotropin (hCG) yang diproduksi oleh sinsiotropoblastik sel
selama kehamilan. Hormon direkresi ini peredaran darah ibu (pada
plasma darah), dan eksresi pada urine ibu. Hormon ini dapat mulai
dideteksi pada 26 hari setelah konsepsi dan meningkat dengan cepat
pada hari ke 30-60. Tingkat tertinggi pada hari 60-70 usia gestasi,
kemudian menurun pada hari ke 100-130.
3. Tanda Pasti Kehamilan (Manuaba. 2010; h.109)
Tanda pasti kehamilan dapat ditentukan melalui :
a) Gerakan janin dalam rahim.
b) Terlihat/teraba gerakan janin dan teraba bagian-bagian janin.
c) Denyut jantung janin. Didengar dengan stetoskop Laenec, alat
kardiotokografi, alat Doppler. Dilihat dengan ultrasonografi.
Pemeriksaan dengan alat canggih, yaitu rontgen untuk melihat
kerangka janin, ultrasonografi.
C. Perubahan Anatomi dan Adaptasi Fisiologi Pada Ibu Hamil
1. Sistem Reproduksi
a) Uterus
Selama kehamilan uterus akan beradaptasi untuk menerima dan
melindungi hasil konsepsi (janin,plasenta,amnion) sampai persalinan.
Uterus mempunyai kemampuan yang luar biasa untuk bertambah
besar dengan cepat selama kehamilan dan pulih kembali seperti
keadaan semula dalam beberapa minggu setelah persalinan.
Pada awal kehamilan perubahan uterus distimulasi terutama oleh
hormon estrogen dan sedikit oleh progesteron. (Prawirohardjo. 2010;
h.175)
b) Serviks
Serviks uteri pada kehamilan juga mengalami perubahan
karena hormon estrogen. Jika korpus uteri mengandung lebih banyak
jaringan otot, maka serviks lebih banyak mengandung jaringan ikat.
Jaringan ikat pada serviks ini banyak mengandung kolagen. Akibat
kadar estrogen meningkat dan dengan adanya hipervaskularisasi
serta meningkatnya suplai darah makan konsistensi serviks menjadi
lunak yang disebut tanda Goodell. Selama minggu awal-awal
kehamilan, peniingkatan aliran darah uterus dan limfe mengakibatkan
oedema dan kongesti panggul. Akibatnya uterus, serviks dan itmus
melunak secara progresif dan serviks menjadi kebiruan (tanda
Chadwick, tanda kemungkinan hamil), pelunakan ithmus
mmenyebabkan anteflleksi uterus berlebihan selama tiga bulan
pertama kehamilan. (Kusmiyati. Y, Wahyuningsih. H. P, Sujiyatini.
2010; h.55-56)
c) Ovarium
Dengan terjadinya kehamilan, indung telur yang mengandung
korpus luteum gravidarum akan meneruskan fungsinya sampai
terbentuknya plasenta yang sempurna pada usia 16 minggu.
Kejadian ini tidak dapat lepas dari kemampuan vili korealis yang
mengeluarkan hormon korionik gonadotropin yang mirip dengan
d) Vagina dan Perineum
Selama kehamilan peningkatan vaskularisasi dan hiperemia
terlihat jelas pada kulit dan otot-otot perineum dan vulva, sehingga
padda vagina akan terlihat keungguan yang dikenal dengan tanda
Chadwick. Perubahan ini meliputi penipisan mukosa dan hilangnya
sejumlah jaringan ikat dan hipertrofi dari sel-sel otot polos.
(Prawirohardjo. 2010; h.178)
Dinding vagina mengalami banyak perubahan yang merupakan
persiapan untuk mengalami peregangan pada waktu persalinan
dengan meningkatnya ketebalan mukosa, mengendornya jaringan
ikat, dan hipertrofi sel otot polos. Perubahan ini mengakibatkan
bertambah panjangnya dinding vagina. Papilla mukosa juga
mengalami hipertrofi dengan gambaran seperti paku sepatu.
(Prawirohardjo. 2010; h.178)
Peningkatan volume sekresi vagina juga terjadi, dimana sekresi
akan berwarna keputihan, menebal, dan Ph antara 3,5 – 6 yang merupakan hasil dari peningkatan produksi asam laknat glikogen
yang dihasikan oleh epitel vagina sebagai aksi dari lactobacillus
acidophiluas. (Prawirohardjo. 2010; h.179)
e) Payudara
Pada awal kehamilan perempuan akan merasakan
payudaranya menjadi lebih lunak. Setelah bulan kedua payudara
akan bertambah ukurannya dan vena-vena dibawah kulit akan lebih
terlihat. Puting payudara akan lebih besar, kehitaman, dan tegak.
disebut kolostrum dapat keluar. Kolustrum ini berasal dari
kelenjar-kelenjar asinus yang mulai bersekresi. Meskipun dapat dikeluarkan,
air susu belum dapat diproduksi karena hormon prolaktin ditekan oleh
prolactin inhibiting hormone. Setelah persalinan kadar progesteron
dan estrogen akan menurun sehingga pengaruh inhibisi progesteron
terhadap α-laktalbulmin akan hilang. Peningkatan prolaktin akan
merangsang sintesis laktose dan pada akhirnya akan meningkatkan
produksi air susu. Pada bulan yang sama areola akan lebih besar
dan kehitaman. Kelenjar Montgomery, yaitu kelenjar sabesea dari
areola, akan membesar dan cenderung untuk menonjol keluar. Jika
payudara makin membesar, striae seperti yang terlihat pada perut
akan muncul. Ukuran payudara sebelum kehamilan tidak mempunyai
hubungan dengan banyaknya air susu yang akan dihasilkan.
(Prawirohardjo. 2010; h.179)
2. Kulit
a) Aliran Darah ke Kulit
Meningkatnya aliran darah kulit selama kehamilan berfungsi
untuk mengeluarkan kelebihan panas yang terbentuk karena
meningkatnya metabolisme. (Cunningham, dkk. 2013; h.116)
b) Dinding Abdomen
Sejak setelah pertengahan kehamilan sering terbentuk alur-alur
kemerahan yang sedikit cekung dikulit abdomen dan kadang di kulit
payudara dan paha. Ini disebut stria gravidarum atau strech marks.
c) Hiperpigmentasi
Garis tengah kulit abdomen-linea alba- mengalami pigmentasi
sehingga warnanya berubah menjadi hitam kecoklatan (linea nigra).
Kadang muncul bercak-bercak kecoklatan ireguler dengan berbagai
ukuran di wajah dan leher, menimbulkan kloasma atau melasma
gravidarum- apa yang disebut sebagai mask of pregnancy.
Pigmentasi areola dan kulit genital juga dapat bertambah.
Perubahan-perubahan pigmentasi ini biasanya hilang atau palinng
sedikit berkurang nyata, setelah persalinan. Kontrasepsi oral juga
dapat menyebabkan pigmentasi serupa. (Cunningham, dkk. 2013; h.
116)
3. Perubahan Metabolik
Sebagian besar penambahan berat badan selama kehamilan
berasal dari uterus dan isinya. Kemudian payudara, volume darah, dan
cairan ekstraselular. Diperkirakan selama kehamilan berat badan akan
bertambah 12,5 kg. Pada trimester ke-2 dan ke-3 pada perempuan
dengan gizi baik dianjurkan menambah berat badan per minggu sebesar
0,4 kg, sementara pada perempuan dengan gizi kurang atau berlebih
dianjurkan menambah berat badan per minggu masing-masing sebesar
0,5 kg dan 0,3 kg. (Prawirohardjo. 2010; h.180)
4. Sistem Kardiovaskular
Selama kehamilan dan masa nifas, jantung dan sirkulasi
mengalami adaptasi fisiologis yang besar. Perubahan pada fungsi
jantung mulai tampak selama 8 minggu pertama kehamilan. Curah
berkurangnya resistensi vaskular sistemik dan meningkatnya kecepatan
jantung. Kecepatan nadi istirahat meningkat sekitar 10 denyut/menit
selama kehamilan. Antara minggu 10 dan 20, volume plasma mulai
bertambah dan preload meningkat. Kinerja ventrikel selama kehamilan
dipengaruhi oleh penurunan resistensi vaskular sistemik dan perubahan
aliran denyut darah arteri. (Cunningham, dkk. 2013; h.116)
5. Traktus Digestivus
Seiring dengan makin besarnya uterus, lambung dan usus akan
bergeser. Demikian juga dengan yang lainnya seperti apendiks yang
akan bergeser ke arah atas atau lateral. Perubahan yang nyata akan
terjadi pada penurunan motilitas otot polos pada traktus digestivus dan
penurunan sekresi asam hidroklorid dan peptin di lambung sehingga
akan menimbulkan gejala berupa pyrosis (heartburn) yang disebabkan
oleh refluks asam lambung ke esofagus bawah sebagai akibat
perubahan posisi lambung dan menurunnya tonus sfingter esofagus
bagian bawah. Mual terjadi akibat penurunan asam hidroklorid dan
penurunan motilitas, serta konstipasi sebagai akibat penurunan motilitas
usus besar. (Prawirohardjo. 2010; h.185)
Gusi akan menjadi lebih hiperemis dan lunak sehingga dengan
trauma sedang saja bisa menyebabkan perdarahan. Epulis selama
kehamilan akan muncul, tetapi setelah persalinan akan berkurang
secara spontan. Hemorrhoid juga merupakan suatu hal yang sering
terjadi sebagai akibat konstipasi dan peninggkatan tekanan vena pada
6. Traktus Urinarius
Pada bulan-bulan pertama kehamilan kandung kemih akan
tertekan oleh uterus yang mulai membesar sehingga menimbulkan
sering berkemih. Keadaan ini akan hilang dengan makin tuanya
kehamilan bila uterus keluar dari rongga panggul. Pada akhir kehamilan,
jika kepala janin sudah mulai turun ke pintu atas panggul, keluhan itu
aka timbul kembali. (Prawirohardjo. 2010; h.185)
7. Sistem Endokrin
Hormon prolaktin akan meningkat 10 x lipat pada saat kehamilan
aterm. Sebaliknya, setelah persalinan konsentrasinya pada plasma akan
menurun. Hal ini juga ditemukan pada ibu-ibu yang menyusui. Kelenjar
tiroid akan mengalami pembesaran hingga 15,0 ml pada saaat
persalinan akibat dari hiperplasia kelenjar dan peningkatan
vaskularisasi. (Prawirohardjo. 2010; h.186)
Kelenjar adrenal pada kehamilan normal akan mengecil,
sedangkan hormon adrostenedion, testoteron, dioksikortikosteron,
aldosteron, dan kartisol akan meningkat. Sementara itu,
dehidroepiandrosteron sulfat akan menurun. (Prawirohardjo. 2010; h.
186)
8. Sistem Muskuloskeletal
Lordosis yang progresif akan menjadi bentuk yang umum pada
kehamilan. Akibat kompensasi dari pmbesaran uterus ke posisi anterior ,
lordosis menggeser pusat daya barat ke belakang ke arah dua tungkai.
Sendi sakroilliaka, sakrokoksigis, dan pubis akan meningkat
tersebut dapat mengakibatkan perubahan sikap ibu dan pada akhirnya
menyebabkan perasaan tidak enak pada bagian bawah punggung
terutama pada akhir kehamilan. (Prawirohardjo. 2010; h. 186)
D. Perubahan dan adaptasi Psikologis dalam masa Kehamilan
1. Trimester I
Trimester pertama sering dikatakan sebagai masa penentuan.
Penentuan untuk membuktikan bahwa wanita dalam keadaan hamil.
Pada saat inilah tugas psikologis pertama sebagai calon ibu untuk dapat
menerima kenyataan akan kehamilannya. (Kusmiyati. Y, Wahyuningsih.
H.P, Sujiyatini. 2010; h. 71)
Selain itu akibat dari dampak terjadinya peningkatan hormon
estrogen dan progesteron pada tubuh ibu hamil akan mempengaruhi
perubahan pada fisik sehingga banyak ibu hamil yang merasakan
kekecewaan, penolakan, kecemasan, dan kesedihan. (Kusmiyati. Y,
Wahyuningsih. H.P, Sujiyatini. 2010; h. 71)
Dia akan merenungkan keadaan dirinya. Dari munculnya
kebingungan tentang kehamilannya dengan pengalaman buruk yang
pernah dialaminya sebelum kehamilan, efek kehamilan yang akan
terjadi pada hidupnya (terutama jika ia wanita karir), tanggung jawab
baru atau tambahan yang akan dipikul, kecemasannya tentang
kemampuan dirinya untuk menjadi seorang ibu, keuangan dan rumah,
penerimaan kehamilannya oleh orang lain. Saat itu, beberapa
ketidaknyamanan trimester pertama berupa mual, lelah, perubahan
dialami dan dapat terjadi pada saat ia teringat tentang kehamilannya.
(Kusmiyati. Y, Wahyuningsih. H.P, Sujiyatini. 2010; h.71)
2. Trimester II
Trimester kedua sering dikenal sebagai periode kesehatan yang
baik, yakni ketika wanita merasa nyaman dan bebas dari segala
ketidaknyamanan yang normal dialami saat hamil. Namun, trimester
kedua juga merupakan fase ketika wanita menelusur ke dalam dan
paling banyak mengalami kemunduran. Trimester kedua sebenarnya
terbagi atas dua fase; praquickening dan pasca-quickening. Quickening
menunjukkan kenyataan adanya kehidupan yang terpisah, yang menjadi
dorongan bagi wanita dalam melaksanakan tugas psikologis utamanya
pada trimester kedua, yakni mengembangkan identitas sebagai ibu bagi
dirinya, yang berbeda dari ibunya. (Walyani. E. S. 2015; h.65)
3. Trimester III
Trimester ketiga sering disebut sebagai periode penantian. Pada
periode ini wanita menanti kehadiran bayinya sebagai bagian dari
dirinya, dia menjadi tidak sabar untuk segera melihat bayinya. Ada
perasaan tidak menyenangkan ketika bayinya tidak lahir tepat pada
waktunya, fakta yang menempatkan wanita tersebut gelisan dan hanya
bisa melihat dan menunggu tanda-tanda dan gejalanya. (Kusmiyati. Y,
Wahyuningsih. H.P, Sujiyatini. 2010; h.74)
Trimester tiga adalah waktu untuk mempersiapkan kelahiran dan
kedudukan sebagai orang tua, seperti terpusatnya perhatian pada
kehadiran bayi. Sejumlah ketakutan terlihat selama trimester ketiga.
tahu kapan dia melahirkan. Ibu mulai merasa takut akan rasa sakit dan
bahaya fisik yang akan timbul pada waktu melahirkan. Rasa tidak
nyaman timbul kembali karena perubahan body image yaitu merasa
dirinya aneh dan jelek. Ibu memerlukan dukungan dari suami, keluarga
dan bidan. (Kusmiyati. Y, Wahyuningsih. H.P, Sujiyatini. 2010; h. 74)
Wanita juga mengalami proses seperti kehilangan perhatian dan
hak istimewa yang dimiliki selama kehamilan, terpisahnya bayi dari
bagian tubuhnya, dan rasa kehilangan kandungan dan menjadi kosong.
Perasaan canggung, jelek, tidak rapi, dia membutuhkan perhatian yang
lebih besar dari pasangannya. (Kusmiyati, Wahyuningsih, Sujiyatini,
2010; h.75)
E. PATOLOGI KEHAMILAN
1. Hiperemesis Gravidarum
Mual muntah yang berlebihan sehingga mengganggu kehidupan
sehari-hari dan menyebabkan kekurangan cairan dan terganggunya
keseimbangan elektrolit. ( Manuaba. 2010; h. 229)
2. Abortus (Kusmiati. 2009; h. 154-158)
a) Pengertian
(1) Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat
tertentu) pada atau sebelum kehamilan tersebut berusia 22
minggu atau buah kehamilan belum mampu hidup di luar
kandungan.
(2) Abortus spontan adalah abortus terjadi secara alamiah tanpa
(3) Abortus buatan adalah abortus yang terjadi akibat intervensi
tertentu dengan tujuan untuk mengakhiri proses kehamilan.
b) Jenis Abortus
(1) Abortus Imminens
Abortus yang mengancam, perdarahan bisa berlanjut beberapa
hari atau dapat berulang.
(2) Abortus insipiens
Abortus insipiens didiagnosis apabila pada wanita hamil ditemukan
perdarahan banyak, kadang-kadang keluar gumpalan darah
disertai nyeri karena kontraksi rahim kuat dan ditemukan dilatasi
serviks.
(3) Abortus incomplitus
Sebagian dari hasil konsepsi telah lahir atau teraba pada vagina,
tetapi sebagian tertinggal (biasanya jaringan plasenta).
Perdarahan biasanya berlangsung banyak dan membahayakan
ibu.
(4) Abortus komplitus
Hasil konsepsi telah lahir dengan lengkap.
(5) Abortus tertunda (Missed Abortus)
Apabila buah kehamilan yang tertahan dalam rahim selama 8
minggu atau lebih.
(6) Abortus Habitualis
Merupakan abortus spontan yang terjadi tiga kali berturut-turut
(7) Abortus Febrialis
Abortus yang disertai rasa nyeri atau febris.
3. Kehamilan Ektopik Terganggu
Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang terjadi diluar rahim
(uterus), misalnya dalam tuba fallopi, ovarium, rongga perut, serviks.
Apabila terjadi ruptur dilokasi implantasi kehamilan, maka akan terjadi
keadaan perdarahan masif dan nyeri abdomen akut yang disebut
kehamilan ektopik terganggu. (Kemenkes RI. 2013. 94)
4. Mola Hidatidosa
Hamil mola adalah suatu kehamilan dimana setelah fertilisasi hasil
konsepsi tidak berkembang menjadi embrio tetapi proliferasi dari villi
korialis disertai dengan degenerasi hidrofik. (Kusmiati. 2009; h. 159)
5. Hipertensi dalam Kehamilan, Preeklampsia, dan eklampsia
Definisi
Hipertensi adalah tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmHg
sistolik atau 90 mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 4-6
jam pada wanita yang sebelumnya normotensi. Bila ditemukan tekanan
darah tinggi ( 140/90 mmHg) pada ibu hamil, lakukan pemeriksaan
kadar protein urin dengan tes celup urin atau protein urin 24 jam dan
tentukan diagnosis. (Kemenkes RI. 2013; h. 109)
a) Hipertensi Kronik
Hipertensi tanpa proteinuria yang timbul dari sebelum kehamilan dan
b) Hipertensi Gestasional
Hipertensi tanpa proteinuria yang timbul setelah kehamilan 20
minggu dan menghilang setelah persalinan. (Kemenkes RI. 2013; h.
110)
c) Preeklampsia dan Eklampsia
(1) Preeklampsia Ringan
Tekanan darah 140/90 mmHg pada usia kehamilan > 20 minggu,
tes urin menunjukkan proteinuria +1 atau pemeriksaan protein
kuantitatif menunjukkan hasil > 300 mg/24 jam. (Kemenkes RI.
2013; h. 111)
(2) Preeklampsia Berat
Tekanan darah > 160/110 mmHg pada usia kehamilan >20
minggu, tes urin menunjukkan proteinuria +2 atau pemeriksaan
protein kuantitatif menunjukkan hasil > 5 g/24 jam, atau disertai
keterlibatan organ lain :
(a) Trombositopenia (<100.000 sel/uL), hemolisis mikroangiopati
(b) Peningkatan SGOT/SGPT, nyeri abdomen kuadran kanan atas
(c) Sakit kepala, skotoma penglihatan
(d) Pertumbuhan janin terlambat, oligohidromnion
(e) Edema paru dan / gagal jantung kongestif
(f) Oliguria (<500 ml/24 jam), kreatinin > 1,2 mg/dl
(Kemenkes RI. 2013; h. 111)
(3) Superimposed preeklampsia pada hipertensi kronik
Ibu dengan riwayat hipertensi kronik (sudah ada sebelum usia
atau trombosit <100.000 sel/uL pada usia kehamilan > 20 minggu.
(Kemenkes RI. 2013; h. 112)
(4) Eklampsia
(a) Kejang umum dan/atau koma
(b) Ada tanda dan gejala preeklampsia
Tidak ada kemungkinan penyebab lain (misalnya epilepsi,
perdarahan subarakhnoid, dan meningitis) (Kemenkes RI.
2013; h. 112)
6. Anemia pada Kehamilan
a) Definisi
Anemia pada kehamilan adalah anemia karena kekurangan zat
besi. Anemia kehamilan disebut “potential danger to mother and
child” (potensial membahayakan ibu dan anak), karena itulah anemia
memerlukan perhatian serius dari semua pihak yang terkait dalam
pelayanan kesehatan. Menurut WHO dikatakan anemia apabila Hb
kurang dari 11 g/dl (Manuaba. 2010; h. 237)
b) Kebutuhan Zat Besi pada Wanita Hamil (Manuaba. 2010; h.238)
Kehamilan memerlukan tambahan zat besi untuk meningkatkan
jumlah sel darah merah dan membentuk sel darah merah janin dan
plasenta. Makin sering seorang wanita mengalami kehamilan dan
melahirkan akan makin banyak kehilangan zat besi dan menjadi
makin anemis.
Sebagai gambaran berapa banyak kebutuhan zat besi pada
Meningkatkan sel darah ibu 500 mg Fe
Terdapat dalam plasenta 300 mg Fe
Untuk darah janin 100 mg Fe
Jumlah 900 mg Fe
Jika persediaan cadangan Fe minimal, maka setiap kehamilan
akan menguras persediaan Fe tubuh dan akhirnya menimbulkan
anemia pada kehamilan berikutnya.
c) Diagnosis Anemia pada kehamilan (Manuaba. 2010; h. 239)
Untuk menegakkan diagnosis anemia kehamilan dapat
dilakukan dengan anamnesa. Pada anamnesa akan didapatkan
keluhan cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-kunang, dan
keluhan mual muntah lebih hebat pada hamil muda.
Pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan
menggunakan alat Sahli. Hasil pemeriksaan Hb dengan Sahli dapat
digolongkan sebagai berikut :
Hb 11 g% tidak anemia
Hb 9-10 g% anemia ringan
Hb 7-8 g% anemia sedang
Hb <7 g% anemia berat
d) Pemeriksaan Hb
Pemeriksaan Hb dilakukan pada kunjungan ibu hamil yang
pertama kali, lalu diperiksa lagi menjelang persalinan. Pemeriksaan
Hb adalah salah satu upaya untuk mendeteksi anemia pada ibu
e) Pengaruh Anemia pada Kehamilan (Manuaba. 2010; h. 240)
(1) Pengaruh anemia terhadap kehamilan:
(a) Bahaya selama kehamilan: Dapat terjadi abortus, persalinan
prematuritas, hambatan tumbuh kembang janin dalam rahim,
mudah terjadi infeksi, ancaman dekompensasi kordis (Hb <6
g%), mola hidatidosa, hiperemesis gravidarum, perdarahan
antepartum, ketuban pecah dini (KPD).
(b) Bahaya saat persalinan : Gangguan His (kekuatan mengejan),
kala satu lama, kala dua lama, retensio plasenta, perdarahan
postpartum karena atonia uteri, kala empat dapat terjadi
perdarahan postpartum sekunder dan atonia uteri.
(c) Pada saat nifas: Terjadi subinvolusi uteri menimbulkan
perdarahan postpartum, memudahkan infeksi puerperium,
pengeluaran ASI berkurang, anemia kala nifas, mudah terjadi
infeksi mamae.
(2) Bahaya anemia terhadap janin: anemia akan mengurangi
kemampuan metabolisme tubuh sehingga mengganggu
pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim. Akibat
anemia akan terjadi gangguan dalam bentuk : abortus, kematian
intrauterin, persalinan prematuritas tinggi, berat badan lahir
rendah, kelahiran dengan anemia, dapat terjadi cacat bawaan,
bayi mudah mendapat infeksi sampai kematian perinatal.
f) Pengobatan Anemia dalam Kehamilan
Untuk menghindari terjadinya anemia, sebaiknya ibu hamil
data-data dasar kesehatan umum calon ibu tersebut. Dalam
pemeriksaan kesehatan disertai pemeriksaan laboratorium. Untuk
mengurangi anemia, pemerintah telah menyediakan preparat besi
untuk dibagikan kepada masyarakat sampai ke posyandu. (Manuaba.
2010; h. 240)
F. Asuhan Antenatal Care
1. Definisi
Asuhan antenatal care adalah suatu program yang terencana
berupa observasi, edukasi, dan penanganan medik pada ibu hamil,
untuk memperoleh suatu proses kehamilan dan persiapan persalinan
yang aman dan memuaskan. (Walyani. E.S. 2015; h.78)
2. Tujuan Asuhan Antenatal Care
a) Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu
dan tumbuh kembang bayi.
b) Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental dan
sosial ibu juga bayi.
c) Mengenali secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang
mungkin terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara
umum, kebidanan, dan pembedahan.
d) Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat,
ibu maupun bayinya dengan trauma seminimal mungkin.
e) Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian
f) Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran
bayi agar dapat tumbuh kembang secara normal. (Walyani. E. S.
2015; h.79)
3. Jadwal pemeriksaan Antenatal
Dengan memerhatikan batasan dan tujuan pengawasan atenatal,
maka jadwal pemeriksaan adalah sebagai berikut: (Manuaba, 2010; hal.
111)
a) Pemeriksaan pertama. Pemeriksaan pertama dilakukan segera
setelah diketahui terlambat haid.
b) Pemeriksaan ulang:
Setiap bulan sampai usia kehamilan 6 sampai 7 bulan.
Setiap 2 minggu sampai usia kehamilan 8 bulan.
Setiap 1 minggu sejak usia kehamilan 8 bulan sampai terjadi
persalinan.
c) Pemeriksa khusus bila terdapat keluhan tertentu.
Menurut (Kusmiati. Y,dkk. 2010. h;172) setiap wanita hamil
memerlukan minimal empat (4) kali kunjungan selama kehamilannya:
(1) Satu kali kunjungan selama trimester pertama (sebelum 14
minggu)
(2) Satu kali kunjungan selama trimester kedua ( antara minggu
14-28)
(3) Dua kali kunjungan selama trimester ketiga (antara 28-36 dan
4. Konsep pemeriksaan/pengawasan antenatal
Tabel 2.1 konsep pemeriksaan/pegawasan antenatal
Konsep pemeriksaan / pengawasan antenatal Anamnesis
1. Data biologis 2. Keluhan hamil 3. Fisiologis
4. Patologis (abnormal) Pemeriksaan fisik 1. Pemeriksaan fisik umum 2. Pemeriksaan fisik khusus a) Obstetri
b) Pemeriksaan dalam / rektal c) Pemeriksaan ultrasonografi
Pemeriksaan psikologis
1. Status kejiwaan dalam menghadapi kehamilan Pemeriksaan laboratorium
1. Laboratorium rutin a) Darah lengkap b) Urine lengkap c) Tes kehamilan 2. Laboratorium khusus a) Pemeriksaan TORCH b) Pemeriksaan serologis
c) Pemeriksaan fungsi hati dan ginjal d) Pemeriksaan protein darah e) Pemeriksaan golongan darah f) Pemeriksaan faktor Rh g) Pemeriksaan air ketuban
h) Pemeriksaan infeksi hepatitis B ibu/bayi i) Pemeriksaan estriol dalam urine j) Pemeriksaan infeksi AIDS
Diagnosis kehamilan 1. Kehamilan normal a) Tanpa keluhan
b) Hasil pemeriksaan laboratorium baik 2. Kehamilan dengan risiko
a) Risiko tinggi / sangat tinggi b) Meragukan
c) Risiko rendah
3. Kehamilan disertai penyakit ibu yang mempengaruhi janin 4. Kehamilan disertai komplikasi
5. Kehamilan dengan nilai nutrisi kurang 6. Diagnosa diferensial
a) Amenorea sekunder b) Pseodosiesis c) Tumor ginekologis
Pemeriksaan lebih lanjut
1. Pengobatan penyakit yang menyertai hamil 2. Pengobatan penyukit kehamilan
3. Penjadwalkan pemberian vaksinasi
4. Memberikan preparat penunjang kesehatan : Vitamin (Obimin AF, Prenafit, Vicanatal, Barralat, Biosanbe, dan sebagainya), tambahan preparat Fe
5. Menjadwalkan pemeriksaan ulang
Pemeriksaan hamil. Pemeriksaan pertama kehamilan diharapkan dapat menetapkan data dasar yang memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim dan kesehatan ibu sampai persalinan.
II. PERSALINAN
A. Definisi
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan
plasenta) yang telah cukup bulan atau dapat hidup diluar kandungan
melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa
bantuan (kekuatan sendiri). (Manuaba, 2010; h.164)
Persalinan adalah rangkaian proses yang berakhir dengan
pengeluaran hasil konsespsi oleh ibu. Proses ini dimulai dengan kontraksi
persalinan sejati, yang ditandai oleh perubahan progresif pada serviks, dan
diakhiri dengan pelahiran plasenta. Penyebab awitan persalinan spontan
tidak diketahui, walaupun sejumlah teori menarik telah dikembangkan dan
professional perawatan kesehatan mengetahui cara menginduksi
persalinan pada konsisi tertentu. (Varney. 2008; h.672)
Proses persalinan terdiri dari 4 kala, yaitu (Mochtar,R. 2012; h.71) :
Kala 1 : waktu untuk pembukaan serviks sampai menjadi pembukaan
lengkap 10 cm.
Kala pembukaan dibagi atas 2 fase
1. Fase laten : pembukaan serviks yang berlangsung lambat
sampai pembukaan 3 cm, lamanya 7-8 jam
2. Fase aktif : berlangsung selama 6 jam dan dibagi 3 subfase
a) Periode akselerasi : berlangsung 2 jam, pembukaan
menjadi 4 cm.
b) Periode dilatasi maksimal (steady) : selama 2 jam,
c) Periode deselerasi : berlangsung lambat, dalam waktu 2
jam pembukaan menjadi 10 cm (lengkap)
Kala II : kala pengeluaran janin, sewaktu uterus dengan kekuatan his
ditambah kekuatan mengejan mendorong janin hingga lahir.
Kala III : waktu untuk pelepasan dan pengeluaran uri.
Kala IV : mulai dari lahirnya uri, selama 1-2 jam.
B. Persalinan normal
Partus biasa (normal) disebut juga partus spontan, adalah proses
lahirnya bayi pada LBK dengan tenaga ibu sendiri, tanpa bantuan alat-alat
serta tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya berlangsungkurang dari 24
jam. (Mochtar,R. 2012; h.69)
C. Penyebab Terjadinya Persalinan.
Bagaimana terjadinya persalinan belum diketaui dengan pasti,
sehingga menimbulkan beberapa teori yang berkaitan dengan mulai
terjadinya kekuatan HIS. Perlu diketaui bahwa ada dua hormon yang
dominan saat hamil, yaitu :
1. Estrogen yang meningkatkan sensitivitas otot rahim, memudahkan
penerimaan rangsangan dari luar seperti rangsangan oksitosin,
rangsangan prostaglandin, rangsangan mekanis.
2. Progesteron yang menurunkan sensitivitas otot rahim, menyulitkan
penerimaan rangsang dari luar seperti rangsangan oksitosin,
rangsangan
3. prostaglandin, rangsangan mekanis dan menyebabkan otot rahim dan
Estrogen dan progesteron terdapat dalam keseimbangan sehingga
kehamilan dapat dipertahankan. Perubahan keseimbangan estrogen dan
progesteron menyebabkan oksitosin yang dikeluarkan oleh hipofisis pars
posterior dapat menimbulkan kontraksi dalam membentuk Braxton Hicks.
Kontraksi Braxton Hicks akan menjadi kekuatan dominan saat mulainya
persalinan, oleh karena itu makin tua usia kehamilan frekuensi kontraksi
makin sering. (Manuaba. 2012; h.167)
Oksitosin diduga bekerja bersama prostaglandin yang makin
meningkat mulai dari usia kehamilan minggu ke-15. Di samping itu, faktor
gizi ibu hamil dan keregangan otot rahim dapat memberikan pengaruh
penting untuk dimulainya kontraksi rahim. Berdasarkan uraian tersebut
dapat dikemukakan beberapa teori yang menyatakan kemungkinan proses
persalinan. (Manuaba. 2012; h.167)
Bagaimana terjadinya persalinan masih belum dapat diketahui, besar
kemungkinan semua faktor bekerja bersama sama, sehingga pemicu
persalinan menjadi multifactor. Berdasarkan teori yang dikemukakan
persalinan anjuran (induksi persalinan) dapat dilakukan dengan jalan:
(Manuaba. 2012; h.167)
1. Memecahkan ketuban untuk mengurangi keregangan otot rahim
sehingga, kontraksi segera dapat dimulai. Keregangan yang melampaui
batas melemaskan kontraksi rahim, sehingga perlu diperkecil, agar Hits
dapat dimulai.
2. Induksi persalinan secara hormonal/kimiawi dengan oksitosin drip,
dengan prostaglandin.
4. Persalinan dengan tindakan operasi (seksio sesaria)
D. Permulaan terjadi persalinan
Tabel 2.2 teori kemungkinan terjadinya proses persalinan (Manuaba.
2012; h.168)
Teori hipotalamus hipotisis dan glandula suprarenalis
Otot rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas tertentu.
Setelah melewati batas tertentu terjadi kontraksi sehingga persalinan dapat mulai. Contohnya, pada hamil ganda sering terjadi kontraksi setelah keregangan tertentu, sehingga menimbulkan persalinan.
Proses penuaan plasenta terjadi saat usia kehamilan 28 minggu, karena terjadi penimbunan jaringan ikat, pembuluh darah mengalami penyempitan dan buntu.
Produksi progesterone mengalami penurunan, sehingga otot rahim lebih sensitive terhadap oksitosin.
Akibatnya otot rahim mulai berkontraksi setelah tercapai tingkat penurunan progesterone tertentu.
Oksitonsi dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis pars posterior.
Perubahan keseimbangan estrogen dan progesteron dapat mengubah sensivitas otot rahim, sehingga sering terjadi kontraksi Braxton Hicks.
Dengan menurunnya konsentrasi progesterone akibat tuanya kehamilan maka oksitosin dapat meningkatkan aktivitas, sehingga persalinan dapat mulai.
Konsentrasi prostaglandin meningkatkan sejal usia kehamilan 15 minggu, yang dikeluarkan oleh desidua.
Pemberian prostaglandin saat hamil dapat menimbulkan kontraksi otot rahim sehingga hasil konsepsi dikeluarkan.
Prostaglandin dianggap dapat merupakan pemicu terjadinya persalinan.
Teori ini menunjukan pada kehamilan dengan anensefalus sering terjadi kelambatan persalinan karena tidak terbentuk hipotalamus. Teori ini dikemukakan oleh Linggin 1973. Pemberian kortikostiroid dapat menyebabkan maturitas janin, induksi (mulainya) persalinan. Dari percobaan tersebut disimpulkan ada hubungan antara hipatalamus hipofisis dengan mulainya persalinan.
Glandula suprarenal merupakan pemicu terjadinya persalinan.
E. Tanda- Tanda Dimulainya Proses Persalinan (Sondakh. 2013; h. 3)
1. Terjadinya His Persalinan
Sifat his persalinan adalah :
a) Pinggang terasa sakit dan menjalar ke depan.
b) Sifatnya teratur, interval makin pendek, dan kekuatan makin besar
c) Makin beraktivitas (jalan), kekuatan akan makin bertambah.
2. Pengeluaran Lendir dengan Darah
Terjadinya his persalinan mengakibatkan terjadinya perubahan pada
serviks yang akan menimbulkan:
a) Pendataran dan pembukaan
b) Pembukaan menyebabkan lendir yang terdapat pada kanalis
servikalis lepas
c) Terjadi perdarahan karena kapiler pembuluh darah pecah.
3. Pengeluaran Cairan
Pada beberapa kasus persalinan akan terjadi pecah ketuban. Sebagian
besar, keadaan ini terjadi menjelang pembukaan lengkap. Setelah
adanya pecah ketuban, diharapkan proses persalinan akan berlangsung
kurang dari 24 jam.
4. Hasil-Hasil yang Didapatkan pada Pemeriksaan Dalam
a) Perlunakan serviks
b) Pendataran serviks
F. Penatalaksanaan persalinan
Asuhan Persalinan Normal (Kemenkes RI. 2013; h. 36-49)
1. Kala I
Tatalaksana
a) Beri dukungan dan dengarkan keluhan ibu
b) Jika ibu tambak gelisah/kesakitan:
(1) Biarkan ia berganti posisi sesuai dengan keinginan, tapi jika
ditempat tidur sarankan untuk mirirng kiri.
(2) Biarkan ia berjalan atau beraktivitas ringan sesuai
kesanggupannya
(3) Anjurkan suami atau keluarga memijat punggung atau membasuh
muka ibu
(4) Ajari teknik bernapas
c) Jaga privasi ibu. Gunakan tirai penutup dan tidak menghadirkan
orang lain tanpa seizin ibu.
d) Izinkan ibu untuk mandi atau membasuh kemaluannya setalah buang
air kecil/besar.
e) Jaga kondisi ruangan sejuk. Untuk mencegah kehilangan panas pada
bayi baru lahir, suhu ruangan minimal 250C dan semua pintu dan jendela harus ditutup.
f) Beri minum yang cukup untuk menghindari dehidrasi.
g) Sarankan ibu berkemih sesring mungkin.
h) Pantau parameter berikut secara rutin dengan menggunakan
patograf.
Parameter Frekuensi pada kala I fase laten
Frekuensi pada kala I fase aktif Tekanan darah
Suhu tiap 4 jam Nadi
Denyut jantung janin Kontraksi Tiap 1 jam Pembukaan serviks
*Dinilai pada setiap pemeriksaan dalam
(Kemenkes RI. 2013; h. 37)
i) Pasang infus intravena untuk pasien dengan:
(1) Kehamilan lebih dari 5
(2) Hemoglobin 9g/dl atau hematokrit 27 %
(3) Riwayat gangguan perdarahan
(4) Sungsang
(5) Kehamilan ganda
(6) Hipertensi
(7) Persalianan lama
j) Isi dan letakkan patograf di samping tempat tidur atau di dekat pasien
k) Lakukan pemeriksaan kardiotokografi jika memungkinkan
l) Persiapan rujukan jika terjadi komplikasi
2. Kala II, III dan IV
a) Tatalaksana
Tatalaksana pada kala II, III dan IV tergabung dalam 58 langkah APN
yaitu :
Mengenali tanda dan gejala kala dua
(1) Mendengar, melihat dan memeriksa tanda dan gejala kala dua
(b) Ibu merasa tekanan yang semakin menigkat pada rektum dan
vagina
(c) Perinium menonjol dan menipis
(d) Vulva-vagina dan sfingter ani membuka
Menyiapkan Pertolongan Persalinan
(2) Pastikan kelengkapan peralatan, bahan, dan obat-obatan esensial.
(a) Klem, gunting, benang tali pusat, penghisap lendir steril/DTT siap
dalam wadahnya
(b) Semua pakaian, handuk, selimut dan kain untuk bayi dalam
kondisi bersih dan hangat
(c) Timbangan, pita ukur, stetoskop bayi, dan termometer dalam
kondisi baik dan bersih
(d) Patahkan ampul oksitosin 10 unit dan tempatkan spuit steril sekali
pakai di dalam partus set/wadah DTT
(e) Untuk resusitasi: tempat datar, rata, bersih, kering dan hangat, 3
handuk atau kain bersih dan kering, alat penghisap lendir, lampu
sorot 60 watt dengan jarak 60 cm diatas tubuh bayi
(f) Persiapan bila terjadi kegawatan pada ibu: cairan kristaloid, set
infus
(3) Kenakan baju penutup atau celemek plastic yang bersih, sepatu
tertutup kedap air, tutup kepala, masker, dan kacamata.
(4) Lepaskan semua perhiasan pada lengan dan cuci kedua tangan
dengan sabun dan air bersih yang mengalir kemudian keringkan
tangan dengan handuk atau tissue pribadi yang bersih.
(6) Ambil spuit dengan tangan yang bersarung tangan, isi dengan
oksitosin 10 unit dan letakkan kembali spuit tersebut di partus
set/wadah DTT atau steril tanpa mengontaminasi spuit.
Memastikan Pembukaan Lengkap dan Keadaan Janin Baik
(7) Bersihkan vulva dan perineum, dari depan ke belakang dengan
menggunakan kapas atau kassa yang dibasahi air DTT.
(8) Lakukan periksa dalam untuk memastikan bahwa pembukaan serviks
sudah lengkap. Lakukan amniotomi bila selaput ketuban belum
pecah,dengan syarat: kepala sudah masuk kedalam panggul dan tali
pusat tidak teraba.
(9) Dekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan
yang masih memakai sarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5%
kemudian lepaskan sarung tangan dalam keadaan terbalik dan
rendam dalam larutan klorin 0,5 % selama 10 menit. Cuci kedua
tangan setelah sarung tangan dilepaskan.
(10) Periksa Denyut Jantung Janin ( DJJ) segera setelah kontraksi
berakhir untuk memastikan bahwa DJJ dalam batas normal (120 – 160 kali/menit). Ambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal.
Menyiapkan Ibu dan Keluarga Untuk Membantu Proses Bimbingan
Meneran
(11) Beritahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik
(12) Minta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk meneran
(a) bantu ibu dalam posisi setengah duduk dan pastikan ibu merasa
(13) Melakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan yang
kuat untuk meneran:
(a) Perbaiki cara meneran apabila caranya tidak sesuai
(b) Nilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai
(14) Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi yang
nyaman, jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam
60 menit.
Mempersiapan Pertolongan Kelahiran Bayi
(15) Jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm,
letakan handuk bersih di atas perutibu untuk mengeringkan bayi.
(16) Letakkan kain bersih yang di lipat 1/3 bagian di bawah bokong ibu.
(17) Buka tutup partus set dan perhatikan kembali kelengkapan alat dan
bahan.
(18) Pakai sarung tangan DTT atau steril pada kedua tangan.
Membantu lahirnya kepala
(19) Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm membuka
vulva maka lindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi
dengan kain bersih dan kering, sementara tangan yang lain
menahan kepala bayi untuk menahan posisi defleksi dan membantu
lahirnya kepala.
(a) Anjukan ibu meneran sambil bernapas cepat dan dangkal.
(20) Periksa lilitan tali pusat dan ambil tindakan yang sesuai jika hal itu
terjadi.
(a) Jika tali pusat melilit leher secara longgar, lepaskan lewat bagian
(b) Jika tali pusat melilit leher secara kuat, klem tali pusat di dua
tempat dan potong diantara dua klem tersebut. Jangan lupa
untuk tetap lindungi leher bayi
(21) Tunggu hingga kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara
spontan.
Membantu Lahirnya Bahu
(22) Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara
biparietal. Anjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi.
(a) Dengan lembut gerakkan kepala kearah bawah dan distal hingga
bahu depan muncul di bawah arkus pubis.
(b) Gerakkan arah atas dan distal untuk melahirkan bahu belakang.
Membantu Lahirnya Badan dan Tungkai
(23) Setelah kedua bahu lahir, geser tangan yang berada di bawah ke
arah perineum ibu untuk menyangga kepala, lengan dan siku
sebelah bawah.
(a) Gunakan tangan yang berada di atas untuk menelusuri dan
memegang lengan dan siku sebelah atas.
(24) Setelah tubuh dan lengan bayi lahir, lanjutkan penelusuran tangan
yang berada di atas ke punggung, bokong, tungkai dan kaki bayi.
(a) Pegang kedua mata kaki (masukan telunjuk diantara kaki dan
pegang masing – masing mata kali dengan ibu jari dan jari – jari lainnya).
Penanganan bayi baru lahir
(25) Lakukan penilaian selintas dan jawablah tiga pertanyaan berikut
(a) Apakah kehamilan cukup bulan?
(b) Apakah bayi menangis kuat dan/atau bernapas tanpa kesulitan?
(c) Apakah tonus otot bayi baik/bergerak aktif?
Bila ada jawaban “TIDAK”, bayi mungkin mengalami asfiksia.
Segera lakukan resusitasi bayi baru lahir sambil menghubungi
dokter spesialis anak. Bila dokter spesialis anak tidak ada,
segera persiapan rujukan.
Pengisapan lendir jalan napas pada bayi tidak dilakukan secara
rutin
(26) Bila tidak ada tanda asfiksia, lanjutkan manajemen bayi baru lahir
normal. Keringkan dan posisikan tubuh bayi di atas perut ibu:
(a) Keringkan bayi mulai dari muka, kepala, dan bagian tubuh
lainnya (kecuali bagian tangan tanpa membersihkan verniks)
(b) Ganti handuk basah dengan handuk yang kering
(c) Pastikan bayi dalam kondisi mantap di atas dada dan perut ibu
(27) Periksa kembali perut ibu untuk memastikan tidak ada bayi lain
dalam uterus (hamil tunggal).
Manajemen Aktif Kala III
(28) Beritahukan kepada ibu bahwa penolong akan menyuntikkan
oksitosin untuk membantu uterus berkontraksi baik).
(29) Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, berikan suntikkan oksitosin
10 unit (intramuskuler) di 1/3 paha atas bagian distal lateral
(lakukan aspirasi sebelum menyuntikkan oksitosin).
(30) Dengan menggunakan klem, 2 menit setelah bayi lahir, jepit tali
asfiksia neonatus, lakukan sesegera mungkin). Dari sisi luar klem
penjepit, dorong isi tali pusat ke arah distal (ibu) dan lakukan
penjepitan kedua pada 2 cm distal dari klem pertama.
(31) Potong dan ikat tali pusat
(a) Dengan satu tangan, angkat tali pusat yang telah dijepit
kemudian gunting tali pusat diantara 2 klem terebut (sambil
lindungi perut bayi)
(b) Ikat tali pusat dengan benang DTT/steril pada satu sisi kemudian
lingkarkan kembali benang ke sisi berlawanan dan lakukan
ikatan kedua menggunakan dengan simpul kunci
(c) Lepaskan klem dan masukan dalam larutan klorin 0,5%.
(32) Tempatkan bayi untuk melakukan kontak kulit ibu ke kekulit bayi.
Letakkan bayi dengan posisi tengkurap di dada ibu. Luruskan bahu
bayi sehingga bayi menempel dengan baik di dinding dada-perut
ibu. Usahakan kepala bayi berada diantara payudara ibu dengan
posisi lebih rendah dari puting payudara ibu.
(33) Selimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan kering dan pasang
topi di kepala bayi
Jangan segera menimbang atau memandikan bayi baru lahir
(34) Pindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5 – 10 cm dari vulva.
(35) Letakkan satu tangan diatas kain yang ada di perut ibu, tepat di tepi
atas simfisis dan tegangkan tali pusat dan klem dengan tangan
(36) Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat ke arah bawah
sambil tangan yang lain mendorong uterus kearah belakang – atas (dorsocranial) secara hati – hati (untuk mencegah inversio uteri). Jika plasenta tidak lahir setelah 30 – 40 detik, hentikan penegangan tali pusat dan tunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan ulangi
prosedur diatas.
(a) Jika uterus tidak segera berkontraksi, minta ibu, suami atau
anggota keluarga melakukan stimulasi puting susu.
(37) Lakukan penengangan dan dorongan dorso-kranial hingga plasenta
terlepas, minta ibu meneran sambil penolong menarik tali pusat
dengan arah sejajar lantai dan kemudian ke arah atas, mengikuti
poros jalan lahir (tetap dilakukan tekanan dorso-kranial).
(a) Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga
berjarak sekitar 5 – 10 cm dari vulva dan lahirkan plasenta
(b) Jika plasenta tidak lepas setelah 15 menit menegangkan tali
pusat:
(i) Beri dosis ulangan oksitosin 10 unit IM
(ii) Lakukan katerisasi (aseptik) jika kandung kemih penuh
(iii) Minta keluarga untuk menyiapkan rujukan
(iv) Ulangi penegangan tali pusat 15 menit berikutnya
(v) Segera rujuk jika plasenta tidak lahir dalam 30 menit setelah
bayi lahir
(vi) Bila terjadi pendarahan, lakukan plasenta manual
(38) Saat plasenta muncul di introitus vagina, lahirkan plasenta dengan
(a) Jika selaput ketuban robek, pakai sarung tangan DTT atau steril
untuk melakukan eksplorasi sisa selaput kemudian gunakan jari
– jari tang atau klem DTT atau steril untuk mengeluarkan bagian
selaput yang tertinggal.
(39) Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan masase
uterus, letakkan telapak tangan di fundus dan lakukan massase
dengan gerakan melingkar dengan lembut hingga uterus
berkontraksi (fundus teraba keras).
(a) Lakukan tindakan yang diperlukan jika uterus tidak berkontraksi
setelah 15 detik melakukan rangsangan taktil/massase.
Menilai perdarahan
(40) Periksa kedua sisi plasenta baik yang menempel ke ibu maupun
bayi dan pastikan bahwa selaput ketuban lengkap dan utuh.
Masukkan plasenta ke dalam kantung plastik atau tempat khusus.
(41) Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Lakukan
penjahitan bila laserasi menyebabkan pendarahan aktif.
Melakukan Asuhan Pasca Persalinan (Kala IV)
(42) Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi
pendarahan pervaginam.
(43) Mulai IMD dengan memberi cukup waktu untuk melakukan kontak
kulit ibu – bayi ( di dada ibu paling sedikit 1 jam).
(a) Biarkan bayi mencari dan menemukan puting dan mulai
menyusu
(b) Sebagian besar bayi akan berhasil melakukan inisiasi menyusu
berlangsung pada menit ke- 45-60, dan berlangsung selama
10-20 menit. Bayi cukup menyusu dari satu payudara.
(c) Tunda semua asuhan bayi baru lahir normal lainnya dan biarkan
bayi berada di dada ibu selama 1 jam walaupun bayi sudah
berhasil menyusu,
(d) Bila bayi harus dipindah dari kamar bersalin sebelum 1 jam atau
sebelum bayi menyusu, usahakan ibu dan bayi dipindah
bersama dengan mempertahankan kontak kulit ibu dan bayi.
(e) Jika bayi belum menemukan puting ibu - IMD dalam waktu 1 jam,
posisikan bayi lebih dekat dengan puting ibu dan biarkan kontak
kulit dengan kulit selama 30-60 menit berikutnya.
(f) Jika bayi masih belum melakukan IMD dalam waktu 2 jam,
pindahkan ibu ke ruang pemulihan dengan bayi tetap di dada ibu.
Lanjutkan asuhan perawatan neonatal esensial lainnya
(menimbang, pemberian vitamin K1, salep mata) dan kemudian
kembalikan bayi kepada ibu untuk menyusu.
(g) Kenakan pakaian pada bayi atau tetap diselimuti untuk menjaga
kehangatannya.
(h) Tetap tutupi kepala bayi dengan topi selama beberapa hari
pertama. Bila suatu saat kaki bayi terasa dingin saat disentuh,
buka pakaiannya kemudian telungkupkan kembali di dada ibu
dan selimuti keduannya sampai bayi hangat kembali.
(i) Tempatkan ibu dan bayi diruangan yang sama. Bayi harus selalu
dalam jangkauan ibu 24 jam dalam sehari sehingga bayi bisa
(44) Lakukan penimbangan/pengukuran bayi, beri tetes mata antibiotik
profilaksis, dan vitamin K1 1mg intramuskular dipaha kiri
anterolateral setelah satu jam kontak kulit ibu-bayi, pastikan suhu
tubuh bayi normal, berikan gelang pengenal bayi, lakukan
pemeriksaan untuk melihat cacat bawaan.
(45) Berikan suntikan imunisasi Hepatitis B (setelah satu jam pemberian
vitamin K1) di paha kana anterolateral.
(a) Letakkan bayi di dalam jangkauan ibu agar sewaktu – waktu bisa disusukan
(b) Letakkan kembali bayi pada dada ibu bila bayi belum berhasil
menyusu di dalam satu jam pertama dan biarkan sampai bayi
berhasil menyusu.
(46) Lanjutkan pemantauan kontraksi dan mencegah perdarahan
pervaginam
(a) 2 – 3 kali dalam 15 menit pertama pascapersalinan (b) Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pascapersalinan
(c) Setiap 20 – 30 menit pada jam kedua pascapersalinan
(d) Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik, melakukan asuhan
yang sesuai untuk menatalaksana atonia uteri
(47) Ajarkan ibu/keluarga cara melakukan massase uterus dan menilai
kontraksi, mewaspadai tanda bahaya pada ibu, serta kapan harus
memanggil bantuan medis.
(49) Memeriksa nadi, tekanan darah dan keadaan kandung kemih ibu
setiap 15 menit selama 1 jam pertama pascapersalinan dan setiap
30 menit selama jam kedua pascapersalinan.
(a) Periksa temperatur tubuh ibu sekali setiap jam selama 2 jam
pertama pascapersalinan
(b) Lakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang tidak normal.
(50) Periksa kembali kondisi bayi untuk memastikan bahwa bayi
bernafas dengan baik (40 – 60 kali/menit) serta suhu tubuh normal (36,5 – 37,50C).
(a) Tunda proses memandikan bayi yang baru saja lahir hingga
minimal 24 jam setelah suhu stabil.
(51) Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5%
untuk dekontaminasi (10 menit). Cuci dan bilas peralatan setelah
didekontaminasi.
(52) Buang bahan - bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang
sesuai.
(53) Bersihkan badan ibu menggunakan air DTT. Bersihkan sisa cairan
ketuban, lendir dan darah. Bantu ibu memakai pakaian yang bersih
dan kering.
(54) Pastikan bahwa ibu nyaman.
(a) Bantu ibu memberikan ASI.
(b) Anjurkan keluarga untuk memberi ibu minuman dan makanan
yang diinginkannya.
(56) Celupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5%, balikan
bagian dalam keluar dan rendam dalam larutan klorin 0,5 % selama
10 menit.
(57) Cuci kedua tangan dengan sabun dan air bersih mengalir kemudian
keringkan dengan tissue atau handuk pribadi yang kering dan
bersih.
(58) Lengkapi partograf (halaman depan dan belakang), periksa tanda
vital dan asuhan kala IV.
G. PATOGRAF
1. Definisi
Patograf adalah alat bantu untuk memantau kemajuan kala satu
persalinan dan informasi untuk membuat keputusan klinik.
2. Tujuan utama dari penggunaan patograf adalah untuk :
a) Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan menilai
pembukaan serviks melalui pemeriksaan dalam.
b) Mendeteksi apakah proses persalinan berjalan secara normal. Dengan
demikian juga dapat mendeteksi secara dini kemungkinan terjadi partus
lama.
c) Data pelengkap yang terkait dengan pemantauan kondisi ibu, kondisi
bayi, grafik kemajuan proses persalinan, bahan dan medikamentosa
yang diberikan, pameriksaan laboratorium, membuat keputusan klinik
dan asuhan atau tindakan yang diberikan dimana semua itu dicatatkan
secara rinci pada status dan rekam medik ibu bersalin dan bayi baru
3. Kondisi ibu dan bayi yang harus dinilai dan dicatat secara seksama, yaitu :
a) Denyut jantung janin setiap ½ jam
b) Frekuensi dan lamanya kontraksi uterus setiap ½ jam
c) Nadi setiap ½ jam
d) Pembukaan serviks setiap 4 jam
e) Penurunan bagian terbawah janin setiap 4 jam
f) Tekanan darah dan temperatur tubuh setiap 4 jam
g) Produksi urin, aseton, dan protein setiap 2 sampai 4 jam.
( Asuhan Persalinan Normal. 2008; h. 57-58)
H. PENYULIT PERSALINAN
1. Kala I
a) Kelainan kontraksi otot rahim, yaitu :
(1) Inersia uteri yaitu his yang sifatnya lemah, pendek, dan jarang dari
his normal yang terbagi menjadi :
(a) Inersia uteri primer, bila sejak semula kekuatannya sudah
lemah
(b) Inersia uteri sekunder jika his pernah cukup kuat tetapi
kemudian lemah.
(2) Tetania uteri yaitu his yang terlalu kuat dan terlalu sering
(Manuaba. 2010; h.372)
b) Ketuban Pecah Dini
Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban
sebelum persalinan atau dimulainya tanda inpartu. (Kemenkes RI.
c) Persalinan Preterm
Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi sebelum usia
kehamilan 37 minggu (Kemenkes RI. 2013; h.118)
d) Kehamilan Lewat Waktu
Definisi
WHO mendefinisikan kehamilan lewat waktu sebagai kehamilan usia
42 minggu penuh ( 294 hari) terhitung sejak hari pertama haid
terakhir. Namun, penelitian terkini menganjurkan tatalaksana lebih
awal.
Dignosis
(1) USG di trimester pertama (usia kehamilan antara 11-14 minggu)
sebaiknya ditawarkan pada semua ibu hamil untuk menentukan
usia kehamilan dengan tepat.
(2) Bila terdapat perbedaan usia kehamilan lebih dari 5 hari
berdasarkan perhitungan hari pertama haid terakhir dan USG,
trimester pertama waktu taksiran kelahiran harus disesuaikan
berdasarkan hasil USG.
(3) Bila terdapat perbedaan usia kehamilan lebih dari 10 hari
berdasarkan perhitungan hari pertama haid terakhir dan USG,
trimester kedua waktu taksiran kelahiran harus disesuaikan
berdasarkan hasil USG.
(4) Ketika terdapat perbedaan hasil USG trimester pertama dan
kedua, usia kehamilan ditentukan berdasarkan hasil USG yang
(5) Jika tidak ada USG, lakukan anamnesis yang baik untuk
menentukan hari pertama haid terakhir, waktu DJJ pertama
terdeteksi, dan waktu gerakan janin pertama kali dirasakan.
Faktor predisposisi
Riwayat kehamilan lewat waktu sebelumnya
Tatalaksana
a) Tatalaksana Umum
(1) Sedapat mungkin rujuk pasien kerumah sakit.
(2) Apabila memungkinkan, tawarkan pilihan membrane sweeping
antara usia kehamilan 38-41 minggu setelah berdiskusi mengenai
resiko dan keuntungannya.
(3) Tawarkan induksi persalinan mulai dari usia kehamilan 41
minggu.
(4) Pemeriksaan antenatal untuk mengawasi kehamilan usia 41 – 42 minggu sebaiknya meliputi non-stess test dan pemeriksaan
volume cairan amnion.
(5) Bila usia kehamilan telah mencapai 42 minggu, lahirkan bayi.
b) Tatalaksana Khusus : -
(Kemenkes RI. 2013; h.126-127)
INDUKSI PERSALINAN
a) Definisi
Induksi partus adalah suatu upaya agar persalinan mulai
berlangsung sebelm dan sesudah kehamilan cukup bulan dengan
Dalam ilmu kebidanan, ada kalanya suatu kehamilan terpaksa
diakhiri karena adanya suatu indikasi. Indikasi dapat datang dari
sudut kepentingan hidup ibu dan/ atau janin. Hasil induksi partus
bergantung pula pada keadaan serviks. Sebaiknya induksi partus
dilakukan pada serviks sudah atau mulai matang (ripe atau
favourable), yaitu kondisi serviks sudah lembek, dengan pendataran
sekurang-kurangnya 50% dan pembukaan serviks satu jari. (Mochtar.
R. 2012. h;40)
b) Nilai Pelvis
Sebelum melakukan induksi hendaknya lakukan terlebih dahulu
pemeriksaan dalam guna memberi kesan tentang keadaan serviks,
bagian terbawah janin dan panggul. Hasil pemeriksaan dicatat dan
disimpulkan dalam suatu tabel nilai pelvis (Mochtar. R. 2012. h;40)
Tabel 2.3 nilai pelvis
Skor 0 1 2 Nilai
(Mochtar. R. 2012; h.40)
Selanjutnya dapat kita ikuti ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
1. Apabila skor diatas 5, pertama-tama lakukanlah amniotomi. Jika 4 jam
2. Apabila skor dibawah 5, ketuban dibiarkan intak, berikan infus tetes
oksitosin. Setelah beberapa lama berjalan, nilai pelvis dievaluasi kembali :
Jika skor diatas 5, lakukan amniotomi
Jika skor dibawah 5, oksitosin tetes diulangi
Jika setelah 2-3 kali serviks belum juga matang, segera lakukan
amniotomi
c) INDIKASI (Mochtar. R. 2012. h;40)
(1) Penyakit hipertensi dalam kehamilan termasuk preeklamsi dan
eklamsi
(2) Postmaturitas
(3) Ketuban pecah dini
(4) Kematian janin dalam kandungan
(5) Diabetes mellitus, pada kehamilan 37 minggu
(6) Antagonisme Rhesus
(7) Penyakit ginjal berat
(8) Hidramnion yang besar (berat)
(9) Cacat bawaan seperti anensefalus
(10) Keadaan gawat janin atau gangguan pertumbuhan janin
(11) Primigravida tua
(12) Perdarahan antepartum
(13) Indikasi non medis, sosial, dan ekonomi dan sebagainya
d) KONTRAINDIKASI (Mochtar. R. 2012. h;41)
(1) Disproporsi sefalopelvik
(3) Hati-hati pada bekas operasi atau uterus yang cacat, seperti pada
bekas seksio sesarea, miomektomi yang luas dan ekstensif
e) CARA INDUKSI PARTUS (Mochtar. R. 2012. h;41)
Induksi partus dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu :
(1) Cara kimiawi
(2) Cara mekanis,
(3) Cara kombinasi mekanis dan kimiawi.
f) INDUKSI PERSALINAN DENGAN KATETER FOLEY
(Saiffudin. A.B. 2010. h;P-15)
Kateter Folley merupakan alternatif lain di samping pemberian
prostaglandin untuk mematangkan serviks dan induksi persalinan.
Jangan lakukan kateter volley jika ada riwayat pendarahan, ketuban
pecah, pertumbuhan janin terlambat, atau infeksi vaginal
(1) Kaji ulang indikasi
(2) Pasang spekulum DTT di vagina
(3) Masukkan kateter volley pelan-pelan melalui serviks dengan
menggunakan forseps DTT. Pastikan ujung kateter telah melewati
ostium uteri internum.
(4) Gembungkan balon kateter dengan memasukkan 10 ml air
(5) Gulung sisa kateter dan letakkan divagina
(6) Diamkan kateter dalam vagina sampai timbul kontraksi uterus atau
sampai 12 jam
(7) Kempiskan balon kateter sebelum mengeluarkan kateter,
2. Kala II
a) Persalinan Lama ( Saifuddin. 2010. h; M- 47)
Yaitu:
(1) Fase laten lebih dari 8 jam.
(2) Persalinan telah berlangsung 12 jam atau lebih tanpa kelahiran bayi
(persalinan lama)
(3) Dilatasi serviks di kanan garis waspada pada patograf
b) Malpresentasi dan Malposisi
Malposisi merupakan posisi abnormal dari verteks kepala janin (dengan
ubun-ubun kecil sebagai penanda) terhadap panggul ibu. Malpresentasi
adalah semua presentasi lain dari janin selain presentasi verteks. (
Saifuddin. 2010. h; M- 57)
c) Distosia Bahu
Distosia bahu yaitu kepala janin telah dilahirkan tetapi bahu tersangkut
dan tidak dapat dilahirkan. ( Saifuddin. 2010. h; M- 69)
3. Kala III
a) Retensio plasenta
Retensio plasenta adalah kelahiran plasenta yang tertahan atau belum
lahir hingga atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir. (sondakh.
2013; h. 45)
4. Kala IV
a) Perdarahan Pascapersalinan
(1) Definisi :
Perdarahan pascapersalinan adalah perdarahan pervaginam yang
(2) Macam-macam (Saifuddin. 2010; h.M-26)
(a) Perdarahan Pascapersalinan Primer adalah perdarahan setelah
bayi lahir dan dalam 24 jam pertama persalinan
(b) Perdarahan Pascapersalinan Sekunder adalah perdarahan
setelah 24 jam pertama persalinan
(3) Diagnosis (Saifuddin. 2010; h.M-27)
(a) Antonia uteri:
(i) uterus tidak berkontraksi dan lembek
(ii) perdarahan segera setelah anak lahir (perdarahan pasca
persalinan primer)
(b) Robekan jalan lahir :
(i) perdarahan segara
(ii) darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir
(iii) uterus kontraksi baik
(iv) plasenta lengkap
(c) Tertinggalnya sebagian plasenta :
(i) Plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah)
tidak lengkap
(ii) perdarahan segera
(d) Inversio uteri
(i)uterus tidak teraba
(ii)lumen vagina terisi massa
(iii)tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir)
(iv)perdarahan segera
(e) Perdaarahan terlambat( Endometritis atau sisa plasenta)
(i)Sub-involusi uterus
(ii) Nyeri tekan perut bawah
(iii) Perdarahan > 24 jam setelah persalinan. Perdarahan
sekunder. Perdarahan bervariasi (ringan atau berat, terus
menerus atau tidak teratur) dan berbau (jika disertai infeksi)
III. BAYI BARU LAHIR (BBL)
A. Definisi Bayi Baru Lahir Normal
Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan 37
- 42 minggu dengan berat lahir antara 2500-4000 gram (Sondakh. 2013.
h;150)
Bayi lahir normal adalah bayi yang lahir cukup bulan, 38-42 minggu
dengan berat badan sekitar 2500 – 3000 gram dan panjang badan sekitar 50-55 cm. (Sondakh. 2013. h;150)
B. Ciri-Ciri Bayi Normal :
1. Berat badan lahir bayi 2500-4000 gram.
2. Panjang badan bayi 48-50 cm.
3. Lingkar dada bayi 32-34 cm.
4. Lingkar kepala bayi 33-35 cm.
5. Bunyi jantung dalam menit pertama ± 180 kali/menit, kemudian turun
sampai 140-120 kali/menit pada saat bayi berumur 30 menit.
6. Pernafasan cepat pada menit-menit pertama kira-kira 80 kali/menit
disertai pernafasan cuping hidung, retraksi suprasternal dan intercostal