• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.2.12. Masalah dalam Penilaian Kinerja

Menurut Gillies, (1996) dalam Nursalam, (2007), penilaian pelaksanaan kerja perawat sering ditemukan berbagai permasalahan, antara lain

1. Pengaruh Halo Effect

Pengaruh halo effect adalah tendesi untuk menilai pelaksanaan kerja bwahannya terlalu tinggi karena salah satu alasan. Misalnya, pegawai yang dekat dengan penilai dan keluarga dekat akan mendapat nilai yang tinggi, dan sebaliknya pegawai yang sering menyatakan pendapat yang tidak sesuai dengan pendapat penilai akan mendapat nilai yang rendah.

2. Pengaruh Horn

Pengaruh horn adalah kecenderungan untuk menilai pegawai lebih rendah dari pelaksanaan kerja yang sebenarnya karena alasan-alasan tertentu. Seorang pegawai yang melaksanakan kerjanya di atas tingkat rata-rata sepanjang tahun sebelumnya, namun dalam beberapa hari pelaksanaan kerja tahun tersebut, telah melakukan kesalahan terhadap perawatan pasien atau supervise pegawai, ia cenderung menerima penilaian lebih rendah dari pada penilaian sebenarnya. 2.3.13.Faktor-faktor Penilaian Kinerja

Menurut Moeheriono, (2009), faktor penilaian kinerja terbagi atas empat aspek, yakni sebagai berikut.

1. Hasil kerja, yaitu keberhasilan karyawan dalam pelaksanaan kerja (output) biasanya terukur, seberapa besar yang dihasilkan, berapa jumlahnya dan berapa besar kenaikannya.

2. Perilaku, yaitu aspek tindak tanduk karyawan dalam melaksanakan pekerjaan, pelayanan, kesopanan, sikap, dan perilakunya, baik terhadap sesama karyawan maupun kepada pelanggan.

3. Atribut dan kompetensi, yaitu kemahiran dan penguasaan karyawan sesuai tututan jabatan, pengetahuan, keterampilan dan keahliannya, seperti kepemimpinan, inisiatif dan komitmen.

4. Komparatif, yaitu membandingkan hasil kerja karyawan dengan karyawan lainnya yang selevel dengan yang bersangkutan, misalnya sesama sales beberapa besar omset penjualannya selama satu bulan.

Aspek terpenting dalam penilaian kinerja adalah faktor-faktor penilaian itu sendiri. Beberapa prinsip yang menjadi penilai, yaitu seperti berikut (Moeheriono, 2009).

1. Relevance, yaitu harus ada kesesuaian faktor penilaian dengan tujuan sistem penilai.

2. Acceptability, yaitu dapat diterima atau disepakati karyawan.

3. Reability, yaitu faktor penilaian harus dapat dipercaya dan diukur karyawan secara nyata.

4. Sensitivity, yaitu dapat membedakan kinerja yang baik atau yang buruk 5. Practicality, yaitu mudah dipahami dan dapat diterapkan secara praktis. 2.3.14.Penilaian Kinerja

Menurut Rivai (2005), penilaian kinerja dapat dinilai berdasarkan orientasi masa, yaitu;

1. Penilaian Kinerja Berorientasi Masa Lalu

Metode penilai kinerja berorientasi masa lalu (past oriented evoluation methods) dilakukan berdasarkan kinerja masa lalu . keuntungan dari metode ini adalah dapat dijadikan umpan balik (feed back) yang dapat mengarahkan usaha untuk peningkatan kinerja.

a. Skala Peringkat (Rating Scale)

Meskipun metode ini sering dianggap sebagai metode yang subjektif, namun metode ini paling banyak dugunakan dalam menilai/mengevaluasi kinerja karyawan. Metode ini merupakan metode yang paling tua yang digunakan

dalam penilaian yang berhubungan dengan hasil kerja karyawan dalam skala-skala tertentu, mulai dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi. b. Daftar Pertanyaan (Checklist)

Penilaian berdasarkan metode ini biasanya menggunakan sejumlah pertanyaan dengan menggunakan kalimat: berilah jawaban pertanyan berikut cara memberi tanda (√) pada kolom yang tersedia. Metode ini menggunakan formulir isian yang menjelaskan beraneka macam tingkat perilaku bagi suatu pekerjaan tertentu. Pemilihan hanya perlu memilih kata atau pernyataan yang menggambarkan karakteristik dan hasil serja karyawan.

c. Metode dengan Pilihan Terarah (Forced Choice Methode)

Metode ini dirancang untuk meningkatkan objektivetas dan mengurangi subjektivitas dalam penilaian. Salah satu sasaran dasar pendekatan pilihan ini adalah untuk mengurangi dan menyingkirkan kemungkinan berat sebelah penilaian dengan memaksakan suatu pilihan antara pertanyaan-pertanyaan desktiptif yang kelihatannya mempunyai nilai yang sama.

d. Metode Peristiwa Kritis (Critical Incident Method)

Metode ini merupakan pemilihan yangberdasarkan pada catatan yang dibuat penilai atas perilaku karyawan yang sangat kritis, seperti sangat baik atau sangat jelek di dalam melaksanakan pekerjaan. Pernyataan - pernyataan di atas disebut sebagai insiden kritis dan biasanya dicatat oleh atasan selama masa penilaian untuk setiap karyawan yang amat berguna dalam memberikan umpan balik karyawan yang bersangkutan.

e. Metode Catatan Prestasi

Metode ini berkaitan erat dengan metode peristiwa kritis, yaitu catatan penyempurnaan, yang banyak digunakan terutama oleh para profesional, misalnya penampilan, kemampuan berbicara, peran kepemimpinan, dan aktivitas lain yang berhubungan dengan pekerjaan.

f. Skala Peringkat Dikaitkan dengan Tingkah Laku (Behaviorally Anchored Rating Scale = BARS)

Metode ini merupakan suatu cara penilaian prestasi kerja karyawan untuk satu kurun waktu tertentu di masa lalu dengan mengaitkan skala peringkat prestasi kerja dengan perilaku tertentu. Salah satu kelebihan metode ini ialah pengurangan subjektivitas dalam penilaian. Deskripsi prestasi,yang baik maupun yang kurang memuaskan ,dibuat oleh pekerja sendiri, rekan kerja dan atasan langsung masing-masing.

g. Metode Peninjauan Lapangan (Field Review Methode)

Di sini penilai turun kelapangan bersama-sama dengan ahli dari SDM. Spesialis SDM mendapat informasi dari atasan langsung perihal prestasi karyawannya, lalu mengevaluasi berdasarkan informasi tersebut. Hasil penilaian dikirim ke penyelia dan dibawa ke lapangan untuk keperluan yang dinilai.

h. Tes dan Observasi Prestasi Kerja (Performance Test and Observation)

Karena berbagai pertimbangan dan keterbatasan, penilaian prestasi dapat didasarkan pada tes pengetahan dan keterampilan,berupa tes tertulis dan

peragaan, syarat tes harus valid (sahih) dan reliabel (dapat dipercaya ). Untuk jenis-jenis pekerjaan tertentu, penilaian dapat berupa tes dan observasi. Artinya, karyawan dinilai, diuji kemampuannya, baik melalui ujian tertulis yang menyangkut berbagai hal seperti tingkat pengetahuan tentang prosedur dan mekanisme kerja yang telah ditetapkan dan harus di taati atau melalui ujian praktik yang langsung dinikmati oleh penilai.

i. Pendekatan Evaluasi Komparatif (Comparative Evaluation Approach)

Metode ini mengutamakan perbandingan prestasi kerja seseorang dengan karyawan lain yang menyelenggarakan kegiatan sejenis. Perbandingan demikian dipandang bermanfaat untuk manajemen sumber daya manusia dengan lebih rasional dan efektif, khususnya dalam hal kenaikan gaji, promosi, dan dan pemberian berbagai bentuk imbalan kepada karyawan.

2. Penilaian Kinerja Berorientasi Masa Akan Datang

Metode penilaian kinerja berorientasi kemasa depan terfokus pada kinerja masa mendatang dengan mengevaluasi potensi karyawan atau menetapkan karyawan atau menetapkan sasaran kinerja di masa mendatang secara bersama – sama antara pimpinan dengan karyawan.

a. Self Appraisal

Metode ini melibatkan karyawan dalam proses penilain tentang kinerja masing - masing. Metode ini dapat mendorong karyawan untuk memikirkan masalah - masalah pekerjaan dan kinerja sehingga dapat memberikan umpan balik yang positif terhadap peningkatan di masa yang akan datang. Namun,

untuk menghasilkan laporan penilaian yang dapat dijadikan sebagai catatan permanen sulit dilaksanakan.

b. Manajemen Berdasarkan Sasaran (Management By Objective)

Management By Objective (MBO) berarti manajemen berdasarkan sasaran, merupakan satu bentuk penilaian dimana karyawan dan penyelia bersama-sama menetapkan tujuan-tujuan atau sarana-sarana pelaksanaan kerja karyawan secara individu di waktu yang akan datang. Pada akhir periode tertentu, karyawan dievaluasi tentang seberapa baik mencapai sasaran tertentu yang telah ditetapkan dan faktor - faktor penting apa saja yang dialami dalam penyelesaian pekerjaan mereka. MBO adalah proses mengkonversi tujuan - tujuan perusahaan kedalam sasaran - sasaran individual.

c. Implikasi Penilaian Kinerja Indivividu dengan Pendekatan MBO

MBO sebagai suatu filososi dalam manajemen pertama kali digunakan oleh peter drucker pada tahun1945 untuk menilai kinerja karyawan berdasarkan keberhasilan mereka dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan melaluai konsultasi dengan atasan mereka. Oleh karena itu, sistem penilaian kinerja yang baik menghendaki tidak hanya sekedar cara yang baik. Keberhasilan dari penilaian kinerja tergantung pada pendekatan yang konsisten untuk mendapatkan perbandingan hasil, ukuran dan standar yang jelas, selain penilaian harus bebas dengan menggunakan banyak penilaian.

d. Penilaian dengan Psikolog

Penilaian ini lazimnya dengan teknik terdiri atas wawancara, tes psikolog, diskusi - diskusi dengan penyelia – penyelia. Psikolog tersebut membuat satu tes kecerdasan intelektual, tes kecerdasan emosional, diskusi – diskusi, tes kecerdasan spiritual dan tes kerpibadian, yang dilakukan melalui wawancara atau tes tertulis terutama untuk menilai kompetensi karyawan di masa mendatang. akurasi penilaiannya tergantung keterampilan psikolog dan penggunaan metode ini memakan waktu yang lama dan mahal sehingga biasanya hanya digunakan bagi kepentingan - kepentingan tingkat eksekutif saja.

e. Pusat Penilaian (Assessment Center)

Assessment centre atau pusat penilaian sebagai metode lain dari evaluasi potensi mendatang, tapi pusat – pusat penilaian ini tidak bertumpu kepada ketetapan psikolog. Penilaian ini sebagai suatu bentuk penilaian pekerjaan terstandar yang bertumpu pada beragam tipe evaluasi dan beragam penilai. Pusat – pusat penilaian sebagai bentuk standar pekerja yang bertumpu pada tipe – tipe evaluasi ganda dan nilai – nilai ganda.