• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

B. Kesenjangan Sosial

4.1.4 Masalah Kesehatan

Pelayanan kesehatan merupakan hak yang paling dasar bagi masyarakat yang harus dipenuhi pemerintahan dalam pembangunan kemakmuran rakyat. Hal

tersebut dapat dipandang sebagai suatu investasi untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia dan mendukung pembangunan ekonomi, serta memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan.

Pelayanan di bidang kesehatan merupakan salah satu bentuk pelayanan yang paling banyak dibutuhkan oleh masyarakat. Kristiadi ( 1994:23) menyatakan bahwa tugas pemerintah yang paling dominan adalah menyediakan barang-barang publik (publik utility) dan memberikan pelayanan ( publik service) misalnya dalam bidang pendidikan, kesejahteraan sosial, kesehatan, perkembangan perlindungan tenaga kerja, pertanian, keamanan dan sebagainya.

Upaya peningkatan pelayanan kesehatan terus dilakukan oleh pemerintah. Adapun upayanya antara lain: (1) pelayanan kesehatan penduduk miskin di puskeesmas dan jaringannya, serta rawat inap kelas III di rumah sakit melalui pemberian kartu asuransi kesehatan bagi masyarakat miskin (Askeskin); (2) peningkatan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan dasar terutama di daerah perbatasan, terpencil, tertinggal, dan kepulauan; (3) pelatihan teknis bidan dan tenaga kesehatan untuk menunjang percepatan Millenium Developement Goals (MDGs) (Setiadi dan Kolip, 2011:825).

Permasalahan utama pelayanan kesehatan saat ini antara lain adalah masih tingginya disparitas status kesehatan antar tingkat ekonomi, antar kawasan, dan antar perkotaan dengan pedesaan. Di sisi lain, kualitas, pemerataan, dan keterjangkauan pelayanan kesehatan juga masih rendah. Rendahnya status kesehatan penduduk miskin berkaitan erat dengan terbatasnya akses terhadap pelayanan kesehatan, baik karena kendala geografis maupun kendala biaya.

Kutipan dialog dalam novel tersebut dapat memberikan petunjuk untuk kita tentang keadaan pelayanan di Indonesia:

“Mas, ndak di bawa ke rumah sakit?” tanya Mandor Komar

kepada Bapakku.

Bapak tergeragap seperti orang linglung yang tiba-tiba

dikejutkan. “Numpak opo?” “Pakai sepeda saya saja”

“panggil dokar saja...” usul seseorang dari kamar. (Sepatu Dahlan:77)

Ketiadaan alat komunikasi dan kendaraan yang masih terdapat sepeda dan dokar, merupakan gambaran bahwa keadaan desa tersebut belum berkembang, dalam bentuk pelayanan apapun. Termasuk dalam bentuk perjalanan jauh. Untuk sampai ke rumah sakit, ibu Dahlan yang sedang sakit-sakitan harusnya di bawa langsung dengan mobil ambulan. Namun, pada saat itu hanya ada sepeda dan dokar. Sungguh keadaan yang tidak layak dalam pelayanan kesehatan, karena harus berhubungan dengan nyawa seseorang. Rumah sakit yang jauh untuk dijangkau dalam berjalan kaki, cukup membuat Iskan – ayah Dahlan sempat panik memikirkan usaha apa yang bisa dilakukan agar istrinya cepat sampai di rumah sakit dan segera di periksa.

Adapun keterbatasan ekonomi juga merupakan bagian dari masalah pelayanan kesehatan. Data SESUNAS 2004 menunjukkan bahwa kendala biaya menjadi permasalahan yang cukup serius, terutama bagi penduduk miskin, karen selama ini sebagian besar pembiayaan kesehatan bersumber dari penghasilan penduduk sendiri. artinya, penduduk harus menanggung biaya yang besar demi mendapatkan pelayanan kesehatan.

Begitulah kiranya yang terjadi dalam novel Sepatu Dahlan, seperti yang terjadi pada gambaran dialog berikut ini:

“Lan, celengan bersama di bongkar saja, ya?”

Aku menatap Komariyah seolah tidak percaya dengan pendengaranku. Selama ini, dialah yang paling gigih agar kami tidak mengusik celengan itu. Tanpa angin, tanpa hujan, tiba-tiba dia minta agar celengan bersama itu di bongkar.

“Buat apa?”

“Bu Sulastri harus di rawat di rumah sakit.” (Sepatu

Dahlan:323)

Kemiskinan yang melanda warga Kampung Dalem tidak hanya menjadi derita bagi keluarga Dahlan saja, namun juga bagi sebagian besar keluarga yang ada di desa itu. Seperti halnya yang terjadi pada keadaan Kadir. Memar di tubuh ibunya yang semakin memburuk mengharuskan ibunya untuk segera di bawa ke rumah sakit yang tentunya membutuhkan biaya yang terbilang cukup banyak. Namun karena kepedulian sosial yang ada pada warga Kampung Dalem membuat mereka rela mengumpulkan dana bersama-sama untuk kesembuhan ibu Kadir. Dan itu pula yang dilakukan sahabat-sahabat Kadir yang begitu perduli terhadap kesembuhan ibunya. Tabungan yang telah mereka kumpulkan bertahun-tahun akhirnya harus digunakan untuk kesembuhan ibu Kadir. Meski semula tabungan itu bertujuan untuk membeli alat musik sebagai dunia hiburan bagi mereka. Dalam pemakaian uang tabungan mereka itu pun didasari atas kepetusan bersama, wujud dari keperdulian mereka terdapat sahabat mereka sendiri.

Keterbatasan pelayanan kesehatan mau tak mau, suka tak suka, harus membuat rakyat miskin mencari cara apapun untuk tetap bertahan hidup. Meski

dengan perawatan yang seadanya, cukup bagi kalangan kelas bawah untuk mengobati penyakit mereka sendiri.

Hal itu dipertegas dalam kutipan tersebut:

“Butuh beberapa saat lamanya bagi Nanang untung menjerang

air, seperti aku yang butuh waktu agak lama untuk menenangkan hati. Ketika Nanang datang dengan cerek berisi air panas yang sudah di campuri air kolam, kami saling berpandangan karena tak ada kain untuk mengompres Zain. Dengan sigap, Kadir meloloskan sarung yang melilit di pinggangnya, dengan tenang dia mendekati Zain, merendam bagian ujung kain sarung yang sudah di pilin sedemikian rupa, dan meletakkannya di kening

Zain untuj beberapa lama” (Sepatu Dahlan:192)

Penggalan naskah tersebut memberikan gambaran jelas kepada kita tentang keterbatasan bagi masyarakat miskin. Kelangkaan pelayanan kesehatan merupakan kenyataan pahit bagi warga Kampung Dalem dalam menghadapi keadaan sewaktu-waktu bila penyakit tidak bisa di toleransi lagi. Dengan berusaha untuk tetap tenang, Dahlan dan teman-temannya harus saling membantu untuk menyembuhkan Zain – adik Dahlan – yang terlihat menggigil, membuat semua orang yang ada di langgar, tempat mereka biasa berkumpul sigap seakan mengerti tugas mereka masing-masing. Dengan perawatan kompres dari “keadaan alam” sebagai alat penyembuhan akhirnya mampu membuat ketakutan yang dirasakan Dahlan dan juga teman yang lainnya sedikit berkurang. Karena terasa mustahil bagi rakyat kecil dan miskin seperti mereka untuk menjangkau pengobatan rumah sakit yang selalu berurusan dengan uang pada saat itu.

Dokumen terkait