• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA

H. Maserasi

al., (2010) dan Gayatri et al., (2011). Alasan pemilihan metode maserasi karena

pengerjaan, biaya yang dikeluarkan terjangkau, alat yang digunakan sederhana. Selain itu, maserasi juga lebih bagus untuk senyawa yang tidak tahan panas bila dibandingkan dengan dengan sokletasi karena proses ekstraksi maserasi tidak melibatkan panas (Istiqomah, 2013).

Pada penelitian ini digunakan karbon tetraklorida sebagai agen perusak hati (hepatotoksin). CCl4 merupakan senyawa model yang dapat mengakibatkan perlemakan (steatotis) dan nekrosis pada hepar (Timbrell, 2009). Di dalam tubuh CCl4 akan diubah menjadi radikal bebas CCl3 oleh enzim mikrosomal yang terdapat di hati (sitokrom P450) sehingga memicu terjadinya peroksidasi lipid (Adewole et al., 2007). Terjadinya peroksidasi lipid yang merusak sel dapat menyebabkan hepatotoksisitas dan gagal hati kongestif (Khan, Khan and Sahreen, 2012).

Berdasarkan pemaparan diatas, perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh efek hepatoprotektif pemberian ekstrak etanol 90% daun jarong (Stachytarpheta indica (L.) Vahl.) terhadap kadar AST-ALT pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida. Pada penelitian ini pemberian ekstrak diberikan dalam jangka waktu enam jam mengacu pada penelitian yang dilakukan Balrianan, (2015). Penelitian ini adalah penelitian payung (dalam tim) sehingga pelarut yang digunakan adalah etanol 90%.

1. Perumusan masalah

a. Apakah pemberian ekstrak etanol 90% daun jarong mempunyai efek hepatoprotektif dengan menurunkan kadar AST-ALT pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida?

b. Berapakah dosis efektif pemberian ekstrak etanol 90% daun jarong yang memberikan efek hepaprotektif pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida?

c. Apakah ada kekerabatan antara dosis pemberian ekstrak etanol 90% daun jarong dengan kadar ALT-AST pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida?

2. Keaslian Penelitian

Penelitian menggunakan tanaman Stachytarpheta indica Vahl. pernah dilakukan oleh :

a. Joshi et al. (2010) yang melakukan penelitian tentang skrining ekstrak etanol 96% daun Stacytarpheta indica Vahl. Metode ekstraksi yang digunakan adalah sokletasi dengan menggunakan beberapa pelarut berdasarkan peningkatan polaritas.Uji efek hepatoprotektif ini dilakukan dengan menggunakan kontrol positif liv 52 (obat herbal dari the

Himalaya Drug Company) dengan penginduksi karbon tetraklorida

dalam jangka waktu penelitian 10 hari.

b. Gayatri et al. (2011) melakukan penelitian tentang aktivitas hepatoprotektif ekstrak etanol 96% herba Stachytarpheta indica Vahl. Metode yang digunakan adalah sokletasi. Uji aktivitas hepatoprotektif dilakukan dalam jangka waktu tujuh hari.

c. Sahoo et al. (2014) yang melaporkan mengenai aktivitas antioksidan dari ekstrak metanol Stacytarpheta indica Vahl. dengan menggunakan metode DPPH.

Berdasarkan jurnal penelitian diatas maka penelitian efek hepatoprotektif ekstrak etanol 90% daun Stachytarpheta indica Vahl. dengan metode ekstraksi maserasi belum pernah dilakukan.

1. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoretis. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi terkait ilmu pengetahuan khususnya bidang kefarmasian mengenai pengaruh ekstrak etanol 90% daun jarong sebagai hepaprotektor.

b. Manfaat praktis. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi terkait dosis efektif ekstrak etanol 90% daun jarong bagi masyarakat khususnya sebagai hepatoprotektif.

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Untuk mengetahui efek hepatoprotektif pemberian ekstrak etanol 90% daun jarong terhadap kadar ALT dan AST pada tikus jantan galur Wistar yang terinduksi karbon tetraklorida.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui efek hepatoprotektif ekstrak etanol 90% daun jarong terhadap penurunan kadar ALT-AST pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.

b. Mengetahui dosis efektif ekstrak etanol 90% daun jarong terhadap kadar ALT-AST yang dapat memberikan efek hepatoprotektif pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.

c. Mengetahui ada tidaknya kekerabatan antara dosis pemberian ekstrak etanol 90% daun jarong. dengan kadar ALT-AST pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.

7

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Jarong (Stachytarpheta indica (L.)Vahl.)

Tumbuhan jarong berasal dari bagian benua Amerika yang beriklim panas dan dapat ditemukan di Indo-Cina, Semenanjung Malaka, dan Indonesia (Dharma, 1996). Jarong merupakan jenis tumbuhan liar yang berbunga sepanjang tahun dan dapat tumbuh di tempat-tempat teduh dengan ketinggian 1300 meter di atas permukaan laut (Maradjo, 1985). Foto jarong dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Tanaman Jarong (Dokumentasi pribadi, 2015)

Jarong mengandung senyawa kimia berupa terpenoid, glikosida, dan flavonoid (Chowdhury, 2003). Secara tradisional tumbuhan ini dapat digunakan untuk mengobati penyakit kencing nanah, berak darah, amandel,

disentri, ambeien, haid tidak teratur, nifas, luka memar, bisul (Soedibyo, 1998), rematik hepatitis A (Dalimartha, 2001), pembersih darah, anti radang, dan diuretika (Dalimartha, 2000).

1. Taksonomi

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta Super Divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Sub Kelas : Asteridae

Ordo : Lamiales

Famili : Verbenaceae Genus : Stachytarpheta

Spesies : Stachytarpheta indica Vahl. Sinonim Nama ilmiah :

Spesies : Stachytarpheta indica (L.)Vahl.

(Plantamor, 2012).

2. Nama asing

Gajihan (Malaysia), ratstail (Filipina), yu long bian (China) (Plantamor,

2012).

3. Nama daerah

Jarong memiliki nama yang berbeda untuk daerah yang berbeda. Beberapa diantaranya, yaitu remek getih, ngadi rengga (Jawa), jarongan, jarong

lelaki (Jakarta), jarong lelaki, pecut kuda (Sunda), rum jarum, roem jharum (Madura), selasih hutan (Sumatera) (Dharma, 1996; Soedibyo, 1998).

4. Morfologi

Stachytarpheta indica Vahl. merupakan rumput-rumputan yang tegak,

tinggi 0,3-0,9 m dengan daun berhadap-hadapan, bertangkai sangat panjang, berbentuk elips memanjang atau bulat telur, dengan kaki yang menyempit demi sedikit, di atas bagian kaki yang bertepi rata berigigi beringgit, berambut jarang atau tidak yang ukurannya 4-9 cm dan 2,5-5 cm. Bulir bertangkai, dengan ukuran 15-30 cm. Daun pelindung menempel kuat pada kelopak, bertepi lebar serupa selaput. Kelopak bergigi empat, panjang 0,5 cm. Tabung dasar bunga berbentuk bantal. Buah berbentuk garis baji, panjang 0,5 cm, pecah dalam 2 kendaga. Terutama di daerah dengan musim kemarau yang tegas, di tempat yang cerah atau sedikit, 1-1,250 m (Flora, 1992).

B. Anatomi dan Fisiologi Hati

Hati merupakan organ terbesar dan secara metabolisme paling kompleks di dalam tubuh. Dengan bobot sekitar 2 kg. Hati mempunyai tugas yang penting yang rumit deni kelangsungan seluruh fungsi kesehatan tubuh. Organ hati terletak dalam rongga abdomen dibawah diafragma. Unsur struktural utama hati adalah sel-sel hati atau hepatosit. Sel-sel ini berkelompok dalam lempeng-lempeng yang saling berhubungan sedemikian rupa, membentuk bangunan yang disebut lobules hati (Junqueira et al., 1998). Anatomi hati dapt dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Anatomi Hati (Baradero et al..,2008)

Hati mempunyai fungsi utama sebagai pusat metabolisme tubuh. Beberapa kadar hati dalam regulasi metabolisme adalah sebagai berikut:

a. Metabolisme karbohidrat. Kadar gula darah dapat distabilkan oleh hati. Hepatosit dapat memecah glikogen dan mengeluarkan glukosa ke aliran darah serta mensintesis glukosa dari asam amino yang tersedia, jika kadar gula darah menurun. Sintesis glukosa dari komponen lain disebut juga glukoneogenesis. Saat tubuh kekurangan gula darah, cadangan glikogen yang disimpan dalam hati akan diubah menjadi glukosa baru dengan memecah gilkogen (Martini, 2004).

b. Metabolisme lipid. Apabila kadar trigliserida, asam lemak, dan kolestrol menurun, hati aka memecah cadangan lipid dan akan dikeluarkan ke alira darah. Trigliserida yang ada dalam tubuh nantinya akan menjadi asam lemak untuk cadangan energi (Martini, 2004).

c. Metabolisme asam amino. Hepar dapat menurunkan peningkatan jumLah asam amino dalam sirkulasi darah. Kegunaan asam amino untuk

mensintesis protein dan dapat diubah menjadi glukosa atau lipid untuk cadangan energi (Martini, 2004).

d. Detoksifikasi. Hepar berperan dalam menghilangkan zat-zat endogen dan eksogen yang dapat merugikan tubuh. Kerusakan pada hepar menandakan efek toksik dari zat-zat tersebut tidak dapat didetoksifikasi (Baradero et al.., 2008).

e. Penyimpanan mineral. Hati dapat mengubah cadangan besi menjadi ferritin dan protein ion kompleksnya dapat disimpan (Martini, 2004).

f. Penyimpanan vitamin. Vitamin A, D, E, dan K yang dapat larut dalam lemak dapat diabsorbsi dari darah dan disimpan di dalam hepar (Martini, 2004).

g. Inaktivasi obat. Hepar dapat menghilangkan dan memecah sirkulasi obat tanpa menurunkan durasi dari efeknya (Martini, 2004). Hati secara keseluruhan tertutup oleh dinding thorax. Hati mempunyai dua facies (permukaan), yaitu facies diaphragmatica dan facies visceralis. Facies

diaphragmatica memiliki dua bagian, yaitu anterior dan posterior, yang terletak di

sisi atas dengan bentuk yang menyesuaikan lengkung diafragma dan memiliki tekstur permukaan halus. Facies visceralis menghadap ke bawah dan ke belakang dengan garis horizontal yang membentang yang dinamakan porta hepatis (Wibowo dan Paryana, 2009).

C. Anatomi Hati Tikus

Tikus memiliki hati yang terdiri dari empat lobus utama yang saling berhubungan di sebelah belakang. Lobus tengah dibagi menjadi kanan dan kiri oleh bifurcatio yang dalam. Lobus sebelah kiri tidak terbagi sedangkan lobus sebelah kanan terbagi secara horizontal menjadi bagian anterior dan posterior. Lobus belakang terdiri dari dua lobus berbentuk daun yang berada di sebelah dorsal dan ventral dari oesophagus sebuah kurvatura dari lambung. Lobus hati tikus dibagi menjadi tiga zona yang terdiri dari zona 1, zona 2, dan zona 3 yang sama dengan area periportal, midzona, dan centrilobular. Tikus tidak mempunyai kantung empedu. Struktur dan komponen hati tikus mirip dengan struktur hati manusia (Hebel, 1989).

D. Jenis Kerusakan Hati

Ada beberapa jenis kerusakan hati yang dapat terjadi sebagai akibat dari efek toksik yang dihasilkan oleh toksikan, antara lain :

1. Steatosis

Steatosis merupakan suatu keadaan di mana hati mengandung lipid dengan berat lebih dari 5%. Lesi yang terbentuk biasanya dapat bersifat akut, seperti yang ditimbulkan oleh etionin, fosfor, atau tetrasiklin (Lu, 1995).

2. Nekrosis

Nekrosis merupakan suatu keadaan hati yang ditandai dengan kematian dari hepatosit yang termasuk dalam kerusakan akut. Karbon tetraklorida adalah salah satu toksikan yang sering menyebabkan nekrosis pada hati (Lu, 1995).

3. Kolestasis

Kolestasis adalah salah satu jenis kerusakan hati yang bersifat akut dan jarang ditemukan (Lu, 1995). Kolestasis ditandai dengan adanya penekanan atau penghentian aliran empedu yang disebabkan oleh faktor dalam atau pun luar hati (Hodgson, 2010).

4. Sirosis

Sirosis merupakan hepatotoksisitas yang ditandai dengan adanya kolagen di seluruh hati yang mengakibatkan terbentuknya jaringan parut. Penyebab utama terjadinya sirosis hati adalah konsumsi kronis dari minuman beralkohol (Lu, 1995).

E. Hepatotoksin

Klasifikasi hepatotoksisitas secara primer didasarkan pada pola kejadian dan morfologi histopatologi. Hepatoksisitas intrinsik merupakan hepatotoksisitas yang umum terjadi, bergantung pada dosis, dan dapat dilihat pada manusia serta hewan uji. Hepatotoksisitas idiosinkratik ditunjukkan pada perubahan metabolisme yang ditemukan pada gen pemetabolisme (Hodgson, 2010). Pada hepatotoksik intrinsik bergantung pada dosis sublethal (Roth dan Ganey, 2010).

Hepatotoksisitas idiosinkratik dibagi menjadi dua yaitu alergi dan non alergi. Reaksi idiosinkratik alergi melibatkan partisipasi sistem imun adaptif, sedangkan reaksi idiosinkratik non alergi dibedakan berdasarkan ada tidaknya hipersensitivitas. Hepatotoksik idiosinkratik hanya dapat terjadi pada sebagian

kecil individu yang terpapar suatu obat, faktor lingkungan dan genetik sangat mempengaruhi (Kaplowitz, 2005).

F. Alanin Aminotransferase (ALT) dan Aspartat Aminotransferase (AST)

Dua uji yang sering dilakukan untuk mengetahui penyakit hati adalah melihat peningkatan kadar ALT dan AST. Ketika sel hati mati, maka ALT dan AST akan dilepaskan ke dalam aliran darah. Kadar ALT dan AST orang sehat adalah dibawah 30 (Montanarelli, 2007).

Enzim ALT dan AST merupakan enzim pada serum yang dapat menjadi indikator untuk kerusakan hati, perubahan fungsi hati atau adanya toksisitas pada hati (Edem dan Akpanabiatu, 2006). AST menjadi perantara reaksi antara asam aspartat dan asam alfaketoglutamat sedangkan ALT memindahkan satu gugus amino antara alanin dan asam ketoglutamat (Sacher dan McPherson, 2004). Enzim ALT lebih spesifik untuk organ hati karena proporsinya paling banyak berada pada organ ini dibanding organ tubuh lainnya (Edem dan Akpanabiatu, 2006). Hastuti (2008) menyebutkan bahwa rentang nilai ALT tikus berada pada kisara 29,8-77,0 U/L.

G. Karbon Tetraklorida

Karbon tetraklorida merupakan senyawa model yang dapat mengakibatkan perlemakan (steatotis) dan nekrosis pada hepar (Timbrell, 2009). Karbon tetraklorida (CCl4) merupakan senyawa kimia yang bersifat lebih ekstensif dalam merusak hepar jika dibandingkan senyawa kimia lainnya. CCl4

dikonversi menjadi radikal triklormetil (CCl3·) dan kemudian diubah menjadi radikal triklorometilperoksi (CC3O2·) yang bersifat lebih reaktif. Nekrosis yang terjadi karena CCl4 paling parah terjadi pada centrilobular sel hati yang banyak mengandung isozim CYP dalam konsentrasi tinggi yang bertanggung jawab mengaktifkan CCl4 (Hodgson, 2010). Biotransformasi dan oksidasi dari karbon tetraklorida dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 3. Biotransformasi dan oksidasi karbon tetraklorida (Duffus, 1996)

H. Maserasi

Maserasi merupakan metode ekstraksi sederhana dengan cara merendam simplisia dari tanaman dalam pelarut yang sesuai dalam wadah tertutup dengan suhu kamar. Pengadukan dalam maserasi dapat menggunakan shaker atau mixer untuk menjamin pencampuran yang homogen, selain itu dengan menggunakan alat tersebut dapat mempercepat terjadinya eksraksi. Ekstraksi berhenti ketika terjadi kesetimbangan konsentrasi metabolit (Sarker et al., 2006). Jika tidak

dinyatakan lain, maserasi menggunakan etanol 70% P. Semua hasil maserasi yaiut maserat diuapkan untuk mendapatkan ekstrak kental (Badan POM, 2009).

Dalam proses ekstraksi, terjadi peristiwa difusi pelarut ke dalam sel bahan. Pelarut yang masuk ke dalam sel bahan tersebut akan melarutkan senyawa bila kelarutan senyawa yang diekstrak sama dengan pelarut. Dengan cara tersebut akan tercapai kesetimbangan antara zat terlarut dan pelarut. Pengeluaran bahan aktif dari serbuk bahan tergantung kepada laju difusi subtansi dari serbuk bahan ke dalam pelarut, waktu kontak dan laju pelarut menembus serbuk bahan (Bombardelli, 1991).

I. Landasan Teori

Organ hati merupakan organ sekaligus kelenjar terbesar didalam tubuh yang memproduksi empedu dan juga mengeluarkan hasil produksi dari makanan yang sudah dicerna (Wibowo dan Paryana, 2009). Tikus memiliki hati yang terdiri dari empat lobus utama yang saling berhubungan di sebelah belakang. Tikus tidak mempunyai kantung empedu. Struktur dan komponen hati tikus mirip dengan manusia (Hebel, 1989).

Beberapa kerusakan hati akibat efek toksik yaitu steatosis, nekrosis, kolestasis, dan Sirosis (Lu, 1995). Klasifikasi hepatotoksisitas secara primer didasarkan pada pola kejadian dan morfologi histopatologi. Hepatoksisitas intrinsik merupakan hepatotoksisitas yang umum terjadi, bergantung pada dosis, dan dapat dilihat pada manusia serta hewan uji. Hepatotoksisitas idiosinkratik ditunjukkan pada perubahan metabolisme yang ditemukan pada gen

pemetabolisme (Hodgson, 2010). Hepatotoksik idiosinkratik hanya dapat terjadi pada sebagian kecil individu yang terpapar suatu obat, faktor lingkungan dan genetik sangat mempengaruhi (Kaplowitz, 2005).

Pada peneltian ini digunakan senyawa model CCl4. Senyawa model CCl4 merupakan Salah satu senyawa hepatotoksin (Sentra Informasi Keracunan Nasional, 2010). Karbon tetraklorida (CCl4) merupakan senyawa kimia yang bersifat lebih ekstensif dalam merusak hepar jika dibandingkan senyawa kimia lainnya. CCl4 dikonversi menjadi radikal triklormetil (CCl3·) dan kemudian diubah menjadi radikal triklorometilperoksi (CC3O2·) yang bersifat lebih reaktif (Hodgson, 2010). Untuk mengetahui terjadinya penyakit hati adalah melihat peningkatan kadar ALT dan AST. Ketika sel hati mati, maka ALT dan AST akan dilepaskan ke dalam aliran darah (Montanarelli, 2007).

Metode ekstraksi yang digunakan pada penelitian ini adalah maserasi. Maserasi merupakan metode ekstraksi sederhana dengan cara merendam simplisia yang berasal dari tanaman dengan pelarut yang sesuai. Metode ini bagus untuk senyawa yang tidak tahan suhu tinggi (Sarker et al., 2006).

Oleh karena itu diperlukan suatu senyawa untuk melindungi hati dari senyawa yang toksik. Salah satu senyawa yang dapat digunakan adalah senyawa flavonoid. Senyawa flavonoid hampir terdapat pada semua tanaman, salah satunya adalah tanaman jarong (Chowdhury, 2003). Jarong memiliki efek hepatoprotektif pada bagian daun (Joshi et al., 2010) dan herbanya (Gayatri et al., 2011) karena terdapat kandungan flavonoid didalamnya. Berdasarkan pemaparan diatas, perlu

dilakukan penelitian untuk mengetahui efek hepatoprotektif eksktrak etanol 90% daun jarong pada tikus terinduksi karbon tetraklorida.

Dalam dokumen PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI (Halaman 21-37)

Dokumen terkait