• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

C. Tinjauan Tentang Alat Pelindung Diri (APD)

3) Masker Bertabung

Masker bertabung mempunyai filter yang baik dari pada masker berhidung. Masker ini sangat tepat digunakan untuk melindungi pernapasan dari gas tertentu. Bermacam-macam tabung dapat dipasangkan dan bermacam-macam tabungnya tertulis untuk macam gas yang bagaimana masker tersebut digunakan.

h. Sepatu Pengaman

Sepatu pengaman harus dapat melindungi tenaga kerja terhadap kecelakaan - kecelakaan yang disebabkan oleh beban berat yang menimpa kaki, paku-paku atau benda tajam lain yang mungin terinjak, logam pijar, asam - asam dan sebagainya. Biasanya sepatu kulit yang

buatannya kuat dan baik cukup memberikan perlindungan, tetapi terhadap kemungkinan tertimpa benda - benda berat masih perlu sepatu dengan ujung tertutup baja dan lapisan baja di dalam solnya. Lapis baja di dalam sol perlu untuk melindungi tenaga kerja dari tusukan benda runcing dan tajam khususnya pada pekerjaan bangunan.

i. Sarung Tangan

Sarung tangan harus diberikan kepada tenaga kerja dengan pertimbangan akan bahaya - bahaya dan persyaratan yang diperlukan. Antara lain syaratnya adalah bebannya bergerak jari dan tangan. Macamnya tergantung pada jenis kecelakaan yang akan dicegah yaitu tusukan, sayatan, terkena benda panas, terkena bahan kimia, terkena aliran listrik, terkena radiasi dan sebagainya. Sarung tangan juga sangat membantu pada pengerjaan yang berkaitan dengan benda kerja yang panas, tajam ataupun benda kerja yang licin. Sarung tangan juga dipergunakan sebagai isolator untuk pengerjaan listrik. j. Topi Pengaman (helmet)

Topi pengaman (helmet) harus dipakai oleh tenaga kerja yang mungkin tertimpa pada kepala oleh benda jatuh atau melayang atau benda-benda lain yang bergerak. Topi demikian harus cukup keras dan kokoh, tetapi ringan. Bahkan plastik dengan lapisan kain terbukti sangat cocok untuk keperluan ini. Topi pengaman dengan bahan elastis seperti karet atau plastik pada umumnya dipakai oleh wanita. Rambut wanita yang memiliki risiko ditarik oleh mesin. Oleh karena itu, penutup kapala harus dipakai agar rambut tidak terbawa putaran mesin dengan cara rambut diikat dan ditutup oleh penutup kepala. k. Pelindung Telinga

Telinga harus dilindungi terhadap loncatan api percikan logam, pijar atau partikel - partikel yang melayang. Perlindungan terhadap kebisingan di lakukan dengan sumbat atau tutup telinga. Alat pelindung telinga merupakan salah satu bentuk alat pelindung diri

yang di gunakan untuk melindungi telinga dari paparan kebisingan, sering disebut sebagai personal hearing protection atau personal protective devices.

l. Pelindung Paru-Paru (Respirator)

Paru-paru harus dilindungi manakala udara tercemar atau ada kemungkinan kekurangan oksigen dalam udara. Pencemaran-pencemaran mungkin berbentuk gas, uap logam, kabut, debu dan lainnya. Kekurangan oksigen mungkin terjadi di tempat - tempat yang pengudaraannya buruk seperti tangki atau gudang bawah tanah. Pencemar - pencemar yang berbahaya mungkin beracun, korosit, atau menjadi sebab rangsangan. Pengaruh lainnya termasuk dalam bahaya kesehatan kerja.

m. Pakaian Pelindung

Pakaian kerja harus dianggap suatu alat perlindungan terhadap bahaya-bahaya kecelakaan. Pakaian tenaga kerja pria yang bekerja melayani mesin seharusnya berlengan pendek, pas (tidak longgar) pada dada atau punggung, tidak berdasi dan tidak ada lipatan-lipatan yang mungkin mendatangkan bahaya. Wanita sebaiknya memakai celana panjang, jala rambut, baju yang pas dan tidak memakai perhiasan - perhiasan. Pakaian kerja sintesis hanya baik terhadap bahan - bahan kimia korosif, tetapi justru berbahaya pada lingkungan kerja dengan bahanbahan dapat meledak oleh aliran listrik statis.

Menurut 3, alat proteksi diri beraneka ragam. Jika digolongkan menurut bagian tubuh yang dilindungi, maka jenis alat proteksi diri dapat dilihat pada daftar sebagai berikut :

1. Kepala : Pengikat rambut, penutup rambut, topi dari berbagai jenis yaitu topi pengaman (safety helmet), topi atau tudung kepala, tutup kepala.

2. Mata : kacamata pelindung (protective goggles) 3. Muka : Pelindung muka (face shields)

4. Tangan dan jari : Sarung tangan (sarung tangan dengan ibu jari terpisah, sarung tangan biasa (gloves) pelindung telapak tangan

(handpad), dan sarung tangan yang menutupi pergelangan tangan sampai lengan (sleeve).

5. Kaki : Sepatu pengaman (safety shoes).

6. Alat pernapasan : Respirator, masker, alat bantu pernafasan. 7. Telinga : Sumbat telinga, tutup telinga.

8. Tubuh : Pakaian kerja menurut keperluan yaitu pakaian kerja tahan panas, pakaian kerja tahan dingin, pakaian kerja lainnya.

9. Lainnya : Sabuk pengaman. D. Tinjauan Tentang Perilaku

10 menyebutkan bahwa perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar), pengertian itu dikenal dengan teori S-O-R (stimulus – organismerespon).

Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respons organisme atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar objek tersebut . Respon ini terbentuk dua macam, yakni :

1. Bentuk pasif adalah respons internal, yaitu yang terjadi di dalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain, misalnya berpikir, tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan, maka perilaku tersebut terselubung (covert behaviour).

2. Bentuk aktif, yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung, maka perilaku tersebut sudah tampak dalam bentuk tindakan nyata, maka disebut ‘over behaviour’.

a. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Perilaku

Teori 4 dalam menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku, konsep umum yang sering digunakan dalam berbagai kepentingan program dan beberapa penelitian yang dilakukan adalah teori yang dikemukakan olah Green (1980). Ia

menyatakan bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh tiga faktor, yaitu faktor predisposisi, faktor pendorong, dan faktor penguat 10.

Faktor predisposisi (predisposing factor). Faktor yang mempermudah terjadinya perilaku seseorang. Faktor ini termasuk pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, kebiasaan, nilai nilai, norma sosial, budaya, dan faktor sosio - demografi.

Faktor pendorong (enabling factors). Faktor yang memungkinkan terjadinya perilaku. Hal ini berupa lingkungan fisik, sarana kesehatan atau sumber – sumber khusus yang mendukung, dan keterjangkauan sumber dan fasilitas kesehatan.

Faktor penguat (reinforcing factors). Faktor yang memperkuat perilaku termasuk sikap dan perilaku petugas, kelompok referensi, dan tokoh masyarakat.

b. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penggunaan APD 1)Faktor Predisposisi (Predisposing Factor)

Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap halhal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut oleh masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi dan sebagainya 11

a) Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil ‘tahu’ dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour). Sedangkan

menurut Maulana (2009) sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga, berdasarkan pengalaman dan penelitian, diperoleh bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari pengetahuan. Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan yaitu :

1. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.

2. Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus.

3. Evaluation, yaitu menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya.

4. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru.

5. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus (Notoatmodjo, 2007).

b) Sikap

Menurut Notoatmodjo (2007) sikap merupakan reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sedangkan menurut Koentjaraningrat (1983) dalam Maulana (2009) sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan. Sikap merupakan kecenderungan yang berasal dari dalam diri individu untuk berkelakuan dengan pola - pola tertentu, terhadap suatu objek akibat pendirian dan perasaan terhadap objek tersebut.

bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan ‘pre-disposisi’ tindakan atau perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka tingkah laku yang terbuka. Lebih dapat dijelaskan lagi bahwa sikap merupakan reaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap obyek.

Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan yakni (Notoatmodjo, 2007) :

1. Menerima (Receiving)

2. Menerima, diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

3. Merespon (Responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan.

4. Menghargai (Valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mengindikasikan dengan orang lain terhadap suatu masalah.

5. Bertanggung Jawab (Responsible)

6. Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko.

Pengukuran sikap dilakukan dengan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan - pernyataan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden. c) Tindakan

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara lain adalah fasilitas. Di samping faktor fasilitas juga diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain, misalnya: orang tua,

saudara, suami, isteri, dan lain-lain, yang sangat penting untuk mendukung tindakan yang akan dilakukan. Tingkatan tindakan (practice) yaitu:

1. Persepsi (Perception). Mengenal dan memilih berbagai obyeksehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan tindakan tingkat pertama.

2. Respon terpimpin (Guide responce). Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator tindakan tingkat kedua.

3. Mekanisme (Mechanism). Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai tindakan tingkat ketiga.

4. Adaptasi (Adaptation). Adaptasi adalah suatu tindakan yang sudah berkembang dengan baik, artinya tindakan itu sudah dimodifikasi sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut (Notoatmodjo, 2003).

2.) Faktor Pemungkin (Enabling Factor)

Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan yang bergizi, dan sebagainya (Mulyanti, 2008). a). Ketersediaan Fasilitas

Dibutuhkan pedoman tertentu tentang penempatan fasilitas dan penangananya, disamping untuk memenuhi kebutuhan jabatan seseorang, asas keserasian juga tetap untuk meningkatkan efisiensi kerja pegawai (Johny, 2000).

Menurut Maulana (2009), faktor yang memungkinkan terjadinya perilaku berupa lingkungan fisik, sarana kesehatan atau sumber-sumber khusus yang mendukung, dan keterjangkauan

menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara fasilitas APD dengan penggunaan APD

b) Kenyamanan Fasilitas

Perasaan tidak nyaman (risih, panas, berat, terganggu) yang timbul pada saat menggunakan APD akan mengakibatkan keengganan tenaga kerja menggunakannya dan mereka memberi respon yang berbeda-beda. Pemakaian APD dapat menyebabkan ketidaknyamanan, terutama bila dipakai untuk jangka lama, karena pemakai merasa tertutup dan terisolasi. Oleh karena itu, pekerja cenderung untuk melepaskannya untuk menghilangkan ketidaknyamanan.

Dokumen terkait