• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN KEPATUHAN SOP DAN PENGGUNAAN APD TERHADAP KEJADIAN TERTUSUK JARUM PADA PERAWAT DI RUMAH SAKIT X UNTUK MENCEGAH KECELAKAAN TAHUN 2019

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN KEPATUHAN SOP DAN PENGGUNAAN APD TERHADAP KEJADIAN TERTUSUK JARUM PADA PERAWAT DI RUMAH SAKIT X UNTUK MENCEGAH KECELAKAAN TAHUN 2019"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN KEPATUHAN SOP DAN PENGGUNAAN APD

TERHADAP KEJADIAN TERTUSUK JARUM PADA PERAWAT

DI RUMAH SAKIT X UNTUK MENCEGAH KECELAKAAN

TAHUN 2019

SKRIPSI

OLEH

ROMANUS FAU 031721019

PRODI D IV KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS BINAWAN

TAHUN 2019

(2)

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi ini berjudul :

Nama : Romanus Fau Nim : 031721019

Prodi : Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Judul Skripsi : Hubungan Kepatuhan SOP dan Penggunaan APD terhadap kejadian tertusuk jarum pada perawat di Rumah sakit X untuk mencegah kecelakaan kerja tahun 2019.

Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan dewan penguji skripsi program studi keselamatan dan kesehatan kerja universitas binawan jakarta pada tanggal 20 dan telah diperbaiki sesuai masukkan dewan penguji.

Jakarta ,19 – 07 - 2019 Penguji I

( Husen, SST. K3, M.Si ) Penguji II

(Yunita sari purba, SST.K3.MA) Pembimbing

(3)

HALAMAN PERYATAAN ORISINAL Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Romanus Fau NIM : 031721019

Prodi : Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang saya susun dengan judul “ HUBUNGAN KEPATUHAN SOP DAN PENGGUNAAN APD TERHADAP KEJADIAN TERTUSUK JARUM PADA PERAWAT DI RUMAH SAKIT X UNTUK MENCEGAH KECELAKAAN TAHUN 2019 ” Adalah bener – bener hasil karya saya sendiri dan bukan merupakan plagiat dan skripsi orang lain. Apabila pada kemudian hari pernyataan saya tidak bener, maka saya bersedia menerima sanksi akademis yang berlaku ( cabut predikat kelulusan dan gelar sarjana)

Jakarta, Juli 2019

Saya yang membuat pernyataan

Romanus Fau NIm : 031721019

(4)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Nama

: Romanus Fau

Nim

: 031721019

Jurusan

: Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Fakultas

: Fakultas kesehatan Masyarakat

Judul

: Hubungan Kepatuhan SOP dan Penggunaan APD

Terhadap Kejadian Tertusuk Jarum Pada Perawat di

Rumah Sakit X Untuk Mencegah Kecelakaan Tahun

2019

Di setujui Oleh

Pembimbing

Kepala Program Studi

Keselamatan dan Kesehatan Kerja

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan yang maha Esa, atas berkat dan rahmat_Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Hubungan Kepatuhan SOP dan Penggunaan APD

Terhadap Kejadian Tertusuk Jarum Pada Perawat di Rumah sakit x untuk mencegah kecelakaan tahun 2019” ini dengan baik dan tepat waktu. Penulisan Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas akhir pada program studi keselamatan dan kesehatan kerja

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Binawan tahun 2019. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan. Untuk itu penulis dengan senang hati menerima saran dan kritik yang bersifat membangun untuk kesempurnaan Skripsi ini.

Pada kesempatan ini, saya mengucapkan terimakasih khusus kepada :

1. Ayahanda Fakezisiwa Viktor Fau dan Ibunda Melani simaniekha tercinta yang telah membesarkan dan mendidik saya dan juga selalu memberikan Doa, semangat dan dukungan baik moral maupun materi sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan baik.

2. Bapak Drs. Mohamad sofyan hawadi, Ma. Selaku Rektor Kampus univesitas Binawan.

3. Bapak Husen SST. K3.M.Selaku Ka. Prodi K3, Pembimbing dan penguji program studi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja (K3).

(6)

4. Dr. Agung cahyono, T,M.Si selaku pembimbing dalam penyusunan skripsi yang telah bersedia menyediakan waktu dan tenaga untuk memberikan masukkan kepada peneliti.

5. Ibu yunita sari Purba, SST.K3 M.A yang telah banyak memberikan bimbingan dan masukkan dalam penyusunan skripsi ini.

6. Staf Binawan dan bagian perpustakaan Universitas Binawan yang telah memberikan pinjaman buku-buku sebagai refrensi untuk bahan penelitian.

7. Serta rekan – rekan Mahasiswa K3 Binawa yang telah memberikan dukungan selama peneliti menyusun skripsi.

8. Keluarga saya, yang telah memberikan saya dukungan dan doa selama saya kuliah di Universitas Binawan. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan. Akan tetapi dengan segenap kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki, penulis mencoba menyusun dengan sebaik-baiknya agar dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Jakarta , Juli 2019 Penulis

(7)

PROGRAM STUDI KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS BINAWAN

Nama : Romanus Fau (031721019) Prodi : Keselamatan Dan kesehatan Kerja

Judul : Hubungan Kepatuhan SOP Dan Penggunaan APD Terhadap Kejadian Tertusuk Jarum Pada Perawat Di Rumah Sakit X Untuk Mencegah Kecelakaan Tahun 2019.

Xiv + 63 halaman, 12 lampiran, tabel 8 ABSTRAK

Penelitian ini berjudul hubungan kepatuahan SOP dan penggunaan APD terhadap kejadian tertusuk jarum pada perawat diruamah sakit X untuk mencegah kecelakaan tahun 2019 dimana kepatuhan kejadian tertusuk jarum pada perawat dirumah sakit X sangat dipengaruhi penggunaan alat pelindung diri (APD) sangat penting digunakan ketika sedang bekerja dirumah sakit. Penggunaan APD harus sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP). Untuk mencegah masalah kecelakaan kerja atau resiko bahaya yang dapat mencul ketika sedang melakukan pekerjaan dirumah sakit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan Kepatuhan SOP dan Penggunaan APD dengan kejadian tertusuk jarum dirumah sakit X tahun 2019. Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik observasional dengan metode cross sectional study melalui pendekatan kuantitatif . Sample pada penelitian ini berjumlah 46 responden yang bekerja pada ruang rawat inap. Teknik pengambilan sample yang digunakan adalah dengan menggunakan sampling purposive sampling. Berdasarkan hasil uji Chi Square diperoleh nilai P Value sebesar 0.015 dimana nilai P Value lebih kecil dari alpha (0.05) maka H0 ditolak, artinya kepatuhan SOP berhubungan secara signifikan

dengan kejadian tertusuk jarum. Berdasarkan hasil uji Chi Square diperoleh nilai P Value sebesar 0.004 dimana nilai P Value lebih kecil dari alpha (0.05) maka H0

ditolak, artinya kepatuhan penggunaan APD berhubungan secara signifikan dengan kejadian tertusuk jarum. Bagi perawat rumah sakit X untuk lebih memperhatikan keselamatan dalam bekerja dengan memakai APD yang sesuai standar dan mengikuti SOP yang telah dibuat ditempat kerja untuk mencegah kecelakaan kerja.

DaftarPustaka : 11 Buku (20014-2018), 2 website Kata kunci ; Kepatuhan SOP, Penggunaan APD

(8)

SAFETY AND HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF COMMUNITY HEALTH, BINAWAN UNIVERSITY

Name: Romanus Fau (031721019)

Study Program: Occupational Safety and Health

Title: Relationship between SOP Compliance and Use of PPE Against Needle Pierced Events in Nurses at X Hospital to Prevent Accidents in 2019.

Xiv + 65 pages, 12 attachments, table 6 and diagrams ABSTRACT

This study entitled the relationship of SOP resistance and PPE use to the incidence of needle puncture in nurses in X disease to prevent accidents in 2019 where adherence of needle puncture events to nurses in hospital X is strongly influenced by the use of personal protective equipment (PPE) is very important to use when working in hospital . The use of PPE must be in accordance with standard operating procedures (SOP). To prevent the problem of workplace accidents or the risk of danger that can arise when doing work at the hospital. This study aims to determine the relationship between SOP Compliance and the use of PPE with needle puncturing events in hospital X in 2019. The type of research used is analytic observational with a cross sectional study method through a quantitative approach. Sample in this study amounted to 46 respondents who worked in the inpatient room. The sampling technique used is using purposive sampling. Based on the results of the Chi Square test, the value of P Value is 0.015 where the value of P Value is smaller than alpha (0.05), so H0 is rejected, meaning that SOP compliance is significantly related to the incidence of needle puncture. Based on the results of the Chi Square test, the value of P Value is 0.004 where the value of P Value is smaller than alpha

(9)

(0.05), so H0 is rejected, meaning that compliance with PPE use is significantly associated with the incidence of needle puncture. For X hospital nurses to pay more attention to safety in working by using PPE that is in accordance with the standards and follow the SOP that has been made in the workplace to prevent workplace accidents. Bibliography: 11 Books (20014-2018), 2 websites

(10)

DAFTAR ISI

Halaman Judul Luar... I Halaman Judul Dalam... Ii Halaman Penyataan Keaslian ... Iii Halaman Lembar Persetujuan ... Iv Halaman Pengesahan ... V Kata Pengantar ... Vi Halaman Motto... Vii Abstrak... Viii Daftar Isi ... Ix Daftar Tabel ... X Daftar Diagram ... Xi Daftar Skema ... Xii Daftar Lampiran ... Xiii

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Rumusan Masalah... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian... 5

1.5 Ruang Lingkup Penelitian... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 7

2.1. Smk3... 7

2.2. Manajemen Resiko... 13

2.3. Monitoring Resiko Dan Evaluasi...……… 14

2.4. Pedoman Penerapan Smk3 ... 20

3.1. Alat Pelindung Diri... 30

3.2. Perilaku... 32

3.3. Sikap... 32

3.4. Tinjauan Kepatuhan ... 34

3.5. Teori Domino... 34

BAB III METODE PENELITIAN... 45

5.1. Kerangka Konsep... 46

5.2. Variabel Penelitian... 5.3. Populasi dan Sampel... 46

5.3.1 Populasi Penelitian... 46

5.3.2.Sampel Penelitian... 46

... 5.5. Defenisi Operasinal dan Aspek Pengukuran... 48

5.6. Teknik Pengumpulan Data Penelitian... 49

3.6.1.Pengumpulan Data ... 49

3.6.2.Sumber Data ... 49

(11)

5.8. Teknik Analisa Data ... 51 5.9. Metode Pengolahan Data ... 53 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

1.1 Gambaran Lokasi Penelitian 1.2 Hasil Penelitian 1.3 Pembahasan BAB V. PENUTUP 1. Simpulan 2. Saran DAFTAR PUSTAKA Lampiran

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : JadwalPenelitian.

Lampiran 2 : Lembar Permohonan Menjadi Responden Lampiran 3 : Lebar Persetujuan Menjadi Responden Lampiran 4 : Pengolahan Data

Lampiran 5 : Validitas + Anggaran Lampiran 6 : Riwayat Hidup Penulis Lampiran 7: Daftar Bimbingan.

(13)

DAFTAR SKEMA

Tabel 3.1: Kerangka Konsep... 44 Tabel 4.1: Kerangka Kerja...45

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.5 Definisi Operasional... ...35 Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi responden berdasarkan usia... ...51 Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi responden berdasarkan pendidikan... ...52 Tabel 5.3 Distribusi Frenkuensi responden berdasarkan kepatuhan SOP. . ...53 Tabel 5.4 Distribusi Frenkuensi responden berdasarkan kepatuhan penggunaan APD ... ... ...54 Tabel 4.5 Ditribusi frenkuensi responden berdasakan kejadian tertusuk jarum dirumah sakit X... ... ...55 Tabel 5.6 Hubungan kepatuhan SOP dengan kejadian tertusuk jarum dirumah sakit X ... ... ...57 Tabel 5.7 hubungan kepatuhan penggunaan APD dengan kejadian tertusuk jarum dirumah sakit X...

(15)

... ...60

(16)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan dengan jumlah petugas kesehatan dan non kesehatan yang cukup besar. Kegiatan tenaga kesehatan mempunyai risiko berasal dari faktor fisik, kimia, biologi, ergonomi dan psikososial, factor biologi salah satunya adalah penularan penyakit.

Pekerja kesehatan berisiko tinggi terhadap paparan berbagai macam penyakit yang berasal dari darah maupun cairan tubuh yang terinfeksi (Bloodborne Pathogen) yang dapat menimbulkan infeksi seperti Tertusuk jarum, Hepatitis C dan HIV dengan berbagai cara, salah satunya melalui benda tajam.Dan lebih dari 30 pathogen penyakit dapat ditularkan lewat media darah maupun cairan tubuh lainya

Tertusuk jarum suntik merupakan luka tembus pada kulit karena benda tajam pada saat tenaga kesehatan melakukan aktifitas klinis di lembaga kesehatan, seperti rumah sakit, klinik, puskesmas, laboratorium, yang di akibatkan karena tusukan atau robekan dari jarum suntik. Kasus tertusuk jarum pada tahun 2015 dilaporkan 385.000 kasus dari 35 juta orang yang bekerja dibidang kesehatan didunia, 90 % berada di negara berkembang.

Prosentase luka tertusuk jarum di Eropa mencapai 45,12%, sedang Asia bervariasi 20,9 72%. Studi yang dilakukan di Indonesia kurun waktu 2014 2016 pada sejumlah rumah sakit didapatkan angka kejadian mencapai 38 -73% dari total petugas kesehatan 20. Hasil penelitian salah satu rumah sakit di Jawa Barat, 74% responden pernah mengalami cedera tertusuk jarum suntik, 24,5% Penelitian di RSUD Kabupaten Cianjur jumlah perawat yang mengalami luka tusuk jarum dan benda tajam cukup tinggi sebanyak 61,3%

(17)

Risiko infeksi karena luka tertusuk jarum suntik dan benda tajam di dunia mencapai 1,8%, dengan angka bervariasi HIV2,5%, Hepatitis B dan C sebesar 40%, yang berasal dari sumber infeksi yang diketahui atau yang tidak diketahui, Hasil penelitian yang dilakukan oleh CDC menunjukkan dari 3 juta yang terpajan patogen darah akibat tertusuk jarum, 900.000 terpajan virus Hepatitis B dan C dan 170.000 terpajan virus HIV / AIDS 15. Kejadian infeksi akibat luka oleh jarum di Eropa sebesar 0,4 % lebih rendah jika dibandingkan dengan Asia Timur yaitu 1,5%16.

Dalam kegiatan sehari-hari perawat selalu bersentuhan dengan jarum suntik, tetapi masih ditemukan beberapa perawat tidak menerapkan SOP secara urut dan tidak menggunakan APD dengan lengkap, hal ini dapat menjadi salah satu faktor risiko tertusuk jarum yang berdampak pada penularan penyakit lewat media darah. Berdasarkan hasil pemeriksaan skrining pada seluruh karyawan pada tahun 2015, ditemukan petugas dengan suspect terhadap hepatitis B 1 kasus dan hepatitis C 4 kasus.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan diruang rawat inap Rumah sakit X yang belokasi di jakarta barat tahun 2019 bahwa di temukan masih banyak nya perawat yang kurang perhatian dan kesadaran / kepatuhan dalam menjalan kan SOP dan dalam menggunakan APD sehingga perawat memilik potensi untuk terpapar penyakit dan juga terjadinya kecelakaan kerja karena disebabkan unsafe action dan unsafe condition.

Berdasarkan data pada tahun 2017, terdapat kejadian kecelakaan kerja, baik yang ringan sebanyak 15 kasus atau sekitar 20%, selain itu kecelakaan tertusuk jarum suntik dan terkenak benda tajam 17%, dan untuk kecelakaan berat sebanyak 10 kasus atau sekiata 15 % seperti kecelakaan terjatuh karna lantai yang licin, kejatuhan alat kerja yang tidak berada pada tempat yang aman ( Rumah Sakit x, 2017)

(18)

Bentuk perlindungan diberikan selain metode eliminasi, subsitusi, rekayasa teknis dan administrasi, tetapi rumah sakit juga sudah membuat SOP dan pemberian APD yang sudah disediakan dan yang sudah memenuhi standar APD rumah sakit, menyadari tingginya potensi bahaya tertusuk jarum yang terjadi setiap tahun dirumah sakit x yang meningkat ada dilingkungan rumah sakit x sebagai rumah sakit yang terkemuka yang berlokasi dijakarta barat.

Dengan dilaksanakannya sistem manajemen kesehatan keselamatan kerja (SMK3) yang baik di harapkan Rumah Sakit mampu menekan dan terus menurunkan angka kejadian kecelakaan kerja dirumah sakit disetiap tahunnya untuk mencapai zero accident dalam kegiatan pekerjaan dirumah sakit. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk melihat “Hubungan kepatuhan SOP dan pengguaan APD terhadap kejadian tertusuk jarum pada perawat dirumah sakit x untuk mencegah kecelakaan Tahun 2019.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan data – data dan uraian diatas, meskipun rumah sakit telah menerapkan SMK3 RS, namun masih banyak karyawan atau tenaga kerja yang Prevelansi kejadian tertusuk jarum di sejumlah rumah sakit di Indonesia masih tinggi antara 38% sampai 73% dari total petugas kesehatan. Hal ini ditunjukan adanya 7000 petugas kesehatan terinfeksi tertusuk jarum dan 4900 diantaranya karena jarum suntik. Rumah Sakit X merupakan rumah sakit memiliki risiko kecelakaan tertusuk jarum yang tinggi, berbagai program kesehatan dan keselamatan kerja (K3) telah dilaksanakan dengan baik untuk menurunkan angka kecelakaan kerja, dari tahun 2014 - 2018 tren kecelakaan di Rumah Sakit X masih tetap banyak sementara itu diharapkan angka kecelakaan menurun hingga zero accident dengan cara patuh terhadap SOP dan mengerti cara penggunaan APD yang baik dan bener dirumah sakit.

(19)

Dengan dilaksanakannya sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja (SMK3) yang baik diharapkan rumah sakit mampu menekan dan terus menurunkan angka kejadian kecelakaan kerja disetiap tahunnya untuk mencapai zero accident dalam kegiatan pekerjaan. Oleh karena itu perlu dilakuakan penelitian untuk melihat “Bagaimana hubungan kepatuhan SOP dan Penggunaan APD terhadap kejadian tertusuk jarum suntik pada perawat diruang rawat inap RS X untuk mencegah kecelakaan tahun 2019.

Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana usia dan pendidikan menjadi distribusi frekuensi dalam menjadi responden tehadap kejadian tertusuk jarum pada perawat rumah sakit X?

2. Adakah hubungan kepatuhan SOP dan Penggunaan APD terhadap kejadian tertusuk jarum pada perawat rumah sakit X? 3. Bagaimana gambaran kejadian tertusuk jarum dan benda tajam

pada perawat di rumah sakit X ?

4. Bagaimana penggunaan Alat Pelindung diri (APD) oleh perawat di rumah sakit X saat bekerja ?

5. Adakah hubungan kepatuhan terhadap standar operasioal prosedur (SOP) dengan kejadian tertusuk jarum pada perawat di rumah sakit X ?.

6. Adakah hubungan penggunaan APD dengan kejadian tertusuk jarum pada perawat di rumah sakit X?

7. Manakah faktor yang sangat berhubungan dengan kejadian tertusuk jarum pada perawat di rumah sakit X ?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

(20)

Mengetahui hubungan kepatuhan SOP dan Penggunaan APD terhadap kejadian tertusuk jarum pada perawat dirumah sakit X untuk mencegah kecelakaan kerja Tahun 2019

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui distribusi frekuensi responden berdasarkan usia .

b. Untuk mengetahui ditribusi frekuensi respinden berdasarkan pendidikan

c. Untuk mengetahui gambaran kepatuhan SOP pada perawat dirumah sakit X tahun 2019.

d. Untuk mengetahui gambaran kepatuhan penggunaan APD pada perawat dirumah sakit X tahun 2019.

e. Untuk mengetahui gambaran kejadian tertusuk jarum pada perawat dirumah sakit X tahun 2019.

f. Untuk mengetahui hubungan kepatuhan SOP terhadap kejadian tertusuk jarum pada perawat dirumah sakit X tahun 2019.

g. Untuk mengetahui hubungan kepatuhan penggunaan APD terhadap kejadian tertusuk jarum pada perawat dirumah sakit X tahun 2019.

1.4 Manfaat Penelitian 1) Untuk Pekerja

Memberikan informasi mengenai kecelakaan kerja, sehingga pekerja dapat mencegah terjadinya kecelakaan kerja dirumah sakit dan meningkatkan produktivitas perawat dalam bekerja secara optimal dalam melakukan suatu tindakan.

2) Untuk Rumah Sakit

1. Hasil Penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan terhadap upaya mencegah kecelakaan dan penanganan K3RS sehingga dapat memanimalisasi tingkat kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dan sebagai acuan untuk meningkatkan K3RS dalam mengurangi adanya potensi bahaya sebagai perbaikan lebih lanjut.

(21)

2. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan untuk menekan faktor risiko dan pengendalian terkait risiko kejadian tertusuk jarum di RS.

3) Untuk peneliti

1. Digunakan sebagai sarana untuk menerapkan dan mengembangkan ilmu yang secara teori yang diperoleh diperkuliahan serta untuk meningkatkan ilmu pengetahuan dibidang keselamatan dan kesehatan kerja dirumah sakit. 2. Hasil penelitian ini dapat menjadi alternatif tambahan

informasi tentang pemecahan masalah dalam pengendalian risiko kejadian tertusuk jarum dan metodologi penelitian khususnya bagi peneliti selanjutnya, mengenai kejadian tertusuk jarum suntik dan benda tajam pada perawat dirumah sakit.

1.5 Ruang lingkup penelitian

Penelitian berjudul “Hubungan Kepatuhan SOP Dan Penggunaan APD Terhadap kejadian tertusuk jarum pada perawat di Rumah Sakit X Untuk Mencegah Kecelakaan Tahun 2019” penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan SOP dan Penggunaan APD terhadap kejadian tertusuk jarum pada perawat dirumah sakit X studi pendahuluan dilakukan melalui wawancara dan observasi yang dilakukan peneliti dilapangan selamat 3 bulan, dari bulan april sampai juni oleh peneliti, dimana kejadian tertusuk jarum yang meningkat dari Tahun 2024 - 2018 Tren kecelakaan tertusuk jarum. Hasil wawancara peneliti dan perawat yang sedang bekerja dirumah sakit X diruang rawat inap ditemukan adanya beberapa kejadian tertusuk jarum pada sikap kepatuahan SOP dan Penggunaan APD saat memberikan obat dan mengambil sample darah pada pasien. Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif kuantitatif melalui kuesioner yang disebarkan pada

(22)

perawat yang sedang bertugas dirumah sakit X peneliti dilakukan dari awal juli.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai suatu program didasari pendekatan ilmiah dalam upaya mencegah atau memperkecil terjadinya bahaya (hazard) dan risiko (risk) terjadinya penyakit dan kecelakaan, maupun kerugian – kerugian lainnya yang mungkin terjadi. Jadi dapat di katakan bahwa Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah suatu pendekatan ilmiah dan praktis dalam mengatasi potensi bahaya dan risiko kesehatan dan

(23)

keselamatan yang mungkin terjadi. Dengan kata lain hakekat dari Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah tidak berbeda dengan pengertian bagaimana kita mengendalikan risiko ( risk management ) agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan 1

1. Kesehatan Kerja

Pasal 23 Undang – undang No.23Tahun1992 tentang kesehatan, menyebutkan bahwa kesehatan kerja diselenggarakan untuk mewujudkan produktivitas kerja yang optimal.Kesehatan kerja meliputi pelayanan kesehatan, pencegahan penyakit akibat kerja dan syarat kesehatan kerja, disebutkan pula bahwa setiap tempat kerja wajib menyelenggarakan kesehatan kerja 2.

Menurut 3 kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan /

kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan, agar pekerja / masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi - tingginya, baik fisik, atau mental, maupun sosial, dengan usaha-usaha preventif dan kuratif, terhadap penyakit – penyakit / gangguan – gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor – faktor pekerjaan dan lingkungan kerja, serta terhadap penyakit – penyakit umum. Tujuan utama kesehatan kerja adalah sebagai berikut:

a. Pencegahan dan pemberantasan penyakit penyakit dan kecelakaan -kecelakaan akibat kerja.

b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan dan gizi tenaga kerja. c. Perawatan dan mempertinggi efisiensi dan produktivitas tenaga kerja. d. Pemberantasan kelelahan kerja dan meningkatkan kegairahan serta

kenikmatan kerja.

e. Perlindungan bagi masyarakat sekitar perusahaan agar terhindar dari bahaya-bahaya pencemaran yang ditimbulkan oleh perusahaan tersebut.

f. Perlindungan masyarakat luas dari bahaya-bahaya yang mungkin di timbulkan oleh produk – produk perusahaan.

(24)

Tujuan akhir dan kesehatan kerja ini adalah untuk menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif. Tujuan ini dapat tercapai, apabila di dukung oleh lingkungan kerja yang memenuhi syarat – syarat kesehatan 4

Ilmu dan seni yang mencurahkan perhatian pada pengenalan, evaluasi dan kontrol faktor lingkungan dan stress yang muncul di tempat kerja yang mungkin menyebabkan kesakitan, gangguan kesehatan dan kesejahteraan atau menimbulkan ketidaknyamanan pada tenaga kerja maupun lingkungannya 5.

2. Keselamatan Kerja

Keselamatan adalah suatu kondisi yang bebas dari risiko kecelakaan atau kerusakan atau dengan risiko yang relatif sangat kecil di bawah tingkat tertentu. Keselamatan kerja adalah upaya keselamatan yang di terapkan ditempat kerja. Menurut Webster dalam Intercollegiate dictionary, keselamatan sendiri mempunyai pengertian bebas interaksi antara manusia mesin media yang berakibat kerusakan sistem, degradasi dari misi sukses, hilangnya jam kerja, atau luka pada pekerja. Sedangkan gagalnya upaya kesehatan umumnya disebabkan oleh hubungan sistem kerja manusia alat bahan komponen lingkungan yang menghasilkan masalah besar sebagai akibat dari kurang bagusnya pengawasan di industri.6

Keselamatan kerja atau Occupational Safety, dalam istilah sehari hari sering disebut dengan safety, secara filosofi diartikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya serta hasil budaya dan karyanya. Dari segi keilmuan diartikan sebagai suatu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha

(25)

mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja 7.

Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan, dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara - cara melakukan pekerjaan.1

Menurut Undang - Undang Keselamatan Kerja, syarat-syarat keselamatan kerja seluruh aspek pekerjaan yang berbahaya berikut jenis - jenis bahaya akan diatur dengan peraturan perundangan. Indikator penyebab keselamatan kerja adalah:

1. Keadaan tempat lingkungan kerja, yang meliputi:

1) Penyusunan dan penyimpanan barang - barang yang berbahaya yang kurang diperhitungkan keamanannya.

2) Ruang kerja yang terlalu padat dan sesak

3) Pembuangan kotoran dan limbah yang tidak pada tempatnya.

2. Pemakaian peralatan kerja, yang meliputi:

1) Pengaman peralatan kerja yang sudah usang atau rusak. 2) Penggunaan mesin, alat elektronik tanpa pengaman yang

baik pengaturan penerangan. 3. Kecelakaan Kerja

Kecelakaan adalah suatu kejadian tak diduga dan tidak dikehendaki yang mengacaukan proses suatu aktivitas yang telah diatur Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor : 03/MEN/1998 tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan bahwa yang dimaksud dengan kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda. (Depnaker, 1998). Secara umum penyebab kecelakaan ada dua, yaitu unsafe action (faktor manusia) dan

(26)

unsafe condition (faktor lingkungan). Menurut penelitian bahwa 80-85 % kecelakaan disebabkan oleh unsafe action 8

a. Unsafe Action

Unsafe Action dapat disebabkan oleh berbagai hal berikut : 1).Ketidakseimbangan fisik tenaga kerja yaitu :

a) Posisi tubuh yang menyebabkan mudah lelah b) Cacat fisik

c) Cacat Sementara

d) Kepekaan panca indera terhadap sesuatu 2). Kurang Pendidikan

a) Kurang pengalaman

b) Salah pengertian terhadap suatu perintah c) Kurang terampil

d) Salah mengartikan SOP (Standard Operational Procedure), sehingga mengakibatkan kesalahan pemakaian alat kerja.

a. Menjalankan pekerjaan tanpa mempunyai kewenangan

b. Menjalankan pekerjaan yang tidak sesuai dengan keahliannya

c. Pemakaian alat pelindung diri (APD) hanya berpura-pura

d. Mengangkut beban yang berlebihan

e. Bekerja berlebihan atau melebihi jam kerja

b. Unsafe Condition

Unsafe condition dapat disebabkan oleh berbagai hal berikut: 1) Peralatan yang sudah tidak layak pakai

2) Ada api di tempat bahaya

(27)

4) Terpapar bising 5) Terpapar radiasi

6) Pencahayaan dan ventilasi yang kurang atau berlebihan 7) Kondisi suhu yang membahayakan

8) Dalam keadaan pengamanan yang berlebihan 9) Sistem peringatan yang berlebihan

10)Sifat pekerjaan yang mengandung potensi bahaya.

Terjadinya kecelakaan kerja di sebabkan oleh kedua faktor utama yakni faktor fisik dan faktor manusia. Oleh sebab itu, kecelakaan kerja juga merupakan bagian dari kesehatan kerja. Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak di harapkan akibat dari kerja. 2.2 MANAJEMEN RESIKO

Manajemen resiko merupakan desain prosedur serta implementasi prosedur untuk mengelola suatu resiko usaha. Manajemen resiko merupakan antisipasi atas semakin kompleksnya aktivitas badan usaha atau perusahaan yang dipicu oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi 9.

Definisi lain yang menjelaskan tentang pengertian resiko adalah kemungkinan terjadinya penyimpangan dari harapan yang dapat menimbulkan kerugian. Resiko adalah suatu kemungkinan terjadinya peristiwa menyimpang dari apa yang diharapkan, namun penyimpangan ini baru terlihat bila sudah berbentuk kerugian.

Pendapat lain juga diutarakan oleh Abbas Salim dalam Kasidy, Resiko adalah ketidakpastian yang mungkin melahirkan kerugian (loss). Sehingga dari beberapa definisi yang telah diutarakan, dapat diambil kesimpulan bahwa resiko adalah sesuatu yang belum pasti namun apabila tidak ditangani dengan tepat akan menimbulkan kerugian bagi usaha

(28)

tersebut. resiko- resiko yang timbul oleh penyebab fisik atau legal (seperti bencana alam atau kebakaran, kematian, dan tuntutan hukum).

Manajemen resiko adalah bagian penting dari strategi manajemen semua wirausaha. Proses dimana suatu organisasi yang sesuai metodenya dapat menunjukkan resiko yang terjadi pada suatu aktivitas menuju keberhasilan di dalam masing-masing aktivitas dari semua aktivitas. Fokus dari manajemen resiko yang baik adalah identifikasi dan cara mengatasi resiko. Sasarannya untuk menambah nilai maksimum berkesinambungan (sustainable) organisasi. Tujuan utama untuk memahami potensi upside dan downside dari semua faktor yang dapat memberikan dampak bagi organisasi. Manajemen resiko meningkatkan kemungkinan sukses, mengurangi kemungkinan kegagalan dan ketidakpastian dalam memimpin keseluruhan sasaran organisasi.

Manajemen resiko seharusnya bersifat berkelanjutan dan mengembangkan proses yang bekerja dalam keseluruhan strategi organisasi dan strategi dalam mengimplementasikan. Manajemen resiko seharusnya ditujukan untuk menanggulangi suatu permasalahan sesuai dengan metode yang digunakan dalam melaksanakan aktifitas dalam suatu organisasi di masa lalu, masa kini dan masa depan.

Manajemen resiko harus diintegrasikan dalam budaya organisasi dengan kebijaksanaan yang efektif dan diprogram untuk dipimpin beberapa manajemen senior. Manajemen resiko harus diterjemahkan sebagai suatu strategi dalam teknis dan sasaran operasional, pemberian tugas dan tanggung jawab serta kemampuan merespon secara menyeluruh pada suatu organisasi, di mana setiap manajer dan pekerja memandang manajemen resiko sebagai bagian dari deskripsi kerja. Manajemen resiko mendukung akuntabilitas (keterbukaan),

(29)

kinerja pengukuran dan reward, mempromosikan efisiensi operasional dari semua tingkatan.

a. Mengidentifikasi Resiko

Pengidentifikasian resiko merupakan proses analisa untuk menemukan secara sistematis dan berkesinambungan atas resiko (kerugian yang potensial) yang dihadapi perusahaan. Oleh karena itu, diperlukan checklist untuk pendekatan yang sistematis dalam menentukan kerugian potensial. Salah satu alternatif sistem pengklasifikasian kerugian dalam suatu checklist adalah; kerugian hak milik (property losses), kewajiban mengganti kerugian orang lain (liability losses) dan kerugian personalia (personnel losses). Checklist yang dibangun sebelumnya untuk menemukan resiko dan menjelaskan jenis-jenis kerugian yang dihadapi oleh suatu perusahaan.

b. Menganalisa Resiko

Setelah melakukan identifikasi resiko, maka tahap berikutnya adalah pengukuran resiko dengan cara melihat seberapa besar potensi terjadinya kerusakan (severity) dan probabilitas terjadinya resiko tersebut. Penentuan probabilitas terjadinya suatu event sangatlah subjektif dan lebih berdasarkan nalar dan pengalaman. Beberapa resiko memang mudah untuk diukur, namun sangatlah sulit untuk memastikan probabilitas suatu kejadian yang sangat jarang terjadi. Sehingga, pada tahap ini sangatlah penting untuk menentukan dugaan yang terbaik supaya nantinya kita dapat memprioritaskan dengan baik dalam implementasi perencanaan manajemen resiko.

Kesulitan dalam pengukuran resiko adalah menentukan kemungkinan terjadi suatu resiko karena informasi statistik tidak selalu tersedia untuk beberapa resiko tertentu. Selain itu, mengevaluasi

(30)

dampak kerusakan (severity) sering kali cukup sulit untuk asset immaterial.

c. MONITORING RESIKO DAN EVALUASI

Mengidentifikasi, menganalisa dan merencanakan suatu resiko merupakan bagian penting dalam perencanaan suatu proyek. Namun, manajemen resiko tidaklah berhenti sampai di sini saja. Praktek, pengalaman, dan terjadinya kerugian akan membutuhkan suatu perubahan dalam rencana dan keputusan mengenai penanganan suatu resiko. Sangatlah penting untuk selalu memonitor proses dari awal mulai dari identifikasi resiko dan pengukuran resiko untuk mengetahui keefektifan respon yang telah dipilih dan untuk mengidentifikasi adanya resiko yang baru maupun berubah. Sehingga, ketika suatu resiko terjadi maka respon yang dipilih akan sesuai dan diimplementasikan secara efektif.

(31)

C. Tinjauan Tentang Alat Pelindung Diri (APD)

Menurut Occupational Safety and Health Administration (OSHA) alat pelindung diri atau pesonal protective equipment atau didefinisikan sebagai alat yang digunakan untuk melindungi pekerja dari luka atau penyakit yang diakibatkan oleh adanya kontak dengan bahaya (hazards) di tempat kerja, baik yang bersifat kimia, biologis, radiasi, fisik, elektrik, mekanik dan lainnya 8.

Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No.8/MEN/VII/2010, alat pelindung diri atau personal protective equipment didefinisikan sebagai alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya di tempat kerja.

Undang-Undang No. 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan Pasal 108 menyatakan bahwa “setiap pekerja mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan, perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama”, maka upaya perlindungan terhadap karyawan akan bahaya khususnya pada saat melaksanakan kegiatan (proses kerja) di tempat kerja perlu dilakukan oleh pihak manajeman perusahaan. Salah satu upaya perlindungan terhadap tenaga kerja tersebut adalah dengan penggunaan APD.

Penggunaan APD ditempat kerja sendiri telah diatur melalui UndangUndang No.1 tahun 1970. Pasal - pasal yang mengatur tentang penggunaan

(32)

1. Pasal 3 ayat 1 : Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat – syarat keselamatan kerja untuk memberikan alat-alat

perlindungan diri kepada para pekerja.

2. Pasal 9 ayat 1c : Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada tahap tenaga kerja baru tentang alat - alat pelindung diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan.

Alat pelindung diri (APD) berperan penting terhadap kesehatan dan keselamatan kerja. Dalam pembangunan nasional, tenaga kerja memiliki peranan dan kedudukan yang penting sebagai pelaku pembangunan. Sebagai pelaku pembangunan, perlu dilakukan upaya -upaya perlindungan baik dari aspek ekonomi, politik, sosial, teknis, dan medis dalam mewujudkan kesejahteraan tenaga kerja. terjadinya kecelakaan kerja dapat mengakibatkan korban jiwa, cacat, kerusakan peralatan, menurunnya mutu dan hasil produksi, terhentinya proses produksi, kerusakan lingkungan, dan akhirnya akan merugikan semua pihak serta berdampak kepada perekonomian nasional.

1. Program Penggunaan APD

Berdasarkan Pasal 14 huruf c UU No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja, pengusaha/pengurus perusahaan perusahaan wajib menyediakan APD secara Cuma - cuma terhadap tenaga kerja dan orang lainyang memasuki tempat kerja. Apabila kewajiban pengusaha/pengurus perusahaan tersebut tidak dipenuhi merupakan suatu pelanggaran undang - undang. Berdasarkan Pasal 12 huruf b, tenaga kerja diwajibkan memakai APD yang telah disediakan.

(33)

2. Pemilihan dan Persyaratan APD

Perlindungan tenaga kerja melalui usaha-usaha teknis pengamanan tempat, peralatan dan lingkungan kerja adalah sangat perlu diutamakan. Namun kadang-kadang keadaan bahaya masih belum dapat dikendalikan sepenuhnya, sehingga digunakan alat-alat pelindung diri (personal protective devices). APD harus memenuhi persyaratan :

1. Enak (nyaman) dipakai

2. Tidak mengganggu pelaksanaan pekerjaan; dan

3. Memberikan perlindungan efektif terhadap macam bahaya yang dihadapi.

Menurut 8 APD yang disediakan oleh pengusaha dan dipakai oleh

tenaga kerja harus memenuhi syarat pembuatan, pengujian dan sertifikat. Tenaga kerja berhak menolak untuk memakai jika APD yang disediakan tidak memenuhi syarat. Dari ketiga pemenuhan persyaratan tersebut, harus diperhatikan faktor - faktor pertimbangan di mana APD harus

1) Enak dan nyaman dipakai;

2) Tidak menggangu ketenangan kerja dan tidak membatasi ruang gerak pekerja

3) Memberikan perlindungan efektif terhadap segala jenis bahaya / potensi bahaya

4) Memenuhi syarat estetika

5) Memperhatikan efek samping penggunaan APD

6) Mudah dalam pemeliharaan, tempat ukuran, tempat penyediaan, dan harga terjangkau.

.

3. Jenis-Jenis APD

(34)

a. Masker

Pada tempat-tempat kerja tertentu seringkali udaranya kotor yang diakibatkan oleh bermacam - macam sebab antara lain :

1) Debu-debu kasar dari pengindaraan atau operasi - operasi sejenis.

2) Racun dan debu halus yang dihasilkan dari pengecatan atau asap.

3) Uap beracun atau gas beracun dari pabrik kimia.

4) Bukan gas beracun tetapi seperti CO2 yang menurunkan konsentrasi oksigen di udara.

Jenis-jenis masker dan penggunaannya 8:

1) Masker penyaring debu

Masker penyaring debu berguna untuk melindungi pernapasan dari serbuk - serbuk logam, atau serbuk lainnya.

2) Masker berhidung

Masker ini dapat menyaring debu atau benda lain sampai ukuran 0.5 mikron, bila kita sulit bernapas waktu memakai alat ini maka hidungnya harus diganti karena filternya terkontaminasi dengan debu.

3) Masker Bertabung

Masker bertabung mempunyai filter yang baik dari pada masker berhidung. Masker ini sangat tepat digunakan untuk melindungi pernapasan dari gas tertentu. Bermacam-macam tabung dapat dipasangkan dan bermacam-macam tabungnya tertulis untuk macam gas yang bagaimana masker tersebut digunakan.

h. Sepatu Pengaman

Sepatu pengaman harus dapat melindungi tenaga kerja terhadap kecelakaan - kecelakaan yang disebabkan oleh beban berat yang menimpa kaki, paku-paku atau benda tajam lain yang mungin terinjak, logam pijar, asam - asam dan sebagainya. Biasanya sepatu kulit yang

(35)

buatannya kuat dan baik cukup memberikan perlindungan, tetapi terhadap kemungkinan tertimpa benda - benda berat masih perlu sepatu dengan ujung tertutup baja dan lapisan baja di dalam solnya. Lapis baja di dalam sol perlu untuk melindungi tenaga kerja dari tusukan benda runcing dan tajam khususnya pada pekerjaan bangunan.

i. Sarung Tangan

Sarung tangan harus diberikan kepada tenaga kerja dengan pertimbangan akan bahaya - bahaya dan persyaratan yang diperlukan. Antara lain syaratnya adalah bebannya bergerak jari dan tangan. Macamnya tergantung pada jenis kecelakaan yang akan dicegah yaitu tusukan, sayatan, terkena benda panas, terkena bahan kimia, terkena aliran listrik, terkena radiasi dan sebagainya. Sarung tangan juga sangat membantu pada pengerjaan yang berkaitan dengan benda kerja yang panas, tajam ataupun benda kerja yang licin. Sarung tangan juga dipergunakan sebagai isolator untuk pengerjaan listrik. j. Topi Pengaman (helmet)

Topi pengaman (helmet) harus dipakai oleh tenaga kerja yang mungkin tertimpa pada kepala oleh benda jatuh atau melayang atau benda-benda lain yang bergerak. Topi demikian harus cukup keras dan kokoh, tetapi ringan. Bahkan plastik dengan lapisan kain terbukti sangat cocok untuk keperluan ini. Topi pengaman dengan bahan elastis seperti karet atau plastik pada umumnya dipakai oleh wanita. Rambut wanita yang memiliki risiko ditarik oleh mesin. Oleh karena itu, penutup kapala harus dipakai agar rambut tidak terbawa putaran mesin dengan cara rambut diikat dan ditutup oleh penutup kepala. k. Pelindung Telinga

Telinga harus dilindungi terhadap loncatan api percikan logam, pijar atau partikel - partikel yang melayang. Perlindungan terhadap kebisingan di lakukan dengan sumbat atau tutup telinga. Alat pelindung telinga merupakan salah satu bentuk alat pelindung diri

(36)

yang di gunakan untuk melindungi telinga dari paparan kebisingan, sering disebut sebagai personal hearing protection atau personal protective devices.

l. Pelindung Paru-Paru (Respirator)

Paru-paru harus dilindungi manakala udara tercemar atau ada kemungkinan kekurangan oksigen dalam udara. Pencemaran-pencemaran mungkin berbentuk gas, uap logam, kabut, debu dan lainnya. Kekurangan oksigen mungkin terjadi di tempat - tempat yang pengudaraannya buruk seperti tangki atau gudang bawah tanah. Pencemar - pencemar yang berbahaya mungkin beracun, korosit, atau menjadi sebab rangsangan. Pengaruh lainnya termasuk dalam bahaya kesehatan kerja.

m. Pakaian Pelindung

Pakaian kerja harus dianggap suatu alat perlindungan terhadap bahaya-bahaya kecelakaan. Pakaian tenaga kerja pria yang bekerja melayani mesin seharusnya berlengan pendek, pas (tidak longgar) pada dada atau punggung, tidak berdasi dan tidak ada lipatan-lipatan yang mungkin mendatangkan bahaya. Wanita sebaiknya memakai celana panjang, jala rambut, baju yang pas dan tidak memakai perhiasan - perhiasan. Pakaian kerja sintesis hanya baik terhadap bahan - bahan kimia korosif, tetapi justru berbahaya pada lingkungan kerja dengan bahanbahan dapat meledak oleh aliran listrik statis.

Menurut 3, alat proteksi diri beraneka ragam. Jika digolongkan

menurut bagian tubuh yang dilindungi, maka jenis alat proteksi diri dapat dilihat pada daftar sebagai berikut :

1. Kepala : Pengikat rambut, penutup rambut, topi dari berbagai jenis yaitu topi pengaman (safety helmet), topi atau tudung kepala, tutup kepala.

2. Mata : kacamata pelindung (protective goggles) 3. Muka : Pelindung muka (face shields)

4. Tangan dan jari : Sarung tangan (sarung tangan dengan ibu jari terpisah, sarung tangan biasa (gloves) pelindung telapak tangan

(37)

(handpad), dan sarung tangan yang menutupi pergelangan tangan sampai lengan (sleeve).

5. Kaki : Sepatu pengaman (safety shoes).

6. Alat pernapasan : Respirator, masker, alat bantu pernafasan. 7. Telinga : Sumbat telinga, tutup telinga.

8. Tubuh : Pakaian kerja menurut keperluan yaitu pakaian kerja tahan panas, pakaian kerja tahan dingin, pakaian kerja lainnya.

9. Lainnya : Sabuk pengaman. D. Tinjauan Tentang Perilaku

10 menyebutkan bahwa perilaku adalah suatu kegiatan atau

aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar), pengertian itu dikenal dengan teori S-O-R (stimulus – organismerespon).

Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respons organisme atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar objek tersebut . Respon ini terbentuk dua macam, yakni :

1. Bentuk pasif adalah respons internal, yaitu yang terjadi di dalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain, misalnya berpikir, tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan, maka perilaku tersebut terselubung (covert behaviour).

2. Bentuk aktif, yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung, maka perilaku tersebut sudah tampak dalam bentuk tindakan nyata, maka disebut ‘over behaviour’.

a. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Perilaku

Teori 4 dalam menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh

terhadap perilaku, konsep umum yang sering digunakan dalam berbagai kepentingan program dan beberapa penelitian yang dilakukan adalah teori yang dikemukakan olah Green (1980). Ia

(38)

menyatakan bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh tiga faktor, yaitu faktor predisposisi, faktor pendorong, dan faktor penguat 10.

Faktor predisposisi (predisposing factor). Faktor yang mempermudah terjadinya perilaku seseorang. Faktor ini termasuk pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, kebiasaan, nilai nilai, norma sosial, budaya, dan faktor sosio - demografi.

Faktor pendorong (enabling factors). Faktor yang memungkinkan terjadinya perilaku. Hal ini berupa lingkungan fisik, sarana kesehatan atau sumber – sumber khusus yang mendukung, dan keterjangkauan sumber dan fasilitas kesehatan.

Faktor penguat (reinforcing factors). Faktor yang memperkuat perilaku termasuk sikap dan perilaku petugas, kelompok referensi, dan tokoh masyarakat.

b. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penggunaan APD 1)Faktor Predisposisi (Predisposing Factor)

Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap halhal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut oleh masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi dan sebagainya 11

a) Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil ‘tahu’ dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour). Sedangkan

(39)

menurut Maulana (2009) sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga, berdasarkan pengalaman dan penelitian, diperoleh bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari pengetahuan. Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan yaitu :

1. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.

2. Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus.

3. Evaluation, yaitu menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya.

4. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru.

5. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus (Notoatmodjo, 2007).

b) Sikap

Menurut Notoatmodjo (2007) sikap merupakan reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sedangkan menurut Koentjaraningrat (1983) dalam Maulana (2009) sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan. Sikap merupakan kecenderungan yang berasal dari dalam diri individu untuk berkelakuan dengan pola - pola tertentu, terhadap suatu objek akibat pendirian dan perasaan terhadap objek tersebut.

(40)

bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan ‘pre-disposisi’ tindakan atau perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka tingkah laku yang terbuka. Lebih dapat dijelaskan lagi bahwa sikap merupakan reaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap obyek.

Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan yakni (Notoatmodjo, 2007) :

1. Menerima (Receiving)

2. Menerima, diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

3. Merespon (Responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan.

4. Menghargai (Valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mengindikasikan dengan orang lain terhadap suatu masalah.

5. Bertanggung Jawab (Responsible)

6. Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko.

Pengukuran sikap dilakukan dengan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan - pernyataan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden. c) Tindakan

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara lain adalah fasilitas. Di samping faktor fasilitas juga diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain, misalnya: orang tua,

(41)

saudara, suami, isteri, dan lain-lain, yang sangat penting untuk mendukung tindakan yang akan dilakukan. Tingkatan tindakan (practice) yaitu:

1. Persepsi (Perception). Mengenal dan memilih berbagai obyeksehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan tindakan tingkat pertama.

2. Respon terpimpin (Guide responce). Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator tindakan tingkat kedua.

3. Mekanisme (Mechanism). Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai tindakan tingkat ketiga.

4. Adaptasi (Adaptation). Adaptasi adalah suatu tindakan yang sudah berkembang dengan baik, artinya tindakan itu sudah dimodifikasi sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut (Notoatmodjo, 2003).

2.) Faktor Pemungkin (Enabling Factor)

Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan yang bergizi, dan sebagainya (Mulyanti, 2008). a). Ketersediaan Fasilitas

Dibutuhkan pedoman tertentu tentang penempatan fasilitas dan penangananya, disamping untuk memenuhi kebutuhan jabatan seseorang, asas keserasian juga tetap untuk meningkatkan efisiensi kerja pegawai (Johny, 2000).

Menurut Maulana (2009), faktor yang memungkinkan terjadinya perilaku berupa lingkungan fisik, sarana kesehatan atau sumber-sumber khusus yang mendukung, dan keterjangkauan

(42)

menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara fasilitas APD dengan penggunaan APD

b) Kenyamanan Fasilitas

Perasaan tidak nyaman (risih, panas, berat, terganggu) yang timbul pada saat menggunakan APD akan mengakibatkan keengganan tenaga kerja menggunakannya dan mereka memberi respon yang berbeda-beda. Pemakaian APD dapat menyebabkan ketidaknyamanan, terutama bila dipakai untuk jangka lama, karena pemakai merasa tertutup dan terisolasi. Oleh karena itu, pekerja cenderung untuk melepaskannya untuk menghilangkan ketidaknyamanan.

3) Faktor penguat (Reinforcing Factors).

Faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan. Termasuk juga disini undangundang, peraturan -peraturan, baik dari pusat maupun pemerintah daerah, yang terkait dengan kesehatan.

a) Pola Pengawasan

Pengawasan adalah suatu proses untuk mengukur penampilan kegiatan atau pelaksanaan kegiatan suatu program yang selanjutnya memberikan pengarahan-pengarahan sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai 4.

Dilakukan pengawasan adalah untuk menjamin bahwa setiap pekerjaan dilaksanakan dengan aman dan mengikuti setiap prosedur dan petunjuk kerja yang telah ditetapkan.

Salah satu bentuk pengawasan yang dilakukan adalah pengawasan pada bahaya dari cara kerja, karena dapat

(43)

membahayakan tenaga kerja itu sendiri dan orang lain disekitarnya. Antara lain pemakaian APD yang tidak semestinya dan cara memakai yang salah. Pengusaha perlu memperhatikan cara kerja yang dapat membahayakan ini, baik pada tempat kerja maupun dalam pengawasan pelaksanaan pekerjaan sehari-hari.

b. Alat Pelindung Diri (APD)

Alat Pelindung Diri (APD), telah digunakan bertahun-tahun lamanya untuk melindungi pasien dari mikroorganisme yang terdapat pada petugas yang bekerja pada suatu tempat perawatan kesehatan. Akhir-akhir ini dengan timbulnya AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome), HBV (Hepatitis B Virus), HCV (Hepatitis C Virus) dan munculnya kembali tuberkulosis di banyak negara, penggunaan APD menjadi sangat penting untuk melindungi petugas 12.

APD meliputi sarung tangan, masker, pelindung mata, gaun, kap, apron dan alas kaki. APD yang sangat efektif terbuat dari kain yang diolah atau bahan sintetis yang dapat menahan air, darah dan cairan lain untuk menembusnya 12.

1) Sarung Tangan

Alat ini merupakan pembatas fisik terpenting untuk mencegah penyebaran infeksi, tetapi harus di ganti setiap kontak dengan satu pasien ke pasien lainnya untuk mencegah kontaminasi silang. Sarung tangan harus dipakai kalau menangani darah, sekresi dan ekskresi (kecuali keringat). Petugas kesehatan menggunakan sarung tangan untuk tiga alasan, yaitu:

a) Mengurangi resiko petugas kesehatan terkena infeksi dari pasien..

(44)

c) Mengurangi kontaminasi tangan petugas kesehatan dengan mikro organisme yang dapat berpindah dari satu pasien ke pasien lain.

2)Masker

Masker dipakai untuk menahan cipratan yang keluar dari sewaktu petugas kesehatan atau petugas bedah bicara, batuk, bersin dan juga mencegah cipratan darah atau cairan tubuh yang terkontaminasi masuk ke dalam hidung atau mulut petugas kesehatan.

3) Pelindung Mata

Pelindung mata melindungi petugas kesehatan dari cipratan darah atau cairan tubuh lainnya yang terkontaminasi dengan pelindung mata.

4) Gaun Penutup

Pemakaian utama dari gaun penutup adalah untuk melindungi pakaian petugas pelayanan kesehatan. Gaun penutup diperlukan sewaktu melakukan tindakan, bila baju tidak ingin kotor.

5) Kap (penutup rambut)

Dipakai untuk menutup rambut dan kepala, tujuan utamanya adalah melindungi pemakainya dari semprotan dan cipratan darah dan cairan tubuh lainnya.

6) Apron

Apron dibuat dari karet atau plastik sebagai suatu pembatas air di bagian depan dari tubuh petugas kesehatan. Apron

(45)

harus dipakai kalau sedang membersihkan atau melakukan tindakan dimana darah atau cairan tubuh akan tumpah.

7) Alas Kaki

Alas kaki dipakai untuk melindungi kaki dari perlukaan oleh benda tajam atau dari cairan yang jatuh atau menetes ke kaki. Sepatu bot dari karet atau kulit lebih melindungi, tapi harus selalu bersih dan bebas dari kontaminasi darah atau cairan tubuh lainnya.

E. Tinjauan Tentang Kepatuhan

Kepatuhan berasal dari kata patuh yang berarti suka menurut, taat pada perintah, aturan, berdisiplin. Kepatuhan adalah ketaatan dalam melakukan sesuatu yang dianjurkan (Depdikbud, 1996). Kepatuhan adalah tingkat perilaku pasien yang tertuju terhadap intruksi atau petunjuk yang diberikan dalam bentuk terapi apapun yang ditentukan, baik diet, latihan, pengobatan atau menepati janji pertemuan dengan dokter 13.

Menurut 13, kepatuhan seseorang sangat berhubungan dengan

:

1. Interaksi kompleks antara dukungan keluarga dan pengalaman. 2. Interaksi perilaku dengan kepercayaan kesehatan seseorang 3. Kepercayaan yang ada sebelumnya.

Kepatuhan adalah merupakan suatu perubahan perilaku dari perilaku yang tidak mentaati peraturan ke perilaku yang mentaati peraturan. Perilaku kesehatan merupakan perilaku kepatuhan, menurut Lawrence Green dalam faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan adalah sebagai berikut :

1. Faktor-faktor predisposisi (Prodisposing Factors) yaitu faktor-faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya

(46)

perilaku seseorang antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai tradisi. Seorang ibu mau membawa anaknya ke posyandu, karena tahu bahwa disana akan dilakukan penimbangan anak untuk mengetahui pertumbuhannya serta akan memperoleh imunisasi untuk mencegah penyakit. Tanpa adanya pengetahuan ini, ibu tersebut mungkin tidak akan membawa anaknya ke posyandu.

2. Faktor-faktor pemungkin (Enabling Factors) adalah faktor-faktor yang memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau tindakan. Yang dimaksud dengan faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan, misalnya Puskesmas, Posyandu, Rumah Sakit, makanan bergizi. Sebuah keluarga yang sudah tahu masalah kesehatan mengupayakan keluarganya untuk menggunakan air bersih, makan bergizi dan sebagainya. Tetapi apabila keluarga tersebut tidak mampu mengadakan fasilitas itu semua, maka dengan terpaksa menggunakan air kali, makan seadanya.

3. Faktor-faktor penguat (Reinforcing Factors) adalah faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku. Kadang-kadang meskipun seseorang tahu dan mampu untuk berperilaku sehat, tetapi tidak melakukannya. Perlu adanya contoh-contoh perilaku sehat dari para tokoh masyarakat.

Mengklasifikasikan perilaku yang berhubungan dengan kesehatan (health related behavior) sebagai berikut:

1. Perilaku kesehatan (health behavior), yaitu tindakan atau kegiatan seseorang dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya, termasuk tindakan untuk mencegah penyakit,memelihara makanan, sanitasi.

2. Perilaku sakit (illness behavior), yakni segala tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang individu yang merasa

(47)

sakit, untuk merasakan dan mengenal keadaan kesehatannya atau rasa sakit, meliputi kemampuan untuk mengidentifikasi penyakit, penyebab penyakit serta usaha mencegah penyakit. 3. Perilaku peran sakit (the sick role behavior), yakni tindakan

atau kegiatan yang dilakukan oleh individu yang sedang sakit untuk memperoleh kesembuhan.

F.TEORI DOMINO

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Heinrich, 98 persen kecelakaan disebabkan oleh tindakan tidak aman. Maka dari itu, Heinrich menyatakan, kunci untuk mencegah kecelakaan adalah dengan menghilangkan tindakan tidak aman sebagai penyebab kecelakaan.

Teori Domino Heinrich oleh H.W. Heinrich, salah satu teori ternama yang menjelaskan terjadinya kecelakaan kerja. Dalam Teori Domino Heinrich terdapat lima penyebab kecelakaan, di antaranya:

1. Hereditas

Hereditas mencakup latar belakang seseorang, seperti pengetahuan yang kurang atau mencakup sifat seseorang, seperti keras kepala.14

2. Kesalahan manusia

Kelalaian manusia meliputi, motivasi rendah, stres, konflik, masalah yang berkaitan dengan fisik pekerja, keahlian yang tidak sesuai, dan lain-lain.

3. Sikap dan kondisi tidak aman

Sikap / tindakan tidak aman, seperti kecerobohan, tidak mematuhi prosedur kerja, tidak menggunakan alat pelindung diri (APD), tidak mematuhi rambu-rambu di tempat kerja, tidak mengurus izin kerja

(48)

berbahaya sebelum memulai pekerjaan dengan risiko tinggi, dan sebagainya.

Sedangkan, kondisi tidak aman, meliputi pencahayaan yang kurang, alat kerja kurang layak pakai, tidak ada rambu-rambu keselamatan kerja, atau tidak tersedianya APD yang lengkap.

4. Kecelakaan kerja

Kecelakaan kerja, seperti terpeleset, luka bakar, tertimpa benda di tempat kerja terjadi karena adanya kontak dengan sumber bahaya. 5. Dampak kerugian

Dampak kerugian bisa berupa:

 Pekerja: cedera, cacat, atau meninggal dunia

 Pengusaha: biaya langsung dan tidak langsung

 Konsumen: ketersediaan produk

Kelima faktor penyebab kecelakaan ini tersusun layaknya kartu domino yang di berdirikan. Hal ini berarti, jika satu kartu jatuh, maka akan menimpa kartu lainnya.

Menurut Heinrich, kunci untuk mencegah kecelakaan kerja adalah menghilangkan sikap dan kondisi tidak aman (kartu ketiga). Sesuai dengan analogi efek domino, jika kartu ketiga tidak ada lagi, seandainya kartu kesatu dan kedua jatuh, ini tidak akan menyebabkan jatuhnya semua kartu.

Adanya Gap atau jarak dari kartu kedua dengan kartu keempat, jika kartu kedua jatuh, ini tidak akan sampai meruntuhkan kartu keempat. Pada akhirnya, kecelakaan (kartu keempat) dan dampak kerugian (kartu kelima) dapat dicegah.

(49)

Untuk menguatkan Teori Domino Heinrich, konsep Piramida Kecelakaan juga menjelaskan hal yang sama.

Tercatat kontribusi terbesar penyebab kecelakaan kerja adalah berasal dari sikap dan kondisi tidak aman. Maka dari itu, untuk mengurangi kecelakaan kerja dan risikonya bisa dilakukan pencegahan dengan meminimalisasi tindakan dan kondisi tidak aman di tempat kerja, dengan cara:

1. Mengatur kondisi kerja sesuai peraturan perundangan.

2. Standarisasi, terkait syarat-syarat keselamatan, seperti pemasangan rambu – rambu keselamatan.

3. Pengawasan agar peraturan dipatuhi.

4. Pelatihan terkait keselamatan untuk karyawan.

5. Laporan mengenai kecelakaan kerja, meliputi jenis kecelakaan kerja, jumlah kecelakaan kerja, kerugian akibat kecelakaan kerja, dan sebagainya.

6. Program penghargaan atas prestasi karyawan dalam meminimalisasi kecelakaan kerja.

7. Asuransi.

(50)

Kerangka Teori

kerangka teori diambil dari teori kecelakaan kejadian tak terduga dan tidak dikehendaki yang mengacaukan proses suatu aktivitas yang telah diatur. Dimana menurut Penelitian 80 – 85 % kecelakaan disebabkan oleh unsafe action 8

UNSAFE ACTION

Ketidak seimbangan fisik

tenaga kerja

 Kurang pendidikan :

disertai dengan

(51)

Gambar : Kerangka Teori Kecelakaan

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Konsep

Berdasarkan skema kerangka teori pada BAB II, peneliti mengambil beberapa konsep yang dijadikan variabel pada penelitian ini, yakni sebagai berikut Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah suatu pendekatan ilmiah dan praktis dalam mengatasi potensi bahaya dan

KECELAKAAN

TERTUSUK

JARUM

UNSAFE CONDITION

(52)

risiko kesehatan dan keselamatan yang mungkin terjadi. Alat Pelindung Diri (APD) yaitu alat yang digunakan untuk melindungi pekerja dari luka atau penyakit yang diakibatkan oleh adanya kontak dengan bahaya (hazards) di tempat kerja dirumah sakit yang dilakukan oleh perawat, saat selakukan pemberian obat dan penggambillan darah kejadian tertusuk jarum dan lainnya 8. Dalam pelaksaannya ketika sedang

bekerja sorang petugas seharusnya selalu menggunakan Alat Pelindung Diri yang tepat, dimana dalam penggunaannya seorang petugas harus mengetahui betapa pentingnya menggunakan APD ketika sedang bekerja atau ketika sedang berada di dalam laboratorium kesehatan. Perilaku para petugas dipengaruhi oleh pengetahuan, sikap serta tindakan yang selalu menggunakan APD

KEPATUHAN

TERHADAP SOP

TERTUSUK JARUM

KEPATUHAN

TERHADAP APD

(53)

3.2 Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik observasional dengan metode cross sectional study. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif.

3.3 Lokasi dan waktu

Penelitian ini telah dilaksanakan di ruang rawat inap Rumah Sakit X Jakarta Barat pada bulan Juli tahun 2019.

3.4 Populasi dan Sample Penelitian 3.4.1 Populasi

Populasi dalam penelitian adalah setiap subjek yang memenuhi Kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, hal. 93). Pada penelitian ini peneliti mengambil populasi yaitu semua perawat yang bekerja diruang perawatan dirumah sakit X sebanyak 100 orang dalam waktu penelitian kurang lebih 3 hari.

3.4.2 Sample Penelitian

Sampel penelitian didapatkan dengan menggunakan teknik pengambilan sample purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sample yang disesuaikan dengan tujuan dan sasaran penelitian.

KARAKTERISTIK

USIA

(54)

Perawat yang dijadikan sample pada penelitian ini yaitu yang berisiko tinggi menangani langsung pasien dengan memberikan obat pada pasien dengan penyakit menular seperti perawat pada ruang isolasi atau infeksius, dan ruang IMC dan ICU. Jumlah sample yaitu 46 orang perawat dengan rincian sebagai berikut:

 Ruang isolasi atau Infeksius : 16 orang  Ruang intensif care unit : 15 orang

(55)

3.5. Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Skala ukur Hasil Ukur 1 Kepatuhan SOP Pedoman atau acuan untuk

melaksanakan tugas pekerjaan sesuai dengan fungsi dan alat penilaian kinerja berdasarkan indikator – indikator teknik admintratif dan prosedur sesuai tata kerja pada perawat ruang rawat inap RS X untuk mencegah kecelakaan Tahun 2019.

Angket dengan skala likert. 1.Sangat jarang 2.Jarang a. 3.Sering b. 4.Sangat sering c.

Ordinal a. 1. Kurang Patuh < Mean (28.3)

b. 2. Patuh ≥ Mean (28.3)

2 Kepatuhan Penggunaan APD

Alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang dalam pekerjaan yang fungsinya

melindungi tenaga kerja dari bahaya ditempat kerja pada perawat ruang rawat inap RS X untuk mencegah kecelakaan Tahun 2019.

Angket dengan skala likert.

d. Sangat jarang e. Jarang

Sering

g. Sangat sering

Ordinal c. 1. Kurang Patuh < Median (30.0)

d. 2. Patuh≥ Median (30.0)

3 Kejadian Tertusuk Jarum

Suatu kecelakaan akibat tertusuk jarum suntik yang dapat

disebabkan oleh pemberian injeksi, menutup jarum suntuk,pengambilan darah, pemasangan infus atau pembuangan dan berisiko telah tercemar darah atau cairan tubuh tehadap perawatruang rawat inap RS X

Angket dengan skala likert.

h. Sangat jarang Jarang Sering

k. Sangat sering

Ordinal e. 1. Terjadi < Median (31.0) 2. Tidak Terjadi ≥ Median (31.0)

Gambar

Tabel 3.1: Kerangka Konsep...........................................................................
Tabel 3.5    Definisi Operasional....................................................................
Gambar : Kerangka Teori Kecelakaan

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

1) Apakah ada hubungan antara kepatuhan penggunaan safety helmet dengan kejadian kecelakaan kerja pada pekerja PT. Adhi Karya Tbk di proyek Rumah Sakit

Mengetahui hubungan karekteristik (jenis kelamin, tahun studi, program studi) mahasiswa dengan kejadian tertusuk jarum dan benda tajam pada mahasiswa

Dari ke 30 artikel tersebut ter- dapat 8 artikel yang mengemukankan bahwa hubungan kepatuhan perawat, dalam hal SOP, hand hygiene maupun ketrampilan perawat dalam memasang

PENGETAHUAN PERAWAT DENGAN KEPATUHAN MENGGUNAKAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT WIJAYAKUSUMA PURWOKERTO” yang merupakan salah satu syarat untuk

Hasil uji menunjukkan t hitung - 10,38 ( p-value 0,0001 ) yang berarti terdapat perbedaan tingkat kepatuhan penggunaan alat pelindung diri (APD) pada perawat bangsal kelas

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan usia, pengetahuan, sikap, ketersediaan APD, dan dukungan sosial dengan kepatuhan penggunaan APD pada perawat Rawat

Data yang di peroleh di RS PKU Muhammadiyah Sekapuk di ruang IGD dan Rawat Inap Dewasa Umum dengan jumlah 20 perawat, angka kepatuhan perawat terhadap penggunaan APD saat

Dalam Penelitian ini, dari semua variabel yang diteliti, maka yang paling dominan terhadap kepatuhan perawat adalah Pengetahuan perawat dan Kepribadian perawat, artinya dengan