• Tidak ada hasil yang ditemukan

Massa ventrikel kiri

Dalam dokumen TESIS. OLEH dr. Yusrina br Saragih NIM : (Halaman 36-88)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.8 Peranan ekokardiografi pada penderita hipertensi

2.8.1 Massa ventrikel kiri

Evaluasi hipertrofi ventrikel kiri (HVK) dengan mengukur massa dan geometri adalah peran utama dari ekokardiografi pada pasien hipertensi.

Identifikasi kerusakan organ jantung pada hipertensi secara tradisional mengacu pada identifikasi HVK dan geometri konsentris, yang keduanya disebabkan oleh peningkatan tekanan ventrikel kiri karena kelebihan tekanan kronis dan merupakan independen peningkatan risiko kardiovaskular (Mancia, 2013; Levy, 1990; Koren, 1991). Meskipun ada beberapa pendapat kontroversial (Schillaci, 1994), ekokardiografi pada umumnya dianggap lebih akurat daripada elektrokardiogram dalam mendiagnosis HVK (Reichek, 1981; Woythaler, 1983). Penebalan dinding ventrikel kiri meningkat sebagai respon pressure overload kronik untuk menormalkan tegangan dinding ventrikel kiri menurut hukum Laplacce. Hipertrofi konsentrik ventrikel kiri adalah hasil adaptasi

meladaptif karena menyebabkan peningkatan 2-4 kali kejadian kardiovaskular pada individu dengan peningkatan MVK.

Karakteristik HVK adalah peningkatan perubahan myofibril dalam diameter sirkumferensial (hipertrofi konsentrik), dimensi panjang (hipertrofi eksentrik), atau keduanya. Hipertrofi konsentris terjadi lebih umum pada penderita hipertensi atau stenosis aorta dan cenderung berhubungan dengan kondisi volume akhir diastolik ventrikel kiri (left ventricular end diastolik volume/LVEDV) yang normal atau meningkat. Ketika hipertensi berhubungan dengan peningkatan preload, perubahan struktur mungkin lebih eksentrik pada penderita obesitas atau insufiensi ginjal kronik. Pada hipertensi yang tidak terkontrol progresifitas dari HVK menuju gagal jantung berhubungan dengan hipertrofi eksentrik atau konsentrik, iskemik miokard, peningkatan fibrosis dan kekakuan ventrikel, apoptosis, dan gagal jantung sistolik. Namun, pada pasien yang secara efektif mendapat terapi hipertensi, hipertrofi konsentrik bermanifestasi sebagai disfungsi diastolik dan disfungsi sistolik (Mumpuni, 2017).

Gambar 2. 6 Nilai normal LVM 2-DE atau 3-DE 2.8.2 Geometri ventrikel kiri

Deskripsi geometri ventrikel kiri, dengan menggunakan minimal empat kategori: geometri normal, remodeling konsentris, dan hipertrofi konsentris dan eksentrik, harus menjadi komponen standar dari laporan ekokardiografi (Marwick, 2015).

Gambar 2. 7 Deskripsi klasik geometri ventrikel kiri (Marwick dkk, 2015) 2.9 Hipertrofi Ventrikel Kiri (Left Ventricular Hypertrophy, HVK)

Hipertrofi Ventrikel Kiri (Left Ventricular Hypertrophy, HVK) merupakan pertumbuhan dari massa ventrikel kiri yang disebabkan oleh peningkatan ukuran kardiomiosit. Proses terjadinya HVK melibatkan suatu serangkaian kompleks kejadian yang terdiri dari proses transkripsi, signaling, perubahan struktural, elektrofisiologi, dan fungsional yang berdampak pada seluruh sel otot jantung (Lazzeroni dkk, 2016; Lorell BH dkk, 2000). HVK merupakan manifestasi preklinis dari penyakit kardiovaskular dan merupakan prediktor kuat untuk morbiditas dan mortalitas kardiovaskular (Rodrigues dkk, 2008).

2.9.1 Prevalensi HVK

Suatu penelitian meta-analisis yang melibatkan 30 penelitian yang terdiri dari 37.700 pasien hipertensi baik yang telah atau belum mendapat terapi (terdiri dari 80,3% etnis Kaukasian; 52,4% pria; 9,6% dengan diabetes; 2,6% dengan penyakit kardiovaskular) mendapati prevalensi HVK pada populasi hipertensi yakni berkisar 36 – 41%. Prevalensi HVK tidak berbeda pada wanita atau pria (antara 37,9 – 46,2% berbanding 36,0 – 43,5%). HVK eksentrik lebih banyak dijumpai daripada HVK konsentrik (antara 20,3 – 23,0% berbanding 14,8 – 15,8%, dengan p < 0,05) (Cuspidi dkk, 2012).

Adanya HVK disebabkan oleh berbagai kondisi dan penyakit. Penyebab terbanyak HVK ialah hipertensi dan stenosis aorta (Kubo dkk, 2017).

Gambar 2. 8 Berbagai Penyebab HVK dan Hubungannya dengan Prevalensi dan Usia Pasien (Kubo dkk, 2017)

2.9.2 Patofisiologi HVK

Secara anatomis, HVK dapat terjadi akibat peningkatan beban preload dan atau afterload jantung. HVK yang diinduksi preload biasanya akibat obesitas, regurgutasi katup mitral ataupun aorta. Hal ini menyebabkan terjadinya hipertrofi eksentrik (terjadi penebalan dinding jantung dan dilatasi ruang jantung). HVK yang diinduksi afterload menyebabkan hipertrofi konsentrik (terjadi penebalan dinding jantung tanpa disertai dilatasi ruang jantung). Hal ini paling banyak disebabkan hipertrofi dan stenosis aorta. HVK, sesuai hukum Laplace, pada awalnya merupakan proses adaptasi fisiologis untuk mengatasi wall stress. Akan tetapi, bila berkelanjutan proses ini dapat menjadi patologis. HVK selanjutnya dapat meyebabkan penurunan perfusi mikrovaskular koroner dan dalam jangka panjang menyebabkan peningkatan insidensi penyakit jantung koroner makrovaskular. Terjadinya gangguan fungsi diastolik dan sistolik pada kondisi HVK akan meningkatkan risiko gagal jantung kongestif (Iacovino, 1992).

HVK dapat merupakan suatu proses adaptasi terhadap latihan stress fisik, seperti yang terjadi pada atlet, ataupun merupakan kondisi patofisiologis, yang dapat terjadi akibat faktor genetik atau sekunder akibat kelebihan beban pada

ventrikel kiri. HVK yang fisiologis biasanya bukanlah kondisi yang berbahaya dan dapat terjadi regresi setelah pengurangan atau penghentian dari latihan fisik.

HVK yang patologis merupakan suatu fenomena kompensasi yang pada suatu waktu dapat menjadi maladaptif dan berevolusi menjadi kondisi disfungsi ventrikel kiri yang progresif dan akhirnya menyebabkan gagal jantung (Lazzeroni dkk, 2016).

Olahraga yang intens dilakukan akan menghasilkan adaptasi fisiologis jantung, dengan ciri khas peningkatan massa ventrikel kiri, dimensi kavitas dan ketebalan otot jantung, yang biasanya disebut “athlete’s heart”. Perubahan yang terjadi pada struktur jantung bervariasi tergantung dari tipe latihan: olahraga dinamis, seperti berlari dan berenang akan menghasilkan peningkatan beban volume, sementara olahraga statis seperti angkat beban utamanya menyebabkan peningkatan beban tekanan. Karena hal tersebut, jantung atlet dapat mengalami perubahan menjadi HVK eksentrik (seperti pada pelari) atau HVK konsentrik (seperti pada atlet angkat beban). Massa ventrikel kiri pada atlet yang rutin melakukan latihan dosis tinggi dapat meningkat sampai 60% dibanding jantung non-atlet. Ketebalan dinding otot jantung pada atlet dapat berkurang atau kembali ke nilai normal setelah beberapa waktu tidak melakukan olahraga, bersamaan dengan berkurangnya dimensi kavitas LV, walaupun pada beberapa atlet kavitas LV akan tetap membesar walaupun telah menghentikan olahraga.

Atlet dengan HVK umumnya memiliki fraksi ejeksi (ejection fraction, EF) yang normal dan tanpa ada gangguan fungsi sistolik dan diastolik (Lazzeroni dkk, 2016).

Penelitian yang dilakukan pada pasien etnis Afrika-Amerika dengan hipertensi dan HVK untuk menilai manfaat olahraga moderat, mendapati bahwa olahraga rutin akan menurunkan tekanan darah dan mengurangi HVK pada pasien hipertensi berat (Lovic dkk, 2017; Kokkinos dkk, 1995).

Pasien dengan kardiomiopati hipertrofik umumnya memiliki hipertrofi septum ventrikel kiri yang asimetris, sedangkan HVK yang terjadi pada kondisi

2.9.3 Klasifikasi HVK

Geometri ventrikel kiri diklasifikasikan berdasarkan dua parameter sederhana: yakni Relative Wall Thickness (RWT) dan Left Ventricular Mass Index (LVMI). RWT dikalkulasi dari Posterior Wall Thickness dikali 2 kemudian dibagi dengan Left Ventricular End-Diastolic Diamete (LVEDD).

LVMI didapat dari massa ventrikel kiri (left ventricular mass, LVM) dibagi body surface area (BSA). Klasifikasi ini mengkategorikan geometri LV menjadi 4 tipe: normal (RWT ≤0,42; LVMI normal), concentric remodeling (RWT

>0,42; LVMI normal), concentric hypertrophy (RWT >0,42; LVMI meningkat) dan eccentric hypertrophy (RWT ≤0,42; LVMI meningkat) (Lang dkk, 2015;

Lazzeroni dkk, 2016).

Gambar 2. 9 Klasifikasi geometri ventrikel kiri berdasarkan RWT dan LVMI (Lang dkk, 2015; Lazzeroni dkk, 2016; Marwick dkk, 2015)

Gambar 2. 10 Ilustrasi geometri ventrikel kiri (Lombardi dkk, 2015)

Tabel 2. 7 Nilai Titik Potong HVK dan Tingkat Keparahannya berdasarkan Jenis Kelamin dari Ekokardiografi (Lombardi dkk, 2015)

Parameter Nilai Normal HVK Ringan HVK Sedang HVK Berat Wanita

LVMI (g/m2) 43 – 95 96 – 108 109 – 121 ≥ 122 Pria

LVMI (g/m2) 49 – 115 116 – 131 132 – 148 ≥ 149

2.9.4 Prognosis HVK

Penebalan ventrikel kiri, yang diperiksa melalui ekokardiografi, adalah peningkatan massa ventrikel kiri. Hal ini terjadi pada 15-20% dari penderita hipertensi (Levy dkk, 1988). Hipertrofi ventrikel kiri meningkatkan penyakit jantung koroner, gagal jantung kongestif, penurunan fraksi ejeksi ventrikel kiri, kejadian serebrovaskular, aritmia ventrikel, dan kematian mendadak.

Progresivitas hipertrofi ventrikel kiri akan meningkatkan resiko kardiovaskular terhadap penderita penyakit jantung hipertensi (Diamond dkk, 2005).

Framingham Study menyatakan bahwa pasien hipertensi yang terdiagnosis HVK dari EKG akan mengalami peningkatan risiko mortalitas

kardiovaskular termasuk stroke sebesar delapan kali lipat, risiko mortalitas akibat penyakit jantung koroner termasuk kematian jantung mendadak sebesar enam kali lipat, dan risiko gagal jantung kongestif sebasar tiga kali lipat dibanding pasien hipertensi tanpa HVK. Pasien hipertensi dengan HVK mengalami premature venctricular contractions yang lebih sering dan kompleks, sehingga menempatkan populasi ini pada risiko tinggi kejadian aritmia ventrikel dan kematian jantung mendadak (Iacovino, 1992).

2.10 Ekokardiografi untuk menilai HVK

Massa ventrikel kiri merupakan faktor risiko dan prediktor kuat kejadian kardiovaskular. Terdapat beberapa metode yang terbukti efektif untuk menghitung massa ventrikel kiri, yakni dari ekokardiografi M-mode, 2D dan 3D. Semua parameter diambil pada akhir fase diastole (yakni sesaat sebelum penutupan katup mitral atau pada saat diameter diastole atau volume ventrikel kiri terbesar pada suatu siklus jantung). Penggunaan metode M-mode dan 2D akan mengukur diameter diastole ventrikel kiri dan ketebalan dinding jantung secara linier dan selanjutnya akan digunakan formula geometri untuk memperoleh volume miokardium, sedangkan jika menggunakan metode 3D maka semua dapat diukur langsung.

Semua metode akan mengkonversikan volume yang didapat menjadi massa dengan mengalikan volume miokardium dan densitas miokard (yakni 1,05 g/mL). Setiap metode pengukuran massa ventrikel kiri memiliki keunggulan, kelemahan dan nilai spesifik di setiap situasi (Lang dkk, 2015).

Pengukuran massa ventrikel kiri dengan metode 2D memiliki kelebihan yakni dapat mengakomodasi dalam menilai bentuk LV dan melihat perubahan ukuran LV yang terjadi dari suatu ruang jantung, yang tidak bisa didapat dari pemeriksaan M-mode. Hal ini merupakan hal penting, mempertimbangkan bahwa perubahan geometri LV dapat terjadi pada beberapa penyakit jantung (Lang dkk, 2015).

Akan tetapi, bila dibutuhkan skrining atau penelitian pada populasi yang besar maka metode M-mode memiliki keunggulan, karena pemeriksaannya sederhana, cepat dan hanya terdapat sedikit variabilitas antar subyek peneliti.

Terdapat banyak penelitian yang terbukti dapat mendukung akurasi dari metode ini. Kebanyakan penelitian yang menghubungkan massa LV terdahap prognosis penyakit menggunakan metode ini dalam penelitiannya. Akan tetapi beberapa hal harus diperhatikan dalam pengukuran dengan metode M-mode ini. Pertama, ketebalan dinding dan dimensi LV harus diukur benar – benar tegak lurus pada posisi long axis ventrikel kiri. Kedua, formula ini memasukkan koreksi untuk overestimasi 20% yang ditemukan pada validasi beberapa penelitian sebelumnya yang menggunakan teknik M-mode. Karena pengukuran langsung ketebalan dinding jantung dengan metode 2D akan menghasilkan nilai yang lebih kecil dibanding teknik M-mode. Akan tetapi hal ini kurang penting dan dapat dikesampingkan karena nilai titik potong pada metode M-mode ini telah banyak digunakan dalam penelitian untuk menilai prognosis (Lang dkk, 2015).

Pemeriksaan HVK dengan metode 3D merupakan satu – satunya metode ekokardiografi yang dapat langsung mengukur volume miokard. Beberapa penelitian validasi terhadap metode ini telah dilakukan. Akan tetapi sampai saat ini, hanya sedikit penelitian mengenai penggunaan klinis dan prognosis penyakit jantung yang menggunakan metode ini (Lang dkk, 2015).

Nilai massa ventrikel kiri bervariasi tergantung jenis kelamin, usia, berat badan, dan etnis. Karena itu, penyeragaman nilai normal sulit untuk dilakukan. Massa ventrikel kiri lebih tinggi nilainya pada pria dibanding wanita. Telah dilakukan beberapa penelitian, kebanyakan dengan metode M-mode, yang menemukan bahwa nilai normalnya berbeda – beda tergantung populasi. Suatu penelitian besar telah dilakukan dan mendapatkan nilai titik potong yang direkomendasikan pada pedoman tata laksana yang dikeluarkan oleh American Society of Echocardiography pada tahun 2015. Akan tetapi, karakteristik populasi telah diteliti dan perbedaan massa antara populasi etnis yang berbeda ditemui (Lang dkk, 2015).

2.10.1 Metode M-mode

Pada metode M-mode, massa ventrikel kiri didapat dengan menggunakan formula Cube, yaitu:

Dengan IVS ialah interventricular septum, LVID ialah LV internal diameter, dan PWT ialah posterior wall thickness (Lang dkk, 2015).

Gambar 2. 11 Pengukuran internal linear LV diambil dari potongan parasternal dan dipastikan tegak lurus dengan potongan long axis LV, dan diukur pada level pertemuan daun katup mitral. Semua parameter diukur pada akhir fase diastole (Lang dkk, 2015)

.

Gambar 2. 12 Dari potongan M-mode ini akan didapat nilai interventricular septum (IVS), LV end diastolic diameter (LV EDD), dan posterior wall thickness (PWT) yang nantinya akan dikalkulasikan pada Formula Cube untuk mendapatkan nilai massa LV (Lang dkk, 2015).

Massa LV = 0,8 x 1,4 x ((IVS + LVID + PWT)3 - LVID3) + 0,6 gram

2.10.2 Metode 2D

Pada metode ekokardiografi 2D, massa ventrikel kiri didapat dengan menggunakan formula truncated ellipsoid (Lang dkk, 2015):

Ataupun melalui rumus area – length (Lang dkk, 2015):

Dengan t = ketebalan dinding otot jantung didapat dari (Lang dkk, 2015):

Gambar 2. 13 Nilai diameter LV yang didapat dari gambar LV potongan 4-chamber yang akan digunakan pada formula truncated ellipsoid untuk mendapatkan nilai massa ventrikel kiri. Dimana a = jarak dari aksis minor sampai apeks LV; b = radius minor LV; d = jarak dari aksis minor sampai garis lurus katup mitral (Lang dkk, 2015).

2.10.3 Metode 3D

Pengukuran massa LV dengan menggunakan metode 3D didapat langsung dengan bantuan software. Metode ini lebih akurat dibanding metode M-mode dan 2D.

Gambar 2. 15 Penilaian massa LV dengan metode 3D pada ekokardiografi didapat dengan bantuan software dan membutuhkan gambaran LV pada potongan apikal

4-chamber, apikal 2-chamber dan short-axis (Lang dkk, 2015).

Gambar 2. 14 Ketebalan dinding otot jantung (t) didapat dengan mengkalkulasikan area epikardial (A1) dan area endokardial (A2) pada potongan short-axis setentang muskulus papilaris (tampak pada area berwarna hijau) dengan muskulus papilaris dianggap merupakan bagian dari ruang LV (Lang dkk, 2015).

2.10.4 Cardiac Magnetic Resonance (CMR) untuk menilai HVK

CMR merupakan pemeriksaan non-invasif kuantitatif dapat dengan baik menilai HVK dan adanya fibrosis miokard. CMR mampu membedakan antara amiloidosis di jantung, kardiomiopati hipertrofik dan penyakit jantung hipertensi. Beberapa penyakit secara klinis tampak sama yakni dengan HVK dan gagal jantung. CMR juga memiliki akurasi yang lebih baik untuk menilai ketebalan dan massa ventrikel kiri dibanding pemeriksaan lainnya (Kuroda dkk, 2015).

2.11 Ketebalan Intima-Media Karotis (KIMK) 2.11.1 Definisi

Ketebalan intima-media karotis (KIMK) adalah pemeriksaan patologi ketebalan dinding arteri, yang merupakan lokasi terjadinya proses aterosklerosis. Pemeriksaan ini tergolong non invasif, dengan menggunakan alat ultrasonografi B-mode, yang pertama kali dideskripsikan oleh Pignoli dan kawan tahun 1986 (Den Hartog dkk, 2013).

Pemeriksaan ultrasound dengan M-mode memiliki resolusi temporal superior, dengan pengukuran hanya satu titik ketebalan, bukan segmental.

Karena penebalan dinding karotis yang tidak sama, sehingga nilai tunggal tanpa mempertimbangkan wilayah yang lebih luas, sulit untuk mendapatkan hasil pemeriksaan yang akurat yang mewakili perubahan arteri. Sehingga pengukuran B-mode point-to-point dari beberapa segmen panjang dapat menggambarkan nilai KIMK dengan presisi tinggi. Dengan pengukuran B-mode, rata-rata segmen yang diukur 1 cm (Stein dkk, 2008).

Konsensus American Society of Echocardiography (ASE) menyatakan teknik baku untuk penilaian KIMK menggunakan pencitraan ultrasound dengan tranduser yang menghasilkan gelombang suara atau akustik. Ada dua jenis transduser yang digunakan dalam pencitraan USG, Sector Phased-Array dan Linear Phased-Array. Transduser Linear Phased-Array (versi A dan B) memiliki keuntungan lebih dibanding Sector Phased-Array karena kualitas

dengan 7 MHz direkomendasikan untuk pemeriksaan arteri karotis (Ravi dkk, 2014)

2.11.2 Manfaat Pemeriksaan KIMK

KIMK merupakan pemeriksaan yang bisa cepat dikerjakan, tidak adanya paparan radiasi, non invasif dengan harga terjangkau. Pemeriksaan dapat dilakukan di unit USG rawat jalan dengan biaya lebih hemat dan waktu yang lebih singkat. Pengukuran dapat dilakukan dengan bantuan perangkat lunak otomatis sehingga lebih mudah. KIMK menggambarkan adanya stenosis minor dan stenosis mayor, sesuai dengan awal dan akhir proses penyakit pembuluh darah. KIMK dapat digunakan untuk menilai pada individu tanpa penyakit kardiovaskular dengan hasil menggunakan protokol persentil yang dapat menggambarkan nilai normal, tinggi atau rendah (setelah disesuaikan berdasarkan usia dan jenis kelamin)( Stein dkk,2004).

KIMK mempunyai nilai prognosis untuk memprediksi kejadian stroke dan penyakit jantung koroner di waktu mendatang (Lorenz dkk,2007).

Pemeriksaan dilakukan pada individu yang mempunyai faktor risiko menengah, bermanfaat untuk skrining proses aterosklerosis dini, sehingga dapat menurunkan angka kejadian kardiovaskular. Dari berbagai studi klinis, pemeriksaan KIMK ini berjalan paralel dengan faktor tradisional aterosklerosis (Ana dkkl, 2013).

Hal ini meningkatkan penggunaan KIMK dalam studi patofisiologi dan studi klinik, menggeser persepsi KIMK dari endpoint sekunder menjadi mewakili risiko kejadian kardiovaskuler (Lorenz dkk, 2012) sehingga menunjukkan manfaat untuk menilai faktor risiko berdasarkan proses patobiologi dinding pembuluh darah.

Penilaian ultrasonografi KIMK memiliki beberapa keuntungan dalam praktek klinis dibanding pemeriksaan angiografi dalam hal mengamati perubahan dan perkembangan aterosklerotik vaskular dimana pemeriksaan dapat dilakukan berulang kali tanpa efek samping pada penderita.

2.11.3 Metode Pemeriksaan KIMK

Teknik pemeriksaan KIMK dengan menggunakan ultrasonografi B-mode, dengan mengukur ketebalan komponen tunika intima dan tunika media pada dinding arteri karotis, yang ditunjukkan sebagai pola garis ganda atau double (Estibaliz dkk, 2010). Pengukuran dilakukan pada arteri karotis komunis, karena pada segmen ini yang mempunyai reprodusibilitas dan kemampuan yang baik dalam mempredikso kejadian kardiovaskular. Lokalisasi aterosklerosis ditentukan oleh kekuatan hemodinamik, seperti shear stress dan tekanan, dan faktor lokal dan perbedaan distribusi hemodinamik yang memicu berkembangnya penebalan intima-media di pembuluh darah karotis (S.Bartels dkk, 2012).

Subyek yang akan dinilai dalam posisi supinasi dengan leher tengadah dan kepala berpaling ke sisi samping kontralateral dimana pengukuran yang diambil, sehingga memungkinkan maksimal akses ke arteri karotis. Pengukuran ditandai adanya kompleks intima-media yang dapat dilihat pada kedua dinding dekat dan jauh dari arteri karotis. Pada umumnya dilakukan pada dinding terjauh lumen arteri karotis komunis dan dilakukan pada akhir diastol (Christin dkk, 2012)

Gambar 2. 16 Posisi pengukuran KIMK (Stein James H dkk,2008)

2.11.4 Interpretasi Hasil Pengukuran KIMK

Pengukuran KIMK di arteri karotis dapat dilakukan di tiga tempat yaitu:

1. Di arteri karotis komunis (Common Carotid Artery, CCA), terletak paling proksimal, merupakan segmen lurus sepanjang 1 cm dari arteri karotis sebelum bifurkasi

2. Di bulbus karotis yang merupakan pelebaran fokal bifurkasi memanjang kurang lebih 1 cm. Di bagian distal, bulbus terpisah menjadi arteri karotis interna (Internal Carotid Artery, ICA) dan arteri karotis eksterna (External Carotid Artery, ECA)

3. Di bagian proksimal arteri karotis interna sepanjang 1 cm.

Pengukuran KIMK di arteri karotis komunis sering disukai karena akses mudah dan hasil pengukuran lebih baik. Dalam praktis, visualisasi dari bifurkasi karotis atau arteri karotis internal lebih sulit daripada arteri karotis komunis. Howard dan kawan kawan menemukan korelasi moderat antara pengukuran KIMK diambil dari tempat yang berbeda pada arteri karotis (Joseph dkk, 2011).

Sebuah studi berbasis populasi untuk mengetahui hubungan KIMK diberbagai tempat. Pemeriksaan di ICA secara sinifikan lebih besar dibandingkan di bifurkasi atau CCA. Didapatkan korelasi KIMK di CCA dengan faktor resiko stroke. Sebaliknya, KIMK di bifurkasi bersama-sama dengan plak karotis, lebih langsung berhubungan dengan faktor-faktor risiko penyakit jantung iskemik. Pemeriksaan KIMK di ICA berkorelasi lebih baik dengan faktor risiko vaskular (Heather dkk, 2007).

Hal kedua yang perlu diperhatikan adalah pengukuran KIMK dilakukan pada dinding bebas plak. Mengukur di daerah bebas plak tidak hanya mudah tetapi juga meningkatkan akurasi pengukuran. Plak aterosklerosis didefinisikan sebagai struktur fokal dinding bagian dalam pembuluh darah dengan ketebalan

≥ 0.5 mm ( ≥ 50%) keseluruhan ketebalan intima-media, atau hasil pengukuran KIMK yang ≥ 1.5 mm. Plak dapat dibedakan berdasarkan jumlah, ukuran, iregularitas dan echodensitas (echolucent atau kalsifikasi)(Christina dkk, 2012).

Seperti halnya pengukuran fisiologis lainnya, pengukuran KIMK rentan terhadap variabilitas yang berbeda, termasuk jenis mesin ultrasound yang digunakan pengambil gambar dan pembaca pengukuran. Untuk menghindari hal tersebut disarankan pengambilan gambar KIMK dilakukan oleh operator tunggal, pengukuran off line oleh operator yang berbeda. Salonen dan kawan kawan menemukan perbedaan pengamat sekitar 4%. Untuk mengurangi variabilitas, ditetapkan protokol standar untuk pengukuran KIMK. Nilai absolut KIMK tergantung lokasi pengukuran (segmen, dinding dekat atau jauh), alat ultrasound yang digunakan dan sistem pembacaan offline yang digunakan (tracing otomatis atau manual). Dengan bantuan perangkat lunak otomatis dapat memperkecil perbedaan pembacaan. Pada orang dewasa muda yang sehat, jarak antara permukaan intima sampai perbatasan media-adventisia karotis komunis antara 0.6 – 0.7 mm (Christine dkk, 2012).

Program semi otomatis untuk mendeteksi KIMK digunakan pada gambar berkualitas tinggi, cenderung meningkatkan reproduktifitas dan memperpendek waktu membaca. Software yang membantu dengan manual tracing menggunakan kaliper elektronik juga dapat dijadikan pilihan mengingat sebagian besar data hasil didasarkan pada studi yang digunakan penelusuran manual. Penilaian kuantitatif KIMK menggunakan perangkat lunak semi otomatis merupakan teknik baru dan mudah, terbukti efektif dan akurat.

Penelitian di Inggris pada 453 individu tanpa gejala usia 35 sampai 75 tahun, didapatkan hasil penilaian KIMK di CCA dan bifurkasi menggunakan perangkat lunak semi otomatis lebih mudah digunakan (Jinzy dkk, 2013;Tiong K dkk, 2008).

Gambar 2. 17 Pengukuran KIMK adalah dengan mengukur ketebalan garis ganda memanjang secara bersamaan di dinding dekat dan jauh arteri karotis (double line

sign) (Stein James H dkk,2008)

2.12 Penelitian yang berhubungan dengan KIMK dan Hipertrofi Ventrikel Kiri Kualitas penebalan tunika intima media arteri karotis merupakan pertanda awal terjadinya aterosklerosis. Selain itu KIM juga digunakan sebagai parameter dalam mengevaluasi regresi dan progresi aterosklerosis pada penyakit kardiovaskuler.

American Heart Assosiation (AHA) merekomendasikan pengukuran KIM sebagai metode paling baik untuk identifikasi aterosklerosis. Konsensus Mannheim dan Konsensus American Society of Echocardiography (ASE) tentang penebalan intima media arteri karotis, merekomendasikan pengukuran intima media arteri karotis pada penderita yang berisiko penyakit kardiovaskular. Arteri karotis menjadi pilihan pengukuran KIM dibanding arteri lainnya karena berukuran besar, letaknya superfisial, tidak terhalang struktur tulang ataupun bayangan udara, serta jauh dari struktur yang bergerak,seperti jantung. Dalam Cardiovascular Heath Study, KIM karotis adalah terkait dengan kehadiran stroke dan ischemic transient attack.

Peningkatan 0,22 mm pada pengukuran KIM arteri karotis komunis dan 0,69 mm pada KIM arteri karotis interna berhubungan dengan peningkatan sekitar 20% dalam

kemungkinan mengalami peristiwa serebrovaskular sebelumnya. Pada dasarnya, individu yang memiliki penyakit serebrovaskular lebih mungkin untuk mengalami peningkatan nilai KIM karotis.

Rafeian-Kopeai dkk menemukan bahwa adanya korelasi positif antara derajat HVK dengan durasi dilakukannya hemodialysis, derajat hipertensi dengan KIMK (Rafeian-Kopeai dkk,2015). Avelar dkk melaporkan rerata MVK remaja obes 234±65 gram dibandingkan dengan tidak obes 160±38 gram dan hubungan sinergis antara hipertrofi ventrikel kiri dengan saturasi oksigen pada malam hari, tekanan darah, dan KIMK. Kaunang dkk menemukan bahwa terdapat hubungan positif antara KIM dengan MVK pada remaja obes (Kaunang D dkk, 2015).

KIMK merupakan penanda aterosklerosis subklinis dan berhubungan dengan

KIMK merupakan penanda aterosklerosis subklinis dan berhubungan dengan

Dalam dokumen TESIS. OLEH dr. Yusrina br Saragih NIM : (Halaman 36-88)

Dokumen terkait