• Tidak ada hasil yang ditemukan

TESIS. OLEH dr. Yusrina br Saragih NIM :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TESIS. OLEH dr. Yusrina br Saragih NIM :"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

PASIEN HIPERTENSI DENGAN HIPERTROFI VENTRIKEL KIRI PADA PEMERIKSAAN EKOKARDIOGRAFI

DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN

TESIS

OLEH

dr. Yusrina br Saragih NIM : 137115008

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS

DEPARTEMEN KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2018

(2)

3001 E0E86I 901,09S61'dlN

200

t0900ztr f0 r

86 r

'dIN r

q#

uelqesaEuali mqela8uayq 7

I00I

90666

Ir0s0896I 'dIN

ffi

1Bu1qu4qure6 rpnlg ure.lSo:4

rserlsl8eg Jo{uoN

e/Y\sIs€LIBI{

riulep

trBpaHtr

{gBI urBpv lfuH tr

anSU

8JBlfl B.relBurns s8lJsJe^Jun

uBraplopex sBlln{Bf,

rqruIsBA urreplopey

pololprry uup

uauril.rudeq BqoX

@

g

Eu.rquqqrua6 'rn[h1a,{ua1rg

qereg gnlnqured Eunluul uep

800s1

Ir€I

qr8e.leg

.

€uIJsnA upentr

{llBI ul?pv tfeg tr

anSU

rq

gu.r8orprqo{A

uees>lrrerued

BpBd

lrl)

Io{u}ue1 gorgedrg uu8uoq

tsuepadtll

uupal{ {!tEI,{

ruupy tluff anSU

uJBl1 Uralutuns

sulrsro^ruj]

rrBJol{opay su}IlrIrrd

quruO qnlnqurad uup

8rrn1uu1

rpn15 ururSord

unlol1

i00t

e0€861

s030ss6l'dIN

(3)

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

HUBUNGAN KETEBALAN INTIMA-MEDIA KAROTIS PADA PASIEN HIPERTENSI DENGAN HIPERTROFI VENTRIKEL

KIRI PADA PEMERIKSAAN EKOKARDIOGRAFI DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah dituliskan atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang digunakan sebagai acuan referensi dan telah disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Oktober 2018

Yusrina Saragih

(4)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat yang telah diberikan- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Tesis ini dibuat untuk memenuhi syarat kelulusan dalam Program Pendidikan Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan penghargaaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, dan Ketua TKP PPDS I Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan penulis kesempatan untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. dr. Harris Hasan, SpPD, SpJP(K) selaku Ketua Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP Haji Adam Malik Medan dan selaku pembimbing satu yang telah memberikan penulis kesempatan untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, serta dengan penuh kesabaran telah membimbing, memberi masukan, kritik serta arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik.

3. dr. Cut Aryfa Andra, M.Ked(Cardio), SpJP(K) selaku Sekretaris Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP Haji Adam Malik Medan yang telah memberikan saran-saran berharga dalam selama proses pendidikan.

4. dr. Ali Nafiah Nasution, M.Ked(Cardio), SpJP(K) selaku Ketua Program

Studi PPDS Jantung dan Pembuluh Darah Fakultas Kedokteran

(5)

Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan saran, arahan serta masukan yang berharga.

5. dr. Yuke Sarastri, M.Ked(Cardio), SpJP selaku Sekretaris Program Studi PPDS Jantung dan Pembuluh Darah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kritikan dan saran yang begitu berharga sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

6. dr. Zainal Safri, Sp.PD, Sp.JP (K) selaku pembimbing dua dalam penyusunan tesis ini yang telah membimbing dan memberikan saran yang begitu berharga dalam penyelesaian tesis ini dan sekaligus sebagai kardiolog yang melakukan validasi terhadap variabel yang dipakai dalam penelitian ini sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik.

7. dr. Nizam Z Akbar, Sp.JP (K) sebagai guru yang telah memberikan berbagai saran dan masukan, sekaligus sebagai kardiolog yang melakukan validasi terhadap variabel yang dipakai dalam penelitian ini sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik.

8. Para guru penulis: Prof. dr. T. Bahri Anwar, SpJP(K); Prof. dr. Sutomo Kasiman, SpPD, SpJP(K); Prof. dr. Abdullah Afif Siregar, SpA(K), SpJP(K); Prof. dr. Harris Hasan, SpPD, SpJP(K); Alm. dr. Maruli T.

Simanjuntak SpJP(K); dr.Nora C. Hutajulu, SpJP(K); dan teristimewa untuk Dr. dr. Zulfikri Mukhtar, SpJP(K); Alm. dr. Isfanuddin N. Kaoy, SpJP(K); dr. Parlindungan Manik, SpJP(K); dr. Refli Hasan, SpPD, SpJP(K); dr. Amran Lubis, SpJP(K); dr. Nizam Akbar, SpJP(K); dr. Zainal Safri, SpPD, SpJP(K); dr. Andre P. Ketaren, SpJP(K); dr. Andika Sitepu, SpJP(K); dr. Anggia C. Lubis, SpJP; dr. Ali Nafiah Nasution, M.Ked(Cardio), SpJP(K); dr. Cut Aryfa Andra, M.Ked(Cardio), SpJP(K);

dr. Hilfan Ade Putra Lubis, M.Ked(Cardio), SpJP; dr. Andi Khairul, M.Ked(Cardio), SpJP; dr. Abdul Halim Raynaldo, M.Ked(Cardio), SpJP(K); dr. M. Yolandi, SpJP; dr. Yuke Sarastri, M.Ked(Cardio), SpJP;

dr. Teuku Bob Haykal, M.Ked(Cardio), SpJP serta guru lainnya yang tidak

dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah banyak memberikan

(6)

masukan dan dorongan selama mengikuti program pendidikan magister ini.

9. Direktur Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan yang telah memberikan kesempatan, fasilitas, dan suasana kerja yang baik sehingga penulis dapat mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah.

10. Teristimewa untuk kedua orang tua yang sangat penulis hormati dan sayangi yakni Usten Saragih dan ibunda tercinta Ramasinta Purba yang selama ini telah memberikan dukungan dan perhatian baik moril dan materi serta doa dan nasihat agar penulis tetap semangat, sabar dan tegar dalam mengikuti pendidikan sampai selesai. Takkan dapat semuanya itu penulis balas dengan apapun, penelitian ini hanya permulaan bukti kecil tanda terima kasih yang penulis persembahkan untuk orang tua tercinta.

11. Kedua ayah dan ibu mertua yang sangat penulis hormati dan sayangi, Alm.

Anas dan Lilis Suryani Tanjung yang telah memberikan kasih sayang, semangat, dukungan dan doa selama proses pendidikan ini.

12. Suami tercinta, Zulfadli Tanjung, ST, untuk segala doa, pengertian, semangat, dukungan, kesabaran serta bantuan moril selama penulis menjalani proses pendidikan dan juga Anakku tersayang, Zaskia Arifa Fadli, untuk segala pengertian dan kesabarannya selama penulis menjalani proses pendidikan.

13. Kepada adik-adik penulis terkasih yakni Yustejo Arif Saragih, SH; Apt.

Yusdameindra Saragih, S.Farm dan saudari ipar penulis Fitri Handayani Tanjung, Am. Keb; Sri Puji Astuti Tanjung, S.Kep yang selalu memberikan semangat dan dorongan untuk menyelesaikan tesis ini serta seluruh keluarga besar penulis yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

14. Kelima sahabat seperjuangan penulis, “HeartCor”, dr. Teuku Fauzan

Atsari, dr. Yunny Safitri, dr. Nenny Novita Sitohang, dr. Roni Armanda

Tarigan, M.Ked(Cardio), Sp. JP dan dr. Aldino Satria Adhitya yang sedari

(7)

membantu dan bekerjasama melalui berbagai proses pendidikan dan dr.

Bertha Gabriella Napitupulu, dr. Sahdra Saragih, Sp.P yang telah membantu penulis dalam proses seminar, metodologi, dan pengolahan data statistik dalam menyelesaikan tesis ini.

15. Rekan-rekan sejawat sesama peserta PPDS Jantung dan Pembuluh Darah FK USU yang tergabung dalam KELAKAR terutama dr. Masta Nova Ginting, M.Ked(Cardio) yang telah memberikan waktu dan tenaga dalam membantu pengambilan sampel penelitian, proses seminar dan memberikan masukan serta saran dan doa dalam penyelesaian tesis ini.

16. Para perawat dan staf administrasi Pusat Jantung Terpadu RSUP HAM khususnya yang bertugas di bagian Cardiac Emergency, CVCU dan ekokardiografi yang telah memberikan kesempatan kepada penulis pada waktu luang untuk mengambil data sampel penelitian.

Semoga Allah Yang Maha Pengasih membalas semua jasa dan budi baik mereka yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

Akhirnya penulis mengharapkan agar penelitian dan tulisan ini kiranya dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Oktober 2018

Penulis

(8)

ABSTRAK

Latar Belakang : Hipertensi merupakan 50% penyebab kejadian penyakit kardiovaskuler dan stroke, 40% penyebab kematian pada penderita diabetes, dan merupakan risiko utama terjadinya gagal ginjal, keracunan kehamilan dan demensia. Hipertrofi ventrikel kiri (left ventricular hypertrophy, LVH) merupakan manifestasi preklinis dari penyakit kardiovaskular dan merupakan prediktor kuat untuk morbiditas dan mortalitas kardiovaskular. Pemeriksaan ketebalan intima- media karotis (KIMK) merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengevaluasi terjadinya penyakit jantung koroner dan dalam beberapa penelitian dilaporkan bahwa ketebalan intima-media karotis juga berhubungan dengan fungsi dan hipertrofi ventrikel kiri.

Metode : Penelitian ini merupakan studi potong lintang yang dilakukan pada pasien hipertensi di unit rawat jalan PJT RSUP HAM Medan sejak Maret 2018- Agustus 2018. Pemeriksaan B-Mode USG Karotis dilakukan untuk memperoleh nilai KIMK. HVK dinilai dengan LVMI yang diukur melalui metode M-mode dengan menggunakan formula Cube dari ekokardiografi. Kemudian dilakukan analisa dengan menggunakan uji korelasi Spearman untuk melihat hubungan KIMK dengan HVK

Hasil : Nilai KIMK > 0.5 mm memiliki korelasi positif dengan LVM (r=0.594, p<0.001), LVMI (r=0.618,p<0.001), RWT (r=0.364,p<0.001), dan HVK (r=0.484,p<0.001). KIMK > 0.5 mm memiliki sensitivitas 83.6%, spesifisitas 90.4%, NPV 76% dan PPV 93.8%. Nilai KIMK 0.55 mm dianggap merupakan nilai optimal dalam mendiagnosis HVK pada pasien hipertensi di RSUP HAM berdasarkan kurva ROC dengan sensitivitas 83.6% dan spesifisitas 90.5%, AUC 0.9.

Kesimpulan: Terdapat korelasi positif antara Ketebalan Intima-Media Karotis dengan Hipertrofi Ventrikel Kiri pada pasien hipertensi.

Kata Kunci : KIMK, HVK, LVMI, Hipertensi

(9)

ABSTRACT

Background : Hypertension is a 50% cause of cardiovascular disease and stroke, 40% cause of death in diabetics, and is a major risk of kidney failure, pregnancy and dementia. Left ventricular hypertrophy (LVH) is a preclinical manifestation of cardiovascular disease and a strong predictor of cardiovascular morbidity and mortality. Examination of Carotid Intima-Media Thickness (CIMT) is one method that can be used to evaluate the occurrence of coronary heart disease and in several studies reported that carotid intima-media thickness is also associated with left ventricular function and hypertrophy

Methods : This cross sectional study conducted on hypertensive patients in the outpatient unit in Cardiac Centre Haji Adam Malik Hospital since March 2018- August 2018. Examination of Carotid B-Mode USG was conducted to obtain CIMT values. LVH is assessed by LVMI as measured by the M-mode method using the Cube formula from echocardiography. Then the analysis is done using the Spearman correlation test to see the relationship between CIMT and LVH Results : CIMT > 0.5 mm have a positive correlation with LVM (r = 0.594, p

<0.001), LVMI (r = 0.618, p <0.001), RWT (r = 0.364, p <0.001), and HVK (r = 0.484, p <0.001). CIMT > 0.5 mm has a sensitivity of 83.6%, specificity 90.4%, NPV 76% and PPV 93.8%. The CIMT value of 0.55 mm is considered to be the optimal value in diagnosing LVH in hypertensive patients in RSUP HAM based on the ROC curve with a sensitivity of 83.6% and specificity of 90.5%, AUC 0.9.

Conclusion : There is a positive correlation between Carotid Intima-Media Thickness and Left Ventricular Hypertrophy in hypertensive patients

Keywords : CIMT, LVH, LVMI, Hypertension

(10)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Pertanyaan Penelitian ... 3

1.3 Hipotesis Penelitian ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.4.1 Tujuan Umum ... 4

1.4.2 Tujuan Khusus ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Prevalensi Hipertensi ... 5

2.2 Definisi Dan Klasifikasi ... 5

2.3 Pengukuran Tekanan Darah ... 7

2.4 Etiologi Dan Patofisiologi... 8

2.4.1 Adaptasi fungsi ventrikel kiri pada penderita hipertensi ... 10

2.5 Diagnosis... 11

2.6 Evaluasi Pasien Hipertensi ... 12

2.7 Deteksi Kerusakan Jantung ... 14

2.7.1 Identifikasi TOD dengan metode non-invasif ... 15

(11)

2.8 Peranan ekokardiografi pada penderita hipertensi ... 16

2.8.1 Massa ventrikel kiri ... 19

2.8.2 Geometri ventrikel kiri... 20

2.9 Hipertrofi Ventrikel Kiri (Left Ventricular Hypertrophy, HVK) ... 21

2.9.1 Prevalensi HVK ... 21

2.9.2 Patofisiologi HVK ... 22

2.9.3 Klasifikasi HVK ... 24

2.9.4 Prognosis HVK ... 25

2.10 Ekokardiografi untuk menilai HVK ... 26

2.10.1 Metode M-mode ... 27

2.10.2 Metode 2D ... 29

2.10.3 Metode 3D ... 30

2.10.4 Cardiac Magnetic Resonance (CMR) untuk menilai HVK ... 31

2.11 Ketebalan Intima-Media Karotis (KIMK) ... 31

2.11.1 Definisi ... 31

2.11.2 Manfaat Pemeriksaan KIMK ... 32

2.11.3 Metode Pemeriksaan KIMK ... 33

2.11.4 Interpretasi Hasil Pengukuran KIMK ... 34

2.12 Penelitian yang berhubungan dengan KIMK dan Hipertrofi Ventrikel Kiri ... 36

2.13 Kerangka Teori ... 38

2.14 Kerangka Konsep ... 39

BAB III METODE PENELITIAN ... 40

3.1 Desain Penelitian ... 40

3.2 Tempat dan Waktu ... 40

3.3 Populasi dan Sampel ... 40

3.4 Besar Sampel ... 40

3.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 41

3.5.1 Kriteria Inklusi ... 41

3.5.2 Kriteria Eksklusi ... 41

(12)

3.6 Definisi Operasional ... 41

3.7 Identifikasi Variabel... 43

3.8 Alur Penelitian ... 43

3.8.1. Pemeriksaan Ekokardiografi ... 44

3.8.2. Pemeriksaan Ketebalan intima-media karotis... 44

3.9 Analisis Data ... 46

3.10 Etika Penelitian ... 47

3.11 Perkiraan Biaya ... 47

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 48

4.1 Karakteristik Subyek Penelitian ... 48

4.2 Hubungan antara KIMK dan HVK pada pasien Hipertensi di RS HAM Medan ... 55

4.3 Analisa Uji Diagnostik KIMK dengan HVK pada Pasien Hipertensi di RS HAM Medan ... 56

4.4 Nilai Titik Potong KIMK dengan HVK pada Pasien Hipertensi di RSUP HAM Medan ... 57

4.5 Variabilitas Inter-observer pada USG KIMK dan Ekokardiografi ... 58

BAB V PEMBAHASAN ... 59

BAB VI PENUTUP ... 64

6.1 Kesimpulan ... 64

6.2 Keterbatasan Penelitian dan Saran ... 64

DAFTAR PUSTAKA ... 65

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Klasifikasi Hipertensi (Mancini, 2013; Erwinanto, 2017) ... 6

Tabel 2. 2 Klasifikasi tekanan darah dewasa (usia ≥18) menurut JNC 7 ... 6

Tabel 2. 3 Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Klinik ... 7

Tabel 2. 4 Diagnosis hipertensi (Erwinanto, 2017) ... 12

Tabel 2. 5 Faktor–faktor selain tekanan darah yang mempengaruhi prognosis; digunakan untuk stratifikasi risiko kardiovaskular total (Mancia,2013) .... 13

Tabel 2. 6 Prosedur untuk mendeteksi adanya kerusakan organ target subklinik (Mancia, 2017)... 14

Tabel 2. 7 Nilai Titik Potong HVK dan Tingkat Keparahannya berdasarkan Jenis Kelamin dari Ekokardiografi (Lombardi dkk, 2015) ... 25

Tabel 4. 1 Karakteristik Subyek Penelitian berdasarkan KIMK ... 49

Tabel 4. 2 Karakteristik Parameter Ekokardiografi berdasarkan KIMK ... 52

Tabel 4. 3 Karakteristik Subyek Penelitian berdasarkan HVK ... 53

Tabel 4. 4 Korelasi KIMK dengan RWT, LVM, LVMI, HVK dan Lama Hipertensi... 56

Tabel 4. 5 Analisa Uji Diagnostik KIMK dengan HVK ... 56

Tabel 4. 6 Hasil Uji KIMK terhadap HVK berdasarkan ROC pada Pasien Hipertensi di RSUP HAM Medan ... 57

Tabel 4. 7 Uji Variabilitas Inter-observer (Cohen Kappa Coefficient) ... 58

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Pemeriksaan TOD subklinis di jantung (Mancia, 2013) ... 14

Gambar 2. 2 Perjalanan klinis hipertensi ... 16

Gambar 2. 3 Progresi disfungsi mekanik pada penderita hipertensi ... 17

Gambar 2. 4 Parameter ekokardiografi (dan nilai cut-off abnormal) untuk

kerusakan jantung pada hipertensi arterial. Tabel A merupakan

rekomendasi nilai cut-off untuk parameter pemeriksaan ekokardiografi

pada penderita hipertensi (Mancini, 2013). Tabel B merupakan

rekomendasi nilai cut-off untuk parameter pemeriksaan ekokardiografi

pada penderita hipertensi (Perrone-Filardi, 2017) ... 18

Gambar 2. 5 Kriteria kesesuaian (appropriate use criteria) untuk pemeriksaan

ekokardiografi pada penderita hipertensi (Douglas, 2011) ... 19

Gambar 2. 6 Nilai normal LVM 2-DE atau 3-DE ... 20

Gambar 2. 7 Deskripsi klasik geometri ventrikel kiri (Marwick dkk, 2015) ... 21

Gambar 2. 8 Berbagai Penyebab HVK dan Hubungannya dengan Prevalensi dan

Usia Pasien (Kubo dkk, 2017) ... 22

Gambar 2. 9 Klasifikasi geometri ventrikel kiri berdasarkan RWT dan LVMI

(Lang dkk, 2015; Lazzeroni dkk, 2016; Marwick dkk, 2015) ... 24

Gambar 2. 10 Ilustrasi geometri ventrikel kiri (Lombardi dkk, 2015) ... 25

Gambar 2. 11 Pengukuran internal linear LV diambil dari potongan parasternal

dan dipastikan tegak lurus dengan potongan long axis LV, dan diukur

pada level pertemuan daun katup mitral. Semua parameter diukur pada

akhir fase diastole (Lang dkk, 2015) ... 28

Gambar 2. 12 Dari potongan M-mode ini akan didapat nilai interventricular

septum (IVS), LV end diastolic diameter (LV EDD), dan posterior wall

thickness (PWT) yang nantinya akan dikalkulasikan pada Formula Cube

untuk mendapatkan nilai massa LV (Lang dkk, 2015). ... 28

(15)

Gambar 2. 13 Nilai diameter LV yang didapat dari gambar LV potongan 4- chamber yang akan digunakan pada formula truncated ellipsoid untuk mendapatkan nilai massa ventrikel kiri. Dimana a = jarak dari aksis minor sampai apeks LV; b = radius minor LV; d = jarak dari aksis minor sampai

garis lurus katup mitral (Lang dkk, 2015). ... 29

Gambar 2. 14 Ketebalan dinding otot jantung (t) didapat dengan mengkalkulasikan area epikardial (A1) dan area endokardial (A2) pada potongan short-axis setentang muskulus papilaris (tampak pada area berwarna hijau) dengan muskulus papilaris dianggap merupakan bagian dari ruang LV (Lang dkk, 2015). ... 30

Gambar 2. 15 Penilaian massa LV dengan metode 3D pada ekokardiografi didapat dengan bantuan software dan membutuhkan gambaran LV pada potongan apikal 4-chamber, apikal 2-chamber dan short-axis (Lang dkk, 2015). .. 30

Gambar 2. 16 Posisi pengukuran KIMK (Stein James H dkk,2008) ... 33

Gambar 2. 17 Pengukuran KIMK adalah dengan mengukur ketebalan garis ganda memanjang secara bersamaan di dinding dekat dan jauh arteri karotis (double line sign) (Stein James H dkk,2008) ... 36

Gambar 2. 18 Kerangka Teori ... 38

Gambar 2. 19 Kerangka Konsep ... 39

Gambar 2. 20 Cara pengukuran Ketebalan intima-media arteri karotis... 45

Gambar 2. 21 Diagram Alur Penelitian... 46

Gambar 4. 1 Diagram Lingkaran Proporsi Derajat HVK berdasarkan Jenis Kelamin ... 54

Gambar 4. 2 Kurva ROC KIMK terhadap HVK pada pasien Hipertensi di RSUP

HAM Medan ... 57

(16)

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

SINGKATAN NAMA

2D : Dua Dimensi

3D : Tiga Dimensi

AF : Atrial Fibrillation

ASE : American Society of Echocardiography

CCA : Common Carotid Artery

CIMT : Carotid Intima-Media Thickness ECA : External Carotid Artery

EF : Ejection Fraction

EKG : Elektrokardiografi

HVK : Hipertrofi Ventrikel Kiri ICA : Internal Carotid Artery

IMA : Infark Miokard Akut

IVS : Interventricular Septum

KIMK : Ketebalan Intima-Media Karotis LBBB : Left Bundle Branch Block

LV EDD : Left Ventricular End Diastolic Diameter

LV : Left Ventricular

LVEDV : Left Ventricular End Diastolic Volume LVH : Left Ventricular Hypertrophy

LVID : Left Ventricular Internal Diameter

LVM : Left VentricularMass

LVMI : Left VentricularMass index

MVK : Massa ventrikel Kiri

PWT : Posterior Wall Thickness

RSUP HAM : Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik

RWT : Relative Wall Thickness

(17)

SPSS : Statistical Package for the Social Sciences

TD :Tekanan Darah

TIA : Transient Ischaemic Attack

TOD : Target Organ Damaged

WHO : World Health Organization

LAMBANG

n : Jumlah subyek penelitian α : Alpha

Zα : Deviat baku alpha, kesalahan tipe 1 d : Presisi

p : Prevalensi

t : Ketebalan dinding otot jantung A

1

: Area epikardial

A

2

: Area endokardial Sen : Sensitivitas

% : Persentase

(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tekanan darah tinggi merupakan beban kesehatan terbesar bagi masyarakat diseluruh dunia. Menurut catatan International Society of Hypertension (ISH), tahun 2014, kenaikan tekanan darah >140/80 mmHg, menyebabkan 9,4 juta kematian selama tahun 2010 di seluruh dunia (Campbell dkk,2014). Dilaporkan bahwa hipertensi merupakan 50% penyebab kejadian penyakit kardiovaskuler dan stroke, 40% penyebab kematian pada penderita diabetes, dan merupakan risiko utama terjadinya gagal ginjal, keracunan kehamilan dan demensia. Diperkirakan 4 diantara 10 orang dewasa berusia >25tahun menderita hipertensi. Satu diantara 5 orang menderita pra hipertensi. Hipertensi juga merupakan beban bagi biaya kesehatan. Di Eropa dan Asia Tengah, hipertensi dan berbagai komplikasinya menghabiskan sekitar 25% dari seluruh biaya kesehatan negara.

Menurut data WHO, dua pertiga penderita hipertensi berada di negara-negara yang ekonominya sedang berkembang (WHO,2013). Di negara-negara ini, penyakit jantung dan stroke sebagai akibat hipertensi terjadi pada penderita dengan usia yang lebih muda, yang sebagian besar tidak mengetahui dirinya mengidap hipertensi sedangkan lainnya tidak berobat secara tuntas atau tidak berobat sama sekali (Roesli R dkk , 2017).

Prevalensi hipertensi di Indonesia mengacu pada 2 penelitian besar yang dilakukan Kementrian Kesehatan. Terjadi penurunan prevalensi hipertensi di Indonesia dari semula 31,7% menjadi 25,8% (RISKESDAS 2013). Penyakit kardiovaskular menempati urutan pertama penyebab kematian di seluruh dunia.

Sebanyak 17.5 juta orang diperkirakan meninggal oleh karena penyakit kardiovaskular pada tahun 2012. Dari seluruh kematian ini, sebanyak 80%

disebabkan karena serangan jantung dan stroke, dan tiga perempat kejadian terjadi di

negara dengan ekonomi menengah ke bawah (WHO, 2014). Komplikasi akibat

(19)

penyakit kardiovaskular ini juga mempunyai dampak ekonomi dan sosial yang buruk khususnya pada populasi ekonomi menengah ke bawah (WHO, 2016).

Hipertensi berkaitan dengan penurunan usia harapan hidup dan terjadinya kerusakan organ target atau target organ damage (TOD) seperi jantung, ginjal, pembuluh darah dan lainnya. Deteksi awal TOD merupakan langkah preventif untuk mengurangi morbiditas daan mortalitas akibat hipertensi. Kondisi subklinis, yaitu keterlibatan asimtomatik pada organ target merupakan perubahan awal yang memiliki dampak terhadap hasil luaran klinis, sebagai penentu risiko independen kejadian kardiovaskular. Pedoman European Society Hypertension (ESH)/ European Society Cardiology (ESC) merekomendasikan penilaian TOD subklinis pada organ yang berbeda. Selain itu, bukti TOD dapat membantu menentukan strategi farmakologis terapeutik yang sesuai pada pasien hipertensi.

Adaptasi struktural jantung dan pembuluh darah pada pasien hipertensi merupakan hal yang menarik untuk diteliti beberapa tahun terakhir yang berhubungan dengan perjalanan klinis serta prognosis penyakitnya (Cuspidi dkk, 1996). Derajat keterlibatan kardiovaskular pada hipertensi sangat berguna dalam indeks prognosis. Oleh karena itu, hipertrofi ventrikel kiri merupakan tanda yang penting dan menjadi faktor resiko independen terjadinya komplikasi kardiovaskular (Cuspidi dkk,1996). Levy et al melaporkan adanya hubungan langsung antara massa ventrikel kiri dengan insidensi terjadinya penyakit kardiovaskular dimana hal ini menunjukkan resiko akan meningkat walaupun massa ventrikel kiri masa dalam rentang normal (Cuspidi dkk,1996). Bersamaan dengan itu perubahan pada dinding arteri karotis dengan pencitraan ultrasonografi berhubungan signifikan dengan perjalanan aterosklerosis koroner dan kejadian penyakit jantung koroner (Cuspidi dkk,1996).

Massa ventrikel kiri merupakan salah satu penanda adanya hipertrofi ventrikel kiri serta merupakan faktor yang kuat dan independen dalam memprediksi kematian dan kesakitan kardiovaskular bahkan pada rentang yang normal (Linhart dkk, 1996).

Sebagai kekuatan dalam memprediksi, massa ventrikel kiri menggambarkan

pengaruh beberapa faktor resiko pada struktur jantung setiap saat (Linhart dkk,

(20)

1996). Penilaian massa ventrikel kiri sangat potensial berkontribusi dalam menstratifikasi resiko kardiovaskular yang lebih baik. Namun bagaimanapun, pengukuran massa ventrikel kiri dengan ekokardiografi relatif kompleks dan membutuhkan banyak waktu serta nilai feasibility tidak pernah mencapai 100%

sehingga diperlukan parameter kardiovaskular lain yang memiliki kemampuan yang sama dalam memprediksi resiko kardiovaskular sebagaimana massa ventrikel kiri tetapi lebih mudah diaplikasikan secara klinis dengan sedikit keterbatasan.

Pemeriksaan ketebalan intima-media karotis merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengevaluasi terjadinya penyakit jantung koroner (Evensen dkk, 2014). Dan dalam beberapa penelitian dilaporkan bahwa ketebalan intima- media karotis juga berhubungan dengan fungsi dan hipertrofi ventrikel kiri (Evensen dkk, 2014). Sebuah penelitian pada pasien pasien dengan penyakit arteri karotis menunjukkan kemungkinan kecil dalam perlindungan penyakit kardiovaskular pada pasien yang disangkakan dengan penyakit jantung koroner.

Parameter struktur arteri karotis seperti ketebalan intima-media karotis (Linhart dkk, 1996) dan penilaian plak karotis telah menunjukan nilai prediktif potensial dalam morbiditas kardiovaskular dan dalam menggambarkan keparahan aterosklerosis khususnya arteri koroner (Linhart dkk, 1996). Sama halnya dengan atheroma arteri karotis yang berhubungan dengan peningkatan prevalensi terjadinya hipertrofi ventrikel kiri. Oleh karena itu beberapa penelitian menunjukkan hubungan yang kuat antara ketebalan intima-media karotis dengan massa ventrikel kiri pada pasien hipertensi dan pada pasien lanjut usia (Linhart dkk, 1996). Namun demikian yang menjadi ketertarikan adalah hubungan nilai ketebalan intima-media karotis dengan ada tidaknya hipertrofi ventrikel kiri.

1.2 Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan uraian dalam latar belakang tersebut diatas, maka pada penelitian

ini diperlukan untuk mengetahui : Apakah terdapat hubungan ketebalan intima-

media karotis dengan hipertrofi ventrikel kiri pada pasien hipertensi?

(21)

1.3 Hipotesis Penelitian

Terdapat hubungan antara ketebalan intima-media karotis terhadap terjadinya hipertrofi ventrikel kiri pada pasien hipertensi.

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan ketebalan intima-media karotis dengan hipertrofi ventrikel kiri pada pasien hipertensi.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Menilai hubungan ketebalan intima-media karotis dengan massa ventrikel kiri (LV mass) dan indeks massa ventrikel kiri (LV mass index) 2. Menilai hubungan ketebalan intima-media karotis dengan Relative Wall Thickness (RWT)

3. Menilai peran ketebalan intima-media karotis dalam mengidentifikasi hipertrofi ventrikel kiri pada penyakit hipertensi

1.5 Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadikan pemeriksaan ultrasound arteri karotis (ketebalan intima-media karotis) sebagai suatu modalitas noninvasif sederhana untuk mengidentifikasi maupun memprediksi hipertrofi ventrikel kiri pada pasien hipertensi

2. Hasil penelitian ini diharapkan bahwa nilai ketebalan intima-media karotis

sebagai suatu kriteria sederhana yang dapat digunakan untuk menstratifikasi

penderita hipertensi dengan gangguan fungsi ventrikel kiri.

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Prevalensi Hipertensi

Hipertensi merupakan beban kesehatan yang terbesar bagi masyarakat diseluruh dunia. Menurut catatan International Society of Hypetension (ISH) tahun 2014, kenaikan tekanan darah >140/80 mmHg, menyebabkan 9,4 juta kematian selama tahun 2010 diseluruh dunia. Diperkirakan tahun 2025 persentase penderita hipertesi meningkat sebesar 24% pada negara maju. Sedangkan dinegara berkembang persentase penderita hipertensi meningkat jauh lebih tinggi yaitu berkisar 80%

(Kearny, 2005). Indonesia merupakan contoh negara berkembang dengan prevalensi penderita hipertensi yang tinggi. Rata-rata prevalensi penderita hipertensi diseluruh Indonesia sebesar 25,8 % (RISKESDAS, 2008).

Menurut data WHO, dua pertiga penderita hipertensi berada di negara-negara yang ekonominya sedang berkembang. Di Negara-negara ini, penyakit jantung dan stroke sebagai akibat hipertensi terjadi pada penderita dengan usia yang lebih muda.

Sebagian besar penderita tidak menyadari bahwa dirinya mengidap hipertensi. Yang tahu bahwa dirinya mengidap hipertensi tidak berobat mempunyai bahkan tidak berobat sama sekali. Biasanya negara-negara ini belum mempunyai program secara nasional untuk mengobati atau mencegah hipertensi (Roesli R dkk, 2017).

2.2 Definisi Dan Klasifikasi

Hipertensi adalah tekanan darah sistolik 140 mmHg dan/atau tekanan darah

diastolik 90 mmHg atau lebih. Pedoman yang dikeluarkan oleh ESH tahun 2007 dan

2013 membagi hipertensi dalam 3 derajat ( Tabel 2.1 ). Klasifikasi ini sama seperti

Joint National Committee (JNC-6) tahun 1997. JNC-7 telah memperbaharui

klasifikasi hipertensi, termasuk menambahkan klasifikasi prehypertension untuk

pasien dengan tekanan darah sistolik antara 120 sampai 129 dan/atau tekanan darah

diastolik antara 80 samapai 89 mmHg (Tabel 2.2).

(23)

Prehypertension tidak dikategorikan sebagai suatu penyakit, tetapi lebih ditujukan kepada individu dengan risiko tinggi untuk menderita hipertensi, sehingga klinisi dan pasien lebih waspada terhadap risiko tersebut dan berusaha untuk mencegah terjadinya hipertensi pada pasien ini terutama dengan melakukan modifikasi gaya hidup (lifestyle modification)(Chobanian, 2013). Untuk tujuan praktik klinik, klasifikasi hipertensi dapat di lakukan berdasarkan tingkat tekanan darah saja maupun berdasarkan tingkat risiko kardiovaskular (Erwinanto 2017).

Tabel 2. 1 Klasifikasi Hipertensi (Mancini, 2013; Erwinanto, 2017)

Tabel 2. 2 Klasifikasi tekanan darah dewasa (usia ≥18) menurut JNC 7 (Chobanian, 2013)

KLASIFIKASI TEKANAN TD SISTOLIK TD DIASTOLIK

DARAH (TD) (mmHg) (mmHg)

Normal < 120 Dan <80

Prehypertension 120-139 Atau 80 – 90

Hipertensi stage 1 140-159 Atau 90 – 99

Hipertensi stage 2 ≥160 Atau ≥100

KATEGORI

TD SISTOLIK

TD DIASTOLIK

(mmHg)

(mmHg)

Optimal <120 Dan <80

Normal 120-139 dan/atau 80-84

Normal Tinggi 130-139 dan/atau 85-89

Hipertensi Tingkat 1 140-159 dan/atau 90-99

Hipertensi Tingkat 2 160-179 dan/atau 100-109

Hipertensi Tingkat 3 ≥180 dan/atau ≥110

Hipertensi Sistolik ≥140 dan <90

Terisolasi

(24)

2.3 Pengukuran Tekanan Darah

Pengukuran tekanan darah dapat dilakukan di klinik atau diluar klinik.

Pengukuran tekanan darah di klinik memang masih merupakan standar baku untuk diagnostik dan manajemen hipertensi. Tetapi pada beberapa kondisi, pengukuran tekanan darah di rumah dianjurkan untuk dilakukan. Mengukur tekanan darah secara benar sangatlah penting untuk mendiagnosis adanya hipertensi dan mengevaluasi respons pengobatan antihipertensi (Turana, 2017).

Tabel 2. 3 Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Klinik

Kondisi Pasien Postur

Untuk pasien di atas 65 tahun dengan atau tanpa diabetes, atau menerima terapi antihipertensi, sek SD setelah 5 menit berbaring, sesaat setelah posisi berdiri, dan 2 menit setelah posisi berdiri.

Untuk pengukuran rutin, pasien duduk dengan posisi lengan sejajar dengan jantung dan punggung bersandar pada kursi.

Keadaan

Tidak mengkonsumsi kafein atau rokok setidaknya 30 menit sebelum pengukuran

Ruangan tenang Peralatan

Ukuran Manset

Ukuran manset melingkari setidaknya 80% dari lingkar lengan dan meliputi dua pertiga panjang lengan atsas.

Manset yang terlalu kecil dapat menyebabkan hasil pengukuran yang lebih tinggi

Manometer

Dapat menggunakan manometer manual dengan air raksa atau manometer digital yang telah divalidasi dan keakuratannya sudah dikalibrasi secara berkala

Karena air raksa cenderung berbahaya, manometer digital mulai lebih banyak dimintai

Stestostop

Dianjurkan menggunakan bagian bell stetostop untuk mengurangi tekanan yang berlebih

Teknik Mengukur Jumlah Pembacaan

Dalam tiap kunjungan, pemeriksaan di anjurkan dilakukan dua kali dengan selang waktu. Jika perbedaan hasil >5mmHg, lakukan pengukuran lagi hingga di dapatkan perbedaan lebih kecil.

Untuk diagnosis, lakukan tiga kali pembacaan dengan selang waktu setidaknya satu minggu.

Jika didapatkan hasil tinggi pada pengukuran di lengan, lakukan pengukuran pada tungkai, terutama pada pasien kurang dari 30 tahun, untuk menyingkirkan koartasio aorta.

Proses Pengukuran

Pompa manset hingga 20 mmHG di atas TD sistolik, ditandai dengan tidak terabanya denyut A. RAdialis

Kempiskan manset dengan kecepatan 3mmHg/detik

Gunakan (hilangnya) suara korotkoff fase I dan V untuk mengidentifikasi TD sistolik

(25)

2.4 Etiologi Dan Patofisiologi

Penyebab hipertensi merupakan interaksi multi-faktorial, termasuk faktor genetik asupan garam berlebih dan tonus simpatis. Hipertensi sistemik merupakan respon terhadap stimulus vasokonstriksi. Perubahan struktur dan fisik, serta gangguan fungsi endotel arteri resisten, berperan atas vasokonstriksi arteri. Lebih lanjut, remodeling vaskular terjadi bertahun-tahun setelah onset hipertensi, sehingga mempertahankan resisten vaskular tetap tinggi. Salah satu bentuk hipertensi, yaitu hipertensi curah tinggi (high-output), merupakan akibat dari penurunan resistensi vaskular perifer dan stimululasi kardiak secara bersamaan oleh hiperaktifitas simpatis dan perubahan homeostasis kalsium. Sedangkan bentuk kedua adalah hipertensi curah normal atau rendah, dengan peningkatan resisten vaskular sistemik akibat peningkatan vasoreaktivitas. Bentuk tumpang tindih lain adalah peningkatan reabsorpsi garam dan air oleh ginjal, sehingga meningkatkan volume darah di sirkulasi (Lukito, 2017).

Pathogenesis hipertensi bersifat multifaktorial dan kompleks. Banyak faktor yang mengatur tekanan darah agar perfusi jaringan terjamin (Lukito,2017), yaitu:

Mediator humoral, Reaktivitas vascular, Volume darah sirkulasi, Kaliber vascular, Viskositas darah, Curah jantung, Elastisitas pembuluh darah, Stimulasi neural.

Pada perjalanan alamiahnya, hipertensi akan berkembang dari kadangkala hingga akhirnya menetap. Hipertensi persisten, setelah melalui periode panjang, menetap dan awalnya asimtomatik, akan berkembang menjadi hipertensi dengan komplikasi, dengan timbulnya TOD (aorta, arteri kecil, jantung, ginjal, retina dan otak). Perkembangan hipertensi berawal dari pra-hipertensi pada individu berusia 10-30 tahun (dengan peningkatan curah jantung), berlanjut menjadi hipertensi dini pada individu berusia 20-40 tahun (saat peningkatan resisten perifer lebih menonjol), kemudian hipertensi menetap pada individu berusia 20-50 tahun, dan akhirnya menjadi hipertensi dengan komplikasi pada individu berusia 40-60 tahun.

Regulasi tekanan darah normal merupakan proses kompleks. Tekanan darah

arterial merupakan produk dari curah jantung dan resistensi vaskular perifer. Curah

jantung dipengaruhi oleh asupan garam, fungsi dan hormone mineralokortikoid,

(26)

sedangkan efek inotropik timbul dari peningkatan volume cairan ekstraseluler dan peningkatan denyut jantung serta kontraktilitas. Resistensi vaskular perifer bergantung pada sistem saraf simpatis, faktor humoral dan autoregulasi lokal. Sistem saraf simpatis bekerja melalui efek vaskonstriktor alfa atau vasodilator beta. Faktor humoral dipengaruhi oleh berbagai mediator vasokonstriktor (seperti angiotensin dan katekolamin) atau mediator vasodilator (seperti prostaglandin dan kinin).

Viskositas darah, kecepatan dan tegangan geser (shear stress) dinding vaskular, kecepatan aliran darah (komponen rerata dan pulasasi) memiliki hubungan dengan regulasi tekanan darah pada vaskular dan fungsi endotel. Volume darah sirkulasi diatur dengan pengendalian air dan garam di dalam ginjal, suatu fenomena yang berperan penting pada individu sensitif garam. Autoregulasi tekanan darah terjadi melalui pengaturan kontraksi dan ekspansi volume intravaskular oleh ginjal, juga melalui kiriman dari cairan transkapiler. Melalui mekanisma tekanan natriuresis, keseimbangan garam dan air tercapai dengan tekanan sistemik tinggi. Interaksi antara curah jantung dan resistensi perifer ter-autoregulasi untuk mempertahankan suatu tingkat tekanan darah seseorang. Vasoreaktivitas pembuluh darah merupakan fenomena penting dalam mediasi perubahan tekanan darah, dapat dipengaruhi oleh aktivitas faktor vasoaktif reaktivitas sel otot dan perubahan struktur dan kaliber dinding pembuluh darah, terekspresi sebagai rasio lumen: dinding. Endotel vaskular merupakan organ vital, tempat sintesis berbagai vasodilator dan vasokontriktor, mengakibatkan pertumbuhan dan remodeling dinding pembuluh darah dan regulasi hemodinamik tekanan darah. Berbagai hormon, vasoaktif humoral dan peptida pengatur dan pertumbuhan dihasilkan di dalam endotel vaskular. Mediator-mediator termasuk angiotensin II, bradikinin, endotelin, nitric-oxide, dan beberapa faktor pertumbuhan. Endotelin merupakan vasokonstriktor kuat dan faktor pertumbuhan yang berperan penting pada pathogenesis hipertensi. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor hasil sintesis dari angiotensin I dengan bantuan angiotensin- converting enzyme (ACE). Nitric-oxide merupakan vasodilator kuat yang

memengaruhi autoregulasi lokal dan fungsi organ penting lain (Lukito, 2017).

(27)

2.4.1 Adaptasi fungsi ventrikel kiri pada penderita hipertensi

Perubahan kompleks yang terjadi di jantung selama remodeling ventrikel kiri menyebabkan perubahan ukuran dan geometri ventrikel kiri, namun proses remodeling ventrikel kiri juga menyebabkan perubahan kontraksi dan relaksasi, volume dari komponen miosit dan non miosit miokardium, sifat miosit (sarcomere, misalnya titin), dan matriks ekstraselular (keseimbangan kolagen tipe I dan III, dan fraksi kolagen). Fungsi diastolik dipengaruhi oleh perubahan fungsi sistolik ventrikel kiri dan geometri, relaksasi miokard yang tertunda, peningkatan kekakuan pada sarcomere dan matriks ekstraselular, dan perubahan sifat miokard.

Secara progresif, HVK merupakan respon terhadap peningkatan ofterload yang berlangsung lama dan juga respon terhadap proses penuaan. Pada tahap awal, terjadi disfungsi sistolik yang asimtomatik, dimana miokardium ventrikel kiri menjadi lebih kaku, dan proses pengisian ventrikel saat fase diastolik menjadi terganggu sebagai hasil dari fibrosis ventikel. Pada tahap lanjut saat respon normal hipertrofi ventrikel mencapai batas akhir, miokardium ventrikel dan berdilatasi dan kehilangan kemampuan kontraktilitas sehingga berlanjut menjadi gagal jantung. Dalam merespon peningkatan kekakuan ventrikel, pembesaran atrium kiri dan aktivitas ejeksi atrium diperlukan untuk mempertahankan fase pengisian diatolik.

Faktor primer yang menyebabkan HVK adalah kelebihan tekanan (pressure overload) dan kelebihan volume (volume overlood), tetapi faktor non-hemodinamik juga berkontribusi termasuk variasi mekanisme humoral dan pelepasan growth factor (ketekolamin, angitensin II, endothelin) ke dalam sirkulasi yang berpengaruh pada tonus vaskular dan miokardium. Pertimbangan klinis lain yang mempengaruhi proses HVK meliputi derajat penyakit hipertensi, faktor demografi (umur, jenis kelamin, ras), adanya penyakit penyerta (obesitas, diabetes, asterosklerosis, penyakit jantung koroner), dan ketepatan terapi farmakologi (Mumpuni, 2017).

HVK merupakan awal morbiditas kardiovaskular yang tidak tergantung faktor

risiko, yang berhubungan dengan gangguan hemodinamik mikrosirkulasi koroner,

peningkatan predisposisi kejadian aritmia jantung, kematian mendadak, disfungsi

atau distolik, gagal jantung, dan angina pektroris. HVK berhubungan dengan

(28)

peningkatan kekakuan dinding dan gangguan perfusi oksigen miokardium, disfungsi endotel dan arteri koroner, penambahan aliran darah koroner dan aliran cadangan, serta angina pectoris dengan atau tanpa penyakit oklusi arterosklerosis epicardial arteri koroner. Indeks gagal jantung klinis, baik yang berhubungan dengan disfungsi diastolik ventrikel kiri atau disfungsi sistolik ventrikel menetap, akan meningkat sesuai jumlah faktor risiko kardiovaskular yang diderita individu tersebut.

2.5 Diagnosis

Seorang yang tekanan darah sistoliknya terukur ≥140 mmHg atau tekanan diastoliknya ≥90 mmHg dengan satu kali pemeriksaan di klinik perlu dipastikan akurasi pengukurannya dengan mengukur ulang 1-2 menit kemudian. Nilai rerata tekanan darah dipakai sebagai penentu. Nilai rerata ≥180/110 mmHg memastikan diagnosis karena terapi obat harus diberikan segera. Mereka yang pada kunjungan pertama mempunyai tekanan darah sistolik <180 mmHg atau diastolik <110 mmHg perlu konfirmasi dengan melakukan pengukuran ulang dengan cara yang sama pada kunjungan kedua. Nilai tekanan darah ≥160/100 mmHg pada kunjungan kedua memastikan diagnosis hipertensi. Rekomendasi ini didasarkan pada kenyataan bahwa sebagian besar studi hipertensi yang memperlihatkan keberhasilan terapi mempunyai kriteria inklusi berupa tekanan darah rerata ≥160/100 mmHg yang didapat dari pengukuran pada 2 kunjungan yang berurutan. Bagi mereka yang pada kunjungan kedua mempunyai tekanan darah sistolik <160 mmHg atau diastolik

<100 mmHg (140-159/90-99 mmHg) dianjurkan untuk dilakukan konfirmasi nilai

tekanan darah dengan pengukuran di luar klinik baik dengan pengukuran HBPM

atau ABPM. Pengukuran tekanan darah di rumah atau pengukuran ambulatori perlu

ditekankan mengingat tekanan darah disekitar nilai ambang 140/90 mmHg dapat

disebabkan oleh lingkungan pemeriksaan yang tidak nyaman sehingga tidak

menunjukan tekanan regular yang sebenarnya jika tekanan darah yang diukur di luar

klinik tidak sesuai dengan definisi hipertensi. Selain itu, seorang dengan tekanan

darah 140-159/90-99 mmHg tidak perlu segera ditegakkan diagnosis hipertensinya

mengingat bukti klinik keberhasilan terapi tidak memadai untuk definisi membuat

(29)

sebagai definisi hipertensi berdasarkan pengukuran diluar klinik seperti yang terlihat pada tabel di bawah ini. Seorang yang tekanan darahnya terukur mendekati nilai ambang hipertensi (140-157/90-99 mmHg) di klinik tetapi tidak memenuhi definisi hipertensi ketika tekanan darahnya diukur diluar klinik disebut mempunyai White – coat hypertension (Erwinanto, 2017).

Diagnosis hipertensi seperti yang diterangkan di atas diperuntukan bagi mereka yang tekanan darahnya terukur ≥140/90 mmHg saat kunjungan klinik. Sebaliknya diagnosis hipertensi juga dapat diperuntukan bagi seseorang dengan tekanan darah

<140/90 mmHg saat kunjungan klinik tetapi terekam lebih tinggi dan memenuhi kriteria diagnosis hipertensi saat diukur diluar klinik. Keadaan ini dikenal sebagai hipertensi tersamar (masked hypertension).

Tabel 2. 4 Diagnosis hipertensi (Erwinanto, 2017)

KATEGORI TD SISTOLIK TD DIASTOLIK

(mmHg) (mmHg)

TD di klinik ≥140 Dan / atau ≥90

HBPM ≥135 Dan / atau ≥85

ABPM

Daytime (or awake) ≥135 Dan / atau ≥85

Night time (or asleep)

≥120 Dan / atau ≥70

24 hours ≥130 Dan / atau ≥80

2.6 Evaluasi Pasien Hipertensi

Sebelum memulai terapi, pasien hipertensi harus dilakukan anamnese dan pemeriksaan fisik dengan seksama. Tes laboratorium yang direkomendasikan termasuk EKG 12-sadapan, urinalisa, kadar gula darah dan hematokrit, kalium serum, kreatinin, dan profil lipoprotein (HDL dan LDL) dan trigliserida. Evaluasi pasien hipertensi yang rutin dilakukan adalah (Kaplan, 2012; Mancia, 2007; Atkins, 2011) :

1. Identifikasi penyebab hipertensi sekunder 2. Identifikasi faktor risiko kardiovaskular total

3. Identifikasi kerusakan organ target dan penyakit kardiovaskular

(30)

Tabel 2. 5 Faktor–faktor selain tekanan darah yang mempengaruhi prognosis;

digunakan untuk stratifikasi risiko kardiovaskular total (Mancia,2013)

Faktor Risiko

Kerusakan organ target subklinis

Umur (laki-laki >55 thn; wanita >65 Tekanan nadi (pada orang tua) ≥60 mmHg

thn) EKG : gambaran HVK

Merokok Echocardiographic : HVK (LVM index : laki-

Dislipidemia laki>115 g/m2 , wanita>95 g/m2)

- kolesterol total > 190 mg/dl atau Penebalan dinding karotis (IMT>0,9 mm) - kolesterol LDL > 115 mg/dl atau atau terdapat plak

- kolesterol HDL : laki-laki < 40 mg/dl; Carotid-femoral pulse wave velocity

wanita < 46 mg/dl >12m/detik

- trigliserida > 150 mg/dl Ankle/brachial BP index < 0,9 Kadar gula puasa (102-125 mg/dl) CKD dengan eGFR rendah 30-60 Test toleransi glukosa abnormal ml/min/1,73m2 atau

Obesitas abdominal (lingkar pinggang mikroalbuminuria 30-300 mg/24 jam atau

>102 cm laki-laki; > 88 cm wanita) rasio albumin-kreatinin 30-300 mg/g ; 3,4-34 Riwayat keluarga penyakit jantung mg/mol)

premature ( laki-laki <55 thn; wanita < 65 tahun)

Diabetes Mellitus

Penyakit Kardiovaskuler atau Penyakit Ginjal

Kadar glukosa puasa ≥ 126 mg/dl pada Penyakit serebrovaskuler : stroke iskemik, 2 kali pemeriksaan ulangan perdarahan serebral, transient ischaemic

HbA1c>7% dan/atau attack

Kadar glukosa 2 jam pp > 198 mg/dl Penyakit jantung : infark miokard, angina, revaskularisasi koroner dengan PCI atau CABG

Gagal jantung

Penyakit ginjal kronis dengan eGFR<30 ml/min/1,73m2(BSA); Proteinuria (>300mg/24 jam)

Penyakit arteri perifer simtomatik

Retinopati lanjut : perdarahan atau eksudat, Papiledema

(31)

Tabel 2. 6 Prosedur untuk mendeteksi adanya kerusakan organ target subklinik (Mancia, 2017)

Elektrokardiografi (Hipertrofi ventrikel kiri, strain, iskemik dan aritmia) Jantung

Ekokardiografi (Geometri ventrikel kiri (hipertrofi konsentris), fungsi diastolik)

Pembuluh Ultrasonografi arteri karotis (Penebalan dinding karotis atau terdapat plak), darah Carotid-femoral pulse wave velocity , Ankle/brachial BP index

Ginjal

Peningkatan kadar kreatinin, eGFR, klirens kreatinin, protein urine, mikroalbuminuria, rasio albumin-kreatinin

Retina Funduskopi (Hemorhagik, eksudat, papiledema )

Otak CT scan atau MRI

Gambar 2. 1 Pemeriksaan TOD subklinis di jantung (Mancia, 2013) 2.7 Deteksi Kerusakan Jantung

EKG 12 sadapan sebaiknya dilakukan sebagai bagian dari penilaian rutin pada

pasien hipertensi. EKG memiliki peran penting dalam penilaian penyakit jantung

hipertensi, iskemik, abnormalitas irama dan HVK. Dalam menilai aritmia yang

seringkali tidak menetap (paroxysmal) dapat dilakukan pemeriksaan EKG Holter

selama 24 jam. Fiibrilasi atrium (FA) adalah aritmia yang paling sering terjadi dan

salah satu penyebab umum dari komplikasi kardiovaskular. Deteksi dini fibrilasi

(32)

atrium membantu dalam pencegahan stroke dengan pemberian terapi anti koagulan bila diindikasikan. Pemeriksaan ekokardiografi memiliki sensitifitas yang lebih tinggi dalam mendiagnosis HVK dibandingkan dengan EKG. ekokardiografi berguna dalam mengevaluasi fungsi dan struktur jantung pada penyakit jantung hipertensi. Oleh karena itu, penilaian dengan ekokardiografi sangat penting dalam skrining penyulit dan tatalaksana optimal pada pasien hipertensi (Widyantoro, 2017).

2.7.1 Identifikasi TOD dengan metode non-invasif

Hipertensi menyumbang jumlah kematian akibat kardiovaskular terbanyak di seluruh dunia, dan stratifikasi risiko pada pasien hipertensi sangat penting untuk mengelola pengobatan dan mencegah kejadian buruk (Perrone- Filardi, 2017).

Identifikasi TOD melalui penggunaan pencitraan kardiovaskular pada pasien hipertensi dimulai dengan evaluasi awal yang mencakup 12 lead EKG, fungsi ginjal dan penilaian protein urin, dan ekokardiografi transtorakal.

Kemudian dilanjutkan dengan evaluasi lanjutan, termasuk semua komponen lain

dari sistem kardiovaskular (Perrone-Filardi, 2017). Keterlibatan asimtomatik dari

organ yang berbeda yang terkena dampak hipertensi merupakan faktor penentu

independen risiko kardiovaskular dan identifikasi kerusakan organ target (TOD)

dianjurkan untuk mengklasifikasi lebih lanjut risiko pasien.

(33)

Gambar 2. 2 Perjalanan klinis hipertensi

Pencitraan kardiovaskular non-invasif semakin banyak digunakan dan terus menyediakan teknologi baru untuk evaluasi TOD pada tahap awal (Perrone-Filardi, 2017).

2.8 Peranan ekokardiografi pada penderita hipertensi

Ekokardiografi merupakan teknik pencitraan pertama dan paling banyak digunakan untuk menilai TOD pada tingkat jantung (Perrone-Filardi, 2017).

Meskipun pemeriksaan ekokardiografi biasanya direkomendasikan sebagai modalitas

lini kedua dalam evaluasi pasien hipertensi, ini adalah salah satu modalitas

pencitraan yang paling umum digunakan dan memberikan gambaran perubahan

patofisiologi yang terjadi dan implikasi klinis pada pasien hipertensi. Ini dapat

(34)

mendeteksi perubahan anatomis dan fungsional dengan mudah secara real-time, cepat, dan dapat dihasilkan. Ekokardiografi lebih sensitif untuk mendeteksi kerusakan organ asimtomatik yang dapat digunakan sebagai faktor risiko kardiovaskular. Jadi, penting dalam pengelolaan klinis pada pasien hipertensi tertentu (Lee,2015; Piepoli, 2016). Pada penderita hipertensi, ekokardiografi juga dapat menilai perubahan struktur dan fungsi jantung khususnya ventrikel kiri pada setiap tahapnya sampai terjadinya gagal jantung (Omar, 2016)

Evaluasi pasien dengan hipertensi menggunakan ekokardiografi harus menilai hal – hal berikut : (1) hipertrofi ventrikel kiri dan masa jantung; (2) fungsi vertrikel kiri; (3) dimensi dan volume atrium kanan serta fungsinya; (4) aorta thorakalis; (5) kondisi katup – katup jantung (Widyantoro, 2017)

Gambar 2. 3 Progresi disfungsi mekanik pada penderita hipertensi (Omar, 2016)

(35)

Gambar 2. 4 Parameter ekokardiografi (dan nilai cut-off abnormal) untuk kerusakan jantung pada hipertensi arterial. Tabel A merupakan rekomendasi nilai cut-off untuk parameter pemeriksaan ekokardiografi pada penderita hipertensi (Mancini, 2013).

Tabel B merupakan rekomendasi nilai cut-off untuk parameter pemeriksaan ekokardiografi pada penderita hipertensi (Perrone-Filardi, 2017)

Karena ekokardiografi adalah studi pencitraan lini pertama yang paling umum dan umum dalam banyak skenario klinis penyakit kardiovaskular , kesesuaian atau appropriateness adalah masalah penting dalam mengurangi biaya penggunaan ekokardiografi yang tidak sesuai (Douglas, 2011; Lee, 2015). Penggunaan ekokardiografi sebagai evaluasi awal terhadap dugaan penyakit jantung hipertensi adalah appropriate atau tepat (skor appropriateness 8). Selain itu, ekokardiografi juga digolongkan tepat pada pasien dengan hasil tes sebelumnya yang berkaitan dengan penyakit jantung atau kelainan struktural (skor appropriateness 9). Evaluasi awal pada pasien yang dicurigai adanya gagal jantung (HF), sistolik atau diastolik, berdasarkan gejala, tanda, atau hasil tes abnormal adalah tepat (skor appropriateness 9). Evaluasi ulang pada pasien gagal jantung yang mengalami perubahan status klinis tanpa perubahan yang jelas dalam pengobatan atau diet adalah tepat (skor appropriateness 8). Namun, evaluasi rutin hipertensi sistemik tanpa gejala atau tanda penyakit jantung hipertensi tidak tepat atau inappropriate (skor appropriateness 3).

Evaluasi ekokardiografi awal fungsi ventrikel tanpa gejala atau tanda penyakit

(36)

kardiovaskular adalah tidak tepat(skor appropriateness 2). Hal ini juga tidak tepat untuk evaluasi fungsi ventrikel kiri dengan evaluasi fungsi ventrikel sebelumnya yang menunjukkan fungsi normal pada pasien yang tidak mengalami perubahan status klinis atau pemeriksaan jantung (skor appropriateness 1). Namun, evaluasi ulang pada penderita penyakit jantung hipertensi sebelumnya tanpa perubahan status klinis atau pemeriksaan jantung tidak tepat (skor penggunaan yang sesuai 4) (Douglas, 2011).

Gambar 2. 5 Kriteria kesesuaian (appropriate use criteria) untuk pemeriksaan ekokardiografi pada penderita hipertensi (Douglas, 2011)

2.8.1 Massa ventrikel kiri

Evaluasi hipertrofi ventrikel kiri (HVK) dengan mengukur massa dan geometri adalah peran utama dari ekokardiografi pada pasien hipertensi.

Identifikasi kerusakan organ jantung pada hipertensi secara tradisional mengacu

pada identifikasi HVK dan geometri konsentris, yang keduanya disebabkan oleh

peningkatan tekanan ventrikel kiri karena kelebihan tekanan kronis dan

merupakan independen peningkatan risiko kardiovaskular (Mancia, 2013; Levy,

1990; Koren, 1991). Meskipun ada beberapa pendapat kontroversial (Schillaci,

1994), ekokardiografi pada umumnya dianggap lebih akurat daripada

elektrokardiogram dalam mendiagnosis HVK (Reichek, 1981; Woythaler,

1983). Penebalan dinding ventrikel kiri meningkat sebagai respon pressure

overload kronik untuk menormalkan tegangan dinding ventrikel kiri menurut

hukum Laplacce. Hipertrofi konsentrik ventrikel kiri adalah hasil adaptasi

(37)

meladaptif karena menyebabkan peningkatan 2-4 kali kejadian kardiovaskular pada individu dengan peningkatan MVK.

Karakteristik HVK adalah peningkatan perubahan myofibril dalam diameter sirkumferensial (hipertrofi konsentrik), dimensi panjang (hipertrofi eksentrik), atau keduanya. Hipertrofi konsentris terjadi lebih umum pada penderita hipertensi atau stenosis aorta dan cenderung berhubungan dengan kondisi volume akhir diastolik ventrikel kiri (left ventricular end diastolik volume/LVEDV) yang normal atau meningkat. Ketika hipertensi berhubungan dengan peningkatan preload, perubahan struktur mungkin lebih eksentrik pada penderita obesitas atau insufiensi ginjal kronik. Pada hipertensi yang tidak terkontrol progresifitas dari HVK menuju gagal jantung berhubungan dengan hipertrofi eksentrik atau konsentrik, iskemik miokard, peningkatan fibrosis dan kekakuan ventrikel, apoptosis, dan gagal jantung sistolik. Namun, pada pasien yang secara efektif mendapat terapi hipertensi, hipertrofi konsentrik bermanifestasi sebagai disfungsi diastolik dan disfungsi sistolik (Mumpuni, 2017).

Gambar 2. 6 Nilai normal LVM 2-DE atau 3-DE 2.8.2 Geometri ventrikel kiri

Deskripsi geometri ventrikel kiri, dengan menggunakan minimal empat

kategori: geometri normal, remodeling konsentris, dan hipertrofi konsentris

dan eksentrik, harus menjadi komponen standar dari laporan ekokardiografi

(Marwick, 2015).

(38)

Gambar 2. 7 Deskripsi klasik geometri ventrikel kiri (Marwick dkk, 2015) 2.9 Hipertrofi Ventrikel Kiri (Left Ventricular Hypertrophy, HVK)

Hipertrofi Ventrikel Kiri (Left Ventricular Hypertrophy, HVK) merupakan pertumbuhan dari massa ventrikel kiri yang disebabkan oleh peningkatan ukuran kardiomiosit. Proses terjadinya HVK melibatkan suatu serangkaian kompleks kejadian yang terdiri dari proses transkripsi, signaling, perubahan struktural, elektrofisiologi, dan fungsional yang berdampak pada seluruh sel otot jantung (Lazzeroni dkk, 2016; Lorell BH dkk, 2000). HVK merupakan manifestasi preklinis dari penyakit kardiovaskular dan merupakan prediktor kuat untuk morbiditas dan mortalitas kardiovaskular (Rodrigues dkk, 2008).

2.9.1 Prevalensi HVK

Suatu penelitian meta-analisis yang melibatkan 30 penelitian yang terdiri

dari 37.700 pasien hipertensi baik yang telah atau belum mendapat terapi (terdiri

dari 80,3% etnis Kaukasian; 52,4% pria; 9,6% dengan diabetes; 2,6% dengan

penyakit kardiovaskular) mendapati prevalensi HVK pada populasi hipertensi yakni

berkisar 36 – 41%. Prevalensi HVK tidak berbeda pada wanita atau pria (antara 37,9

– 46,2% berbanding 36,0 – 43,5%). HVK eksentrik lebih banyak dijumpai daripada

HVK konsentrik (antara 20,3 – 23,0% berbanding 14,8 – 15,8%, dengan p < 0,05)

(Cuspidi dkk, 2012).

(39)

Adanya HVK disebabkan oleh berbagai kondisi dan penyakit. Penyebab terbanyak HVK ialah hipertensi dan stenosis aorta (Kubo dkk, 2017).

Gambar 2. 8 Berbagai Penyebab HVK dan Hubungannya dengan Prevalensi dan Usia Pasien (Kubo dkk, 2017)

2.9.2 Patofisiologi HVK

Secara anatomis, HVK dapat terjadi akibat peningkatan beban preload dan atau afterload jantung. HVK yang diinduksi preload biasanya akibat obesitas, regurgutasi katup mitral ataupun aorta. Hal ini menyebabkan terjadinya hipertrofi eksentrik (terjadi penebalan dinding jantung dan dilatasi ruang jantung). HVK yang diinduksi afterload menyebabkan hipertrofi konsentrik (terjadi penebalan dinding jantung tanpa disertai dilatasi ruang jantung). Hal ini paling banyak disebabkan hipertrofi dan stenosis aorta. HVK, sesuai hukum Laplace, pada awalnya merupakan proses adaptasi fisiologis untuk mengatasi wall stress. Akan tetapi, bila berkelanjutan proses ini dapat menjadi patologis. HVK selanjutnya dapat meyebabkan penurunan perfusi mikrovaskular koroner dan dalam jangka panjang menyebabkan peningkatan insidensi penyakit jantung koroner makrovaskular. Terjadinya gangguan fungsi diastolik dan sistolik pada kondisi HVK akan meningkatkan risiko gagal jantung kongestif (Iacovino, 1992).

HVK dapat merupakan suatu proses adaptasi terhadap latihan stress fisik,

seperti yang terjadi pada atlet, ataupun merupakan kondisi patofisiologis, yang

dapat terjadi akibat faktor genetik atau sekunder akibat kelebihan beban pada

(40)

ventrikel kiri. HVK yang fisiologis biasanya bukanlah kondisi yang berbahaya dan dapat terjadi regresi setelah pengurangan atau penghentian dari latihan fisik.

HVK yang patologis merupakan suatu fenomena kompensasi yang pada suatu waktu dapat menjadi maladaptif dan berevolusi menjadi kondisi disfungsi ventrikel kiri yang progresif dan akhirnya menyebabkan gagal jantung (Lazzeroni dkk, 2016).

Olahraga yang intens dilakukan akan menghasilkan adaptasi fisiologis jantung, dengan ciri khas peningkatan massa ventrikel kiri, dimensi kavitas dan ketebalan otot jantung, yang biasanya disebut “athlete’s heart”. Perubahan yang terjadi pada struktur jantung bervariasi tergantung dari tipe latihan: olahraga dinamis, seperti berlari dan berenang akan menghasilkan peningkatan beban volume, sementara olahraga statis seperti angkat beban utamanya menyebabkan peningkatan beban tekanan. Karena hal tersebut, jantung atlet dapat mengalami perubahan menjadi HVK eksentrik (seperti pada pelari) atau HVK konsentrik (seperti pada atlet angkat beban). Massa ventrikel kiri pada atlet yang rutin melakukan latihan dosis tinggi dapat meningkat sampai 60% dibanding jantung non-atlet. Ketebalan dinding otot jantung pada atlet dapat berkurang atau kembali ke nilai normal setelah beberapa waktu tidak melakukan olahraga, bersamaan dengan berkurangnya dimensi kavitas LV, walaupun pada beberapa atlet kavitas LV akan tetap membesar walaupun telah menghentikan olahraga.

Atlet dengan HVK umumnya memiliki fraksi ejeksi (ejection fraction, EF) yang normal dan tanpa ada gangguan fungsi sistolik dan diastolik (Lazzeroni dkk, 2016).

Penelitian yang dilakukan pada pasien etnis Afrika-Amerika dengan hipertensi dan HVK untuk menilai manfaat olahraga moderat, mendapati bahwa olahraga rutin akan menurunkan tekanan darah dan mengurangi HVK pada pasien hipertensi berat (Lovic dkk, 2017; Kokkinos dkk, 1995).

Pasien dengan kardiomiopati hipertrofik umumnya memiliki hipertrofi

septum ventrikel kiri yang asimetris, sedangkan HVK yang terjadi pada kondisi

Referensi

Dokumen terkait

Dengan ini saya nyatakan bahwa dalam skripsi yang berjudul Turunani dalam Adat Molapi Saronde pada Upacara Pernikahan di Provinsi Gorontalo tidak terdapat karya yang

Peraturan Bupati Ciamis Nomor 51 Tahun 2013 tentang Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Unsur Organisasi Unit Sekolah Menengah Pertama Negeri pada Dinas Pendidikan

Penelitian yang akan dilaksanakan ini berjudul ” Hubungan Lama Penggunaan Komputer dengan Kejadian Miopia di Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi Departemen

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: (1) ada korelasi positif yang rendah antara persepsi dengan hasil belajar biologi; (2) tidak ada hubungan

Pengembangan kreativitas sangat penting dilakukan sejak dini, karena dengan berkreativitas memungkinkan manusia menjadi berkualitas dalam hidupnya dan kreativitas yang

Berdasarkan hasil evaluasi dokumen pemilihan jasa konsultansi pengawasan pembangunan gedung konekting, Rehabilitasi Gedung B dan Rehabilitasi Gedung Arsip/TPP TA 2012

Bank  X beradaptasi dan melakukan  praktik kebijakan  bisnis  dan  investasi  yang  mendukung  tujuan  sosial  untuk  meningkatkan  kesejahteraan  masyarakat 

pada ayat (2) huruf a diatur dengan Peraturan Senat..