• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MASYARAKAT

A. Masyarakat Adat pada Umumnya serta Peraturan

Hukum Adat adalah hukum asli yang tidak tertulis, yang berdasarkan kebudayaan dan pandangan hidup bangsa Indonesia, yang memberikan pedoman kepada sebagian besar orang-orang Indonesia dalam kehidupan sehari-hari, dalam hubunga antara yang satu dengan yang lain, baik di kota maupun dan lebih-

lebih di desa.12

Adat merupakan pencerminan daripada kepribadian suatu bangsa, merupakan salah satu penjelmaan daripada jiwa bangsa yang bersangkutan dari abad ke abad. Oleh karena itu, maka setiap bangsa di dunia ini memiliki adat kebiasaan sendiri-sendiri yang satu dengan yang lainnya tidak sama. Justru oleh karena ketidaksamaan inilah kita dapat mengatakan, bahwa adat itu merupakan unsur terpenting yang memberikan identitas kepa

da bangsa yang bersangktan.13

Beberapa pengertian tentang hukum adat yang diberikan oleh para

sarjana hukum adalah sebagai berikut :14

a. Prof. Dr. Supomo, S.H

12

Bushar Muhammad, Asas-Asas Hukum Adat, Jakarta, Pradnya Paramita 2006, hal. 7

13

Surojo Wignjodipuro, Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat, Jakarta, Haji Masagung 1988, hal. 13

14

Hukum Adat merupakan hukum yang tidak tertulis di dalam peraturan-peraturan hidup yang meskipun tidak ditetapkan oleh yang berwajib, toh ditaati dan didukung oleh rakyat berdasarkan atas keyakinan bahwasanya peraturan-peraturan tersebut mempunyai kekuatan hukum

b. Mr. J.H.P. Bellefroid

Hukum Adat merupakan peraturan hidup yang meskipun tidak diundangkan oleh penguasa toh dihormati dan ditaati oleh rakyat dengan keyakinan bahwa peraturan-peraturan tersebut berlaku sebagai hukum.

c. Prof. M.M Djojodigoeno, S.H

Hukum Adat adalah hukum yang tidak bersumber kepada peraturan- peraturan.

Terdapat dua unsur hukum adat, antara lain :

- Unsur Kenyataan; bahwa adat itu dalam keadaan yang sama

selalu diindahkan oleh rakyat.

- Unsur Psikologis; bahwa terdapat adanya keyakinan pada rakyat,

bahwa adat dimaksud mempunyai kekuatan hukum.15

Siapapun yang ingin mengetahui tentang berbagai lembaga hukum yang ada dalam sesuatu masyarakat, seperti lembaga hukum tentang perkawinan, lembaga hukum tentang pewarisan, lembaga hukum tentang jual-beli barang, lembaga hukum tentang kepemilikan tanah dan lain-lain, harus mengetahui

15

struktur masyarakat yang bersangkutan. Struktur masyarakat menentukan system (struktur) hukum yang berlaku di masyarakat itu, Soepomo menulis :

“Penyelidikan hukum adat, yang hingga sekarang telah berlangsung kira-kira

50 tahun, sungguh membenarkan pernyataan van Vollenhoven dalam orasinya pada tanggal 2 Oktober 1901 ; bahwa untuk mengetahui hukum, maka perlu diselidiki untuk waktu dan di daerah manapun juga, sifat dan susunan badan-badan persekutuan hukum, dimana orang-orang yang dikuasai oleh

hukum itu, hidup sehari-hari.16

Dari apa yang dikemukakan oleh van Vollenhoven dan Soepomo di

atas tadi, kelihatan bahwa masyarakat yang mengembangkan ciri-ciri khas

hukum adat itu, adalah persekutuan hukum adat (adatrechtsgemeneschap). Ter

Haar merumuskan bahwa hakikat dari masyarakat hukum (persekutuan hukum) antara lain :

1. Kesatuan manusia yang teratur

2. Menetap di suatu daerah tertentu

3. Mempunyai penguasa-penguasa

4. Mempunyai kekayaan yang berwujud ataupun tidak berwujud

Dimana para anggota kesatuan masing-masing mengalami kehidupan dalam masyarakat sebagai hal yang wajar menurut kodrat alam dan tidak seorangpun di antara para anggota itu mempunyai pikiran atau kecenderungan

16

untuk membubarkan ikatan yang telah tumbuh itu atau meninggalkannya

dalam arti melepaskan diri dari ikatan itu untuk selama-lamanya.17

Agar pemahaman terhadap Hukum Adat lebih mendalam, maka penulis perlu menguraikan pengertian Hukum Adat menurut para pakar

hukum lainnya.18

Menurut Iman Sudiyat, Hukum Adat adalah :

“Hukum yang mengatur tingkah laku manusia Indonesia dalam hubungannya satu sama lain, baik merupakan keseluruhan kelaziman, kebiasaan, dan kesusilaan yang benar-benar hidup di masyarakat Adat, karena dianut dan dipertahankan oleh anggota-anggota masyarakat itu, maupun yang merupakan keseluruhan peraturan yang mengenal sanksi atas pelanggaran dan yang ditetapkan dalam keputusan-keputusan para penguasa Adat (mereka yang mempunyai kewibawaan dan berkuasa member keputusan dalam masyarakat Adat itu) yaitu : Lurah,

Penghulu, Pembantu Lurah, Wali Tanah, Kepala Adat, dan Hakim.”19

Menurut Bushar Muhammad dijelaskan bahwa :

“Hukum Adat itu adalah terutama hukum yang mengatur tingkah laku manusia dalam hubungan satu sama lain, baik yang merupakan keseluruhan kelaziman dan kebiasaan (kesusilaan) yang benar-benar hidup di masyarakat adat karena dianut dan dipertahankan oleh anggota-anggota masyarakat itu, maupun yang merupakan keseluruhan pelanggaran dan yang ditetapkan dalam putusan-putusan para penguasa adat yaitu mereka yang mempunyai kewibawaan dan berkuasa member keputusan dalam masyarakat adat itu, ialah terdiri

dari lurah, wali tanah, kepala adat dan hakim.”20

.

Hukum adat memiliki satu kesatuan dengan hak ulayat dengan maksud thak ulayat dengan maksud tiang penting tempat hukuiang penting

17Ibid,

hal. 21-22

18

Bambang Daru Nugroho, Hukum Adat Hak Menguasai Negara atas Sumber Daya Alam Kehutanan dan Perlindungan terhadap Masyarakat Hukum Adat, Bandung : Refika Aditama, 2015, hal. 72

19

Iman Sudiyat, Asas-Asas Hukum Adat Bekal Pengantar, Yogyakarta : Liberty, 1982, Hal. 18

20

Bushar Muhammad, Asas-Asas Hukum Adat Suatu Pengantar, Jakarta : Pranadya Paramita, 1976, Hal. 27

tempat hukum adat berdiri, sendi-sendi tempat hukum adatm adat berdiri, sendi-sendi tempat hukum adat bertopang, dasar-dasar bertopang, dasar-dasar tempat hukum adat berpijak pada tiang-tiang hukum adat yang ditegakkan

oleh Van Vollenhoven :

1. Persekutuan Hukum

2. Hak Ulayat

3. Daerah Hukum Adat

4. Perjanjian adalah perbuatan konkret

5. Hukum Adat tidak mengenal kontruksi juridis yang abstrak

6. Hukum Adat menjadikan tangkapan dengan panca indera sebagai

dasar bagi membuat kategori hukum dan sebagai ukuran membeda- bedakan

7. Sifat susunan keluarga

Van Vollenhoven, membagi wilayah berlakunya Hukum Adat atas 19

lingkungan hukum (rechtskring). Lingkungan hukum adalah suatu daerah

dimana garis-garis besar, corak dan sifat hukum adatnya seragam, tiap-tiap lingkungan Hukum Adat dapat dibagi-bagi lagi atas kukuban-kukuban hukum (rechtsgouwen).21

Van Vollenhoven membagi seluruh daerah di Indonesia menjadi beberapa lingkaran/lingkungan, yaitu :

1. Aceh

2. Tanah Gayo Alas, Batak, dan Nias

21

Soerjono Soekanto & Soleman B.Taneko, Hukum Adat Indonesia, Jakarta : Rajawali Press, 1983, Hal.. 20-21

3. Minangkabau dan Mentawai

4. Sumatera Selatan

5. Melayu (Sumatera Timur, Jambi, dan Riau)

6. Bangka dan Belitung

7. Kalimantan 8. Minahasa 9. Gorontalo 10.Toraja 11.Sulawesi Selatan 12.Kepulauan Ternate

13.Maluku dan Ambon

14.Irian

15.Kepulauan Timor

16.Bali dan Lombok

17.Jawa Tengah dan Jawa Timur

18.Daerah-Daerah Swapraja (Surakarta dan Yogyakarta)

19.Jawa Barat

Mahadi menulis : “bahwa masyarakat hukum adat itu in heren dengan adanya hak ulayat, sehingga dapat diterima tidak adanya masyarakat hukum adat

kehutanan seperti disebutkan dalam hukum kehutanan, hutan dalam statusnya

ada hutan Negara dan hutan hak.22

Hutan Negara dapat berupa hutan adat yang mana harus ditetapkan statusnya sebagai tanah adat sepanjang menurut kenyataannya masyarakat hukum adat yang bersangkutan masih berada dikawasan hutan tersebut, sebagai dasar pengakuan tersebut. Sejalan dengan perkembangan hukum adat yang bersangkutan tidak berlaku lagi maka pengelolaan hutan adat kembali

kepada pemerintah yang mengelolanya (Pasal 5 UU No. 41 Tahun 1999)23.

Hutan-hutan yang dikuasai oleh masyarakat hukum adat termasuk hutan Negara, masyarakat memiliki hak untuk memperoleh manfaat dari hasil hutan tersebut dalam satu ekosistem yang dalam sistem kehutanan harus tidak terpisah dari pengertian hutan itu sendiri. Di dalam isi hak ulayat tidak ulayat tidak membedakan hutan dan bukan hutan, sebab yang menjadi hak ulayat itu sendiri meliputi :

a. Tanah (daratan)

b. Air (perairan) seperti misalnya sungai, danau, pantai beserta

perairannya

c. Tumbuh-tumbuhan yang hidup secara liar

d. Binatang yang hidup liar di hutan

Corak Hukum Adat atau sifat masyarakat adat pada sembilan belas (19) lingkungan hukum tersebut sama, yaitu :

22

Mahadi, Uraian Singkat tentang Hukum Adat Sejak RR Tahun 1854, Bandung : Alumni, 1991, hal. 58

23

Muhammad Yamin, Beberapa Dimensi Filosofis Hukum Agraria, Medan : Pustaka Bangsa Press, 2003, hal. 114

a. Magis religious, artinya Hukum Adat dan masyarakat adat percaya dengan kehidupan/hal-hal yang bersifat gaib dan menilai kehidupan religi sebagai suatu yang hakiki dalam kehidupan manusia.

b. Komunal, artinya Hukum Adat dan masyarakat adat lebih

memprioritaskan kebersamaan dalam memenuhi kebutuhan manusia dalam masyarakat akan tetapi tidak mengabaikan kebutuhan individual.

c. Kongkrit, artinya Hukum Adat dan masyarakat adat selalu

menggunakan simbol-simbol nyata sebagai wujud atau bukti dari tindakan atau perbuatan dan kehendak seseorang.

d. Kontan, artinya Hukum Adat dan masyarakat adat selalu merespon

dengan segera terhadap setiap prestasi yang diterima dengan imbalan berupa kontra prestasi.

Hukum Adat menurut Iman Sudiyat mempunyai tiga sifat, yaitu :

a. Sifat statis, artinya Hukum Adat selalu memelihara dan

mempertahankan nilai-nilai luhur yang diajarkan oleh leluhurnya.

b. Sifat dinamis artinya Hukum Adat selalu mengikuti perubahan

dan perkembangan zaman.

c. Sifat elastic/plastis, artinya Hukum Adat dapat beradaptasi dengan

berbagai keadaan dalam masyarakat, termasuk dengan kasus-kasus khusus dan menyimpang.

Dasar Hukum berlakunya Hukum Adat dan Perkembangannya sejak 1945 sampai sekarang antara lain :

1. Undang-Undang Dasar 1945

Melalui Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945 segala peraturan-peraturan dari zaman Hindia Belanda, untuk sementara waktu dipertahankan, sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang

Dasar 1945.24

Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945 berbunyi :

“Segala badan Negara dan peraturan yang ada masih tetap berlaku selama

belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.”

2. UUDS Tahun 1945

Di dalam Pasal 104 ayat 1, ditentukan :

“Segala keputusan pengadilan harus berisi alasan-alasannya dan dalam

perkara hukuman menyebut aturan-aturan undang-undang dan aturan- aturan hukum adat yang dijadikan dasar hukuman itu.”

Tetapi ketentuan yang memuat dasar konstitusional berlakunya hukum adat itu sampai sekarang belum diberi peraturan penyelenggara atau

pelaksanaannya.25

3. I.S. Pasal 131 jis R.R. Pasal 75 Baru dan Lama

24

Mahadi, Uraian Singkat Tentang Hukum Adat, Bandung : Penerbit Alumni, 1991, hal. 78

25

Iman Sudiyat, Asas-Asas Hukum Adat Bekal Pengantar, Yogyakarta : Liberty, 2000, hal. 23

a. I.S. (Indische Staatsregeling) adalah singkatan dari undang-undang

yang selengkapnya berbunyi : “Wet op de Staatsinrichting van

Nederlands-Indie”.

b. R.R. (Regerings-Reglement) adalah singkatan dari Undang-

Undang yang selengkapnya berbunyi : “Reglement op Het Beleid

der Regering van Nederlands-Indie.”

Dasar perundang-undangan berlakunya hukum adat yang berasal dari jaman colonial dan yang pada masa sekarang (sampai UU No. 19 Tahun 1964) masih tetap berlaku adalah : I.S. Pasal 131 ayat 2 sub b :

Menurut ketentuan tersebut maka bagi golongan hukum Indonesia asli dan golongan Timur Asing berlaku hukum adat

mereka, tetapi bilamana kepentingan sosial mereka

membutuhkannya, maka Pembuat Ordonansi; yaitu suatu peraturan hukum yang dibuat oleh Badan Legislatif Pusat/Gubernur

Jenderal bersama-sama dengan Volksraad), dapat menentukan

bagi mereka :

a. Hukum Eropa

b. Hukum Eropa yang telah diubah

c. Hukum bagi beberapa golongan bersama-sama dan apabila

d. Hukum Baru, yaitu : Hukum yang merupakan synthese

antara hukum adat dan hukum Eropa26

4. I.S. Pasal 134

Disamping Pasal 131, maka I.S. memuat lagi suatu ketentuan perundang- undangan mengenai berlakunya Hukum Adat, yaitu Pasal 134 ayat 2. Menurut ketentuan itu maka : “Dalam hal timbul perkara hukum perdata antara orang-orang Muslim, dan Hukum Adat mereka meminta penyelesaiannya, maka penyelesaian perkara tersebut diselenggarakan oleh Hakim Agama, kecuali ordonansi telah menetapkan lain.”

5. Undang-Undang No. 19 Tahun 1964 dan Undang-Undang No. 14

tahun 1970

Setelah Undang-Undang tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman (UU No. 19 Tahun 1964) diundangkan, maka ketentuan di dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 24 ayat (1) yang

berbunyi : “Kekuasaan Kehakiman dilaksanakan oleh sebuah Mahkamah

Agung dan lain-lain Badan Kehakiman” telah dipenuhi

penyelenggaraannya menurut Pasal 3 Undang-Undang No. 19 Tahun 1964 dimaksud diatas beserta penjelasannya, sehingga hukum yang dipakai adalah hukum yang berdasarkan Pancasila, yaitu hukum yang sifat-sifatnya berakar pada kepribadian Bangsa.

Dalam Pasal 3 tersebut diatas tidak disebut Hukum Adat. Menurut Pasal 17 ayat (2) Undang-Undang No. 19 Tahun 1964 dan juga sesuai

26

dengan penjelasan dari pasal 10-nya, dinyatakan adanya hukum yang tertulis

dan hukum yang tidak tertulis.27

Undang-Undang No.14 Tahun 1970 adalah Undang-Undang tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. Pasal-pasal yang penting yang merupakan landasan hukum berlakunya Hukum Adat, antara lain :

a. Pasal 23 (1) yang berbunyi :

“Segala putusan pengadilan selain harus memuat alasan-alasan

dan dasar-dasar putusan itu, juga harus memuat pula pasal-pasal tertentu dari peraturan-peraturan yang bersangkutan atau sumber

hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili.”

b. Pasal 27 (1) yang berbunyi :

“Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan, wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat.”

Selain pasal-pasal tersebut diatas, maka penjelasan umum terhadap Undang-Undang No. 14 Tahun 1970 bagian 7 memberi petunjuk kepada kita, bahwa yang dimaksud dengan “Hukum Tak Tertulis” dalam Undang-Undang ini adalah Hukum Adat.

Bagian 7 dari penjelasan umum Undang-Undang ini berbunyi sebagai berikut :

“Penegasan, bahwa peradilan adalah peradilan Negara, dimaksud untuk menutup semua kemungkinan adanya atau akan diadakannya lagi Peradilan Swapraja atau Perdilan Adat yang dilakukan oleh bukan Peradilan Negara. Ketentuan ini sekali-kali tidak bermaksud untuk mengingkari hukum tidak tertulis, melainkan hanya akan mengalihkan perkembangan dan penerapan hukum itu kepada peradilan Negara. Dengan ketentuan bahwa Hakim wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dengan mengintegrasikan diri di dalam

27

masyarakat, telah terjamin sepenuhnya bahwa perkembangan dan

penerapan hukum tidak tertulis akan berjalan secara wajar.”

Hukum tidak tertulis yang diterapkan/diselenggarakan oleh Pengadilan Swapraja dan Peradilan Adat adalah Hukum Adat. Dengan demikian maka dapat disimpulkan, bahwa sekarang yang menjadi dasar perundang-undangan berlakunya Hukum Adat sebagai hukum tidak tertulis adalah legkapnya : Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959, pasal 24 UUD 1945 dan pasal 23 ayat (1) Undang-Undang tentang Ketentuan-Ketentuan

Pokok Kekuasaan Kehakiman, serta Undang-Undang No. 14 Tahun 1970.28

Seiring dengan perkembangan zaman maka berkembang pulalah peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia. Hukum Adat juga telah diatur pada beberapa Undang-Undang Republik Indonesia, antara lain :

1. Undang-Undang No.5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok

Agraria

- Pasal 2 ayat (4) UUPA mengatur tentang pelimpahan

wewenang kembali kepada masyarakat hukum adat untuk melaksanakan hak menguasai atas tanah, sehingga masyarakat Hukum Adat merupakan aparat pelaksana dari hak menguasai Negara atas untuk mengelola tanah yang ada di wilayahnya.

- Pasal 3 UUPA mengatur bahwa pelaksanaan hak ulayat

masyarakat Hukum Adat, sepanjang menurut kenyataannya harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan Negara, berdasarkan persatuan bangsa dan tidak

28

boleh bertentangan dengan Undang-Undang atau peraturan yang lebih tinggi.

- Pasal 5 UUPA menyebutkan bahwa Hukum Agraria yang

berlaku atas bumi, air, udara, dan ruang angkasa adalah

Hukum Adat sepanjang tidak bertentangan dengan

kepentingan nasional, Negara, sosisalisme, dan undang-

undang.29

2. Undang-Undang No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan

Menegaskan bahwa pelaksanaan hak-hak masyarakat adat, Hukum Adat dan anggotanya serta hak-hak perseorangan untuk mendapat manfaat dari hutan secara langsung atau tidak langsung didasarkan pada suatu peraturan yang demi tercapainya tujuan yang dimaksud oleh Undang-Undang ini.

3. Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 yang menggantikan Undang-

Undang No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.

- Pasal 25 ayat (1) yang isinya segala putusan pengadilan selain

harus memuat dasar-dasar putusan, juga harus memuat pasal- pasal tertentu dari peraturan yang bersangkutan atau sumber hukum tidak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili.

29

- Pasal 28 ayat (1) yang isinya tentang hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali dan mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat.

4. Undang-Undang No. 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun

dan Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun, mengangkat Lembaga Hukum Adat dengan cara dimasukkan ke dalam Undang-Undang tersebut, yaitu asas pemisahan h dengan cara dimasukkan ke dalam Undang-

Undang tersebut, yaitu asas pemisahan horizontal.30

5. Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1977

PP No. 4 Tahun 1977 merupakan penyempurnaan PP No. 10

Tahun1961. Peraturan Pemerintah ini mengangkat dan

memperkuat berlakunya Hukum Adat yaitu Lembaga

Rechtsverwerking (perolehan hak karena menduduki tanah dan menjadikannya sebagai hak milik dengan syarat yaitu itikad baik selama 20 tahun berturut-turut tanpa ada gangguan/tuntutan

dari pihak lain dan disaksikan atau diakui oleh masyarakat).31

Melihat status tanah dalam perspektif hukum adat sebenarnya mengkaji keberadaan hak ulayat diantaranya yang perlu diperhatikan disini ialah soal siapa pemegang hak ulayat. Pemegang persekutuan atas tanah adalah Raja yang bertindak sebagai pengurus, pengatur dan pengawas agar pemakaian tanah dalam wilayahnya tidak bertentangan, merugikan hak-hak

30

Undang-Undang No. 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun

31

http://makalahkomplit.blogspot.co.id/2012/08/dasar-berlakunya-hukum-adat.html diakses pada tanggal 19 Desember 2015, pukul 13.00 WIB

persekutuan, hak-hak perseorangan atas tanah, serta yang dimanfaatkan

untuk kepentingan pengelolaan hutan.32

Disamping itu harus diingat bahwa konsepsi umum hutan tanah ulayat yang dikenal di Negara ini adalah bersumber dari teori klasik, yang menjelaskan bahwa tanah milik raja. Terbaginya tanah menjadi hutan tanah ulayat masing-masing kesatuan masyarakat hukum adat semata-mata karena kedermawanan sang Raja, sehingga pemanfaatan dan penggunaannya haruslah sedemikian rupa dan harus memenuhi ketentuan adat, seperti :

1. Hutan tanah ulayat tidak boleh diperjualbelikan dengan cara apapun

sehingga pemilikan haknya menjadi berpindah tangan

2. Hutan tanah ulayat tidak boleh dibagi-bagi menjadi milik

pribadi/perorangan

3. Warga suku yang bersangkutan secara perorangan boleh

memanfaatkan tanah hutan tersebut dengan beberapa ketentuan atau kewajiban-kewajibannya yang perlu ditaati, seperti memberikan sebagian hasilnya kepada Kepala Desa menjadi penghasilan desa.

Dokumen terkait