• Tidak ada hasil yang ditemukan

Data mengenai masyarakat sekitar Situ Sawangan-Bojongsari meliputi data karakteristik masyarakat, tingkat pengetahuan masyarakat tentang situ dan pengembangan wisata air, persepsi masyarakat tentang Situ Sawangan-Bojongsari sebagai kawasan wisata air, dan kesediaan masyarakat dalam pengelolaan situ dan pengembangan Situ Sawangan-Bojongsari sebagai kawasan wisata air. Masyarakat sekitar situ yang dimaksud adalah masyarakat yang biasa melakukan aktivitas kesehariannya di area Situ Sawangan-Bojongsari. Penelitian terhadap berbagai parameter tersebut diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai kondisi masyarakat di sekitar Situ Sawangan-Bojongsari.

4.7.1. Karakteristik Masyarakat Sekitar Situ Sawangan-Bojongsari

Masyarakat yang dijadikan sebagai responden dalam penelitian ini sebagian besar terdiri dari warga Kelurahan Sawangan Lama dan Kelurahan Bojongsari Lama, dan hanya beberapa yang merupakan warga daerah-daerah lain di sekitar Sawangan dan Bojongsari, seperti Kelurahan Kedaung atau Kelurahan Cinangka. Jumlah warga masyarakat yang diamati adalah 53 orang, terdiri dari 62,26% laki- laki dan 37,74% perempuan (Tabel 12). Hal ini menunjukkan bahwa warga masyarakat yang lebih sering beraktivitas di sekitar Situ Sawangan-Bojongsari berasal dari kaum laki-laki. Variasi kegiatan masyarakat yang biasa dilakukan di sekitar situ yaitu memancing, menjala ikan, berjualan makanan dan minuman, atau sekedar berkumpul dan mengobrol. Anggota-anggota Pokja Situ yang bertanggung jawab terhadap kegiatan wisata air situ juga berada di dalam kelompok masyarakat tersebut.

Tabel 12 Karakteristik masyarakat yang biasa beraktivitas di sekitar Situ Sawangan-Bojongsari.

Karakteristik Jumlah warga (%) Jenis kelamin Laki-laki 33 (62,26)

Perempuan 20 (37,74) Pendidikan terakhir SD 5 (9,43) SMP 15 (28,30) SMA/SMK 29 (54,72) Diploma 1 (1,89) S1 3 (5,66) Pekerjaan PNS 1 (1,89) Karyawan swasta 8 (15,09) Wirausaha/pedagang 21 (39,62) Pelajar 6 (11,32) Buruh 2 (3,77) Lainnya 15 (28,30) Penghasilan (Rp/bulan) <1 juta 35 (66,04) 1 – 2.5 juta 11 (20,75) >2.5 juta 1 (1,890 Tidak tentu 6 (11,320 Usia (tahun) 15 – 24 21 (39,620 25 – 34 7 (13,210 35 – 44 18 (33,960 44< 7 (13,210

Lama menetap (tahun)

<1 1 (1,809

1 – 3 2 (3,707

>3 50 (94,304

Jarak tempat tinggal-situ (m) <50 15 (28,300 50 – 200 15 (28,300 >200 23 (43,40) Manfaat situ Sumber penghasilan 21 (39,620 Lokasi wisata 11 (20,75) Udara sejuk 12 (22,640 Sumber air 9 (16,98)

Masyarakat sekitar situ tergolong ke dalam masyarakat berpendidikan menengah. Hal ini dibuktikan dengan persentase jumlah anggota masyarakat yang menempuh pendidikan terakhir SMA/SMK atau sederajat adalah sebesar 54,72%, kemudian diikuti dengan masyarakat dengan tingkat pendidikan SMP atau

sederajat sebanyak 28,30%. Hal ini sesuai dengan data BPS Kota Depok untuk persentase penduduk 10 tahun ke atas menurut ijazah tertinggi yang dimiliki di Kota Depok pada tahun 2010 yaitu penduduk dengan ijazah tertinggi SMA/MA/sederajat adalah yang tertinggi dengan persentase 23,79%, diikuti dengan ijazah tertinggi SLYP/MTs/sederajat dan SD/MI/sederajat masing-masing sebesar 18,18% (BPS Kota Depok 2011).

Mayoritas pekerjaan yang ditekuni oleh masyarakat sekitar situ adalah sebagai wirausahawan atau pedagang, yaitu oleh sebesar 39,62% warga. Sebagian besar dari mereka memiliki warung yang menyediakan makanan dan minuman bagi pengunjung di lokasi wisata situ, sedangkan sisanya memiliki usaha di luar wilayah situ. Cukup banyak warga masyarakat Sawangan memilih untuk berdagang dengan cara membuka warung kecil ataupun warung makan di tepi Situ Sawangan. Hal ini dapat dilakukan karena Situ Sawangan memiliki area sempadan situ yang luas, sehingga masyarakat pun melihat peluang ekonomi dari keberadaan Situ Sawangan, terutama setelah kegiatan wisata air situ berkembang. Responden yang termasuk ke dalam kategori lainnya terdiri dari warga masyarakat yang menganggur, ibu rumah tangga, atau tidak memiliki perkerjaan tetap. Kategori lainnya diisi oleh sebanyak 28,30% warga masyarakat.

Menurut BPS Kota Depok (2011) terdapat sebanyak 714.891 orang penduduk Kota Depok yang bekerja, 65.072 orang menganggur, dan 441.891 orang termasuk ke dalam bukan angkatan kerja (not economically active) termasuk di dalamnya yaitu pelajar dan ibu rumah tangga. Banyaknya warga masyarakat yang membuka usaha sendiri atau berdagang menunjukkan kondisi status pekerjaan masyarakat Kota Depok secara umum. Pekerjaan utama dengan status berusaha sendiri menduduki jumlah terbanyak kedua dengan jumlah 138.813 orang atau sebesar 19,42% berada di bawah status pekerjaan sebagai buruh/karyawan/pegawai dengan jumlah 450.320 orang atau sebesar 62,99%.

Data pendapatan masyarakat menunjukkan bahwa masyarakat sekitar situ tergolong ke dalam masyarakat berpendapatan rendah. Hal ini ditunjukkan dengan sebanyak 66,04% warga memiliki pendapatan lebih kecil dari Rp 1.000.000,00 per bulan. Rendahnya pendapatan warga masyarakat diduga ada kaitannya dengan tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan warga masyarakat. Tingkat pendidikan

masyarakat yang tidak terlalu tinggi serta jenis pekerjaan dengan nilai pemasukan yang rendah, seperti berdagang di warung-warung kecil, menjadi buruh, bahkan ditemukan pula warga masyarakat yang mengganggur menjadi penyebab dari hal tersebut.

Potensi sumberdaya manusia sekitar Situ Sawangan-Bojongsari cukup menjanjikan bagi pengembangan situ sebagai kawasan wisata air. Masyarakat yang biasa beraktivitas di sekitar situ hampir seluruhnya berada pada usia produktif, yaitu usia 15 – 24 tahun sebanyak 39,62% dan usia 35 – 44 tahun sebanyak 33,96%. Oleh karena itu, dibutuhkan pihak-pihak yang dapat menangkap peluang ini dan kemudian menyusun serta melaksanakan pemberdayaan masyarakat sesuai dengan potensi sumberdaya manusia di daerah tersebut. Pihak tersebut dapat berasal dari kelompok masyarakat itu sendiri atau dari luar kelompok. Warga masyarakat berusia muda biasanya memiliki semangat yang kuat serta kreativitas yang tinggi, sedangkan warga yang berusia lebih matang disinyalir telah lebih mengenal kondisi Situ Sawangan-Bojongsari sehingga dapat lebih bijaksana dalam menyikapi pengembangan situ. Pengalaman yang dimiliki oleh warga masyarakat yang telah lebih lama mengenal Situ Sawangan-Bojongsari dapat saja dijadikan sebagai penyeimbang bagi semangat kaum muda di dalam proses-proses pengelolaan dan pengembangan situ.

Masyarakat sekitar Situ Sawangan-Bojongsari sebagian besar mengaku telah menetap di daerah sekitar situ sejak lebih dari 3 tahun yang lalu, bahkan sejak mereka dilahirkan (94,34%). Hanya sedikit anggota masyarakat yang mengaku sebagai pendatang di daerah tersebut. Hal ini tampak dari jumlah responden masyarakat yang menetap di bawah waktu tiga tahun yaitu hanya 3 orang.

Data jarak tempat tinggal dengan perairan situ menunjukkan bahwa masih ada warga masyarakat yang mendirikan bangunan tempat tinggalnya berdekatan dengan bibir situ, bahkan kurang dari 50 meter yang merupakan batas garis sempadan situ seperti yang ditetapkan dalam Perda Kota Depok No. 18 Tahun 2003 tentang Garis Sempadan. Hal ini dinyatakan oleh 28,30% warga masyarakat. Permukiman masyarakat Bojongsari memang berbatasan sangat dekat dengan perairan situ, berbeda dengan permukiman masyarakat Sawangan yang sebagian besar terletak cukup jauh dari perairan situ. Garis sempadan situ merupakan garis

batas luar pengamanan situ dimana wilayah di dalam garis tersebut merupakan kawasan lindung situ. Masyarakat tidak diperbolehkan mendirikan bangunan di kawasan lindung situ karena dikhawatirkan akan merusak kelestarian situ. Okupasi masyarakat terhadap kawasan lindung merupakan bukti kurangnya pengawasan dan ketegasan pemerintah dalam menegakkan peraturan yang telah dibuat. Kurang pahamnya masyarakat mengenai fungsi situ dan kawasan lindung situ juga dapat menjadi penyebab dari terganggunya kawasan lindung situ.

Kawasan lindung situ dapat semakin terdegradasi kualitas dan keberadaannya akibat peningkatan laju tekanan terhadap ruang dan tanah di wilayah perkotaan. Penyelenggaraan penataan ruang yang kurang optimal juga dapat menyebabkan terjadinya penurunan fungsi dan jumlah situ. Permana et al. (2008) menyebutkan bahwa jika dilihat dari segi peraturan dan perundang- undangan yang mengatur keberadaan situ, maka hampir tidak ada lagi celah yang dapat mendorong terjadinya kerusakan situ di wilayah Jabodetabek, baik secara alamiah maupun akibat perubahan fungsi lahan oleh manusia. Namun, kenyataannya adalah kawasan situ hanya berfungsi sekitar 70,73% dari kapasitas maksimum. Salah satu faktor penyebabnya adalah keterlambatan penjabaran dan implementasi peraturan dan perundangan pengaturan situ yang telah ditetapkan. Jadi jelas peran pemerintah sangat besar dalam upaya menyelamatkan kawasan lindung serta keberadaan situ melalui penegakan peraturan perundangan dan penyadaran masyarakat sekitar situ.

Keberadaan Situ Sawangan-Bojongsari telah mendatangkan berbagai manfaat bagi masyarakat sekitar situ semenjak dahulu. Namun, nilai manfaat tersebut diduga telah bergeser ke arah nilai ekonomi, dimana keberadaan situ diharapkan dapat membantu peningkatan perekonomian mereka. Hal ini ditunjukkan oleh pernyataan 39,62% warga masyarakat bahwa manfaat terbesar dari keberadaan situ adalah sebagai sumber penghasilan bagi mereka. Manfaat situ sebagai sumber air bagi masyarakat semakin minim dirasakan kini, yaitu hanya dinyatakan oleh 16,98% warga masyarakat. Hal ini dapat disebabkan oleh perubahan pola pikir masyarakat akibat berbagai perubahan dalam tatanan sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat setempat. Kegiatan bertani dan berkebun yang merupakan mata pencaharian masyarakat sekitar situ di masa yang lalu

mengandalkan situ sebagai sumber air. Namun, perubahan fungsi lahan menjadi lapangan berumput dan permukiman kini telah mengubah bentuk mata pencaharian masyarakat dan pada akhirnya mengubah kebutuhan masyarakat akan keberadaan situ. Masyarakat diharapkan tidak hanya memiliki pola pikir ekonomi dalam memanfaatkan situ, namun juga dituntut untuk mau berpikir tentang kelestarian situ agar situ juga dapat mendatangkan manfaat selain manfaat ekonomi.

4.7.2. Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang Situ dan Pengembangan Wisata

Pemerintah Kota Depok telah mulai membenahi sistem pengelolaan situ-situ di Kota Depok selepas tahun 2005. Hal yang dilakukan mulai dari restrukturisasi kelembagaan Pokja Situ, pembentukan Forum Pokja Situ, hingga dialokasikannya berbagai program pelestarian situ melalui pemanfaatannya sebagai obyek wisata di dalam APBD (Sucipto & Prygina 2009). Pemberdayaan masyarakat merupakan salah satu isu yang paling diusung dalam upaya meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan situ di Kota Depok. Hal ini didasari oleh alasan bahwa masyarakat adalah salah satu elemen penting dalam sistem tersebut.

Oleh karena itu, kapasitas masyarakat sebagai bagian dari sistem juga perlu ditingkatkan untuk memudahkan pemerintah dalam melaksanakan berbagai program pelestarian situ dan pemanfaatannya sebagai obyek wisata air. Salah satu kapasitas masyarakat yang perlu dipenuhi ialah pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang situ dan pengembangan wisata air. Menurut Suriasumantri (2005) pengetahuan (knowledge) pada hakikatnya adalah segenap apa yang kita ketahui tentang suatu objek, termasuk ke dalamnya adalah ilmu. Pengukuran pengetahuan masyarakat tentang situ dan wisata air diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai pemahaman masyarakat mengenai hal tersebut. Data tingkat pengetahuan masyarakat sekitar Situ Sawangan-Bojongsari mengenai situ dan pengembangan wisata air disajikan pada Tabel 13 dan Lampiran 5.

Tabel 13 Jumlah dan persentase responden masyarakat untuk tingkat pengetahuan mengenai situ dan pengembangan wisata air

Parameter Jumlah warga (%)

Kurang tahu Cukup tahu Tahu Pengetahuan tentang situ 16 (30,19) 27 (50,94) 10 (18,87) Pengetahuan tentang

pengembangan wisata air 12 (22,64) 26 (49,06) 15 (28,30)

Pengukuran tingkat pengetahuan masyarakat dilakukan dengan menggunakan kuisioner berisi materi situ dan pengembangan wisata air. Setiap materi terbagi lagi menjadi beberapa parameter. Parameter materi situ yang diukur adalah pengetahuan mengenai fungsi dan manfaat situ, kualitas perairan situ, dan upaya pelestarian situ. Berbagai parameter tersebut dianggap dapat memberikan gambaran mengenai tingkat pengetahuan mayarakat sekitar situ tentang situ, terutama terkait pelestarian Situ Sawangan-Bojongsari. Adapun parameter materi pengembangan wisata air yang diukur meliputi pengetahuan responden terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi upaya pengembangan wisata air, kriteria kualitas perairan situ yang mendukung pengembangan wisata air, dan manfaat yang diperoleh sebagai akibat dari pengembangan wisata air pada situ.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan masyarakat sekitar situ terhadap materi situ dan pengembangan wisata air secara umum telah cukup baik namun tetap perlu ditingkatkan. Tingkat pengetahuan sebagian besar masyarakat baik terhadap materi situ maupun pengembangan wisata air berada pada kategori cukup tahu yaitu masing-masing sebesar 50,94% dan 49,06%. Meskipun tidak tergolong buruk, namun hanya 18,87% warga masyarakat yang tahu mengenai materi situ. Hal yang sedikit berbeda ditemukan pada tingkat pengetahuan pengembangan wisata air, dimana hanya 28,30% warga masyarakat yang dinyatakan tahu mengenai pengembangan wisata air di Situ Sawangan- Bojongsari.

Tingkat pengetahuan masyarakat yang terukur diduga terkait dengan karakteristik masyarakat dalam hal tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, usia, serta tujuan pemanfaatan situ. Pendidikan terakhir warga masyarakat didominasi oleh pendidikan setingkat sekolah menengah (SMP, SMA, SMK), kemudian jenis pekerjaan warga masyarakat sebagian besar kurang menyediakan akses informasi

bagi peningkatan pengetahuan mereka, seperti pedagang kecil atau justru tidak memiliki pekerjaan. Warga masyarakat yang berusia muda diduga memiliki tingkat pengetahuan yang lebih rendah dibandingkan dengan warga masyarakat yang berusia lebih tua karena minimnya pengalaman yang dimiliki. Tujuan pemanfaatan situ yang dimiliki oleh masing-masing individu dapat menjadi motivasi individu tersebut untuk mencari tahu serta memahami materi situ dan pengembangan wisata air. Tingkat pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh faktor pendidikan, akses informasi, sosial budaya, ekonomi, lingkungan, pengalaman, dan usia. Menurut Sudarminta (2010) terdapat beberapa hal yang berperan dalam kemunculan pengetahuan pada manusia yaitu pengalaman, ingatan, kesaksian, minat dan rasa ingin tahu, pikiran dan penalaran, logika, bahasa, serta kebutuhan hidup manusia.

Pengetahuan masyarakat yang terukur dalam penelitian ini tidak lain adalah suatu hasil pengukuran kesan atau persepsi pribadi terhadap keberadaan situ dan perkembangannya hingga saat ini. Kesan pribadi seseorang dalam memandang sesuatu hal merupakan produk dari hal-hal berikut: 1) lingkungan sosial dan fisiknya; 2) struktur fisiologisnya; 3) keinginan dan tujuannya; dan 4) pengalaman masa lalunya (Krechet al. 1996). Anggota-anggota kelompok masyarakat tertentu dapat saja memiliki kesamaan persepsi, karena mereka memiliki keinginan dan tujuan yang sama, mengalami lingkungan fisik dan sosial yang sama, atau memiliki pengalaman belajar yang sama, namun hal tersebut tidaklah mutlak karena selalu ada perbedaan persepsi seseorang terhadap sesuatu hal. Dua warga masyarakat sekitar situ dapat saja memiliki tujuan pemanfaatan situ yang sama, lingkungan sosial yang sama, serta pengalaman yang sama, namun belum tentu keduanya memiliki tingkat pengetahuan yang sama akan materi situ dan pengembangan wisata air.

Seseorang yang memiliki cukup pengetahuan tentang suatu objek belum tentu memiliki pemahaman yang baik terhadap pengetahuan tersebut. Hasil belajar pemahaman merupakan tipe belajar yang lebih tinggi dibandingkan tipe belajar pengetahuan. Belajar yang berakhir dengan pemahaman akan menghasilkan pengertian-pengertian yang jelas, mengenal prinsip-prinsip umum, dan menemukan metode penyelesaian yang sebenarnya (Soeitoe 1982).

Pemahaman pada setiap diri manusia dapat berbeda-beda karena kapasitas (inteligensi) manusia berbeda-beda. Pengetahuan ditafsirkan ke dalam bentuk pemahaman oleh individu dengan caranya sendiri. Pengetahuan dan pemahaman ini akan tercermin di dalam perilaku individu tersebut. Oleh karena itu, sangatlah penting bilamana pengetahuan yang cukup disertai dengan pemahaman yang baik pula.

Pengetahuan dan pemahaman yang dimiliki oleh masyarakat sekitar Situ Sawangan-Bojongsari ternyata tidak selalu diaplikasikan oleh setiap individu masyarakat ke dalam bentuk tindakan nyata. Menurut Waylenet al. (2009) tingkat pengetahuan (knowledge) masyarakat mengenai suatu sumberdaya alam tidak selalu dapat dikaitkan dengan perilaku (behaviour) konservasi masyarakat terhadap sumberdaya alam tersebut. Peningkatan pengetahuan (knowledge) tentang sumberdaya alam lokal dan sikap (attitude) peduli masyarakat Grande Riviere, Trinidad terhadap isu konservasi fauna tidak bersesuaian dengan perilaku (behaviour) konservasi alam oleh masyarakat yang masih tetap melakukan perburuan terhadap hewan liar salah satunya burung endemik Pipile pipile yang dilindungi dan populasinya semakin menurun akibat hal ini. Ajzen (2005) mengemukakan bahwa sikap seseorang berhubungan dengan perilakunya melalui suatu hubungan kompleks yang dimediasi oleh faktor-faktor lain, oleh karena itu dibutuhkan kehati-hatian ketika menginterpretasikan keduanya.

Keeratan hubungan terlihat di antara beberapa parameter karakteristik masyarakat dengan tingkat pengetahuan tentang situ dan tingkat pengetahuan pengembangan wisata air (Tabel 14). Parameter usia warga masyarakat terbukti memiliki korelasi positif baik dengan tingkat pengetahuan tentang situ maupun tingkat pengetahuan tentang pengembangan wisata air dengan nilai koefisien korelasi masing-masing sebesar 0,401 dan 0,466 (α = 0,05). Pertambahan usia warga masyarakat akan diiringi dengan peningkatan pengetahuan warga tentang situ dan pengembangan wisata air situ. Informasi lain yang diperoleh dari hasil uji korelasi ini yaitu semakin jauh lokasi tempat tinggal warga dari situ maka tingkat pengetahuan warga akan pengembangan wisata akan menurun, yang artinya jarak tempat tinggal seseorang dengan situ berkorelasi negatif dengan tingkat

pengetahuan pengembangan wisata air. Nilai koefisien korelasi antara dua parameter tersebut adalah -0,283.

Tabel 14 Korelasi antara parameter karakteristik masyarakat sekitar situ dengan skor pengetahuan situ dan pengembangan wisata air

Usia Jarak tempat tinggal-situ Lama menetap Tingkat pengetahuan tentang situ Tingkat pengetahuan tentang wisata air Koefisien korelasi Usia - -0,097 0,142 0,401* 0,466*

Jarak tempat tinggal-situ -0,097 - 0,042 -0,108 -0,283*

Lama menetap 0,142 0,042 - -0,029 0,127

Tingkat pengetahuan

tentang situ 0,401** -0,108 -0,029 - 0778*

Tingkat pengetahuan

tentang wisata air 0,466** -0,283* 0,127 0,778** - Keterangan:

* Berkorelasi nyata pada α = 0,05 ** Berkorelasi sangat nyata pada α = 0,01

Sumber: Data primer diolah

Satu hal menarik dapat dilihat dari hasil uji korelasi antara parameter tingkat pengetahuan tentang situ dengan parameter tingkat pengetahuan tentang pengembangan wisata air. Kedua parameter tersebut berkorelasi positif sangat nyata pada α = 0,01 dengan nilai koefisien korelasi yang cukup besar yaitu 0,778. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan tentang pengembangan wisata air yang dimiliki seseorang akan meningkat seiring dengan bertambahnya pengetahuan tentang fungsi dan manfaat situ pada diri orang tersebut. Hal ini juga dapat diartikan bahwa semakin tinggi tingkat kepedulian seseorang terhadap situ, maka orang tersebut akan dapat lebih melihat potensi atau manfaat situ yang ada yang dapat dikembangkan. Hal ini sejalan dengan pernyataan Zhang dan Lei (2012) yaitu pengetahuan masyarakat tentang lingkungan mempengaruhi secara positif sikap masyarakat tersebut terhadap ekowisata, yang kemudian akan mempengaruhi secara langsung niat masyarakat untuk berpartisipasi dalam ekowisata serta secara tidak langsung melalui ketertarikan lanskap yang timbul pada diri masing-masing individu masyarakat.

4.7.3. Persepsi Masyarakat Sekitar Situ tentang Situ Sawangan-Bojongsari sebagai Kawasan Wisata Air

Gagasan pengembangan Situ Sawangan-Bojongsari menjadi kawasan wisata air disetujui oleh hampir semua warga masyarakat sekitar situ. Hal ini dinyatakan oleh 98,11% warga masyarakat (Tabel 15). Alasan yang diberikan pun beraneka ragam, namun didominasi oleh pernyataan bahwa upaya pengembangan situ diharapkan dapat membantu meningkatkan perekonomian masyarakat, karena situ merupakan tempat berekreasi atau melepas lelah, dan sebagai salah satu bentuk upaya pelestarian situ agar situ tetap terjaga. Hanya terdapat satu warga masyarakat yang menyatakan tidak setuju dengan pengembangan Situ Sawangan- Bojongsari menjadi kawasan wisata air. Responden tersebut beranggapan bahwa pengembangan Situ Sawangan-Bojongsari menjadi kawasan wisata air justru dapat merusak kealamian situ

Tabel 15 Persepsi masyarakat mengenai Situ Sawangan-Bojongsari dijadikan sebagai kawasan wisata air

Parameter Jumlah warga (%)

Situ sebagai kawasan wisata air

Setuju 52 (98,11)

Tidak 1 (1,89)

Atraksi wisata yang perlu diadakan

Memancing 5 (9,43)

Berenang 1 (1,89)

Berperahu 9 (16,98)

Kegiatanoutbound 28 (52,83) Rumah makan apung 1 (1,89)

Jogging track 1 (1,89)

Lainnya 8 (15,09)

Berbagai macam atraksi wisata situ yang dikemukakan oleh masyarakat ditujukan untuk menjadi pendukung bagi suksesnya Situ Sawangan-Bojongsari sebagai kawasan wisata air. Pendapat masyarakat tersebut mengisyaratkan harapan akan pengembangan wisata di Situ Sawangan-Bojongsari. Sebagian besar warga masyarakat menginginkan adanya kegiatan outbound atau kegiatan permainan dan ketangkasan yang dilakukan di alam terbuka dengan menggunakan sarana yang dapat memicu kreativitas dan kerjasama (52,83%). Fasilitasoutbound

yang ada di Situ Sawangan-Bojongsari saat ini hanya fasilitas flying fox yang melintas di atas danau. Meskipun pihak pengelola merasa sedikit khawatir dengan kondisi perairan Situ Sawangan-Bojongsari yang cukup dalam, namun ternyata tetap ada masyarakat sekitar situ yang merasa perlu untuk diadakan kegiatan wisata berperahu di Situ Sawangan-Bojongsari, yaitu sebanyak 16,98% warga masyarakat. Selain itu, terdapat beberapa jenis atraksi wisata lain yang dipilih oleh masyarakat sebagai alternatif kegiatan wisata air situ, yaitu perahu naga (perahu panjang yang dapat memuat banyak penumpang sekaligus), wahana permainan anak-anak, pemancingan, hingga peningkatan kualitas dan kuantitas terhadap fasilitas yang telah ada pada saat ini, yaitu warung makan dan sepeda air. Berbagai keinginan masyarakat tersebut diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan pengembangan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari bagi pihak pengelola Situ Sawangan-Bojongsari, baik dari pihak pemerintah maupun Pokja Situ.

4.7.4. Kesediaan Partisipasi Masyarakat Sekitar Situ Sawangan-Bojongsari dalam Pengelolaan dan Pengembangan Wisata Air Situ Sawangan- Bojongsari

Kesediaan berpartisipasi dalam menjaga kelestarian Situ Sawangan- Bojongsari dikemukakan oleh seluruh responden masyarakat (Tabel 16). Bentuk partisipasi yang dominan dipilih oleh warga masyarakat yaitu tidak membuang sampah dan limbah ke perairan situ oleh 64,15%, kemudian diikuti dengan keinginan untuk berpartisipasi sebagai anggota Pokja Situ oleh 28,30% warga masyarakat. Tidak membuang sampah dan limbah ke perairan situ tampaknya adalah hal termudah yang mampu dipahami dan dilakukan oleh masyarakat, namun hal ini tidak akan berjalan jika tidak disertai niat dan komitmen yang kuat.

Larangan membuang sampah dan limbah ke perairan situ telah lama diketahui oleh masyarakat sebagai suatu bentuk peraturan baik tertulis maupun tidak tertulis. Papan informasi bertuliskan peraturan larangan membuang sampah ke situ telah didirikan oleh Pemerintah Kota Depok di tepi situ. Peraturan tersebut berlaku dalam masyarakat, namun implementasinya tidaklah seperti yang diharapkan, beberapa warga masyarakat ditemukan masih mengalirkan limbah buangannya menuju situ.

Tabel 16 Kesediaan partisipasi masyarakat dalam pelestarian dan pengembangan Situ Sawangan-Bojongsari sebagai kawasan wisata air