• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.6 Mata Pelajaran IPS

Pendidikan IPS sebagai salah satu program pendidikan dihadapkan pada tantangan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar mampu berkiprah dalam kehidupan dunia. Tantangan ini semakin diperkuat dengan adanya kecenderungan menempatkan masalah pendidikan IPS terbatas pada kurikulum persekolahan dengan dominasi teknik guru bercerita dan sistem mengingat.

Untuk membelajarkan kurikulum IPS yang dikembangkan harus memperhatikan tingkat perkembangan psikologi siswa. Teori yang digunakan untuk melihat perkembangan psikologi siswa diantaranya teori Piaget dan Bruner. Perkembangan psikologi individu menurut Piaget berkembang secara kualitatif melalui empat tahapan. Setiap tahap memiliki karakteristiknya. Keempat tahap perkembangan tersebut yaitu :

1. Sensorimotor period (0,0 – 2,0 tahun). Periode ini ditandai oleh penggunaan sensorimotorik (dalam pengamatan dan penginderaan) yang

38 intensif terhadap dunia sekitarnya. Prestasi intelektual yang dicapai dalam periode ini ialah perkembangan bahasa, hubungan tentang obyek, kontrol skema, kerangka berpikir, pembentukan pengertian, pengenalan hubungan sebab akibat. Perilaku kognitif tampak antara lain :

a. menyadari dirinya berbeda dari benda-benda lain sekitarnya. b. sensitif terhadap rangsangan suara dan bahaya.

c. mencoba bertahan pada pengalaman-pengalaman yang menarik. d. mendefinisikan obyek/benda dengan manipulasinya.

e. mulai memahami ketepatan makna suatu obyek.

2. Preoperational period (2,0 – 7,0 tahun). Periode ini terbagi dalam dua tahapan ialah : preconceptional (2,0 – 4,0 tahun) dan intuitive (4,0 – 7,0 tahun). Periode preconceptional ditandai dengan cara berpikir yang bersifat transduktif (menarik konklusi tentang sesuatu yang khusus atas dasar hal khusus; misal, sapi disebut kerbau). Periode intuitif ditandai oleh dominasi pengamatan yang bersifat egocentric (belum memahami cara orang lain memandang obyek yang sama), seperti searah (selancar). Perilaku kognitif yang tampak antara lain :

a. self-centered dalam memandang dunianya.

b. dapat mengklasifikasikan obyek-obyek atas dasar satu ciri tertentu yang memiliki ciri yang sama, mungkin pula memiliki perbedaan dalam hal yang lainnya dapat melakukan koleksi benda-benda berdasarkan suatu ciri atau kriteria tertentu.

c. dapat menyusun benda-benda, tetapi belum dapat menarik inferensi dari dua benda yang tidak bersentuhan meskipun terdapat dalam susunan yang sama.

3. Concrete operational period (7,0 –11/12 tahun)

Periode ini mulai mengembangkan kemampuan berpikir beraneka. Mereka sudah dapat membedakan mana benda atau kondisi yang tidak berubah dan mana yang berubah. Kemampuan asimilasi skemanya sudah lebih besar untuk menampung berbagai perbedaan yang ada dalam suatu koordinasi yang konsisten antarskema. Oleh karena itu, dalam tingkat operasi kongkret ini struktur kognitif siswa sudah relatif stabil. Bahkan antarskema itu terjadi saling menunjang sehingga daya dukung untuk belajar menjadi makin besar. Kemampuan mengelompokkan sudah berkembang pada masa ini walaupun masih terbatas pada hal-hal yang kongkret. Artinya pada tingkat ini siswa telah mampu melakukan klasifikasi benda-benda; mampu menemukan persamaan dan perbedaan di antara sekelompok benda. Atas dasar persamaan dan perbedaan itu siswa mampu mengelompokkan benda-benda yang sejenis tadi. Jadi kemampuan analisis tingkat awal sudah dapat dilakukan siswa. Meskipun demikian, kemampuan berpikir lebih abstrak belum sepenuhnya berkembang pada masa operasi kongkret. Kemampuan berpikir yang formal dan abstrak sepenuhnya baru dapat berkembang dengan baik dimulai pada usia 12 tahun.

40 4. Formal operational period (11/12 – 14/15 tahun)

Periode ini ditandai dengan kemampuan untuk mengoperasionalkan kaidah-kaidah logika formal yang tidak terikat oleh obyek-obyek yang bersifat kongkret. Perilaku kognitif yang tampak pada siswa antara lain : a. kemampuan berpikir hipotesis-deduktif.

b. kemampuan mengembangkan suatu kemungkinan berdasarkan dua atau lebih kemungkinan yang ada.

c. Kemampuan mengembangkan suatu proporsi atas dasar proporsi-proporsi yang diketahui.

d. Kemampuan menarik generalisasi dan inferensi dari berbagai kategori objek yang beragam.

Perkembangan perilaku kognitif dari Piaget berkenaan perilaku belajar. Menurut Piaget, proses belajar terjadi apabila proses pengolahan data yang aktif di pihak yang belajar. Pengolahan data yang aktif itu merupakan aktivitas lanjutan dari kegiatan mencari informasi dan dilanjutkan dengan kegiatan penemuan-penemuan (discovery). Berdasarkan pandangan ini siswa dianggap sebagai subyek belajar yang aktif menimbulkan stimulasi bagi dirinya, mencari jawaban terhadap stimulasi tersebut, serta mengembangkan stimulasi untuk hal-hal yang baru. Apa yang sudah ada pada diri seseorang itu antara lain adalah kapasitas dasar kemampuan intelektualnya. Kapasitas dasar intelektual ini dinamakan skema. Setiap orang berbeda dalam skema yang dimilikinya tergantung pada apa yang sudah dipelajari dan dimilikinya. Skema yang dimiliki seseorang memiliki sifat

yang selalu berkembang dipengaruhi kematangan bio-psikologis, pengalaman belajar yang pernah ditempuhnya, lingkungan sosialnya dan equilibrium dalam dirinya. Seseorang baru dapat dikatakan belajar kalau skemanya berkembang. Jadi pendidikan baru bermakna kalau skema siswa berubah ke arah yang lebih maju. Proses perubahan skema menurut Piaget terjadi melalui proses asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses penyesuaian informasi yang akan diterima sehingga mejadi sesuatu yang dikenal oleh siswa. Proses penyesuaian yang dilakukan dalam asimilasi adalah mengolah informasi yang akan diterima sehingga memiliki berbagai kesamaan dengan apa yang sudah ada dalam skema. Kesamaan-kesamaan itu menyebabkan apa yang akan dipelajari mudah dicerna oleh siswa. Proses selanjutnya adalah penempatan informasi yang sudah diubah tadi dalam skema yang sudah ada. Untuk penempatan tersebut skema perlu menyesuaikan diri dan ini yang dinamakan dengan proses akomodasi. Dengan adanya proses akomodasi informasi yang baru diterima tadi menjadi bagian yang utuh dari skema yang lama berkembang menjadi suatu skema baru yang siap sebagai dasar baru untuk menerima informasi baru. Kalau diperhatikan tahap uraian perkembangan kognitif dari Piaget, maka siswa Sekolah Dasar masuk dalam katagori masa Conceret operational period (7-12 tahun), siswa SMP dan SMA berada pada Formal operational period.

Menurut teori Bruner, ada tiga tahapan berpikir yang dialami yaitu enactive, iconic dan symbolic. Pada tahap enactive apa yang dipelajari, dikenal, atau pun diketahuihanya sebatas dalam ingatan. Kemampuan memproses informasi belum

42 terjadi.Demikian pula dengan kemampuan berpikir yang lebih jauh dari apa yang terkandung dalam informasi tidak dapat dilakukan. Artinya, seseorang berpikir masih terbatas pada ruang, waktu, dan informasi yang diterimanya sebagaimana adanya ( Hasan Hamid, 1996 : 88).

Tahap iconic anak sudah dapat mengembangkan kemampuan berpikir yang lebih jauh. Kemampuan mereka dalam berpikir tidak lagi terbatas pada ruang, waktu, dan apa yang tersaji secara eksplisit dalam informasi yang diterima. Mereka sudah dapat mencerna dan memahami apa-apa yang tidak ada di lingkungan geografis di sekitar mereka ataupun pada waktu sekarang. Kemampuan berpikir yang lebih abstrak, tidak terbatas misalnya dengan alat yang harus terlibat atau dapat diraba, sudah mulai berkembang. Mereka sudah dapat menggali informasi yang lebih jauh dari apa yang tertera dalam tulisan atau informasi yang diberikan. Kemampuan berpikir logis sudah dapat mereka lakukan walaupun harus dikatakan bahwa tingkat abstraksi konsep masih sangat rendah (Hasan Hamid, 1996 : 88). Tingkat symbolic siswa sudah mampu berpikir abstrak. Simbol-simbol bahasa, matematika, ataupun disiplin ilmu lainnya sudah dapat mereka pahami sebagaimana harusnya. Mereka sudah mampu diajak berpikir dalam bidang ilmu pada tingkat abstrak yang dapat diandalkan. Tingkat abstraksi yang mereka miliki sudah cukup kuat untuk dijadikan dasar dalam pengembangan pendidikan keilmuan. Pada jenjang ini mereka sudah dapat diajak berpikir analisis, sintesis, maupun evaluatif (Hasan Hamid, 1996:88-89). Berdasarkan teori Bruner tersebut,

maka tingkat perkembangan psikologi siswa dapat dikatagorikan yaitu SD periode enactive dan iconic, SMP periode iconic dansymbolic dan SMA periode symbolic.

2.1.6.1 Hakekat Ilmu Pengetahuan Sosial

IPS pada hakekatnya merupakan sekumpulan ilmu-ilmu sosial yang terdiri dari sejarah, geografi, ilmu politik, ekonomi, sosiologi, antropologi, humanitis, hukum dan nilai-nilai yang ada di masyarakat yang diorganisasikan secara ilmiah. Secara sederhana dapat digambarkan sebagai berkut.

Berdasarkan gambaran IPS di atas, dapat dipahami bahwa hakekat IPS adalah mempelajari ilmu-ilmu yang termasuk dalam rumpun IPS seperti yang terdapat pada gambar 2.1. sedangkan pada kolom disiplin ilmu lainnya dimaksudkan adanya kemungkinan terjadi penambahan disiplin ilmu lain yang akan menjadi kajian IPS, mengingat perkembangan ilmu yang bersifat dinamis.

IPS Nilai-nilai Ilmu Politik Ekonomi Sejarah Geografi Disiplin ilmu lainnya

Sosiologi Hukum Humanities

Antropologi

Gambar 2.1 Rumpun IPS IPS

44

Hakekat IPS adalah suatu pembelajaran yang berisi penyederhanaan dari disiplin ilmu-ilmu sosial, humanitis, dan nilai-nilai di masyarakat yang diorganisasikan secara sistematis dan disajikan secara ilmiah dan pedagogis untuk tujuan pendidikan. Dengan kata lain, PIPS adalah suatu pembelajaran yang dilakukan agar siswa mengetahui dan memahami hakekat IPS yang telah disederhanakan dan diorganisasikan secara sistematis dan pedagogis. Berdasarkan pada proses pembelajaran tersebut diharapkan siswa mempunyai kemampuan menerapkan dalam kehidupan pribadinya untuk kepentingan keluarga, masyarakat, bangsa, negara, dan dunia. Adapun sikap ilmiah yang perlu ditumbuh-kembangkan pada siswa antara lain: rasa ingin tahu (apa, bagaimana, mengapa, dimana, dan siapa), jujur, terbuka, objektif, toleransi, kerjasama, kerja keras, percaya diri, cermat, berpikir positif, dan tidak putus asa. Hakekat PIPS tergambar pada gambar 2.2

PIPS

Sejarah Ekonomi Geografi Sosiologi Disiplin ilmu lainnya Psikologi Humaniora Politik/Hukum

Gambar 2.2, dapat dijelaskan bahwa hakekat PIPS merupakan penyederhanaan dari ilmu-ilmu sosial yang diorganisasikan secara sistematis untuk tujuan pendidikan. Artinya masing-masing disiplin ilmu sosial tersebut diambil bagian-bagian terpenting yang perlu diberikan kepada siswa sebagai suatu hal yang harus dipelajari. Adapaun lingkaran disiplin ilmu lainnya dimaksudkan adanya kemungkinan terjadi penambahan disiplin ilmu lain yang akan menjadi kajian PIPS. Berkaitan dengan hakekat PIPS, dapat disimpulkan bahwa IPS pada hakekatnya lebih luas daripada PIPS dengan asumsi bahwa IPS yang dipelajari lebih mendalam sedangkan dalam PIPS mengambil bagian-bagian terpenting dari IPS yang disusun secara sistematik dan pedagogik yang dibelajarakan kepada siswa.

Pola pembelajaran pendidikan IPS menekankan pada unsur pendidikan dan pembekalan pada peserta didik. Penekanan pembelajarannya bukan sebatas pada upaya mencecoki atau menjejali peserta didik dengan sejumlah konsep yang bersifat hafalan belaka, melainkan terletak pada upaya agar mereka mampu menjadikan apa yang telah dipelajarinya sebagai bekal dalam memahami dan ikut serta dalam melakoni kehidupan masyarakat lingkungannya, serta sebagai bekal bagi dirinya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Di sinilah sebenarnya penekanan misi dari pendidikan IPS. Oleh karena itu, rancangan pembelajaran guru hendaknya diarahkan dan difokuskan sesuai dengan kondisi dan perkembangan potensi siswa agar pembelajaran yang dilakukan benar-benar berguna dan bermanfaat bagi siswa (Kosasih, 1994; Hamid Hasan, 1996)

46

Proses dalam pembelajaran pada lembaga pendidikan disekolah selalu akan melibatkan berbagai unsur, seperti ; guru, siswa, sarana-prasarana, administrasi, dan kurikulum. satu unsur tersebut tidak ada, maka pembelajaran tidak berjalan. Terkait kurikulum, di tingkat sekolah dijabarkan beberapa mata pelajaran. jadi setiap peserta didik menerima beberapa mata pelajaran merupakan proses isi pendidikan yang kita sebut dengan istilah kurikulum.

2.1.6.2 Ruang Lingkup Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

Berbicara masalah ruang lingkup IPS artinya akan membahas keberadaan permasalahan pokok kejadian yang terdapat pada aktifitas masyarakat karena permasalahan yang terjadi dimasyarakat merupakan kajian dari pada ruang lingkup IPS. Mencermati dari pada dari tujuan kurikulum pendidikan Indonesia maka kita harus berorientasi pada standar isi dan proses sebagai tujuan utamanya, karena tujuan itu sebagai standar yang harus dicapai.dalam rangka persaingan global yang harus dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia, yang mandiri dan berwawasan global,seiring dengan tujuan.

Dalam kaitan dengan tujuannya ada pendapat mandalika dan Usman Mulyadi (2004: 108) yang menyatakan :

Penentuan bahan pelajaran IPS adalah sebagai berikut: (1). Di SD, IPS sebagai mata pelajaran mulai diajarkan di kelas III, terdiri dari pengetahuan tentang lingkungan sosial, ilmu bumi, ekonomi dan pemerintahan serta sejarah yang mencakup pengetahuan tentang proses

perkembangan masyarakat Indonesia dari masa lampau hingga kini, (2). Di SLTP, IPS lebih memperhatikan pengertian-pengertian dasar dari bidang-bidang pengetahuan sosial, seperti: ilmu bumi (geografi), sejarah (nasional & umum), dan ekonomi.

Mencermati inti kalimat di atas, disimpulkan ruang lingkup IPS segi konsep yang mencakup beberapa aspek, diantaranya lingkungan sosial, ilmu bumi, ekonomi, pemerintahan, dan sejarah. Dapat disimpulkan ruang lingkup konsep IPS meliputi pokok yang berhubungan dengan gejala sosial baik yang berkaitan dengan kependudukan dan lingkungan, ekonomi, hukum, politik, dan pemerintahan maupun perubahan sejarah yang dipadukan dengan sebutan Ilmu Pengetahuan Sosial.

Pada kenyataan lain ruang lingkup IPS tidak hanya menyoroti gejala sosial saja, tetapi membahas kemanusiaan keagamaan,kebudayaanya, etika, dan juga segala aktifitas manusia di masyarakat oleh pendapat ahli yang dikemukan dari Tasrif (2008: 4) menegaskan sebagai berikut.

Ruang lingkup IPS adalah menyangkut segala kegiatan dasar aktifitas manusia, sehingga segala permasalahan yang berkaitan dengan ilmu-ilmu sosial ,kemanusian saja, melainkan segala aktifitas kegiatan manusia, seperti; agama, sains, tekhnologi, seni, budaya ekonomi, pendidikan IPS.yang akan memperkaya bahan kajian IPS

Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa IPS yang disampaikan di SD dan SMP dengan pendekatan antar ilmu yang dikenal dengan pendekatan terpadu, sementara IPS di SMA diberikan cara terpisah berdasarkan mata pelajaran masing-masing sehingga IPS tidak hanya digunakan pada tingkat

48 SMA/MAN saja, tertapi untuk perguruan tinggi menggunakan pendekatan terpisah yang disebut dengan ilmu sosial.

2.1.6.3 Tujuan dan Manfaat Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

Tujuan pendidikan yang paling mendasar adalah meningkatkan pengetahuan dan pemahaman, juga harus memiliki kemampuan berpikir aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Tujuan yang dikemukakan di sini adalah tujuan yang akan dicapai pendidikan ilmu-ilmu sosial yang dikembangkan berdasarkan pemikiran filosofis keilmuan dan pendidikan yang pada hakekatnya adalah pendidikan suatu disiplin ilmu sosial. Dengan demikian, tujuan pendidikan ilmu-ilmu sosial adalah mengembangkan kemampuan siswa dalam menguasai disiplin ilmu-ilmu sosial untuk mencapai tujuan pendidikan yang lebih tinggi. Oleh karena itu, penulis tidak akan membedakan antara tujuan IPS dengan tujuan Pendidikan IPS karena pada hakekatnya sama.

Pengertian tujuan dalam Pendidikan IPS menurut Hasan Hamid (1996: 99-106) terdiri dari:

1. Tujuan berdasarkan kedudukan yang terdiri dari tujuan akhir dan tujuan antara.

2. Jenis tujuan terdiri dari tujuan tuntas dan tujuan yang berkembang.

3. Ruang lingkup tujuan meliputi materi kajian dan melihat dampak dari suatu kegiatan belajar.

Tujuan berdasarkan kedudukan yang terdiri dari tujuan akhir, artinya suatu tujuan yang menggambarkan penyelesaian keseluruhan dilihat dari sudut pandang tugas tertentu. Sebagai contoh tujuan pendidikan nasional Indonesia adalah tujuan akhir yang ingin dicapai oleh kegiatan pendidikan di Indonesia baik melalui jalur sekolah maupun bukan jalur sekolah. Adapun tujuan antara yaitu landasan untuk mencapai tujuan akhir, sifatnya lebih operasional, ruang lingkupnya lebih terbatas dan lebih mudah diketahui tercapai tidaknya tujuan tersebut. Misalnya kurikulum pendidikan disusun untuk mencapai tujuan akhir pendidikan.

Jenis tujuan yang terdiri dari tujuan tuntas (mastery objectives) merupakan tujuan pengajaran yang diharapkan tercapai dalam satu satuan pelajaran (Satpel) atau unit pelajaran. Sedangkan tujuan yan berkembang (developmental objectives) merupakan tujuan untuk meningkatkan kemampuan intelektual, analisa, sintesa, dan sikap. Tujuan ini tidak mungkin tercapai dalam waktu yang singkat artinya memerlukan waktu yang lama untuk dapat dikuasai atau menjadi milik siswa.

Ruang lingkup tujuan meliputi materi kajian yang merupakan ruang lingkup yang berkembang dari lingkungan yang dekat dengan kehidupan siswa sampai dengan kehidupan yang sangat jauh berada di luar lingkungan fisik keberadaan siswa dan akhirnya mengglobal. Melihat

50 dampak dari suatu kegiatan belajar yaitu ruang lingkup yang menghasilkan adanya tujuan yang dinamakan tujuan pengajaran (instructional objectives) dan tujuan pengayaan (nurturant objectives).

Secara keseluruhan seseorang yang belajar ilmu-ilmu sosial harus memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai hal-hal berikut, seperti yang dikutip dan diterjemahkan oleh Hasan Hamid (1996: 109) dari Senesh, Wronski dan Bragaw, Philips, Trigg :

1. Ruang lingkup dan pokok kajian 2. Struktur keilmuan dari setiap disiplin

3. Fakta, konsep, peristiwa yang dianggap penting 4. Pokok-pokok pikiran keilmuan

5. Teori-teori penting

6. Tokoh-tokoh yang melahirkan teori 7. Isu penting yang ada di masyarakat kini

Memahami ilmu-ilmu sosial seseorang hendaknya membatasi terlebih dahulu permasalahan yang dikaji, memahami struktur, teori, dan pokok-pokok pikiran keilmuan, mengetahui tokoh-tokoh yang melahirkannya, mengkaji isu-isu penting yang ada di masyarakat dan selanjutnya menghubungkan dengan teori-teori yang telah dipelajari untuk mengambil suatu kesimpulan atau suatu tindakan tertentu sehubungan dengan isu-isu tersebut.

1. Aspek sikap, nilai dan moral sebagai berikut: (a) religius, (b) menghormati orang tua, kepedulian sosial, dan lain-lain, (c) toleransi, (d) gotong royong, (d) hak asasi manusia.

2. Aspek konatif, yakni aspek kepribadian yang berkenaan dengan kemauan, keinginan dan pelaksanaannya dalam kehidupan sehari-hari.

Bertolak dari batasan/definisi IPS (Pendidikan IPS) dari NCSS yang telah dipaparkan di atas, yaitu mengkaji ilmu-ilmu sosial, humaniti dan gabungan dari berbagai disiplin ilmu, yaitu antropologi, ekonomi, geografi, sejarah, hukum, filosofi, ilmu politik, psikologi, agama, sosiologi, matematika, dan ilmu alam. Selanjutnya NCSS (Sapriya, 2009 : 10) menyatakan bahwa:

“....The primary purpose of social studies is help to young people develop the ability to make informed and reasoned decisions for the public good as citizens of a culturally diverse, democratic society in an interdependent world”.

Artinya bahwa tujuan utama pendidikan IPS adalah untuk membantu anak muda dalam mengembangkan kemampuan/potensi membuat keputusan/kebijakan publik sebagai warga negara yang baik, dalam kehidupan masyarakat demokratis di sebuah dunia yang saling ketergantungan. Dari tujuan tersebut dapat dikatakan bahwa tujuan PIPS menurut NCSS adalah membantu siswa dalam mengembangkan kemampuan, khususnya kemampuan dalam membuat keputusan yang

52 berhubungan dengan kebijakan/aturan-aturan untuk masyarakat secara umum, baik pada lingkup nasional maupun internasional.

Sehubungan dengan hal itu, Hasan Hamid (1996: 98-99) mengemukakan tujuan pendidikan ilmu-ilmu sosial dikategorikan menjadi tiga bagian, yakni:

1. Pengembangan kemampuan intelektual siswa.

2. Pengembangan kemampuan dan rasa tanggung jawab sebagai anggota masyarakat dan bangsa.

3. Pengembangan diri sebagai pribadi.

Tujuan pengembangan kemampuan intelektual siswa di atas, yaitu berorientasi pada pengembangan kemampuan intelektual yang berhubungan dengan diri siswa dan kepentingan ilmu. Tujuannya adalah mengembangkan kemampuan siswa dalam berpikir dan memahami disiplin ilmu-ilmu sosial serta kemampuan prosesual dalam mencari informasi, mengolah informasi dan mengkomunikasikan hasil temuan. Adapun tujuan utamanya adalah kepentingan disiplin ilmu-ilmu sosial. Maksud pengembangan kemampuan dan rasa tanggung jawab sebagai anggota masyarakat dan bangsa, adalah berorientasi pada pengembangan diri siswa dan kepentingan masyarakat yang dinamakan kemampuan sosial. Tujuannya mengembangkan kemampuan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan kemsyarakatan dan bangsa termasuk tanggung jawab sebagai warga dunia. Selain itu, juga mengembangkan pemahaman dan

sikap positif siswa terhadap nilai, norma, dan moral yang berlaku di masyarakat.

Pengembangan diri sebagai pribadi, berorientasi pada pengembangan pribadi siswa baik untuk kepentingan dirinya, masyarakat maupun ilmu. Tujuannya berkenaan dengan pengembangan sikap, nilai, norma, dan moral yang menjadi panutan siswa, pembentukan kebiasaan positif untuk kehidupan pribadinya serta sikap positif terhadap diri untuk memacu perkembangan diri sebagai pribadi, kemajuan masyarakat/bangsa, dan juga ilmu pengetahuan.

Tujuan pendidikan ilmu-ilmu sosial menurut Hasan Hamid, lebih menekankan pada pengembangan kemampuan yang meliputi kemampuan intelektual dan diri siswa sebagai pribadi dan bertanggung jawab terhadap masyarakat, bangsa, dan negara seta ilmu dengan berlandaskan pada nilai, norma, dan moral yang berlaku di masyarakat.

Lain halnya dengan Somantri yang lebih menekankan tujuan ilmu-ilmu sosial pada pengorganisasian materi/bahan yang akan diberikan kepada siswa sehingga memiliki keahlian tertentu dalam ilmu sosial. Secara lengkap dikemukakan pendapatnya, bahwa tujuan pengajaran IPS di sekolah adalah:

1. Mendidik siswa menjadi ahli ekonomi, politik, hukum, sosiologi, dan pengetahuan lainnya.

2. Untuk menumbuhkan warga negara yang baik dengan menempatkan siswa dalam konteks kebudayaannya.

54 4. Untuk mempelajari bahan pelajaran yang sifatnya “tertutup” (closed

areas).

Tujuan pengajaran IPS di atas, penulis dapat jelaskan bahwa tujuan pertama, menghendaki adanya pembelajaran IPS yang harus diorganisasikan secara terpisah sesuai dengan body of knowledge masing-masing disiplin ilmu.

Tujuan kedua, menghendaki pembelajaran IPS diorganisasikan secara ilmiah dan psikologis dan menghendaki agar program pengajaran mengkorelasikan bahkan mungkin harus mengintegrasikan beberapa disiplin ilmu sosial dalam unit program studi.

Tujuan ketiga, menghendaki pembelajaran IPS diorganisasikan dengan menampung tujuan siswa yang akan melanjutkan ke perguruan tinggi maupun yang akan terjun langsung ke masyarakat.

Tujuan keempat, menghendaki pembelajaran IPS mempelajari bahan pelajaran yang pantang (tabu) untuk dibicarakan. Dengan demikian, para siswa akan memperoleh kesempatan untuk memecahkan konflik intra-personal maupun antar-intra-personal.

Sejumlah pendapat tentang tujuan pendidikan ilmu-ilmu sosial yang

Dokumen terkait