• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR IPS DENGAN MENGGUNAKAN METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) DAN PROBLEM BASED INTRUCTION (PBI) DENGAN MEMPERHATIKAN MOTIVASI BERPRESTASI (Studi Pada Kelas VIII SMP Negeri 2 Tumijajar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR IPS DENGAN MENGGUNAKAN METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) DAN PROBLEM BASED INTRUCTION (PBI) DENGAN MEMPERHATIKAN MOTIVASI BERPRESTASI (Studi Pada Kelas VIII SMP Negeri 2 Tumijajar"

Copied!
133
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

ABSTRAK

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR IPS DENGAN MENGGUNAKAN METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) DAN PROBLEM BASED INTRUCTION (PBI) DENGAN MEMPERHATIKAN MOTIVASI

BERPRESTASI

(Studi Pada Kelas VIII SMP Negeri 2 Tumijajar Tulang Bawang Barat) Oleh

Suyatno

Permasalahan dalam penelitian ekperimen ini adalah (1) apakah ada perbedaan antara hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS yang diajarkan menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dan PBI (2) apakah ada perbedaan rata-rata hasil belajar siswa pada tingkat motivasi berprestasi, (3) apakah ada Interaksi antara metode pembelajaran yang digunakan dengan tingkat motivasi berprestasi, (4) Metode pembelajaran kooperatif manakah yang paling efektif anatara tipe STAD dengan tipe PBI.

Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah ekperimen semu dengan memberikan semua perlakuan pada dua kelas yang berbeda. Dimana satu kelas dengan menggunakan pembelajaran metode kooperatif tipe STAD sedangkan pada satu kelas yang lain menggunakan metode kooperatif dengan tipe PBI dengan memperhatikan motivasi berprestasi. Analisis data menggunakan varian dua jalur dengan desain factorial dan analisis keefektifan.

(3)

iii

(4)
(5)
(6)
(7)
(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 27 Juli 1972, sebagai anak ke tujuh dari delapan bersaudara, dari pasangan orang tua penulis yaitu Bapak Marto Suwarno dengan ibu Sugiah.

Pendidikan Sekolah Dasar (SD) diselesaikan pada SD Swasta Sejahetra II pada tahun 1985, dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) diselesaikan pada SMP Swasta Pangudi Luhur Tanjung Senang Bandar Lampung pada tahun 1988, sedangkan sekolah mengah atas diselesaikan di SMA Negeri Way Halim Bandar Lampung pada tahun 1991 dan pada tahun 1999, penulis menyelesaikan pendidikan strata 1 pada fakultas keguruan dan ilmu pendidikan jurusan Ilmu pengetahuan sosial program studi pendidikan geografi Universitas Lampung ( UNILA ).

(9)

MOTO

"Orang lain yang membicarakan kita di belakang berarti orang

tersebut memang keberadaannya

ada di belakang kita”

"Janganlah berputus asa. Tetapi kalau anda sampai berada

dalam keadaan putus asa, berjuanglah terus meskipun dalam

keadaan putus asa"

(10)

PERSEMBAHAN

Sebagai tanda bhakti dan terima kasihku

pada kedua orangtuaku,

Istriku tercinta, dan

(11)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Penyusunan dan penulisan tesis ini banyak melibatkan berbagai pihak yang telah membantu baik dalam pemikiran, tenaga dan juga material, sehingga tesis ini dapat diwujudkan walaupun belum sempurna. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir, Sugeng P. Harianto, M.S selaku Rektor Universitas Lampung

2. Bapak Dr. Hi. Bujang Rahman , M.Si selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

3. Bapak Prof. Dr. Sudjarwo, M.S. selaku Direktur Pascasarjana Universitas Lampung, dan sekaligus pembimbing I yang sudah memberikan motivasi, semangat dalam penulisan tesis ini.

4. Bapak Dr. Pargito, M.Pd. selaku Ketua Program Pascasarjana PIPS FKIP Universitas Lampung, yang sudah memberikan semangat dan saran dalam penulisan tesis ini.

(12)

6. Bapak Dr. Hi. Eddy Purnomo, M.Pd. selaku Pembimbing II dalam penyusunan tesis ini.

7. Bapak Dr. M. Thoha B Sampurna Jaya, M.S selaku penguji dalam tesis ini. 8. Seluruh Bapak/ibu dosen Program Pascasarjana PIPS FKIP Universitas

Lampung

9. Istri tercinta dan Anak-anakku tersayang yang memberikan dorongan semangat pada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

10. Yudo Utomo, S.Pd., M.Pd selaku Kepala sekolah SMP Negeri 2 Tumijajar yang telah memberikan bantuan dan ijin sebagai tempat penelitian.

11. Seluruh guru beserta staf tata usaha SMP Negeri 2 Tumijajar dan siswa yang telah memberikan dukungan dan bantuan.

12. Rekan seperjuangan, Hamidah, Juwariyah, Wahidin, Umi Tarsih, Ferdesi, Aria, terimakasih atas dukungan dan kebersamaannya.

13. Semua pihak baik secara langsung maupun tidak langsung yang telah memberikan bantuan moril dalam penyusunan tesis ini.

Demi kesempurnaan tesis ini, secara terbuka penulis mengharapkan saran dan krtitik yang bersifat membangun. Akhirnya, penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Bandar lampung, Desember 2013

(13)

DAFTAR ISI

2.1.4 Model Pembelajaran Kooperatif tipe STAD ... 29

2.1.5 Model Pembelajaran Kooperatif tipe PBI ... 32

(14)
(15)
(16)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Hasil Angket Motivasi Kelas Ekperimen ... 109

Tabel 4.4 Kategori Motivasi Berprestasi di Kelas STAD ... 111

Tabel 4.5 Disribusi Frekuensi Hasil Angket Motivasi Berprestasi Tinggi Kelas Ekperimen ... 111

Tabel 4.6 Disribusi Frekuensi Hasil Angket Motivasi Berprestasi Rendah Kelas Ekperimen ... 113

Tabel 4.7 Hasil Angket Motivasi Berprestasi Kelas Pembading ... 115

Tabel 4.8 Kategori Motivasi Berprestasi siswa di Kelas PBI ... 116

Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Hasil Angket Motivasi Berprestasi Tinggi Kelas Pembangding………. 117 Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Hasil Angket Motivasi Berprestasi Rendah Kelas Pembanding………. 118 Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Nilai Hasi Belajar Kelas Stad Pada Kelas Eksperimen……… 120 Tabel 4.12 Nilai Hasil Belajar Untuk Kelas Dengan PBI Pembanding…….. 122 Tabel 4.13 Hasil Uji Normalitas Motivasi Berprestasi Kelas Eksperimen Dan Kelas Pembanding……… 124

Tabel 4.14 Hasil UJi Homogenitas Kelas Eksperimen………... 125

Tabel 4.15 Hasil Uji Homogenitas Kelas Pembanding………... 125 Tabel 4.16 Analisa Hasil Belajar Antar Kemampuan Dan Antar Metode

Pembelajaran………. 126

Tabel 4.17 Paired Sampel Statistik………. 128 Tabel 4.18 Rekap Uji t Untuk Menguji Rerata Hasil Belajar Antar Metode

(17)

Tabel 4.19 Paired Sampel Statistik………. 130 Tabel 4.20 Rekap Uji t Untuk Menguji Rerata Hasil Belajar Antar Metode

Bagi Siswa Kemampuan Rendah……….. 130 Tabel 4.21 Tabel Hasi Analisis Anava Motivasi Berprestasi Dan

Kemampuan………....132

Table 4.22 Hasil Belajar Berdasarkan Motivasi Berprestasi Dan Metode

(18)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Rumpun IPS ... 43

Gambar 2.2 Pengorganisasian PIPS ... 44

Gambar 3.1 Rancangan Penelitian ... 82

Gambar 3.2 Model Varian Hasil Belajar ... 99

Gambar 4.1 Hasil Angket Motivasi Berprestasi Kelas Ekperimen ... 110

Gambar 4.2 Hasil Angket Motivasi Berprestasi Tinggi Kelas Ekperimen ... 112

Gambar 4.3 Hasil Angket Motivasi Berprestasi Rendah Kelas Ekperimen... 113

Gambar 4.4 Hasil Angket Motivasi Berprestasi Kelas Pembanding ... 115

Gambar 4.5 Hasil Angket Motivasi Berprestasi Tinggi Kelas Pembanding ... 117

Gambar 4.6 Hasil Angket Motivasi Berprestasi Rendah Kelas Pembanding . 119 Gambar 4.7 Hasil Belajar IPS Kelas Ekperiment ... 121

Gambar 4.8 Hasil Belajar IPS Kelas Pembanding ... 123

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Silabus Pembelajaran

Lampiran 2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Lampiran 3 Soal Tes Formatif

Lampiran 4 Angket Penelitian

(20)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

(21)

2 masalah sosial, dan agar siswa dapat mewarisi dan melanjutkan budaya bangsanya (Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama, 2004: 15).

Sekolah ini merupakah salah satu sekolah favorit di Kabupaten Tulang Bawang Barat sehingga jumlah peminat siswa sekolah dasar yang ingin melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 2 Tumijajar Tulang Bawang Barat sangat besar. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya pendaftar pada penerimaan peserta didik baru (PPDB) tiap tahunnya mencapai 200 siswa, dengan banyaknya siswa menjadikan sekolah ini dijadikan status sekolah rintisan standar nasional sehingga diharapkan dapat memacu peserta didik untuk bisa bersaing dengan sekolah lain. Selain itu diwajibkan bagi semua guru untuk mengembangkan metode pembelajaran PAIKEM yaitu pembelajaran aktif inovatif, kreatif dan menyenangkan yang diharapkan siswa dapat berkembang dalam pembelajaran sehingga menjadi peserta didik yang mandiri dan bersaing secara kualitas dengan sekolah lain.

(22)

Di Sekolah tersebut dari kelas yang ada, peneliti memilih melakukan pada kelas VIII karena memiliki kematangan dalam penguasaan mata pelajaran IPS dan proses pembelajarannya, sedangkan tidak memilihnya pada kelas VII karena dalam masa transisi pola pikir dari jenjang SD ke SMP dan sedangkan dikelas IX sedang dalam taraf persiapan ujian akhir sekolah (UAS) dan ujian akhir nasional (UAN). Disini tugas peneliti sebagai guru IPS memiliki keinginan untuk meneliti terhadap pembelajaran, Berdasarkan pengamatan sebelum penelitian ternyata pembelajaran IPS belum maksimal dan belum terlaksana secara keseluruhan, karena untuk mendisain mata pelajaran IPS menjadi IPS terpadu kurang diminati dan dimengerti untuk mencapai pembelajaran yang bermutu dan tepat guna maka dibutuhkan guru yang berkompetensi dan memiliki pembelajaran yang maksimal.

Dengan tidak melaksanakan pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif berdampak pada kenyataan yang dialami guru mata pelajaran IPS dihadapkan pada perolehan nilai yang masih rendah, belum semua siswa yang nilainya diatas KKM 7,2. Nilai KKM tersebut didapat dari tiga kreteria yaitu 1) input, 2) kompleksitas dan yang 3) daya dukung di sekolah.

(23)

4

(24)

Sejalan dengan pemikiran di atas serta melihat hasil belajar yang belum optimal maka diperlukan perubahan dalam proses pembelajaran untuk menciptakan suasana belajar yang aktif dan menyenangkan sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Upaya yang dapat dilakukan guru untuk menciptakan proses pembelajaran tersebut adalah mengubah metode pembelajaran salah satunya dengan metode kooperatif. Metode pembelajaran kooperatif telah menjadi bagian dari pembaharuan dalam perubahan pendidikan. Pembelajaran kooperatif dilaksanakan secara berkelompok kecil supaya siswa dapat bekerjasama dalam kelompok untuk mempelajari isi materi pelajaran dengan berbagai keahlian sosial. Pembelajaran kooperatif dapat menciptakan suasana belajar penuh dengan kerjasama dalam menyelasaikan persoalan, diskusi, mencari informasi dari berbagai sumber dan masih banyak lagi kegiatan positif lain yang dapat diterapkan, sehingga suasana pembelajaran sesuai dengan prinsip pembelajaran saat ini yaitu pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAIKEM).

(25)

6 tantangan dalam proses pembelajaran, lebih bertanggungjawab menyelesaikan tugas sekolah, senang berkompetisi secara sehat, dan sifat-sifat positif lainnya. Walaupun pada kenyataannya motivasi siswa untuk mencapai prestasi yang lebih baik masih dianggap kurang untuk saat ini. Oleh karena itu dengan menggunakan metode kooperatif ini diharapkan motivasi siswa yang berprestasi kurang akan bisa meningkat setelah menerapkan cooperatif learning dalam kegiatan belajar mengajar di kelas.

Metode pembelajaran kooperatif (cooperatif learning) yang dapat diterapkan dalam pembelajaran antara lain STAD (Student Team Achievemen Division) dan PBI (Problem Based Instruction). Melalui kedua tipe tersebut diharapkan dapat melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran di kelas sehingga dapat mencapai indikator dari kompetensi dasar serta hasil belajar siswa dapat memenuhi ketercapaian Kreteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan sekolah melalui guru mata pelajaran.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan Latar Belakang masalah tersebut di atas, dapat penulis identifikasi permasalahan yang ada kaitan dengan pembelajaran IPS terpadu di SMP Negeri 2 Tumijajar Kabupaten Tulang Bawang Barat sebagai berikut:

a. Hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS masih tergolong rendah, hal ini terlihat dari tidak tercapainya kreteria ketuntasan minimun

(26)

c. Proses pembelajaran masih terpusat pada guru (teacher centered)

d. Belum dilakukannya pembelajaran kooperatif learning, khususnya tipe STAD dan PBI

e. Kurangnya motivasi siswa untuk mencapai prestasi yang lebih baik

1.3 Pembatasan Masalah

Mencermati hasil identifikasi masalah di atas, maka penulis dapat menegaskan bahwa pembelajaran IPS terpadu saling terkait dan punya hubungan satu dengan yang lain, dengan permasalahan yang komplek, maka perlu dilakukan pembatasan masalah ini adalah pada hasil belajar IPS siswa yang diajar dengan menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division) dan tipe PBI (Problem Based Intruction) pada siswa kelas VIII semester genap di SMP Negeri 2 Tumijajar Tulang Bawang Barat Tahun Ajaran 2012/2013 dengan memperhatikan variabel moderator yaitu motivasi berprestasi pada pokok bahasan penyimpangan sosial.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah, dapat dirumuskan masalah penelitian ini adalah masih banyaknya siswa yang hasil belajar IPS nya di bawah KKM dengan sumber permasalahan yang diajukan sebagai berikut:

(27)

8 (Student Team Achievement Division) dan siswa yang diajar menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe PBI (Problem Based Intruction)?

2. Apakah rata-rata hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS yang diajarkan menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division) lebih rendah dibandingkan dengan hasil belajar siswa yang diajar menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe PBI (Problem Based Intruction) pada siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi?

3. Apakah rata-rata hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS yang diajarkan menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division) lebih tinggi dibandingkan dengan hasil belajar siswa yang diajar menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe PBI (Problem Based Intruction) pada siswa yang memiliki motivasi berprestasi rendah?

4. Apakah ada Interaksi antara metode pembelajaran kooperatif tipe STAD (student Team Achievement Division) dengan metode pembelajaran tipe PBI (Problem Based Intruction) untuk pembelajaran IPS pada kelas VIII SMP Negeri 2 Tumijajar?

1.5 Tujuan Penelitian

(28)

1. Untuk menganalisis perbedaan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dibandingkan dengan metode pembelajaran kooperatif tipe PBI dalam pencapaian hasil belajar IPS pada siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Tumijajar.

2. Untuk menganalisis keefektifan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dibandingkan metode pembelajaran tipe PBI dalam pencapaian hasil belajar IPS pada siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi pada siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Tumijajar

3. Untuk menganalisis keefektifan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dibandingkan metode pembelajaran tipe PBI dalam pencapaian hasil belajar IPS pada siswa yang memiliki motivasi berprestasi rendah pada siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Tumijajar

4. Untuk menganalisis interaksi antara metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan metode pembelajaran kooperatif tipe PBI untuk pembelajaran IPS pada kelas VIII SMP Negeri 2 Tumijajar

1.6 Kegunaan Penelitian

Kegunaan hasil penelitian ini secara umum dikhususkan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas proses pembelajaran IPS terpadu pada kelas VIII di SMP Negeri 2 Tumijajar Tulang Bawang Barat. Secara khusus dapat diuraikan manfaat hasil penelitian sebagai berikut.

(29)

10 a. Memberikan sumbangan bagi khasanah ilmu pengetahuan khususnya

tentang pembelajaran IPS

b. Menyajikan wawasan khusus tentang penelitian yang menekankan pada penerapan metode pembelajaran yang berbeda pada mata pelajaran IPS c. Hasil penelitian dijadikan sebagai kajian lebih lanjut para akademisi,

mahasiswa yang tertarik pada pembelajaran IPS.

1.6.2. Kegunaan Praktis

a. Bagi siswa

Hasil penelitian dijadikan sebagai sarana peningkatan hasil belajar dan memperluas wawasan dan penguasaan materi pelajaran IPS.

b. Bagi guru

Hasil penelitian ini sebagai acuan dan bahan pertimbangan bagi guru mata pelajaran IPS tentang penggunaan metode pembelajaran kooperatif yang tepat.

c. Bagi Sekolah

Dapat meningkatkan kualitas pembelajaran yang pada giliranya dapat menghasilkan penghambilan kebijakan, untuk memotivasi guru IPS agar merasa mantap menerapkan pembelajaran IPS dengan metode pembelajaran kooperatif.

(30)

Pada penelitian ini akan difokuskan pada ruang lingkup penelitian, ilmu, objek, subjek, tempat, dan waktu penelitian. Untuk mengetahui kedudukan keilmuan dalam cakupan pendidikan IPS:

1.7.1 Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah metode pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division) dan metode pembelajaran kooperatif tipe PBI (Problem Based Intruction).

1.7.2 Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII semester genap SMP Negeri 2 Tumijajar Kabupaten Tulang Bawang Barat Tahun Ajaran 2012/2013

1.7.3 Tempat Penelitian

Tempat pelaksanaan penelitian ini adalah SMP Negeri 2 Tumijajar, Kabupaten Tulang Bawang Barat.

1.7.4 Ruang Lingkup Ilmu

(31)

12 Nursid Sumatmaja (1984:6-7)” All the academic disciplines which deal wich deal with men in their social context” dan pendapat ini juga

dikuatkan oleh pendapatnya Harold A Phelps” A general term for all the

sciences which are conserned with human affairs,such sciences are

economic, govermaent,law,education,phyicology,sociology antrhopology”

jadi jelaslah ditegas kan dari kedua pendapat tersebut bahwa pengertian ruang lingkup ilmu sosial secara umum bidang ilmu yang mempelajari manusia dimasyarakat dan manusia sebagai anggota masyarakat ,karena ilmu ilmu sosial mempelajarii tingkah laku manusia yang didapat dari berbagai disiplin ilmu Ekonomi dengan kebutuhan materi, Hukum dengan keadilannya Politik dengan kenyamannanya ,Psikolog dengan aspek kejiwaanyai,Sosiologi hubungan sosial, Antropologi dengan kebudayaanya dan Geografi, apersepsi lingkungan hidupnya,jelasnya yang menjadi ruang lingkupnya sama yaitu manusia dalam kontek sosial atau manusia sebagai anggota masyarakat. Dari teori tersebut jelaslah akan sangat berpengauh pada perkembangan ke IPS an di Indonesia terutama tentang dunia nyata.

(32)
(33)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS

2.1 Tinjauan Pustaka

Agar dapat dengan mudah dipahami oleh tenaga pendidik dalam proses pembelajaran, sebagai tenaga pendidik tidak hanya terbatas mengimformasikan ilmu pengetahuan kepada peserta didik. Tetapi ada tugas lebih berat yang harus dihadapi yaitu mengusahakan konsep-konsep materi penting yang berguna dan dapat dipahami dalam pikiran peserta didik.

2.1.1 Teori Belajar

a. Teori belajar Behaviorisme

Teori behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gagne dan Brunner

(34)

pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman. (Paul, 1997)

b. Teori Belajar kognitivisme

Teori belajar kognitif mulai berkembang pada abad terakhir sebagai protes terhadap teori perilaku yang yang telah berkembang sebelumnya. Model kognitif ini memiliki perspektif bahwa para peserta didik memproses infromasi dan pelajaran melalui upayanya mengorganisir, menyimpan, dan kemudian menemukan hubungan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah ada. Model ini menekankan pada bagaimana informasi diproses. Peneliti yang mengembangkan teori kognitif ini adalah Ausubel, Brunner dan Gagne. Dari ketiga peneliti ini, masing-masing memiliki penekanan yang berbeda. Ausubel menekankan pada apsek pengelolaan (organizer) yang memiliki pengaruh utama terhadap belajar. Bruner bekerja pada pengelompokkan atau penyediaan bentuk konsep sebagai suatu jawaban atas bagaimana peserta didik memperoleh informasi dari lingkungan. (Slavin, 2000).

c. Teori Belajar Konstruktivisme

(35)

fakta-16 fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.

Dengan teori konstruktivisme siswa dapat berfikir untuk menyelesaikan masalah, mencari idea dan membuat keputusan. Siswa akan lebih paham karena mereka terlibat langsung dalam mebina pengetahuan baru, mereka akan lebih pahamdan mampu mengapliklasikannya dalam semua situasi. Selian itu siswa terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih lama semua konsep. (Jean Piaget dalam Herpratiwi,2009:78).

2.1.2 Pengertian Belajar

Belajar, pada hakekatnya, adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Belajar dapat dipandang sebagai proses yang diarahkan kepada tujuan dan proses berbuat melalui berbagai pengalaman. Menurut Sudjana,1989 Belajar juga merupakan proses melihat, mengamati dan memahami sesuatu. Sedangkan menurut Witherington, 1986 menyebutkan bahwa “Belajar merupakan perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasikan sebagai suatu

pola-pola respon yang berupa keterampilan, sikap, kebiasaan, kecakapan atau

pemahaman”.

(36)

yaitu motivasi, emosional, sikap,dan yang lainnya. Menurut Gagne dan Briggs (1988), perubahan tingkah laku dalam proses belajar menghasilkan aspek perubahan seperti kemampuan membedakan, konsep kongkrit, konsep terdefinisi, nilai, nilai/aturan tingkat tinggi, strategi kognitif, informasi verbal, sikap, dan keterampilan motorik.

Proses belajar terjadi apabila individu dihadapkan pada situasi di mana ia tidak dapat menyesuaikan diri dengan cara biasa, atau apabila ia harus mengatasi rintangan-rintangan yang mengganggu kegiatan-kegiatan yang diinginkan. Proses penyesuain diri mengatasi rintangan terjadi secara tidak sadar, tanpa pemikiran yang banyak terhadap apa yang dilakukan. Dalam hal ini pelajar mencoba melakukan kebiasaan atau tingkah laku yang telah terbentuk hingga ia mencapai respon yang memuaskan.

Jadi belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku yang berkesinambungan antara berbagai unsur dan berlangsung seumur hidup yang didorong oleh berbagai aspek seperti motivasi, emosional, sikap dan yang lainnya dan pada akhirnya menghasilkan sebuah tingkah laku yang diharapkan. Unsur utama dalam belajar adalah individu sebagai peserta belajar, kebutuhan sebagai sumber pendorong, situasi belajar, yang memberikan kemungkinan terjadinya kegiatan belajar.

(37)

18 dewasa. Setiap perkembangan intelektual yang dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Misalnya, pada tahap sensori motor anak berpikir melalui gerakan atau perbuatan (Herpratiwi,2009:78).

Selain itu Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh seseorang, tetapi melalui tindakan. Bahkan, perkembangan kognitif anak bergantung pada seberapa jauh mereka aktif mampu berinteraksi dengan lingkungannya. Sedangkan, perkembangan kognitif itu sendiri merupakan proses berkesinambungan tentang tidak-seimbangan dan keseimbangan. Pandangan Piaget tentang tahap perkembangan kognitif anak mampu dipahami pada tahap tertentu baik cara maupun kemampuan akan mengkonstruksi ilmu berbeda-beda berdasarkan kematangan intelektual anak. Jadi anak dan lingkungan belajarnya lebih difokuskan pada pandangan teori konstruktivisme.

Driver dan Bell dalam Herpratiwi, (2009:80) mengajukan karakteristik sebagai berikut: (1) siswa tidak pasif melainkan memiliki tujuan, (2) belajar harus seoptimal mungkin yang melibatan siswa, (3) pengetahuan bukan datang dari luar melainkan didapat secara personal, (4) pembelajaran bukanlah transmisi ilmu melainkan melibatkan situasi kelas, (5) kurikulum bukanlah sekedar dipelajari, melainkan seperangkat pembelajaran, materi, dan sumber.

(38)

belajar adalah proses perubahan tingkah laku. Pengertian diatas dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu aktivitas yang berlangsung secara interaktif antara faktor intern pada diri pebelajar dengan faktor ekstern atau lingkungan, sehingga melahirkan perubahan tingkah laku. Berikut adalah tiga dalil pokok Piaget dalam kaitannya dengan tahap perkembangan intelektual atau tahap perkembangan kognitif atau biasa juga disebut tahap perkembangan mental.

Piaget dalam Herpratiwi (2009:78) mengemukakan; (1) perkembangan intelektual terjadi melalui tahap-tahap beruntun yang selalu terjadi dengan urutan yang sama. Maksudnya, setiap manusia akan mengalami urutan-urutan tersebut dan dengan urutan yang sama, (2) tahap-tahap tersebut didefinisikan sebagai suatu cluster dari operasi mental (pengurutan, pengekalan, pengelompokan, pembuatan hipotesis dan penarikan kesimpulan) yang menunjukkan adanya tingkah laku intelektual dan (3) gerak melalui tahap-tahap tesebut dilengkapi oleh keseimbangan (equilibration), proses pengembangan yang menguraikan tentang interaksi antara pengalaman (asimilasi) dan struktur kognitif yang timbul (akomodasi).

(39)

20 Dari pendapat tersebut implikasi dari teori belajar konstruktivisme dalam pendidikan anak Poedjiadi dalam Herpratiwi (2009:80) adalah sebagai berikut: (1) Tujuan pendidikan dalam teori belajar konstruktivisme adalah menghasilkan individu atau anak yang memiliki kemampuan berfikir untuk menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi. (2) kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik. Selain itu, latihan memecahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari, (3) peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai bagi dirinya.

Guru hanyalah berfungsi sebagai mediator, fasilitor, dan teman yang membuat situasi yang kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik.

2.1.3 Pengertian Pembelajaran

(40)

perpaduan antara manusia, pengalamanbelajar, fasilitas, pemeliharaan atau pengontrolan, dan prosedur yang mengatur interaksi perilaku pembelajaran untuk mencapai tujuan sedangkan dalam system teaching sistem, komponen perencanaan mengajar, bahan ajar, tujuan, materi dan metode, serta penilaian dan langkah mengajar akan berhubungan dengan aktivitas belajar untuk mencapai tujuan.

Kenyataan bahwa dalam proses pembelajaran terjadi pengorganisasian, pengelolaan dan transformasi informasi oleh dan dari guru kepada siswa. Menurut Meier, 2002 mengemukakan bahwa semua pembelajaran manusia pada hakekatnya mempunyai empat unsur, yakni persiapan (preparation), penyampaian (presentation), pelatihan (practice), penampilan hasil (performance).

a. Persiapan (Preparation)

Tahap persiapan berkaitan dengan mempersiapkan peserta belajar untuk belajar. Tanpa itu, pembelajaran akan lambat dan bahkan dapat berhenti sama sekali. Salah satu tujuan penyiapan peserta belajar adalah mengajaknya memasuki kembali dunia kanak-kanak mereka, sehingga kemampuan bawaan mereka untuk belajar dapat berkembang sendiri. Dunia kanak-kanak ditandai dengan keterbukaan, kebebasan, kegembiraan dan rasa ingin tahu yang sangat besar.

(41)

22 berbagai masalah, merangsang rasa ingin tahu dan mengajak belajar penuh dari awal, membangkitkan rasa ingin tahu, menciptakan lingkungan fisik, emosional, sosial yang positif, memberikan tujuan yang jelas dan bermakna. Pembelajaran jika dilakukan dengan persiapan matang sesuai dengan karakteristik kebutuhan, materi, metode, pendekatan, lingkungan serta kemampuan guru, maka hasilnya diasumsikan akan lebih optimal.

Asumsi negatif tentang belajar cenderung menciptakan pengalaman negatif dan asumsi positif cenderung menciptakan pengalaman positif. Sugesti tidak boleh berlebihan, menimbulkan kesan bodoh, dangkal, tetapi harus realistik, jujur dan tidak bertele-tele. Menurut Merton (1986), dalam kejadian apapun, jika sudah menetapkan hati untuk mencapai hasil positif, kemungkinan besar hasil positif yang akan dicapai. Ketika asumsi negatif sudah digantikan dengan yang positif, maka rasa gembira dan lega dapat mempercepat pembelajaran.

Menciptakan asumsi positif tentang belajar dapat dilakukan dengan menata tempat duduk secara dinamis, menghiasi ruang belajar, atau apa yang ada dalam lingkungan belajar yang dapat menambah warna, keindahan, minat serta rangsangan belajar peserta didik. Termasuk dengan kehangatan musik, sebagaimana banyak dilakukan dalam inovasi-inovasi pembelajaran modern saat ini.

(42)

belajar dapat belajar paling baik jika mereka tahu mengapa mereka belajar dan dapat menghargai bahwa pembelajaran mereka punya relevansi dan nilai bagi diri mereka secara pribadi. Orang belajar untuk mendapatkan hasil bagi diri sendiri. Jika mereka tidak melihat ada hasilnya, mengapa harus belajar.

Oleh karena itu, penting sekali untuk sejak awal menegaskan manfaat belajar sesuatu agar orang merasa terkait dengan topik pelajaran itu secara positif. Dalam banyak kasus, persiapan pembelajaran dapat dimulai sebelum dimulainya program belajar. Kerjasama membantu peserta belajar mengurangi stres dan lebih banyak memanfaatkan energinya untuk belajar. Interaksi sangat penting dalam membangun komunitas belajar. Hal ini dapat dimulai dengan program tugas kelompok yang dikaitkan dengan pengenalan, tujuan, manfaat bagi peserta belajar atau penilaian pengetahuan. Upaya belajar benar-benar bergantung pada peserta belajar dan bukan merupakan tanggung jawab perancang atau fasilitatornya.

b. Penyampaian (Presentation)

(43)

semata-24 mata untuk mengawali proses belajar dan bukan untuk dijadikan fokus utama.

Tujuan tahap penyampaian adalah membantu peserta belajar menemukan materi belajar yang baru dengan cara yang menarik, menyenangkan, relevan, melibatkan penca indra dan cocok untu semua gaya belajar. Hal ini dapat dilakukan melalui uji coba kolaboratif dan berbagi pengetahuan, pengamatan fenomena dunia nyata, pelibatan seluruh otak dan tubuh peserta belajar,presentasi interaktif, melalui aneka macam cara yang disesuaikan dengan seluruh gaya belajar termasuk melalui proyek belajar berdasarkan-kemitraan dan berdasarkan tim, pelatihan menemukan, atau dengan memberi pengalaman belajar didunia nyata yang kontekstual serta melalui pelatihan memecahkan masalah.

c. Latihan (Practice)

(44)

aktifitas pemecahan masalah dan refleksi dan artikulasi individu, dialog berpasangan atau kelompok, pengajaran dan tinjauan kolaboratif termasuk aktifitas praktis dalam membangun keterampilan lainnya.

d. Penampilan Hasil (Performance)

Proses belajar seringkali mengabaikan tahap ini padahal ini sangat penting disadari bahwa tahap ini merupakan satu kesatuan dengan keseluruhan proses belajar. Tujuan tahap penampilan hasil ini adalah untuk memastikan bahwa pembelajaran tetap melekat dan berhasil diterapkan, membantu peserta belajar menerapkan danmemperluas pengetahuan atau keterampilan baru mereka pada pekerjaan sehingga hasil belajar akan melekat dan penampilan hasil akan terus meningkat seperti; penerapan di dunia maya dalam tempo segera, penciptaan dan pelaksanaan rencana aksi, dan aktifitas penguatan penerapan. Setelah mengalami tiga tahap pertama dalam siklus pembelajaran, kita perlu memastikan bahwa orang melaksanakan pengetahuan dan keterampilan baru mereka pada pekerjaan mereka, nilai-nilai nyata bagi diri mereka sendiri, organisasi dan klien organisasi.

(45)

26 terjadi jika gaya belajar pribadi seseorang tidak diperhatikan dalam tahap penyampaian.

Pembelajaran proses interaksi peserta didik dengan pendidik disertai sumber belajar pada lingkungan belajar,dimana interaksi peserta didik dirancang untuk mencapai tujuan pembelajaran berupa sejumlah kemampuan bermakna dalam aspek kognitif, afektif dan psykomotor sebagai hasil belajar setelah proses pembelajaran. Menurut Saidiharjo,(2004:12), instruction atau pembelajaran merupakan kegiatan yang bertujuan untuk memberi pembelajaran dan melalui proses pembelajaran siswa diharapkan dapat memanfaatkan komponen kegiatan untuk mencapai tujuan. Sedangkan menurut Sedangkan menurut Sutikno (2007:50) mengatakan bahwa di dalam pembelajaran terdapat kegiatan memilih, menetapkan, dan mengembangkan metode untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan. Pembelajaran lebih menekankan pada cara-cara untuk mencapai tujuan dan berkaitan dengan cara mengorganisasikan isi pembelajaran, menyampaikan isi pembelajaran dan mengelola pembelajaran. Adapun menurut Hamalik (1995:57), pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilias, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran.

(46)

diinginkan. Pembelajaran lebih menekankan pada cara-cara untuk mencapai tujuan dan berkaitan dengan bagaimana cara mengorganisasikan isi pembelajaran, menyampaikan isi pembelajaran dan mengelola pembelajaran secara ceermat.

Proses pembelajaran dilakukan dengan kreatif ,menyenangkan agar kegiatan belajar menjadi beragam sehingga memenuhi dan mampu memberikan pelayanan pada berbagai tingkat kemampuan dan menyenangkan sehingga siswa memusatkan perhtaian secara penuh. Pembelajaran kreatif dan menyenangkan juga merupakan usaha membangun pengalaman belajar siswa dengan berbagai keterampilan proses untuk mendapatkan pengalaman dan pengetahuan baru, melalui penciptaan kegiatan belajar yang beragam dan mengkondisikan suasana belajar sehingga mampu memberikan pelayanan pada berbagai tingkat kemampuan dan cara belajar siswa, serta siswa lebih terpusat perhatiannya secara penuh.

(47)

28 dalam proses pembelajaran. Pembelajaran mengandung arti setiap kegiatan yang dirancang untuk membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan dan atau nilai yang bagus Syaiful Sagala,( 2003:61).

Menurut pandangan Bettercount dalam Baharuddin (2010:116), belajar bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru kepada siswa melainkan suatu kegaitan yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya. Sedangkan menurut Vigotsy dalam Herpratiwi (2009:80), belajar bagi anak dilakukan dalam interaksi dengan lingkungan sosial maupun fisik. Penemuan atau discovery dalam belajar lebih mudah diperoleh dalam kontek budaya seseorang, dikarenakan interaksi sosial memegang peranan terpenting dalam perkembangan kognitif anak. Anak akan belajar melalui dua tahapan, pertama melalui interaksi dengan orang lain, baik keluarga, teman sebaya, maupun gurunya kemudian dilanjutkan secara individual yaitu dengan cara mengintegrasikan apa yang akan dipelajari dari orang lain ke dalam struktur mentalnya.

(48)

kemudahan untuk proses ini dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan guru juga mengajarkan siswa untuk menjadi sadar menggunakan model mereka sendiri dalam belajar. Konsep belajar menurut UNESCO (1996) menuntut setiap satuan pendidikan untuk dapat mengembangkan empat pilar pendidikan baik untuk sekarang dan masa depan. Empat pilar yang dirumuskan UNESCO adalah sebagai berikut.

1. learning to know (belajar untuk mengetahui),

2. learning to do (belajar untuk melakukan sesuatu) dalam hal ini kita dituntut untuk terampil dalam melakukan sesuatu,

3. learning to be (belajar untuk dapat menjadi seseorang),

4. learning to live together (belajar untuk menjalani kehidupan bersama). (Sanjaya, 2005 : 110)

2.1.4 Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Pembelajaran model koooperatif tipe STAD merupakan” salah satu pembelajaran kooperatif yang diterapkan untuk menghadapi kemampuan siswa yang heterogen. Dimana model ini dipandang sebagai metode yang paling sederhana dan langsung dari pendekatan pembelajaran kooperatif. Metode ini paling awal ditemukan dan dikembangkan oleh para peneliti pendidikan di John Hopkins Universitas Amerika Serikat dengan menyediakan suatu bentuk belajar kooperatif. Di dalamnya siswa diberi kesempatan untuk melakukan kolaborasi dan elaborasi dengan teman sebaya dalam bentuk diskusi kelompok untuk memecahkan suatu

permasalahan” (Arindawati, 2004: 83 - 84).

(49)

30 perempuan yang berasal dari berbagai suku, yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Jadi, model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah salah satu model pembelajaran yang berguna untuk menumbuhkan kemampuan kerjasama, kreatif, berpikir kritis dan ada kemampuan untuk membantu teman serta merupakan pembelajaran kooperatif yang sangat sederhana.

2.1.4.1 Pembelajaran kooperatif tipe STAD

Pembelajaran Koopertif Tipe STAD terdiri lima komponen utama, yaitu : 1. Penyajian kelas

Guru menyampaikan materi pembelajaran sesuai dengan penyajian kelas. Penyajian kelas tersebut mencakup pembukaan, pengembangan dan latihan terbimbing.

2. Kegiatan kelompok

Siswa mendiskusikan lembar kerja yang diberikan dan diharapkan saling membantu sesama anggota kelompok untuk memahami bahan pelajaran dan menyelesaikan permasalahan yang diberikan.

3. Kuis (Quizzes)

Kuis adalah tes yang dikerjakan secara mandiri dengan tujuan untuk mengetahui keberhasilan siswa setelah belajar kelompok. Hasil tes digunakan sebagai hasil perkembangan individu dan disumbangkan sebagai nilai perkembangan dan keberhasilan kelompok.

(50)

Skor kemajuan individu ini tidak berdasarkan pada skor mutlak siswa, tetapi berdasarkan pada beberapa jauh skor kuis terkini yang melampui rata-rata skor siswa yang lalu.

5. Penghargaan kelompok

Penghargaan keompok adalah pemberian predikat kepada masing-masing kelompok. Predikat ini diperoleh dengan melihat skor kemajuan

kelompok. Skor kemajuan kelompok diperoleh dengan mengumpulkan skor kemajuan masing-masing kelompok sehingga diperoleh skor rata-rata kelompok.

2.1.4.2 Keuntungan dan kelemahan model pembelajaran kooperatif tipe STAD

Keuntungan dan kelemahan model pembelajaran kooperatif tipe STAD menurut

Roestiyah (2001: 17), yaitu :

a. Keuntungan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, yaitu:

 Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan keterampilan bertanya dan membahas suatu masalah.

 Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih intensif mengadakan penyelidikan mengenai suatu masalah.

 Dapat mengembangkan bakat kepemimpinan dan mengajarkan keterampilan berdiskusi.

 Dapat memungkinkan guru untuk lebih memperhatikan siswa sebagai individu dan kebutuhan belajarnya.

(51)

32

 Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan rasa menghargai, menghormati pribadi temannya, dan menghargai pendapat orang lain.

b. Kelemahan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, yaitu: Kerja kelompok hanya melibatkan mereka yang mampu memimpin dan mengarahkan mereka yang kurang pandai dan kadang-kadang menuntut tempat yang berbeda dan gaya-gaya mengajar berbeda.

2.1.5 Pembelajaran Kooperatif Tipe PBI

(52)

atau eksperimen yang sesuai, model analogi, meja dan kursi yang mudah dimobilisasi atau ruangan kelas yang sudah ditata untuk itu.

Model pembelajaran Problem Based Introduction (PBI) disebut juga Pembelajaran Berdasarkan Masalah. Model pembelajaran ini mengangkat satu masalah aktual sebagai satu pembelajaran yang menantang dan menarik. Peserta didik diharapkan dapat belajar memecahkan masalah tersebut secara adil dan obyektif. Secara garis besar PBI terdiri dari menyajikan kepada siswa situasi masalah yang otentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri. Peranan guru dalam PBI adalah mengajukan masalah, memfasilitasi penyelidikan dan dialog siswa, serta mendukung belajar siswa. PBI diorganisasikan di sekitar situasi kehidupan nyata yang menghindari jawaban sederhana dan mengundang berbagai pemecahan yang bersaing.

2.1.5.1 Prinsip/ Ciri-ciri

Ciri-ciri utama PBI meliputi suatu pengajuan pertanyaan atau masalah, suatu pemusatan antar disiplin, penyelidikan autentik, kerja sama serta menghasilkan karya atau peragaan. PBI tidak dirancang untuk membantu guru namun memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. PBI utamanya dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berflkir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual.

Dapat di ambil point mengenai cirri-ciri utama PBI :

(53)

34 b. Interdisciplinary Focus (Memusatkan Pada Keterkaitan Antar Disiplin Ilmu) c. Authentic Investigation (Penyelidikan Autentik)

d. Collaboration (Kerjasama)

e. Production Of Artifacs And Exhibits (Menghasilkan Karya Dan Peragaan/Pameran)

2,1.5.2 Tujuan PBI

PBI utamanya dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah dan keterampilan intelektual, belajar berbagi peran orang dewasa dengan melibatkan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi. PBI juga membuat siswa menjadi pembelajar yang otonom, mandiri. Secara terinci tujuan PBI adalah sebagai berikut :

1. Keterampilan berpikir dan keterampilan memecahkan masalah. Kerjasama yang dilakukan dalam PBI, mendorong munculnya berbagi keterampilan inkuiri dan dialog dengan demikian akan berkembang keterampilan sosial dan berpikir.

2. Permodelan Peranan Orang Dewasa yang autentik 3. Pembelajar Otonom dan Mandiri

2.1.5.3 Tingkah Laku Mengajar dengan Model Pembelajaran PBI

(54)

kompleks, maka kelima tahapan tersebut mungkin dapat diselesaikan dalam waktu dua sampai tiga kali pertemuan. Namun untuk masalah-masalah yang kompleks mungkin akan membutuhkan setahun penuh untuk menyelesaikannya.

2.1.5.4 Teknik Penilaian dan Evaluasi

Teknik penilaian dan evaluasi yang sesuai dengan model PBI adalah menilai pekerjaan yang dihasilkan oleh siswa yang merupakan hasil penyelidikan mereka. Tugas asesmen dan evaluasi yang sesuai untuk PBI terutama terdiri dari menemukan prosedur penilaian alternatif yang dapat digunakan untuk mengukur pekerjaan siswa, misal : dengan asesmen kinerja dan peragaan hasil. Adapun prosedur-prosedur yang telah disebutkan dinamakan asesmen kinerja, asesmen autentik, dan portofolio.

Berdasarkan apa yang telah dipaparkan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Instruction) adalah model pembelajaran yang berlandaskan paham konstruktivistik yang mengakomodasi keterlibatan siswa dalam belajar dan pemecahan masalah otentik. Model pembelajaran ini mengangkat satu masalah aktual sebagai satu pembelajaran yang menantang dan menarik, maka dengan ini dalam proses belajar mengajar, siswa dapat dipastikan terlihat sangat antusias, dengan demikian materi yang disampaikan dapat diserap dengan baik. Pemberian pengalaman belajar

dapat dirasakan melalui “mengalami” bukan sekedar “menghafal” sehingga dapat

(55)

36 konsep dalam ilmu pengetahuan. Siswa mampu menggunakan bermacam-macam keterampilan dan prosedur pemecahan masalah dan berpikir kritis. Dengan demikian tujuan pembelajaran bias dicapai dengan baik.

2.1.5.5Kelebihan model pembelajaran tipe PBI

a. Siswa dilibatkan pada kegiatan belajar sehingga pengetahuannya benar

benar diserapnya dengan baik.

b. Dilatih untuk dapat bekerjasama dengan siswa lain.

c. Dapat memperoleh dari berbagai sumber.

d. Siswa berperan aktif dalam KBM

e. Siswa lebih memahami konsep matematika yg diajarkan sebab mereka

sendiri yang menemukan konsep tersebut

f. Melibatkan siswa secara aktif memecahkan masalah dan menuntut

keterampilan berfikir siswa yang lebih tinggi

g. Pembelajaran lebih bermakna

h. Siswa dapat merasakan manfaat pembelajaran matematika sebab masalah

yang diselesaikan merupakan masalah sehari-hari

i. Menjadikan siswa lebih mandiri

j. Menanamkan sikap sosial yang positif, memberi aspirasi dan menerima

pendapat orang lain

k. Dapat mengembangkan cara berfikir logis serta berlatih mengemukakan

pendapat

2.1.5.6Kelemahan model pembelajaran tipe PBI

(56)

b. Membutuhkan banyak waktu dan dana.

c. Tidak semua mata pelajaran dapat diterapkan dengan metode ini.

d. Membutuhkan waktu yang banyak

e. Tidak setiap materi matematika dapat diajarkan dengan PBI

f. Membutuhkan fasilitas yang memadai seperti laboratorium, tempat duduk

siswa yang terkondisi untuk belajar kelompok, perangkat pembelajaran, dll

g. Menuntut guru membuat perencanaan pembelajaran yang lebih matang.

h. Kurang efektif jika jumlah siswa terlalu banyak, idealnya maksimal 30 siswa

perkelas.

2.1.6 Mata Pelajaran IPS

Pendidikan IPS sebagai salah satu program pendidikan dihadapkan pada tantangan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar mampu berkiprah dalam kehidupan dunia. Tantangan ini semakin diperkuat dengan adanya kecenderungan menempatkan masalah pendidikan IPS terbatas pada kurikulum persekolahan dengan dominasi teknik guru bercerita dan sistem mengingat.

Untuk membelajarkan kurikulum IPS yang dikembangkan harus memperhatikan tingkat perkembangan psikologi siswa. Teori yang digunakan untuk melihat perkembangan psikologi siswa diantaranya teori Piaget dan Bruner. Perkembangan psikologi individu menurut Piaget berkembang secara kualitatif melalui empat tahapan. Setiap tahap memiliki karakteristiknya. Keempat tahap perkembangan tersebut yaitu :

(57)

38 intensif terhadap dunia sekitarnya. Prestasi intelektual yang dicapai dalam periode ini ialah perkembangan bahasa, hubungan tentang obyek, kontrol skema, kerangka berpikir, pembentukan pengertian, pengenalan hubungan sebab akibat. Perilaku kognitif tampak antara lain :

a. menyadari dirinya berbeda dari benda-benda lain sekitarnya. b. sensitif terhadap rangsangan suara dan bahaya.

c. mencoba bertahan pada pengalaman-pengalaman yang menarik. d. mendefinisikan obyek/benda dengan manipulasinya.

e. mulai memahami ketepatan makna suatu obyek.

2. Preoperational period (2,0 – 7,0 tahun). Periode ini terbagi dalam dua tahapan ialah : preconceptional (2,0 – 4,0 tahun) dan intuitive (4,0 – 7,0 tahun). Periode preconceptional ditandai dengan cara berpikir yang bersifat transduktif (menarik konklusi tentang sesuatu yang khusus atas dasar hal khusus; misal, sapi disebut kerbau). Periode intuitif ditandai oleh dominasi pengamatan yang bersifat egocentric (belum memahami cara orang lain memandang obyek yang sama), seperti searah (selancar). Perilaku kognitif yang tampak antara lain :

a. self-centered dalam memandang dunianya.

(58)

c. dapat menyusun benda-benda, tetapi belum dapat menarik inferensi dari dua benda yang tidak bersentuhan meskipun terdapat dalam susunan yang sama.

3. Concrete operational period (7,0 –11/12 tahun)

(59)

40 4. Formal operational period (11/12 – 14/15 tahun)

Periode ini ditandai dengan kemampuan untuk mengoperasionalkan kaidah-kaidah logika formal yang tidak terikat oleh obyek-obyek yang bersifat kongkret. Perilaku kognitif yang tampak pada siswa antara lain : a. kemampuan berpikir hipotesis-deduktif.

b. kemampuan mengembangkan suatu kemungkinan berdasarkan dua atau lebih kemungkinan yang ada.

c. Kemampuan mengembangkan suatu proporsi atas dasar proporsi-proporsi yang diketahui.

d. Kemampuan menarik generalisasi dan inferensi dari berbagai kategori objek yang beragam.

Perkembangan perilaku kognitif dari Piaget berkenaan perilaku belajar. Menurut Piaget, proses belajar terjadi apabila proses pengolahan data yang aktif di pihak yang belajar. Pengolahan data yang aktif itu merupakan aktivitas lanjutan dari kegiatan mencari informasi dan dilanjutkan dengan kegiatan penemuan-penemuan (discovery). Berdasarkan pandangan ini siswa dianggap sebagai subyek belajar yang aktif menimbulkan stimulasi bagi dirinya, mencari jawaban terhadap stimulasi tersebut, serta mengembangkan stimulasi untuk hal-hal yang baru. Apa yang sudah ada pada diri seseorang itu antara lain adalah kapasitas dasar kemampuan intelektualnya. Kapasitas dasar intelektual ini dinamakan skema.

(60)

yang selalu berkembang dipengaruhi kematangan bio-psikologis, pengalaman belajar yang pernah ditempuhnya, lingkungan sosialnya dan equilibrium dalam dirinya. Seseorang baru dapat dikatakan belajar kalau skemanya berkembang. Jadi pendidikan baru bermakna kalau skema siswa berubah ke arah yang lebih maju.

Proses perubahan skema menurut Piaget terjadi melalui proses asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses penyesuaian informasi yang akan diterima sehingga mejadi sesuatu yang dikenal oleh siswa. Proses penyesuaian yang dilakukan dalam asimilasi adalah mengolah informasi yang akan diterima sehingga memiliki berbagai kesamaan dengan apa yang sudah ada dalam skema. Kesamaan-kesamaan itu menyebabkan apa yang akan dipelajari mudah dicerna oleh siswa. Proses selanjutnya adalah penempatan informasi yang sudah diubah tadi dalam skema yang sudah ada. Untuk penempatan tersebut skema perlu menyesuaikan diri dan ini yang dinamakan dengan proses akomodasi. Dengan adanya proses akomodasi informasi yang baru diterima tadi menjadi bagian yang utuh dari skema yang lama berkembang menjadi suatu skema baru yang siap sebagai dasar baru untuk menerima informasi baru. Kalau diperhatikan tahap uraian perkembangan kognitif dari Piaget, maka siswa Sekolah Dasar masuk dalam katagori masa Conceret operational period (7-12 tahun), siswa SMP dan SMA berada pada Formal operational period.

(61)

42 terjadi.Demikian pula dengan kemampuan berpikir yang lebih jauh dari apa yang terkandung dalam informasi tidak dapat dilakukan. Artinya, seseorang berpikir masih terbatas pada ruang, waktu, dan informasi yang diterimanya sebagaimana adanya ( Hasan Hamid, 1996 : 88).

Tahap iconic anak sudah dapat mengembangkan kemampuan berpikir yang lebih jauh. Kemampuan mereka dalam berpikir tidak lagi terbatas pada ruang, waktu, dan apa yang tersaji secara eksplisit dalam informasi yang diterima. Mereka sudah dapat mencerna dan memahami apa-apa yang tidak ada di lingkungan geografis di sekitar mereka ataupun pada waktu sekarang. Kemampuan berpikir yang lebih abstrak, tidak terbatas misalnya dengan alat yang harus terlibat atau dapat diraba, sudah mulai berkembang. Mereka sudah dapat menggali informasi yang lebih jauh dari apa yang tertera dalam tulisan atau informasi yang diberikan. Kemampuan berpikir logis sudah dapat mereka lakukan walaupun harus dikatakan bahwa tingkat abstraksi konsep masih sangat rendah (Hasan Hamid, 1996 : 88).

(62)

maka tingkat perkembangan psikologi siswa dapat dikatagorikan yaitu SD periode enactive dan iconic, SMP periode iconic dansymbolic dan SMA periode symbolic.

2.1.6.1 Hakekat Ilmu Pengetahuan Sosial

IPS pada hakekatnya merupakan sekumpulan ilmu-ilmu sosial yang terdiri dari

sejarah, geografi, ilmu politik, ekonomi, sosiologi, antropologi, humanitis,

hukum dan nilai-nilai yang ada di masyarakat yang diorganisasikan secara

ilmiah. Secara sederhana dapat digambarkan sebagai berkut.

Berdasarkan gambaran IPS di atas, dapat dipahami bahwa hakekat IPS adalah

mempelajari ilmu-ilmu yang termasuk dalam rumpun IPS seperti yang terdapat

pada gambar 2.1. sedangkan pada kolom disiplin ilmu lainnya dimaksudkan

adanya kemungkinan terjadi penambahan disiplin ilmu lain yang akan menjadi

kajian IPS, mengingat perkembangan ilmu yang bersifat dinamis.

IPS

Nilai-nilai Ilmu Politik Ekonomi Sejarah

Geografi

Disiplin ilmu lainnya Sosiologi

Hukum Humanities

Antropologi

(63)

44

Hakekat IPS adalah suatu pembelajaran yang berisi penyederhanaan dari disiplin

ilmu-ilmu sosial, humanitis, dan nilai-nilai di masyarakat yang diorganisasikan

secara sistematis dan disajikan secara ilmiah dan pedagogis untuk tujuan

pendidikan. Dengan kata lain, PIPS adalah suatu pembelajaran yang dilakukan

agar siswa mengetahui dan memahami hakekat IPS yang telah disederhanakan

dan diorganisasikan secara sistematis dan pedagogis. Berdasarkan pada proses

pembelajaran tersebut diharapkan siswa mempunyai kemampuan menerapkan

dalam kehidupan pribadinya untuk kepentingan keluarga, masyarakat, bangsa,

negara, dan dunia. Adapun sikap ilmiah yang perlu ditumbuh-kembangkan pada

siswa antara lain: rasa ingin tahu (apa, bagaimana, mengapa, dimana, dan siapa),

jujur, terbuka, objektif, toleransi, kerjasama, kerja keras, percaya diri, cermat,

berpikir positif, dan tidak putus asa. Hakekat PIPS tergambar pada gambar 2.2

PIPS

Sejarah

Ekonomi

Geografi

Sosiologi

Disiplin ilmu lainnya Psikologi

Humaniora Politik/Hukum

(64)

Gambar 2.2, dapat dijelaskan bahwa hakekat PIPS merupakan penyederhanaan

dari ilmu-ilmu sosial yang diorganisasikan secara sistematis untuk tujuan

pendidikan. Artinya masing-masing disiplin ilmu sosial tersebut diambil

bagian-bagian terpenting yang perlu diberikan kepada siswa sebagai suatu hal yang harus

dipelajari. Adapaun lingkaran disiplin ilmu lainnya dimaksudkan adanya

kemungkinan terjadi penambahan disiplin ilmu lain yang akan menjadi kajian

PIPS. Berkaitan dengan hakekat PIPS, dapat disimpulkan bahwa IPS pada

hakekatnya lebih luas daripada PIPS dengan asumsi bahwa IPS yang dipelajari

lebih mendalam sedangkan dalam PIPS mengambil bagian-bagian terpenting dari

IPS yang disusun secara sistematik dan pedagogik yang dibelajarakan kepada

siswa.

(65)

46

Proses dalam pembelajaran pada lembaga pendidikan disekolah selalu akan melibatkan berbagai unsur, seperti ; guru, siswa, sarana-prasarana, administrasi, dan kurikulum. satu unsur tersebut tidak ada, maka pembelajaran tidak berjalan. Terkait kurikulum, di tingkat sekolah dijabarkan beberapa mata pelajaran. jadi setiap peserta didik menerima beberapa mata pelajaran merupakan proses isi pendidikan yang kita sebut dengan istilah kurikulum.

2.1.6.2 Ruang Lingkup Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

Berbicara masalah ruang lingkup IPS artinya akan membahas keberadaan permasalahan pokok kejadian yang terdapat pada aktifitas masyarakat karena permasalahan yang terjadi dimasyarakat merupakan kajian dari pada ruang lingkup IPS. Mencermati dari pada dari tujuan kurikulum pendidikan Indonesia maka kita harus berorientasi pada standar isi dan proses sebagai tujuan utamanya, karena tujuan itu sebagai standar yang harus dicapai.dalam rangka persaingan global yang harus dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia, yang mandiri dan berwawasan global,seiring dengan tujuan.

Dalam kaitan dengan tujuannya ada pendapat mandalika dan Usman Mulyadi (2004: 108) yang menyatakan :

(66)

perkembangan masyarakat Indonesia dari masa lampau hingga kini, (2). Di SLTP, IPS lebih memperhatikan pengertian-pengertian dasar dari bidang-bidang pengetahuan sosial, seperti: ilmu bumi (geografi), sejarah (nasional & umum), dan ekonomi.

Mencermati inti kalimat di atas, disimpulkan ruang lingkup IPS segi konsep yang mencakup beberapa aspek, diantaranya lingkungan sosial, ilmu bumi, ekonomi, pemerintahan, dan sejarah. Dapat disimpulkan ruang lingkup konsep IPS meliputi pokok yang berhubungan dengan gejala sosial baik yang berkaitan dengan kependudukan dan lingkungan, ekonomi, hukum, politik, dan pemerintahan maupun perubahan sejarah yang dipadukan dengan sebutan Ilmu Pengetahuan Sosial.

Pada kenyataan lain ruang lingkup IPS tidak hanya menyoroti gejala sosial saja, tetapi membahas kemanusiaan keagamaan,kebudayaanya, etika, dan juga segala aktifitas manusia di masyarakat oleh pendapat ahli yang dikemukan dari Tasrif (2008: 4) menegaskan sebagai berikut.

Ruang lingkup IPS adalah menyangkut segala kegiatan dasar aktifitas manusia, sehingga segala permasalahan yang berkaitan dengan ilmu-ilmu sosial ,kemanusian saja, melainkan segala aktifitas kegiatan manusia, seperti; agama, sains, tekhnologi, seni, budaya ekonomi, pendidikan IPS.yang akan memperkaya bahan kajian IPS

(67)

48 SMA/MAN saja, tertapi untuk perguruan tinggi menggunakan pendekatan terpisah yang disebut dengan ilmu sosial.

2.1.6.3 Tujuan dan Manfaat Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

Tujuan pendidikan yang paling mendasar adalah meningkatkan pengetahuan dan pemahaman, juga harus memiliki kemampuan berpikir aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Tujuan yang dikemukakan di sini adalah tujuan yang akan dicapai pendidikan ilmu-ilmu sosial yang dikembangkan berdasarkan pemikiran filosofis keilmuan dan pendidikan yang pada hakekatnya adalah pendidikan suatu disiplin ilmu sosial. Dengan demikian, tujuan pendidikan ilmu-ilmu sosial adalah mengembangkan kemampuan siswa dalam menguasai disiplin ilmu-ilmu sosial untuk mencapai tujuan pendidikan yang lebih tinggi. Oleh karena itu, penulis tidak akan membedakan antara tujuan IPS dengan tujuan Pendidikan IPS karena pada hakekatnya sama.

Pengertian tujuan dalam Pendidikan IPS menurut Hasan Hamid (1996: 99-106) terdiri dari:

(68)

2. Jenis tujuan terdiri dari tujuan tuntas dan tujuan yang berkembang.

3. Ruang lingkup tujuan meliputi materi kajian dan melihat dampak dari suatu kegiatan belajar.

Tujuan berdasarkan kedudukan yang terdiri dari tujuan akhir, artinya suatu tujuan yang menggambarkan penyelesaian keseluruhan dilihat dari sudut pandang tugas tertentu. Sebagai contoh tujuan pendidikan nasional Indonesia adalah tujuan akhir yang ingin dicapai oleh kegiatan pendidikan di Indonesia baik melalui jalur sekolah maupun bukan jalur sekolah. Adapun tujuan antara yaitu landasan untuk mencapai tujuan akhir, sifatnya lebih operasional, ruang lingkupnya lebih terbatas dan lebih mudah diketahui tercapai tidaknya tujuan tersebut. Misalnya kurikulum pendidikan disusun untuk mencapai tujuan akhir pendidikan.

Jenis tujuan yang terdiri dari tujuan tuntas (mastery objectives) merupakan tujuan pengajaran yang diharapkan tercapai dalam satu satuan pelajaran (Satpel) atau unit pelajaran. Sedangkan tujuan yan berkembang (developmental objectives) merupakan tujuan untuk meningkatkan kemampuan intelektual, analisa, sintesa, dan sikap. Tujuan ini tidak mungkin tercapai dalam waktu yang singkat artinya memerlukan waktu yang lama untuk dapat dikuasai atau menjadi milik siswa.

(69)

50 dampak dari suatu kegiatan belajar yaitu ruang lingkup yang menghasilkan adanya tujuan yang dinamakan tujuan pengajaran (instructional objectives) dan tujuan pengayaan (nurturant objectives).

Secara keseluruhan seseorang yang belajar ilmu-ilmu sosial harus memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai hal-hal berikut, seperti yang dikutip dan diterjemahkan oleh Hasan Hamid (1996: 109) dari Senesh, Wronski dan Bragaw, Philips, Trigg :

1. Ruang lingkup dan pokok kajian 2. Struktur keilmuan dari setiap disiplin

3. Fakta, konsep, peristiwa yang dianggap penting 4. Pokok-pokok pikiran keilmuan

5. Teori-teori penting

6. Tokoh-tokoh yang melahirkan teori 7. Isu penting yang ada di masyarakat kini

Memahami ilmu-ilmu sosial seseorang hendaknya membatasi terlebih dahulu permasalahan yang dikaji, memahami struktur, teori, dan pokok-pokok pikiran keilmuan, mengetahui tokoh-tokoh yang melahirkannya, mengkaji isu-isu penting yang ada di masyarakat dan selanjutnya menghubungkan dengan teori-teori yang telah dipelajari untuk mengambil suatu kesimpulan atau suatu tindakan tertentu sehubungan dengan isu-isu tersebut.

(70)

1. Aspek sikap, nilai dan moral sebagai berikut: (a) religius, (b) menghormati orang tua, kepedulian sosial, dan lain-lain, (c) toleransi, (d) gotong royong, (d) hak asasi manusia.

2. Aspek konatif, yakni aspek kepribadian yang berkenaan dengan kemauan, keinginan dan pelaksanaannya dalam kehidupan sehari-hari.

Bertolak dari batasan/definisi IPS (Pendidikan IPS) dari NCSS yang telah dipaparkan di atas, yaitu mengkaji ilmu-ilmu sosial, humaniti dan gabungan dari berbagai disiplin ilmu, yaitu antropologi, ekonomi, geografi, sejarah, hukum, filosofi, ilmu politik, psikologi, agama, sosiologi, matematika, dan ilmu alam. Selanjutnya NCSS (Sapriya, 2009 : 10) menyatakan bahwa:

“....The primary purpose of social studies is help to young people develop

the ability to make informed and reasoned decisions for the public good as

citizens of a culturally diverse, democratic society in an interdependent world”.

(71)

52 berhubungan dengan kebijakan/aturan-aturan untuk masyarakat secara umum, baik pada lingkup nasional maupun internasional.

Sehubungan dengan hal itu, Hasan Hamid (1996: 98-99) mengemukakan tujuan pendidikan ilmu-ilmu sosial dikategorikan menjadi tiga bagian, yakni:

1. Pengembangan kemampuan intelektual siswa.

2. Pengembangan kemampuan dan rasa tanggung jawab sebagai anggota masyarakat dan bangsa.

3. Pengembangan diri sebagai pribadi.

Tujuan pengembangan kemampuan intelektual siswa di atas, yaitu berorientasi pada pengembangan kemampuan intelektual yang berhubungan dengan diri siswa dan kepentingan ilmu. Tujuannya adalah mengembangkan kemampuan siswa dalam berpikir dan memahami disiplin ilmu-ilmu sosial serta kemampuan prosesual dalam mencari informasi, mengolah informasi dan mengkomunikasikan hasil temuan. Adapun tujuan utamanya adalah kepentingan disiplin ilmu-ilmu sosial.

(72)

sikap positif siswa terhadap nilai, norma, dan moral yang berlaku di masyarakat.

Pengembangan diri sebagai pribadi, berorientasi pada pengembangan pribadi siswa baik untuk kepentingan dirinya, masyarakat maupun ilmu. Tujuannya berkenaan dengan pengembangan sikap, nilai, norma, dan moral yang menjadi panutan siswa, pembentukan kebiasaan positif untuk kehidupan pribadinya serta sikap positif terhadap diri untuk memacu perkembangan diri sebagai pribadi, kemajuan masyarakat/bangsa, dan juga ilmu pengetahuan.

Tujuan pendidikan ilmu-ilmu sosial menurut Hasan Hamid, lebih menekankan pada pengembangan kemampuan yang meliputi kemampuan intelektual dan diri siswa sebagai pribadi dan bertanggung jawab terhadap masyarakat, bangsa, dan negara seta ilmu dengan berlandaskan pada nilai, norma, dan moral yang berlaku di masyarakat.

Lain halnya dengan Somantri yang lebih menekankan tujuan ilmu-ilmu sosial pada pengorganisasian materi/bahan yang akan diberikan kepada siswa sehingga memiliki keahlian tertentu dalam ilmu sosial. Secara lengkap dikemukakan pendapatnya, bahwa tujuan pengajaran IPS di sekolah adalah:

1. Mendidik siswa menjadi ahli ekonomi, politik, hukum, sosiologi, dan pengetahuan lainnya.

2. Untuk menumbuhkan warga negara yang baik dengan menempatkan siswa dalam konteks kebudayaannya.

(73)

54 4. Untuk mempelajari bahan pelajaran yang sifatnya “tertutup” (closed

areas).

Tujuan pengajaran IPS di atas, penulis dapat jelaskan bahwa tujuan pertama, menghendaki adanya pembelajaran IPS yang harus diorganisasikan secara terpisah sesuai dengan body of knowledge masing-masing disiplin ilmu.

Tujuan kedua, menghendaki pembelajaran IPS diorganisasikan secara ilmiah dan psikologis dan menghendaki agar program pengajaran mengkorelasikan bahkan mungkin harus mengintegrasikan beberapa disiplin ilmu sosial dalam unit program studi.

Tujuan ketiga, menghendaki pembelajaran IPS diorganisasikan dengan menampung tujuan siswa yang akan melanjutkan ke perguruan tinggi maupun yang akan terjun langsung ke masyarakat.

Tujuan keempat, menghendaki pembelajaran IPS mempelajari bahan pelajaran yang pantang (tabu) untuk dibicarakan. Dengan demikian, para siswa akan memperoleh kesempatan untuk memecahkan konflik intra-personal maupun antar-intra-personal.

(74)

untuk berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan publik, sedangkan Hasan Hamid lebih cenderung pada tujuan secara mendalam beserta sikap intelektualnya. Sementara itu, Somantri, Nurman M., cenderung membahas tentang bagaimana cara mengorganisasikan materi yang menjadi bahan pengajarannya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa apabila tujuan-tujuan tersebut dipadukan maka akan menjadi acuan yang lebih lengkap sehingga mempermudah pengajar dalam mentransfer materi pelajaran kepada siswa.

Berdasarkan tujuan IPS yang telah dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan IPS adalah membantu siswa mengembangkan kemampuan intelektual dalam memahami disiplin ilmu-ilmu sosial, humaniora, dan nilai-nilai di masyarakat sehingga mempunyai kemampuan/keterampilan dalam mengambil keputusan pribadi dalam mewujudkan rasa tanggung jawab sebagai anggota keluarga, masyarakat, bangsa, negara, dan dunia. Tujuan PIPS ini untuk mendukung tujuan pendidikan nasional.

Tujuan mata pelajaran IPS di sekolah agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut :

Gambar

Tabel 1 Hasil Belajar Ujian  Semester Untuk kelas VIII Semester Ganjil                  di SMP Negeri 2 Tumijajar Kabupaten Tulang Bawang Barat
Gambar 2.1 Rumpun IPS
Gambar 2.2 Pengorganisasian PIPS
Tabel 2. Langkah-langkah proses pembelajaran model kooperatif tipe STAD
+4

Referensi

Dokumen terkait

[r]

melakukan penelitian lanjutan tentang “Analisis Komitmen Organisasional, Komitmen Profesional, Motivasi, Kesempatan Kerja, Kepuasaan Kerja Terhadap Auditor

Tren  nilai  CPUE  dari  ikan  teri  terlihat  mengalami  peningkatan  yang  sangat  signifikan  sejak  tahun  2006.  Hal  ini  disebabkan  oleh  jumlah  catch

sangat berperan besar dari sistem kerja dan usaha-usaha yang dilakukan dalam meningkatkan pelayanan untuk kepuasan pelanggan ( peserta tour ) yang menggunakan

Tujuan dari penelitian ini adalah: untuk mengetahui berapa besar pengaruh letak lokasi usaha serta kualitas pelayanan terhadap kepuasan konsumen di Dealer

(4) Dalam hal hasil verifikasi tidak lengkap atau tidak sesuai persyaratan, pejabat yang secara fungsional membidangi urusan kepegawaian di Unit Kerja Pembina

Sarana prasarana berfungsi menyediakan pelayanan untuk mendukung aktifitas wilayah dengan substansi yang berbeda contohnya jaringan jalan, air bersih, listrik, sarana

Jika ada 10 atau kurang aktivitas yang mampu dilakukan, perkembangan terlambat. Jika ada 10 sampai 15 aktivitas yang mampu dilakukan, perkembangan