• Tidak ada hasil yang ditemukan

25922 PADA SUSU KAMBING

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai Desember 2011 di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Perah dan laboratorium Terpadu, Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Materi Bahan

Bahan-bahan yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah susu kambing segar, bakteri uji yaitu Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Escherichia coli 25922, media Plate Count Agar (PCA), media Buffer Pepton Water (BPW), media Natrium Agar (NA), media Eosin Methylen Blue Agar (EMBA), media Beird Park Agar (BPA), telurit, kuning telur (egg yolk), NaCl fisilogis 0,85%, kristal violet, iodium gram, lugol, safranin, H2O2, alkohol 70%, alkohol 95%, spirtus, aquades,

alumunium foil, plastik wrap, plastik HDPE, dan kapas. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat alat HPEF dengan koil sebagai pembangkit tegangan tinggi dan 3 buah UV dengan spesifikasi dosis 2,27 kGy. Dimensi chamber HPEF mempunyai lebar, tinggi dan jarak antar elektroda berturut-turut adalah 15 mm, 60 mm dan 3 mm dengan bahan stainless steel ST 316.Alat pendukung lainnya adalah milkotester, pH meter, conduktivity meter, labu separating funnel, vortex, mikroskop, spektrofotometer, inkubator, tabung ulir, tabung reaksi, botol schott, termometer, pipet tetes, labu erlenmeyer, gelas piala, pipet volumetrik, pipet mikro, penangas listrik (water bath), autoclave, bunsen, cawan petri, lemari es, tip, stick hockey, hot plate, hitter, oven, kaca objek, jarum ose, sentrifuge, tabung eppendorf, dan botol pengemas.

Prosedur Persiapan Rangkaian Peralatan UV dan HPEF

Tipe UV yang digunakan dalam penelitian ini adalah UV tipe C dengan spektrum panjang gelombang elektromagnetik 253,7 nm. Ultraviolet yang digunakan

14 sebanyak 3 buah dengan spesifikasi dosis 2,27 kGy. Reaktor UV ini disusun secara seri sesuai dengan taraf perlakuan yaitu penggunaan 1, 2, dan 3 tabung reaktor UV.

Alat HPEF menggunakan koil sebagai sumber tegangannya. Peralatan HPEF menggunakan chamber tipe kontinyu dengan dimensi treatment chamber panjang, lebar dan jarak elektrode berturut-turut 60 mm, 15 mm dan 3 mm dan terbuat dari bahan stainless steel (ST 316) tipe parallel plate dengan volume 2,7 ml. Pengukuran tegangan, frekuensi dan bentuk pulsa dilakukan dengan menggunakan osiloskop Merk Atten tipe ADS 1022 C, sedangkan pengukuran arus listrik menggunakan multimeter Merk Sanwa DMM CD 771. Hasil pengukuran terhadap kuat arus dan tegangan puncak (Vmaks) berturut-turut adalah 0.11 mA dan 9.5 kV, sehingga

menghasilkan kuat medan listrik untuk jarak elektrode 3 mm sebesar 31.67 kV/cm. Rangkaian alat HPEF dan treatment chamber dapat dilihat pada Gambar 7.

(a) (b)

Gambar 7. Rangkaian Alat HPEF (a) dan Treatment Chamber (b)

Hasil pengamatan menggunakan oscilloscope pada alat HPEF menunjukkan bentuk pulsa osilatory dengan lebar pulsa 50 µs. Bentuk pulsa dari frekuensi yang digunakan sebagai perlakuan sebesar 10, 15 dan 20 Hz dapat dilihat pada Gambar 8.

(a)

(a) (b) (c)

15 Kombinasi rangkaian UV dan peralatan HPEF yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Kombinasi Rangkaian UV dan Peralatan HPEF Persiapan Bakteri Uji

Bakteri uji yang digunakan adalah Staphylococcus aureus ATCC 25923 sebagai Gram positif dan Escherichia coli ATCC 25922 sebagai Gram negatif yang diperoleh dari koleksi laboratorium THT Fakultas Peternakan IPB. Persiapan bakteri uji Staphylococcus aureus dan Escherichia coli meliputi pemeriksaan kemurnian bakteri dengan metode pewarnaan Gram untuk penentuan keseragaman sel dan ketiadaan kontaminan dan penyegaran bakteri yang akan digunakan untuk mendapatkan bakteri berumur 24 jam.

Pewarnaan Gram. Keseragaman koloni bakteri diperiksa dengan metode pewarnaan Gram. Sampel bakteri dari koloni yang homogen ditumbuhkan pada media Natrium Agar selama 24 jam. Koloni yang terdapat pada natrium agar diambil 1 ose dan diolesi pada kaca objek lalu difiksasi panas. Olesan bakteri ditetesi dengan kristal violet dan didiamkan selama satu menit kemudian dibilas dengan aquades. Setelah kering, olesan bakteri ditetesi iodium Gram dan didiamkan dua menit lalu dibilas aquades dan ditiriskan. Preparat ditetesi dengan alkohol 95%, kemudian dicuci segera dengan aquades dan ditiriskan. Selanjutnya preparat ditetesi dengan safranin selama 30 detik lalu dibilas aquades. Preparat dikeringkan lalu diamati di bawah mikroskop dengan pembesaran 100 kali. Sel bakteri Staphylococcus aureus

16 yang merupakan Gram positif menghasilkan sel berwarna biru (kristal violet), sedangkan sel bakteri Escherichia coli yang merupakan Gram negatif berwarna merah (safranin).

Penyegaran Bakteri Uji. Penyegaran bakteri bertujuan untuk mendapatkan bakteri uji dengan umur 24 jam.Sebanyak 1 ml bakteri stok yang ditumbuhkan dalam media Nutrien Broth dibiakkan ke dalam tabung berisi 9 ml media Nutrien Broth baru, kemudian diinkubasi pada suhu 37 °C selama 24 jam. Standardisasi populasi bakteri dilakukan dengan cara mengukur nilai optical density (OD) menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 620 nm untuk mengetahui populasi bakteri dalam setiap ml kultur.

Persiapan dan Rekontaminasi Susu Kambing

Susu kambing sebanyak 1000 ml disterilisasi menggunakan autoclave dengan suhu 115 °C selama 3 menit. Sampel susu yang telah steril direkontaminasi dengan bakteri uji yang telah dibiakkan sebelumnya sampai populasi bakteri di dalam susu setara dengan 105 cfu/ml.

Tahapan Pengujian

Penelitian ini terbagi atas penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan meliputi penentuan jumlah dosis UV yang optimal. Hasil terbaik dari perlakuan ini akan diambil sebagai metode yang dilanjutkan dengan aplikasi HPEF. Penelitian pendahuluan dilanjutkan dengan penentuan jumlah frekuensi tegangan listrik yang akan diambil sebagai frekuensi yang digunakan pada penelitian utama.

Penelitian Pendahuluan

a. Penentuan Optimasi UV

Penelitian ini bertujuan untuk mencari jumlah dosis UV yang optimal dalam menekan jumlah mikroorganisme. Susu segar dialirkan di dalam tabung UV dengan taraf perlakuan 1, 2, dan 3 tabung reaktor UV yang disusun secara seri. Masing-masing hasil dari perlakuan ini diambil untuk kemudian diuji karakteristik fisik dan kimianya, serta reduksi mikroba. Karakteristik fisik dan kimia diukur dengan milkotester, pH Meter, conductivity meter, dan viscometer, sedangkan tingkat reduksi mikroba diukur dengan menghitung jumlah lempeng

17 total mikroba (Total Plate Count). Diagram alir proses penentuan optimasi UV dapat dilihat pada Gambar 10.

b. Penentuan Jumlah Frekuensi HPEF

Hasil terbaik dari perlakuan UV diambil sebagai metode yang dilanjutkan dengan aplikasi HPEF. Susu segar dialirkan ke dalam reaktor UV (dengan jumlah reaktor terbaik) yang telah dihubungkan dengan rangkaian alat HPEF dan diberi taraf perlakuan berbeda yaitu frekuensi 10 Hz, 15 Hz, dan 20 Hz. Masing-masing hasil dari perlakuan ini diambil untuk kemudian diuji karakteristik fisik dan kimianya, serta dilihat tingkat reduksi mikroba. Karakteristik fisik dan kimia diukur dengan milkotester, pH Meter, conductivity meter dan viscometer, sedangkan tingkat reduksi mikroba diukur dengan menghitung jumlah lempeng total mikroba (Total Plate Count). Diagram alir proses penentuan frekuensi HPEF dapat dilihat pada Gambar 11.

Penelitian Utama

Penelitian utama meliputi aplikasi kombinasi metode UV dan HPEF dalam menginaktivasi bakteri uji yaitu Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Escherichia coli ATCC 25922 yang direkontaminasi pada susu segar yang telah disterilisasi. Hasil terbaik dari perlakuan UV dan HPEF diambil sebagai metode dalam tahap ini. Diagram alir aplikasi kombinasi metode UV dan HPEF dapat dilihat pada Gambar 12.

a. Aplikasi Kombinasi Jumlah Reaktor UV dan Frekuensi HPEF dalam Mereduksi Bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923

Susu kambing sebanyak 1000 ml yang telah disterilisasi, kemudian direkontaminasi dengan bakteri uji Staphylococcus aureus ATCC 25923 yang berumur 24 jam sampai populasi bakteri di dalam susu setara dengan 105 cfu/ml. Susu kambing yang telah direkontaminasi dengan Staphylococcus aureus dialirkan sebanyak ± 900 ml ke dalam reaktor UV (dengan jumlah reaktor terbaik) dan rangkaian alat HPEF dengan frekuensi terbaik dari hasil penelitian pendahuluan. Bagian susu yang tidak mendapatkan perlakuan UV dan HPEF dianggap sebagai sampel kontrol. Hasil dari perlakuan ini diambil untuk diuji kualitas mikrobiologisnya dan dibandingkan denagn sampel kontrol.

18 b. Aplikasi Kombinasi Jumlah Reaktor UV dan Frekuensi HPEF dalam

Mereduksi Bakteri Escherichia coli ATCC 25922

Susu kambing sebanyak 1000 ml yang telah disterilisasi, kemudian direkontaminasi dengan bakteri uji Escherichia coli ATCC 25922 yang berumur 24 jam sampai populasi bakteri di dalam susu setara dengan 105 cfu/ml. Susu kambing yang telah direkontaminasi dengan Escherichia coli dialirkan sebanyak ± 900 ml ke dalam reaktor UV (dengan jumlah reaktor terbaik) dan rangkaian alat HPEF dengan frekuensi terbaik dari hasil penelitian pendahuluan. Bagian susu yang tidak mendapatkan perlakuan UV dan HPEF dianggap sebagai sampel kontrol. Hasil dari perlakuan ini diambil untuk diuji kualitas mikrobiologisnya dan dibandingkan dengan sampel kontrol.

Perhitungan Jumlah Bakteri

Jumlah Lempeng Total Bakteri (Total Plate Count) (BSN, 1998)

Sampel susu dari treatment chamber diambil sebanyak 1 ml dengan menggunakan pipet mikro dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah berisi 9 ml BPW steril sebagai pengenceran sepersepuluh (P-1). Hasil pengenceran ini dipipet sebanyak 1 ml untuk diencerkan lagi ke dalam 9 ml BPW steril sebagai pengenceran seperseratus (P-2). Pengenceran ini dilakukan hingga P-5. Pemupukan dilakukan dari pengenceran P-3 sampai P-5 secara duplo. Sebanyak 1 ml dari masing- masing pengenceran P-5 sampai P-3 dipipet ke dalam cawan petri steril dan dipupukkan dengan media Plate Count Agar (PCA) yang bersuhu ± 37 °C sebanyak 12-15 ml. Campuran tersebut dihomogenkan dengan cara cawan petri digerakkan dengan arah membentuk angka delapan. Setelah agar memadat, cawan petri diinkubasi pada suhu 37+1 oC dengan posisi terbalik selama 24 jam. Analisis perhitungan jumlah bakteri menggunakan Standard Plate Count (SPC) yang mengacu pada Bacteriological Analytical Manual (BAM).

Jumlah Bakteri Staphylococcus aureus (BSN, 1998)

Sampel susu dari treatment chamber diambil sebanyak 1 ml dengan menggunakan pipet mikro dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah berisi 9 ml BPW steril sebagai pengenceran sepersepuluh (P-1). Hasil pengenceran ini dipipet sebanyak 1 ml untuk diencerkan lagi ke dalam 9 ml BPW steril sebagai pengenceran seperseratus (P-2). Pengenceran ini dilakukan hingga P-5. Pemupukan

19 dilakukan dari pengenceran P-3 sampai P-5 secara duplo. Sebanyak 1 ml dari masing- masing pengenceran P-5 sampai P-3 dipupukkan ke dalam cawan petri steril yang telah berisi media BPA - Egg Yolk Tellurite sebanyak 12-15 ml yang telah memadat. Sampel tersebut disebar menggunakan stick hockey steril. Setelah sampel mengering, cawan petri diinkubasi pada suhu 37+1 °C dengan posisi terbalik selama 24 jam. Hal yang sama dilakukan pada sampel kontrol. Analisis perhitungan jumlah bakteri menggunakan Standard Plate Count (SPC) yang mengacu pada Bacteriological Analytical Manual (BAM).

Jumlah Bakteri Escherichia coli (BSN, 1998)

Sampel susu dari treatment chamber diambil sebanyak 1 ml dengan menggunakan pipet mikro dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah berisi 9 ml BPW steril sebagai pengenceran sepersepuluh (P-1). Hasil pengenceran ini dipipet sebanyak 1 ml untuk diencerkan lagi ke dalam 9 ml BPW steril sebagai pengenceran seperseratus (P-2). Pengenceran ini dilakukan hingga P-5. Pemupukan dilakukan dari pengenceran P-3 sampai P-5 secara duplo. Sebanyak 1 ml dari masing- masing pengenceran P-5 sampai P-3 dipipet ke dalam cawan petri steril dan dipupukkan dengan media Eosin Methylen Blue Agar (EMBA) yang bersuhu ± 37 oC sebanyak 12-15 ml. Campuran tersebut dihomogenkan dengan cara cawan petri digerakkan dengan arah membentuk angka delapan. Setelah agar memadat, cawan petri diinkubasi pada suhu 37+1 °C dengan posisi terbalik selama 24 jam. Hal yang sama dilakukan pada sampel kontrol. Analisis perhitungan jumlah bakteri menggunakan Standard Plate Count (SPC) yang mengacu pada Bacteriological Analytical Manual (BAM).

Analisis Karakteristik Fisik dan Kimia Susu Kambing

Karakteristik fisik dan kimia susu dianalisis secara kuantitatif menggunakan pH meter, conductivity meter, viscometer, dan milkotester dengan parameter pengamatan meliputi berat jenis, titik beku, kadar protein, kadar lemak dan kadar laktosa. Pengujian juga dilakukan terhadap bilangan peroksida dan perubahan komponen protein menggunakan metode elektroforesis. Analisis karakteristik fisik dan kimia ini dilakukan pada sampel susu segar sebelum dan setelah diberikan aplikasi UV, serta kombinasi UV dan HPEF. Hasil analisis mengacu pada Thai Agricultural Standard TAS 6006-2008.

20 Pengujian Bilangan Peroksida (Metode Titrimetri) (BSN, 1998)

Susu yang akan diukur bilangan peroksidanya, lemaknya terlebih dahulu diekstraksi menggunakan pelarut heksana. Susu dimaserasi dengan heksana selama 24 jam. Filtrat yang ada ditampung dan dipekatkan dengan rotary evaporator. Residu dimaserasi lagi sampai fltrat yang tertampung berwarna jernih. Ekstrak pekat yang diperoleh dikumpulkan dan ditimbang untuk mengetahui rendemen ekstrak.

Ekstrak lemak susu sebanyak 3-5 g dimasukkan ke dalam erlenmeyer 300 ml. Campuran larutan dari 20 ml asam asetat glasial, 25 ml metanol 95% dan 55 ml kloroform ditambahkan sebanyak 30 ml, kemudian ditambahkan 1 g kristal kalium iodida, larutan dihomogenkan dengan cara digoyang dan disimpan ditempat gelap selama 30 menit. Air suling bebas CO2 (aquades) ditambahkan sebanyak 50 ml,

dihomogenkan kembali, kemudian dititrasi dengan larutan standar natrium tiosulfat 0,02 N. Larutan kanji yang digunakan sebagai indikator ditambahkan ketika warna kuning larutan hampir hilang dan titrasi dilanjutkan hingga warna biru menghilang. Jumlah (ml) larutan natrium tiosulfat yang terpakai untuk menitar dicatat. Titrasi juga dilakukan terhadap blanko. Nilai peroksida yang terdapat di dalam sampel dihitung dengan rumus:

( )

Keterangan:

V1 = volume natrium tiosulfat untuk titrasi sampel (ml) V0 = volume natrium tiosulfat untuk titrasi blanko (ml) T = normaslitas natrium tiosulfat (N)

m = bobot sampel (g) Elektroforesis

Metode elektroforesis yang digunakan mengacu pada metode Laemmli (1970). Tahapan proses terbagi atas pembuatan gel dan pewarnaan.

a. Pembuatan gel.

Pembuatan gel diawali dengan pembuatan larutan stok SDS-PAGE. Larutan A yaitu larutan stok akrilamid yang terdiri dari 75 g akrilamid 30% w/v, 2 g bis dan 250 ml H2O. Larutan A ini ditaruh di botol gelap dan

21 Amonium Peroksodisulfat (APS) sebanyak 1 g yang dilarutkan dalam 10 ml H2O. Pembuatan buffer reservoir yang terdiri dari 28,8 g glisin 0,192 M, 6 g

tris buffer 0,025 M, lalu ditambahkan HCl hingga dicapai pH 8,3, kemudian ditambahkan 2 g SDS 0,1% w/v, dan ditepatkan volumenya hingga 2 liter. Pembuatan larutan B yaitu stok buffer gel pemisah yang terdiri dari 1 g SDS dan 45,5 g tris buffer 1,4 M, kedua campuran ini dilarutkan dan dtepatkan pHnya hingga 8,8 menggunakan HCl, dan ditambahkan aquades hingga volumenya 250 ml. Stok buffer gel pengumpul yang digunakan terdiri dari 15,1 g tris bufer 1,4 M dan dilarutkan dengan HCl hingga pH 6,8, kemudian ditambahkan 1 g SDS dan ditepatkan volumenya hingga 250 ml.

Persiapan dilanjutkan dengan pembuatan stok (double strength) buffer sampel yang terdiri dari 2 ml mercapto, 4 ml gliserol, 0,3 g tris buffer, 2 ml Bromfenol Blue (0,1% w/v dalam air), kemudian campuran ini dilarutkan dengan aquades pada volume kurang dari 20 ml, ditambahkan HCl hingga pH menjadi 6,8, kemudian ditambahkan 0,92 g SDS dan ditepatkan volumenya hingga 20 ml. Gel dibuat dengan cara mengombinasikan larutan stok yang telah dibuat sebelumnya. Kombinasi larutan dalam pembuatan gel meliputi 6,25 ml larutan stok akrilamid, 4,1 ml buffer gel pemisah, 4,4 ml aquades, 0,15 ml SDS 10% (w/v), 10 ml APS 10% (w/v) dan 25 ml TEMED.

b. Pewarnaan

Larutan pewarna yang digunakan adalah pewarna perak (silver staining). Bahan pembuat pewarna perak ini terdiri dari larutan fiksasi (fixation solution), larutan pencuci (washing solution), larutan pemeka (sensitizing solution) untuk membuat lebih sensitif, larutan pewarna (staining solution) dan larutan pengembang (developing solution) untuk memunculkan pita protein. Larutan fiksasi terdiri dari 125 ml metanol 50%, 30 ml asam asetat 12%, 0,125 ml formalin 0,05%, dan dilarutkan dengan 95 ml aquabides, kemudian disimpan pada suhu ruang. Larutan pencuci terdiri dari 100 ml etanol 20% dan 400 ml aquabides, disimpan pada suhu ruang. Larutan pemeka (sensitizing solution) yang digunakan adalah 0,05 g Na2S2O3 yang

dilarutkan dalam 250 ml aquabides, disimpan pada suhu ruang. Larutan pewarna terdiri dari 0,1 g AgNO3 dilarutkan dengan 50 ml aquabides dan

22 ditambahkan 38 ml formalin, kemudian disimpan pada suhu 4 °C. Larutan pengembang terdiri dari 3 g Na2CO3, 25 ml formalin, 1 ml Na2S2O3 dan

dilarutkan dalam 50 ml aquabides. Khusus untuk larutan pewarna dan larutan pengembang harus dalam keadaan segar.

Pembuatan gel yang telah selesai dilakukan, dilanjutkan dengan pewarnaan (staining). Gel direndam dalam larutan fiksasi selama 2 jam sambil diagitasi pelan-pelan dan didiamkan sampai semalam. Gel kemudian dicuci dengan larutan pencuci (washing solution) selama 20 menit tanpa diagitasi, pencucian ini diulang hingga 3 kali. Gel dibilas dengan aquabides selama 10 detik, lalu direndam dalam larutan pemeka (sensitizing solution) selama 1 menit, dan dibilas kembali dengan aquabides sampai tiga kali dengan masing-masing selama 20 detik. Gel direndam dalam AgNO3 0,1%

dan diinkubasi di dalam refrigerator selama 20 menit. Gel dicuci kembali dengan aquabides selama 20 detik dan diulang 2 kali. Gel dipindahkan ke wadah lain dan dicuci kembali dengan aquabides selama 10 detik. Gel direndam dalam larutan pengembang (developing solution) hingga pewarnaan cukup. Gel diangkat dan didiamkan selama 5 menit, kemudian dicuci kembali dengan aquabides. Hasil dari gel yang telah selesai mendapatkan perlakuan pewarnaan kemudian discanning.

Diagram Alir Proses Penelitian Penelitian Pendahuluan

a. Penentuan Optimasi UV

Gambar 10. Diagram Alir Proses Penentuan Optimasi UV

Susu kambing segar

Diberi perlakuan ultraviolet

dengan taraf perlakuan 1, 2, dan 3 tabung reaktor UV

Diuji karakteristik fisik dan kimia, serta kualitas mikrobiologinya (jumlah lempeng total mikroba)

Diuji karakteristik fisik dan kimia, serta kualitas mikrobiologinya (jumlah lempeng total mikroba)

Hasil yang terbaik diambil untuk dikombinasikan dengan metode HPEF

23 b. Penentuan Frekuensi HPEF

Gambar 11. Diagram Alir Proses Penentuan Frekuensi HPEF Penelitian Utama

Gambar 12. Diagram Alir Aplikasi Kombinasi Metode UV dan HPEF

Susu kambing segar

Diberi perlakuan ultraviolet (berdasarkan hasil dari penelitian sebelumnya)

Diuji karakteristik fisik dan kimia, serta kualitas mikrobiologinya (jumlah lempeng total mikroba)

Diuji karakteristik fisik dan kimia, serta kualitas mikrobiologinya (jumlah lempeng total mikroba) Diberi perlakuan HPEF dengan

taraf frekuensi 10, 15 dan 20 Hz

Hasil yang terbaik diambil sebagai metode dalam penelitian utama

Susu kambing segar

Direkontaminasi dengan bakteri uji Staphylococcus aureus

hingga populasi 105 cfu/ml susu

Disterilisasi menggunakan autoclave (115 °C selama 3 menit)

Direkontaminasi dengan bakteri uji Escherichia coli hingga

populasi 105cfu/ml susu

Diberi perlakuan UV

(berdasarkan hasil dari penelitian sebelumnya)

Diberi perlakuan HPEF

(berdasarkan hasil dari penelitian sebelumnya)

Diuji mikrobiologis

Diberi perlakuan UV

(berdasarkan hasil dari penelitian sebelumnya)

Diberi perlakuan HPEF

(berdasarkan hasil dari penelitian sebelumnya)

24 Rancangan dan Analisis Data

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) untuk melihat pengaruh dari aplikasi jumlah reaktor UV yang berbeda dan frekuensi HPEF yang berbeda terhadap karakteristik fisik dan kimia susu kambing, sedangkan penilaian pengaruh aplikasi UV dan HPEF terhadap kualitas mikroorganisme dilakukan secara deskriptif. Adapun model matematika rancangan ini menurut Mattjik dan Sumertajaya (2000) sebagai berikut:

Yij = μ + i+ ij

Keterangan :

Yij = nilai hasil pengamatan dari taraf perlakuan ke-i dan ulangan ke-j μ = nilai rataan umum dari pengamatan

i = pengaruh perlakuan taraf ke-i

ij = pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i pada ulangan ke-j

Peubah

Peubah yang diamati adalah karakteristik fisik susu (berat jenis, pH, viskositas, konduktivitas, titik beku, panas spesifik) dan kimia susu (kadar berat kering, protein, lemak, laktosa, dan BKTL)

Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan Analysis of Variance (ANOVA), sedangkan apabila tidak memenuhi uji asumsi maka dianalisis dengan Kruskal Wallis. Jika pada hasil sidik ragam didapatkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap peubah yang diukur maka dilanjutkan dengan uji Tukey untuk mengetahui perbedaan diantara perlakuan tersebut (Steel dan Torrie, 1995).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Kultur Bakteri Uji Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Escherichia coli ATCC 25922

Bakteri Uji Staphylococcus aureus ATCC 25923

Pemeriksaan kemurnian kultur bakteri uji sangat penting dilakukan untuk mendapatkan bakteri uji yang seragam dan tidak terkontaminasi. Hasil pengamatan mikroskopik terhadap preparat bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923 melalui pewarnaan Gram dapat dilihat pada Gambar 13. Karakteristik bakteri uji ini sesuai dengan Ray dan Bhunia (2007) yaitu menunjukkan bentuk sel bulat yang seragam dengan susunan tunggal, berpasangan maupun membentuk kumpulan yang tidak beraturan seperti buah anggur. Bakteri Staphylococcus aureus berukuran 0,5-1 µm, bersifat anaerobik fakultatif, tidak bergerak, tidak berkapsul dan tidak membentuk spora. S. aureus tergolong mesofil karena dapat hidup pada suhu 7-48 °C dan memproduksi enterotoksin secara optimum pada suhu 37-40 °C.

Gambar 13. Morfologi Bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923

Staphylococcus aureus tergolong bakteri Gram positif karena menghasilkan warna biru ketika dilakukan pewarnaan Gram. Fardiaz (1992) mengemukakan bahwa bakteri Gram positif memiliki dinding sel yang sebagian besar terdiri dari lapisan peptidoglikan (90%) dan lapisan lainnya adalah asam teikoat, sehingga ketika dilakukan uji pewarnaan Gram, lapisan peptidoglikan yang tebal ini dapat mempertahankan kompleks zat warna basa kristal violet dan larutan Iodium (Lugol) saat pencucian preparat sel dengan alkohol. Asam teikoat dalam dinding sel yang bermuatan negatif akan bereaksi dengan alkohol sehingga menyebabkan dehidrasi

26 pada dinding sel. Dehidrasi menyebabkan pori-pori mengecil (berkerut) dan terjadi penurunan permeabilitas dinding sel sehingga kompleks kristal violet tidak dapat keluar dari sel dan sel tetap berwarna biru. Keadaan ini menyebabkan pewarnaan selanjutnya dengan safranin tidak berpengaruh terhadap sel.

Hasil uji katalase menunjukkan bahwa S. aureus bersifat katalase positif yang ditandai dengan dihasilkannya gelembung-gelembung gas O2 pada preparat bakteri

yang ditetesi H2O2. Bakteri ini memproduksi enzim katalase yang dapat memecah

H2O2 menjadi H2O dan O2.BHalBBini sesuai dengan pernyataanB Ray dan Bhunia (2007)

bahwa bakteri S. aureus memiliki karakteristik biokimia katalase positif. Komponen H2O2 ini merupakan salah satu hasil metabolisme respirasi aerobik bakteri yang dapat

menghambat pertumbuhan bakteri karena bersifat toksik bagi bakteri itu sendiri sehingga komponen ini harus dipecah menjadi H2O dan O2.

Bakteri Uji Escherichia coli ATCC 25922

Morfologi bakteri uji Escherichia coli ATCC 25922 dapat dilihat pada Gambar 14. Pengujian pewarnaan Gram yang dilakukan menunjukkan kesesuaian dengan Ray dan Bhunia (2007).

Gambar 14. Morfologi Bakteri Escherichia coli ATCC 25922

Kultur bakteri E. coli memiliki morfologi sel berbentuk batang dengan ukuran 1 x 3 µm dan tergolong bakteri Gram negatif yang ditunjukkan dengan dihasilkannya sel berwarna merah saat dilakukan pewarnaan Gram. Fardiaz (1992) mengemukakan bahwa bakteri Gram negatif merupakan bakteri yang memiliki

Dokumen terkait