• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENGANDUNG DAUN Indigofera zollingeriana

MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu

Lokasi penelitian bertempat di Laboratorium Lapang Bagian Produksi Ternak Ruminansia Kecil Fakultas Peternakan IPB dan Laboratorium Unit Rehabilitasi Reproduksi, Bagian Reproduksi dan Kebidanan, Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Pembuatan pelet ransum komplit berbasis daun Indigofera zollingeriana dan daun lamtoro dilakukan di Pabrik Pakan Indofeed, Bogor. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan November 2011 sampai Januari 2012.

Materi Ternak

Penelitian ini menggunakan 20 ekor kelinci jantan lokal peranakan New Zaeland White periode lepas sapih umur 4 bulan, dengan bobot hidup rata-rata sekitar 1653,36±265,46 g/ekor (Gambar 1).

Gambar 1. Kelinci Penelitian

Kandang dan Peralatan

Kandang yang digunakan adalah kandang individual bertingkat sistem baterai yang terbuat dari besi. Kandang yang dipakai sebanyak 20 dengan ukuran panjang 75 cm, lebar 60 cm dan tinggi 50 cm. Setiap kandang dilengkapi dengan tempat pakan dan air minum. Peralatan lain yang dibutuhkan adalah timbangan untuk mengukur bobot badan kelinci, plastik, alat kebersihan kandang, tabung reaksi, mikro pipet, bunsen, kompor listrik, dan penyerap oksigen, alat penampung semen, mikroskop, dan vagina buatan.

Gambar 2. Kandang Kelinci penelitian

Bahan Lain

Untuk koleksi dan evaluasi kualitas semen diperlukan jelly, air panas, NaCl fisiologis, dan larutan eosin negrosin 2%. Bahan-bahan tersebut didapatkan dari Unit Rehabilitasi Reproduksi, Fakultas Kedokteran Hewan, IPB.

Ransum Penelitian

Ransum standar (R0) yang digunakan merupakan pelet ransum komersil kelinci yang berasal dari Pabrik Pakan Indofeed dengan komposisi bahan pakan yaitu jagung kuning, dedak padi, dedak gandum, bungkil kedelai, bungkil kelapa, molasses, rumput, antimold, antioxidant, vitamin serta mineral. Pelet ransum komplit yang dibuat dengan sumber hijauan daun tanaman Indigofera zollingeriana dan daun lamtoro dan bahan lain diantaranya Jagung, dedak, CGM (Corn Gluten Meal), Bungkil kedele, Bungkil Kelapa, CaCO3, premix, DCP (Dicalcium Phosphate) , NaCl

dan tepung ikan.

Ransum komplit diformulasikan sesuai dengan kebutuhan kelinci periode pertumbuhan berdasarkan NRC (1977) dengan menggunakan Winfeed 2.8. Ransum komplit ini disusun sesuai dengan kebutuhan kelinci jantan, dengan pemakaian seperti disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Komposisi Bahan Makanan Ransum Penelitian (% BK)

Bahan Pakan Taraf Pemberian (%)

R0 R1 R2 R3 R4

Ransum komersil 100 0 0 0 0

Daun Indigofera zollingeriana 0 0 10 20 30

Daun Lamtoro 0 30 20 10 0 Dedak padi 0 20 20 20 20 Jagung 0 30 30 30 30 Bungkil kedelai 0 11 11 11 11 Bungkil Kelapa 0 5 5 5 5 Tepung ikan 0 1 1 1 1 CGM 0 1 1 1 1 CaCO3 0 0,5 0,5 0,5 0,5 DCP 0 0,5 0,5 0,5 0,5 NaCl 0 0,5 0,5 0,5 0,5 Premix 0 0,5 0,5 0,5 0,5 Jumlah (%) 100 100 100 100 100

Berikut ini adalah tabel hasil analisa pelet ransum komplit, R1, R2, R3 dan R4 dari Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB. Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat diketahui bahwa secara umum pelet ransum komplit yang dibuat memiliki kandungan nutrisi yang relatif sama.

Tabel 5. Kandungan Nutrien Ransum (% BK)

Bahan Pakan (%) Taraf Pemberian (%)

R0 R1 R2 R3 R4 Kadar Air 9,19 10,46 10,02 9,61 10,35 Abu 10,25 8,07 8,40 8,63 8,63 Lemak Kasar 6,68 6,46 6,79 7,07 5,29 Protein Kasar 15,74 17,90 18,95 21,06 19,00 Serat Kasar 9,76 8,16 7,60 8,45 8,11 BETN 57,57 59,41 58,26 54,79 58,97 TDNa 62,87 68,26 69,70 68,81 66,99

Sumber: Hasil Analisa Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB (2011); berdasarkan Rumus Hartadi et al. (1980), a % TDN= 22,822-1,44 (SK) -2,875 (LK) +0,655 (BETN)+0,863 (PK)+0,02 (SK)2- 0,078(LK)2+0,018 (SK) (LK) + 0,045 (LK) (BETN) -0,085 (LK) (PK)+ 0,02 (LK)2 (PK)

Keterangan: R0= Pelet Ransum komersil dengan 0% lamtoro dan 0% I. zollingeriana; R1= Pelet Ransum Komplit dengan 30% lamtoro dan 0% I. zollingeriana; R2= Pelet Ransum Komplit dengan 20% lamtoro dan 10% I. zollingeriana; R3= Pelet Ransum Komplit dengan 10% lamtoro dan 20% I. zollingeriana; R4= Pelet Ransum Komplit dengan 0% lamtoro dan 30% I. zollingeriana

Prosedur

Persiapan Hijauan

Hijauan yang dipilih sebagai bahan baku ransum komplit adalah daun I. zollingeriana dan daun lamtoro yang merupakan hijauan yang masih bentuk segar. Hijauan dikeringkan dengan cara dijemur di bawah sinar matahari selama ± 3 hari hingga kadar air bahan mencapai ± 12%.

Pembuatan Pelet Ransum Komplit

Bahan hijauan yang telah digiling dan berbentuk tepung dicampur dengan bahan pakan (Jagung, dedak, CGM, Bungkil kedelai, Bungkil Kelapa, CaCO3, DCP,

NaCl, premix dan tepung ikan) sesuai dengan formula pada Tabel 3. Bahan campuran tersebut dimasukkan ke dalam mesin pengaduk atau mixer agar semua bahan tersebut telah tercampur dengan rata. Tahap selanjutnya adalah pelleting yakni memasukan semua bahan yang telah tercampur ke dalam mesin pelet dengan ukuran 3 mm. Pelet yang akan dihasilkan selanjutnya diangin-anginkan dan dimasukkan ke dalam karung sesuai dengan perlakuan.

Persiapan Kandang

Kandang sebanyak 20 buah sebelum digunakan dibersihkan terlebih dahulu. Kemudian kandang dilengkapi tempat pakan dari keramik dan tempat minum dari botol minum khusus.

Pemeliharaan

20 ekor kelinci jantan lokal peranakan New Zealand White lepas sapih periode lepas sapih umur 4 bulan, dengan bobot hidup rata-rata sekitar 1653,36±265,46 g/ekor dibagi menjadi 5 perlakuan ransum yaitu:

R0 = Pelet ransum komersil kelinci

R1 = Pelet Ransum komplit dengan 30% lamtoro + 0% I. zollingeriana R2 = Pelet Ransum komplit dengan 20% lamtoro + 10% I. zollingeriana R3 = Pelet Ransum komplit dengan 10% lamtoro + 20% I. zollingeriana R4 = Pelet Ransum komplit dengan 0% lamtoro + 30% I. zollingeriana Ternak dipelihara dalam kandang individu selama 7 minggu. Dua minggu pertama sebagai masa adaptasi pakan (preliminary). Adaptasi pakan dilakukan

hingga kelinci mampu mengkonsumsi pakan yang akan diuji cobakan hingga 100% (tidak ada sisa) tanpa mengalami penurunan konsumsi dan bobot badan. Kemudian minggu ke-3 sampai ke-7 dilakukan pengamatan dan pengambilan data.

(R0) (R1)

(R2) (R3)

(R4)

Gambar 3. Pakan Perlakuan R0 = ransum komersil; R1 = 30% lamtoro, 0% I. zollingeriana; R2 = 20% lamtoro, 10% I. zollingeriana; R3 = 10% lamtoro, 20% I. zollingeriana; R4 = 30% I. zollingeriana

Pakan dan air minum diberikan ad libitum. Pemberian pakan dilakukan dua kali sehari, pada pagi hari pukul 06.00 – 07.00 WIB dan sore hari pada pukul 16.00 – 17.00 WIB.

Koleksi Semen

Koleksi semen dilakukan pada akhir penelitian yaitu pada minggu ke-7 penelitian sebanyak satu kali penampungan dari masing-masing kelinci perlakuan.

Penampungan dengan menggunakan vagina buatan yang dipancing menggunakan kelinci betina dewasa. Semen yang sudah tertampung dalam tabung kemudian diambil sampelnya untuk dideterminasi baik secara makroskopik maupun mikroskopik.

Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Rancangan

Rancangan percobaan pada awal penelitian menggunakan Rancangan Acak Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 5 perlakuan dan 4 kelompok. Kelompok dalam percobaan kali ini adalah bobot badan kelinci jantan New Zealand White yang dibagi menjadi 4. Empat kelompok adalah jumlah kelinci jantan New Zealand White untuk masing-masing perlakuan yang merupakan perwakilan dari tiap kelompok. Model matematika rancangan tersebut adalah sebagai berikut:

Analisis Data

Pada awalnya dianalisis dilakukan dengan sidik ragam sesuai dengan rancangan percobaan, tetapi karena koefisien variasi data sangat tinggi (mencapai 95,5%) sehingga perbedaan nilai rataan tidak menunjukan perbedaan secara signifikan secara statistik, sehingga analisis data dilakukan dengan menggunakan menggunakan statistika deskriptif. Selain tingginya variasi antar perlakuan, terdapat beberapa ekor individu kelinci yang tidak dapat menghasilkan semen, sehingga jumlah sampel tidak memenuhi ketentuan untuk sidik ragam.

Peubah yang diamati

Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah pH, warna, volume, konsistensi, gerakan massa, konsentrasi spermatozoa, persentase viabilitas, persentase motilitas, abnormalitas, serta nilai HOS Test.

Yij = µ + τi + ßj+ εij

Keterangan:  = rataan umum i = efek perlakuan ke-i

ßj = efek kelompok ke-j

pH

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan kertas indikator pH. Nilai pH dapat diketahui melalui indikasi yang terlihat dari perubahan warna pada kertas indikator pH tersebut.

Gerakan Massa

Pemeriksaan gerakan massa dilakukan dengan cara satu tetes semen diletakan pada object glass yang bersih dan hangat (jangan terlalu cembung supaya cahaya mikroskop dapat menembus semen). Preparat yang sudah jadi kemudian diamati menggunakan mikroskop dengan pembesaran 10 kali terhadap pergerakan massa spermatozoa. Spermatozoa mendapat nilai (-) jika tidak ada gerakan, (-/+) jika ada sangat sedikit gerakan, (+) jika ada sedikit gerakan, (+/++) jika terjadi gerakan yang agak besar, (++) jika terjadi gelombang gerakan yang besar, (++/+++) jika terjadi gelombang besar yang hampir menyerupai gumpalan awan yang menggulung dan (+++) jika terjadi gerakan seperti awan yang menggulung.

Volume

Pengamatan volume dilakukan dengan cara pengamatan langsung pada tabung penampung semen yang memiliki skala. Semen ditampung seluruhnya dalam tabung penampung yang bermulut lebar untuk sekali ejakulasi kemudian volume di dalam tabung diukur dengan gelas ukur yang mempunyai skala volume 0,1 ml kemudian dibaca hasil yang ditunjukan oleh skala.

Kekentalan (konsistensi)

Kekentalan diukur dengan cara memiringkan tabung sebesar 45o kemudian ditegakkan kembali ke posisi semula, dilihat dari kecepatan ejakulat kembali pada posisi semula. Ejakulat memiliki nilai kental (K) jika waktu kembali ke posisi semula sangat lambat, ejakulat memiliki nilai sedang (S) jika waktu kembali ke posisi semula lambat dan ejakulat memiliki nilai encer (E) jika waktu kembali ke posisi semula cepat.

Warna

Semen yang ada di dalam tabung reaksi diamati dengan menggunakan latar belakang putih dan dilakukan di tempat yang mempunyai penerangan cukup. Warna ejakulat terdiri dari tiga warna, yaitu: putih (P), krem (C), dan krem keputihan (C-P).

Konsentrasi spermatozoa

Konsentrasi spermatozoa merupakan jumlah spermatozoa yang terkandung dalam setiap milliliter semen. Sebanyak 10 µl semen kelinci dicampurkan dengan 990 µl pengencer. Keduanya dicampurkan pada tabung eppendorf dengan menggunakan mikropippet kemudian campuran dihomogenkan dengan memutar tabung seperti angka 8. Campuran semen kemudian diambil sebanyak 8-10 µl dan dimasukan ke counting chamber. Preparat kemudian diamati menggunakan mikroskop dengan pembesaran 400 kali. Pada counting chamber (Neubauer Chamber) dipilih 5 kotak besar kemudian di dalam masing-masing kotak besar terdapat 16 kotak kecil.

Kemudian dihitung dengan menggunakan rumus :

Di mana

N = Jumlah spermatozoa yang ada di chamber (5 kotak besar yang terdapat 16 kotak kecil)

FP = Faktor pengencer ( 100, 200, atau 500 )

„5‟ = Faktor koreksi di mana hanya 5 dari 25 kotak yang dihitung

10.000 = Faktor koreksi yang dibutuhkan karena di dalam cover slip .0001 ml per chamber.

Persentase motilitas

Persentase motilitas adalah perbandingan spermatozoa yang bergerak ke depan (progresif) dibandingkan dengan jumlah spermatozoa yang diamati. Semen diambil dengan pipet plastik kemudian diteteskan pada object glass sebanyak satu tetes dan ditambahkan NaCl fisiologis sebanyak satu tetes. Campuran tersebut ditutup dengan cover glass. Jumlah spermatozoa motil progresif diamati menggunakan mikroskop listrik dengan pembesaran objektif 40 kali pada sepuluh kali lapang pandang yang berbeda (atau 200 spermatozoa) dengan cara berurutan dan

zig-zag. Penilaian yang diberikan dari angka 0% (tidak ada yang bergerak) sampai dengan 100% (seluruh spermatozoa bergerak ke depan).

Viabilitas dan abnormalitas

Object glass yang bersih dan bebas lemak disiapkan sebanyak 3 buah.Pada glass objek yang pertama diteteskan negrosin 2% sebanyak 1 tetes dan dicampurkan semen sebanyak 8 tetes. Negrosin dan semen kemudian dihomogenkan. Kemudian object glass kedua digunakan untuk mengambil sedikit campuran di ujungnya dan diulas pada glass objek ketiga. Object glass ketiga kemudian dikeringkan di bunsen selama 10-15 detik. Preparat ulas yang sudah dibuat diamati di mikroskop. Spermatozoa yang masih hidup akan berwarna putih dan yang mati akan berwarna merah. Pada pengamatan viabilitas dapat dilakukan pengamatan normalitas dan abnormalitas.

HOS test (Tes keutuhan membran plasma spermatozoa)

Menurut Jeyendran dan Zaneveld (1986), pembuatan larutan HOS test dilakukan dengan mencampurkan 2,7 g fruktosa yang dilarutkan ke dalam 100 ml aquadest dengan 1,47 g natrium sitrat yang dilarutkan ke dalam 100 ml aquadest. Kemudian larutan hipoosmotik dimasukan kedalam tabung effendorf sebanyak 0,35 ml dan semen kelinci sebanyak 0,05 ml. Campuran kemudian diinkubasikan dalam incubator dengan temperature 37 oC selama 30 menit. Setelah diinkubasikan campuran tersebut diteteskan pada glass objek dan ditutup dengan cover glass. Kemudian diamati dengan mikroskop pembesaran 450 kali. Spermatozoa yang memiliki membran utuh pada bagian ekor akan terlihat melengkung sedangkan spermatozoa yang tidak mempunyai membran pada bagian ekor akan terlihat lurus.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum

Selama penelitian rataan suhu dan kelembaban harian kandang berturut-turut 28,3o C dan 91,3% yang masih dalam kisaran normal untuk hidup kelinci. Adapun suhu dan kelembaban pada saat penampungan dan evaluasi adalah 25,5o C dan 84%. Kondisi tersebut diasumsikan tidak mempengaruhi kondisi spermatozoa karena masih dalam kondisi normal suhu kamar.

Pada penelitian ini terdapat beberapa ekor kelinci yang mengalami penyakit scabies. Pemberian obat antibiotik secara injeksi subkutan dilakukan pada tiga ekor kelinci perlakuan R2 dan R3. Terdapat juga dua ekor kelinci yang mengalami luka di bawah telapak kakinya yang selanjutnya diberi obat penyembuh luka guna mencegah terjadinya infeksi lebih lanjut. Selama penelitian pada masa adaptasi terjadi kematian dua ekor kelinci. Faktor perbedaan cuaca dan pakan menjadi penyebab utama, hal ini karena kelinci penelitian didatangkan dari Kota Bandung yang suhu umum rata- ratanya lebih rendah dibandingkan Kota Bogor.

Bobot badan awal rata-rata kelinci yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1653,36±265,46 g/ekor. Penimbangan bobot badan dilakukan setiap seminggu sekali dengan empat pengelompokan bobot badan. Rataan bobot badan pada saat penampungan semen adalah 2010,10±300,18 g/ekor (Tabel 6).

Tabel 6. Rataan Bobot Badan Kelinci pada Saat Penampungan Semen

Perlakuan Rataan BB Minggu Ke-7 (gram/ekor)

R0 1898,25±398,27

R1 1973,25±107,99

R2 1903,75±326,98

R3 2155,75±312,44

R4 2119,50±343,61

Keterangan : R0= Pelet 0% lamtoro dan 0% I. zollingeriana; R1= Pelet 30% lamtoro dan 0% I. zollingeriana; R2= Pelet 20% lamtoro dan 10% I. zollingeriana; R3= Pelet 10% lamtoro dan 20% I. zollingeriana; R4= Pelet 0% lamtoro dan 30% I. zollingeriana

Pemberian ransum R3 dan R4 cenderung meningkatkan PBB dan bobot badan jika dibandingkan dengan pemberian ransum R0, R1 dan R2. Menurut Onwudike (1995), pelet berbasis daun lamtoro lebih disukai oleh kelinci

dibandingkan daun gamal, namun pemberian daun lamtoro dapat mengurangi pertumbuhan bobot badan, konsumsi pakan, dan efisiensi pakan. Daun lamtoro mengandung mimosin yang menyebabkan kerontokan dan reddish (urin berwarna coklat) pada kelinci. Oleh karena itu penggunaan daun lamtoro dalam ransum direkomendasikan tidak lebih dari 50% total ransum. Menurut Toelihere (1993), nutrisi sangat mempengaruhi kualitas dan kuantitas semen yang dihasilkan.

Penampungan semen dilakukan pada akhir penelitian dengan menggunakan vagina buatan. Namun terdapat 8 ekor kelinci yang menyebar pada 5 perlakuan tidak dapat dilakukan penampungan semennya. Hal ini dapat disebabkan karena kelinci- kelinci tersebut belum terbiasa dengan penampungan semen menggunakan vagina buatan serta secara keseluruhan kelinci belum benar-benar mengalami dewasa kelamin meskipun kelinci telah berumur 6 bulan. Dua diantara 8 ekor tersebut yaitu pada perlakuan R1 perolehan data didapat dari semen yang diambil dari bagian epididimis. Hal ini menunjukan bahwa produksi spermatozoa telah berlangsung meskipun belum mampu berejakulasi saat ditampung.

Kualitas Makroskopik Semen

Kualitas makroskopik semen yang diamati pada penelitian ini antara lain volume, pH, konsistensi dan warna semen.

Volume Semen

Pada penelitian ini terdapat 8 ekor kelinci yang menyebar pada 5 perlakuan tidak dapat dilakukan penampungan semennya. Dua diantara 8 ekor tersebut yaitu pada perlakuan R1 perolehan data didapat dari semen yang diambil dari bagian epididimis. Nilai rataan volume semen dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 menunjukkan nilai rataan volume pada kelinci yang diberi perlakuan R0 memiliki nilai rataan volume semen relatif lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan R1, R2, R3 dan R4. Hal ini kemungkinan berhubungan dengan nutrisi yang dikandung masing-masing pelet perlakuan. Menurut Toelihere (1993), nutrisi sangat mempengaruhi kualitas dan kuantitas semen yang dihasilkan. Hafez dan Hafez (2000) menyatakan, volume ejakulat kelinci berkisar antara 0,4-0,6 ml. Volume ejakulat kelinci sebanyak 0,5-1,5 ml dengan jumlah spermatozoa per ejakulat sebesar 10-1000 x 106 (Morrow, 1986).

Tabel 7. Nilai Rataan Volume Semen

Perlakuan Nilai Rataan volume (ml)

R0 1,52±1,28

R1 0,55

R2 0,58±0,11

R3 0,18±0,10

R4 0,27±0,21

Keterangan : R0= Pelet 0% lamtoro dan 0% I. zollingeriana; R1= Pelet 30% lamtoro dan 0% I. zollingeriana; R2= Pelet 20% lamtoro dan 10% I. zollingeriana; R3= Pelet 10% lamtoro dan 20% I. zollingeriana; R4= Pelet 0% lamtoro dan 30% I. zollingeriana

Kisaran volume pada perlakuan R0 adalah 0,07-2,5 ml, pada perlakuan R1 hanya terdapat satu sampel volume yaitu sebesar 0,55 ml sehingga tidak terdapat nilai standar deviasi, pada perlakuan R2 kisaran volumenya adalah 0,5-0,65 ml, sedangkan kisaran volume pada perlakuan R3 dan R4 berturut-turut adalah 0,1-0,3 ml dan 0,1-0,5 ml. Kisaran volume semen yang diperoleh cenderung lebih rendah jika dbandingkan dengan rataan volume semen yang didapat oleh penelitian terdahulu mengenai pengaruh karakter plasma semen terhadap reproduksi kelinci betina yaitu sebesar 0,67 ml pada kelinci New Zealand White (Brun et al., 2002). Selain faktor nutrisi, volume ejakulat juga dipengaruhi oleh kelenjar assesorius yang dipengaruhi oleh umur dewasa kelamin kelinci-kelinci tersebut. Plasma semen dihasilkan sebagian besar oleh kelenjar vasikularis dan sisanya oleh cairan dari testis dan prostate. Plasma semen sebagai komponen semen disamping spermatozoa, dibuat pada jaringan kelamin sekunder termasuk diantaranya adalah epididimis vas deferent, ampula, kelenjar vesikularis, prostat dan cowper. Oleh karena itu, volume semen sangat dipengaruhi oleh aktivitas jaringan pada kelenjar-kelenjar tersebut (Elya et al., 2010).

Tidak adanya respon yang signifikan dalam mempengaruhi volume semen, menunjukkan bahwa pemberian pelet ransum komplit berbasis daun I. zollingeriana dan daun lamotoro sampai 30% berpengaruh baik pada kelenjar seks aksesori kelinci jantan.

pH Semen

Nilai pH dipengaruhi oleh komposisi cairan yang terdapat dalam semen yang sebagian besar berasal dari kelenjar pelengkap. Semakin banyak cairan dari kelenjar pelengkap, maka semakin tinggi pH semen. Nilai pH semen kelinci rata-rata 6,9 (Paufler et al., 1974). Nilai rataan pH semen kelinci perlakuan dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Nilai Rataan pH

Perlakuan Nilai Rataan pH

R0 6,70±0,0

R1 6,87±0,57

R2 6,85±0,21

R3 6,97±0,55

R4 7,20±0,50

Keterangan : R0= Pelet 0% lamtoro dan 0% I. zollingeriana; R1= Pelet 30% lamtoro dan 0% I. zollingeriana; R2= Pelet 20% lamtoro dan 10% I. zollingeriana; R3= Pelet 10% lamtoro dan 20% I. zollingeriana; R4= Pelet 0% lamtoro dan 30% I. zollingeriana

Nilai rataan pH pada kelinci dengan perlakuan R0 adalah 6,7, pada perlakuan R1 didapat kisaran nilai pH antara 6,4-7,5. Pada perlakuan R2 nilai pH berkisar antara 6,7-7, sedangkan kisaran nilai pH pada perlakuan R3 dan R4 berturut-turut adalah 6,4-7,5 dan 6,7-7,7. Kisaran pH semen yang diperoleh cenderung sama jika dbandingkan dengan rataan pH semen yang didapat oleh penelitian terdahulu mengenai pengaruh karakter plasma semen terhadap reproduksi kelinci betina yaitu sebesar 7,18 pada kelinci New Zealand White (Brun et al., 2002). Menurut Yousef et al. (2000), pH kelinci New Zealand White yang diberi penambahan vitamin E (1,0 g/l), vitamin C (1,5 g/l) serta kombinasi keduanya (1 g/l vitamin E dan 1,5 g/l ) dalam air minum masing-masing adalah sebesar 8,0; 8,1 dan 8,1.

Nilai pH semen juga ditentukan oleh aktivitas kelenjar assesorius. pH semen ditentukan oleh keseimbangan kation dan anion yang terdapat dalam struktur kimia yang terkandung dalam kelenjar assesorius. Tidak terdapatnya perubahan yang nyata pada volume serta pH semen berarti bahwa kelenjar assesorius masih bisa bekerja sesuai fungsinya (Elya et al., 2010).

Kekentalan Semen

Konsistensi semen sangat dipengaruhi oleh konsentrasi spermatozoa yang terkandung di dalam semen, semakin banyak jumlah spermatozoa di dalam semen, maka konsistensi semen akan semakin kental (Sansone, 2000). Hasil pengamatan konsistensi dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Hasil Pengamatan Konsistensi Semen

Perlakuan Kisaran Nilai Konsistensi

R0 Encer

R1 Encer-kental

R2 Encer

R3 Encer

R4 Encer-sedang

Keterangan : R0= Pelet 0% lamtoro dan 0% I. zollingeriana; R1= Pelet 30% lamtoro dan 0% I. zollingeriana; R2= Pelet 20% lamtoro dan 10% I. zollingeriana; R3= Pelet 10% lamtoro dan 20% I. zollingeriana; R4= Pelet 0% lamtoro dan 30% I. zollingeriana

`

Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa kelinci yang diberi pelet ransum R0 memiliki konsistensi yang encer (E). Sedangkan pada kelinci yang diberi pelet ransum R1 didapatkan dua kelompok kelinci dengan konsistensi kental (K) dan konsistensi encer (E). Hal ini dapat disebabkan bahwa rataan konsentrasi spermatozoa pada pelet ransum R1 lebih tinggi yaitu sebesar 826,25 x 106/ml dibandingkan dengan rataan konsentrasi spermatozoa pada ransum R0 yaitu sebesar 345 x 106/ml. Konsistensi yang kental pada ransum R1 juga disebabkan pengambilan sampel yang diperoleh langsung dari epididimis sehingga akan menghasilkan substansi berupa lendir yang bersifat licin dan kental.

Warna Semen

Warna semen sangat dipengaruhi oleh konsentrasi spermatozoa yang terkandung di dalam semen. Semakin keruh biasanya jumlah spermatozoa per- mililiter semen semakin banyak (Partodihardjo, 1982). Semen normal memiliki warna seperti susu atau krem keputih-putihan dan keruh (Toelihere, 1981). Hasil pengamatan warna semen dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Hasil Pengamatan Warna Semen

Perlakuan Kisaran Warna Semen

R0 Krem

R1 Putih-Krem keputihan

R2 Putih-Krem keputihan

R3 Krem-Putih

R4 Putih-Krem keputihan

Keterangan : R0= Pelet 0% lamtoro dan 0% I. zollingeriana; R1= Pelet 30% lamtoro dan 0% I. zollingeriana; R2= Pelet 20% lamtoro dan 10% I. zollingeriana; R3= Pelet 10% lamtoro dan 20% I. zollingeriana; R4= Pelet 0% lamtoro dan 30% I. zollingeriana

Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa secara umum kelinci menghasilkan ejakulat dengan warna terbanyak putih (P) kemudian diikuti dengan warna krem serta krem keputihan. Warna tersebut merupakan warna semen kelinci normal. Hal ini menunjukan bahwa kelinci yang diberi ransum R0, R1, R2, R3, dan R4 tidak memberikan pengaruh nyata terhadap warna semen kelinci. Semen normal tampak putih kelabu homogen. Semen tampak jernih jika jumlah sperma terlalu sedikit atau tampak coklat jika ada sel darah merah (Elya et al., 2010).

Kualitas Mikroskopik Semen

Kualitas mikroskopik semen yang diamati pada penelitian ini antara lain gerakan massa, konsentrasi spermatozoa, persentase motilitas, persentase viabilitas, persentase abnormalitas dan persentase nilai HOS Test. Nilai rataan persentase motilitas, viabilitas dan Abnormalitas disajikan pada Lampiran 1.

Gerakan Massa Semen

Spermatozoa dalam suatu kelompok memiliki kecenderungan untuk bergerak bersama-sama ke satu arah dan membentuk gelombang-gelombang yang tebal atau tipis, bergerak cepat atau lambat tergantung dari konsentrasi spermatozoa hidup di dalamnya. Semakin besar pergerakan gelombang yang terjadi, semakin tinggi motilitas spermatozoa. Hasil pemeriksaan gerakan massa dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 dapat menunjukkan bahwa semen kelinci yang diberi ransum R1, R3 dan R4 saja yang memiliki gerakan massa dengan gelombang gerakan yang besar (++). Nilai tersebut memiliki makna bahwa semen memiliki gerakan massa yang

baik jika dibandingkan dengan semen dengan gerakan massa sedikit (+). Hal ini menunjukkan bahwa spermatozoa memiliki motilitas dan konsentrasi yang baik.

Tabel 11. Hasil Pengamatan Gerakan Massa

Perlakuan Kelompok 1 2 3 4 R0 + - - T.A.S R1 T.A.S - + ++ R2 T.A.S + T.A.S + R3 - + ++ T.A.S R4 + T.A.S + ++

Keterangan: 1. R0 = ransum komersil; R1 = 30% lamtoro + 0% lamtoro; R2 = 20% lamtoro+10% I. zollingeriana; R3 = 10% lamtoro+20% I. zollingeriana; R4 = 30% I. zollingeriana

+0% lamtoro

2. - = tidak ada gerakan; + = terjadi sedikit gerakan; ++ = terjadi gelombang gerakan yang besar; T.A.S = Tidak Ada Sampel

Perbedaan gerakan massa pada kelinci perlakuan terjadi akibat perlakuan yang diberikan. Pada perlakuan R1, terdapat gerakan massa dengan gelombang gerakan yang besar, akan tetapi data ini diperoleh pada kelinci perlakuan R1 yang pengambilan semennya langsung dari saluran epididimis. Ada kecenderungan pemberian pakan dengan taraf I. zollingeriana yang tinggi dapat memberikan pengaruh baik pada gerakan massa semen kelinci. Hal ini diduga karena ransum yang mengandung daun lamtoro dengan taraf 20% dan 30% masih mengandung zat anti

Dokumen terkait