MENGANDUNG LIMBAH TOGE DAN INDIGOFERA Sp
MATERI DAN METOD E Waktu dan Lokas
Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2011 di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Unit Rehabilitasi Reproduksi, Bagian Reproduksi dan Kebidanan Fakultas Kedokteran Hewan, Insitut Pertanian Bogor.
Materi Ternak
Ternak yang digunakan sebanyak 8 ekor domba garut jantan berumur sekitar 11 bulan dengan bobot badan 26,575±3,54 kg yang sudah dipelihara selama 3 bulan dengan pemberian ransum komplit yang mengandung limbah tauge dan Indigofera Sp sebagai sumber hijauan.
Bahan dan Peralatan
Bahan yang digunakan pada saat penelitian adalah: aquadest, NaCl fisiologis, NaCl 3%, pewarna negrosin, alkohol, dan tisu.
Peralatan yang digunakan kandang individu berukuran 1,5 x 0,75 m yang dilengkapi dengan tempat pakan dan air minum, vagina buatan, spo it, tabung reaksi, rak tempat tabung, termometer, gelas piala, gelas erlemeyer, pipet tetes, gelas ukur, gelas objek, gelas penutup, counting chamber, pH meter, bunsen, mikroskop cahaya, dan lemari es.
Ransum
Pakan yang diberikan pada domba adalah ransum komplit dalam bentuk pellet dengan rasio hijauan dan konsentrat 30:70. Sumber hijauan berasal dari legume Indigofera sp. dan limbah tauge, sedangkan konsentrat terdiri atas onggok, jagung kuning, bungkil kedelai, bungkil kelapa, dan molases. Kadar zat makanan ransum disesuaikan dengan kebutuhan domba masa pertumbuhan (NRC, 2007). Ransum dibuat iso-protein da n iso-energi. Komposisi bahan dan zat makanan disajikan pada Tabel 5 dan 6. Kedua ransum komplit dibuat menjadi pelet untuk mengurangi tingkah laku domba dalam memilih pakan yang dikonsumsi (Gambar 5).
R1 R2
Gambar 5. Pellet R1 (Indigofera Sp) dan Pellet R2 (limbah Tauge)
Tabe l 5. K ompo sisi Bahan Paka n Ransum Penelitian Berdasarkan Bahan Kering
Bahan Pakan Perlakuan R1 (%) R2 (%) Indigofera sp. 30 0 Limba h Tauge 0 30 Onggok 12 10 Jagung 10 10 Bungkil kelapa 32 32 Bungkil kedelai Molases CaCO3 8 5 2,5 10 5 2,5 NaCl Premix 0,3 0,2 0,3 0,2 Jumlah 100 100
Keterangan: R1: Ransum Indigofera Sp. R2: Ransum Limbah Tauge
Tabe l 6. Komposisi Zat Makanan RansumPenelitianBerdasarkan Bahan Kering
Zat Makanan Perlakuan
R1 (%) R2 (%) Bahan Kering 87,32 87,65 Protein kasar 18,0 18,0 Serat Kasar 12,07 22,60 Lemak Kasar 5,44 5,70 Ca 0,8 0,83 P 0,84 0,8 TDN 62,85 52,07 Keterangan: R1: Ransum Indigofera Sp. R2: Ransum Limbah Tauge Sumber : Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan (2011)
Pros edur Penga mbilan Sampel Semen
Pengambilan sampel semen dilakukan sebanyak 3 kali dengan selang waktu 2 hari. Pada saat pengambilan sampel semen digunakan domba betina sebagai teasers (pemancing libido pejantan)(Gambar 6). Sampel diambil dengan menggunakan vagina buatan dan langsung dibawa ke laboratorium untuk dianalisis.
Gambar 6. Proses Pengambilan Sampel Semen
Pemeriksaan Makroskopis
Pemeriksaan makroskopis dilakukan dengan cara pengamatan langsung tanpa menggunakan mikroskop. Evaluasi semen secara makroskopis meliputi pemeriksaan volume, pH, warna, dan konsistensi.
a. Pengukuran vol ume
Semen ditampung seluruhnya dalam tabung penampung yang bermulut lebar untuk sekali ejakulasi ke mudian volume di dalam tabung diukur dengan gelas ukur yang mempunyai skala volume 0,1 ml kemudian dibaca hasil yang ditunj uka n oleh ska la.
b. Kadar pH
Kertas pH berskala yang telah disiapkan dicelupkan ke dalam semen yang sudah homogen kemudian dibaca hasilnya dan dicocokan pada kertas pH.
c. Warna Semen
Semen yang ada di dalam tabung reaksi diamati dengan menggunakan latar be laka ng putih da n dilakuka n di tempa t yang mempunyai penerangan cukup.
d. Konsistensi
Tabung yang berisi semen dimiringka n 45o
Pemeriksaan Mikroskopis
dan dikembalikan seperti semula. Kecepatan semen kembali ke dasar tabung diamati. Jika cepat maka konsistensi semen cair dan jika lambat maka konsistensi semen kental.
Pemeriksaan mikroskopis dilakukan dengan cara pengamatan menggunakan mikroskop. Evaluasi semen secara mikroskop is meliputi gerakan massa spermatozoa, konsentrasi spermatozoa, gerakan individu (motilitas) spermatozoa, persentase spermatozoa hidup (viabilitas), persentase spermatozoa abnormal, dan HOS test.
a. Gerakan massa
Gerakan massa diamati dengan cara meneteskan satu tetes semen ke mudian diletakkan pada gelas objek yang steril. Sampel diamati menggunakan mikroskop dengan pembesaran 100 kali terhadap pergerakan massa spermatozoa. Gerakan massa digolongkan menjadi sangat baik (+++) jika banyak gelombang gelap, tebal, dan aktif ; baik (++) jika gelombang kecil- kecil, tipis, jarang, dan lambat; cukup (+) jika hanya terlihat gerakan individu, dan buruk (0) jika sedikit atau tidak ada gerakan individu (Toelihere, 1993).
b. Konsentras i
Dua µl semen domba dicampurkan dengan 998 µl pengencer. Keduanya dicampurkan pada tabung eppendorf dengan menggunakan mikropippet ke mudian campuran diho mogenkan de ngan memutar tabung seperti angka 8. Campuran semen kemudian diambil sebanyak 8-10 µl dan dimasukan ke counting chamber. Preparat kemudian diamati menggunakan mikroskop dengan pembesaran 400 kali. Pada counting chamber dipilih 5 kotak besar kemudian di dalam masing- masing kotak besar terdapat 16 kotak kecil. Spermatozoa yang ada di dalam kotak dihitung dan hanya dihitung di dua
sisi saja (kiri dan atas atau kanan dan bawah). Kemudian dihitung dengan menggunakan rumus :
Jumlah spermatozoa per ml = n x 5 x FP x 10.000 Di mana
n = Jumlah spermatozoa yang dihitung FP = Faktor pengencer ( 100, 200, atau 500 )
‘5’ = Faktor koreksi di mana hanya 5 dari 25 kotak yang dihitung
10.000 = Faktor koreksi yang dibutuhkan karena di dalam cover slip .0001 ml per chamber.
c.Motilitas
Semen diambil dengan pipet plastik kemudian diteteskan pada objek glass sebanyak satu tetes dan ditambahkan NaCl fisiologis sebanyak satu tetes. Campuran tersebut ditutup de ngan cover glass. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan mikroskop pembesaran 400 kali pada 5 lapang pandang yang berbeda. Penilaian diberikan dalam kisaran angka 0 – 100% dengan skala kenaikan 5 persen.
d.Viabilitas
Gelas objek yang bersih dan bebas lemak disiapkan sebanyak 3 buah. Pada gelas objek yang pertama diteteskan negrosin sebanyak 1 tetes dan dicampurkan semen sebanyak 8 tetes. Negrosin dan semen kemudian dihomogenka n. Gelas objek kedua digunakan untuk mengambil sedikit campuran di ujungnya dan diulas pada gelas objek ketiga. Gelas objek ketiga kemudian dikeringkan di bunsen selama 10-15 detik. Preparat ulas yang sudah dibuat diamati di mikroskop. Evaluasi dilakuka n terhadap minimal 200 spermatozoa pada 10 lapang pandang. Spermatozoa hidup tidak menyerap warna, sedangkan spermatozoa mati menyerap zat warna.
e. Abnormalitas dan Cytoplasmic Droplet
Abnor malitas dan cytoplasmic droplet dapat langsung diamati dengan menggunakan preparat viabilitas. Dengan cara menghitung jumlah spermatozoa yang abnormal baik primer maupun sekunder pada 10 lapang pandang yang sama dengan viabilitas.
Gambar 7. Abnormalitas Spermatozoa Domba (Sumber :Tomaswzewka, 1991)
e. HOS test
Hypoosmotic Swelling Test berguna untuk mengetahui keutuhan membran spermatozoa. Menurut Revell dan Mrode (1994) persentase MPU semen segar yang kurang dari 60 % dika tegor ika n sebagai semen yang infertil. Menurut Jeyendran dan Zaneveld (1986), pembuatan larutan HOS test dilakukan dengan mencampurkan 2,7 gr fruktosa yang dilarutkan ke dalam 100 ml aquadest dengan 1,47 gr natrium sitrat yang dilarutkan ke dalam 100 ml aquadest. Kemudian larutan hipoosmotik dimasukan kedalam tabung effendorf sebanyak 0,35 ml dan semen cair domba sebanyak 0,05 ml. Campuran kemudian diinkubasikan dalam incubator dengan temperature 37oC selama 30 menit. Setelah diinkubasikan campuran tersebut diteteskan pada glass objek dan ditutup dengan cover glass. Kemudian diamati dengan mikroskop pembesaran 450 kali. Pengamatan dilakukan terhadap 200
spermatozoa. Spermatozoa yang memiliki membran utuh pada bagian ekor akan terlihat melengkung sedangkan spermatozoa yang tidak mempunyai membran pada bagian ekor akan terlihat lurus (Gambar 8).
Gambar 8. Spermatozoa yang Memiliki Membran Utuh (Sumber: Chanapiwatet al., 2009)
Rancanga n Percobaa n dan Analisis Data Model
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)(4x2). Perlakuan yang dibe rikan adalah dua perlakuan de ngan ransum komplit R1 (30% Indigofera Sp.) dan R2 (30% limbah tauge).
Model matematika rancangan menurut Steel dan Torrie (1993) adalah : Yij = µ + αi + εij
Keterangan: µ = rataan umum αi = efek perlakuan ke-i
εij =eror perlakuan ke-i dan ulangan ke-j i = Jenis pakan (i=2: (i1) R1, (i2) R2) j = ulangan (j=4)
Peubah ya ng Diamat i
Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah kualitas semen domba garut yaitu kualitas secara makroskopis (volume semen, pH semen, konsistensi semen, dan warna semen) dan kualitas secara mikroskop is (Gerakan massa spermatozoa, konsentrasi spermatozoa, motilitas spermatozoa, viabilitas spermatozoa, abnormalitas spermatozoa, cytoplasmic droplet dan HOS test).
Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis secara statistik menggunakan uji T untuk dua perlakuan de ngan masing- masing empat domba garut jantan sebagai ulangan (Mattjik dan Sumertajaya, 2002). Jika perlakuan berpengaruh nyata terhadap pengubah yang diamati maka dilakukan uji banding dengan menggunakan uji Tukey untuk mengetahui perlakuan yang terbaik.
HASIL DAN PEMBAHASAN Volume Semen Domba
Pengukuran volume semen domba dilakukan untuk mengetahui jumlah semen yang dihasilkan oleh satu ekor domba dalam satu kali ejakulat. Volume semen domba dipengaruhi oleh kandungan plasma seminalis. Plasma seminalis merupakan sekresi epididimis dan kelenjar assesoris yaitu vesica seminalis, prostata, dan bulborethralis (Garner dan Hafez, 2000). Hasil rataan volume semen domba pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabe l 7. Nilai Rataan Volume Semen Domba
Ransum Rataan Volume (ml)
R1 0,53 ± 0,12
R2 0,65 ± 0,20
Rujuka n 1,11 ± 0,40(*)
Keterangan: R1: Ransum Indigofera Sp. R2: Ransum Limbah Tauge
(*)
Berdasarkan hasil uji T, rataan volume semen tidak berbeda antara kedua perlakuan. Volume semen domba yang dihasilkan pada penelitian ini berada di bawah kisaran semen domba Garut normal menurut Herdis (2005) yaitu 1,11 ± 0,40 ml. Volume yang rendah ini diduga berkaitan dengan konsumsi protein kasar domba penelitian. Menurut NRC (2007) domba dengan bobot hidup 30 kg harus mengonsumsi protein kasar sekitar 192 gram/ekor/hari, sedangkan konsumsi protein domba penelitian untuk ransum komplit yang mengandung Indigofera Sp. adalah 134±23gram/eko r/hari dan ransum ko mplit yang mengandung limba h tauge sebesar 184±29 gram/ekor /hari. Konsumsi protein kasar yang masih di bawah standar kebutuhan protein menurut NRC (2007) menyebabkan volume semen domba yang dihasilkan masih rendah. Pernyataan ini didukung oleh pendapat dari Salisbury dan Van Demark (1985) yang menyatakan volume semen yang dihasilkan seekor pejantan berhubungan erat konsumsi protein dari domba tersebut.
: Herdis (2005)
Penyebab lain dari rendahnya volume semen domba yang digunakan adalah domba muda yang masih dalam masa pertumbuhan, sehinggakonsumsi protein tersebut selain dipergunakan oleh domba untuk reproduksi juga digunakan untuk
hidup pokok dan pertumbuhan sehingga hasil volume yang diejakulasikan oleh domba masih di bawah kisaran semen domba garut normal menurut Herdis (2005)
Konsentras i Spermatozoa
Konsentrasi spermatozoa adalah jumlah spermatozoa yang terkandung dalam satu ml ejakulat. Semakin tinggi konsentrasi spermatozoa dalam satu ml ejakulat, maka semakin tinggi tingkat fertilitasnya. Rataan konsentrasi spermatozoa yang dihasilkan pada penelitian dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabe l 8. Nilai Rataan Konsentrasi Semen Domba
Ransum Rataan Konsentrasi (juta/ml)
R1 3806,13± 1578
R2 4387,50 ± 2307
Rujuka n 3242 ± 535(*)
Keterangan: R1: Ransum Indigofera Sp. R2: Ransum Limbah Tauge
(*)
Berdasarkan hasil uji T, rataan konsentrasi spermatozoa tidak berbeda antara kedua perlakuan. Konsentrasi spermatozoa yang dihasilkan pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan hasil konsentrasi spermatozoa domba garut menurut Herdis (2005) yaitu 3242 ± 535 juta/ml.
: Herdis (2005)
Rataan konsentrasi spermatozoa yang dihasilkan diduga dipengaruhi oleh kandungan asam amino dalam zat makanan ransum komplit yang diberikan pada domba garut, salah satunya adalah asam amino arginin. Pada Indigofera Sp. mengandung asam amino arginin sebesar 0,1% (Abdullah, 2010) dan pada limbah tauge sebesar 1,67% (USDA, 2007). Kemampuan asam amino arginin untuk meningkatkan konsentrasi spermatozoa pernah diteliti oleh Mayasari (2005) yang melakukan penelitian pada tikus putih. Menurut Mayasari (2005) asam amino arginin yang diberikan pada tikus putih dapat meningkatkan jumlah spermatozoa dengan cara menghambat inhibitor glikolisis spermatozoa sehingga meningkatkan aktivitas metabolik hingga delapan kali lipat. Proses menahan inhibitor glikolisis yang dilakukan oleh asam amino arginin diduga dapat meningkatkan ketersedian energi yang dapat digunakan oleh spermatozoa. Pernyataan ini didukung oleh pendapat Sudha et al. (2006) bahwa proses menahan inhibitor glikolisis pada sel spermatozoa
akan meningkatkan ketersediaan energi sel spermatozoa sehingga memperbaiki spermatogenesis dan meningkatkan konsentrasi spermatozoa.
Nilai pH, Warna, Konsitensi, dan Gerakan Massa Semen
Nilai pH, warna, konsistensi, dan gerakan massa memiliki keterkaitan dengan konsentrasi spermatozoa. Nilai pH, warna, konsistensi, dan gerakan massa semen dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabe l 9. Nilai pH, Warna, Konsistensi, Gerakan Massa Semen Domba
R1 R2 Rujuka n(*)
pH 6,88 6,88 5,9-7,3
Warna Krem Krem Krem
Konsistensi Kental Kental Kental
Gerakan Massa +++ +++ +++
Keterangan: R1: Ransum Indigofera Sp. R2: Ransum Limbah Tauge (*) : Garner dan Hafez (2000)
pH Se men Domba
Nilai pH semen yang dihasilkan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabe l 9. Nilai pH yang didapat berada dalamkisaran nilai pH semen oleh Garner dan Hafez (2000) yaitu 5,9-7,3. Plasma seminalis merupakan media yang bersifat netral dan mengandung energi yang dibutuhkan oleh spermatozoa. Salah satu fungsi dari plasma seminalis adalah sebagai buffer bagi spermatozoa sehingga pH semen harus bersifat netral.
Nilai pH semen yang netral menandakan bahwa kelenjar assesoris yang mengsekresikan plasma seminal berfungsi dengan baik. Semakin rendah atau semakin tinggi pH semen dari kisaran normal dapat membuat spermatozoa lebih cepat mati. Nilai pH yang netral menandakan metabolisme aktif spermatozoa berjalan dengan baik, kedua bahan yang terkandung dalam ransum komplit dapat menyediakan zat makanan yang dapat mendukung proses metabolisme spermatozoa secara normal.
Warna dan Konsistensi Semen Domba
Warna dan konsistensi semen domba yang dihasilkan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 9. Warna dan konsistensi yang didapat sudah sesuai dengan warna da n ko nsistensi semen do mba menurut Garner dan Hafez (2000) yaitu
berwarna krem dan kental. Hasil warna dan konsistensi pada penelitian ini berkorelasi positif dengan konsentrasi spermatozoa yang dihasilkan (Tabel 8). Pernyataan ini didukung oleh Partodihardjo (1985) bahwa warna semen sangat dipengaruhi oleh konsentrasi spermatozoa yang terkandung di dalam semen dan oleh Garner dan Hafez (2000) bahwa semakin kental semen domba maka konsentrasi spermatozoa semakin tinggi. Dengan mengamati warna dan konsistensi semen yang dihasilkan oleh domba maka dapat diduga konsentrasi spermatozoa yang terkandung di dalam semen domba tersebut.
Gerakan Massa Spermatozoa Domba
Gerakan massa merupakan cerminan dari motilitas dan konsentrasi spermatozoa. Gerakan massa spermatozoa yang dihasilkan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 9. Gerakan massa spermatozoa yang didapat telah sesuai dengan hasil gerakan massa menurut Garner da n Hafez (2000) yaitu +++ (sangat ba ik). Semen domba yang memiliki nilai +++ (sangat baik) mengandung konsentrasi yang tinggi sehingga membentuk seperti kumpulan awan hitam dan memiliki motilitas yang tinggi yang bergerak sangat cepat.
Kebutuhan nutrien untuk bergerak dan memproduksi spermatozoa diduga tersedia dalam jumlah yang banyak maka gerakan massa yang dihasilkan +++ (sangat baik). Gerakan massa spermatozoa yang didapat diduga dipengaruhi oleh kandungan zat makanan yang terdapat pada kedua ransum komplit seperti karbohidrat, lemak dan protein. Kandungan karbohidrat dalam ransum dapat membentuk energi dalam bentuk Adenosin Triphospate yang dihasilkan melalui proses glikolisis dan siklus krebs, sedangkan lemak dan protein dapat digunakan oleh organ reproduksi untuk memproduksi spermatozoa dan membentuk membran spermatozoa.
Motilitas Spermatozoa
Motilitas atau daya gerak sperma menjadi salah satu patokan atau cara yang paling sederhana dalam penilaian semen untuk inseminasi buatan selain konsentrasi dan abnormalitas. Motilitas spematozoa yang dihasilkan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabe l 10. Nilai Rataan Motilitas Semen Domba
Ransum Rataan Motilitas (%)
R1 79,38 ± 3,04
R2 78,75 ± 2,26
Rujuka n 72,50 ± 2,74(*)
Keterangan: R1: Ransum Indigofera Sp. R2: Ransum Limbah Tauge
(*)
: Herdis (2005)
Berdasarkan hasil uji T, rataan motilitas semen tidak berbeda antara kedua perlakuan. Motilitas spermatozoa yang dihasilkan sudah sesuai dengan hasil motilitas semen segar do mba garut yang ditetapka n oleh Herdis (2005 ) yaitu 72,50 ± 2,74%. Rataan motilitas yang didapat diduga dipengaruhi oleh kandungan zat makanan yang terkandung di dalam ransum, seperti pernyataan Garner dan Hafez (2000) bahwa kandungan zat makanan pada ransum menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat motilitas.
Karbohidrat merupakan salah satu zat makanan yang terkandung di dalam ransum. Penelitian terkait hubungan karbohidrat dan kualitas spermatozoa dilakukan oleh Herdis (2005) pada domba garut yang menyimpulkan bahwa penambahan karbohidrat pada pakan domba garut dapat meningkatkan kualitas spermatozoa yang dihasilkan. Karbohidrat dalam bentuk laktosa dapat menyediakan energi yang dibutuhkan oleh spermatozoa melalui siklus krebs dan glikolisis sehingga dihasilkan Adenosin Trifosfat (ATP). Adenosin Trifosfat dimanfaatkan oleh spermatozoa sebagai energi dalam proses pergerakan sehingga dapat tetap motil dan mempertahankan hidupnya (Garner dan Hafez, 2000).
Viabilitas Spermatozoa
Persentase hidup spermatozoa menggambarkan spermatozoa yang hidup pada saat dicampur dengan zat warna yang menyebabkan perbedaan afinitas zat warna antara sel-sel spermatozoa yang mati da n hidup (Garner da n Hafez, 2000). Viabilitas spermatozoa yang dihasilkan pada penelitian dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabe l 11. Nilai Rataan Viabilitas Semen Domba
Ransum Rataan Viabilitas (%)
R1 82,93 ± 2,78
R2 83,70 ± 3,02
Rujuka n 84,50 ± 2,74(*)
Keterangan: R1: Ransum Indigofera Sp. R2: Ransum Limbah Tauge
(*)
: Herdis (2005)
Berdasarkan hasil uji T, rataan viabilitas tidak berbeda antara kedua perlakuan. Viabilitas spermatozoa yang dihasilkan sudah memenuhi hasil viabilitas semen segar domba garut menurut Herdis (2005) yaitu 84,50 ± 2,74%. Viabilitas spermatozoa yang didapat diduga dipengaruhi oleh kandungan zat makanan yang terkandung di dalam ransum seperti karbohidrat.
Kandungan karbohidrat di dalam ransum diduga dipergunakan oleh spermatozoa untuk bertahan hidup. Pernyataan ini didukung oleh Subowo (1995) yang menyataka n ba hwa karbohidrat dalam bentuk laktosa melindungi membran plasma sel spermatozoa dengan cara berikatan dengan lipid (glikolipid) dan protein (glikoprotein) sehingga membentuk selubung sel atau glikokaliks dan melindungi spermatozoa.
Kandungan zat maka nan lain seperti phospolipid dan kolesterol juga diduga mempengaruhi viabilitas spermatozoa yang dihasilkan. Pengaruh phospolipid terhadap viabilitas sudah dilakukan oleh Situmorang (2003) dan hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa phospolipid dapat meningkatka n da ya tahan hidup spermatozoa, sedangkan pengaruh kolesterol terhadap viabilitas dilakukan oleh Voet dan Voet (1990 ) dan hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa kolesterol merupakan faktor penting dalam mempertahankan sifat-sifat membran spermatozoa.
Abnormal itas dan Cytoplasmic Droplet Spermatozoa
Spermatozoa yang normal memegang peranan yang penting dalam proses fertilisasi. Abnormalitas dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu abnormalitas primer dan sekunder. Abnormalitas yang ditemukan ketika menggunakan domba muda adalah adanya butiran sitoplasma pada bagian ekor spermatozoa (spermatozoa muda). Abnormalitas dan cytoplasmic droplet yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabe l 12. Nilai Rataan Abnormalitas dan Cytoplasmic Droplet Semen Domba Ransum Rataan Abnormalitas (%) Rataan C. Droplet (%)
R1 20,71 ± 6,25 0,83 ± 0,588
R2 30,54 ± 16,6 1,12 ± 0,911
Rujuka n 2,50 ± 0,84 (1) 8,5 (2) Keterangan: R1: Ransum Indigofera Sp. R2: Ransum Limbah Tauge
(1): Herdis (2005) (2) : Rizal (2005)
Berdasarkan hasil uji T, rataan abnormalitas dan cytoplasmic droplet semen tidak berbeda antara kedua perlakuan. Abnormalitas spermatozoa yang dihasilkan pada penelitian ini masih lebih tinggi dari hasil abnormalitas semen segar domba garut menurut Herdis (2005) yaitu 2,50 ± 0,84 %. Spermatozoa yang memiliki abnormalitas yang tinggi akan memiliki peluang fertilisasi yang kecil. Pernyataan ini didukung oleh pendapat dari Ax et al. (2000) bahwa semen domba yang fertil secara normal tidak boleh mengandung lebih dari 15% spermatozoa abnormal. Tingginya abnormalitas spermatozoa yang dihasilkan diduga karena domba yang digunakan pada saat penelitian masih berumur muda sehingga alat reproduksinya belum berkembang secara matang. Jenis abnormalitas yang banyak ditemukan pada saat penelitian adalah abnormalitas sekunder seperti ekor spermatozoa yang putus.
Karena penelitian ini menggunakan domba muda maka dilakukan pengamatan terhadap butiran sitoplasmanya (cytoplasmic droplet) untuk mengamati ada/tidak spermatozoa muda yang dihasilka n. Proses pematangan spermatozoa ditandai oleh berpindahnya posisi butiran sitoplasma dari bagian proksimal ke arah distal ekor atau hilang sama sekali dari sel spermatozoa (Toelihere, 1993). Cytoplasmic droplet spermatozoa yang dihasilkan pada penelitian ini lebih rendah dari hasil cytoplasmic droplet menurut Rizal (2005) yaitu 8,5%.
HOS Test Spermatozoa
HOS test merupakan metode untuk mengamati keutuhan membran plasma spermatozoa. Spermatozoa yang memiliki membran utuh pada bagian ekor akan terlihat melengkung sedangkan spermatozoa yang terjadi kerusakan membrannya tidak melengkung di bagian ekor (lurus). HOS Test yang dihasilkan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabe l 13. Nilai Rataan HOS Test Semen Domba
Ransum Rataan HOS Test (%)
R1 73,3 ±12,8
R2 66,6 ± 10,9
Rujuka n 83,8 ± 2,22(*)
Keterangan: R1: Ransum Indigofera Sp. R2: Ransum Limbah Tauge
(*)
: Herdis (2005)
Berdasarkan hasil uji T, rataan HOS Test semen tidak berbeda antara kedua perlakuan. HOS test yang dihasilkan pada penelitian ini lebih rendah dari hasil semen segar domba garut oleh Herdis (2005) yaitu 83,8±2,22%, tetapi hasil HOS test tersebut masih dikategorikan fertil. Pernyataan ini didukung oleh pernyataan Revell dan Mrode (1994) ba hwa persentase HOS test semen segar yang lebih dari 60% dikategorikan sebagai semen yang fertil.
Rataan HOS Test yang didapat diduga dipengaruhi oleh kandungan zat maka nan yang terkandung di dalam ransum. Pernyataan ini sesuai dengan pendapat Garner dan Hafez (2000) bahwa kandungan zat makanan pada ransum menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi HOS Test. Salah satu zat makanan tersebut adalah kandungan asam amino arginin yang terkandung di dalam ransum komplit. Asam amino arginin diduga dapat meningkatkan produksi Nitrit Oksidase yaitu suatu senyawa yang dapat melindungi sel spermatozoa dari kerusakan membran yang diakibatkan oleh lipid peroksidase.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Pemberian ransum komplit yang mengandung 30% limbah tauge atau Indigofera Sp. pada domba garut menghasilkan nilai pH, warna semen, konsistensi semen, gerakan massa spermatozoa, motilitas spermatozoa, viabilitas spermatozoa, cytoplasmic droplet yang sesuai dengan data dasar semen segar domba pada umumnya, tetapi volume semen, abnormalitas spermatozoa, dan HOS Test memiliki nilai yang kurang memenuhi ketentuan kualitas semen domba.
Saran
Perlu dilakuka n pe nelitian lanj utan de ngan jenis ransum yang sama, tetapi menggunakan domba yang sudah dewasa kelamin.