• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Kualitas Spermatozoa Domba Garut dengan Pemberian Ransum Komplit yang Mengandung Limbah Tauge dan Indigofera Sp.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Kualitas Spermatozoa Domba Garut dengan Pemberian Ransum Komplit yang Mengandung Limbah Tauge dan Indigofera Sp."

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Domba merupakan salah satu komoditi ternak yang ikut berperan dalam pemenuhan kebutuhan daging yang dapat dikembangkan sebagai produk unggulan di sektor peternakan. Daging domba semakin digemari oleh masyarakat. Sistem pembibitan terarah merupakan salah satu cara untuk menjaga ketersediaan daging domba di masyarakat sehingga dapat dihasilkan anakan domba tidak hanya satu ekor per kelahiran tetapi bisa dua atau tiga ekor perkelahiran. Proses perkawinan dengan cara inseminasi buatan atau kawin alam merupaka n cara untuk menghasilka n anaka n domba baru. Dalam aplikasi inseminasi buatan atau kawin alam dibutuhkan bibit jantan dan betina. Kemampuan bibit jantan untuk mengawini betina merupakan faktor penentu keberhasilan dalam menurunkan sifat-sifat keturunannya.

Salah satu kriteria dalam menentukan kualitas pejantan adalah kualitas semen. Pemberian pakan yang mengandung nutrien seperti energi, lemak, protein dan vitamin yang cukup akan menghasilka n kua litas semen do mba yang ba gus. Energi digunakan oleh spermatozoa untuk bergerak aktif dan protein digunakan untuk memproduksi spermatozoa di organ reprod uks i.

Pakan yang diberikan tidak harus pakan yang mahal tetapi menggunakan limbah yang berada di sekitar kita seperti limbah tauge da n bahan pakan inkonvensional seperti Indigofera Sp. Beberapa kajian penggunaan limbah tauge pada ternak sudah dilakukan peneliti di antaranya penelitian yang dilakukan oleh Wandito (2011) menyatakan bahwa pemberian hingga 50% limbah tauge dalam ransum domba ekor gemuk dapat menghasilkan pertambahan bobot badan harian (PBBH) sebesar 145 gram/ekor/hari. Penelitian terkait penggunaan limbah tauge juga dilakukan oleh Ifafah (2012) yang menyatakan bahwa pemberian limbah tauge dalam ransum domba ekor gemuk dapat meningkatkan respon fisiologis domba dan palatabillitas terhadap pakan.

(2)

ransum dapat meningkatkan konsumsi bahan kering, kecernaan bahan kering, kecernaan bahan organik, kecernaan protein kasar, kecernaan NDF dan ADF, pertambahan bobot badan harian (PBBH) serta efisiensi penggunaan pakan.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tersebut menunjukan bahwa limbah tauge dan Indigofera Sp. berpotensi untuk digunakan sebagai pakan ternak dengan memberikan efek yang positif terhadap performa namun kemampuan kedua pakan tersebut untuk mempengaruhi kualitas spermatozoa domba garut pada masa pertumbuhan belum tersedia informasi, sehingga perlu dilakukan kajian tentang pengaruh kedua bahan pakan tersebut dalam mempengaruhi kualitas spermatozoa baik secara makroskopis maupun mikroskopis.

Tujuan

(3)

TINJAUAN PUSTAKA Profil Domba Garut

Menurut Heriyadi (2008), proses pembentukan domba Priangan atau domba garut, diyakini berawal dari persilangan antara tiga bangsa domba, yaitu domba Merino, domba Kaapstad, dan domba loka l di Priangan. Domba garut dibagi ke dalam dua tipe, yakni domba tipe tangkas dan domba tipe pedaging. Gambar do mba garut dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Domba Garut Jantan (Sumber:Heriyadi et al., 2003)

Ciri-ciri domba garut jantan menurut Heriyadi et al. (2002) adalah memiliki telinga rumpung (panjang tidak lebih dari empat cm) atau berbentuk daun hiris (panjang 4-8 cm), ekor berbentuk segitiga terbalik, gemuk atau berlemak pada pangkal ekor dan mengecil ke bagian bawah, tanduk kokoh, besar, dan melingkar serta bobot badan 57,74±11,96 kg dan lingkar dada 88,73±7,58 cm.

(4)

Dari segi reproduksi, Mansjoer et al. (2007) menyatakan bahwa domba garut memiliki tingkat kesuburan tinggi (prolifik), memiliki potensi yang baik untuk dikembangkan sebagai sumber daging dan dapat dijadikan sebagai daya tarik pariwisata daerah. Menurut Adiati et al. (2001) dan Hastono et al. (2001) domba garut memiliki keunggulan cepat dewasa kelamin, tidak mengenal musim kawin dan mempunyai sifat dapat melahirkan anak kembar dua ekor atau lebih. Aspek-aspek reproduksi pada domba garut dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabe l 1. Aspek-Aspek Reproduksi Domba Garut Jantan

Aspek Standar

Dewasa kelamin 6-8 bulan

Dewasa tubuh 18-24 bulan

Umur prod ukt if 6-8 tahun

Masa kawin Tidak mengenal musim

Sumber : Heriyadi et al. (2003)

Dewas a Kelamin pada Ternak Domba

Pada umumnya proses reproduksi terjadi setelah hewan mencapai masa pubertas atau dewasa kelamin. Proses reproduksi diatur oleh kelenjar-kelenjar endokrin dan hormon yang dihasilkan dalam tubuh hewan. Menurut Senger (1999) pubertas dapat didefinisikan secara umum seba gai ke mampuan untuk menyempurnakan reproduksi dengan baik. Ciri-ciri pubertas pada domba jantan yaitu dapat mengawini betina dan menghasilkan spermatozoa hidup di dalam semennya, sedangkan betina menunjuka n tanda-tanda berahi, tingkah laku kawin dan ovulasi (Wodzicka-Tomaszewska et al.,1991).

(5)

Penga ruh Zat Makanan terhadap Kualitas dan Kuantitas Spermatozoa Kualitas dan kuantitas pakan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produktivitas ternak. Pengaruh negatif dari kekurangan pakan terhadap organ reproduksi pada domba muda dapat bersifat permanen (Thalib et al., 2001).

Karbohidrat

Ketersediaan karbohidrat sangat penting dalam proses reproduksi domba jantan. Laktosa merupakan contoh karbohidrat golongan disakarida yang terdiri atas satu unit glukosa dan satu unit galaktosa yang dapat dimanfaatkan oleh spermatozoa da lam proses glikolisis dan siklus Krebs untuk menghasilkan energi berupa Adenosin Trifosfat (ATP). Adenosin Trifosfat dimanfaatkan oleh spermatozoa sebagai energi dalam proses pergerakan sehingga dapat tetap motil dan mempertahankan hidupnya (Garner dan Hafez, 2000).

Laktosa melindungi membran plasma sel spermatozoa karena pada bagian luar membran plasma terdapat karbohidrat yang berikatan dengan lipid (glikolipid) dan protein (glikoprotein) yang disebut selubung sel atau glikokaliks (Subowo, 1995). Menurut Aisen et al. (2002) golongan karbohidrat disakarida seperti laktosa berperan menggantikan posisi air pada permukaan membran plasma sel. Menurut Lehninger (1994) laktosa sebagai senyawa pereduksi memiliki fungsi yang mirip dengan senyawa antioksidan karena mampu meredam senyawa-senyawa pengoksidasi sehingga tidak membahayakan kehidupan spermatozoa. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Herdis (2005) didapatkan hasil bahwa penambahan karbohidrat di dalam ransum dapat menghasilkan kualitas semen pada domba garut yang lebih baik dibandingkan dengan ransum kontrol.

Lemak

(6)

Protein

Protein berfungsi sebagai zat pembe ntuk sel-sel spermatozoa. Menurut Toelihere (1993) protein dapat mempertahankan dan melindungi integritas selubung lipoprotein sel spermatozoa. Menurut Mayasari (2005) asam amino arginin dapat meningkatkan jumlah spermatozoa pada tikus putih dengan cara menghambat inhibitor glikolisis spermatozoa sehingga meningkatkan aktivitas metabolik hingga delapan kali lipat.

Menur ut Sudha et al. (2006) proses menahan inhibitor glikolisis pada sel spermatozoa akan meningkatkan ketersediaan energi sel spermatozoa sehingga memperbaiki spermatogenesis dan meningkatkan konsentrasi spermatozoa. Arginin dapat meningkatkan produksi Nitrit Oksidase yaitu suatu senya wa yang dapat melindungi sel spermatozoa dari kerusakan membran yang diakibatkan oleh lipid peroksidase.

Vitamin

Vitamin sangat penting dalam proses reproduksi domba jantan seperti vitamin E yang berfungsi sebagai antioksidan yang dapat mengikat senyawa radikal bebas. Vitamin E mempunyai kemampuan memutuskan berbagai rantai reaksi radikal bebas karena dapat memindahkan Hidrogen Fenolat pada radikal bebas dari asam lemak tidak jenuh ganda yang telah mengalami peroksidasi (Mayes, 1995). Semakin tinggi kandungan vitamin E dalam ransum maka motilitas spermatozoa semakin baik karena proses peroksidasi lipid yang terjadi dihambat dengan adanya vitamin E dengan cara mentransfer atom hidrogen ke radikal peroksil (Feradis, 1999).

Komponen Pe mbentuk Semen Domba

Campuran antara spermatozoa dan cairan plasma seminal disebut semen. Spermatozoa adalah sel padat yang tidak tumbuh dan membagi diri. Plasma seminal adalah campuran sekresi dari epididymis, vas deferens, prostata, vesicula seminalis, dan kelenjar cowper (Partodihardjo,1985).

(7)

spermatozoa terutama berada dalam saluran reproduksi betina dan sebagai buffer dalam alat kelamin betina (Garner dan Hafez, 2000). Karateristik dan komposisi kimia plasma seminal pada domba dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Karateristik da n Kompos isi Kimia Plasma Seminal pada Domba

Parameter Domba

Glyserilphopor il-Choline(GPC) 1650

Inositol 7 – 14

Protein (g/ 100 ml) 5

Sumber : Garner dan Hafez (2000)

Spermatogenesis

Proses pembentukan spermatozoa di dalam tubuli seminiferi testes disebut spermatogenesis. Siklus spermatogenesis pada ternak terdiri atas dua tahapan, yaitu spermatositogenesis, dan spermiogenesis (Gambar 2).

Kedua tahapan ini dicirikan oleh adanya pembelahan mitosis pada spermatogonia (2n) dan pembelahan meiosis pada spermatosit (n) dan metamorfosis dari spermatid tanpa ekor menjadi spermatozoa (n) dengan ekornya yang siap bergabung dengan oosit (n) dalam proses fertilisasi untuk membentuk mahluk baru (2n) yang mewarisi sifat-sifat genetik t etuanya.

(8)

Gambar 2. Spermatogenesis ( Sumber : Garner dan Hafez,2000)

Karakteristik Kualitas dan Kuantitas Semen Domba

Faktor yang harus dipe rhatika n unt uk menentuka n kualitas da n kua ntitas semen domba antara volume semen, pH semen, warna semen, konsistensi semen, gerakan massa spermatozoa, konsentrasi spermatozoa, motilitas spermatozoa, viabilitas spermatozoa, abnormalitas dan cytoplasmic droplet, dan HOS Test. Menurut Toelihere (1993) faktor yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas semen yang dihasilkan antara lain umur, ras, pakan, frekuensi, metode penampungan serta, kondisi lingkungan.

Volume Semen

Volume semen domba dipengaruhi oleh kandungan plasma seminalis yang terdapat dalam semen domba. Plasma seminalis merupakan sekresi epididimis dan kelenjar kelamin assesoris yaitu vesica seminalis, prostata, dan bulborethralis (Garner dan Hafez, 2000).

(9)

Demark(1985) jumlah semen yang dihasilkan seekor pejantan berhubungan erat dengan level protein dalam ransumnya.

pH semen

Nilai pH semen segar domba yang normal ya itu 5,9-7,3 (Garner dan Hafez, 2000), sedangkan nilai pH pada domba garut yaitu 6,98 ± 0,11 (Herdis, 2005). Semen dengan pH 6,8 menunjukkan fertilitas yang lebih baik dibandingkan dengan pH 7,3 dan 7,8 (Hastono et al., 2001). Terjadinya penurunan dan kenaikan pH disebabkan oleh akumulasi asam laktat hasil metabolisme karbohidrat, sedangkan peningkatan pH dapat disebabkan oleh kontaminasi bakteri atau banyaknya spermatozoa yang mati sehingga membentuk amoniak (Handarini, 2005).

Menurut Sardjito (2003), dalam suasana asam konsentrasi H+

Warna Semen

meningkat semakin tinggi sehingga menyebabkan gangguan metabolisme sel sehingga energi yang dihasilkan tidak optimal dan menurunkan daya hidup dari spermatozoa. Tidak terdapatnya perubahan yang nyata pada volume serta pH semen berarti bahwa kelenjar assesoris masih bisa bekerja sesuai fungsinya (Elya et al., 2010).

Warna semen segar sangat dipengaruhi oleh konsentrasi sperma yang terkandung di dalam semen. Semakin keruh biasanya jumlah spermatozoa per-mililiter semen semakin banyak (Partodihardjo, 1985). Semen segar normal memiliki warna seperti susu atau krem keputih-putiha n da n keruh (Toelihere, 1993). Ditemuka n juga hewan ya ng menghasilka n semen normal be rwarna kuni ng. Warna kuning merupakan warna yang normal dan tidak berpengaruh jelek terhadap spermatozoa dan tidak mempengaruhi fertilitas pejantan. Zat warna riboflavin dalam semen akan kehilangan zat warna karena sinar alam dan sinar buatan. Sebagian dari zat warna di dalam cairan vesicula seminalis adalah flavin, Adeneisoalloazine Dinucleotide (Salisbury dan VanDemark, 1985).

Konsistensi Semen

(10)

krem dan kental menunjukkan tingginya konsentrasi spermatozoa, sedangkan konsentrasi renda h ditandai de ngan warna semen seperti air susu.

Gerakan Massa Spermatozoa

Gerakan massa merupakan cerminan dari motilitas dan konsentrasi spermatozoa. Kecepatan bergeraknya satu kelompok spermatozoa membe ntuk gelombang-gelombang tergantung dari konsentrasi, motilitas, dan abnormalitas (Toelihere,1993). Spermatozoa dalam suatu kelompok memiliki kecenderungan untuk bergerak bersama-sama ke satu arah dan membentuk gelombang-gelombang yang tebal atau tipis, bergerak cepat atau lambat tergantung dari konsentrasi sperma hidup di dalamnya. Semakin besar pergerakan gelombang yang terjadi, semakin tinggi motilitas dan konsentrasi spermatozoa.

Konsentrasi Spermatozoa

Konsentrasi spermatozoa domba yang normal adalah 2x109–3x109/ml (Garner dan Hafez, 2000), sedangkan konsentrasi spermatozoa pada domba garut adalah 3,242±0,535 x109

Motilitas Spermatozoa

(Herdis, 2005). Konsentrasi spermatozoa dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah kematangan seksual pejantan, volume ejakulat, interval penampungan, kualitas pakan, kesehatan reproduksi, besar testis, umur, musim, dan perbedaan geografis (Salisbury dan VanDemark , 1985).

Motilitas spermatozoa pada semen segar domba mempunyai rata-rata sekitar 60%-80% (Garner dan Hafez, 2000), sedangkan motilitas spermatozoa pada domba garut adalah 72,5±2,74% (Herdis, 2005). Motilitas spermatozoa sangat sensitif terhadap panas yang berlebihan dan keberadaan benda asing serta bahan-bahan kimia yang dapat mengganggu kelangsungan hidup spermatozoa (Ax et al., 2000).

Motilitas juga digunakan sebagai ukuran kesanggupan spermatozoa untuk membuahi (Toelihere, 1993). Menurut Nuranti (2005) penurunan laju motilitas spermatozoa disebabkan karena energi spermatozoa berkurang akibat proses metabolisme yang terus berjalan dan dipengaruhi oleh pengenceran semen yang dapat menyebabkan rusaknya membran plasma.

(11)

spermatozoa, ketersediaan energi, dan kemampuan bertahan terhadap benda asing) dan faktor eksogen (lingkungan, stimulan, dan inhibitor). Preparasi semen pasca penampungan, kondisi panas yang berlebihan, pengaruh kimia dan benda asing dapat menurunkan gerak progresif spermatozoa domba (Toelihere, 1993).

Viabilitas Spermatozoa

Persentase hidup spermatozoa menggambarkan spermatozoa yang hidup pada saat dicampur dengan zat warna yang menyebabkan perbedaan afinitas zat warna antara sel-sel spermatozoa yang mati da n hidup (Garner da n Hafez, 2000). Viabilitas semen segar domba garut sebesar 84,5±2,74% (Herdis, 2005). Spermatozoa yang mati akan menyerap warna sedangkan yang hidup tidak menyerap warna. Hal ini dikarenakan pada spermatozoa yang hidup permeabilitas selnya masih aktif sehingga tidak akan menyerap warna yang masuk.

Abnormal itas dan Cytoplas mic D roplet

Cuaca panas akan meningkatkan spermatozoa abnormal pada ternak domba (Rege, 2000). Abnormalitas semen segar domba sebesar 5%-20% (Garner dan Hafez, 2000), sedangkan abnormalitas pada domba garut adalah 2,5±0,84% (Herdis, 2005). Semen domba yang fertil secara normal tidak boleh mengandung lebih dari 15% spermatozoa abnormal (Ax et al., 2000). Menurut Bearden dan Fuquay (1997), angka morfologi abnormal 8%-10% tidak memberi pengaruh yang cukup berarti bagi fertilitas, namun jika abnormalitas lebih dari 25% dari satu ejakulat maka penurunan fertilitas tidak dapat diantisipasi.

Abnormalitas spermatozoa terbagi atas 2 tipe yaitu abnormalitas primer dan abnormalitas sekunder. Abnormalitas primer adalah segala bentuk perubahan yang terjadi pada saat proses spermatogenesis di tubuli seminiferi. Abnormalitas sekunder terjadi setelah spermatozoa meninggalkan tubuli seminiferi (Barth dan Oko, 1989).

(12)

hilang sama sekali dari sel spermatozoa (Toelihere, 1993). Menurut Rizal (2005) cytoplasmic droplet pada domba jantan yang sudah dewasa kelamin adalah 8,5%.

Limbah Kulit Kecambah Tauge

Limbah tauge adalah bagian dari tauge yang tidak dikonsumsi oleh manusia, yaitu berupa kulit tauge atau tudung atau lebih dikenal dengan angkup tauge yang berwarna hijau. Limbah tauge biasanya bercampur dengan sedikit potongan-potongan ekor tauge dan kepala tauge yang tidak utuh. Limbah tauge pada umumnya termasuk limbah pasar, terutama pasar sayuran pagi, sehingga limbahnya merupakan bagian dari limbah pasar. Limbah tauge dihasilkan dari kacang hijau yang mengalami perubahan secara fisik dan kimia menjadi tauge, kemudian dilakukan pengayakan tauge di pasar sebelum dijual ke konsumen.

Total produksi tauge di daerah Bogor sekitar 6,5 ton/hari dan berpeluang untuk menghasilkan limbah tauge sebesar 1,5 ton/hari (Rahayu et al., 2010). Limbah tauge sudah mulai dipergunakan oleh peternak di Indonesia khususnya kota Bogor untuk pakan ternak. Peternak umumnya memberikan limbah tauge dalam bentuk segar kepada ternaknya tanpa mengalami proses pengolahan terlebih dahulu.

(13)

Tabe l 3. Kandungan Zat Makanan Limbah Tauge Berdasarkan Bahan Kering

Sumber : Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan (2011)

Secara kualitatif berdasarkan uji laboratorium menunjukkan bahwa limbah tauge memiliki kandungan nutrisi yang cukup baik, yaitu mengandung protein kasar (PK) sebesar ± 13%-14%, serat kasar 49,44% dan TDN sebesar 64,65% (Rahayu et al., 2010). Kadar air limbah tauge adalah 65%-70% dan ka ndungan energi metabolis sebesar 3737 kcal/kg (Saenab, 2010). Pada limbah tauge terkandung vitamin E yang berguna sebagai antioksidan bagi spermatozoa yaitu 1,5287 mg/10g (Zakaria et al., 1997) dan arginin 1,672gram/100gram (USDA, 2007). Vitamin E mempunyai kemampuan memutuskan berbagai rantai reaksi radikal bebas pada spermatozoa karena dapat memindahkan hidrogen fenolat pada radikal bebas dari asam lemak tidak jenuh ganda yang telah mengalami peroksidasi (Mayes,1995).

Indigofera Sp.

Indigofera sp. merupakan tanaman leguminosa dengan genus Indigofera dan memiliki 700 spesies yang tersebar mulai dari benua Afrika, Asia, Australia, dan Amerika Utara. Jenis leguminosa pohon ini cocok dikembangkan di Indonesia karena toleran terhadap musim kering, genangan air, dan tahan terhadap salinitas (Hassen et al., 2007). Produktivitas indigofera Sp. mencapai 2,6 ton bahan kering/ha/panen (Hassen et al., 2006)

(14)

Gambar 4. Indigofera Sp.

(Sumber : Tapsoba dan Deschamps, 2006)

Perlakuan pemupukan pada daun mengakibatkan peningkatan nilai cerna (in vitro) menjadi 70%-80% untuk kecernaan bahan kering dan 67%-73% untuk kecernaan bahan organik (Abdullah, 2010). Nilai kecernaan bahan kering daun Indigofera sp. yang diberikan sebanyak 45% dari total ransum kambing Boerka adalah 60% (Tarigan, 2009). Pada Indigofera terkandung berbagai jenis asam amino, salah satunya adalah arginin. Menurut Abdullah (2010) kandungan arginin di dalam Indigofera Sp. adalah 0,1gram/100gram. Menurut Mayasari (2005) asam amino arginin dapat meningkatkan jumlah spermatozoa dengan cara menghambat inhibitor glikolisis spermatozoa sehingga meningkatkan aktivitas metabolik hingga delapan kali lipat.

Tabe l 4. Kandungan Zat Makanan Legum IndigoferaBerdasarkan Bahan Kering

Zat makanan Komposisi (%)

Bahan Kering 32

Abu 12,50

Protein Kasar 27,88

Serat Kasar 32,73

Lemak Kasar 1,48

Beta-N 25,41

Ca 4,65

P 0,58

(15)
(16)

MATERI DAN METOD E Waktu dan Lokas i

Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2011 di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Unit Rehabilitasi Reproduksi, Bagian Reproduksi dan Kebidanan Fakultas Kedokteran Hewan, Insitut Pertanian Bogor.

Materi Ternak

Ternak yang digunakan sebanyak 8 ekor domba garut jantan berumur sekitar 11 bulan dengan bobot badan 26,575±3,54 kg yang sudah dipelihara selama 3 bulan dengan pemberian ransum komplit yang mengandung limbah tauge dan Indigofera Sp sebagai sumber hijauan.

Bahan dan Peralatan

Bahan yang digunakan pada saat penelitian adalah: aquadest, NaCl fisiologis, NaCl 3%, pewarna negrosin, alkohol, dan tisu.

Peralatan yang digunakan kandang individu berukuran 1,5 x 0,75 m yang dilengkapi dengan tempat pakan dan air minum, vagina buatan, spo it, tabung reaksi, rak tempat tabung, termometer, gelas piala, gelas erlemeyer, pipet tetes, gelas ukur, gelas objek, gelas penutup, counting chamber, pH meter, bunsen, mikroskop cahaya, dan lemari es.

Ransum

(17)

R1 R2

Gambar 5. Pellet R1 (Indigofera Sp) dan Pellet R2 (limbah Tauge)

Tabe l 5. K ompo sisi Bahan Paka n Ransum Penelitian Berdasarkan Bahan Kering

Bahan Pakan

Keterangan: R1: Ransum Indigofera Sp. R2: Ransum Limbah Tauge

Tabe l 6. Komposisi Zat Makanan RansumPenelitianBerdasarkan Bahan Kering

(18)

Pros edur Penga mbilan Sampel Semen

Pengambilan sampel semen dilakukan sebanyak 3 kali dengan selang waktu 2 hari. Pada saat pengambilan sampel semen digunakan domba betina sebagai teasers (pemancing libido pejantan)(Gambar 6). Sampel diambil dengan menggunakan vagina buatan dan langsung dibawa ke laboratorium untuk dianalisis.

Gambar 6. Proses Pengambilan Sampel Semen

Pemeriksaan Makroskopis

Pemeriksaan makroskopis dilakukan dengan cara pengamatan langsung tanpa menggunakan mikroskop. Evaluasi semen secara makroskopis meliputi pemeriksaan volume, pH, warna, dan konsistensi.

a. Pengukuran vol ume

Semen ditampung seluruhnya dalam tabung penampung yang bermulut lebar untuk sekali ejakulasi ke mudian volume di dalam tabung diukur dengan gelas ukur yang mempunyai skala volume 0,1 ml kemudian dibaca hasil yang ditunj uka n oleh ska la.

b. Kadar pH

(19)

c. Warna Semen

Semen yang ada di dalam tabung reaksi diamati dengan menggunakan latar be laka ng putih da n dilakuka n di tempa t yang mempunyai penerangan cukup.

d. Konsistensi

Tabung yang berisi semen dimiringka n 45o

Pemeriksaan Mikroskopis

dan dikembalikan seperti semula. Kecepatan semen kembali ke dasar tabung diamati. Jika cepat maka konsistensi semen cair dan jika lambat maka konsistensi semen kental.

Pemeriksaan mikroskopis dilakukan dengan cara pengamatan menggunakan mikroskop. Evaluasi semen secara mikroskop is meliputi gerakan massa spermatozoa, konsentrasi spermatozoa, gerakan individu (motilitas) spermatozoa, persentase spermatozoa hidup (viabilitas), persentase spermatozoa abnormal, dan HOS test.

a. Gerakan massa

Gerakan massa diamati dengan cara meneteskan satu tetes semen ke mudian diletakkan pada gelas objek yang steril. Sampel diamati menggunakan mikroskop dengan pembesaran 100 kali terhadap pergerakan massa spermatozoa. Gerakan massa digolongkan menjadi sangat baik (+++) jika banyak gelombang gelap, tebal, dan aktif ; baik (++) jika gelombang kecil-kecil, tipis, jarang, dan lambat; cukup (+) jika hanya terlihat gerakan individu, dan buruk (0) jika sedikit atau tidak ada gerakan individu (Toelihere, 1993).

b. Konsentras i

(20)

sisi saja (kiri dan atas atau kanan dan bawah). Kemudian dihitung dengan

10.000 = Faktor koreksi yang dibutuhkan karena di dalam cover slip .0001 ml per chamber.

c.Motilitas

Semen diambil dengan pipet plastik kemudian diteteskan pada objek glass sebanyak satu tetes dan ditambahkan NaCl fisiologis sebanyak satu tetes. Campuran tersebut ditutup de ngan cover glass. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan mikroskop pembesaran 400 kali pada 5 lapang pandang yang berbeda. Penilaian diberikan dalam kisaran angka 0 – 100% dengan skala kenaikan 5 persen.

d.Viabilitas

Gelas objek yang bersih dan bebas lemak disiapkan sebanyak 3 buah. Pada gelas objek yang pertama diteteskan negrosin sebanyak 1 tetes dan dicampurkan semen sebanyak 8 tetes. Negrosin dan semen kemudian dihomogenka n. Gelas objek kedua digunakan untuk mengambil sedikit campuran di ujungnya dan diulas pada gelas objek ketiga. Gelas objek ketiga kemudian dikeringkan di bunsen selama 10-15 detik. Preparat ulas yang sudah dibuat diamati di mikroskop. Evaluasi dilakuka n terhadap minimal 200 spermatozoa pada 10 lapang pandang. Spermatozoa hidup tidak menyerap warna, sedangkan spermatozoa mati menyerap zat warna.

e. Abnormalitas dan Cytoplasmic Droplet

(21)

Gambar 7. Abnormalitas Spermatozoa Domba (Sumber :Tomaswzewka, 1991)

e. HOS test

(22)

spermatozoa. Spermatozoa yang memiliki membran utuh pada bagian ekor akan terlihat melengkung sedangkan spermatozoa yang tidak mempunyai membran pada bagian ekor akan terlihat lurus (Gambar 8).

Gambar 8. Spermatozoa yang Memiliki Membran Utuh (Sumber: Chanapiwatet al., 2009)

Rancanga n Percobaa n dan Analisis Data Model

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)(4x2). Perlakuan yang dibe rikan adalah dua perlakuan de ngan ransum komplit R1 (30% Indigofera Sp.) dan R2 (30% limbah tauge).

Model matematika rancangan menurut Steel dan Torrie (1993) adalah : Yij = µ + αi + εij

Keterangan: µ = rataan umum αi = efek perlakuan ke-i

(23)

Peubah ya ng Diamat i

Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah kualitas semen domba garut yaitu kualitas secara makroskopis (volume semen, pH semen, konsistensi semen, dan warna semen) dan kualitas secara mikroskop is (Gerakan massa spermatozoa, konsentrasi spermatozoa, motilitas spermatozoa, viabilitas spermatozoa, abnormalitas spermatozoa, cytoplasmic droplet dan HOS test).

Analisis Data

(24)

HASIL DAN PEMBAHASAN Volume Semen Domba

Pengukuran volume semen domba dilakukan untuk mengetahui jumlah semen yang dihasilkan oleh satu ekor domba dalam satu kali ejakulat. Volume semen domba dipengaruhi oleh kandungan plasma seminalis. Plasma seminalis merupakan sekresi epididimis dan kelenjar assesoris yaitu vesica seminalis, prostata, dan bulborethralis (Garner dan Hafez, 2000). Hasil rataan volume semen domba pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabe l 7. Nilai Rataan Volume Semen Domba

Ransum Rataan Volume (ml)

R1 0,53 ± 0,12

R2 0,65 ± 0,20

Rujuka n 1,11 ± 0,40(*)

Keterangan: R1: Ransum Indigofera Sp. R2: Ransum Limbah Tauge

(*)

Berdasarkan hasil uji T, rataan volume semen tidak berbeda antara kedua perlakuan. Volume semen domba yang dihasilkan pada penelitian ini berada di bawah kisaran semen domba Garut normal menurut Herdis (2005) yaitu 1,11 ± 0,40 ml. Volume yang rendah ini diduga berkaitan dengan konsumsi protein kasar domba penelitian. Menurut NRC (2007) domba dengan bobot hidup 30 kg harus mengonsumsi protein kasar sekitar 192 gram/ekor/hari, sedangkan konsumsi protein domba penelitian untuk ransum komplit yang mengandung Indigofera Sp. adalah 134±23gram/eko r/hari dan ransum ko mplit yang mengandung limba h tauge sebesar 184±29 gram/ekor /hari. Konsumsi protein kasar yang masih di bawah standar kebutuhan protein menurut NRC (2007) menyebabkan volume semen domba yang dihasilkan masih rendah. Pernyataan ini didukung oleh pendapat dari Salisbury dan Van Demark (1985) yang menyatakan volume semen yang dihasilkan seekor pejantan berhubungan erat konsumsi protein dari domba tersebut.

: Herdis (2005)

(25)

hidup pokok dan pertumbuhan sehingga hasil volume yang diejakulasikan oleh domba masih di bawah kisaran semen domba garut normal menurut Herdis (2005)

Konsentras i Spermatozoa

Konsentrasi spermatozoa adalah jumlah spermatozoa yang terkandung dalam satu ml ejakulat. Semakin tinggi konsentrasi spermatozoa dalam satu ml ejakulat, maka semakin tinggi tingkat fertilitasnya. Rataan konsentrasi spermatozoa yang dihasilkan pada penelitian dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabe l 8. Nilai Rataan Konsentrasi Semen Domba

Ransum Rataan Konsentrasi (juta/ml)

R1 3806,13± 1578

R2 4387,50 ± 2307

Rujuka n 3242 ± 535(*)

Keterangan: R1: Ransum Indigofera Sp. R2: Ransum Limbah Tauge

(*)

Berdasarkan hasil uji T, rataan konsentrasi spermatozoa tidak berbeda antara kedua perlakuan. Konsentrasi spermatozoa yang dihasilkan pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan hasil konsentrasi spermatozoa domba garut menurut Herdis (2005) yaitu 3242 ± 535 juta/ml.

: Herdis (2005)

(26)

akan meningkatkan ketersediaan energi sel spermatozoa sehingga memperbaiki spermatogenesis dan meningkatkan konsentrasi spermatozoa.

Nilai pH, Warna, Konsitensi, dan Gerakan Massa Semen

Nilai pH, warna, konsistensi, dan gerakan massa memiliki keterkaitan dengan konsentrasi spermatozoa. Nilai pH, warna, konsistensi, dan gerakan massa semen dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabe l 9. Nilai pH, Warna, Konsistensi, Gerakan Massa Semen Domba

R1 R2 Rujuka n(*)

pH 6,88 6,88 5,9-7,3

Warna Krem Krem Krem

Konsistensi Kental Kental Kental

Gerakan Massa +++ +++ +++

Keterangan: R1: Ransum Indigofera Sp. R2: Ransum Limbah Tauge (*) : Garner dan Hafez (2000)

pH Se men Domba

Nilai pH semen yang dihasilkan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabe l 9. Nilai pH yang didapat berada dalamkisaran nilai pH semen oleh Garner dan Hafez (2000) yaitu 5,9-7,3. Plasma seminalis merupakan media yang bersifat netral dan mengandung energi yang dibutuhkan oleh spermatozoa. Salah satu fungsi dari plasma seminalis adalah sebagai buffer bagi spermatozoa sehingga pH semen harus bersifat netral.

Nilai pH semen yang netral menandakan bahwa kelenjar assesoris yang mengsekresikan plasma seminal berfungsi dengan baik. Semakin rendah atau semakin tinggi pH semen dari kisaran normal dapat membuat spermatozoa lebih cepat mati. Nilai pH yang netral menandakan metabolisme aktif spermatozoa berjalan dengan baik, kedua bahan yang terkandung dalam ransum komplit dapat menyediakan zat makanan yang dapat mendukung proses metabolisme spermatozoa secara normal.

Warna dan Konsistensi Semen Domba

(27)

berwarna krem dan kental. Hasil warna dan konsistensi pada penelitian ini berkorelasi positif dengan konsentrasi spermatozoa yang dihasilkan (Tabel 8). Pernyataan ini didukung oleh Partodihardjo (1985) bahwa warna semen sangat dipengaruhi oleh konsentrasi spermatozoa yang terkandung di dalam semen dan oleh Garner dan Hafez (2000) bahwa semakin kental semen domba maka konsentrasi spermatozoa semakin tinggi. Dengan mengamati warna dan konsistensi semen yang dihasilkan oleh domba maka dapat diduga konsentrasi spermatozoa yang terkandung di dalam semen domba tersebut.

Gerakan Massa Spermatozoa Domba

Gerakan massa merupakan cerminan dari motilitas dan konsentrasi spermatozoa. Gerakan massa spermatozoa yang dihasilkan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 9. Gerakan massa spermatozoa yang didapat telah sesuai dengan hasil gerakan massa menurut Garner da n Hafez (2000) yaitu +++ (sangat ba ik). Semen domba yang memiliki nilai +++ (sangat baik) mengandung konsentrasi yang tinggi sehingga membentuk seperti kumpulan awan hitam dan memiliki motilitas yang tinggi yang bergerak sangat cepat.

Kebutuhan nutrien untuk bergerak dan memproduksi spermatozoa diduga tersedia dalam jumlah yang banyak maka gerakan massa yang dihasilkan +++ (sangat baik). Gerakan massa spermatozoa yang didapat diduga dipengaruhi oleh kandungan zat makanan yang terdapat pada kedua ransum komplit seperti karbohidrat, lemak dan protein. Kandungan karbohidrat dalam ransum dapat membentuk energi dalam bentuk Adenosin Triphospate yang dihasilkan melalui proses glikolisis dan siklus krebs, sedangkan lemak dan protein dapat digunakan oleh organ reproduksi untuk memproduksi spermatozoa dan membentuk membran spermatozoa.

Motilitas Spermatozoa

(28)

Tabe l 10. Nilai Rataan Motilitas Semen Domba

Ransum Rataan Motilitas (%)

R1 79,38 ± 3,04

R2 78,75 ± 2,26

Rujuka n 72,50 ± 2,74(*)

Keterangan: R1: Ransum Indigofera Sp. R2: Ransum Limbah Tauge

(*)

: Herdis (2005)

Berdasarkan hasil uji T, rataan motilitas semen tidak berbeda antara kedua perlakuan. Motilitas spermatozoa yang dihasilkan sudah sesuai dengan hasil motilitas semen segar do mba garut yang ditetapka n oleh Herdis (2005 ) yaitu 72,50 ± 2,74%. Rataan motilitas yang didapat diduga dipengaruhi oleh kandungan zat makanan yang terkandung di dalam ransum, seperti pernyataan Garner dan Hafez (2000) bahwa kandungan zat makanan pada ransum menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat motilitas.

Karbohidrat merupakan salah satu zat makanan yang terkandung di dalam ransum. Penelitian terkait hubungan karbohidrat dan kualitas spermatozoa dilakukan oleh Herdis (2005) pada domba garut yang menyimpulkan bahwa penambahan karbohidrat pada pakan domba garut dapat meningkatkan kualitas spermatozoa yang dihasilkan. Karbohidrat dalam bentuk laktosa dapat menyediakan energi yang dibutuhkan oleh spermatozoa melalui siklus krebs dan glikolisis sehingga dihasilkan Adenosin Trifosfat (ATP). Adenosin Trifosfat dimanfaatkan oleh spermatozoa sebagai energi dalam proses pergerakan sehingga dapat tetap motil dan mempertahankan hidupnya (Garner dan Hafez, 2000).

Viabilitas Spermatozoa

(29)

Tabe l 11. Nilai Rataan Viabilitas Semen Domba

Ransum Rataan Viabilitas (%)

R1 82,93 ± 2,78

Berdasarkan hasil uji T, rataan viabilitas tidak berbeda antara kedua perlakuan. Viabilitas spermatozoa yang dihasilkan sudah memenuhi hasil viabilitas semen segar domba garut menurut Herdis (2005) yaitu 84,50 ± 2,74%. Viabilitas spermatozoa yang didapat diduga dipengaruhi oleh kandungan zat makanan yang terkandung di dalam ransum seperti karbohidrat.

Kandungan karbohidrat di dalam ransum diduga dipergunakan oleh spermatozoa untuk bertahan hidup. Pernyataan ini didukung oleh Subowo (1995) yang menyataka n ba hwa karbohidrat dalam bentuk laktosa melindungi membran plasma sel spermatozoa dengan cara berikatan dengan lipid (glikolipid) dan protein (glikoprotein) sehingga membentuk selubung sel atau glikokaliks dan melindungi spermatozoa.

Kandungan zat maka nan lain seperti phospolipid dan kolesterol juga diduga mempengaruhi viabilitas spermatozoa yang dihasilkan. Pengaruh phospolipid terhadap viabilitas sudah dilakukan oleh Situmorang (2003) dan hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa phospolipid dapat meningkatka n da ya tahan hidup spermatozoa, sedangkan pengaruh kolesterol terhadap viabilitas dilakukan oleh Voet dan Voet (1990 ) dan hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa kolesterol merupakan faktor penting dalam mempertahankan sifat-sifat membran spermatozoa.

Abnormal itas dan Cytoplasmic Droplet Spermatozoa

(30)

Tabe l 12. Nilai Rataan Abnormalitas dan Cytoplasmic Droplet Semen Domba

Ransum Rataan Abnormalitas (%) Rataan C. Droplet (%)

R1 20,71 ± 6,25 0,83 ± 0,588

R2 30,54 ± 16,6 1,12 ± 0,911

Rujuka n 2,50 ± 0,84 (1) 8,5 (2) Keterangan: R1: Ransum Indigofera Sp. R2: Ransum Limbah Tauge

(1): Herdis (2005) (2) : Rizal (2005)

Berdasarkan hasil uji T, rataan abnormalitas dan cytoplasmic droplet semen tidak berbeda antara kedua perlakuan. Abnormalitas spermatozoa yang dihasilkan pada penelitian ini masih lebih tinggi dari hasil abnormalitas semen segar domba garut menurut Herdis (2005) yaitu 2,50 ± 0,84 %. Spermatozoa yang memiliki abnormalitas yang tinggi akan memiliki peluang fertilisasi yang kecil. Pernyataan ini didukung oleh pendapat dari Ax et al. (2000) bahwa semen domba yang fertil secara normal tidak boleh mengandung lebih dari 15% spermatozoa abnormal. Tingginya abnormalitas spermatozoa yang dihasilkan diduga karena domba yang digunakan pada saat penelitian masih berumur muda sehingga alat reproduksinya belum berkembang secara matang. Jenis abnormalitas yang banyak ditemukan pada saat penelitian adalah abnormalitas sekunder seperti ekor spermatozoa yang putus.

Karena penelitian ini menggunakan domba muda maka dilakukan pengamatan terhadap butiran sitoplasmanya (cytoplasmic droplet) untuk mengamati ada/tidak spermatozoa muda yang dihasilka n. Proses pematangan spermatozoa ditandai oleh berpindahnya posisi butiran sitoplasma dari bagian proksimal ke arah distal ekor atau hilang sama sekali dari sel spermatozoa (Toelihere, 1993). Cytoplasmic droplet spermatozoa yang dihasilkan pada penelitian ini lebih rendah dari hasil cytoplasmic droplet menurut Rizal (2005) yaitu 8,5%.

HOS Test Spermatozoa

(31)

Tabe l 13. Nilai Rataan HOS Test Semen Domba

Ransum Rataan HOS Test (%)

R1 73,3 ±12,8

R2 66,6 ± 10,9

Rujuka n 83,8 ± 2,22(*)

Keterangan: R1: Ransum Indigofera Sp. R2: Ransum Limbah Tauge

(*)

: Herdis (2005)

Berdasarkan hasil uji T, rataan HOS Test semen tidak berbeda antara kedua perlakuan. HOS test yang dihasilkan pada penelitian ini lebih rendah dari hasil semen segar domba garut oleh Herdis (2005) yaitu 83,8±2,22%, tetapi hasil HOS test tersebut masih dikategorikan fertil. Pernyataan ini didukung oleh pernyataan Revell dan Mrode (1994) ba hwa persentase HOS test semen segar yang lebih dari 60% dikategorikan sebagai semen yang fertil.

(32)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Pemberian ransum komplit yang mengandung 30% limbah tauge atau Indigofera Sp. pada domba garut menghasilkan nilai pH, warna semen, konsistensi semen, gerakan massa spermatozoa, motilitas spermatozoa, viabilitas spermatozoa, cytoplasmic droplet yang sesuai dengan data dasar semen segar domba pada umumnya, tetapi volume semen, abnormalitas spermatozoa, dan HOS Test memiliki nilai yang kurang memenuhi ketentuan kualitas semen domba.

Saran

(33)

GAMBARAN KUALITAS SPERMATOZOA

DOMBA GARUT

DENGAN PEMBERIAN RANSUM KOMPLIT YANG

MENGANDUNG LIMBAH TAUGE DAN

INDIGOFERA Sp.

SKRIPSI

DEVIDE MARIC HERSAD E

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(34)

GAMBARAN KUALITAS SPERMATOZOA

DOMBA GARUT

DENGAN PEMBERIAN RANSUM KOMPLIT YANG

MENGANDUNG LIMBAH TAUGE DAN

INDIGOFERA Sp.

SKRIPSI

DEVIDE MARIC HERSAD E

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(35)

RINGKASAN

DEVIDE MARIC HERSADE. D24080098. 2012. Gambaran Kualitas Spermatozoa Domba Garut denga n Pe mberian Ransum Komplit yang Mengan dung Limbah Tauge dan Indigofera Sp. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Ir. Lilis Khot ijah, M.Si.

Pembimbing Anggota : Prof. Dr. drh. M. Agus Setiadi

Daging domba semakin digemari oleh masyarakat. Sistem pembibitan terarah merupakan salah satu cara untuk menjaga ketersediaan daging domba di masyarakat. Kualitas do mba jantan khususnya kualitas semen do mba menjadi salah satu faktor yang menentuka n keberhasilan program pembibitan terarah. Pakan yang diberikan pada domba harus mengandung nutrien yang cukup sehingga menghasilkan semen domba yang berkualitas. Bahan pakan tersebut tidak harus berasal dari pakan yang mahal tetapi bisa berasal dari limbah pertanian seperti limbah tauge dan bahan yang inkonvensional seperti Indigofera Sp. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mempelajari pengaruh ransum yang mengandung Indigofera Sp. dan limbah tauge terhadap kualitas spermatozoa domba garut secara makroskopis dan mikroskopis.

Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2011 di Laboratorium Lapang Ruminansia Kecil Blok B Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan dan Unit Rehabilitasi dan Reproduksi Fakultas Kedokteran Hewan. Penelitian ini terdiri atas dua perlakuan dan empat ulangan. Perlakuan berdasarkan perbedaan jenis bahan pakan yang diberikan yaitu R1 (30% Indigofera) dan R2 (30% limbah tauge). Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap kemudian dianalisa dengan uji T. Lama pengambilan data dilakukan selama satu minggu menggunakan vagina buatan dan langsung dianalisis karena umur spermatozoa yang singkat. Semen dianalisis secara makroskopis (warna, volume, pH, konsistensi) dan mikroskopis (konsentrasi, gerakan massa, viabilitas, motilitas, abnormalitas, sitoplasmic droplet, da n HOS test).

Hasil analisis makroskopis semen domba penelitian menghasilkan kualitas yang sesuai de ngan standar yang ditetapka n. Hasil persentase motilitas, viabilitas, dan abnormalitas semen domba yang diberi pakan limbah tauge adalah 78,75%, 83,7% , dan 30,54% dan domba yang diberi pakan Indigofera Sp adalah 79,375%, 82,925%, dan 20,71%. dapat disimpulkan bahwa pemberian ransum komplit yang mengandung limbah tauge dan Indigofera Sp. dapat menghasilkan semen domba dengan kualitas yang sama dan memenuhi standar, tetapi masih menghasilkan nilai abnormalitas yang masih tinggi.

(36)

ABSTRACT

The Qual ity o f Spe rmatozoa Garut’s Sheep with The Complete Feed Containing Waste Bean Sprouts or Indigofera Sp .

D. M. Hersade , L. Khotijah, and M. A. Setiadi

The expe riment was conducted to analyse the influence of Indigofera Sp and waste bean sprout on sperm quality young garut’s sheep. This research was conducted in September 2011 in Small Ruminants Airy Laboratory Block B Department Animal Production and Technology and Reproduction and Rehabilitation Unit of the Faculty of Veterinary Medicine. This experiment consists of two treatments and four replications. The treatments used different kind of feed materials such as R1 (30 % Indigofera Sp) or R2(30 % waste bean sprouts) then analysed b y T test. Semen collection was do ne in one week. Semen was analyzed macroscopically (colour, volume, pH, consistency) and microscopically (concentration, mass movement, viability, motility, abnormality, cytoplasm droplet, and HOS test). Result of semen analysis were compered with several result on garut’s semen quality from several researchs. Result of the mortality, viability, and abnormality were no significant different between sheep treated fed waste bean sprouts and Indigofera sp. (78,75%; 83,7%; and 30,54% vs 79,38%; 82, 93%; and 20,71%) respectively. It can be concluded that both feed materials (waste bean sprouts or Indigofera Sp.) have the same capabilities in improving the quality of the semen. However result of semen quality still have high abnormality due to sheep were used in this experiment were still immature sexualy.

(37)

GAMBARAN KUALITAS

SPERMATOZOA

DOMBA GARUT

DENGAN PEMBERIAN RANSUM KOMPLIT YANG

MENGANDUNG LIMBAH TOGE DAN

INDIGOFERA Sp

DEVIDE MARIC HERSAD E D24080098

Skripsi ini merupakan salah sat u syarat untuk me mperoleh ge lar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pe rtanian Bogo r

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(38)

Judul Skripsi : Gambaran Kualitas Spermatozoa Domba Garut dengan Pemberian Ransum Komplit yang Mengandung Limbah Tauge dan Indigofera Sp.

Nama : Devide Maric Hersade

NIM : D24080098

Menyetujui :

Pembimbing Utama: Pembimbing Anggota:

Ir. Lilis Khotijah, M.Si. Prof. Dr. drh. M. Agus Setiadi NIP. 19660703 1992032 003 NIP. 19640810 198903 1 003

Mengetahui, Ketua Departemen

Ilmu Nutrisi da n Teknologi Paka n

Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc.Agr. NIP. 19670506 199103 1 001

(39)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Padang pada tanggal 1 Maret 1991 dari pasangan Herman Soehardjo dan Sari Dewi. Penulis mengawali pendidikan dasarnya di Sekolah Dasar Santa Agnes Padang pada tahun 1997 dan diselesaikan pada tahun 2003. Pendidikan lanjutan pertama dimulai oleh penulis pada tahun 2003 di Sekolah Menengah Pertama Maria Padang dan diselesaikan pada tahun 2006. Penulis kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas DonBosco

Padang pada tahun 2006 dan diterima di acceleration classs sehingga penulis dapat menyelesaikan SMA hanya 2 tahun pada tahun 2008.

Penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008 melalui program USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).

Penulis selama menjadi mahasiswa banyak mengikuti kegiatan kepanitiaan yang ada di Institut Pertanian Bogor seperti Koordinator Logstran acara Paskah Mahasiswa Katolik se-Jabodetabek 2010, Koordinator Logstran Natal Fapet IPB 2011, Koordinator Logstran Acara Natal Civa IPB 2012, Ketua Acara “Buka Puasa Bareng Warga INTP45”. Penulis juga terdaftar sebagai asisten praktikum mata kuliah Fisiologi Nutrisi dan Teknik Formulasi Ransum dan Sistem Informasi Pakan, Fakultas Peternakan pada tahun 2012.

(40)

KATA PENGAN TAR

Puji da n syukur penul is pa njatka n ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia dan rahmat-Nya sehingga penelitian dan penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi ini berjudul “Gambaran Kualitas Spe rmatozoa Domba Garut denga n Pe mberian Ransum Komplit ya ng Mengan dung Limbah Tauge dan Indigofera Sp.”. Skripsi ini ditulis berdasarkan hasil penelitian Proyek Unggulan Fakultas Peternakan yang penulis lakukan pada bulan September 2011 di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B, Fakultas Peternaka n, Institut Pertanian Bogor seda ngka n eva luasi kualitas semen dilakuka n di Laboratorium Unit Rehabilitasi Reproduksi Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Daging domba semakin digemari oleh masyarakat. Sistem pembibitan terarah merupakan salah satu cara untuk menjaga ketersediaan daging domba di masyarakat sehingga dapat dihasilkan anakan domba tidak hanya satu ekor per kelahiran tetapi bisa dua atau tiga ekor perkelahiran. Proses perkawinan dengan cara inseminasi buatan atau kawin alam merupakan cara untuk menghasilkan anakan domba baru. Kemampuan bibit jantan untuk mengawini betina merupakan faktor penentu keberhasilan dalam menurunkan sifat-sifat keturunannya.

Salah satu kriteria dalam menentukan kualitas pejantan adalah kualitas spermatozoa. Pemberian pakan yang mengandung nutrien seperti energi, lemak, protein dan vitamin yang cukup aka n menghasilka n kualitas semen do mba yang bagus. Pakan yang diberikan tidak harus pakan yang mahal tetapi menggunakan limbah yang berada di sekitar kita seperti limbah tauge da n bahan pakan inkonvensional seperti Indigofera Sp.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah ikut berperan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.

Bogor, September 2012

(41)

DAFTAR ISI

Halaman RINGKASAN... i ABSTRACT... ii LEMBAR PERNYATAAN ... iii LEMBAR PENGESAHAN... iv

Pengaruh Zat Makanan Terhadap Kualitas dan Kuantitas Spermatozoa...

5

(42)
(43)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Aspek-Aspek Reproduksi Domba Garut Jantan... 4

2. Karateristik dan Komposisi Kimia Plasma Seminal pada Domba ...

7

3. Kandungan Zat Makanan Limba h Tauge Berdasarkan Bahan Kering....

13

4. Kandungan Zat Makanan Legum Bahan Kering... Indigofera Berdasarkan

14

5. Komposisi Bahan Pakan Ransum Penelitian Berdasarkan Bahan Kering...

17

6. Komposisi Zat Makanan Ransum Penelitian Berdasarkan Bahan Kering...

17

7. Nilai Rataan Volume Semen Domba... 24 8. Nilai Rataan Konsentrasi Semen Domba... 25 9. Nilai pH, Warna, Konsistensi, Gerakan massa Semen Domba 26 10. Nilai Rataan Motilitas Semen Domba... 28 11. Nilai Rataan Viabilitas Semen Domba... 29

12. Nilai Rataan Abnormalitas dan Cytoplasmic Droplet Semen

(44)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

(45)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

(46)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Domba merupakan salah satu komoditi ternak yang ikut berperan dalam pemenuhan kebutuhan daging yang dapat dikembangkan sebagai produk unggulan di sektor peternakan. Daging domba semakin digemari oleh masyarakat. Sistem pembibitan terarah merupakan salah satu cara untuk menjaga ketersediaan daging domba di masyarakat sehingga dapat dihasilkan anakan domba tidak hanya satu ekor per kelahiran tetapi bisa dua atau tiga ekor perkelahiran. Proses perkawinan dengan cara inseminasi buatan atau kawin alam merupaka n cara untuk menghasilka n anaka n domba baru. Dalam aplikasi inseminasi buatan atau kawin alam dibutuhkan bibit jantan dan betina. Kemampuan bibit jantan untuk mengawini betina merupakan faktor penentu keberhasilan dalam menurunkan sifat-sifat keturunannya.

Salah satu kriteria dalam menentukan kualitas pejantan adalah kualitas semen. Pemberian pakan yang mengandung nutrien seperti energi, lemak, protein dan vitamin yang cukup akan menghasilka n kua litas semen do mba yang ba gus. Energi digunakan oleh spermatozoa untuk bergerak aktif dan protein digunakan untuk memproduksi spermatozoa di organ reprod uks i.

Pakan yang diberikan tidak harus pakan yang mahal tetapi menggunakan limbah yang berada di sekitar kita seperti limbah tauge da n bahan pakan inkonvensional seperti Indigofera Sp. Beberapa kajian penggunaan limbah tauge pada ternak sudah dilakukan peneliti di antaranya penelitian yang dilakukan oleh Wandito (2011) menyatakan bahwa pemberian hingga 50% limbah tauge dalam ransum domba ekor gemuk dapat menghasilkan pertambahan bobot badan harian (PBBH) sebesar 145 gram/ekor/hari. Penelitian terkait penggunaan limbah tauge juga dilakukan oleh Ifafah (2012) yang menyatakan bahwa pemberian limbah tauge dalam ransum domba ekor gemuk dapat meningkatkan respon fisiologis domba dan palatabillitas terhadap pakan.

(47)

ransum dapat meningkatkan konsumsi bahan kering, kecernaan bahan kering, kecernaan bahan organik, kecernaan protein kasar, kecernaan NDF dan ADF, pertambahan bobot badan harian (PBBH) serta efisiensi penggunaan pakan.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tersebut menunjukan bahwa limbah tauge dan Indigofera Sp. berpotensi untuk digunakan sebagai pakan ternak dengan memberikan efek yang positif terhadap performa namun kemampuan kedua pakan tersebut untuk mempengaruhi kualitas spermatozoa domba garut pada masa pertumbuhan belum tersedia informasi, sehingga perlu dilakukan kajian tentang pengaruh kedua bahan pakan tersebut dalam mempengaruhi kualitas spermatozoa baik secara makroskopis maupun mikroskopis.

Tujuan

(48)

TINJAUAN PUSTAKA Profil Domba Garut

Menurut Heriyadi (2008), proses pembentukan domba Priangan atau domba garut, diyakini berawal dari persilangan antara tiga bangsa domba, yaitu domba Merino, domba Kaapstad, dan domba loka l di Priangan. Domba garut dibagi ke dalam dua tipe, yakni domba tipe tangkas dan domba tipe pedaging. Gambar do mba garut dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Domba Garut Jantan (Sumber:Heriyadi et al., 2003)

Ciri-ciri domba garut jantan menurut Heriyadi et al. (2002) adalah memiliki telinga rumpung (panjang tidak lebih dari empat cm) atau berbentuk daun hiris (panjang 4-8 cm), ekor berbentuk segitiga terbalik, gemuk atau berlemak pada pangkal ekor dan mengecil ke bagian bawah, tanduk kokoh, besar, dan melingkar serta bobot badan 57,74±11,96 kg dan lingkar dada 88,73±7,58 cm.

(49)

Dari segi reproduksi, Mansjoer et al. (2007) menyatakan bahwa domba garut memiliki tingkat kesuburan tinggi (prolifik), memiliki potensi yang baik untuk dikembangkan sebagai sumber daging dan dapat dijadikan sebagai daya tarik pariwisata daerah. Menurut Adiati et al. (2001) dan Hastono et al. (2001) domba garut memiliki keunggulan cepat dewasa kelamin, tidak mengenal musim kawin dan mempunyai sifat dapat melahirkan anak kembar dua ekor atau lebih. Aspek-aspek reproduksi pada domba garut dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabe l 1. Aspek-Aspek Reproduksi Domba Garut Jantan

Aspek Standar

Dewasa kelamin 6-8 bulan

Dewasa tubuh 18-24 bulan

Umur prod ukt if 6-8 tahun

Masa kawin Tidak mengenal musim

Sumber : Heriyadi et al. (2003)

Dewas a Kelamin pada Ternak Domba

Pada umumnya proses reproduksi terjadi setelah hewan mencapai masa pubertas atau dewasa kelamin. Proses reproduksi diatur oleh kelenjar-kelenjar endokrin dan hormon yang dihasilkan dalam tubuh hewan. Menurut Senger (1999) pubertas dapat didefinisikan secara umum seba gai ke mampuan untuk menyempurnakan reproduksi dengan baik. Ciri-ciri pubertas pada domba jantan yaitu dapat mengawini betina dan menghasilkan spermatozoa hidup di dalam semennya, sedangkan betina menunjuka n tanda-tanda berahi, tingkah laku kawin dan ovulasi (Wodzicka-Tomaszewska et al.,1991).

(50)

Penga ruh Zat Makanan terhadap Kualitas dan Kuantitas Spermatozoa Kualitas dan kuantitas pakan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produktivitas ternak. Pengaruh negatif dari kekurangan pakan terhadap organ reproduksi pada domba muda dapat bersifat permanen (Thalib et al., 2001).

Karbohidrat

Ketersediaan karbohidrat sangat penting dalam proses reproduksi domba jantan. Laktosa merupakan contoh karbohidrat golongan disakarida yang terdiri atas satu unit glukosa dan satu unit galaktosa yang dapat dimanfaatkan oleh spermatozoa da lam proses glikolisis dan siklus Krebs untuk menghasilkan energi berupa Adenosin Trifosfat (ATP). Adenosin Trifosfat dimanfaatkan oleh spermatozoa sebagai energi dalam proses pergerakan sehingga dapat tetap motil dan mempertahankan hidupnya (Garner dan Hafez, 2000).

Laktosa melindungi membran plasma sel spermatozoa karena pada bagian luar membran plasma terdapat karbohidrat yang berikatan dengan lipid (glikolipid) dan protein (glikoprotein) yang disebut selubung sel atau glikokaliks (Subowo, 1995). Menurut Aisen et al. (2002) golongan karbohidrat disakarida seperti laktosa berperan menggantikan posisi air pada permukaan membran plasma sel. Menurut Lehninger (1994) laktosa sebagai senyawa pereduksi memiliki fungsi yang mirip dengan senyawa antioksidan karena mampu meredam senyawa-senyawa pengoksidasi sehingga tidak membahayakan kehidupan spermatozoa. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Herdis (2005) didapatkan hasil bahwa penambahan karbohidrat di dalam ransum dapat menghasilkan kualitas semen pada domba garut yang lebih baik dibandingkan dengan ransum kontrol.

Lemak

(51)

Protein

Protein berfungsi sebagai zat pembe ntuk sel-sel spermatozoa. Menurut Toelihere (1993) protein dapat mempertahankan dan melindungi integritas selubung lipoprotein sel spermatozoa. Menurut Mayasari (2005) asam amino arginin dapat meningkatkan jumlah spermatozoa pada tikus putih dengan cara menghambat inhibitor glikolisis spermatozoa sehingga meningkatkan aktivitas metabolik hingga delapan kali lipat.

Menur ut Sudha et al. (2006) proses menahan inhibitor glikolisis pada sel spermatozoa akan meningkatkan ketersediaan energi sel spermatozoa sehingga memperbaiki spermatogenesis dan meningkatkan konsentrasi spermatozoa. Arginin dapat meningkatkan produksi Nitrit Oksidase yaitu suatu senya wa yang dapat melindungi sel spermatozoa dari kerusakan membran yang diakibatkan oleh lipid peroksidase.

Vitamin

Vitamin sangat penting dalam proses reproduksi domba jantan seperti vitamin E yang berfungsi sebagai antioksidan yang dapat mengikat senyawa radikal bebas. Vitamin E mempunyai kemampuan memutuskan berbagai rantai reaksi radikal bebas karena dapat memindahkan Hidrogen Fenolat pada radikal bebas dari asam lemak tidak jenuh ganda yang telah mengalami peroksidasi (Mayes, 1995). Semakin tinggi kandungan vitamin E dalam ransum maka motilitas spermatozoa semakin baik karena proses peroksidasi lipid yang terjadi dihambat dengan adanya vitamin E dengan cara mentransfer atom hidrogen ke radikal peroksil (Feradis, 1999).

Komponen Pe mbentuk Semen Domba

Campuran antara spermatozoa dan cairan plasma seminal disebut semen. Spermatozoa adalah sel padat yang tidak tumbuh dan membagi diri. Plasma seminal adalah campuran sekresi dari epididymis, vas deferens, prostata, vesicula seminalis, dan kelenjar cowper (Partodihardjo,1985).

(52)

spermatozoa terutama berada dalam saluran reproduksi betina dan sebagai buffer dalam alat kelamin betina (Garner dan Hafez, 2000). Karateristik dan komposisi kimia plasma seminal pada domba dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Karateristik da n Kompos isi Kimia Plasma Seminal pada Domba

Parameter Domba

Glyserilphopor il-Choline(GPC) 1650

Inositol 7 – 14

Protein (g/ 100 ml) 5

Sumber : Garner dan Hafez (2000)

Spermatogenesis

Proses pembentukan spermatozoa di dalam tubuli seminiferi testes disebut spermatogenesis. Siklus spermatogenesis pada ternak terdiri atas dua tahapan, yaitu spermatositogenesis, dan spermiogenesis (Gambar 2).

Kedua tahapan ini dicirikan oleh adanya pembelahan mitosis pada spermatogonia (2n) dan pembelahan meiosis pada spermatosit (n) dan metamorfosis dari spermatid tanpa ekor menjadi spermatozoa (n) dengan ekornya yang siap bergabung dengan oosit (n) dalam proses fertilisasi untuk membentuk mahluk baru (2n) yang mewarisi sifat-sifat genetik t etuanya.

(53)

Gambar 2. Spermatogenesis ( Sumber : Garner dan Hafez,2000)

Karakteristik Kualitas dan Kuantitas Semen Domba

Faktor yang harus dipe rhatika n unt uk menentuka n kualitas da n kua ntitas semen domba antara volume semen, pH semen, warna semen, konsistensi semen, gerakan massa spermatozoa, konsentrasi spermatozoa, motilitas spermatozoa, viabilitas spermatozoa, abnormalitas dan cytoplasmic droplet, dan HOS Test. Menurut Toelihere (1993) faktor yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas semen yang dihasilkan antara lain umur, ras, pakan, frekuensi, metode penampungan serta, kondisi lingkungan.

Volume Semen

Volume semen domba dipengaruhi oleh kandungan plasma seminalis yang terdapat dalam semen domba. Plasma seminalis merupakan sekresi epididimis dan kelenjar kelamin assesoris yaitu vesica seminalis, prostata, dan bulborethralis (Garner dan Hafez, 2000).

(54)

Demark(1985) jumlah semen yang dihasilkan seekor pejantan berhubungan erat dengan level protein dalam ransumnya.

pH semen

Nilai pH semen segar domba yang normal ya itu 5,9-7,3 (Garner dan Hafez, 2000), sedangkan nilai pH pada domba garut yaitu 6,98 ± 0,11 (Herdis, 2005). Semen dengan pH 6,8 menunjukkan fertilitas yang lebih baik dibandingkan dengan pH 7,3 dan 7,8 (Hastono et al., 2001). Terjadinya penurunan dan kenaikan pH disebabkan oleh akumulasi asam laktat hasil metabolisme karbohidrat, sedangkan peningkatan pH dapat disebabkan oleh kontaminasi bakteri atau banyaknya spermatozoa yang mati sehingga membentuk amoniak (Handarini, 2005).

Menurut Sardjito (2003), dalam suasana asam konsentrasi H+

Warna Semen

meningkat semakin tinggi sehingga menyebabkan gangguan metabolisme sel sehingga energi yang dihasilkan tidak optimal dan menurunkan daya hidup dari spermatozoa. Tidak terdapatnya perubahan yang nyata pada volume serta pH semen berarti bahwa kelenjar assesoris masih bisa bekerja sesuai fungsinya (Elya et al., 2010).

Warna semen segar sangat dipengaruhi oleh konsentrasi sperma yang terkandung di dalam semen. Semakin keruh biasanya jumlah spermatozoa per-mililiter semen semakin banyak (Partodihardjo, 1985). Semen segar normal memiliki warna seperti susu atau krem keputih-putiha n da n keruh (Toelihere, 1993). Ditemuka n juga hewan ya ng menghasilka n semen normal be rwarna kuni ng. Warna kuning merupakan warna yang normal dan tidak berpengaruh jelek terhadap spermatozoa dan tidak mempengaruhi fertilitas pejantan. Zat warna riboflavin dalam semen akan kehilangan zat warna karena sinar alam dan sinar buatan. Sebagian dari zat warna di dalam cairan vesicula seminalis adalah flavin, Adeneisoalloazine Dinucleotide (Salisbury dan VanDemark, 1985).

Konsistensi Semen

(55)

krem dan kental menunjukkan tingginya konsentrasi spermatozoa, sedangkan konsentrasi renda h ditandai de ngan warna semen seperti air susu.

Gerakan Massa Spermatozoa

Gerakan massa merupakan cerminan dari motilitas dan konsentrasi spermatozoa. Kecepatan bergeraknya satu kelompok spermatozoa membe ntuk gelombang-gelombang tergantung dari konsentrasi, motilitas, dan abnormalitas (Toelihere,1993). Spermatozoa dalam suatu kelompok memiliki kecenderungan untuk bergerak bersama-sama ke satu arah dan membentuk gelombang-gelombang yang tebal atau tipis, bergerak cepat atau lambat tergantung dari konsentrasi sperma hidup di dalamnya. Semakin besar pergerakan gelombang yang terjadi, semakin tinggi motilitas dan konsentrasi spermatozoa.

Konsentrasi Spermatozoa

Konsentrasi spermatozoa domba yang normal adalah 2x109–3x109/ml (Garner dan Hafez, 2000), sedangkan konsentrasi spermatozoa pada domba garut adalah 3,242±0,535 x109

Motilitas Spermatozoa

(Herdis, 2005). Konsentrasi spermatozoa dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah kematangan seksual pejantan, volume ejakulat, interval penampungan, kualitas pakan, kesehatan reproduksi, besar testis, umur, musim, dan perbedaan geografis (Salisbury dan VanDemark , 1985).

Motilitas spermatozoa pada semen segar domba mempunyai rata-rata sekitar 60%-80% (Garner dan Hafez, 2000), sedangkan motilitas spermatozoa pada domba garut adalah 72,5±2,74% (Herdis, 2005). Motilitas spermatozoa sangat sensitif terhadap panas yang berlebihan dan keberadaan benda asing serta bahan-bahan kimia yang dapat mengganggu kelangsungan hidup spermatozoa (Ax et al., 2000).

Motilitas juga digunakan sebagai ukuran kesanggupan spermatozoa untuk membuahi (Toelihere, 1993). Menurut Nuranti (2005) penurunan laju motilitas spermatozoa disebabkan karena energi spermatozoa berkurang akibat proses metabolisme yang terus berjalan dan dipengaruhi oleh pengenceran semen yang dapat menyebabkan rusaknya membran plasma.

(56)

spermatozoa, ketersediaan energi, dan kemampuan bertahan terhadap benda asing) dan faktor eksogen (lingkungan, stimulan, dan inhibitor). Preparasi semen pasca penampungan, kondisi panas yang berlebihan, pengaruh kimia dan benda asing dapat menurunkan gerak progresif spermatozoa domba (Toelihere, 1993).

Viabilitas Spermatozoa

Persentase hidup spermatozoa menggambarkan spermatozoa yang hidup pada saat dicampur dengan zat warna yang menyebabkan perbedaan afinitas zat warna antara sel-sel spermatozoa yang mati da n hidup (Garner da n Hafez, 2000). Viabilitas semen segar domba garut sebesar 84,5±2,74% (Herdis, 2005). Spermatozoa yang mati akan menyerap warna sedangkan yang hidup tidak menyerap warna. Hal ini dikarenakan pada spermatozoa yang hidup permeabilitas selnya masih aktif sehingga tidak akan menyerap warna yang masuk.

Abnormal itas dan Cytoplas mic D roplet

Cuaca panas akan meningkatkan spermatozoa abnormal pada ternak domba (Rege, 2000). Abnormalitas semen segar domba sebesar 5%-20% (Garner dan Hafez, 2000), sedangkan abnormalitas pada domba garut adalah 2,5±0,84% (Herdis, 2005). Semen domba yang fertil secara normal tidak boleh mengandung lebih dari 15% spermatozoa abnormal (Ax et al., 2000). Menurut Bearden dan Fuquay (1997), angka morfologi abnormal 8%-10% tidak memberi pengaruh yang cukup berarti bagi fertilitas, namun jika abnormalitas lebih dari 25% dari satu ejakulat maka penurunan fertilitas tidak dapat diantisipasi.

Abnormalitas spermatozoa terbagi atas 2 tipe yaitu abnormalitas primer dan abnormalitas sekunder. Abnormalitas primer adalah segala bentuk perubahan yang terjadi pada saat proses spermatogenesis di tubuli seminiferi. Abnormalitas sekunder terjadi setelah spermatozoa meninggalkan tubuli seminiferi (Barth dan Oko, 1989).

(57)

hilang sama sekali dari sel spermatozoa (Toelihere, 1993). Menurut Rizal (2005) cytoplasmic droplet pada domba jantan yang sudah dewasa kelamin adalah 8,5%.

Limbah Kulit Kecambah Tauge

Limbah tauge adalah bagian dari tauge yang tidak dikonsumsi oleh manusia, yaitu berupa kulit tauge atau tudung atau lebih dikenal dengan angkup tauge yang berwarna hijau. Limbah tauge biasanya bercampur dengan sedikit potongan-potongan ekor tauge dan kepala tauge yang tidak utuh. Limbah tauge pada umumnya termasuk limbah pasar, terutama pasar sayuran pagi, sehingga limbahnya merupakan bagian dari limbah pasar. Limbah tauge dihasilkan dari kacang hijau yang mengalami perubahan secara fisik dan kimia menjadi tauge, kemudian dilakukan pengayakan tauge di pasar sebelum dijual ke konsumen.

Total produksi tauge di daerah Bogor sekitar 6,5 ton/hari dan berpeluang untuk menghasilkan limbah tauge sebesar 1,5 ton/hari (Rahayu et al., 2010). Limbah tauge sudah mulai dipergunakan oleh peternak di Indonesia khususnya kota Bogor untuk pakan ternak. Peternak umumnya memberikan limbah tauge dalam bentuk segar kepada ternaknya tanpa mengalami proses pengolahan terlebih dahulu.

(58)

Tabe l 3. Kandungan Zat Makanan Limbah Tauge Berdasarkan Bahan Kering

Sumber : Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan (2011)

Secara kualitatif berdasarkan uji laboratorium menunjukkan bahwa limbah tauge memiliki kandungan nutrisi yang cukup baik, yaitu mengandung protein kasar (PK) sebesar ± 13%-14%, serat kasar 49,44% dan TDN sebesar 64,65% (Rahayu et al., 2010). Kadar air limbah tauge adalah 65%-70% dan ka ndungan energi metabolis sebesar 3737 kcal/kg (Saenab, 2010). Pada limbah tauge terkandung vitamin E yang berguna sebagai antioksidan bagi spermatozoa yaitu 1,5287 mg/10g (Zakaria et al., 1997) dan arginin 1,672gram/100gram (USDA, 2007). Vitamin E mempunyai kemampuan memutuskan berbagai rantai reaksi radikal bebas pada spermatozoa karena dapat memindahkan hidrogen fenolat pada radikal bebas dari asam lemak tidak jenuh ganda yang telah mengalami peroksidasi (Mayes,1995).

Indigofera Sp.

Indigofera sp. merupakan tanaman leguminosa dengan genus Indigofera dan memiliki 700 spesies yang tersebar mulai dari benua Afrika, Asia, Australia, dan Amerika Utara. Jenis leguminosa pohon ini cocok dikembangkan di Indonesia karena toleran terhadap musim kering, genangan air, dan tahan terhadap salinitas (Hassen et al., 2007). Produktivitas indigofera Sp. mencapai 2,6 ton bahan kering/ha/panen (Hassen et al., 2006)

(59)

Gambar 4. Indigofera Sp.

(Sumber : Tapsoba dan Deschamps, 2006)

Perlakuan pemupukan pada daun mengakibatkan peningkatan nilai cerna (in vitro) menjadi 70%-80% untuk kecernaan bahan kering dan 67%-73% untuk kecernaan bahan organik (Abdullah, 2010). Nilai kecernaan bahan kering daun Indigofera sp. yang diberikan sebanyak 45% dari total ransum kambing Boerka adalah 60% (Tarigan, 2009). Pada Indigofera terkandung berbagai jenis asam amino, salah satunya adalah arginin. Menurut Abdullah (2010) kandungan arginin di dalam Indigofera Sp. adalah 0,1gram/100gram. Menurut Mayasari (2005) asam amino arginin dapat meningkatkan jumlah spermatozoa dengan cara menghambat inhibitor glikolisis spermatozoa sehingga meningkatkan aktivitas metabolik hingga delapan kali lipat.

Tabe l 4. Kandungan Zat Makanan Legum IndigoferaBerdasarkan Bahan Kering

Zat makanan Komposisi (%)

Bahan Kering 32

Abu 12,50

Protein Kasar 27,88

Serat Kasar 32,73

Lemak Kasar 1,48

Beta-N 25,41

Ca 4,65

P 0,58

(60)
(61)

MATERI DAN METOD E Waktu dan Lokas i

Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2011 di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Unit Rehabilitasi Reproduksi, Bagian Reproduksi dan Kebidanan Fakultas Kedokteran Hewan, Insitut Pertanian Bogor.

Materi Ternak

Ternak yang digunakan sebanyak 8 ekor domba garut jantan berumur sekitar 11 bulan dengan bobot badan 26,575±3,54 kg yang sudah dipelihara selama 3 bulan dengan pemberian ransum komplit yang mengandung limbah tauge dan Indigofera Sp sebagai sumber hijauan.

Bahan dan Peralatan

Bahan yang digunakan pada saat penelitian adalah: aquadest, NaCl fisiologis, NaCl 3%, pewarna negrosin, alkohol, dan tisu.

Peralatan yang digunakan kandang individu berukuran 1,5 x 0,75 m yang dilengkapi dengan tempat pakan dan air minum, vagina buatan, spo it, tabung reaksi, rak tempat tabung, termometer, gelas piala, gelas erlemeyer, pipet tetes, gelas ukur, gelas objek, gelas penutup, counting chamber, pH meter, bunsen, mikroskop cahaya, dan lemari es.

Ransum

(62)

R1 R2

Gambar 5. Pellet R1 (Indigofera Sp) dan Pellet R2 (limbah Tauge)

Tabe l 5. K ompo sisi Bahan Paka n Ransum Penelitian Berdasarkan Bahan Kering

Bahan Pakan

Keterangan: R1: Ransum Indigofera Sp. R2: Ransum Limbah Tauge

Tabe l 6. Komposisi Zat Makanan RansumPenelitianBerdasarkan Bahan Kering

Gambar

Gambar 1. Domba Garut Jantan
Tabel 2. Karateristik dan Komposisi Kimia Plasma Seminal pada Domba
Gambar 2. Spermatogenesis
Gambar 3. Limbah Tauge
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Toelihere (1981) spermatozoa yang baik memiliki jumlah abnormalitas sekunder spermatozoa kurang dari 20%, sedangkan abnormalitas sekunder spermatozoa

Berdasarkan penggolongan tersebut, dari Tabel 9 dapat diketahui bahwa domba garut memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan domba Ekor Tipis karena mengandung lemak

Pemberian pelet ransum komersil pada kelinci memiliki pengaruh rataan persentase viabilitas dan persentase motilitas yang lebih rendah dibandingkan pelet ransum komplit

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji performa domba ekor tipis jantan dan domba garut jantan yang diberi perlakuan pakan rumput dengan konsentrat serta rumput

Evaluasi dilakukan untuk melihat perubahan persentase motilitas, persentase hidup dan membran plasma utuh spermatozoa domba Garut pada semen cair yang telah diberi

Evaluasi dilakukan untuk melihat perubahan persentase motilitas, persentase hidup dan membran plasma utuh spermatozoa domba Garut pada semen cair yang telah diberi

Menurut Toelihere (1981) spermatozoa yang baik memiliki jumlah abnormalitas sekunder spermatozoa kurang dari 20%, sedangkan abnormalitas sekunder spermatozoa

Kualitas daging domba garut dan ekor tipis muda yang diberi ransum limbah tauge pada umur yang sama secara umum tidak memiliki perbedaan pada peubah seperti pH, DMA,