• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komposisi Potongan Komersial Karkas Domba Garut Umur Sebelas Bulan dengan Ransum Penggemukan Mengandung Limbah Tauge dan Indigofera sp.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Komposisi Potongan Komersial Karkas Domba Garut Umur Sebelas Bulan dengan Ransum Penggemukan Mengandung Limbah Tauge dan Indigofera sp."

Copied!
127
0
0

Teks penuh

(1)

RINGKASAN

Siska Yoka Hidayawati. D14080203. 2012. Komposisi Potongan Komersial Karkas Domba Garut Umur Sebelas Bulan dengan Ransum Penggemukan Mengandung Limbah Tauge dan Indigofera sp. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr. Ir. Rudy Priyanto

Pembimbing Anggota : M. Baihaqi, S.Pt,. M.Sc

Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang memiliki banyak manfaat. Domba Garut yang terdiri dari tipe tangkas dan pedaging memiliki sifat prolifik sehingga domba Garut tipe pedaging berpotensi untuk dikembangkan dengan harapan produksi daging yang baik. Daging domba merupakan salah satu sumber protein hewani. Daging domba muda diperoleh dari domba yang dipotong dibawah umur satu tahun yang memiliki kelebihan antara lain lebih empuk, rendah lemak dan diyakini memiliki bau prengus yang lebih rendah dibandingkan dengan domba dewasa. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan pengaruh pakan yang diberikan terhadap sifat-sifat karkas, komposisi jaringan otot, lemak dan tulang dan distribusinya pada potongan komersial karkas.

Penelitian telah dilaksanakan dari bulan Mei sampai September 2011. Domba Garut umur sebelas bulan sebanyak delapan ekor dengan rataan bobot 16,03 ± 1,61 kg (KK 10,06%) digemukkan selama tiga bulan di kandang percobaan Laboratorium Ternak Ruminansia Kecil dan penguraian karkas domba Garut dilakukan di Laboratorium Ternak Ruminansia Besar, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Domba diberikan perlakuan pakan yang berbeda yaitu Indigofera sp. (R1) dan limbah tauge (R2). Legum Indigofera sp. didapat dari Laboratorium lapang UP3J Jonggol dan limbah tauge diperoleh dari Pasar Bogor. Pakan diberikan dalam bentuk pelet. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola searah dengan dua taraf perlakuan pakan dan empat kali ulangan pada setiap perlakuan. Peubah yang diamati adalah bobot potong, bobot dan persentase karkas, bobot dan persentase daging, bobot dan persentase lemak, bobot dan persentase tulang pada karkas, dan potongan komerssial karkas, tebal lemak serta luas udamaru. Data yang didapat dianalisa dengan analisis ragam (ANOVA).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa domba Garut dengan pemberian pakan limbah tauge memiliki bobot potong, bobot tubuh kosong, bobot karkas dan persentase karkas yang nyata lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan domba yang diberi pakan Indigofera sp., sedangkan pada variabel tebal lemak dan luas udamaru tidak berbeda nyata. Komposisi jaringan karkas berupa daging, tulang dan rasio daging terhadap lemak nyata lebih tinggi (P<0,05) pada domba dengan perlakuan limbah tauge sedangkan lemak tidak menunjukkan respon yang berbeda nyata. Distribusi otot, dan tulang pada potongan komersial karkas domba dengan perlakuan pakan limbah tauge nyata lebih tinggi (P<0,05) pada potongan rack, leg, breast dan shank. Kata-kata kunci: Domba Garut, komposisi karkas, potongan komersial, limbah tauge,

(2)

ABSTRACT

Carcass Commercial Cuts Composition of Garut Lamb Aged Eleven Month Old Fattened Rations Containing Mung Bean Waste and Indigofera sp.

Hidayawati, S. Y., R. Priyanto., and M. Baihaqi

Lamb is a small ruminant which produces meat for human consumption. The purpose of this study was to examine the influence of ration on carcass characteristics and composition. Eleven male Garut lambs of eight month old were used in the study. They were divided into two groups and given ration containing mung bean waste and Indigofera sp. respectively and fattened for three months. Parameter observed include carcass characteristics, carcass tissue component and distribution within commercial cuts. The result showed the Garut lamb that was given difference ration containing was significantly higher (P<0,05) to slaughter weight, empty body weight, carcass weight, percentage of carcass compared to that fed on ration containing Indigofera sp. Carcass tissue composition include meat and bone weight of Garut lamb fed on mung bean waste ration containing significantly (P<0,05) hevier compared to that fed on Indigofera sp. Meat and bone in carcass tissue distribution within commercial cuts was significantly different, it can be seen from rack, leg, breast, and shank cut .

Keywords : Garut lamb, carcass composition, commercial cut, mung bean waste, Indigofera sp.

(3)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Domba merupakan salah satu ternak ruminansia kecil yang memiliki banyak manfaat. Semua hasil dari ternak ini dapat dimanfaatkan mulai dari bulu, daging, tulang hingga kotorannya. Domba Garut merupakan salah satu domba yang ada di Indonesia dengan memiliki sifat prolifik yaitu memiliki tingkat kesuburan yang tinggi (Mansjoer et al., 2007). Domba Garut terdiri dari dua strain atau tipe yaitu domba tipe pedaging dan domba tipe petarung atau domba laga. Sifat prolifik yang dimiliki domba garut ini dapat menjadikan peluang untuk dikembangkan, domba tipe pedaging dapat digunakan untuk penggemukan dengan harapan produksi karkas dan daging yang cukup baik.

Daging adalah salah satu sumber protein hewani, menurut Purbowati et al. (2009) pada domba dengan perlakuan pakan komplit berkadar protein dan energi yang berbeda memiliki daging dengan kandungan protein sebesar 16,62%-17,24%. Umur potong ternak domba di masyarakat umumnya pada umur tua, hal ini disebabkan karena daging ternak domba masih belum banyak digunakan atau belum biasa dikonsumsi sehari-hari. Daging domba ini hanya digunakan pada saat-saat tertentu saja seperti pada acara aqiqah dan perayaan Idul Adha. Daging domba muda berasal dari domba yang dipotong dibawah umur satu tahun. Domba muda berada pada masa pertumbuhan dimana diharapkan memiliki produksi daging yang sudah cukup tinggi dengan masa pertumbuhan yang relatif cepat. Kelebihan dari daging domba muda dibandingkan dengan daging domba yang dipotong pada umur tua atau lebih dari satu tahun antara lain lebih empuk serta rendah lemak. Selain itu diyakini domba muda ini akan mempunyai bau prengus yang lebih rendah dibandingkan dengan domba dewasa.

(4)

2 toleran pada kondisi kering. Hasil penelitian Tarigan (2009) Indigofera sp. dengan perlakuan interval pemotongan 90 hari menunjukkan produksi bahan kering yang cukup tinggi sebesar 28,33 ton/ha/tahun. Limbah tauge memiliki potensi yang cukup besar untuk dimanfaatkan. Menurut survei Rahayu et al. (2010) produksi limbah tauge di Pasar Bogor sebesar 1,5 ton/hari. Dalam bentuk limbah tauge diketahui kandungan protein kasar sebesar 13,63% dengan serat kasar 49,44% bahan kering.

Penggunaan hijauan Indigofera sp. dan limbah tauge sebagai pakan ternak sudah mulai dikembangkan. Penelitian Tarigan (2009) pada kambing Boerka yang diberi pakan Indigofera sp. dengan taraf pemberian 45% menunjukkan pertambahan bobot harian mencapai 53,38 gram/ekor/hari. Hasil penelitian Wandito (2011) menunjukkan bahwa domba dengan pemberian pakan campuran konsentrat dan limbah tauge dengan persentase yang berbeda memiliki rataan pertambahan bobot badan harian sebesar 114,97 gram/ekor/hari. Dengan demikian penggunaan hijauan Indigofera sp. dan limbah tauge sebagai pakan ternak domba muda diharapkan dapat memberikan respon baik terhadap pertambahan bobot badan domba selama periode penggemukan.

Tujuan

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk membandingkan sifat-sifat karkas, komposisi jaringan otot, lemak dan tulang dan distribusinya pada potongan komersial karkas domba garut umur sebelas bulan yang diberi ransum penggemukan Indigofera sp dan limbah tauge.

Manfaat

(5)

3 TINJAUAN PUSTAKA

Domba Garut

Domba Garut merupakan salah satu plasma nutfah yang dimiliki Jawa Barat yang perlu dilestarikan dan dikembangkan. Perkembangan pemeliharaan Domba Garut mengarah pada dua sasaran utama, yaitu sebagai penghasil daging (tipe daging) dan sebagai ternak fancy, untuk kesenangan atau hobi, sasaran yang terakhir ini kemudian dikenal dengan domba Garut tipe tangkas atau domba laga/domba aben. Domba Garut padaging jantan maupun betina memiliki ciri-ciri muka lurus, bentuk mata normal, bentuk telinga hiris dan rubak, garis punggung lurus, bentuk bulu lurus dengan warna dasar dominan putih, jantan bertanduk dan betina kebanyakan tidak bertanduk (Riwantoro, 2005).

Hasil penelitian Riwantoro (2005) mengemukakan bahwa sistem pemeliharaan domba Garut, khususnya domba Garut Tangkas diperoleh dari pengalaman para peternak selama bertahun-tahun. Sebagai contoh anak domba Garut yang baru lahir selalu di butrik (pencukuran bulu pada bagian sekitar pangkal tanduk, kadang-kadang sampai dikerok) dan domba Garut jantan sering diibunkan mulai dari pukul 05.00 atau 06.00 WIB hingga pukul 08.00 WIB dan dikeluarkan lagi pada pukul 16.00 hingga 19.00 atau 20.00 WIB. Pakan yang diberikan oleh peternak di Kabupaten Garut berupa rumput gajah, rumput lapang, rumput raja, daun kaliandra, kaliandra putih, gamal dan daun nangka. Domba Garut juga diberi pakan tambahan seperti gaplek, dedak dan limbah sayuran. Domba Garut tipe tangkas diberi perlakuan yang lebih istimewa seperti halnya pemberian pakan tambahan berupa konsentrat, gula, susu, telur, madu, jahe dan biji matahari sebagai sumber protein. Rataan bobot sapih domba Garut dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1. Rataan Bobot Lahir, Bobot Sapih dan Pertambahan Bobot Badan (PBB) Prasapih Domba Garut

Jenis Kelamin Bobot Lahir (kg) Bobot Sapih (kg) PBB prasapih (g/hari)

Jantan 2,22 ± 0,62 11,91 ± 2,97 107,40 ± 32,50

Betina 2,14 ± 0,59 11,15 ± 2,53 99,20 ± 22,70

(6)

4 Pakan Domba

Penyusunan ransum untuk ternak ruminansia menurut Anggorodi (1984) perlu memperhatikan energi, protein, mineral (terutama Ca dan P) dan vitamin (terutama vitamin A dan D). Kebanyakan pakan ternak dapat dikelompokan menjadi dua jenis yaitu hijauan dan konsentrat. Hijauan ditandai dengan kandungan serat kasarnya yang relatif tinggi pada bahan keringnya sedangkan konsentrat mengandung serat kasar lebih rendah daripada hijauan dan mengandung kerbohidrat, protein dan lemak yang relatif tinggi tetapi jumlahnya bervariasi dengan kandungan air yang relatif sedikit (Williamson dan Payne, 1993). Kebutuhan nutrient anak domba dengan bobot 20 kg berdasarkan National Research Council (1985) adalah TDN 78%; PK 16,9%; Ca 0,54%; P 0,24%; vitamin A 940 IU/kg; vitamin E 20 IU/kg.

Limbah Tauge

Limbah tauge adalah salah satu limbah dari hasil produksi tauge berupa kulit kacang hijau dan pecahan-pecahan tauge. Potensi limbah tauge dapat dilihat dari sangat banyaknya produksi tauge yang tidak mengenal musim terutama untuk pengrajin tauge. Menurut survei Rahayu et al. (2010), total produksi tauge di daerah Bogor sekitar 6,5 ton/hari dan berpeluang untuk menghasilkan limbah tauge sebesar 1,5 ton/hari

(7)

5 Indigofera sp.

Indigofera merupakan salah satu genus dari sekitar 700 spesies yang tersebar di kawasan Afrika, Asia, Australia, Amerika Utara dan Amerika Selatan. Menurut Forman 1975 dalam Hassen et al. (2007) beberapa spesies di Afrika dan Asia telah dilaporkan dapat digunakan sebagai pakan ternak (I. hirsuta, I. pilosa, I. schimperi syn., I. oblongifolia, I. Spicata, I. subulata syn., dan I. trita). Tipe dari legum Indigofera ini toleran terhadap kekeringan, genangan dan salinitas. Legum ini juga memiliki kandungan protein yang cukup tinggi

Beberapa jenis indigofera memiliki zat anti nutrisi berupa hepatotoxic amino acid yaitu indospicine, Hassen et al. (2008) melaporkan bahwa konsentrasi indospicine dalam daun Indigofera adalah berkisar antara 2-750 mg/Kg bahan kering dengan kandungan indospicine tertinggi berada pada Indigofera vicioides. Level Indospicine merupakan indikator yang berguna untuk melihat potensi toksik dari pakan melalui pengujian. Zat antinutrisi ini yang merupakan hasil metabolit sekunder dapat mempengaruhi palatabilitas dan intake pakan pada ternak.

Hasil penelitian Tarigan (2009) terhadap kualitas nutrisi Indigofera sp. dengan interval pemotongan yang berbeda menunjukkan kandungan bahan organik tertinggi sebesar 90,68%. Kandungan protein kasar berkisar mulai dari 21,12% sampai 25,81% bahan kering, kalsium sekitar 1,30%-1,57% bahan kering dan fosfor sekitar 0,63%-1,11% bahan kering. Komposisi kimia Indigofera sp. yang didapat Simanihuruk dan Sirait (2009), yaitu protein kasar sebesar 24,17%; serat kasar 17,83%; dan lemak kasar 6,15%. Kandungan mineral yang terkandung dalam legum Indigofera sp. yang ditanam pada musim semi, yaitu Ca 16,1 g-21,2 g/kg BK; P 2,1 g-2,9 g/ kg BK; Mg 4,5 g-6,1 g/BK; Cu 9,62 mg-11,8 mg/kg BK; Zn 42,2 mg-53,1 mg/kg BK dan Mn 125,8 mg-345,7 mg/kg BK (Hassen et al., 2007).

Konsumsi Pakan

(8)

6 konsumsi pakan yang tinggi. Tingkat konsumsi domba dengan penambahan limbah tauge 50% dan 70% berturut-turut pada kelompok bobot badan kecil tingkat konsumsi adalah sebesar 1408,4 gram/ekor/hari dan 1521,6 gram/ekor/hari sedangkan pada domba kelompok bobot badan besar tingkat konsumsi pakan sebesar 1308 gram/ekor/hari dan 1818,3 gram/ekor/hari.

Pertambahan Bobot Badan

Bobot badan dapat berguna untuk menentukan tingkat konsumsi pakan bahkan dalam pemasaran ternak pedaging bobot badan menjadi hal penting dalam menentukan harga (Parakkasi, 1999). Pertambahan bobot badan harian (PBBH) domba diperoleh dari perhitungan bobot badan akhir yang didapat dikurangi dengan bobot badan awal dan dibagi dengan lamanya waktu penggemukan. Hasil penelitian Wandito (2011) pada domba Ekor Gemuk jantan yang berumur dibawah satu tahun dengan pemberian pakan campuran konsentrat dan limbah tauge dengan persentase yang berbeda menunjukkan rataan pertambahan bobot badan harian sebesar 114,97 gram/ekor/hari. Tarigan (2009) memperoleh hasil pertambahan bobot badan harian pada kambing Boerka yang diberi pakan Indigofera sp. pada taraf 45 % sebesar 53,38 gram/ekor/hari dan hasil penelitian Simanihuruk dan Sirait (2009) pada Kambing Boerka jantan yang berumur 6-7 bulan dengan pemberian Indigofera sp. pada taraf 50% menunjukkan rataan pertambahan bobot badan harian sebesar 44,29%.

Karkas

(9)

7 diharapkan bagian dari karkas yang berupa daging menjadi lebih besar (Soeparno, 2005). Pengaruh ransum yang berbeda terhadap sifat-sifat karkas pada domba Garut dalam penelitian Isroli (2001) dengan menggunakan domba Priangan jantan yang dipotong pada umur delapan bulan dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2. Pengaruh Ransum terhadap Performans Karkas Domba Priangan Jantan

Bagian Karkas R1 R2

Bobot potong (kg) 19,025 21,208

Bobot karkas (kg) 7,996 9,229

Persentase karkas (%) 42,238 43,510

Karkas kiri (gram): 4058 4658

a. Forelimb (g) 790,250 906,850

b. Hindlimb (g) 1340,830 1697,500

c. Thorax (g) 1462,500 1808,775

d. Flank (g) 340,942 489

e. Loin (g) 336,425 379,417

Keterangan : R1= Protein 12,12%; TDN 65% ; R2= Protein 15,20%; TDN 75% Sumber : Isroli 2001

Potongan Komersial Karkas

Cara pemotongan karkas pada umumnya dibagi menjadi dua bagian kanan dan kiri. Romans dan Ziegler (1974) membagi karkas domba menjadi 8 potongan yaitu paha (leg), pinggang (loin), punggung rusuk (rack), bahu (shoulder), leher (neck), dada (breast), lipatan paha (flank) dan lengan (shank). Menurut Beerman et al. (1986), bobot potongan karkas komersial dipengaruhi oleh bobot karkasnya. Pada domba jantan, otot pada bagian shoulder, leg, loin dan breast mengalami masak dini sehingga pertumbuhannya relatif cepat dibandingkan dengan potongan bagian tubuh lainnya.

(10)

8 Komposisi Fisik Karkas

Karkas dan potongan karkas dapat diuraikan secara fisik menjadi komponen jaringan daging tanpa lemak (lean), lemak, dan tulang (Devendra dan Bade, 1992). Bobot karkas yang semakin tinggi diikuti dengan pertambahan persentase lemak dan menurunnya persentase daging dan tulang. Tulang sebagai kerangka tubuh merupakan komponen yang tumbuh dan berkembang paling awal kemudian disusul oleh daging atau otot dan yang paling akhir adalah jaringan lemak (Soeparno, 1991).

Daging

Daging adalah semua jaringan hewan dan semua produk hasil olahan yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya (Soeparno, 2005). Komposisi daging diperkirakan terdiri atas 75% air, 19% protein, 3,5% substansi non protein yang larut dan 2,5% lemak (Lawrie, 2003). Daging domba memiliki serat yang lebih halus dibandingkan dengan daging lainnya, jaringannya sangat padat, berwarna merah muda, konsistensinya cukup tinggi, lemaknya terdapat di bagian bawah kulit yaitu antara otot dan kulit, dagingnya sedikit berbau amonial (prengus). Daging domba mengandung protein 17,1% dan lemak 14,8%. Produksi otot domba priangan jantan muda yang dipotong pada bobot berbeda yang dikoreksi terhadap bobot karkas berkisar dari 56,94% hingga 66,45% (Herman, 2002). Dalam penelitian Sunarlim dan Setiyanto (2005), persentase daging kambing dan domba tidak berbeda nyata dimana persentase daging tertinggi berasal dari bagian paha (20,5%-21,7%) dan bahu (12,6%-14,5%) sedangkan persentase terendah berasal dari lipat paha atau flank (1,7%-2,3%). Dalam penelitian Priyanto et al. (2009) pada ternak sapi potongan komersial bagian Blade memiliki bobot otot terbesar, disusul kemudian potongan lain yaitu Topside, Chuck, Silverside, Rump, Loin, Neck+sticking, Thick flank dan Rib Set.

Tulang

(11)

9 Setiyanto (2005) pada masing-masing potongan karkas domba lebih tinggi daripada kambing dengan persentase tertinggi terdapat pada bagian paha (4,9%-6,6%) dan bahu (4,0%-5,3%). Penelitian Herman (2002) menunjukkan persentase tulang domba Priangan menurun dengan semakin meningkatnya bobot potong dimana pada bobot potong 10,0 kg memiliki persentase tulang sebesar 23,53% dan pada bobot potong 40,0 kg memiliki persentase 13,89%.

Lemak

Awal pertumbuhan lemak relatif lambat dan meningkat ketika hewan memasuki masa penggemukan. Pertumbuhan depot lemak berbeda, dengan lemak subkutan tingkat pertumbuhannya relatif tinggi dibandingkan lemak intermuskuler. Pola pertumbuhan lemak pada ternak sapi tergantung pada bangsa, jenis kelamin dan pemberian pakan. Pola pertumbuhan depot lemak tersebut juga tergantung pada tingkat perkembangan atau tingkat maturity (kematangan) (Berg dan Walters, 1983).

(12)

10 MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei sampai September 2011. Pemeliharaan domba dilakukan di kandang percobaan Laboratorium Ternak Ruminansia Kecil sedangkan pengukuran kualitas karkas dilakukan di Laboratorium Ternak Ruminansia Besar, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Materi Ternak Percobaan

Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak delapan ekor domba Garut jantan tipe pedaging yang berumur sebelas bulan dengan rataan bobot badan awal 16,03 ± 1,61 kg (KK 10,06%). Ternak berasal dari peternakan Indocement dan MT Farm. Ternak dikandangkan secara individu dan digemukkan selama tiga bulan.

Kandang

Kandang individu yang digunakan berukuran 1,5 x 0,75 m yang dilengkapi dengan tempat pakan dan air minum serta penampungan feses dan urin.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan untuk pemeliharaan ternak domba adalah pelet limbah tauge dan Indigofera sp. Hijauan yang digunakan untuk pembuatan pelet adalah Indigofera sp. dan limbah tauge yang masing-masing diberikan sebanyak 30%. Sedangkan konsentrat terdiri atas onggok, jagung kuning dan bungkil kelapa. Adapun peralatan yang digunakan adalah kandang, tempat minum, thermometer, timbangan, gunting pencukur bulu dan pemotong kuku. Peralatan yang digunakan pada proses pemotongan dan penguraian karkas adalah timbangan digital, pisau, talenan, jangka sorong, alat tulis, spidol marker dan planimeter.

Prosedur Persiapan Bahan Pakan

(13)

11 Jonggol (UP3J) yang telah dikeringkan sebelumnya. Limbah tauge yang didapatkan selanjutnya dijemur di bawah sinar matahari selama satu sampai dua hari. Komposisi bahan makanan ransum hasil perhitungan disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi Bahan Ransum Penelitian

Bahan Pakan

Perlakuan

Indigofera sp. Limbah Tauge

(14)

12

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 1. (a) Limbah Tauge Segar (b) Limbah Tauge Kering (c) Indigofera sp. Segar (d) Indigofera sp. Kering

Persiapan Kandang dan Peralatan

Kandang yang digunakan adalah kandang individu yang terbuat dari besi, dimana alas kandang terbuat dari bambu yang disekat. Kandang dibersihkan terlebih dahulu dengan cara membersihkan sawang pada atap, dinding dan jendela kandang, kemudian kandang individu dibersihkan dengan cara disapu sehingga kotoran yang terdapat di dalamnya tidak ada. Bagian kolong kandang juga dibersihkan dari kotoran maupun rumput-rumput kering yang telah ada sebelumnya. Kandang yang telah bersih dilakukan desinfeksi dengan cara pengapuran.

Pemeliharaan Domba

(15)

13 dengan air selanjutnya dikeringkan. Domba yang telah dibersihkan kemudian diberikan obat cacing. Awal pemeliharaan domba tidak langsung diberikan pakan pelet, akan tetapi diberikan rumput lapang agar domba dapat beradaptasi dengan lingkungan yang baru, kemudian pemberian pelet diberikan secara bertahap dalam jumlah sedikit demi sedikit. Setelah domba dapat beradaptasi, pelet diberikan sebanyak 1000 gram dalam satu hari dan air minum yang diberikan secara ad libitum, dengan awal pemberian pagi hari sebanyak dua liter. Keesokan harinya dilakukan pengukuran sisa pakan dan minum.

Pemotongan Ternak

Domba yang akan dipotong dipuasakan terlebih dahulu selama 12 jam. Pemuasaan dilakukan untuk mengurangi jumlah digesta dalam saluran pencernaan. Sebelum dilakukan pemotongan, domba ditimbang untuk mengetahuinya bobot potongnya. Pemotongan dilakukan secara halal dengan memotong bagian leher dekat tulang rahang bawah, sehingga semua pembuluh darah, oesophagus dan trachea terpotong untuk mendapatkan pendarahan sempurna. Darah ditampung dan ditimbang sebagai darah tertampung. Ujung oesophagus diikat untuk mencegah cairan rumen mengalir keluar dan menyebabkan penyusutan lebih besar.

Kepala dipisahkan dari tubuh pada sendi occipito-atlantis, kemudian ditimbang sebagai bobot kepala. Kaki depan dan kaki belakang dipisahkan pada sendi carpo-metacarpal dan sendi tarso-metatarsal. Keempat kaki tersebut ditimbang sebagai bobot kaki depan dan belakang. Kemudian dilakukan pengulitan, kulit yang dilepaskan ditimbang sebagai bobot kulit. Selanjutnya dilakukan pengeluaran organ jeroan dan ditimbang. Karkas segar ditimbang bobotnya sebagai bobot karkas segar, kemudian dibungkus dalam kantong plastik yang diikat erat, lalu disimpan dalam alat pendingin (cooler) 2°C untuk diuraikan keesokan harinya. Kepala dan kaki diuraikan menjadi bagian yang dapat dikonsumsi (edible) dan bagian yang tidak dapat dikonsumsi (inedible) termasuk tulang dan lemak.

Penguraian Karkas

(16)

14 (Ossa vertebrae sacralis). Masing-masing separuh karkas ditimbang sebagai bobot karkas sebelah kiri dan sebelah kanan. Bagian karkas sebelah kiri diuraikan menjadi sembilan potongan komersil yaitu paha belakang (leg), pinggang (loin), rusuk dada (rack), bahu (shoulder), leher (neck), perut dada (breast), lengan/paha depan (shank), dan lipatan paha (flank). Setelah didapatkan potongan komersil, masing-masing bagian ditimbang dan dipisahkan antara daging, tulang dan lemak. Kemudian masing-masing dari daging, tulang dan lemak ditimbang untuk mengetahui bobot masing-masing bagian tersebut.

Rancangan dan Analisis Data

Rancangan

Penelitian mengenai komposisi potongan komersial karkas domba Garut umur sebelas bulan yang meliputi sifat-sifat karkas, komposisi jaringan otot, lemak dan tulang serta distribusinya pada potongan komersial karkas menggunakan Rancangan Acak Lengkap Pola Searah dengan perlakuan pakan yang berbeda. Model statistik yang digunakan menurut Gaspersz (1992) sebagai berikut:

Yij = µ + Pi + εij

dengan,

Yij : komposisi jaringan karkas domba garut umur sebelas bulan pada taraf

jenis ransum ke-i dan ulangan ke-j

µ : rataan komposisi karkas domba garut umur sebelas bulan Pi : taraf jenis ransum ke i (limbah tauge dan Indigofera sp.)

εij : pengaruh galat percobaan taraf jenis ransum ke-i pada ulangan ke-j

Analisis Data

(17)

15 Peubah yang Diamati

Bobot Tubuh Kosong

Bobot tubuh kosong didapatkan dari perhitungan bobot potong setelah dikurangi isi saluran pencernaan.

Bobot dan Persentase Karkas

Bobot karkas adalah bobot tubuh ternak setelah dipotong dikurangi bobot darah, kepala, keempat kaki, kulit, isi rongga perut, isi rongga dada dan ekor (gram). Persentase karkas adalah hasil dari perhitungan bobot karkas dibagi bobot potong kemudian dikali seratus persen (%).

Bobot dan Persentase Daging Karkas

Bobot daging karkas adalah hasil penimbangan bagian otot-otot karkas setelah dipisahkan dari lemak, tulang dan fascia (gram). Persentase daging karkas adalah hasil dari perhitungan bobot daging dibagi karkas kemudian dikali seratus persen (%).

Bobot dan Persentase Lemak Karkas

Bobot lemak karkas adalah hasil penimbangan lemak karkas setelah dipisahkan dari daging dan tulang (gram). Persentase daging karkas adalah hasil dari perhitungan bobot lemak dibagi bobot karkas dikali seratus persen (%).

Bobot dan Persentase Tulang Karkas

Bobot tulang karkas adalah hasil penimbangan tulang-tulang karkas setelah dibersihkan dari daging, lemak dan fascia (gram). Persentase tulang karkas adalah hasil dari perhitungan bobot tulang dibagi karkas kemudian dikali seratus persen (%).

Bobot dan Persentase Komposisi Fisik Karkas pada Potongan Komersial Karkas

(18)

16 perhitungan bobot komposisi fisik karkas (daging/lemak/tulang) dibagi karkas kemudian dikali seratus persen (%).

Pengukuran Tebal Lemak

Pengukuran tebal lemak dilakukan pada daerah rusuk 12/13 (FT 12/13), tebal lemak diukur dengan menggunakan jangka sorong.

Luas Urat Daging Mata Rusuk (Udamaru)

Luas urat daging mata rusuk diukur pada irisan melintang otot longissimus dorsi diantara rusuk ke 12 dan 13 dengan cara menggambar permukaan irisan dan dihitung dengan menggunakan planimeter.

Rasio Daging/Lemak dan Daging/Tulang

Rasio Daging/Lemak didapat dari perhitungan bobot daging dibagi dengan bobot lemak, begitu juga dengan rasio Daging/Tulang diperoleh dari bobot daging dibagi dengan bobot tulang yang didapat.

Gambar bagian-bagian potongan komersial karkas dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 2. Potongan Komersial Karkas Sumber: Romans dan Ziegler (1974)

Keterangan:

1. Neck 4. Breast 7. Leg

2. Shoulder 5. Rack 8. Flank

(19)

17 HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Penelitian

Penelitian dilakukan di beberapa tempat, lokasi pemeliharaan domba selama periode penggemukan adalah Laboratorium lapang Ternak Ruminansia Kecil yang berada di Kandang blok B Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Dramaga. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.

(a) (b)

Gambar 3. (a) Kandang Penggemukkan (b) Kandang individu

Ternak domba ditempatkan dalam kandang individu untuk mengurangi pergerakan, setiap kandang berisi satu ternak domba. Domba Garut yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe pedaging dengan umur delapan bulan saat dimulai penelitian. Bobot badan awal domba bervariasi sehingga dilakukan adaptasi terhadap pakan dengan tujuan untuk menyeragamkan bobot domba. Mansjoer et al. (2007) menjelaskan bahwa domba Garut memiliki tingkat kesuburan yang tinggi (prolifik) sehingga memiliki potensi yang baik untuk dikembangkan sebagai sumber daging. Domba diberikan kode yang dikalungkan pada leher sesuai dengan perlakuannya. Ternak yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.

(20)

18 kecil secara ad libitum namun terukur yaitu diberikan dulu 2 liter, air minum dan pakan ini dilakukan penambahan jika sudah habis dan dilakukan pencatatan pada setiap penambahannya. Pemotongan ternak domba dilakukan di kandang blok A, ternak domba dari kandang blok B digiring sesuai urutan. Proses penguraian karkas dilakukan di Laboratorium Ternak Ruminansia Besar Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Dramaga.

Gambar 4. Domba Garut

Selama pemeliharaan penggemukan domba dilakukan pengukuran suhu dan kelembaban di dalam dan di luar kandang (Tabel 4).

Tabel 4. Rataan Suhu Harian di Lingkungan Kandang

Lokasi Waktu Suhu (ºC) Kelembaban (%)

Pagi 24±0,80 91±2,14

Dalam Kandang Siang 32±1,26 77±7,22

Sore 31±1,80 81±8,56

Pagi 26±1,10 85±1,73

Luar Kandang Siang 36±0,45 72±3,08

Sore 34±0,90 75±3,08

(21)

19 Ternak memiliki suhu nyaman masing-masing dimana pada suhu nyaman ternak akan berproduksi secara optimal. Suhu nyaman lingkungan bagi ternak domba menurut Yousef (1985) berkisar 21 ºC-30 ºC. Rataan suhu di dalam kandang masih lebih rendah (29 ºC) dibandingkan di luar kandang (32 ºC), suhu di dalam kandang masih termasuk ke dalam suhu lingkungan yang nyaman bagi domba. Suhu di dalam kandang yang lebih rendah ini disebabkan oleh bangunan kandang yang dibuat dengan ventilasi yang besar. Ventilasi yang besar ini menyebabkan sirkulasi udara di dalam kandang berjalan dengan baik dan dapat menurunkan tingkat stress pada ternak. Ketika sore hari ventilasi udara di dinding belakang kandang ditutup untuk mencegah angin masuk sehingga stress dingin pada ternak dapat dicegah. Lawrie (2003) menyebutkan bahwa persoalan regulasi panas pada hewan ternak memiliki kepentingan ekonomis. Domba, sapi dan babi cenderung mempertahankan suhu tubuhnya pada level konstan yang optimum untuk aktivitas biologis.

Gangguan kesehatan pada ternak selama penelitian adalah diare, sakit mata dan batuk. Sakit mata diobati dengan obat mata, batuk diobati dengan obat herbal untuk manusia yang dimasukkan melalui mulut menggunakan suntikan dan diare diobati dengan ekstrak daun jambu biji dan obat untuk manusia. Setelah dilakukan pengobatan, pada umumnya ternak mengalami kesembuhan.

Tingkat konsumsi adalah jumlah makanan yang terkonsumsi oleh hewan bila bahan makanan tersebut diberikan secara ad libitum, tingkat konsumsi ini akan berpengaruh terhadap pertambahan bobot badan harian (PBBH) seekor ternak. Konsumsi bahan kering dan pertambahan bobot badan harian (PBBH) domba Garut umur sebelas bulan dengan pemberian ransum Indigofera sp. dan limbah tauge dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Konsumsi Bahan Kering Ransum dan Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH) Domba Garut Umur Sebelas Bulan

Indigofera sp. Limbah Tauge

--- gram/ekor/hari---

Konsumsi Bahan Kering 588,11b 873,93a

PBBH 99b 153a

(22)

20 Konsumsi seekor ternak dapat dipengaruhi oleh jenis hewannya, jenis makanan yang diberikan yang berhubungan dengan nutrisi yang terkandung di dalam pakan dan lingkungan tempat hewan itu berada (Parakkasi, 1999). Farid (2012) menyebutkan bahwa domba Garut dengan pemberian ransum limbah tauge memiliki PBBH yang nyata lebih tinggi (P<0,05) sebesar 153 gram/ekor/hari dibandingkan dengan domba yang diberi ransum Indigofera sp. Sebesar 99 gram/ekor/hari. Perbedaan PBBH pada domba ini dapat dipengaruhi oleh tingkat palatabilitas atau kesukaan ternak terhadap pakan yang diberikan.

Diketahui bahwa Indigofera sp. memiliki rasa yang lebih pahit sehingga konsumsi pakan tidak sebanyak limbah tauge yang memiliki rasa lebih manis. Penelitian Farid (2012) memperoleh hasil konsumsi bahan kering ransum domba Garut dengan pemberian Indigofera sp. sebesar 588,11 gram/ekor/hari dan limbah tauge sebesar 873,93 gram/ekor/hari. Tauge seperti yang diketahui memiliki manfaat diantaranya sebagai sumber vitamin E. Pada kecambah yang sedang tumbuh menurut Okoronkwo et al. (2010) Trypsin inhibitor activity (TIA) rendah sehingga dapat meningkatkan kecernaan protein dan bioavailabilitas. Indigofera sp. merupakan salah satu legum yang memiliki potensi untuk pakan ternak. Indigofera sp. yang digunakan dalam perlakuan pada penelitian ini didapatkan dari UP3J dalam bentuk yang sudah kering. Hassen et al. (2007) menyatakan komposisi Indigofera sp. terdiri dari bahan kering 21,97%; lemak kasar 6,15%; protein kasar 24,17%; abu 6,41%; NDF 54,24% dan ADF 44,69%. Dalam penelitian Farid (2012) juga menunjukkan tingkat konsumsi air minum pada domba yang diberi ransum limbah tauge nyata lebih tinggi dibandingkan dengan yang diberi ransum Indigofera sp. dengan rataan 2017,78 ml/ekor/hari.

Sifat-sifat Karkas Domba Garut

(23)

21 jaringan-jaringan lemak yang melekat pada bagian-bagian tersebut (Lawrie, 2003). Sifat-sifat karkas yang diamati dalam penelitian ini antara lain bobot potong, bobot tubuh kosong, bobot karkas segar, bobot karkas dingin, persentase karkas segar, persentase karkas dingin, persentase karkas terhadap bobot tubuh kosong, tebal lemak pada rusuk 12/13 dan luas udamaru. Sifat-sifat karkas dapat dijadikan sebagai penilaian terhadap produk karkas yang dihasilkan, semakin baik indikator sifat-sifat karkas yang diperoleh maka nilai dari karkas itu sendiri semakin baik. Perlakuan pemberian ransum yang berbeda berupa ransum dengan kandungan Indigofera sp. dan limbah tauge pada domba Garut umur sebelas bulan terhadap sifat-sifat karkas ditunjukkan pada Tabel 6.

Tabel 6. Sifat-sifat Karkas Domba Garut Umur Sebelas Bulan dengan Ransum Penggemukan yang Berbeda

Variabel Ransum Rata-rata

Indigofera sp. Limbah Tauge

Bobot potong (Kg) 23,10b ± 3,43 28,25a ± 1,23 25,68 ± 3,64

Keterangan: * Persentase karkas berdasarkan bobot tubuh kosong

Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan tingkat perbedaan yang nyata (P<0.05).

Bobot Potong

(24)

22 bahan kering limbah tauge sebesar 873,93 gram/ekor/hari sedangkan konsumsi domba Garut yang diberi ransum Indigofera sp. sebesar 588,11 gram/ekor/hari sehingga mempengaruhi pertambahan bobot badan harian (PBBH) dari domba itu sendiri yang berakibat juga terhadap bobot potong yang dihasilkan.

Bobot Tubuh Kosong

Bobot tubuh kosong didapatkan dari pengurangan bobot potong dengan isi saluran pencernaan. Hasil analisis ragam menunjukkan bobot tubuh kosong dengan pemberian ransum limbah tauge nyata lebih tinggi (P<0,05) sebesar 21,940 kg dibandingkan pemberian ransum Indigofera sp. sebesar 17,035 kg. Bobot tubuh kosong yang lebih tinggi pada domba Garut dengan pemberian ransum limbah tauge disebabkan oleh tingginya bobot potong pada domba dengan pemberian ransum limbah tauge sehingga semakin tinggi bobot potong yang dihasilkan maka bobot tubuh kosong yang dihasilkan meningkat. Pemuasaan yang dilakukan sebelum pemotongan juga dapat berpengaruh terhadap bobot tubuh kosong yang dihasilkan karena dengan adanya pemuasaan menyebabkan isi saluran pencernaan cenderung akan lebih sedikit.

Bobot Karkas Segar

Bobot karkas segar didapatkan dari penimbangan karkas setelah dikurangi bagian kepala, kaki, ekor, kulit, darah dan organ jeroan. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa variabel bobot karkas segar pada domba yang diberi perlakuan ransum limbah tauge nyata lebih tinggi (P<0,05) yaitu 13,871 kg dibandingkan pada domba dengan pemberian Indigofera sp sebesar 10,781 kg . Bobot karkas segar domba dengan pemberian ransum limbah tauge yang didapat dalam penelitian ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan hasil penelitian Herman (2005) yaitu pada domba priangan jantan yang dipotong pada bobot 25 kg dengan pemberian ransum berbentuk pellet yang mengandung TDN sebesar 73,3% dan protein kasar sebesar 16% dalam bahan kering ransum menghasilkan bobot karkas segar sebesar 12,133 kg.

Bobot Karkas Dingin

(25)

23 ransum limbah tauge sebesar 13,451 kg nyata lebih tinggi (P<0,05) daripada domba Garut yang diberi ransum Indigofera sp sebesar 10,382 kg. Tingginya bobot karkas baik karkas segar maupun karkas dingin pada domba Garut dengan pemberian ransum limbah tauge dikarenakan konsumsi bahan kering ransum yang tinggi sehingga pertambahan bobot badan harian juga tinggi yaitu domba dengan pemberian ransum limbah tauge sebesar 153 gram/ekor/hari dibandingkan dengan pemberian Indigofera sp. yaitu sebesar 99 gram/ekor/hari (Farid, 2012). Menurut Zgur et al. (2003) dengan meningkatnya bobot hidup maka bobot karkas, panjang shoulder, lebar leg dan lemak karkas akan meningkat.

Persentase Karkas

Persentase karkas didapat dari hasil perbandingan bobot karkas dengan bobot potong domba dan dikalikan 100%. Persentase karkas segar, karkas dingin maupun persentase karkas terhadap bobot tubuh kosong domba Garut umur sebelas bulan yang diberi ransum Indigofera sp. dan limbah tauge tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05). Perbandingan bobot karkas segar dengan bobot potong memperoleh hasil rataan sebesar 47,975%, rataan perbandingan bobot karkas dingin dengan bobot potong yang diperoleh sebesar 46,378% dan rataan perbandingan bobot karkas terhadap bobot tubuh kosong sebesar 63,299%. Hasil perbandingan karkas segar dengan bobot potong yang didapat dalam penelitian ini lebih rendah dari hasil yang diperoleh Herman (2005) yaitu rata-rata persentase karkas domba Priangan jantan muda pada bobot potong 25 kg yang didapat sebesar 48,70%. Pemuasaan yang dilakukan sebelum pemotongan dapat meningkatkan persentase karkas yang didapat karena isi perut atau isi saluran pencernaan sudah berkurang.

Tebal Lemak

(26)

24 menyatakan bahwa pakan berpengaruh terhadap lemak, dalam penelitiannya domba dengan pakan konsentrat menunjukkan lemak karkas yang tinggi (P≤0,05) dibandingkan domba yang diberi pakan gandum utuh. Pakan dengan kandungan energi tinggi cenderung akan meningkatkan pertumbuhan lemak.

Luas Udamaru

Luas urat daging mata rusuk (udamaru) pada domba garut yang diberi pakan Indigofera sp. dan limbah tauge yang didapat tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05). Rataan luas udamaru domba Garut yang diberi ransum Indigofera sp. sebesar 9,600 cm2 sedangkan yang diberi pakan limbah tauge memiliki luas udamaru sebesar 11,125 cm2. Dengan meningkatnya luas udamaru maka bobot karkas yang didapat akan semakin tinggi, seperti yang dinyatakan dalam penelitian Suwarno (1980) pada ternak kerbau dan sapi menyebutkan bahwa terdapat hubungan erat dan positif (P<0,01) antara luas urat daging mata rusuk dan bobot karkas, semakin luas urat daging mata rusuk pada sapi dan kerbau maka semakin tinggi pula bobot karkas yang dihasilkan. Hal ini dapat disebabkan karena pertumbuhan atau pertambahan setiap komponen pada tubuh ternak yang akan mengakibatkan bobot karkas semakin bertambah. Setiap perbedaan 1 cm2 luas urat daging mata rusuk, menimbulkan perbedaan dalam bobot karkas sebesar 2,90 kg.

Komposisi Jaringan Karkas

Komponen utama karkas terdiri dari tulang yang berkembang paling dini, kemudian disusul dengan daging dan yang terakhir berkembang adalah lemak. Komposisi jaringan karkas pada domba muda ini menunjukkan tingkat produksi lemak yang rendah dengan produksi daging dan tulang yang masih berkembang. Virgili et al. (2003) dalam penelitiannya terhadap ternak babi menyatakan bahwa parameter komposisi jaringan karkas berupa persentase daging, lemak dan tulang sangat dipengaruhi oleh umur ternak itu sendiri. Selain itu, dilakukan juga perhitungan rasio daging terhadap lemak dan rasio daging terhadap tulang pada karkas domba Garut muda yang berumur sebelas bulan.

(27)

25 Tabel 7. Komposisi Jaringan Karkas Domba Garut Umur Sebelas Bulan dengan

Ransum Penggemukan yang Berbeda

Variabel Ransum Rata-rata

Indigofera sp. Limbah Tauge

---Kg---

Daging 3,24b ± 0,42 4,08a ± 0,23 3,66 ± 0,55

Lemak 0,79 ± 0,22 0,54 ± 0,11 0,66 ± 0,21

Tulang 1,24b ± 0,18 1,68a ± 0,15 1,47 ± 0,28

---%---

Daging 61,36 ± 2,97 64,80 ± 2,28 63,08 ± 3,60

Lemak 15,12a ± 4,66 8,49b ± 1,31 11,80 ± 4,76

Tulang 23,53b ± 1,73 26,72a ± 1,04 25,12 ± 2,52

D/L 4,43b ± 1,62 7,82a ± 1,62 6,13 ± 2,35

D/T 2,61 ± 0,08 2,43 ± 0,18 2,52 ± 0,16

Keterangan: D/L = Rasio daging terhadap lemak; D/T = Rasio daging terhadap tulang.

Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan tingkat perbedaan yang nyata (P<0.05).

Daging

(28)

26 Lemak

Bobot lemak domba Garut dengan pemberian ransum Indigofera sp. dan limbah tauge tidak menunjukkan respon perbedaan yang nyata (P>0,05), rataan bobot variabel lemak pada domba dengan perlakuan ransum yang mengandung Indigofera sp. dan limbah tauge dalam penelitian ini sebesar 0,662 kg. Persentase lemak yang didapat pada domba Garut dengan pemberian ransum Indigofera sp. nyata lebih tinggi sebesar 15,117% dibandingkan dengan domba yang diberi ransum limbah tauge sebesar 8,485%. Borton et al. (2005) menyatakan bahwa ketika lemak diekspresikan sebagai persen dari bobot potongan komersial, domba dengan bobot badan yang tinggi dengan ransum hijauan tidak berpengaruh terhadap persen lemak tapi jika domba diberi pakan konsentrat akan meningkatkan persen lemak. Disebutkan juga bahwa dengan meningkatnya bobot potong dari domba menghasilkan 50% - 80% peningkatan lemak pada potongan leg, loin, rack dan shoulder. Lemak cenderung lebih tinggi pada domba dengan pemberian pakan ransum Indigofera sp. yang memiliki kandungan protein yang lebih tinggi daripada ransum limbah tauge karena pada ransum yang memiliki kandungan protein yang tinggi maka kandungan energi ransum akan tinggi.

Tulang

Kontribusi kerangka untuk komposisi tubuh menurut Butterfield (1988) biasa dinilai dengan bobot. Bobot dan persentase tulang yang didapat menunjukkan respon yang berbeda nyata (P<0,05). Domba Garut dengan pemberian ransum mengandung limbah tauge memiliki bobot dan persentase tulang yang nyata lebih tinggi sebesar 1,684 kg dan 26,718% dibandingkan pada domba yang diberi ransum Indigofera sp. sebesar 1,244 kg dan 23,525%. Dalam penelitian Herman (1993) menyebutkan bahwa domba Priangan mempunyai karkas dengan kadar otot dan tulang yang lebih tinggi dengan kadar lemak rendah daripada domba ekor gemuk.

Rasio Daging terhadap Lemak dan Daging terhadap Tulang

(29)

27 pemberian ransum mengandung limbah tauge nyata lebih tinggi (P<0,05) sebesar 7,823 daripada domba dengan pemberian ransum Indigofera sp. sebesar 4,434. Rasio daging terhadap tulang (D/T) yang didapatkan dari hasil analisis ragam tidak menunjukkan respon berbeda nyata (P>0,05) dengan rataan sebesar 2,521. Hasil rasio daging terhadap lemak yang didapat dalam penelitian ini jauh lebih tinggi dengan rasio daging terhadap tulang yang sedikit lebih rendah dibandingkan hasil penelitian Carrasco et al. (2009) pada domba muda yang diberi perlakuan sistem pemberian pakan grazing dengan penambahan suplemen yaitu rasio daging terhadap lemak sebesar 2,83 dan rasio daging terhadap tulang sebesar 2,81.

Distribusi Jaringan Karkas

Jaringan karkas yang terdistribusi ke dalam potongan komersial karkas dihitung dengan melakukan penimbangan bobot otot, lemak dan tulang pada masing-masing potongan. Standar potongan komersial karkas kambing dan domba berdasarkan Badan Standarisasi Nasional Indonesia tahun 2008 dikelompokkan ke dalam tiga golongan atau kelas. Kelas I terdiri dari potongan karkas tender loin dan loin, kelas II terdiri dari leg, shoulder dan rack serta kelas III yang terdiri dari breast, flank dan shank. Jaringan karkas berupa otot, lemak dan tulang yang terdistribusi pada potongan komersial karkas domba Garut dengan perlakuan pakan Indigofera sp. dan limbah tauge disajikan pada Tabel 8 dan 9.

Distribusi Otot pada Potongan Komersial

(30)

28 pakan limbah tauge sehingga bobot otot pada masing-masing bagian cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan domba yang diberi pakan Indigofera sp.

Tabel 8. Distribusi Bobot Jaringan Karkas Domba Garut Umur Sebelas Bulan dengan Ransum Penggemukan yang Berbeda

Variabel Jaringan Karkas

Ransum

Rata-rata

Indigofera sp. Limbah Tauge

--- gram ---

(31)

29 Persentase otot yang didapatkan dari hasil analisis ragam tidak menunjukkan respon yang berbeda nyata (P>0,05). Rataan persentase otot tertinggi dari kedua perlakuan terdapat pada bagian leg sebesar 37,88 %, hasil ini sesuai dengan hasil yang didapat pada penelitian Sunarlim dan Setiyanto (2005) dalam penelitiannya terhadap kambing kacang dan domba lokal jantan menyebutkan bahwa persentase otot tertinggi berada pada bagian paha yaitu sebesar 20,5%-21,7% dan bahu atau shoulder sebesar 12,6%-2,75%. Lawrie (2003) menyatakan bahwa pada jantan urat-urat daging pada bagian paha relatif lebih berkembang. Berdasarkan Badan Standarisasi Nasional Indonesia (2008) potongan leg dan rack termasuk ke dalam golongan atau kelas II dari potongan karkas yang mempunyai nilai ekonomis cukup tinggi.

Distribusi Lemak pada Potongan Komersial

Lemak merupakan bagian yang tumbuh dan berkembang paling akhir. Parakkasi (1999) menyebutkan bahwa dengan semakin tua umur suatu ternak, pertambahan bobot badan ternak tersebut lebih disebabkan oleh deposit lemak. Hasil analisis ragam Bobot lemak domba Garut dengan pemberian ransum limbah tauge dan Indigofera sp. tidak menunjukkan respon yang berbeda nyata (P>0,05) dengan rataan tertinggi pada bagian shoulder sebesar 190,38 gram. Hasil bobot lemak yang didapat dalam penelitian ini berbeda dengan penelitian Nurmalasari (2008) pada domba lokal jantan yang berumur kurang dari satu tahun dengan perlakuan rasio pemberian pakan berbeda yang digemukan selama dua bulan memperoleh hasil rataan bobot lemak tertinggi pada bagian paha atau leg sebesar 105,33 gram sedangkan untuk bagian shoulder sebesar 79,89 gram.

(32)

30 disebabkan oleh jenis domba yang digunakan berbeda, serta perlakuan pakan yang diberikan dan lamanya waktu penggemukan yang berbeda.

Tabel 9. Persentase Distribusi Jaringan Karkas Domba Garut Umur Sebelas Bulan dengan Ransum Penggemukan yang Berbeda

Variabel Ransum Rata-rata

(33)

31 Distribusi Tulang pada Potongan Komersial

(34)

32 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Domba Garut yang diberikan pakan yang limbah tauge dan Indigofera sp. mampu menghasilkan persentase karkas segar yang cukup tinggi dengan rata-rata 47,98 %. Sifat-sifat karkas berupa bobot potong, bobot karkas, bobot tubuh kosong pada domba garut umur sebelas bulan yang diberi ransum limbah tauge nyata lebih tinggi (P<0,05) daripada Indigofera sp. Komposisi jaringan karkas berupa otot dan tulang domba garut umur sebelas bulan yang diberi ransum limbah tauge nyata lebih tinggi (P<0,05) daripada Indigofera sp. Bobot otot potongan rack, leg, breast dan shank depan nyata lebih tinggi (P<0,05) pada potongan komersial domba yang diberi pakan limbah tauge. Bobot tulang pada potongan rack, breast dan shank depan serta bobot lemak pada bagian rack nyata lebih tinggi (P<0,05) pada domba dengan pemberian pakan limbah tauge dibandingkan dengan Indigofera sp.

Saran

(35)

KOMPOSISI POTONGAN KOMERSIAL KARKAS DOMBA

GARUT UMUR SEBELAS BULAN DENGAN RANSUM

PENGGEMUKAN MENGANDUNG LIMBAH

TAUGE DAN

INDIGOFERA

sp.

SKRIPSI

SISKA YOKA HIDAYAWATI

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(36)

KOMPOSISI POTONGAN KOMERSIAL KARKAS DOMBA

GARUT UMUR SEBELAS BULAN DENGAN RANSUM

PENGGEMUKAN MENGANDUNG LIMBAH

TAUGE DAN

INDIGOFERA

sp.

SKRIPSI

SISKA YOKA HIDAYAWATI

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(37)

RINGKASAN

Siska Yoka Hidayawati. D14080203. 2012. Komposisi Potongan Komersial Karkas Domba Garut Umur Sebelas Bulan dengan Ransum Penggemukan Mengandung Limbah Tauge dan Indigofera sp. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr. Ir. Rudy Priyanto

Pembimbing Anggota : M. Baihaqi, S.Pt,. M.Sc

Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang memiliki banyak manfaat. Domba Garut yang terdiri dari tipe tangkas dan pedaging memiliki sifat prolifik sehingga domba Garut tipe pedaging berpotensi untuk dikembangkan dengan harapan produksi daging yang baik. Daging domba merupakan salah satu sumber protein hewani. Daging domba muda diperoleh dari domba yang dipotong dibawah umur satu tahun yang memiliki kelebihan antara lain lebih empuk, rendah lemak dan diyakini memiliki bau prengus yang lebih rendah dibandingkan dengan domba dewasa. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan pengaruh pakan yang diberikan terhadap sifat-sifat karkas, komposisi jaringan otot, lemak dan tulang dan distribusinya pada potongan komersial karkas.

Penelitian telah dilaksanakan dari bulan Mei sampai September 2011. Domba Garut umur sebelas bulan sebanyak delapan ekor dengan rataan bobot 16,03 ± 1,61 kg (KK 10,06%) digemukkan selama tiga bulan di kandang percobaan Laboratorium Ternak Ruminansia Kecil dan penguraian karkas domba Garut dilakukan di Laboratorium Ternak Ruminansia Besar, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Domba diberikan perlakuan pakan yang berbeda yaitu Indigofera sp. (R1) dan limbah tauge (R2). Legum Indigofera sp. didapat dari Laboratorium lapang UP3J Jonggol dan limbah tauge diperoleh dari Pasar Bogor. Pakan diberikan dalam bentuk pelet. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola searah dengan dua taraf perlakuan pakan dan empat kali ulangan pada setiap perlakuan. Peubah yang diamati adalah bobot potong, bobot dan persentase karkas, bobot dan persentase daging, bobot dan persentase lemak, bobot dan persentase tulang pada karkas, dan potongan komerssial karkas, tebal lemak serta luas udamaru. Data yang didapat dianalisa dengan analisis ragam (ANOVA).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa domba Garut dengan pemberian pakan limbah tauge memiliki bobot potong, bobot tubuh kosong, bobot karkas dan persentase karkas yang nyata lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan domba yang diberi pakan Indigofera sp., sedangkan pada variabel tebal lemak dan luas udamaru tidak berbeda nyata. Komposisi jaringan karkas berupa daging, tulang dan rasio daging terhadap lemak nyata lebih tinggi (P<0,05) pada domba dengan perlakuan limbah tauge sedangkan lemak tidak menunjukkan respon yang berbeda nyata. Distribusi otot, dan tulang pada potongan komersial karkas domba dengan perlakuan pakan limbah tauge nyata lebih tinggi (P<0,05) pada potongan rack, leg, breast dan shank. Kata-kata kunci: Domba Garut, komposisi karkas, potongan komersial, limbah tauge,

(38)

ABSTRACT

Carcass Commercial Cuts Composition of Garut Lamb Aged Eleven Month Old Fattened Rations Containing Mung Bean Waste and Indigofera sp.

Hidayawati, S. Y., R. Priyanto., and M. Baihaqi

Lamb is a small ruminant which produces meat for human consumption. The purpose of this study was to examine the influence of ration on carcass characteristics and composition. Eleven male Garut lambs of eight month old were used in the study. They were divided into two groups and given ration containing mung bean waste and Indigofera sp. respectively and fattened for three months. Parameter observed include carcass characteristics, carcass tissue component and distribution within commercial cuts. The result showed the Garut lamb that was given difference ration containing was significantly higher (P<0,05) to slaughter weight, empty body weight, carcass weight, percentage of carcass compared to that fed on ration containing Indigofera sp. Carcass tissue composition include meat and bone weight of Garut lamb fed on mung bean waste ration containing significantly (P<0,05) hevier compared to that fed on Indigofera sp. Meat and bone in carcass tissue distribution within commercial cuts was significantly different, it can be seen from rack, leg, breast, and shank cut .

Keywords : Garut lamb, carcass composition, commercial cut, mung bean waste, Indigofera sp.

(39)

KOMPOSISI POTONGAN KOMERSIAL KARKAS DOMBA

GARUT UMUR SEBELAS BULAN DENGAN RANSUM

PENGGEMUKAN MENGANDUNG LIMBAH

TAUGE DAN

INDIGOFERA sp

.

SISKA YOKA HIDAYAWATI D14080203

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(40)

Judul : Komposisi Potongan Komersial Karkas Domba Garut Umur Sebelas Bulan dengan Ransum Penggemukan Mengandung Limbah Tauge

dan Indigofera sp. Nama : Siska Yoka Hidayawati NIM : D14080203

Menyetujui,

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

(Dr. Ir. Rudy Priyanto) (M. Baihaqi, S.Pt., M.Sc) NIP:19601216 198603 1 003 NIP: 19800129 200501 1 005

Mengetahui, Kepala Departemen

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri M. Agr Sc NIP. 19591212 198603 1 004

(41)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ciamis pada tanggal 7 Juli 1990. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Yoyo Daryo (Almarhum) dan Ibu Eka Rukaesih.

Penulis mengawali pendidikan pada tahun 1995 di TK Melati Kalipucang, Kabupaten Ciamis. Penulis memasuki sekolah dasar pada tahun 1996 di SD N Ciherang, Kalipucang, Kabupaten Ciamis dan diselesaikan pada tahun 2002. Pendidikan lanjutan tingkat pertama dimulai tahun 2002 di SMP N 1 Kalipucang, Kabupaten Ciamis dan diselesaikan pada tahun 2005. Penulis melanjutkan pendidikan di SMA N 1 Pangandaran, Kabupaten Ciamis pada tahun 2005 dan diselesaikan pada tahun 2008.

Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun ajaran 2008/2009 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Ilmu Produksi Peternakan (Himaproter) periode tahun 2009-2010 dan 2010-2011. Penulis mengikuti keanggotaan Gentra Kaheman serta sebagai sekretaris organisasi mahasiswa daerah Paguyuban Mahasiswa Galuh Ciamis (PMGC) periode kepengurusan tahun 2009-2010. Penulis juga aktif dalam kegiatan kepanitiaan yaitu Gebyar Nusantara 2010, Kontes Domba Tangkas Nasional 2010, Kontes Ayam Pelung Nasional 2010, Pemira-D 2010, Gerakan 1000 Mahasiswa Turun Desa tahun

(42)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat, karunia dan ridho-Nya sehingga penulis dapat melaksanakan dan menyelesaikan penelitian serta penulisan skripsi yang berjudul Komposisi Potongan Komersial Karkas Domba Garut Umur Sebelas Bulan dengan Ransum Penggemukan Mengandung Limbah Tauge dan Indigofera sp. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi besar kita Muhammad SAW beserta para keluarganya, sahabatnya dan umatnya.

Domba Garut adalah salah satu plasma nutfah Indonesia yang menjadi simbol dalam kebudayaan sunda berupa adu ketangkasan domba Garut. Domba ini terdapat dua tipe yaitu tipe laga dan tipe pedaging sehingga domba Garut ini selain dijadikan sebagai domba laga juga dapat dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat Indonesia. Domba Garut dengan potensi genetik yang baik diharapkan dapat menghasilkan persentase karkas yang cukup tinggi sehingga didapat bobot daging yang tinggi.

Pakan merupakan salah satu faktor penting dalam proses penggemukan, hal ini berkaitan dengan biaya produksi yang akan dikeluarkan selama proses penggemukan. Pemanfaatan Indigofera sp. dan limbah tauge yang kaya akan protein diharapkan dapat mengganti sebagian besar konsentrat sehingga dapat menekan biaya produksi. Indigofera sp. banyak di tanam di daerah-daerah tropis sehingga dapat dikembangkan di Indonesia dan potensi limbah tauge yang dihasilkan dari sisa-sisa pengayakan untuk konsumsi yang cukup banyak hingga mencapai 1,5 ton/hari. Nutrisi yang terkandung dalam legum Indigofera sp. dan limbah tauge diharapkan dapat memenuhi kebutuhan domba pada fase pertumbuhan sehingga menghasilkan domba muda dengan performa yang baik dan daging yang empuk, rendah kolesterol serta tidak berbau prengus.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skrisi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan informasi kepada pembaca.

(43)
(44)
(45)

vii DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Rataan Bobot Lahir, Bobot Sapih dan Pertambahan Bobot

Badan (PBB) Prasapih Domba Garut ... 3 2. Pengaruh Ransum terhadap Performans Karkas Domba

Priangan Jantan ... 7 3. Komposisi Bahan Ransum Penelitian ... 11 4. Rataan Suhu Harian Kandang ... 18 5. Konsumsi Bahan Kering Ransum dan Pertambahan Bobot Badan

Harian (PBBH) Domba Garut Umur Sebelas Bulan ... 19 6. Sifat-sifat Karkas Domba Garut Umur Sebelas Bulan dengan

Ransum Penggemukan yang Berbeda ... 21 7. Komposisi Jaringan Karkas Domba Garut Umur Sebelas Bulan

dengan Ransum Penggemukan yang Berbeda ... 25 8. Distribusi Bobot Jaringan Karkas Domba Garut Umur Sebelas

Bulan dengan Ransum Penggemukan yang Berbeda ... 28 9. Persentase Distribusi Jaringan Karkas Domba Garut Umur

(46)

viii DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Limbah Tauge dan Indigofera sp. dalam keadaan Segar dan

(47)

ix DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Hasil Uji Analisis Ragam Bobot Potong Berdasarkan Ransum

yang Berbeda ... 38 2. Hasil Uji Analisis Ragam Bobot Tubuh Kosong Berdasarkan

Ransum yang Berbeda ... 38 3. Hasil Uji Analisis Ragam Bobot Karkas Segar Berdasarkan

Ransum yang Berbeda ... 38 4. Hasil Uji Analisis Ragam Bobot Karkas Dingin Berdasarkan

Ransum yang Berbeda ... 38 5. Hasil Uji Analisis Ragam Persentase Karkas Segar Berdasarkan

Ransum yang Berbeda ... 39 6. Hasil Uji Analisis Ragam Persentase Karkas Dingin Berdasarkan

Ransum yang Berbeda ... 39 7. Hasil Uji Analisis Ragam Persentase Karkas terhadap Bobot tubuh

Kosong Berdasarkan Ransum yang Berbeda ... 39 8. Hasil Uji Analisis Ragam Tebal Lemak Berdasarkan Ransum yang

Berbeda ... 39 9. Hasil Uji Analisis Ragam Luas Udamaru Berdasarkan Ransum

Yang Berbeda ... 39 10. Hasil Uji Analisis Ragam Daging pada Karkas Berdasarkan

Ransum yang Berbeda ... 40 11. Hasil Uji Analisis Ragam Lemak pada Karkas Berdasarkan

Ransum yang Berbeda ... 40 12. Hasil Uji Analisis Ragam Tulang pada Karkas Berdasarkan

Ransum yang Berbeda ... 40 13. Hasil Uji Analisis Ragam Persentase Daging pada Karkas

Berdasarkan Ransum yang Berbeda ... 40 14. Hasil Uji Analisis Ragam Persentase Lemak pada Karkas

Berdasarkan Ransum yang Berbeda ... 41 15. Hasil Uji Analisis Ragam Persentase Tulang pada Karkas

Berdasarkan Ransum yang Berbeda ... 41 16. Hasil Uji Analisis Ragam Rasio Daging terhadap Lemak

Berdasarkan Ransum yang Berbeda ... 41 17. Hasil Uji Analisis Ragam Rasio Daging terhadap Tulang

Berdasarkan Ransum yang Berbeda ... 41 18. Hasil Uji Analisis Ragam Distribusi Otot pada Bagian Neck

(48)

x Berdasarkan Ransum yang Berbeda ... 42 20. Hasil Uji Analisis Ragam Distribusi Otot pada Bagian Rack

Berdasarkan Ransum yang Berbeda ... 42 21. Hasil Uji Analisis Ragam Distribusi Otot pada Bagian Loin

Berdasarkan Ransum yang Berbeda ... 42 22. Hasil Uji Analisis Ragam Distribusi Otot pada Bagian Leg

Berdasarkan Ransum yang Berbeda ... 42 23. Hasil Uji Analisis Ragam Distribusi Otot pada Bagian Breast

Berdasarkan Ransum yang Berbeda ... 43 24. Hasil Uji Analisis Ragam Distribusi Otot pada Bagian Flank

Berdasarkan Ransum yang Berbeda ... 43 25. Hasil Uji Analisis Ragam Distribusi Otot pada Bagian Shank

Depan Ransum yang Berbeda ... 43 26. Hasil Uji Analisis Ragam Persentase Otot pada Bagian Neck

Berdasarkan Ransum yang Berbeda ... 43 27. Hasil Uji Analisis Ragam Persentase Otot pada Bagian Shoulder

Berdasarkan Ransum yang Berbeda ... 44 28. Hasil Uji Analisis Ragam Persentase Otot pada Bagian Rack

Berdasarkan Ransum yang Berbeda ... 44 29. Hasil Uji Analisis Ragam Persentase Otot pada Bagian Loin

Berdasarkan Ransum yang Berbeda ... 44 30. Hasil Uji Analisis Ragam Persentase Otot pada Bagian Leg

Berdasarkan Ransum yang Berbeda ... 44 31. Hasil Uji Analisis Ragam Persentase Otot pada Bagian Breast

Berdasarkan Ransum yang Berbeda ... 45 32. Hasil Uji Analisis Ragam Persentase Otot pada Bagian Flank

Berdasarkan Ransum yang Berbeda ... 45 33. Hasil Uji Analisis Ragam Persentase Otot pada Bagian Shank

Depan Berdasarkan Ransum yang Berbeda ... 45 34. Hasil Uji Analisis Ragam Distribusi Lemak pada Bagian Neck

Berdasarkan Ransum yang Berbeda ... 45 35. Hasil Uji Analisis Ragam Distribusi Lemak pada Bagian Soulder

Berdasarkan Ransum yang Berbeda ... 46 36. Hasil Uji Analisis Ragam Distribusi Lemak pada Bagian Rack

Berdasarkan Ransum yang Berbeda ... 46 37. Hasil Uji Analisis Ragam Distribusi Lemak pada Bagian Loin

Berdasarkan Ransum yang Berbeda ... 46 38. Hasil Uji Analisis Ragam Distribusi Lemak pada Bagian Leg

(49)

xi 39. Hasil Uji Analisis Ragam Distribusi Lemak pada Bagian Breast

Berdasarkan Ransum yang Berbeda ... 47 40. Hasil Uji Analisis Ragam Distribusi Lemak pada Bagian Flank

Berdasarkan Ransum yang Berbeda ... 47 41. Hasil Uji Analisis Ragam Distribusi Lemak pada Bagian Shank

Depan Berdasarkan Ransum yang Berbeda ... 47 42. Hasil Uji Analisis Ragam Persentase Lemak pada Bagian Neck

Berdasarkan Ransum yang Berbeda ... 47 43. Hasil Uji Analisis Ragam Persentase Lemak pada Bagian

Shoulder Berdasarkan Ransum yang Berbeda ... 48 44. Hasil Uji Analisis Ragam Persentase Lemak pada Bagian Rack

Berdasarkan Ransum yang Berbeda ... 48 45. Hasil Uji Analisis Ragam Persentase Lemak pada Bagian Loin

Berdasarkan Ransum yang Berbeda ... 48 46. Hasil Uji Analisis Ragam Persentase Lemak pada Bagian Leg

Berdasarkan Ransum yang Berbeda ... 48 47. Hasil Uji Analisis Ragam Persentase Lemak pada Bagian Breast

Berdasarkan Ransum yang Berbeda ... 48 48. Hasil Uji Analisis Ragam Persentase Lemak pada Bagian Flank

Berdasarkan Ransum yang Berbeda ... 49 49. Hasil Uji Analisis Ragam Persentase Lemak pada Bagian Shank

Depan Berdasarkan Ransum yang Berbeda ... 49 50. Hasil Uji Analisis Ragam Distribusi Tulang pada Bagian Neck

Berdasarkan Ransum yang Berbeda ... 49 51. Hasil Uji Analisis Ragam Distribusi Tulang pada Bagian Shoulder

Berdasarkan Ransum yang Berbeda ... 49 52. Hasil Uji Analisis Ragam Distribusi Tulang pada Bagian Rack

Berdasarkan Ransum yang Berbeda ... 50 53. Hasil Uji Analisis Ragam Distribusi Tulang pada Bagian Loin

Berdasarkan Ransum yang Berbeda ... 50 54. Hasil Uji Analisis Ragam Distribusi Tulang pada Bagian Leg

Berdasarkan Ransum yang Berbeda ... 50 55. Hasil Uji Analisis Ragam Distribusi Tulang pada Bagian Breast

Berdasarkan Ransum yang Berbeda ... 50 56. Hasil Uji Analisis Ragam Distribusi Tulang pada Bagian Shank

Depan Berdasarkan Ransum yang Berbeda ... 50 57. Hasil Uji Analisis Ragam Persentase Tulang pada Bagian Neck

Berdasarkan Ransum yang Berbeda ... 51 58. Hasil Uji Analisis Ragam Persentase Tulang pada Bagian

(50)

xii 59. Hasil Uji Analisis Ragam Persentase Tulang pada Bagian Rack

Berdasarkan Ransum yang Berbeda ... 51 60. Hasil Uji Analisis Ragam Persentase Tulang pada Bagian Loin

Berdasarkan Ransum yang Berbeda ... 51 61. Hasil Uji Analisis Ragam Persentase Tulang pada Bagian Leg

Berdasarkan Ransum yang Berbeda ... 52 62. Hasil Uji Analisis Ragam Persentase Tulang pada Bagian Breast

Berdasarkan Ransum yang Berbeda ... 52 63. Hasil Uji Analisis Ragam Persentase Tulang pada Bagian Shank

(51)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Domba merupakan salah satu ternak ruminansia kecil yang memiliki banyak manfaat. Semua hasil dari ternak ini dapat dimanfaatkan mulai dari bulu, daging, tulang hingga kotorannya. Domba Garut merupakan salah satu domba yang ada di Indonesia dengan memiliki sifat prolifik yaitu memiliki tingkat kesuburan yang tinggi (Mansjoer et al., 2007). Domba Garut terdiri dari dua strain atau tipe yaitu domba tipe pedaging dan domba tipe petarung atau domba laga. Sifat prolifik yang dimiliki domba garut ini dapat menjadikan peluang untuk dikembangkan, domba tipe pedaging dapat digunakan untuk penggemukan dengan harapan produksi karkas dan daging yang cukup baik.

Daging adalah salah satu sumber protein hewani, menurut Purbowati et al. (2009) pada domba dengan perlakuan pakan komplit berkadar protein dan energi yang berbeda memiliki daging dengan kandungan protein sebesar 16,62%-17,24%. Umur potong ternak domba di masyarakat umumnya pada umur tua, hal ini disebabkan karena daging ternak domba masih belum banyak digunakan atau belum biasa dikonsumsi sehari-hari. Daging domba ini hanya digunakan pada saat-saat tertentu saja seperti pada acara aqiqah dan perayaan Idul Adha. Daging domba muda berasal dari domba yang dipotong dibawah umur satu tahun. Domba muda berada pada masa pertumbuhan dimana diharapkan memiliki produksi daging yang sudah cukup tinggi dengan masa pertumbuhan yang relatif cepat. Kelebihan dari daging domba muda dibandingkan dengan daging domba yang dipotong pada umur tua atau lebih dari satu tahun antara lain lebih empuk serta rendah lemak. Selain itu diyakini domba muda ini akan mempunyai bau prengus yang lebih rendah dibandingkan dengan domba dewasa.

Gambar

Tabel 2. Pengaruh Ransum terhadap Performans Karkas Domba Priangan Jantan
Tabel 3. Komposisi Bahan Ransum Penelitian
Gambar 1. (a) Limbah Tauge Segar (b) Limbah Tauge Kering (c) Indigofera sp.
Gambar bagian-bagian potongan komersial karkas dapat dilihat pada gambar
+7

Referensi

Dokumen terkait

Performa domba garut dengan pemberian pakan limbah tauge dan kangkung kering sebagai hijauan pengganti rumput tidak berpengaruh terhadap pertambahan bobot badan harian (PBBH) dan

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa domba Jonggol dengan domba Garut dan domba Balibu dengan domba Sepubu menghasilkan pertambahan bobot badan harian

Hasil analisis ragam pada Tabel 3 menunjukkan bahwa semua variabel yang diujikan yaitu bobot potong, bobot tubuh kosong, bobot karkas, dan persentase karkas menunjukkan

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa domba Jonggol dan domba Garut menghasilkan pertambahan bobot badan harian (PBBH) yang sama, namun domba Jonggol

Hasil yang tidak berpengaruh nyata diitunjukan analisis peragam dari pengaruh perbedaan bangsa terhadap bobot tubuh kosong domba ekor tipis dan domba garut.Hal

Data hasil penelitian pemberian ransum BBJP terfermentasi Rhizopus oligosporus terhadap bobot potong, bobot dan persentase karkas, bobot dan persentase dada, bobot dan

Performa domba garut dengan pemberian pakan limbah tauge dan kangkung kering sebagai hijauan pengganti rumput tidak berpengaruh terhadap pertambahan bobot badan harian (PBBH) dan

RESPON FISIOLOGIS DOMBA EKOR TIPIS DAN GARUT DENGAN PEMBERIAN PAKAN KONSENTRAT DAN LIMBAH TAUGE The Physiological Response of Javanese Thin Tailed Sheep and Garut Sheep Fed By