• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Karkas Dan Non Karkas Domba Garut Bertelinga Rumpung Dan Daun Hiris Di Tph Bebedahan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik Karkas Dan Non Karkas Domba Garut Bertelinga Rumpung Dan Daun Hiris Di Tph Bebedahan"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

i

KARAKTERISTIK KARKAS DAN NON KARKAS DOMBA

GARUT BERTELINGA RUMPUNG DAN DAUN HIRIS

DI TPH BEBEDAHAN

AHMAD MUSLIH HAFIZI

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Karkas dan Non Karkas Domba Garut Bertelinga Rumpung dan Daun Hiris di Tempat Pemotongan Hewan Bebedahan Garut adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2015

(4)
(5)

v

ABSTRAK

AHMAD MUSLIH HAFIZI. Karakteristik Karkas dan Non Karkas Domba Garut Bertelinga Rumpung dan Daun Hiris di TPH Bebedahan. Dibimbing oleh MUHAMAD BAIHAQI dan EDIT LESA ADITIA.

Bangsa domba garut memiliki beberapa karakteristik yang dapat dilihat dari perbedaan daun telinga, diantaranya daun telinga tipe rumpung dan daun hiris. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi karakteristik karkas dan non karkas antara domba garut bertelinga rumpung dan daun Hiris di Tempat pemotongan Hewan (TPH) Bebedahan Garut. Total sebanyak 111 ekor domba garut dengan distribusi 42 ekor bertelinga rumpung dan 69 ekor bertelinga daun hiris digunakan dalam penelitian. Data karkas dan non karkas dianalisis menggunakan uji T. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemotongan di TPH Bebedahan umumnya menggunakan domba betina dan mayoritas berumur muda. Selanjutnya, hasil penelitian menunjukkan bahwa bobot potong, bobot tubuh kosong, dan bobot komponen non karkas domba garut bertelinga rumpung lebih besar (P<0.05) daripada domba garut bertelinga daun hiris, sedangkan untuk peubah bobot karkas, persentase karkas, dan persentase komponen non karkas adalah sama antara domba garut tipe telinga rumpung dan daung hiris yang dipotong di TPH Bebedahan.

Kata kunci : domba garut bertelinga rumpung dan daun hiris, karkas, non karkas

ABSTRACT

AHMAD MUSLIH HAFIZI. Carcass and Non-Carcass Characteristics of Garut Sheep with Rumpung and Daun Hiris Ear Type at Bebedahan Slaughter House. Supervised by MUHAMAD BAIHAQI and EDIT LESA ADITIA.

Garut sheep has several characteristics which can be observed from ear shape difference, specifically rumpung type and daun hiris type. The objective of the research was to evaluate carcass and non-carcass characteristic of garut sheep based on ear shape difference which slaughtered at sheep abattoir in Bebedahan sub district, Garut District, West Java Province. Total 111 heads of garut sheep divided into 42 heads of rumpung ear type and 69 heads of daun hiris ear type (P<0.05). Whereas, data for carcass weight, carcass percentage and non-carcass component percentage were similar between rumpung ear type and daun hiris ear type of garut sheep.

(6)
(7)

vii

KARAKTERISTIK KARKAS DAN NON KARKAS DOMBA

GARUT BERTELINGA RUMPUNG DAN DAUN HIRIS

DI TPH BEBEDAHAN

AHMAD MUSLIH HAFIZI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada

Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGIPETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)
(11)

xi

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat, petunjuk, berkah, dan rahmat-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada Rasulullah SAW, beserta keluarga, para sahabat dan pengikutnya. Terima kasih sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada bapak Muhamad Baihaqi, SPt MSc selaku pembimbing akademik dan pembimbing skripsi, kemudian bapak Edit Lesa Aditia, SPt MSc selaku pembimbing skripsi atas segala ilmu, bimbingan, dan motivasi yang telah diberikan. Terima kasih pula penulis ucapkan kepada ibu Ir Komariah, MSi selaku dosen penguji atas segala ilmu, saran, dan motivasi yang telah disampaikan.

Selanjutnya penulis ucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada ayah dan ibunda tercinta, Harun M. Ridwan dan Ida Hamidah yang senantiasa memberikan do’a, kasih sayang, motivasi serta dukungan moril maupun materil. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada kakak-kakak dan adik tersayang, Dadang A. Mukmin Amarulloh dan Muhammad Ismail Hilmi atas segala do’a, motivasi, dan senyumannya. Terima kasih kepada bapak Iyus atas segala ilmu, dorongan dan dukungan selama di Garut. Terima kasih diucapkan pula kepada sahabat perjuangan Bayu Indra Prahasta beserta keluarga atas segala ilmu, motivasi, keceriaan dan kebersamaannya selama ini. Terima kasih kepada teman seperjuangan alih jenis Riri, Endah, Yuninda, Adita, dan Rizky Ilma serta keluarga besar IPTP 48 dan IPTP 49 atas segala semangat dan dukungannya. Penulis berharap semoga Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2015

(12)
(13)

xiii

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xiv

DAFTAR LAMPIRAN xiv

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

METODE 2

Lokasi dan Waktu Penelitian 2

Alat dan Bahan Penelitian 2

Prosedur 2

Pemotongan Hewan 2

Analisis Data 3

Peubah 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 4

Keadaan Umum Penelitian 4

Karakteristik Karkas 5

Bobot Potong, Bobot Karkas, dan Bobot Tubuh Kosong 5

Persentase Karkas 6

Persentase Daging dan Tulang Karkas 7

Karakteristik Non Karkas 7

Persentase Komponen Non Karkas 8

SIMPULAN DAN SARAN 9

DAFTAR PUSTAKA 9

LAMPIRAN 12

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

1 Jumlah dan rataan bobot potong ternak domba garut berdasarkan tipe

telinga rumpung dan daun hiris dengan umur berbeda 5 2 Rataan bobot (potong, karkas, dan tubuh kosong) dan persentase (karkas

dan non karkas) domba garut dengan tipe telinga berbeda 5

3 Persentase komponen non karkas domba garut 8

DAFTAR LAMPIRAN

10 Hasil analisis uji T bobot lambung 13

11 Hasil analisis uji T bobot hati 13

12 Hasil analisis uji T bobot kaki 13

13 Hasil analisis uji T bobot lemak 13

14 Hasil analisis uji T bobot jantung, trakhea, paru-paru 13

15 Hasil analisis uji T bobot karkas 13

16 Hasil analisis uji T bobot tubuh kosong 13

17 Hasil analisis uji T persentase karkas 13

18 Hasil analisis uji T bobot komponen non karkas 14 19 Hasil analisis uji T persentase komponen non karkas 14

20 Hasil analisis uji T persentase offal merah 14

21 Hasil analisis uji T persentase offal hijau 14

(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Domba lokal adalah domba asli Indonesia yang mampu beradaptasi dengan baik pada kondisi iklim tropis, memeiliki sifat prolifik dan dapat beranak sepanjang tahun. Karakteristik domba lokal diantaranya adalah bertubuh kecil, lambat dewasa, berbulu kasar, tidak seragam dan hasil daging relatif sedikit (Murtidjo 1993). Salah satu bangsa domba lokal yang unggul yaitu domba garut. Bangsa domba garut ini memiliki beberapa karakteristik yang dapat dilihat dari perbedaandaun telinga, diantaranya daun telinga tipe rumpung dan daun hiris. Domba garut bertelinga rumpung merupakan domba Garut yang memiliki bentuk daun telinga yang tumbuh kecil kurang dari 4 cm, sedangkan domba garut bertelinga daun hiris merupakan domba garut yang memiliki bentuk daun telinga menyerupai daun hiris atau kacang gude (Cajanus cajan) dengan panjang 4-8 cm (Badan Standarisasi Nasional 2009).

Pada umumnya domba garut bertelinga rumpung merupakan domba garut tipe laga atau tangkas, sedangkan domba garut bertelinga daun hiris merupakan domba garut tipe pedaging. Menurut Kertanugraha (2006) menyatakan bahwa domba garut banyak dipelihara sebagai domba aduan (tipe tangkas) dan sebagai sumber pedaging (tipe pedaging). Ciri-ciri domba garut tangkas menurut Budinuryanto (1991) memiliki mata besar, bersih dan bersinar tajam, pembuluh darah yang besar pada kelopak mata, raut muka kuat dan kencang, mulut lebar atau besar dengan bibir yang tebal, punggung lurus dengan posisi bagian depan lebih tinggi dibandingkan bagian belakang, bentuk tubuh panjang dan bulat, bagian dadanya besar, lebar dan kuat, dan memiliki kaki yang besar, pendek dan kuat. Domba Garut pedaging jantan maupun betina memiliki ciri-ciri garis muka lurus, bentuk mata normal, bentuk telinga hiris dan rubak, garis punggung lurus, bentuk bulu lurus dengan warna dasar dominan putih, jantan bertanduk dan betina kebanyakan tidak bertanduk (Riwantoro 2005). Domba garut tipe pedaging banyak tersebar di Kecamatan Wanaraja dan Sukawening. Domba ini mempunyai tubuh yang kompak, telinga yang panjang, memiliki wol yang halus dengan warna dasar dominan putih, serta memiliki paha belakang yang cukup besar.

(16)

2

Selanjutnya, penelitian Fahmi (2013) menambahkan bahwa persentase karkas domba garut yang dipotong pada bobot di atas 24 kg yaitu sebesar 48% dengan kisaran persentase komponen non karkas yang bervariasi tergantung bobot potongnya.

Penelitian mengenai karakteristik karkas domba garut sudah cukup banyak dilakukan, akan tetapi penelitian mengenai perbedaan jenis telinga domba garut yaitu bentuk telinga rumpung dan daun hiris terhadap karakteristik karkas yang dihasilkan masih belum dilakukan. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran dan informasi mengenai karakteristik karkas dan non karkas dari domba garut dengan bentuk telinga rumpung dan daun hiris.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi karakteristik karkas dan non karkas domba garut berdasarkan bentuk daun telinga rumpung dan daun hiris yang disembelih pada tempat pemotongan hewan (TPH) Bebedahan Garut.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini mencakup pengukuran karkas dan non karkas domba garut berdasarkan perbedaan bentuk daun telinga rumpung dan daun hiris. Kisaran umur domba yang dipotong di Tempat Pemotongan Hewan Bebedahan yaitu I0-I4, dengan jenis kelamin betina saja.

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2015. Penelitian dilakukan di Tempat Potong Hewan (TPH) Bebedahan yang berada di Desa Bebedahan, Kecamatan Wanaraja, Kabupaten Garut.

Alat dan Bahan Penelitian

Peralatan yang digunakan pada saat penelitian terdiri atas timbangan digital, kamera, alat tulis, sepatu bot, kalkulator, ember, alas timbangan, dan form data penelitian. Penelitian ini menggunakan domba garut tipe daun telinga rumpung dan daun hiris dengan total sampel yang diteliti sebanyak 111 ekor, diantaranya 42 ekor untuk domba berdaun telinga rumpung dan 69 ekor domba berdaun telinga daun hiris.

Prosedur

Pemotongan Hewan

(17)

3

penimbangan hewan sebelum dipotong untuk memperoleh bobot potong. Selain itu juga dilihat terlebih dahulu tipe daun telinga dan umur dari domba tersebut. Pemotongan dilakukan dengan cara memotong 4 bagian dalam leher, diantaranya persendian tulang atlas (occipito-atlantis), trachea, oesophagus, dan pembuluh darah (venajugularis dan artericarotis) agar terjadi pendarahan sempurna. Darah yang keluar ditampung menggunakan ember dan ditimbang sebagai bobot darah.

Bagian kaki depan dan kepala dipisahkan dari tubuh domba. Bagian kepala domba ditimbang sebagai bobot kepala. Kaki belakang dipotong pada sendi tarso-metatarsal dan kaki depan yang telah dipotong pada sendi carpo-metacarpal ditimbang sebagai bobot kaki. Selanjutnya, domba digantung pada bagian kaki belakang, tepatnya di bagian tendon Achilles, sehingga posisi tubuh domba terbalik, bagian kaki belakang berada diatas dan bagian leher berada dibawah. Kulit dilepaskan dari tubuh domba menggunakan pisau dan ditimbang sebagai bobot kulit.

Isi rongga dada dan rongga perut pada domba dikeluarkan dan ditimbang masing-masing bobotnya, yang terdiri atas edible portion (hati, jantung, limpa, ginjal, paru-paru, trachea, usus halus, usus besar, dan perut) dan inedible portion (feses). Selanjutnya lemak yang ada didalam dada dikeluarkan dan ditimbang sebagai bobot lemak ommental. Saluran pencernaan dibersihkan dari kotorannya dan ditimbang kembali bobot bersihnya.

Analisis Data

Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan uji T dengan membandingkan 2 perlakuan yaitu kelompok domba garut bertelinga rumpung dan domba garut bertelinga daun hiris untuk melihat pengaruh perlakuan terhadap peubah yang diamati dengan masing-masing perlakuan. Menurut Walpole (1995) model matematis yang digunakan adalah sebagai berikut:

Keterangan:

Xi = Rata-rata perlakuan ke-i

Xj = Rata-rata perlakuan ke- j

S = Simpangan baku

n = Jumlah individu sampel

Do = Selisih antara nilai tengah ke-i dengan ke-j

Peubah

Bobot potong, dihitung dengan cara menimbang bobot tubuh domba sebelum disembelih.

Bobot tubuh kosong, bobot potong dikurangi bobot isi saluran pencernaan.

Bobot karkas, dihitung dengan cara menimbang bobot tubuh setelah dipisahkan dari kepala, kaki, isi rongga dada, isi rongga perut, dan lemak ommental. Persentase karkas, dihitung dari pembagian dari bobot karkas dan bobot potong

dikalikan dengan 100%.

(18)

4

Persentase komponen non karkas, didapatkan dari hasil bagi bobot komponen non karkas dengan bobot tubuh kosong kemudian dikalikan 100%.

Persentase non karkas, didapatkan dari pembagian bobot non karkas dengan bobot potong kemudian dikalikan 100%.

Persentase offal merah dan offal hijau, diperoleh dari penjumlahan bobot offal merah (bobot trachea, paru-paru, ginjal, jantung, limpa, dan hati) dan offal hijau (bobot usus besar, usus kecil, dan lambung) kemudian dibagi bobot tubuh kosong dan dikalikan 100%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Penelitian

Tempat Pemotongan Hewan (TPH) berada di Kampung Bebedahan Desa Wanamekar Kecamatan Wanaraja Kabupaten Garut berada pada kordinat 7°10'48"S 107°59'7"E (Lampiran 22). Sebelah utara berbatasan dengan Kampung Rancabatu dan Pakemitan, sedangkan sebelah barat berbatasan dengan Kampung Karangpamulang dan Bojong. TPH ini merupakan milik perorangan dengan fasilitas yang masih tradisional. Fasilitas dan sarana penunjang yang dimiliki TPH yaitu, kandang penampungan berkapasitas 30-40 ekor domba yang terbuat dari kayu, tempat pemotongan domba, penggantungan karkas, pencucian jeroan, dan pembakaran kepala domba, serta sumber air yang berasal dari PDAM.

Domba garut yang dipotong di TPH berasal dari peternak rakyat di wilayah Kecamatan Wanaraja dan sekitarnya. Setiap hari sebelum pemotongan, domba dibeli langsung dari peternak atau bandar dengan kondisi yang beragam baik bobot potong, ukuran tubuh, dan umurnya. Jumlah domba yang dibeli dan dipotong tergantung darikebutuhan di pasar dan disesuaikan dengan pemesanan dari konsumen. Rata-rata pemotongan domba per hari yaitu sekitar 2 ekor dan proses pemotongan dilakukan pada malam hari. Domba yang akan dipotong diperiksa terlebih dahulu kondisinya. Selama penelitian tidak terdapat domba sakit atau cacat yang dipotong. Hasil pemotongan baik karkas maupun komponen non karkas didistribusikan ke pasar Wanaraja.

Rata-rata domba yang dipotong berjenis kelamin betina dan hampir jarang sekali ditemukan pemotongan domba jantan. Hal ini tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku, yaitu Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan pasal 18 ayat (4) bahwa setiap orang dilarang menyembelih ternak ruminansia kecil betina produktif atau ternak ruminansia besar betina produktif (Permentan 2014). Tingginya pemotongan domba betina disebabkan oleh harga dari domba betina lebih murah dibandingkan dengan domba jantan.

(19)

5

Tabel 1 Jumlah dan rataan bobot potong ternak domba garut berdasarkan tipe telinga rumpung dan daun hiris dengan umur berbeda

Umur Tipe Telinga rumpung Tipe telinga daun hiris Jumlah (ekor) Rataan bobot (kg) Jumlah (ekor) Rataan bobot (kg)

I0 15 17.73 39 17.06

Karkas adalah bagian terpenting dalam ternak potong, karena harga dari ternak potong dapat bergantung dari kualitas dan kuantitas karkas yang dihasilkan. Menurut Standar Nasional Indonesia No. 3925-2008 Karkas merupakan bagian dari tubuh kambing atau domba sehat yang telah disembelih secara halal sesuai dengan CAC/GL 24-1997, telah dikuliti, isi perut dikeluarkan, dipisahkan kepala dan kaki mulai dari tarsus/karpus ke bawah, organ reproduksi dan ambing, ekor serta lemak yang berlebih (BSN 2008).

Salah satu faktor penentu kualitas karkas adalah komposisi jaringan yaitu otot, lemak dan tulang. Bahkan konsumen menghendaki karkas yang memiliki proporsi daging maksimum, tulangnya minimum dan lemaknya optimum (Natasasmita 1997). Rataan bobot potong, bobot karkas, bobot tubuh kosong, persentase karkas dan non karkas berdasarkan tipe telinga rumpung dan daun hiris yang dipotong di TPH Bebedahan disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Rataan bobot (potong, karkas, dan tubuh kosong) dan persentase (karkas dan non karkas) domba garut dengan tipe telinga berbeda

Peubah Tipe telinga

Keterangan: angka-angka pada baris yang sama diikuti oleh huruf kecil yang berbeda berpengaruh nyata (P<0.05)

Bobot Potong, Bobot Karkas, dan Bobot Tubuh Kosong

(20)

6

domba garut jantan bertelinga rumpung lebih besar daripada ukuran tubuh domba garut bertelinga daun hiris, sedangkan untuk betina tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Selanjutnya Mulliadi (1996) menambahkan besar kecilnya ukuran tubuh pada domba tergantung pada tujuan pemeliharaannya. Domba garut tangkas diarahkan terhadap karakteristik tangkas dengan ciri utama memiliki tubuh lebih besar, aktif dan mempunyai karakteristik tertentu. Hasil survey juga diperoleh informasi bahwa domba yang dipelihara di kawasan Wanaraja dan sekitarnya merupakan domba asli garut dengan mayoritasnya memiliki ciri bentuk telinga rumpung. Adapun domba garut bertelinga daun hiris menurut Kertanugraha (2006) merupakan hasil silangan antara domba bertelinga rumpung dan telinga rubak.

Bobot karkas adalah bobot bagian tubuh setelah dikurangi bobot darah, kepala, kaki, kulit, saluran pencernaan, intestin, kantong urin, jantung, trakea, paru-paru,ginjal, limpa, hati dan jaringan lemak yang melekat pada bagian tubuh tersebut (Lawrie 2003). Hasil penelitian menunjukkan bahwa bobot karkas domba garut bertelinga rumpung dan domba garut bertelinga daun hiris adalah sama. Hal ini sesuai dengan penelitian Irawan (2013) yang menyatakan bahwa perbedaan bangsa tidak berpengaruh nyata terhadap bobot karkas. Produksi karkas berhubungan erat dengan bobot badan karena dengan meningkatnya bobot badan akan diikuti oleh peningkatan bobot potong dan bobot karkasnya juga semakin meningkat (Fahmi 2013). Selanjutnya Meiaro (2008) menambahkan bahwa dengan peningkatan bobot badan akan diikuti oleh peningkatan bobot karkas. Semakin meningkat umur, maka bobot karkas semakin besar, karena semakin meningkat pula bobot tubuh, ukuran tubuh dan komponen-komponen tubuh lainnya yang berpengaruh terhadap bobot karkas. Bobot karkas domba garut pada penelitian ini masih lebih kecil jika dibandingkan dengan penelitian Nugraha (2012) yaitu sebesar 13.48 kg, namun lebih besar dari penelitian Irawan (2013) yaitu sebesar 7.81 kg. Bobot karkas sangat dipengaruhi oleh bobot badan ternak, yaitu bobot badan domba yang besar akan menghasilkan bobot karkas yang besar pula.

Bobot tubuh kosong diperoleh dari bobot potong dikurangi dengan bobot isi saluran pencernaan, urine dan empedu (Meiaro 2008). Hasil analisis menunjukan bahwa bobot tubuh kosong domba garut bertelinga rumpung nyata lebih besar (P<0.05) daripada domba garut bertelinga daun hiris (Tabel 2). Hal ini disebabkan karena bobot potong pada domba garut bertelinga rumpung lebih besar daripada bobot potong domba garut bertelinga daun hiris. Menurut Meiaro (2008) bahwa bobot potong pada domba lokal memiliki korelasi positif dengan bobot tubuh kosong, bobot potong yang semakin tinggi, maka bobot tubuh kosong juga akan semakin tinggi.

Persentase Karkas

(21)

7

proses pemotongan tidak dilakukan pemuasaan, sehingga domba yang dipotong dalam kondisi perut terisi. Menurut Davendra (1992), persentase karkas dipengaruhi oleh bobot karkas, kondisi ternak, bangsa, proporsi bagian-bagian non karkas, ransum, umur, jenis kelamin, dan pengebirian. Selanjutnya Soeparno (2005) menambahkan bahwa faktor genetik dan lingkungan mempengaruhi laju pertumbuhan dan komposisi tubuh yang meliputi distribusi berat dan komposisi kimia komponen karkas.

Persentase karkas domba garut bertelinga rumpung dan daun hiris secara berurutan sebesar 42.18% dan 41.26%. Hasil penelitian masih lebih rendah dari penelitian Irawan (2013) yang menyatakan bahwa persentase karkas domba garut berkisar 46%-47% serta penelitian Baihaqi dan Herman (2012) yang menyatakan bahwa persetase karkas domba garut dengan bobot potong 32.5-40 kg berkisar antara 53%-55%.

Persentase Daging dan Tulang Karkas

Karkas terdiri atas komponen tulang dan daging. Menurut Satriawan (2011) bahwa karkas dan potongan karkas dapat diuraikan secara fisik menjadi komponen jaringan daging tanpa lemak (lean), lemak, tulang dan jaringan ikat (fascia). Pemotongan di TPH Bebedahan memisahkan antara tulang dan daging pada karkas domba garut, sehingga dapat menampilkan data bobot dan persentase dari tulang dan daging pada bagian karkas. Tulang adalah jaringan pembentuk

kerangka tubuh, yang mempunyai peranan penting bagi pertumbuhan ternak. Tulang sebagai kerangka tubuh, merupakan komponen karkas yang tumbuh dan berkembang paling dini, kemudian disusul oleh otot dan yang paling akhir oleh jaringan lemak. Daging adalah komponen utama karkas. Karkas juga tersusun dari lemak jaringan adipose, tulang, tulang rawan, jaringan ikat dan tendo. Komponen-komponen tersebut menentukan ciri-ciri kualitas dan kuantitas daging. Daging domba memiliki serat yang lebih halus dibandingkan dengan daging lainnya, jaringannya sangat padat, berwarna merah muda, konsistensinya cukup tinggi, lemaknya terdapat dibawah kulit yaitu antara otot dan kulit (Soeparno 2005).

Persentase tulang karkas domba didapatkan dari hasil bagi bobot daging dengan bobot potong domba dikalikan 100%, sedangkan persentase daging karkas merupakan hasil bagi bobot tulang dengan bobot potong dikalikan 100%. Hasil analisis menunjukkan bahwa persentase tulang dan daging pada bagian karkas tidak berbeda nyata. Sunarlim dan Setiyanto (2005) menambahkan bahwa hasil persentase daging kambing dan domba tidak berbeda nyata. Hal ini disebabkan karena bobot dan persentase karkas domba bertelinga rumpung dan daun hiris adalah sama. Menurut Satriawan (2011) menyatakan bahwa perubahan komponen karkas sebanding dengan bertambahnya bobot karkas.

Karakteristik Non Karkas

(22)

8

Hasil penenelitian menunjukkan bahwa persentase komponen non karkas adalah sama (Tabel 3).

Tabel 3 Persentase komponen non karkas domba garut

Keterangan: angka-angka pada baris yang sama dan diikuti oleh huruf kecil yang berbeda berpengaruh nyata (P<0.05).

Persentase Komponen Non Karkas

Bobot komponen non karkas pada domba garut bertelinga rumpung lebih besar dibandingkan dengan domba garut tipe telinga daun hiris. Selain itu, sebaran umur potong yang lebih muda pada domba garut bertelinga daun hiris lebih banyak, sehingga diperoleh bobot komponen non karkas yang lebih rendah pada domba garut bertelinga daun hiris. Menurut Meiaro (2008), pertumbuhan komponen non karkas dipengaruhi oleh umur ternak, sehingga memiliki pertumbuhan yang berbeda pada setiap ternak. Menurut Tobing et al. (2004) menyatakan bahwa pertumbuhan kepala berada di awal kehidupan, tetapi pertumbuhannya akan menurun pada akhir kehidupan. Hasil bobot kaki yang berbeda nyata hampir sama dengan penelitian Irawan (2013) yang menyatakan bahwa bangsa berpengaruh sangat nyata pada bobot kaki. Hal ini disebabkan oleh perkembangan tulang kaki dan bobot potong domba garut. Semakin besar bobot potong, maka bobot kaki pun besar karena kaki digunakan untuk menopang bobot badan domba. Irawan (2013) menambahkan bahwa domba garut memerlukan kaki yang kuat dan besar untuk menopang berat tubuhnya. Selanjutnya Irawan (2013) menambahkan bahwa bobot potong yang lebih besar mempengaruhi proporsi bagian offal merah yang cenderung besar pula. Pengaruh lain dapat disebabkan oleh domba yang tidak dipuasakan terlebih dahulu sebelum pemotongan, sehingga saluran pencernaan banyak terisi pakan dan menyebabkan bobot offal hijau meningkat.

Komponen Non Karkas Tipe telinga

Rumpung Daun hiris

---(%)--- Offal Merah

-Hati

-Jantung, trachea, paru-paru -Ginjal

Isi Saluran Pencernaan 6.07±5.47 7.34±6.78

Darah 4.64±0.68 4.76±0.92

Kepala 7.79±0.94 8.10±1.52

Kulit 9.93±2.04 10.66±2.26

(23)

9

Persentase komponen non karkas diperoleh dari hasil bagi antara bobot masing-masing komponen non karkas dengan bobot tubuh kosong, dikalikan 100%. Hasil analisis menunjukkan bahwa persentase semua komponen non karkas domba garut bertelinga rumpung dan daun hiris tidak berbeda nyata (Tabel 4). Hal ini disebabkan karena organ internal domba masih dalam tahap perkembangan. Kondisi domba yang dipotong tidak dipuasakan terlebih dahulu, menyebabkan persentase komponen non karkas meningkat. Menurut Irawan (2013) perkembangan organ tubuh pertama kali adalah organ internal dan kemudian organ eksternal.

Hasil analisis menunjukkan bahwa komponen persentase non karkas domba garut bertelinga rumpung dan daun hiris tidak berpengaruh nyata sebesar 57%-58% (Tabel 2), angka ini cenderung lebih besar dari penelitian Irawan (2013) yang menunjukkan bahwa persentase non karkas sebesar 32%-33% dan penelitian Baihaqi dan Herman (2012) yang menyatakan bahwa pada bobot dewasa tubuh, persentase non karkas domba garut sebesar 48%-51%.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Domba garut yang dipotong di TPH Bebedahan pada umumnya berjenis kelamin betina dan dipotong pada umur muda. Domba garut bertelinga rumpung memiliki karakteristik yang cocok untuk tipe tangkas, sedangkan daun hiris belum cocok untuk tipe pedaging karena persentase karkasnya masih lebih rendah daripada domba bertelinga rumpung atau tipe tangkas. Domba garut bertelinga rumpung memiliki bobot potong, bobot tubuh kosong, dan bobot komponen non karkas yang lebih tinggi daripada domba garut bertelinga daun hiris.

Saran

Pemotongan domba seharusnya menggunakan domba garut jantan karena terdapat larangan pemotongan hewan betina. Pemotongan domba Garut sebaiknya dipuasakan terlebih dahulu agar mempermudah proses pemotongan dan meminimalkan kontaminasi persentase karkas yang dihasilkan. Pemotongan domba juga dilakukan pada bobot yang optimal, sehingga tidak dalam masa pertumbuhan agar mendapatkan persentase karkas yang maksimal.

DAFTAR PUSTAKA

(24)

10

Budinuryanto, D, C. 1991. Karakteristik domba Priangan adu ditinjau dari segi eksterior dan kebiasaan peternak dalam pola pemeliharaannya [tesis]. Bogor (ID). Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2008. Mutu Karkas dan Daging Kambing/Domba. Standar Nasional Indonesia 3925:2008. Jakarta (ID). BSN.

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2009. Bibit Domba Garut. Standar Nasional Indonesia 7532:2009. Jakarta (ID). BSN.

Davendra C, McLeroy GB. 1992. Sheep Breeds. In: C. Davendra dan G.B. McLeroy (editor). Goat and Sheep Production in The Tropic. London (GB): Longman.

Fahmi MS. 2013. Pengaruh bangsa domba dengan bobot potong yang berbeda terhadap karkateristik karkas dan non karkas domba lokal [skripsi]. Bogor (ID). Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Kertanugraha T. 2006. Studi keragaman fenotipik dan jarak genetik antar domba garut di BPPTD Margawati, Kecamatan Wanaraja dan Kecamatan Sukawening Kabupaten Garut [skripsi]. Bogor (ID). Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Lawrie RA. 2003. Ilmu daging. Parakkasi A, penerjemah. Terjemahan dari: Meat Science. Jakarta (ID): UI Press.

Meiaro Aziz. 2008. Bobot potong, bobot karkas, dan non-karkas domba lokal yang digemukkan dengan pemberian ransum komplitdan hijauan [skripsi]. Bogor (ID). Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Mulliadi D. 1996. Sifat penotif domba priangan di Kabupaten Pandeglang dan Garut [disertasi]. Bogor (ID). Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Murtidjo BA. 1993. Memelihara Domba. Yogyakarta (ID). Kanisius.

Natasasmita A. 1997. Pertumbuhan komposisi tubuh pada ternak [tesis]. Bogor (ID). Program Pascasarjana Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Irawan Nico. 2013. Karakteristik karkas dan non karkas domba lokal betina yang

berbeda bangsa di tempat pemotongan hewan Maleber Bogor [skripsi]. Bogor (ID). Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

Nugraha A. 2012. Komposisi jaringan pada potongan karkas domba garut dan ekor tipis umur sebelas bulan dengan ransum penggemukan mengandung limbah tauge [skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.

[Permentan] Peraturan Menteri Pertanian. 2009. Undang-undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 2009 pasal 18 ayat (2) tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Jakarta (ID). Permentan.

Riwantoro. 2005. Konservasi plasma nutfah domba garut dan strategi pengembangannya secara berkelanjutan [disertasi]. Bogor (ID). Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Santoso U, Nurachma S, Sarwestri AA. 2012. Identifikasi bobot potong dan persentase karkas domba priangan jantan yearling dan mutton. Student e-journal Universitas Padjajaran, Vol. 1, No. 1.

(25)

11

Soeparno. 1994. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta (ID). Universitas Gadjah Mada Pr.

Sunarlim R, Setiyanto H. 2005. Potongan komersial karkas kambing kacang jantan dan domba lokal jantan terhadap komposisi fisik karkas, sifat fisik dan nilai

gizi daging. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan

Veteriner. Bogor (ID). Puslitbang Peternakan. Hal 672-679.

Tobing MM, Lestari CKT, Dartosukarno S. 2004. Proporsi karkas dan non karkas domba lokal jantan menggunakan pakan rumput gajah dengan berbagai level ampas tahu. Jurnal Pengembangan Peternakan Tropis. Edisi ke-2. hlm 90-97.

(26)

12

LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil analisis uji T bobot potong

Tipe telinga Ulangan Rataan SD Nilai P

Rumpung 42 23.88 6.96 0.029

Daun hiris 69 20.99 6.52

Lampiran 2 Hasil analisis uji T bobot darah

Tipe telinga Ulangan Rataan SD Nilai P

Rumpung 42 0.91 0.26 0.049

Daun hiris 69 0.8 0.27

Lampiran 3 Hasil analisis uji T bobot kepala

Tipe telinga Ulangan Rataan SD Nilai P

Rumpung 42 1.51 0.4 0.047

Daun hiris 69 1.35 0.4

Lampiran 4 Hasil analisis uji T bobot kulit

Tipe telinga Ulangan Rataan SD Nilai P

Rumpung 42 1.93 0.59 0.164

Daun hiris 69 1.77 0.52

Lampiran 5 Hasil analisis uji T bobot ginjal

Tipe telinga Ulangan Rataan SD Nilai P

Rumpung 42 0.22 0.1 0.043

Daun hiris 69 0.18 0.08

Lampiran 6 Hasil analisis uji T bobot usus kecil

Tipe telinga Ulangan Rataan SD Nilai P

Rumpung 42 0.4 0.07 0.007

Daun hiris 69 0.35 0.09

Lampiran 7 Hasil analisis uji T bobot usus besar

Tipe telinga Ulangan Rataan SD Nilai P

Rumpung 42 0.31 0.15 0.037

Daun hiris 69 0.26 0.11

Lampiran 8 Hasil analisis uji T bobot perut

Tipe telinga Ulangan Rataan SD Nilai P

Rumpung 42 0.71 0.19 0.009

(27)

13

Lampiran 9 Hasil analisis uji T bobot feses

Tipe telinga Ulangan Rataan SD Nilai P

Rumpung 42 4.15 1.26 0.081

Daun hiris 69 3.78 0.95

Lampiran 10 Hasil analisis uji T bobot lambung

Tipe telinga Ulangan Rataan SD Nilai P

Rumpung 42 0.17 0.04 0.149

Daun hiris 69 0.15 0.05

Lampiran 11 Hasil analisis uji T bobot hati

Tipe telinga Ulangan Rataan SD Nilai P

Rumpung 42 0.4 0.15 0.003

Daun hiris 69 0.33 0.11

Lampiran 12 Hasil analisis uji T bobot kaki

Tipe telinga Ulangan Rataan SD Nilai P

Rumpung 42 1.57 0.37 0.020

Daun hiris 69 1.4 0.36

Lampiran 13 Hasil analisis uji T bobot lemak

Tipe telinga Ulangan Rataan SD Nilai P

Rumpung 42 0.64 0.76 0.268

Daun hiris 69 0.5 0.59

Lampiran 14 Hasil analisis uji T bobot jantung, trakhea, paru-paru

Tipe telinga Ulangan Rataan SD Nilai P

Rumpung 42 0.51 0.12 0.043

Daun hiris 69 0.46 0.14

Lampiran 15 Hasil analisis uji T bobot karkas

Tipe telinga Ulangan Rataan SD Nilai P

Rumpung 42 10.19 3.52 0.058

Daun hiris 69 8.88 3.52

Lampiran 16 Hasil analisis uji T bobot tubuh kosong

Tipe telinga Ulangan Rataan SD Nilai P

Rumpung 42 19.73 6.09 0.033

Daun hiris 69 17.22 5.88

Lampiran 17 Hasil analisis uji T persentase karkas

Tipe telinga Ulangan Rataan SD Nilai P

Rumpung 42 42.18 3.7 0.278

(28)

14

Lampiran 18 Hasil analisis uji T bobot komponen non karkas

Tipe telinga Ulangan Rataan SD Nilai P

Rumpung 42 13.69 3.63 0.019

Daun hiris 69 12.13 3.17

Lampiran 19 Hasil analisis uji T persentase komponen non karkas

Tipe telinga Ulangan Rataan SD Nilai P

Rumpung 42 70.46 7.08 0.189

Daun hiris 69 72.62 9.03

Lampiran 20 Hasil analisis uji T persentase offal merah

Tipe telinga Ulangan Rataan SD Nilai P

Rumpung 42 6.92 0.95 0.487

Daun hiris 69 6.79 0.86

Lampiran 21 Hasil analisis uji T persentase offal hijau

Tipe telinga Ulangan Rataan SD Nilai P

Rumpung 42 8.24 1.3 0.925

Daun hiris 69 8.21 1.24

Lampiran 22 Peta lokasi Bebedahan Wanaraja Garut

(29)

15

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Cianjur pada tanggal 14 Maret 1992. Penulis adalah anak kedua dari pasangan Harun M. Ridwan dan Ida Hamidah. Penulis menamatkan pendidikan SMA di Sekolah Menengah Atas Terpadu (SMAT) Al-Ma’shum Mardiyah pada tahun 2010. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Program Diploma III Institut Pertanian Bogor, pada Program Keahlian Teknologi dan Manajemen Ternak melalui jalur reguler. Pada tahun 2013 penulis melanjutkan pendidikan program sarjana alih jenis di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Gambar

Tabel 3 Persentase komponen non karkas domba garut

Referensi

Dokumen terkait

Hasil yang tidak berpengaruh nyata diitunjukan analisis peragam dari pengaruh perbedaan bangsa terhadap bobot tubuh kosong domba ekor tipis dan domba garut.Hal

Persentase non karkas domba tidak berbeda nyata antar bangsa yaitu berkisar 32%-33% (Tabel 1) dan cenderung lebih rendah jika dibandingkan penelitian Baihaqi dan Herman (2012)

Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah karakteristik karkas (bobot potong, bobot tubuh kosong, bobot karkas, persentase karkas, bobot karkas kiri dingin, tebal

Persentase non karkas domba tidak berbeda nyata antar bangsa yaitu berkisar 32%-33% (Tabel 1) dan cenderung lebih rendah jika dibandingkan penelitian Baihaqi dan Herman (2012)

Pengaruh interaksi antara bangsa dengan kategori bobot potong hanya berpengaruh nyata (P&lt;0.05) terhadap persentase karkas, dengan persentase karkas tertinggi pada domba

Pemotongan domba ekor tipis yang disembelih di TPH Maleber Bogor sebaiknya dilakukan pada kondisi tubuh gemuk guna meningkatkan efisiensi dari produksi karkas yang

Persentase ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pendapat Herman (1993) yang menyatakan bahwa persentase tulang dalam karkas domba garut dengan bobot potong 25

Penggunaan tepung kulit buah kakao fermentasi dalam konsentrat memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot karkas, persentase karkas dan bobot komponen karkas domba lokal jantan..