• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Karkas Dan Non Karkas Domba Garut Betina Dengan Bobot Potong Yang Berbeda Di Tph Bebedahan Garut

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik Karkas Dan Non Karkas Domba Garut Betina Dengan Bobot Potong Yang Berbeda Di Tph Bebedahan Garut"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

i

KARAKTERISTIK KARKAS DAN NON KARKAS DOMBA

GARUT BETINA DENGAN BOBOT POTONG YANG

BERBEDA DI TPH BEBEDAHAN GARUT

BAYU INDRA PRAHASTA

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Karkas dan Non Karkas Domba Garut Betina dengan Bobot Potong yang Berbeda di TPH Bebedahan Garut adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2015

Bayu Indra Prahasta

(4)
(5)

v

ABSTRAK

BAYU INDRA PRAHASTA. Karakteristik Karkas dan Non Karkas Domba Garut Betina dengan Bobot Potong yang Berbeda di TPH Bebedahan Garut. Dibimbing oleh MUHAMAD BAIHAQI dan EDIT LESA ADITIA.

Tujuan dari penelitian adalah mengevaluasi karakteristik karkas dan non karkas domba garut pada bobot potong yang berbeda di TPH Bebedahan Garut, Jawa Barat. Penelitian menggunakan 111 ekor domba garut betina. Data diambil secara langsung dan acak setiap pemotongan yang berlangsung selama satu bulan Ternak dikelompokkan ke dalam bobot potong 10 kg, 20 kg dan 30 kg. Data dianalisis secara Analysis of Variance (ANOVA). Hasil dari penelitian menunjukkan perbedaan bobot potong sangat nyata (P<0.01) mempengaruhi bobot tubuh kosong dan bobot karkas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bobot potong, bobot tubuh kosong, bobot karkas, persenatse karkas, komponen non karkas danedible portion karkas dari tiap perlakuan tersebut sangat berbeda nyata (P<0.01). Domba garut betinayang dipotong pada bobot 30 kg nyata lebih tinggi persentase karkasnya dibandingkan dengan bobot potong 10 kg dan 20 kg. Rata-rata persentase karkas pada masing-masing perlakuan adalah berturut-turut adalah 38.97%, 42.37% dan 45.29%. Komponen non karkas domba garut betina yang dipotong pada bobot potong 30 kg sangat nyata (P<0.01) lebih berat dibanding bobot 10 kg dan 20 kg. Persentase bagian non karkas yang dapat dimakan (edible portion) adalah 36%-44% dari bobot tubuh kosong.

Kata kunci : bobot potong, domba garut, karkas, non karkas

ABSTRACT

BAYU INDRA PRAHASTA. Carcass and Non-carcass Charasteristic of Garut Ewe by Different Live Weight at Slaughter House in Bebedahan Garut. Supervised by MUHAMAD BAIHAQI and EDIT LESA ADITIA.

The purpose of the research was to evaluate the chracteristics of carcass and non carcass of ewe garut on different live weigt in TPH Bebedahan Garut. Research used 111 heads of garut ewe. The sheep grouped into live weights at 10 kg, 20 kg, dan 30 kg. Data were analyzed by analysis of Variance (ANOVA). The result of the research showed that the differences of live weight were significantly (P<0.01) influenced on empty body weight and carcass weight. The result showed that salugh weight, empty body weight, carcasss weight, percentage of carcass, weight non carcass and edible portion carcass among the each treatment were significantlt (P<0.01). Garut ewe that the slaughtered at 30 kg was heavier on carcass percentage compared to 10 kg and 20 kg. The average percentage of carcass at live weight 10 kg, 20 kg dan 30 kg was slaughtered at 30 kg was significant (P<0.01) heavier than live weight of 10 kg and 20 kg. The percentage of edible portion of carcass was of 36%-44% of empty body weight.

(6)
(7)

KARAKTERISTIK KARKAS DAN NON KARKAS DOMBA

GARUT BETINA DENGAN BOBOT POTONG YANG

BERBEDA DI TPH BEBEDAHAN GARUT

BAYU INDRA PRAHASTA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada

Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGIPETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penelitian dengan judul “Karakteristik Karkas dan Non Karkas Domba Garut Betina dengan Bobot Potong yang berbeda di TPH Bebedahan” berhasil diselesaikan. Penyusunan skripsi ini dilakukan dalam rangka melengkapi salah satu syarat kelulusan sebagai Sarjana Peternakan IPB.

Terima kasih panelis ucapkan kepada bapak Muhamad Baihaqi, SPt MSc dan Edit Lesa Aditia, SPt MSc selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, nasehat dan motivasi dalam menyelesaikan proses penyusunan skripsi ini, serta bapak Sigid Parabowo selaku dosen penguji pada ujian sidang. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Ade dan keluarga selaku pemilik TPH yang sudah memberikan izin dan bantuan kepada penulis untuk melakukan penelitian. Penghargaan terbesar penulis sampaikan kepada Ayah (Rizal Rizaludin, Ibu (Mimin Suminar), Adik (Zsasa Pangestika, Rio Rinaldi, Tita Pramadani dan Rizky Prameswari) dan seluruh keluarga besar atas doa dan dukungan yang diberikan.Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan khususnya di bidang peternakan.

Bogor, Desember 2015

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xiv

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

METODE PENELITIAN 2

Lokasi dan Waktu Penelitian 2

Bahan 2

Alat 2

Prosedur 2

Rancangan 3

Analisis data 3

Peubah 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 4

Keadaan Umum 4

Karakteristik Karkas dan Non Karkas 5

Bobot Potong 5

Bobot Tubuh Kosong 5

Bobot Karkas 6

Persentase Karkas 6

Bobot Non Karkas 7

Edible Portion Non Karkas 7

SIMPULAN DAN SARAN 9

DAFTAR PUSTAKA 9

(14)

DAFTAR TABEL

1 Jumlah pemotongan domba berdasarkan umur selama penelitian 4 2 Karakteristik karkas domba garut betina pada bobot potong yang berbeda 5 3 Karakteristik non karkas domba garut betina pada bobot potong yang

berbeda 7

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil uji analisis ragam bobot potong 11

2 Hasil uji analisis ragam darah 11

3 Hasil uji analisis ragam kepala 11

4 Hasil uji analisis ragam kulit 11

5 Hasil uji analisis ragam ginjal 11

6 Hasil uji analisis ragam usus kecil 11 7 Hasil uji analisis ragam usus besar 12

8 Hasil uji analisis ragam perut 12

9 Hasil uji analisis ragam isi saluran pencernaan 12

10 Hasil uji analisis ragam lambung 12

11 Hasil uji analisis ragam hati 12

12 Hasil uji analisis ragam kaki 12

13 Hasil uji analisis ragam lemak 12

(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Domba garut merupakan bangsa domba lokal indonesia yang menyebar di daerah Jawa Barat yaitu Bandung, Sumedang, Ciamis, Tasikmalaya, dan khususnya Garut. Berdasarkan sifat genetiknya, domba garut merupakan domba hasil persilangan dari domba ekor tipis, domba Ekor Gemuk (Kaapstad) dan domba Merino yang telah mengalami adaptasi lingkungan dan seleksi bertahun-tahun di daerah Garut. Domba ini telah dikenal masyarakat luas sebagai domba aduan karena memliki kerangka tubuh yang besar dan postur tubuh yang kokoh serta agresifitas yang tinggi. Bobot badan domba garut jantan hidup dapat mencapai 60-80 kg, sedangkan bobot domba betina hidup mencapai sekitar 30-40 kg (Balai Informasi Pertanian 1990).

Produksi daging domba di Indonesia setiap tahunnya mengalami fluktuasi. Hal ini disebabkan adanya permintaan pasar yang bervariasi. Berdasarkan data statistik Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan (2013), produksi daging domba yang tercatat pada tahun 2013 adalah sebesar 41 487 ton dan daerah Jawa Barat merupakan daerah dengan produksi daging domba terbanyak di Indonesia yaitu sebesar 21 867 ton, angka ini mengalami peningkatan sebesar 5.07% dari tahun sebelumnya. Ternak domba yang dipotong juga bervariasi mulai dari umur, jenis kelamin dan bobot potongnya.

Bervariasinya bobot potong domba yang disembelih maka akan menghasilkan karakterisitik karkas dan non karkas yang bervariasi pula. Menurut Soeparno (2005), bobot potong domba yang semakin meningkat akan menghasilkan karkas yang semakin tinggi pula, sehingga dapat diharapkan bagian dari karkas yang berupa daging yang lebih besar. Bobot potong dipengaruhi oleh umur ternak maka semakin tua umur ternak maka akan semakin besar pula bobot potongnya (Yurmiati 1991). Selain ituBaihaqi dan Herman (2012) menyatakan bahwa domba garut yang dipotong pada bobot dewasa mempunyai persentase karkas hingga 53%-55%.

(16)

2

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi karakteristik karkas dan non karkas domba garut betina pada bobot potong yang berbeda di Tempat Pemotongan Hewan (TPH) Bebedahan, Kabupaten Garut, Jawa Barat.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini mencakup pengukuran karakteristik karkas dan non karkas domba garut. Perlakuan penelitian yaitu bobot potong domba garut betina Kelompok I dengan bobot (10 kg 19.9 kg), Kelompok II dengan bobot (20 kg -29.9 kg) dan Kelompok III(>30 kg).

METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 2 bulan mulai tanggal 25 Juni sampai dengan 25 Agustus 2015. Penelitian dilaksanakan di Tempat Pemotongan Hewan (TPH) milik bapak Ade yang berada di desa Bebedahan, Kecamatan Wanaraja, Kabupaten Garut, Jawa Barat.

Bahan

Penelitian ini menggunakan 111 domba garut betina yang mana masing-masingyang dipotong di Tempat Pemotongan Hewan (TPH) Bebedahan, Kecamatan Wanaraja, Kabupaten Garut. Prosedur pemilihan data yaitu dengan mengambil data yang masuk ke dalam perlakuan penelitian yakni perlakuan bobot potong kelompok I dengan bobot (10 kg -19.9 kg), Kelompok II dengan bobot (20 kg -29.9 kg) dan Kelompok III dengan bobot (>30 kg).

Alat

Peralatan yang digunakan meliputi formulir penilaian karkas dan non karkas, alat tulis, timbangan, baskom, alat hitung (kalkulator), wearpack, sepatu bot dan kamera.

Prosedur

Tahap pertama yang dilakukan adalah melakukan survey tempat dan perizinan kepada pemilik TPH di Bebedahan, Kecamatan Wanaraja, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Tahap selanjutnya melakukan pengumpulan data dengan cara observasi langsung ke lapangan. Pengambilan data dilakukan setiap kali proses pemotongan domba dilakukan.

(17)

3

dilakukan pemuasaan terlebih dahulu. Selanjutnya proses pemotongan yang dilakukan di TPH tersebut dengan cara memotong bagian atas leher dekat rahang bawah, dimana pembuluh darah (Vena jungularis dan Arteri carotis), trachea dan

oeshopagus terpotong dengan sempurna. Darah kemudian ditampung dengan baskom agar didapatkan bobotnya. Setelah domba benar-benar mati, domba kemudian digantung pada kaki belakang. Bagian kaki depan dipotong pada persendian carpo-metacarpal. Setelah itu domba dikuliti dan ditimbang sebagai bobot kulit. Selanjutnya bagian kepala dipotong pada persendian occipito atlantis

dan ditimbang sebagai bobot kepala. Kemudian isi rongga perut dan rongga dada (saluran pencernaan, hati, jantung, ginjal, limpa, paru-paru dan lemak) dikeluarkan, kemudian ditimbang dan dicatat bobot setiap organ tersebut. Kaki bagian belakang dipotong pada persendian carpo-metatarsal dan digabungkan dengan kaki bagian depan untuk ditimbang sebagai bobot kaki. Karkas yang telah dipisahkan kemudian ditimbang menggunakan timbangan gantung digital. Setelah itu dilakukan pemisahan antara tulang dan daging.

Rancangan

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan perlakuan bobot potong, yaitu bobot potong 10 kg, 20 kg dan 30 kg. Model matematis menurut Steel dan Torrie (1995) sebagai berikut:

Keterangan:

Yijk = Nilai pengamatan dari perlakuan ke µ = Rataan umum

αi = Pengaruh bobot potong ke

εij = Pengaruh galat percobaan perlakuan ke i =Perlakuan ke-i

Peubah yang diamati antara lain :

1. Bobot potong : yaitu bobot yang didapat sebelum pemotongan.

2. Bobot tubuh kosong : yaitu bobot potong setelah dikurangi bobot isi saluran pencernaan yang didapat dari bobot jeroan hijau dikurangi bobot jeroan hijau kosong.

3. Bobot karkas : yaitu bobot setelah dikurangi bobot kepala, kulit, darah, kaki, organ dalam, saluran pencernaan, paru-paru, lemak ommental dan jaringan lainnya.

(18)

4

5. Bobot non karkas : Bobot yang didapat dengan memisahkan bagian kepala, kulit, darah, kaki, organ dalam (jantung, ginjal, hati, limpa), saluran pencernaan, (perut, usus kecil, usus besar), paru-paru dan lemak omental yang kemudian masing-masing bagian ditimbang bobotnya dan dijumlahkan.

6. Edible portion non karkas : bagian dari non karkas ternak yang dapat dimakan meliputi kepala, kaki, hati, jantung, limpa, paru-paru, perut, usus kecil, usus besar dan lemak omental.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum

Tempat pemotongan hewan (TPH) berlokasi di Desa Bebedahan, Kecamatan Wanaraja, Kabupaten Garut dan merupakan TPH milik pribadi. Fasilitas yang dimiliki TPH yaitu kandang penampungan dengan kapasitas 30-40 ekor domba, tempat pemotongan, tempat penyimpanan daging dengan sumber air dari PDAM. Sumber ternak untuk pemotongan di TPH Bebedahan yaitu dari peternak (bandar) yang berasal dari daerah sekitar Kecamatan Wanaraja, Kecamatan Sukawening dan Kecamatan Sucinaraja. Pembelian ternak dilakukan setiap hari disesuaikan dengan kebutuhan pelanggan. Proses pemotongan dilakukan pada malam hari yaitu pada pukul 19:00 WIB-selesai, dan karkas serta daging yang dihasilkan disimpan terlebih dahulu di ruang penyimpanandengan menggunakan es batu yang kemudian dibawa untuk dijual di Pasar Wanaraja. Terdapat perbedaan cara pemotongan domba yang dilakukan di TPH Bebedahan yaitu adanya pemisahan antara daging dan tulang, hal ini dikarenakan adanya permintaan dari konsumen.Domba yang dipotong di TPH ini seluruhnya adalah betina dengan umur potong yang dominan yaitu dibawah satu tahun (I0). Hal ini

disebabkan harga domba betina muda lebih murah dibandingkan domba jantan pada umur yang sama (Tabel 1).

Tabel 1Jumlah pemotongan domba berdasarkan umur selama penelitian Umur Domba Jumlah domba

(19)

5

Sanitasi di TPH tersebut cukup baik dan selalu dibersihkan setiap harinya, akan tetapi personal hygiene dari pekerja TPH masih kurang diperhatikan, hal ini dapat dilihat dari para pekerja yang tidak memakai perlengkapan standar pemotongan untuk personal.

Karakteristik Karkas dan Non Karkas

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan bobot potong berpengaruh sangat nyata (P<0.01) terhadap karakteristik karkas dan non karkas domba garut betina. Rataan nilai karakteristik karkas dan non karkas domba garut betina yang dipotong pada bobot potong yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 2 dan 3.

Tabel 2 Karakteristik karkas domba garut betina pada bobot potong yang berbeda

Peubah Bobot Potong (kg)

Kelompok I Kelompok II Kelompok III

Jumlah domba (ekor) 43 47 21

Bobot Potong (kg) 15.32±2.68 C 23.63±2.39 B 32.48±2.99 A Bobot Karkas (kg) 5.99±1.31 C 10.04±1.45 B 14.77±2.32 A Bobot Tubuh Kosong

(kg) 12.21±2.18 C 19.44±2.09 B 27.53±3.14 A Persentase Karkas (%) 38.97±3.89 C 42.37±3.35 B 45.29±3.78 A Ket : Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang berbeda adalah berbeda

nyata pada taraf uji 5% (a, b) dan berbeda sangat nyata pada taraf uji 1% (A, B)

Bobot Potong

Bobot potong merupakan bobot hidup ternak domba sesaat sebelum dilakukan pemotongan yang nantinya dipotong sampai berbentuk karkas. Bobot potong akan mempengaruhi bobot karkas dan persentase karkas yang dihasilkan. Hasil analisis menunjukan bahwa kelompok bobot potong III sangat nyata (P<0.01) memiliki rataan bobot potong tertinggi dibandingkan kelompok bobot potong I dan II (Tabel 2.). Rataan bobot potong kelompok I, II dan III berturut-turut sebesar 15.32±2.68 kg, 23.63±2.39 kg dan 32.48 ± 2.99 kg.

Menurut Soeparno (2005), bobot potong yang semakin meningkat akan mengahasilkan karkas yang semakin tinggi pula, sehingga dapat diharapkan bagian dari karkas yang berupa daging menjadi lebih besar. Selanjutnya, Yurmiati (1991) menambahkan bahwa bobot potong dipengaruhi juga oleh umur ternak, semakin bertambah umur ternak maka semakin besar pula bobot potongnya. Seain itu, sistem pemeliharaan di masyarakat juga dapat mempengaruhi bobot potong optimal domba yang dihasilkan.Domba yang dipotong di TPH Bebedahan dengan bobot diatas 30kg berumur mulai dari I2-I4 dengan sumber asal ternak yang

berbeda.

Bobot Tubuh Kosong

(20)

6

Bobot tubuh kosong mengalami penurunan yang cukup tinggi dari bobot potong yaitu rata-rata 15-20%, hal ini dikarenakan tidak adanya pemuasaan pada domba yang akan disembelih. Hasil penelitian ini sesuai dengan Meiaro (2008) yang menyatakan bahwa bobot potong pada domba lokal memiliki korelasi positif dengan bobot tubuh kosong, bobot potong yang semakin tinggi, maka bobot tubuh kosong juga akan semakin tinggi.

Bobot Karkas

Karkas adalah bagian terpenting dari ternak potong, karena produksi daging dan nilai ekonomis ternak sangat ditentukan oleh produksi dan komposisi karkasnya. Karkas domba adalah bagian dari tubuh domba yang disembelih secara halal sesuai dengan CAC/GL 2-1997, telah dikuliti, dikeluarkan isi perutnya, dipisahkan kepala dan kaki mulai dari tarsus/karpus ke bawah, organ reproduksi, ambing, ekor dan lemak yang berlebih (Badan Standarisasi Nasional 2008). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa domba garut betina yang dipotong pada kisaran bobot 30kg sangat nyata memiliki bobot karkas yang paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya (P<0.01).

Rataan bobot karkas domba garut betina hasil penelitian ini berturut-turut adalah 5.99±1.31 kg, 10.04±1.45 kg dan 14.77±2.32 kg (Tabel 3). Hasil ini sesuai dengan pernyataan Soeparno (2005), bahwa bobot potong yang semakin meningkat akan mengahasilkan karkas yang semakin tinggi pula, sehingga dapat diharapkan bagian dari karkas yang berupa daging menjadi lebih besar. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa bobot potong yang semakin tinggi akan meningkatkan bobot karkas yang dihasilkan. Hal ini disebabkan seiring peningkatan bobot potong, maka terjadi perubahan pada komposisi jaringan karkas yaitu terjadi perubahan pada ukuran dan massa otot serta penimbunan jaringan lemak (Galvani et al. 2008; Aksoy dan Ulutas 2015)

Persentase Karkas

Persentase karkas merupakan perbandingan bobot karkas dan bobot hidup saat dipotong dikalikan dengan 100% (Aberle et al.2001). Hasil analisis pada Tabel 2 menunjukkan bahwa persentase karkas domba berbeda sangat nyata (P<0.01). Ternak yang termasuk kedalam Kelompok III dengan bobot potong >30 kg nyata lebih tinggi dibandingkan bobot potong 10 kg dan 20 kg. Persentase karkas domba pada penelitian ini berturut-turut adalah 38.97±3.89%, 42.37±3.35% dan 45.29±3.78% dari bobot potong 10 kg, 20 kg dan 30 kg. Kisaran persentase karkas ini sesuai dengan pernyataan Johnston (1983) bahwa persentase karkas domba berkisar 45%-50%. Menurut Colomerrocker et al.

(21)

7

Faktor yang mempengaruhi persentase karkas adalah komponen non karkas seperti kulit dan kepala. Menurut Tobing et al. (2004) bahwa bagian kepala merupakan komponen yang mengalami pertumbuhan yang besar pada tahap awal kehidupan, tetapi mengalami penurunan pertumbuhan pada akhir kehidupan. Bobot dan persentase karkas domba Garut dapat dilihat pada Tabel 3.

Bobot Non Karkas

Komponen non karkas domba merupakan bagian tubuh domba yang tidak termasuk karkas antara lain darah, kulit, kepala, keempat kaki bagian bawah mulai dari carpus dan tarsus, isi ruang dada (jantung, paru-paru dan hati) dan isi perut yaitu organ pencernaan kecuali ginjal dan organ reproduksi (Lawrie 2003). Berdasarkan hasil analisis ragam, semua variabel komponen non karkas yang diujikan menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0.01). Hasil ini menunjukkan bawa komponen non karkas berkembang sejalan dengan penambahan bobot potongnya. Seluruh komponen bobot non karkas pada perlakuan bobot 30 kg lebih tinggi daripada perlakuan yang lain. Hasil tersebut sesuai dengan pernyataan Wandito (2011) menambahkan bahwa kapasitas saluran pencernaan akan meningkat seiring dengan meningkatnya berat badan.Selain itu, konsumsi nutrisi yang tinggi akan meningkatkan bobot hati, rumen, retikulum, omasum, usus halus, usus besar dan total alat pencernaan (Soeparno 2005).

Persentase komponen non karkas didapat dari bobot komponen masing-masing non karkas dibandingkan dengan bobot tubuh kosong. Berdasarkan hasil analisis ragam pada Tabel 3, seluruh bobot komponen non karkas menunjukkan hasil berbeda sangat nyata (P<0.01). Persentase komponen non karkas seperti darah, hati dan usus besar menunjukkan berbeda nyata (P<0.05). Sedangkan Isi saluran pencernaan, kepala, kulit, kaki, ginjal, perut, usus kecil, lambung, jantung+trachea+paru-paru dan lemak ommental menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0.01). Persentase dari lemak ommental pada bobot potong 30 kg menunjukkan nyata lebih tinggi dari bobot potong yang lainnya. Hal ini terjadi karena domba garut betina pada bobot potong diatas 20 kg menunjukkan bahwa domba telah mengalami masa dewasa tubuh sehingga pertumbuhan domba pada bagian otot melambat dan menuju perlemakan. (Parakkasi 1990) menyatakan bahwa menjelang bobot badan dewasa, proporsi urat daging dalam pertumbuhan bobot badan akan menurun dan pertambahan bobot komponen tulang akan berhenti, sedangkan proporsi lemak dalam pertambahan bobot tinggi dan semakin cepat. Perlemakan mula-mula terjadi disekitar organ-organ internal, kemudian lemak disimpan pada jaringan ikat sekitar urat daging dibawah kulit dan terakhir lemak disimpan diantara urat daging (Forrest et al. 1975).

Edible Portion Non Karkas

(22)

8

berpengaruh terhadap komposisi fisik tubuh ternak, termasuk bagian tubuh yang dapat dimakan (Soeparno 1994).

Tabel 3 Karakteristik non karkas domba garut betina pada bobot potong yang berbeda

Peubah Bobot Botong (kg)

Kelompok I Kelompok II Kelompok III

Jumlah sampel (ekor) ekor 43 47 21

Inedible portion kg 3.71±0.89C 5.09±0.88B 6.14±0.94A % 30.71±6.7A 26.39±4.89B 22.67±4.86C % 44.74±4.01A 41.25±3.51B 36.81±3.72C Kepala kg 1.04±0.22C 1.51±0.21B 1.96±0.24A Ket : Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang berbeda adalah berbeda

nyata pada taraf uji 5% (a, b) dan berbeda sangat nyata pada taraf uji 1% (A, B).

(23)

9

dalam edible portion kecuali darah dan isi saluran pencernaan. Hasil analisis ragam pada Tabel 3 menunjukkan bahwa total edible portion dari komponen non karkas domba garut betina pada masing-masing perlakuan berturut-turut adalah 44.74%, 41.25% dan 36.81%. Bagian dari inedible portionpada masing-masing perlakuan berturut-turut adalah 30.71%, 26.39% dan 22.67%. Hasil persentase tersebut didapat setelah dibandingkan dengan bobot tubuh kosongnya.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Domba Garut yang dipotong di TPH Bebedahan pada umumnya berjenis kelamin betina dan berumur muda, sehingga menghasilkan karkas dan bagian non karkas yang berbeda. Komponen karkas dan non karkas domba garut betina mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan bobot potong. Domba garut betina yang dipotong pada bobot diatas 30kg menghasilkan bobot dan persentase karkas tertinggi.

Saran

Pemotongan ternak domba sebaiknya tidak dilakukan pada domba garut betina muda, hal ini untuk menjaga populasi betina produktif. Penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan mengevaluasi edible portion dari komponen non karkas seperti kepala dan kaki. Pemotongan ternak akan lebih baik dilakukan pada bobot potong 30 kg.

DAFTAR PUSTAKA

[Ditjennak] Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2013. Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan. Jakarta (ID) : Ditjennak keswan.

Aberle EDJ, C Forrest, Gerrard DE, Mills EW. 2001. Principles of MeatScience. Ed ke-4. Kendall/Hunt publishing Company, Lowa (US).

Aksoy Y, Ulutas Z. 2015. Effect of different slaughter weights on slaughter and carcass traits of male karayaka lambs reared under intensive produstion system. Turkish Journal of Agriculture. Turkish(TR).

Badan Standarisasi Nasional Indonesia. 2008. Mutu Karksa dan Daging Kambing/Domba. Standar Nasional Indonesia. 3925:2008, Jakarta (ID). Baihaqi M, Herman R. 2012. Carcass and Non-carcass Components of Priangan

and Javanese Fat-tailed Rams Slaughtered at Mature Live Weight.Med. Pet. 35: 196-200.http://dx.doi.org/10.5398/medpet.2012.35.3.196.

Balai Informasi Pertanian. 1990. Pengusahaan Ternak Kambing dan Domba di Indonesia. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta (ID).

(24)

10

Colomer-Rocker F, Kirton AH, Mercer GJKand Duganzich DM. 1992. Carcass composition of New Zealand Saanen goats slaughtered at different weights.

Small Ruminant Res. 7: 161 –173.

Fahmi MS. 2013. Pengaruh bangsa domba dengan bobot potong yang berbeda terhadap karakteristik karkas dan non karkas domba lokal [skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.

Forrest JC, Aberle ED, Hendrick HB, Judge MD, Merkel RA. 1975. Principles of Meat Science. San Fransisco (US): W. H Freeman Company.

Galvani DB, Pires CC, Wommer TP, Oliveura F, Bolzan AMS, Francois P. 2008. Carcass traits of feedlot crosbreed lambs slaughtered at different live weights. Journal Ciencia Rural. Santa Maria.

Ginanjar S. 2013. Komposisi jaringan pada potongan karkas domba garut dan ekor tipis umur enam bulan dengan ransum berbasisIndigoera sp[skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.

Hasnudi. 2005. Kajian tumbuh kembang karkas dan komponennya serta penampilan domba Sungei Putih dan lokal Sumatera yang menggunakan pakan limbah kelapa sawit. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor (ID). http://www.damandiri.or. id/detail.php?id=255. (23 Mei 2006). Herman R. 2004. Komposisi dan distribusi otot karkas domba priangan jantan penggemukkan dengan penambahan ekstrak pasak bumi (Eurycoma longifolia, Jaack) dalam ransum [skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.

Romans JR, Costello WJ, Carlson CW, Greaser ML, Jones KW. 1994.The Meat We Eat. 13th Ed. Interstate Publishers Inc. Danviile. Illinois (US).

Soedarmoyo B. 1982. Pengaruh jenis kelamin terhadap pertumbuhan-pertumbuhan bagian-bagian badan dan karkas kambing [Tesis] . Fakultas Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor (ID).

Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta (ID) : Gadjah Mada University Pr.

Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Ed ke-4. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Pr.

Steel RGD, Torrie JH. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik. Sumantri B, penerjemah, Jakarta(ID): Gramedia Pustaka.

(25)

11

Wandito DS. 2011. Performa dan morfometrik domba ekor gemuk dengan pemberian pakan konsentrat dan limbah tauge pada taraf pemberian yang berbeda. [skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.

Yurmiati H. 1991. Pengaruh pakan, umur potong, dan jenis kelamin terhadap bobot hidup, kerkas dan sifat dasar kulit kelinci “Rex” [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil uji analisis ragam bobot potong

Sumber Keragaman DB JK KT F P

Bobot Potong 2 4351.1 2175.5 315.01 <.0001 Galat 108 745.9 6.9

Total 110 5097.0

Lampiran 2 Hasil uji analisis ragam darah

Sumber Keragaman DB JK KT F P

Bobot Potong 2 5.1990 2.5995 97.34 <.0001

Galat 108 2.8841 0.0267

Total 110 8.0831 /

Lampiran 3 Hasil uji analisis ragam kepala

Sumber Keragaman DB JK KT F P

Bobot Potong 2 12.8806 6.4403 131.28 <.0001 Galat 108 5.2982 0.0491

Total 110 18.1789

Lampiran 4 Hasil uji analisis ragam kulit

Sumber Keragaman DB JK KT F P

Bobot Potong 2 19.2436 9.6218 72.06 <.0001 Galat 108 14.4200 0.1335

Total 110 33.6636

Lampiran 5 Hasil uji analisis ragam ginjal

Sumber Keragaman DB JK KT F P

Bobot Potong 2 0.45100 0.22550 52.42 <.0001 Galat 108 0.46459 0.00430

Total 110

Lampiran 6 Hasil uji analisis ragam usus kecil

Sumber Keragaman DB JK KT F P

Bobot Potong 2 0.24242 0.12121 23.49 <.0001 Galat 108 0.55733 0.00516

(26)

12

Lampiran 7 Hasil uji analisis ragam usus besar

Sumber Keragaman DB JK KT F P

Bobot Potong 2 1.18759 0.59379 97.72 <.0001 Galat 108 0.65629 0.00608

Total 110 1.84387

Lampiran 8 Hasil uji analisis ragam perut

Sumber Keragaman DB JK KT F P

Bobot Potong 2 2.4195 1.2097 99.01 <.0001

Galat 108 1.3196 0.0122

Total 110 3.7391

Lampiran 9 Hasil uji analisis ragam isi saluran pencernaan

Sumber Keragaman DB JK KT F P

Bobot Potong 2 54.187 27.094 38.24 <.0001 Galat 108 76.529 0.709

Total 110 130.716

Lampiran 10 Hasil uji analisis ragam lambung

Sumber Keragaman DB JK KT F P

Bobot Potong 2 0.122425 0.061212 60.40 <.0001 Galat 108 0.109452 0.001013

Total 110 0.231877

Lampiran 11 Hasil uji analisis ragam hati

Sumber Keragaman DB JK KT F P

Bobot Potong 2 0.70700 0.35350 34.28 <.0001 Galat 108 1.11376 0.01031

Total 110 1.82076

Lampiran 12 Hasil uji analisis ragam kaki

Sumber Keragaman DB JK KT F P

Bobot Potong 2 10.9828 5.4914 150.69 <.0001 Galat 108 3.9358 0.0364

Total 110 14.9186

Lampiran 13 Hasil uji analisis ragam lemak

Sumber Keragaman DB JK KT F P

Bobot Potong 2 20.574 10.287 40.76 <.0001 Galat 108 27.256 0.252

Total 110 47.831

Lampiran 14 Hasil uji analisis ragam jantung. paru-paru dan trakhea

Sumber Keragaman DB JK KT F P

Bobot Potong 2 1.45006 0.72503 159.07 <.0001

Galat 108 0.49227 0.00456

(27)

13

Lampiran 15 Hasil uji analisis ragam bobot karkas

Sumber Keragaman DB JK KT F P

Bobot Potong 2 1120.93 560.46 219.64 <.0001 Galat 108 275.59 2.55

Total 110 1396.52

Lampiran 16 Hasil uji analisis ragam bobot tubuh kosong

Sumber Keragaman DB JK KT F P

Bobot Potong 2 3442.8 1721.4 311.80 <.0001 Galat 108 596.2 5.5

Total 110 4039.0

Lampiran 17 Hasil uji analisis ragam persentase karkas

Sumber Keragaman DB JK KT F P

Bobot Potong 2 611.96 305.98 22.97 <.0001 Galat 108 1438.77 13.32

Total 110 2050.73

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 7 Desember 1990 di Garut. Penulis merupakan anak pertama dari pasangan Bapak Rizal Rizaludin dan Mimim Suminar. Pendidikan formal penulis di mulai dari Tk Sejahtera pada tahun 1995 hingga tahun 1997. Penulis melanjutkan ke SDN Wanaraja II tahun 1997 hingga tahun 2003. Pendidikan selanjutnya di SMPN 1 Garut dari tahun 2006 hingga tahun 2009 kemudian melanjutkan ke sekolah menengah atas SMAN 11 Garut. Pada tahun 2009 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor Program Diploma melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) padaJurusan Teknologi dan Manajemen Ternak. Setelah lulus dari program Diploma, pada tahun 2012 penulis melanjutkan lagi ke program S1 (Alih Jenis) di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Gambar

Tabel 3 Karakteristik non karkas domba garut betina pada bobot potong yang

Referensi

Dokumen terkait

Form CF pemilihan gejala digunakan oleh admin untuk memilih data gejala yang berhubungan dengan jenis gangguan jiwa skizofrenia tertentu, yang nantinya

dan ekonomi serta daya saing kompetitif dan komparatif yang paling tinggi; (2) Keberlanjutan kemitraan petani tembakau virginia dengan perusahaan GG agar tetap

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara dukungan psikososial keluarga dengan lama rawat inap pasien skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta. Arah

a) Aspek kepengawasan sekolah yaitu pengertian kepengawasan sekolah, fungsi dan peran kepengawasan sekolah, jenis-jenis kepengawasan sekolah. b) Aspek Pembinaan Kegiatan

Model harga opsi saham tipe Amerika dengan model binomial diterapkan pada saham perusahaan Rio Tinto Plc (RIO) yang digunakan dalam mengambil keputusan untuk melakukan investasi

Kecuali instrumen ekuitas AFS, jika, pada periode berikutnya, jumlah kerugian penurunan nilai berkurang dan pengurangan tersebut dapat dikaitkan secara obyektif dengan peristiwa

Dari SPPIP yang telah disusun kemudian diturunkan ke dalam suatu rencana operasional berupa Rencana Pembangunan Kawasan Permukiman Prioritas (RPKPP), dimana

Kebijakan yang dapat diambil berdasarkan penelitian tentang pengaruh pajak daerah, retribusi daerah dan BUMD terhadap pendapatan asli daerah dikota makassar adalah dengan cara