279
J. Agroland 7 (3) : 279 - 284, September 2000 ISSN : 0854 - 641X
PENGARUH PENCUKURAN BULU TERHADAP BOBOT KARKAS PERSENTASE KARKAS DAN BOBOT KOMPONEN KARKAS
DOMBA LOKAL JANTAN YANG DIKANDANGKAN
Oleh : Abdullah Naser1)
ABSTRACT
A study to look at the effect of hair shaving on carcass weight, carcass percentage and carcass component of local sheep, was conducted using 10 local sheep whose initial body weight vanged from 13 - 20 kg and the age was 1 your old.
The treatments tasted were hair shaving and no hair shaving. It was found that the treatments gave significant carcass weight, carcass percentage and carcass component of the local sheep. Flair shaved shepp produced move carcass weight, carcass percentage and component carcas than untreated local sheep.
Keywords : Shaving, Carcas, Sheep
ABSTRAK
Penelitian telah dilakukan tentang pengaruh pencukuran bulu terhadap bobot karkas, persentase karkas dan bobot komponen karkas domba lokal jantan yang dikandangkan dengan menggunakan 10 ekor ternak domba lokal jantan dengan umur ± 1 tahun dan kisaran bobot badan 13 - 20 kg. Perlakuan yang diuji adalah bulu dicukur dan bulu tidak dicukur. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata terhadap bobot karkas, persentase karkas dan bobot komponen karkas domba jantan lokal. Domba lokal jantan yang dicukur memberikan bobot karkas, persentase karkas dan bobot komponen karkas yang lebih tinggi dibanding domba lokal jantan yang tidak dicukur.
Kata Kunci : Pencukuran, Karkas, Domba.
280 I. PENDAHULUAN
Salah satu jenis ternak penghasil daging yang dapat dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan protein hewani asal ternak adalah ternak domba. Selain lebih mudah dipelihara, domba juga tergolong ternak ruminansia yang mampu mengkonversi hijauan ke dalam bentuk daging.
Pertumbuhan dalam artian penambahan jumlah daging merupakan salah satu indikator dari tingkat produktivitas ternak yang dipengaruhi oleh lingkungan. Sehingga untuk meningkatkan produktivitas ternak domba pada dasarnya dapat melalui dua pendekatan, yaitu perbaikan faktor lingkungan berupa lingkungan mikro dan faktor genetik. Menurut Inounu dkk (1982), faktor genetik merupakan potensi yang dimiliki oleh ternak, sedangkan faktor lingkungan adalah faktor yang sangat mempengaruhi produktivitas ternak. Atmadilaga (1981), menyatakan bahwa faktor lingkungan memainkan peranan yang sangat besar yaitu 70%.
Sedangkan pengaruh genetik 30%. Faktor lingkungan yang dimaksud antara lain adalah pakan, manajerial dan iklim (suhu dan kelembaban).
Faktor lingkungan yang banyak mempengaruhi produksi ternak adalah suhu dan kelembaban udara. Semakin tinggi suhu dan kelembaban akan mengganggu aktivitas fisiologis yang secara tidak langsung mempengaruhi konsumsi pakan maupun pertumbuhan. Menurut Hafez dan Dyar (1986), setiap kenaikan suhu 10C dapat menurunkan konsumsi ransum 1,7%
Pertumbuhan yang cepat pada seekor ternak merupakan gambaran bahwa ternak tersebut menghasilkan daging yang banyak. Produksi daging tidak terlepas dari kualitas karkas maupun komponennya, namun produksi karkas pada seekor ternak dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain pakan, umur, jenis ternak, dan kandungan nutrien dalam ransum (Soeparno, 1994).
Kecepatan pertumbuhan dipengaruhi oleh jumlah konsumsi pakan yang dihabiskan. Menurut Williamson dan Payne (1993), jumlah konsumsi ransum yang
dihabiskan oleh ternak tergantung pada kondisi ternak, sedangkan kondisi ternak antara lain dipengaruhi oleh keadaan mikroklimat dimana ternak tersebut hidup.
Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi ternak domba yakni dengan mengadakan modifikasi lingkungan internal melalui pencukuran bulu. Dengan pencukuran bulu diharapkan ternak dapat melepaskan panas tubuh dengan baik pada saat suhu lingkungan mulai meningkat.
Pencukuran bulu juga merupakan salah satu menajemen pemeliharaan domba yang dapat memberikan perubahan keseimbangan produksi dan pembuangan panas karena hilangnya bulu sebagai isolator yang dapat memperlancar pembuangan panas dari tubuh melalui konveksi maupun konduksi. Meningkatnya pembuangan panas tubuh secara konduksi maupun konveksi dapat menyebabkan penurunan pelepasan panas secara evaporasi sehingga domba mendekati kondisi optimal dan mampu mengkonsumsi pakan sesuai kebutuhan serta efisien dalam menggunakan energi untuk proses pertumbuhan.
Dengan demikian akan diketahui pengaruh pencukuran bulu terhadap bobot karkas, persentase karkas dan bobot komponen karkas domba lokal jantan yang dikandangkan, serta dapat menjadi salah satu bahan informasi dalam bidang peternakan, khususnya pencukuran bulu, dan diharapkan dapat dilakukan oleh peternak untuk peningkatan produksi ternaknya.
II. MATERI DAN METODE
PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di areal lapangan Golf Kelurahan Talise, Kecamatan Palu Timur, Kotamadya Palu, yang dilaksanakan dari tanggal 8 Desember 1999 sampai dengan tanggal 2 Februari 2000.
Penelitian ini menggunakan 10 ekor ternak domba lokal jantan hasil persilangan Merbas dengan Ekor Gemuk dengan umur
± 1 tahun dengan kisaran bobot badan 13-
281 20 kg yang ditempatkan dalam kandang terbuka yang keempat sisinya tidak memakai dinding penutup. Di dalam kandang utama terdapat kandang individual berbentuk panggung yang disekat sebanyak 10 petak dengan ukuran 75 x 75 x 75 cm. Masing- masing kandang individual dilengkapi dengan tempat makan dan minum.
Ransum yang digunakan terdiri atas ransum basal berupa hijauan jagung (Zea mays) dari konsentrat. Konsentrat dan
hijauan jagung diberikan sebanyak 3% dari bobot badan berdasarkan bahan kering.
Adapun kandungan zat-zat penyusun tertera pada Tabel 1, sedangkan susunan dan komposisi ransum tertera pada Tabel 2.
Penelitian ini dilaksanakan dalam 3 tahap, yaitu tahap pertama yakni tahap pendahuluan selama 2 minggu, tahap perlakuan selama 6 minggu dan tahap ketiga pengumpulan data yang meliputi pemotongan.
Tabel 1. Kandungan Zat Makanan Penyusun Ransum (% Bahan Kering)
Komposisi Bahan Makanan
H. Jagung B. Kelapa J. Giling D. Padi
Bahan kering 22,00 86,00 86,00 86,00
Protein 9,18 19,12 10,05 13,05
Serat kasar 29,60 12,10 2,50 11,60
Lemak 1,90 10,20 4,70 14,10
BETN 49,52 49,70 79,8 48,70
Phosphor 0,03 0,56 0,23 1,30
Kalsium 0,06 0,18 0,02 0,10
TND 59 85 86 74
Keterangan : * Dihitung berdasarkan hasil analisis laboratorium Fakultas Pertanian Untad, 1997.
* Dihitung berdasarkan petunjuk Hartadi, dkk. (1993) dengan menggunakan rumus 2 dan 4.
Tabel 2. Susunan dan Komposisi Ransum Percobaan (% Bahan Kering)
Bahan Makanan Komposisi
Hijauan Jagung 70,00
Bungkil Kelapa 15,00
Dedak Padi 10,00
Jagung Giling 5,00
Jumlah 100,00
Protein 11,09
TDN 66,30
Dihitung berdasarkan Tabel 1.
dan penimbangan karkas serta komponennya selama 1 hari.
Dalam penelitian ini digunakan Uji Statistik t dengan dua perlakuan dan setiap perlakuan mendapat 5 ulangan. Perlakuan yang diberikan adalah sebagai berikut :
Ck = Bulu dicukur Tck = Bulu tidak dicukur
Pada akhir pendahuluan, domba mendapat perlakuan pencukuran bulu secara manual hingga panjang bulu ± 2 cm.
Setelah dicukur secara manual, bulu diratakan dengan menggunakan alat cukur elektrik.
Sebelum ternak dipotong terlebih dahulu dipuasakan selama 12 jam untuk
282 memperoleh bobot kosong. Pemotongan dilakukan dengan memotong vena jugularis, oesophagus dan trachea antara tulang atlas dan tulang leher. Kepala dipisahkan dari tubuh pada sendi ocipito atlantis, kaki depan pada sendi carpo metacarpal, dan kaki belakang pada sendi belakang dekat tendo achiles, kilit dilepas, kemudian dibuat sayatan lurus ditengah-tengah rongga perut, dan isi rongga dada serta ronga perut dikeluarkan, kecuali ginjal kemudian karkas ditimbang (Herman, 1981), sedangkan pembagian bobot komponen karkas domba berupa bahu (shoulder), leher (neck), rusuk (ribs) termasuk karkas bagian depan, sedangkan paha (leg termasuk sirloin), sisi (flank) termasuk karkas bagian belakang (Soeparno, 1994).
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Pengaruh Perlakuan Terhadap Bobot Karkas dan Persentase Karkas
Dari Tabel 3 diketahui bahwa rata- rata bobot karkas dan persentase karkas domba yang dicukur lebih tinggi dari domba yang tidak dicukur. Hasil analisis
statistik dengan menggunakan uji-t menunjukan bahwa perlakuan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap bobot karkas dan persentase karkas ternak domba lokal.
Hasil tersebut memberi indikasi, bahwa domba yang dicukur mempunyai produktifitas lebih tinggi dari pada domba yang tidak dicukur. Oleh karena ternak yang dicukur lebih efektif mengeluarkan panas tubuh sebagai akibat dari hilangnya sebagian bulu yang merupakan indikator.
Semakin pendek bulu semakin mudah bagi ternak mengeluarkan panas tubuh ketika suhu lingkungan mulai meningkat sehingga dapat mempertahankan kondisi tubuhnya untuk tetap optimal. Dengan demikian ternak mampu mengkonsumsi pakan sesuai dengan kebutuhan, serta efisien dalam menggunakan energi untuk proses pertumbuhan. Sebaliknya pada domba yang tidak dicukur dengan adanya bulu sebagai isolator maka mangalami kesulitan dalam pembuangan panas. Untuk menghindari produksi panas yang lebih banyak ternak berupaya menekan laju metabolisme dengan mengurangi konsumsi pakan, sehingga pemenuhan kebutuhannya tidak mencukupi.
Church (1988) bahwa dengan adanya tekanan panas, mengakibatkan
Tabel 3. Rata-rata Bobot Karkas dan Persentase Karkas Domba Lokal Jantan dari masing- masing Perlakuan
Perlakuan Ulangan Bobot Karkas Persentase Karkas
( Kg ) (%)
Di Cukur 1 9.10 48.92
2 9.90 49.75
3 10.40 50.49
4 11.60 51.33
5 12.20 51.91
Rataan 10.64 50.480
Tiak di Cukur 1 7.30 45.91
2 7.80 46.15
3 8.40 47.73
4 9.40 50.54
5 9.60 48.24
Rataan 8.50 47.714
283 selera makan tertekan (menurun), sehingga ternak tidak dapat memenuhi kebutuhannya.
Tidak terpenuhinya kebutuhan bagi ternak mengakibatkan pertumbuhan terhambat, dan pada akhirnya berpengaruh pada produksi karkas.
Peningkatan bobot karkas sebagai manifestasi dari pertumbuhan yang mengakibatkan peningkatan persentase karkas. Williamson dan Payne (1993) menyatakan bahwa persentase karkas yang tinggi hanya dapat direalisasikan apabila ternak dapat memperoleh makanan yang cukup baik secara kuantitas maupun kualitas.
Pada domba yang tidak dicukur, rendahnya pertumbuhan tampaknya disebabkan oleh peningkatan energi yang digunakan untuk dissipasi panas dan menurumiya konsumsi ransum. Hal ini sebagai upaya untuk mempertahankan kondisi tubuh agar bisa optimal, sehingga bobot badannyapun rendah dan berakibat pada rendahnya persentase karkas.
3.2 Pengaruh Perlakuan Terhadap Bobot Komponen Karkas
Pada Tabel 4 menunjukan bahwa rata-rata bobot komponen karkas dari masing-masing perlakuan, yang tertinggi diperoleh pada perlakuan ternak yang
diikuti, kemudian diikuti oleh perlakuan yang tidak dicukur, kemudian diikuti oleh perlakuan yang tidak dicukur. Hasil analisis statistik dengan Uji "t" menunjukan bahwa pencukuran bulu dapat memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap bobot komponen karkas.
Keadaan ini menunjukan bahwa domba yang dicukur mampu mengkonsumsi pakan yang lebih banyak, sehingga pertambahan bobot komponen karkas lebih baik sebagai menifestasi dari adanya pertambahan bobot badan. Hal tersebut karena domba yang dicukur lebih efektif mengeluarkan panas tubuh melalui konveksi maupun konduksi sehingga energi ransum yang dikonsumsi tidak banyak digunakan untuk proses pemenuhan kebutuhan hidup pokok.
Pencukuran bulu dapat menurunkan pembuangan panas melalui evaporasi, menurunkan insulasi bulu, meningkatkan konsumsi pakan dan pertumbuhan (Blexter, 1988; Owen, 1976). Sebaliknya domba yang tidak dicukur mengalami kesulitan dalam pembuangan panas tubuh secara normal untuk memperoleh homeothermalnya, sehingga menyebabkan domba yang tidak dicukur cenderung lebih sedikit memanfaatkan energi ransum yang di konsumsi untuk proses pertumbuhan, tetapi
Table 4. Rata-rata Bobot Komponen Karkas Domba Jantan dari masing-masing Perlakuan (Kg/Ekor)
Komponen Perlakuan
Cukur Tidak Dicukur
Neck 0,914 0,732
Shoulder 2,592 2,072
Ribs 1,126 0,896
Lion 0,818 0,642
Leg 2,862 2,286
Flank 0,428 0,338
Breast 0,794 0,634
Shank 1,106 0,894
284 justru lebih banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan proses pelepasan panas tubuh. Hasil tersebut sesuai dengan pernyataan Hafez dan Dyar (1986), semakin meningkat suhu lingkungan efisiensi penggunaan energi ransum makin berkurang sehingga menghambat pertumbuhan yang pada gilirannya akan menyebabkan rendahnya bobot komponen karkas.
IV. KESIMPULAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Pencukuran bulu pada ternak domba memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot karkas, persentase karkas dan bobot komponen karkas domba lokal jantan.
2. Domba yang dicukur dapat memberikan bobot karkas, persentase karkas dan bobot komponen karkas yang lebih baik bila dibandingkan dengan ternak yang tidak di cukur.
DAFTAR PUSTAKA
Atmadilaga. D , 1981. Perbandingan Keuntungan Penggunaan Tanah Peternakan dan Usaha Tani di Jawa. Laporan Penelitian. Direktorat Perencanaan Petemakan Dirjen Petemakan dan Biro Research dan Aplikasi.
Blexter, D.C., 1988. The Energy Melebolism of Ruminants. 3 th Impresion. Hutchinson &
Co (Publisher) Ltd. Scientific and Technicle. London
Church, D.C., 1988. The Ruminant Animal Digestive Physiology and Nutrient. Prentice- Hall, Inc, Englewood Cliffs, New Jersey.
Hafez, E.S.E. dan T.A. Dyar, 1986. Adaptation of Domestic Animals. Lea and Febiger.
Philadelphma.
Hartadi, H.; S. Reksohadiprodjo dan A.D. Tillman. 1993. Tabel Komposisi Pakan untuk Indonesia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Herman, 1981. Kualitas Karkas Domba Lokal hasil Penggemukan. Prosiding Seminar Penelitian Peternakan. Balai Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor.
Inounu, LP. Sitorus dan Subandryo, 1982. Penampilan Domba Ekor Gemur di Pedesaan.
Laporan Penelitian BPPT, Jakarta.
Owen. J.B., 1976. Sheep Production 5 th. Ed. Macmillan Publishing Co. Inc. New York.
Soeparno, 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Williamson G. And Payne, W.J.A, 1993. An Introduction to Animal Husbandry in the Tropics. Third edition. Longman Group Ltd., London.