PEMANFAATAN ECENG GONDOK FERMENTASI
TERHADAP KARKAS DAN NON KARKAS DOMBA
LOKAL JANTAN LEPAS SAPIH
LUSIYANA WANTI SIHITE 090306041
PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PEMANFAATAN ECENG GONDOK FERMENTASI
TERHADAP KARKAS DAN NON KARKAS DOMBA
LOKAL JANTAN LEPAS SAPIH
SKRIPSI
Oleh:
LUSIYANA WANTI SIHITE 090306041
PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PEMANFAATAN ECENG GONDOK FERMENTASI
TERHADAP KARKAS DAN NON KARKAS DOMBA
LOKAL JANTAN LEPAS SAPIH
SKRIPSI
Oleh:
LUSIYANA WANTI SIHITE 090306041/PETERNAKAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul : Pemanfaatan Eceng Gondok Fermentasi terhadap Karkas dan Non Karkas Domba Lokal Jantan Lepas Sapih
Nama : Lusiyana Wanti Sihite
NIM : 090306041
Program Studi : Peternakan
Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing
Ir. Tri Hesti Wahyuni, M.Sc Dr. Nevy Diana Hanafi, S.Pt., M.Si Ketua Anggota
Mengetahui,
Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si Ketua Program Studi Peternakan
ABSTRAK
LUSIYANA WANTI SIHITE, 2014: “Pemanfaatan Eceng Gondok Fermentasi Terhadap Karkas dan Non Karkas Domba Lokal Jantan Lepas Sapih”. Dibimbing oleh TRI HESTI WAHYUNI dan NEVY DIANA HANAFI.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pemberian eceng gondok fermentasi dengan Mikroorganisme lokal (Rhizopus sp, Saccharomyces sp dan
Lactobacillus sp) dan Trichoderma harzianum terhadap bobot karkas dan bobot non karkas domba lokal jantan lepas sapih. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada bulan Agustus sampai dengan Nopember 2013 menggunakan 20 ekor domba lokal jantan lepas sapih dengan rataan bobot badan 7,87±2,18 kg. Rancangan yang dipakai dalam penelitian adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan terdiri dari P0: konsentrat + 100% rumput, P1: konsentrat + 40% rumput + 60% eceng gondok
fermentasi MOL, P2: konsentrat + 40% rumput + 60% eceng gondok fermentasi Trichoderma harzianum, P3: konsentrat + 100% eceng gondok fermentasi MOL,
P4: konsentrat + 100% eceng gondok fermentasi Trichoderma harzianum.
Parameter yang diteliti adalah bobot karkas, persentase karkas, persentase lemak, bobot non karkas dan persentase non karkas.
Hasil penelitian menunjukkan rataan bobot karkas (kg) P0: 3,06, P1: 2,93,
P2: 3,12, P3: 3,12 dan P4: 2,76. Rataan persentase karkas (%) P0: 32,56, P1: 31,22,
analisis statistik menunjukkan pemanfaatan eceng gondok fermentasi MOL dan
Trichoderma harzianum tidak berpengaruh nyata terhadap bobot karkas, persentase karkas, persentase lemak subkutan, persentase lemak pelvis, persentase lemak ginjal, bobot non karkas dan persentase non karkas. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pemanfaatan eceng gondok fermentasi tidak berpengaruh untuk menaikkan bobot karkas, persentase karkas, persentase lemak subkutan, persentase lemak pelvis, persentase lemak ginjal, bobot non karkas dan persentase non karkas
Kata kunci: Karkas, Lemak, Non Karkas, Eceng Gondok Fermentasi, Domba lokal jantan.
ABSTRACT
LUSIYANA WANTI SIHITE, 2014: The utilization of Water Hyacinth Fermentation of Carcass and Non Carcass Local ram sheep weaning. Under
supervisied by TRI HESTI WAHYUNI and NEVY DIANA HANAFI. . The research aimed to examine the effect of water hyacinth fermentation
with local microorganisms (Rhizopus sp, Saccharomyces sp and Lactobacillus sp) and Trichoderma harzianum against non carcass weight and carcass weight of local ram sheep weaning . The experiment was conducted at the Animal Biology Laboratory Animal Husbandry Program Agricultural Faculty, North Sumatra University in August to November 2013 using 20 local ram sheep weaning with an average initial body weight of 7,87± 2,18 kg. The parameters studied were carcass weight, carcass percentage, fat percentage, non carcass weight and non carcass percentage. The design used in the study was a completely randomized design (CRD) with 5 treatments and 4 replications. Treatment consists of P0:
concentrate + 100 % grass, P1: concentrate + 40% grass + 60% water hyacinth
fermentation MOL, P2: concentrate + 40% grass + 60% water hyacinth
fermentation of Trichoderma harzianum, P3: concentrate + 100% water hyacinth
fermentation MOL, P4: concentrate + 100% water hyacinth fermentation of
Trichoderma harzianum.
respectively. Average non carcass percentage (%) P0: 49.71, P1: 45.92, P2: 46.92,
P3: 44.49 and P4: 45,58 respectively. Statistical analysis showed utilization of
water hyacinth fermentation with local microorganisms and Trichoderma harzianum no significant effect on carcass weight, carcass percentage, subcutaneous fat percentage, pelvic fat percentage, kidney fat percentage, non carcass weight and non carcass percentage . The conclusion of this study is the utilization of water hyacinth fermentation had no significant effect to increase carcass weight, carcass percentage, subcutaneous fat percentage, pelvic fat percentage, carcass weight and non carcass percentage. . Keywords: Carcass, Fat, Non Carcass, Fermented Water Hyacinth, A Local Ram Sheep.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pandumaan pada tanggal 30 Maret 1992 dari Ayah
Sirjhon Sihite dan Ibu Nurtiara br Pandiangan. Penulis merupakan Puteri pertama
dari dua bersaudara.
Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Doloksanggul dan pada
tahun yang sama masuk ke Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara melalui ujian tertulis Ujian Masuk Bersama (UMB).
Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif sebagai anggota Ikatan
Mahasiswa Peternakan (IMAPET), anggota Ikatan Mahasiswa Kristen Peternakan
(IMAKRIP) menjabat sebagai anggota bidang INFOKOM periode 2011-2012,
anggota Ikatan Mahasiswa Humbang Hasundutan USU (IMHU), anggota
Persatuan Muda Mudi Pandumaan (PERSMADUMA) menjabat sebagai BPH
periode 2011-2013 dan penulis pernah menjadi asisten praktikum Perencanaan
dan Evaluasi Proyek Peternakan.
Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Sipiso-piso
Desa Situnggaling, Kecamatan Merek, Kabupaten Karo bulan Juli sampai
Agustus 2012.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Pemanfaatan Eceng Gondok Fermentasi terhadap Karkas dan Non
Karkas Domba Lokal Jantan Lepas Sapih ”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada kedua
orangtua penulis yang telah mendidik dan memberi dukungan baik berupa moril
maupun material penulis selama ini. Penulis menyampaikan terimakasih kepada
Ibu Ir. Tri Hesti Wahyuni, M.Sc dan Ibu Dr. Nevy Diana Hanafi, S.Pt., M.Si
selaku komisi pembimbing dan juga kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Sayed Umar, MS
dan Bapak Ir. R. Edhy Mirwandhono, M. Si selaku dosen penguji yang telah
memberikan berbagai masukan kepada penulis, serta tidak lupa juga penulis
mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dekan Fakultas Pertanian dan juga
kepada Ketua Program Studi dan Sekretaris Program Studi Peternakan.
Disamping itu, penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua
civitas akademika di Program Studi Peternakan serta semua rekan mahasiswa
yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu penulis dalam
DAFTAR ISI
Bahan Penyusun Konsentrat... ... 11
Bungil Inti Sawit... ... 11
Mikroorganisme Lokal ... 17
Non Karkas ... 27
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 29
Pelaksanaan Penelitian ... 32
Pembuatan Kandang ... 32
Persiapan Domba ... 32
Pengacakan Domba ... 32
Pemberian Makan dan Minuman ... 33
Pemberian Obat-obatan ... 33
Penimbangan Ternak Domba ... 33
Pemotongan Ternak Domba ... 33
HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot Karkas ... 35
Persentase Karkas ... 36
Persentase Lemak Subkutan ... 38
Persentase Lemak Pelvis ... 39
Persentase Lemak Ginjal ... 41
Bobot Non Karkas ... 42
Persentase Non Karkas ... 44
Rekapitulasi Hasil Penelitian ... 46
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 47
Saran ... 47
DAFTAR PUSTAKA ... 48
DAFTAR TABEL
No. ... Hal.
1. Kebutuhan nilai nutrisi domba untuk pertumbuhan ... 9
2. Kandungan nutrisi bungkil inti sawit (%) ... 11
3. Kandungan nutrisi dedak (%) ... 12
4. Kandungan nutrisi bungkil kedelai (%) ... 13
5. Kandungan nutrisi bungkil kelapa (%) ... 14
6. Kandungan nilai gizi molases (%) ... 15
7. Kandungan nilai beberapa mineral (%)... 16
8. Komposisi zat-zat nutrisi eceng gondok dalam bahan kering (%) ... 24
9. Rataan bobot karkas (kg) ... 35
10. Analisis ragam bobot karkas ... 35
11. Rataan persentase karkas (%)... 37
12. Analisis ragam persentase karkas ... 37
13. Rataan persentase lemak subkutan (%) ... 38
14. Analisis ragam persentase lemak subkutan ... 39
15. Rataan persentase lemak pelvis (%) ... 39
16. Analisis ragam persentase lemak pelvis ... 40
17. Rataan persentase lemak ginjal (%) ... 41
18. Analisis ragam persentase lemak ginjal ... 41
19. Rataan bobot non karkas (kg) ... 43
20. Analisis ragam bobot non karkas ... 43
21. Rataan persentase non karkas (%)... 44
23. Rekapitulasi hasil penelitian ... 47
DAFTAR LAMPIRAN
No. ... Hal.
1. Komposisi bahan pakan ... ... 53
2. Formula konsentrat ... ... 54
3. Pembuatan mikroorganisme lokal ... ... 55
4. Pembuatan eceng gondok fermentasi dengan mikroorganisme lokal secara
anaerob ... 56
ABSTRAK
LUSIYANA WANTI SIHITE, 2014: “Pemanfaatan Eceng Gondok Fermentasi Terhadap Karkas dan Non Karkas Domba Lokal Jantan Lepas Sapih”. Dibimbing oleh TRI HESTI WAHYUNI dan NEVY DIANA HANAFI.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pemberian eceng gondok fermentasi dengan Mikroorganisme lokal (Rhizopus sp, Saccharomyces sp dan
Lactobacillus sp) dan Trichoderma harzianum terhadap bobot karkas dan bobot non karkas domba lokal jantan lepas sapih. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada bulan Agustus sampai dengan Nopember 2013 menggunakan 20 ekor domba lokal jantan lepas sapih dengan rataan bobot badan 7,87±2,18 kg. Rancangan yang dipakai dalam penelitian adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan terdiri dari P0: konsentrat + 100% rumput, P1: konsentrat + 40% rumput + 60% eceng gondok
fermentasi MOL, P2: konsentrat + 40% rumput + 60% eceng gondok fermentasi Trichoderma harzianum, P3: konsentrat + 100% eceng gondok fermentasi MOL,
P4: konsentrat + 100% eceng gondok fermentasi Trichoderma harzianum.
Parameter yang diteliti adalah bobot karkas, persentase karkas, persentase lemak, bobot non karkas dan persentase non karkas.
Hasil penelitian menunjukkan rataan bobot karkas (kg) P0: 3,06, P1: 2,93,
P2: 3,12, P3: 3,12 dan P4: 2,76. Rataan persentase karkas (%) P0: 32,56, P1: 31,22,
analisis statistik menunjukkan pemanfaatan eceng gondok fermentasi MOL dan
Trichoderma harzianum tidak berpengaruh nyata terhadap bobot karkas, persentase karkas, persentase lemak subkutan, persentase lemak pelvis, persentase lemak ginjal, bobot non karkas dan persentase non karkas. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pemanfaatan eceng gondok fermentasi tidak berpengaruh untuk menaikkan bobot karkas, persentase karkas, persentase lemak subkutan, persentase lemak pelvis, persentase lemak ginjal, bobot non karkas dan persentase non karkas
Kata kunci: Karkas, Lemak, Non Karkas, Eceng Gondok Fermentasi, Domba lokal jantan.
ABSTRACT
LUSIYANA WANTI SIHITE, 2014: The utilization of Water Hyacinth Fermentation of Carcass and Non Carcass Local ram sheep weaning. Under
supervisied by TRI HESTI WAHYUNI and NEVY DIANA HANAFI. . The research aimed to examine the effect of water hyacinth fermentation
with local microorganisms (Rhizopus sp, Saccharomyces sp and Lactobacillus sp) and Trichoderma harzianum against non carcass weight and carcass weight of local ram sheep weaning . The experiment was conducted at the Animal Biology Laboratory Animal Husbandry Program Agricultural Faculty, North Sumatra University in August to November 2013 using 20 local ram sheep weaning with an average initial body weight of 7,87± 2,18 kg. The parameters studied were carcass weight, carcass percentage, fat percentage, non carcass weight and non carcass percentage. The design used in the study was a completely randomized design (CRD) with 5 treatments and 4 replications. Treatment consists of P0:
concentrate + 100 % grass, P1: concentrate + 40% grass + 60% water hyacinth
fermentation MOL, P2: concentrate + 40% grass + 60% water hyacinth
fermentation of Trichoderma harzianum, P3: concentrate + 100% water hyacinth
fermentation MOL, P4: concentrate + 100% water hyacinth fermentation of
Trichoderma harzianum.
respectively. Average non carcass percentage (%) P0: 49.71, P1: 45.92, P2: 46.92,
P3: 44.49 and P4: 45,58 respectively. Statistical analysis showed utilization of
water hyacinth fermentation with local microorganisms and Trichoderma harzianum no significant effect on carcass weight, carcass percentage, subcutaneous fat percentage, pelvic fat percentage, kidney fat percentage, non carcass weight and non carcass percentage . The conclusion of this study is the utilization of water hyacinth fermentation had no significant effect to increase carcass weight, carcass percentage, subcutaneous fat percentage, pelvic fat percentage, carcass weight and non carcass percentage. . Keywords: Carcass, Fat, Non Carcass, Fermented Water Hyacinth, A Local Ram Sheep.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perkembangan usaha domba potong di tanah air saat ini masih dikelola
dengan cara tradisional. Peternakan domba memiliki potensi yang besar seiring
dengan meningkatnya kebutuhan manusia akan kebutuhan protein hewani untuk
peningkatan gizi. Daging domba merupakan salah satu komoditi ternak yang ikut
berperan dalam pemenuhan gizi berupa protein hewani, namun penyediaan daging
domba belum mencukupi kebutuhan konsumsi yang terus meningkat. Salah satu
penyebabnya adalah laju pertumbuhan perkembangan populasi domba tidak
sejalan dengan meningkatnya permintaan akan domba dan perkembangan
populasi penduduk.
Dalam usaha peningkatan produksi domba, saat ini telah diupayakan
dalam manajemen pemeliharaan yang intensif. Diantaranya adalah dengan
penggunaan hijauan yang berkualitas baik yang terdiri dari rumput dan legum
serta penggunaan pakan tambahan (konsentrat) yang memiliki nilai gizi yang
tinggi sehingga bisa mencukupi kebutuhan ternak akan zat nutrisi. Saat ini, pakan
tambahan yang biasa dipakai peternak dirasa cukup mahal, sedangkan hijauan
yang tersedia saat ini hanya memiliki kandungan protein yang rendah dan
tingginya kadar serat kasar yang merupakan masalah utama.
Untuk mengatasi hal tersebut, maka perlu dicari sumber pakan alternatif
untuk mengganti pakan utama sebagai pelengkap tambahan yang mempunyai
potensi baik dari segi kualitas maupun kuantitas.
Eceng gondok merupakan salah satu limbah pertanian di Indonesia.
basah. Sejauh ini, pemanfaatan eceng gondok sebagai pakan ternak baru belum
terlalu banyak digunakan tetapi masih lebih banyak digunakan untuk kompos dan
penghasil biogas. Eceng gondok merupakan salah satu pakan alternatif yang dapat
dipakai untuk memenuhi kekurangan hijauan pakan ternak.
Eceng gondok merupakan limbah pertanian yang bernutrisi baik serta
mudah diperoleh untuk dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Namun bahan pakan
tersebut berkualitas rendah karena rendahnya kandungan nutrisi dan kurang dapat
dicerna. Eceng gondok tidak banyak dimakan ternak, biasanya ditumpuk dan
dibiarkan mengering. Kalaupun diberikan pada ternak hanya sedikit yang dimakan
karena tingkat palatabilitas eceng gondok yang rendah.
Kendala utama dari pemanfaatan eceng gondok sebagai bahan pakan
ternak adalah kandungan serat kasar yang tinggi dan protein kasar serta kecernaan
yang rendah. Eceng gondok sendiri untuk pakan ternak sebetulnya kualitasnya
sangat rendah, sehingga harus di olah terlebih dahulu agar kualitasnya meningkat.
Kadar nutrisi daun eceng gondok dalam bentuk bahan kering (BK) yaitu memiliki
kadar protein kasar 6,31%, serat kasar 26,61%, lemak kasar 2,83%, abu 16,12%,
dan memiliki kadar bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) 48,18%
(Mangisah et al., 2009). Eceng gondok segar mempunyai kandungan air sebesar 94,09%, dan dalam 100% bahan kering mempunyai kadar protein 11,95% dan
serat kasar 37,1% (Sumarsih et al., 2007)
Penggunaan eceng gondok secara langsung atau sebagai pakan tunggal
tidak dapat memenuhi kebutuhan nutrisi ternak. Dengan pengolahan, daya cerna
eceng gondok dapat ditingkatkan hingga 60% dan kandungan protein dapat
Pemanfaatan eceng gondok dipergunakan sebagai pakan untuk ternak
ruminansia dengan mengolah eceng gondok tersebut dengan pengolahan yaitu
fermentasi menjadi pakan yang lebih bermutu sehingga di dalam pengolahannya
dapat bermanfaat untuk meningkatkan bobot badan dan memenuhi kebutuhan gizi
ternak ruminansia. Metode fermentasi yang digunakan dengan menggunakan
mikroorganisme lokal (MOL). Mikroorganisme yang dimaksud adalah
Rhizopus sp. (ragi tempe), Saccharomyces sp. (ragi tape) dan Lactobacillus sp. (yoghurt). Teknologi ini sederhana karena praktis, selain itu pengolahannya dapat
dilakukan dirumah. Hal ini dapat dipahami karena pemakaian mikroorganisme
tersebut dengan cara sederhana. Dalam metode ini digunakan mikroorganisme
yang baik dan mudah didapat. Sehingga, hasil fermentasi sesuai dengan harapan
mampu memperbaiki kandungan nutrisi eceng gondok.
Selain fermentasi dengan menggunakan mikroorganisme lokal,
Trichoderma harzianum juga sering digunakan menjadi bahan fermentator.
Trichoderma harzianum banyak dijumpai pada tanaman baik yang sudah lapuk maupun yang masih hidup. Fungi jenis ini mempunyai potensi untuk mengolah
selulosa tanaman yang lebih besar. Selulosa dari tanaman dapat berperan sebagai
bahan penghasil bioetanol alami dari alam yaitu dari kulit kayu. Jenis fungi ini
sudah banyak tersedia secara komersil dan apabila ingin menggunakan dalam
jumlah yang banyak tersedia di pasaran secara komersil tetapi jika ingin
menggunakan untuk kebutuhan sendiri dapat dilakukan pembiakkan sendiri.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk mengetahui sejauh
dengan mikroorganisme lokal dan Trichoderma harzianum terhadap bobot karkas dan non karkas ternak domba lokal jantan lepas sapih.
Tujuan Penelitian
Melihat pengaruh pemberian eceng gondok fermentasi dengan
mikroorganisme lokal dan Trichoderma harzianum terhadap karkas dan non karkas domba lokal jantan lepas sapih.
Hipotesis Penelitian
Pemberian eceng gondok yang difermentasi dengan mikroorganisme lokal
dan Trichoderma harzianum dalam pakan berpengaruh positif terhadap karkas dan non karkas domba lokal jantan lepas sapih.
Kegunaan Penelitian
Bahan informasi bagi masyarakat peternak domba pada khususnya,
instansi pemerintah serta kalangan akademik (mahasiswa, dosen dan para peneliti)
mengenai penggunaan limbah pertanian yaitu eceng gondok yang difermentasi
sebagai pakan ternak domba terhadap produksi ternak domba dan juga merupakan
salah satu syarat untuk melaksanakan ujian di Program Studi Peternakan Fakultas
TINJAUAN PUSTAKA
Domba Lokal
Domba lokal lebih dikenal oleh masyarakat sebagai domba kampung atau
lokal. Domba jenis ini kurang produktif jika diusahakan secara komersial, karena
karkas (daging) yang dihasilkan sangat rendah. Demikian pula, bulunya kurang
mempunyai mutu baik. Jenis domba ini banyak juga diusahakan oleh masyarakat
dipedesaan sebagai sampingan saja. Ciri-ciri domba lokal/kacang/kampung
Indonesia adalah ukuran badan kecil, pertumbuhannya lambat, bobot badan
domba jantan 30 kg-40 kg dan domba betina 15 kg-20 kg, warna bulu dan tanda–
tandanya sangat beragam, bulunya kasar dan agak panjang, telinganya kecil dan
pendek, domba betina tidak bertanduk, sedangkan domba jantan bertanduk dan
ekornya kecil dan pendek (Cahyono, 1998).
Domba lokal atau domba kampung merupakan domba asli Indonesia.
Domba ini memiliki tubuh kecil, lambat dewasa, warna bulunya maupun
karakteristiknya tidak seragam, dan hasil dagingnya relatif kecil atau sedikit
(Murtidjo, 1993).
Asal Usul Domba lokal
Domba sudah sejak lama diternakkan oleh manusia. Semua jenis domba
memiliki beberapa karakteristik yang sama. Adapun klasifikasi domba tersebut
yaitu: Kingdom: Animalia, Filum: Chordata, Kelas: Mamalia, Ordo: Artiodactyla,
Sub-family: Caprinae, Genus: Ovis aries, Spesies: Ovis mouffon, Ovis orientalis
Domba yang sekarang merupakan hasil domestikasi yang sejarahnya
diturunkan dari 3 jenis domba liar, yaitu: 1) Mouflon (Ovis musimon), merupakan jenis domba liar yang berasal dari Eropa Selatan dan Asia kecil. 2) Argali
(Ovis ammon), merupakan jenis domba liar yang berasal dari Asia Tengah dan memiliki tubuh besar yang mencapai tinggi 1,20 m. 3) Urial (Ovis vignei), merupakan jenis domba liar yang berasal dari Asia (Murtidjo, 1993).
Pertumbuhan Domba Lokal
Seperti pada umumnya, domba mengalami proses pertumbuhan yang
sama, yakni pada awalnya berlangsung lambat, kemudian semakin lama
meningkat lebih cepat sampai domba itu berumur 3–4 bulan. Namun,
pertumbuhan tersebut akhirnya kembali lebih lambat pada saat domba itu
mendekati kedewasaan tubuh (Sudarmono dan Sugeng, 2003).
Menurut Soeparno (1994) pertumbuhan adalah perubahan ukuran yang
meliputi perubahan berat hidup, bentuk, dimensi linear dan komposisi tubuh,
termasuk perubahan komponen-komponen tubuh seperti otot, lemak, tulang serta
komponen-komponen kimia, terutama air, lemak, protein dan abu pada karkas.
Sementara itu menurut Sugeng (1991) pertumbuhan adalah berkenaan dengan
peningkatan bobot hidup sampai mencapai bobot tertentu sesuai dengan
kemasakan tubuh.
Sistem Pencernaan Domba
Proses utama dari pencernaan adalah secara mekanik, enzimatik ataupun
kimiawi. Proses mekanik terdiri dari mastikasi atau pengunyahan dalam mulut
sepanjang usus. Pencernaan secara enzimatik atau kimiawi dilakukan oleh enzim
yang dihasilkan oleh sel-sel dalam tubuh hewan dan yang berupa getah-getah
pencernaan (Tillman et al., 1991).
Proses pencernaan ternak ruminansia di mulai di ruang mulut. Di dalam
ruang mulut, pakan yang masih berbentuk kasar dipecah menjadi partikel-partikel
kecil dengan cara pengunyahan dan pembasahan oleh saliva. Dari mulut, pakan
masuk ke rumen melalui oesophagus (Siregar, 1994).
Potensi dan Produktivitas Domba
Potensi ekonomi ternak domba sebagai lapangan usaha memiliki beberapa
kelebihan dibandingkan dengan ternak besar lain, yakni: badan domba relatif kecil
dan cepat dewasa, sehingga usaha ternak domba memiliki keuntungan ekonomi
yang cukup tinggi, domba merupakan ternak ruminansia kecil yang dalam
pemeliharaan tidak memerlukan lahan atau tanha yang luas, investasi usaha ternak
domba membutuhkan modal relatif lebih kecil sehingga setiap investasi lebih
banyak unit produksi yang dapat tercapai, modal usaha nutuk ternak domba lebih
cepat berputarnya dan domba memiliki sifat suka bergerombol sehingga
memudahkan dalam pemeliharaannya (Murtidjo, 1992).
Dewasa ini, produktivitas domba lokal masih rendah. Peningkatan
produktivitas domba diperlukan dukungan ketersediaan pakan kontinyu dan
berkualitas. Hal ini dibuktikan pertambahan bobot badan domba lokal yang
dipelihara di peternakan rakyat berkisar 30 g/ekor/hari, namun melalui perbaikan
teknologi pakan pertambahan bobot badan domba lokal mampu mencapai
bobot badan menghasilkan PBB harian 164 g/ekor/hari. Santi (2011) juga
menyatakan bahwa domba laktasi yang mengkonsumsi protein kasar sebesar
86,35 g/ekor/hari dan TDN 353,75 g/ekor/hari memiliki pertambahan bobot badan
harian anak domba prasapih sekitar 145,045 g/ekor/hari.
Pakan Domba
Pakan adalah semua bahan pakan yang bisa diberikan dan bermanfaat bagi
ternak. Pakan yang diberikan harus berkualitas tinggi yaitu mengandung zat-zat
yang diperlukan oleh tubuh ternak dalam hidupnya seperti air, karbohidrat, lemak,
protein, mineral dan air (Parakkasi, 1995).
Hijauan merupakan pakan berserat sebagai sumber energi. Hijauan
umumnya merupakan bahan pakan yang mengandung serat kasar yang relatif
tinggi. Ruminansia mampu mencerna hijauan yang mengandung serat kasar yang
tinggi. Adanya mikroorganisme di dalam rumen menyebabkan semakin tinggi
populasi mikroorganisme sehingga kemampuan untuk mencerna selulosa tinggi
(Siregar, 1994).
Pakan yang dikonsumsi oleh ternak dimanfaatkan untuk memenuhi
kebutuhan perawatan tubuh (hidup pokok) yaitu mempertahankan suhu tubuh,
kerja tubuh yang normal (jantung berdenyut atau bernafas), memperbaiki
jaringan, bergerak selain itu juga digunakan untuk produksi yaitu pertumbuhan,
penggemukan, reproduksi, produksi susu dan bekerja (Purbowati, 2007).
Tabel 1. Kebutuhan nilai nutrisi domba untuk pertumbuhan
Ket: PBB (Pertambahan bobot badan) DE (Digestible energy/ energi tercerna) ME (Metabolisible energy)
TP (Total protein)
DP (Digestible protein/ protein tercerna) Sumber: (Haryanto dan Andi, 1993).
Disamping mempengaruhi produktivitas ternak, pakan juga merupakan
komponen terbesar dalam biaya produksi dapat mencapai 60-80% dari
keseluruhan biaya produksi. Dengan demikian, dalam memproduksi pakan tidak
hanya perlu memperhatikan kualitasnya saja, tetapi harga pakan juga harus
ekonomis, murah dan terjangkau oleh kemampuan peternak (Siregar, 1994).
Hijauan
Makanan hijauan merupakan semua bahan makanan yang berasal dari
tanaman dalam bentuk daun-daunan. Kelompok tanaman ini adalah rumput
(graminae), leguminosa dan tumbuh-tumbuhan lainnya. Kelompok hijauan biasanya disebut makanan kasar. Hijauan yang diberikan ke ternak ada dalam
bentuk hijauan segar dan hijauan kering. Hijauan segar adalah makanan yang
berasal dari hijauan dan diberikan ke ternak dalam bentuk segar, sedangkan
Ternak ruminansia mengkonsumsi hijauan sebanyak 10% dari berat
badannya setiap hari dan konsentrat sekitar 1,5–2% dari jumlah tersebut termasuk
suplementasi vitamin dan mineral. Oleh karena itu hijauan atau sejenisnya
terutama rumput dari berbagai spesies merupakan sumber energi utama ternak
ruminansia (Piliang, 2000).
Konsentrat
Pakan penguat atau konsentrat yang berbentuk seperti tepung adalah
sejenis pakan komplit yang dibuat khusus untuk meningkatkan produksi dan
berperan sebagai pakan penguat. Mudah dicerna karena terbuat dari campuran
beberapa bahan pakan sumber energi (biji-bijian, sumber protein jenis bungkil,
kacang-kacangan, vitamin dan mineral). Ternak ruminansia membutuhkan
konsentrat untuk mengisi kekurangan makanan yang diperolehnya dari hijauan.
Pemberian konsentrat pada setiap jenis hewan tidaklah sama (Novirma, 1991).
Untuk ternak yang digemukkan semakin banyak konsentrat dalam
ransumnya akan semakin baik asalkan konsumsi serat kasar tidak kurang dari
15% BK ransum. Oleh karena itu banyaknya pemberian konsentrat dalam formula
ransum harus terbatas agar ternak tidak terlalu gemuk. Pemberian konsentrat
terlampau banyak akan meningkatkan konsentrasi energi sendiri dapat berkurang
Bahan Penyusun Konsentrat Bungkil Inti Sawit
Bungkil inti sawit mempunyai kandungan nutrisi yang lebih baik dari pada
solid sawit. Produksi rata-rata sekitar 40 ton/ hari/ pabrik. Bahan pakan ini sangat
cocok terutama untuk pakan konsentrat ternak, namun penggunaannya sebagai
pakan tunggal dapat menyebabkan gangguan pada saluran pencernaan, oleh
karenanya perlu diberikan secara bersama-sama dengan bahan pakan lainnya
(Mathius, 2003).
Pemberian bungkil inti sawit yang optimal adalah 1,5% dari bobot badan
untuk mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan ternak domba.
Pertambahan bobot badan harian akan semakin besar jika semakin besar
persentase bungkil inti sawit yang diberikan dalam ransum (Silitonga, 1993).
Kandungan nutrisi bungkil inti sawit dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kandungan nutrisi bungkil inti sawit (%)
Nutrisi Kandungan
Bahan kering (%) 92,68
Protein kasar (%) 15,4
Lemak kasar (%) 2,4
Serat kasar (%) 16,9
TDN (%) 72
Energi (Kal/kg) 2810
Sumber: Laboratorium Ilmu Makanan Ternak. Departemen Peternakan FP USU 2005
Dedak
Dedak merupakan limbah dalam proses pengolahan gabah menjadi beras
yang mengandung bagian luar yang tidak terbawa, tetapi tercampur pula dengan
bagian penutup beras itu. Hal inilah yang mempengaruhi tinggi atau rendahnya
proses pengolahan gabah menjadi beras, wajar jika serat kasar yang dikandung
dedak ini tinggi (Rasyaf, 1992).
Dedak pada musim panen melimpah, sebaiknya pada musim kemarau
berkurang. Selain itu, dedak padi tidak dapat disimpan lama. Keadaan ini
disebabkan karena aktivitas enzim yang dapat menyebabkan kerusakan atau
ketengikan oksidatif pada komponen minyak yang ada dalam dedak
(Balitnak, 2010).
Dedak mempunyai harga absolut yang relatif rendah tetapi kandungan
gizinya tidak mengecewakan. Dedak cukup mengandung energi dan protein, juga
kaya akan vitamin (Rasyaf, 1990). Hal tersebutlah yang menyebabkan dedak
dapat digunakan sebagai campuran formula ransum atau sebagai makanan
tambahan (Rasyaf, 1992). Kandungan nutrisi dedak dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Kandungan nutrisi dedak (%)
Nutrisi Kandungan
1 2 3
Sumber: 1. Rasyaf (1990) 2. Rasyaf (1992) 3. Kartadisastra (1994)
Bungkil Kedelai
Bungkil kedelai adalah kedelai yang sudah diambil minyaknya. Bungkil
kedelai merupakan sumber protein paling yang amat bagus sebab keseimbangan
asam amino yang terkandung didalamnya cukup lengkap dan tinggi. Bungkil
kedelai dibuat melalui beberapa tahapan seperti pengambilan lemak, pemanasan
Bungkil kedelai yang baik mengandung air tidak lebih dari 12%
(Hutagalung dan Chang, 1990). Kandungan nutrisi bungkil kedelai dapat dilihat
pada Tabel 4.
Tabel 4. Kandungan nutrisi bungkil kedelai (%)
Uraian Kandungan nutrisi
Protein Kasar (%) 43,8
Serat Kasar (%) 4,4
Lemak Kasar (%) 1,5
Kalsium (%) 0,32
Posfor (%) 0,65
Energi Metabolisme (kkal/kg) 2240
Sumber: Hartadi et al (1990).
Bungkil Kelapa
Bungkil kelapa adalah pakan ternak yang berasal dari sisa pembuatan
minyak kelapa. Bahan ini mengandung protein nabati dan sangat potensial untuk
meningkatkan karkas (Parakkasi,1995).
Bungkil kelapa merupakan sumber lemak yang baik untuk unggas serta
mengandung protein. Bungkil kelapa selain mudah didapat harganya juga murah.
Pemberian bungkil kelapa untuk komposisi ransum maksimal sebesar 10 – 15%.
Bungkil kelapa selain sebagai sumber asam lemak juga sebagai sumber Ca dan P
meskipun kandungannya sedikit (Hardjosworo, 2000). Penggunaan bungkil
kelapa seharusnya tidak lebih dari 20 % karena penggunaan yang berlebihan harus
diimbangi dengan penambahan metionin dan lisin (tepung ikan) serta lemak
dalam ransum. Kandungan protein dalam bungkil kelapa cukup tinggi yaitu 18 % ,
sedangkan nilai gizinya dibatasi oleh tidak tersedianya dan ketidakseimbangan
Tabel 5. Kandungan nutrisi bungkil kelapa (%)
Uraian Kandungan Nutrisi
Protein Kasar (%) 17
Serat Kasar (%) 15
Lemak Kasar (%) 1,8
Kalsium (%) 0,2
Posfor (%) 0,6
Energi Metabolisme (Kkal/kg) 1540
TDN 79 Sumber:Laboratorium Ilmu Makanan Ternak, Program Studi Peternakan FP USU Medan (2009).
Urea
Urea sebagai bahan pakan ternak berfungsi sebagai sumber NPN
(Non Protein Nitrogen) dan mengandung lebih banyak 45% unsur Nitrogen
sehingga pemakaian urea mampu memperbaiki kualitas rumput yang diberikan
kepada domba, namun perlu diingat bahwa penggunaan urea terlalu tinggi
konsentratnya (Hartadi et al., 1990).
Urea dengan rumus molekul CO (NH2)2 banyak digunakan dalam ransum
ternak ruminansia karena mudah diperoleh, harganya murah dan sedikit resiko
keracunan yang diakibatkannya dibanding burret. Secara fisik urea berbentuk
kristal berwarna putih dan higroskopis (Sodiq dan Abidin, 2002).
Molases
Molases atau tetes tebu adalah hasil sampingan pengolahan tebu menjadi
molases yang bentuk fisiknya berupa cairan kental dan berwarna hitam
kecoklatan. Walaupun harganya murah, namun kandungan gizi yang berupa
karbohidrat, protein dan mineralnya masih cukup tinggi dan dapat digunakan
untuk pakan ternak walaupun sifatnya sebagai pendukung. Molases dapat
dipergunakan sebagai pakan ternak. Keuntungan penggunaan molases untuk
pakan ternak adalah kadar karbohidrat tinggi (48-60% sebagai gula), kadar
kompleks dan unsur-unsur mikro yang penting bagi ternak seperti Cobalt, Boron,
Yodium, Tembaga, Magnesium dan seng sedangkan kelemahannya adalah kadar
Kalium dapat menyebabkan diare juga dikonsumsi terlalu banyak
(Rangkuti et al., 1985). Kandungan nutrisi molases dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Kandungan nilai gizi molases (%)
Kandungan Zat Nilai Gizi
Bahan kering (%) 67,5a
Total digestible nutriens (TDN) 56,7b
Sumber: a. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak, Program Studi Peternakan FP USU Medan(2009) b. Batubara et al (1993).
Mineral
Mineral merupakan nutrisi yang esensial selain digunakan untuk
memenuhi kebutuhan ternak juga memasok kebutuhan mikroba rumen. Tubuh
ternak ruminansia terdiri atas mineral kurang lebih 4%. Dijumpai ada 31 jenis
mineral yang terdapat pada tubuh ternak ruminansia yang dapat diukur tetapi
hanya 15 jenis mineral yang tergolong esensial untuk ternak ruminansia.
Agar pertumbuhan dan perkembangbiakan yang optimal, mikroba rumen
membutuhkan 15 jenis mineral esensial makro seperti Ca, K, P, Mg, Na, Cl dan S,
4 jenis esensial mikro seperti Cu, Fe, Mn dan Zn dan 4 jenis mineral esensial
langka seperti I, Mo, Co dan Se (Siregar, 2008).
Mineral adalah zat anorganik yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit,
namun berperan penting agar proses fisiologis dapat berlangsung dengan baik.
Mineral digunakan sebagai kerangka pembentukan tulang dan gigi, pembentukan
yang berperan dalam proses metabolisme di dalam makanan
(Setiadi dan Inounu, 1991). Kandungan beberapa mineral dapat dilihat pada
Tabel 7.
Tabel 7. Kandungan beberapa mineral (%)
Uraian Kandungan
Kalsium karbonat 50,00
Pospor 5,00 Sumber: Eka Farma (2005).
Garam
Garam yang dimaksud disini adalah garam dapur (NaCl), dimana selain
berfungsi sebagai mineral juga berfungsi meningkatkan palatabilitas
(Pardede dan Asmira, 1997).
Garam berfungsi untuk merangsang sekresi saliva. Terlalu banyak garam
akan menyebabkan retensi air sehingga menimbulkan odema. Defisiensi garam
lebih sering terdapat dalam hewan herbivora dari pada hewan lainnya. Karena
hijauan dan butiran mengandung sedikit garam. Gejala defisiensi garam adalah
bulu kotor, makan tanah, keadaan badan tidak sehat, nafsu makan hilang dan
produksi menurun sehingga menurunkan bobot badan (Anggorodi, 1990).
Fermentasi
Menurut Winarno et al. (1990) fermentasi merupakan proses biokimia yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan sifat bahan pakan sebagai akibat
mengalami fermentasi biasanya mempunyai nilai gizi yang lebih baik dari asalnya
disebabkan karena mikroorganisme bersifat katabolik atau memecah
komponen-komponen yang kompleks menjadi lebih sederhana sehingga lebih mudah dicerna.
Selama proses fermentasi terjadi, bermacam-macam perubahan komposisi
kimia. Kandungan asam amino, karbohidrat, pH, kelembaban, aroma serta
perubahan nilai gizi yang mencakup terjadinya peningkatan protein dan
penurunan serat kasar. Semuanya mengalami perubahan aakibat aktivitas dan
perkembangbiakan mikroorganisme selama fermentasi. Melalui fermentasi terjadi
pemecahan substrat oleh enzim-enzim tertentu terhadap bahan yang tidak dapat
dicerna, misalnya selulosa dan hemiselulosa menjadi gula sederhana. Selama
proses fermentasi terjadi pertumbuhan kapang, selain dihasilkan enzim juga
dihasilkan protein ekstraseluler dan protein hasil metabolisme kapang sehingga
terjadi peningkatan kadar protein (Sembiring et al., 2006).
Mikroorganisme Lokal
Mikroorganisme lokal merupakan salah satu cara pengembangbiakan
mikroorganisme yang akan mampu mendegradasi bahan organik. Mikroorganisme
dasar yang digunakan adalah Saccharomyces yang berasal dari ragi tape, Rhizopus
dari ragi tempe dan Lactobacillus dari yoghurt. Mikroorganisme ini mempunyai sifat–sifat sebagai berikut :
a. Sifat amilolitik, mikroorganisme yaitu Saccharomyces akan menghasilkan
enzim amilase yang berperan dalam mengubah karbohidrat menjadi
volatile fatty acids yang kemudian akan menjadi asam amino.
b. Sifat proteolitik, mikroorganisme yaitu Rhizopus akan mengeluarkan
menjadi peptide sederhana dan akhirnya menjadi asam amino bebas, CO2
dan air.
c. Sifat lipolitik, mikroorganisma yaitu Lactobacillus akan menghasilkan enzim lipase yang berperan dalam perombakan lemak.
Pembuatan mikroorganisme lokal menggunakan beberapa bahan antara
lain air sumur, air gula, ragi tape, ragi tempe dan yoghurt. Semuanya
dimasukkan ke galon, lubangnya ditutup dengan kantong plastik ukuran 1 kg dan
dibiarkan selama 3 hari. Guna ditutup dengan kantong plastik adalah untuk
mendapatkan indikasi apakah mikroorganisme yang akan diaktifkan bekerja, bila
kantong plastik menggelembung, berarti terjadi reaksi positif dari mikroorganisme
tersebeut (Takakura Method, 2009).
Rhizopus sp
Rhizopus sp adalah genus jamur benang yang termasuk filum Zygomycota
ordo Mucorales. Rhizopus sp mempunyai ciri khas yaitu hifa yang membentuk rhizoid untuk menempel ke substrat. Ciri lainnya adalah memiliki hifa coenositik, sehingga tidak bersepta atau bersekat. Miselium dari Rhizopus sp yang juga disebut stolon menyebar diatas substratnya karena aktivitas dari hifa vegetatif.
Rhizopus sp berproduksi secara aseksual dengan memproduksi banyak sporangiofor yang bertangkai. Sporangiofor ini tumbuh kearah atas dan
mengandung ratusan spora. Sporangiofor ini biasanya dipisahkan dari hifa lainnya
oleh sebuah dinding seperti septa. Salah satu contoh spesiesnya adalah
Hasil penelitian dengan melakukan fermentasi bungkil kedelai memakai
Rhizopus sp, mampu meningkatkan kandungan protein kasar bungkil kedelai dari 41% menjadi 55% dan meningkatkan asam amino sebesar 14,2% sehingga diduga
dapat dipakai untuk alternatif sebagai bahan pemicu pertumbuhan
(Handajani, 2007).
Saccharomyces sp
Saccharomyces merupakan genus khamir/ ragi/ en:yeast yang memiliki kemampuan mengubah glukosa menjadi alkohol dan CO2. Saccharomyces
merupakan mikroorganisme bersel satu tidak berklorofil, termasuk kelompok
Eumycetes. Tumbuh baik pada suhu 300C dan pH 4,8. Beberapa kelebihan
Saccharomyces dalam proses fermentasi yaitu mikroorganisme ini cepat berkembang biak, tahan terhadap kadar alkohol yang tinggi, tahan terhadap suhu
yang tinggi, mempunyai sifat stabil dan cepat mengadakan adaptasi. Beberapa
spesies saccharomyces mampu memproduksi ethanol hingga 13,01%. Hasil ini lebih bagus dibanding genus lainnya seperti Candida dan Trochosporon. Pertumbuhan Saccharomyces dipengaruhi oleh adanya penambahan nutrisi yaitu unsur C sebagai sumber carbon, unsur N yang diperoleh dari penambahan urea,
ZA, amonium dan pepton, mineral dan vitamin. Suhu optimum untuk fermentasi
antara 28 – 300C. Beberapa spesies yang termasuk dalam genus ini diantaranya yaitu Saccharomyces boullardii dan saccharomyces uvarum
Saccharomyces yang dapat mengubah karbohidrat. Saccharomyces
merupakan inokulan yang mengandung kapang aminolitik dan khamir yang
berperan pada ragi tape adalah jenis Candida, Endomycopsis, Hansnula,
Amilomyces rouxii dan Aspergillus orizae.
Beberapa keuntungan hasil fermentasi terutama adalah asam asetat dan
alkohol dapat mencegah pertumbuhan mikroba yang beracun di dalam pakan
misalnya Clostridium botulinum. Ragi yang bersifat katabolik atau memecah komponen yang kompleks menjadi zat yang lebih sederhana sehingga lebih
mudah dicerna.
Saccharomyces menghasilkan enzim pitase yang dapat melepaskan ikatan fosfor dalam phitin, sehingga dengan ditambahkan ragi tape dalam ransum akan
menambah ketersediaan mineral. Ragi bersifat katabolik atau memecah komponen
yang kompleks menjadi zat yang lebih sederhana sehingga lebih mudah dicerna
oleh ternak, maka dengan penambahan ragi tape dapat meningkatkan kegiatan
pencernaan dalam tubuh ternak sehingga pertumbuhan ternak menjadi optimal
(http://id.wikipedia.org, 2013).
Lactobacillus sp
Lactobacillus adalah bakteri gram-positif, anaerobik fakultatif atau mikroaerofilik. Genus bakteri ini membentuk sebagian besar dari kelompok
bakteri asam laktat, dinamakan demikian karena kebanyakan dari bakteri ini
umum dan tidak berbahaya bagi kesehatan. Dalam manusia, bakteri ini dapat
ditemukan didalam vagina dan sistem pencernaan, dimana mereka bersimbiosis
dan merupakan sebagian kecil dari flora usus. Banyak spesies dari Lactobacillus
memiliki kemampuan membusukkan materi tanaman yang sangat baik. Produksi
asam laktatnya membuat lingkungannya bersifat asam dan mengganggu
digunakan untuk industri pembuatan yoghurt, keju, sauerkraft, acar, bir, anggur
(minuman), cuka, kimchi, cokelat dan makanan hasil fermentasi lainnya, termasuk
juga pakan hewan, seperti silase. Ada pula roti adonan asam, dibuat dengan
”kultur awal”, yang merupakan kultur simbiotik antara ragi dengan bakteri asam
laktat yang berkembang di media pertumbuhan air dan tepung. Laktobasili,
terutama L. casei dan L. brevis adalah dua dari sekian banyak organisme yang membusukkan bir. Cara kerja ini adalah dengan menurunkan pH bahan
fermentasinya dengan membentuk asam laktat (http://id.wikipedia.org, 2013).
Trichoderma harzianum
Klasifikasi Trichoderma sp. menurut Semangun (2000) adalah sebagai berikut: Kingdom : Fungi, Phylum : Ascomycota, Class : Ascomycetes,
Subclass: Hypocremycetidae, Ordo: Hypocreales, Family:
Hypcreaceae, Genus: Trichoderma, Species : T. harzianum,
T.pseudokoningnii dan T. viridae
Trichoderma harzianum merupakan salah satu jamur yang bersifat selulitik yang potensial menghasilkan selulase dalam jumlah yang relatif banyak
untuk mendegradasi selulosa. Trichoderma harzianum menghasilkan enzim kompleks selulase yang dapat merombak selulosa menjadi selobiosa hingga
menjadi glukosa. Trichoderma harzianum memiliki kemampuan untuk menghasilkan berbagai enzim ekstrasluler, khususnya selulase yang dapat
mendegradasi polisakarida kompleks (Harman, 2002)
Eceng Gondok
Eceng Gondok (Eichhornia crasippes) atau dalam bahasa Inggris disebut “water hyacinth” mempunyai sistematika sebagai berikut; Divisio: Embryophytasi phonogama, Sub Divisio: Angiospermae, Klas: Monocotyledone, Ordo: Farinozae, Familia: Pontederaceae, Genus: Eichhornia, Species: Eichhornia crassipes (Fuskhah, 2000).
Eceng gondok merupakan salah satu jenis gulma air yang
perkembangannya sangat cepat dan mempunyai daya penyesuaian terhadap
lingkungan yang tinggi, memiliki kelopak bunga berwarna ungu muda atau agak
kebiruan, akarnya serabut dan memiliki tudung akar berwarna merah. Eceng
gondok tumbuh sangat cepat, apabila tidak dikendalikan maka dalam waktu 3-4
bulan mampu menutupi lebih dari 70% permukaan danau, dan dari sisi hidrologi
eceng gondok dapat menyebabkan kehilangan air permukaan sampai 4 kali lipat
jika dibandingkan pada permukaan terbuka dan dapat menyebabkan pendangkalan
pada danau, sungai, atau daerah berair lainnya (Surhaini, 2010).
Kadar nutrisi daun eceng gondok dalam bentuk bahan kering (BK) yaitu
memiliki kadar protein kasar 6,31%, serat kasar 26,61%, lemak kasar 2,83%, abu
16,12%, dan memiliki kadar bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) 48,18%
(Mangisah et al., 2009). Eceng gondok segar mempunyai kandungan air sebesar 94,09%, dan dalam 100% bahan kering mempunyai kadar protein 11,95% dan
serat kasar 37,1% (Sumarsih et al., 2007).
Keunggulan dari tanaman eceng gondok adalah dapat digunakan sebagai
pertumbuhan dan produktifitas yang tinggi, asam amino yang terkandung di
dalam eceng gondok hampir sama pada rumput pakan dan memiliki kandungan
mineral yang cukup tinggi. Berdasarkan hasil penelitian di Filipina menunjukkan
bahwa eceng gondok kaya akan protein yang ekuivalen dengan protein yang
terkandung dalam pakan komersial yaitu mengandung (asam amino, metionin,
kistin, lisin, besi, fosfat dan kalsium). Keunggulan eceng gondok dalam segi
kualitas yaitu eceng gondok yang difermentasi sebagai pakan ternak non
ruminansia ialah mampu meningkatkan kandungan protein kasar yang dibutuhkan
bagi ternak seperti unggas, serta melalui proses amoniasi mampu menurunkan
kadar serat kasar yang dilihat dari tingginya kandungan lignin pada daun eceng
gondok, dengan cara memecahkan ikatan lignoselulosa menjadi karbohidrat yang
mudah dicerna, sehingga dapat meningkatkan tingkat kecernaan pada ternak
ruminansia, serta mampu meningkatkan palatabilitas pada ternak (Surhaini, 2010).
Eceng gondok juga memiliki beberapa kekurangan dalam segi kualitas
antara lain kadar air yang terlalu tinggi, tekstur yang terlalu halus, banyak
mengandung hemiselulosa, protein sukar dirombak oleh bakteri rumen dan
kandungan mineral sangat tinggi, dan dengan daya serap mineral yang cukup
tinggi, eceng gondok yang berasal dari perairan tercemar dapat mengandung
Tabel 8. Komposisi zat-zat nutrisi eceng gondok dalam bahan kering (%)
Zat-Zat Makanan Kandungan (%)
Bahan Kering 87,27
Protein Kasar 13,25
Lemak 0,05
Energi Bruto (Kkal/kg) 3534
Sumber: Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Departemen Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan IPB, Bogor (2003).
Karkas
Karkas adalah bobot tubuh dari ternak setelah pemotongan dikurangi dari
berat kepala, darah, organ-organ internal, kaki (carpus dan tarsus) kebawah dan
kulit (Soeparno, 1994).
Bobot karkas adalah bobot hidup setelah dikurangi bobot saluran
pencernaan, darah, kepala, kulit, dan keempat kaki mulai dari persendian carpus
atau tarsus kebawah. dinyatakan bahwa dijumpai sedikit modifikasi, kadang
dengan atau tanpa ginjal, lemak ginjal, lemak pelvis, lemak sekitar ambing,
diaphragma dan ekor. karkas sebagai satuan produksi dinyatakan dalam bobot
karkas dan persentase karkas. persentase karkas adalah perbandingan antara bobot
karkas dengan bobot hidup saat dipotong (dikurangi isi saluran pencernaan dan
Persentase karkas dipengaruhi oleh bobot karkas, bobot ternak, kondisi,
bangsa ternak, proporsi bagian-bagian non karkas, ransum yang diberikan dan
cara pemotongan (Berg dan Butterfield, 1976).
Persentase karkas adalah berat karkas dibagi berat hidup ternak dikali
seratus persen (Soeparno, 1994). Persentase karkas domba khusus digemukkan
56-58%, domba yang gemuk 45-55%. rata-rata 50% bobot badan hidup adalah
karkas (Lawrie, 1995). Persentase karkas dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin
dan juga pengebirian serta tingkat makanan (Dewi, 2000).
Apabila ternak tidak diberi makan atau minum pada periode tertentu
(dua hari misalnya) maka persentase karkas akan meningkat karena berkurangnya
jumlah urine dan feses selama periode tertentu. komposisi pakan juga
berpengaruh terhadap besarnya persentase karkas ternak yang mendapat pakan
hijauan dengan mutu rendah, mengandung lebih banyak digesta didalam saluran
pencernaan nya dari pada ternak yang diberi pakan hijauan bermutu tinggi dengan
proporsi biji-bijian yang tinggi. Ternak yang dipuasakan ragam persentase
karkasnya dapat mencapai 4% lebih besar (Tulloh, 1978).
Perbedaan komposisi tubuh dan karkas di antara bangsa ternak disebabkan
oleh perbedaan ukuran tubuh dewasa atau perbedaan bobot pada saat dewasa
(Soeparno, 1994).
Menurut Suryo (1997) proporsi komponen karkas dan potongan karkas
yang dikehendaki konsumen adalah karkas atau potongan karkas yang terdiri atas
proporsi daging tanpa lemak (lean) yang tinggi, tulang yang rendah dan lemak
Herman (1993) menyatakan bahwa semakin tinggi bobot potong yang
diperoleh menyebabkan bobot karkas segar dan persentase karkas semakin tinggi.
Davendra (1977) menyatakan persentase karkas merupakan sifat penting
dalam kajian mengenai karkas. persentase karkas dipengaruhi oleh umur, jenis
kelamin dan pakan yang dikonsumsi. Persentase karkas merupakan faktor yang
penting untuk menilai produksi ternak pedaging, karena sangat erat hubungannya
dengan bobot hidup dimana semakin bertambah bobot hidup maka produksi
karkas meningkat.
Owen dan Norman (1977) menyatakan bahwa jika umur bertambah, maka
bobot tubuh bertambah sehingga akan meningkat persentase karkas.
Levi et al. (1967) juga mengatakan hal yang sama bahwa bobot badan hidup erat hubungannya dengan umur, semakin tinggi bobot hidup maka
persentase karkas akan meningkat.
Lemak
Lemak merupakan jaringan yang bersifat dinamis, banyak terkumpul
dalam dinding rongga perut dan ginjal. jaringan lemak ternak ruminansia relatif
stabil dari pengaruh nutrisi dan lingkungan fisik dibanding dengan ternak
monogastrik (Crouse et al., 1981).
Menurut Berg dan Butterfield (1976) menyatakan jumlah lemak dalam
tubuh adalah paling beragam dan sangat tergantung pada jumlah pakan dan ragam
pakan yang dikonsumsi.
Lemak dapat dibagi menjadi beberapa kelompok yaitu lemak omental
(di bagian saluran pencernaan), lemak internal (disekitar ginjal dan pelvis), lemak
lemak subkutan domba bersifat lambat. Penimbunan lemak pada bagian
abdominal tidak diinginkan, karena akan mengurangi selisih antara berat hidup
dengan berat badannya. Salah satu cara mengurangi perlemakan adalah dengan
cara memvariasikan nutrisi ransum terutama energi dan protein. Peningkatan
kandungan energi ransum akan meningkatkan pula kandungan lemak tubuh dan
peningkatan kandungan protein ransum maka jumlah lemak abdominal akan
menurun (Hasibuan, 1996).
Lemak cadangan tidak hanya terbentuk dari lemak yang dimiliki tetapi
berasal dari karbohidrat dan adakalanya dari protein. Lebih kurang 50% dari
jaringan lemak terdapat di bawah kulit, sisanya ada disekeliling alat-alat tubuh
tertentu teristimewa ginjal, dalam membran disekeliling usus, dalam urat daging
dan di tempat-tempat lainnya (Anggorodi, 1984).
Tidak ada perbedaan dalam proporsi daging, tulang dan jaringan ikat
maupun pada perlemakan pada tingkat pemberian pakan yang berbeda pada
domba, tetapi berbeda dalam depot lemak domba yang mendapat pakan lebih
banyak mempunyai lemak subkutan lebih banyak (Frandson, 1992).
Non Karkas
Bobot non karkas diperoleh dengan menimbang bagian non karkas.
Persentase karkas diperoleh dengan membandingkan bobot karkas dengan bobot
potong, sedangkan persentase non karkas diperoleh dengan membandingkan
bobot non karkas dengan bobot potong. Penimbangan non karkas dilakukan untuk
masing-masing komponen yaitu kepala, darah, organ-organ dalam kecuali ginjal,
Non karkas adalah hasil pemotongan ternak yang terdiri dari kepala, kulit
dan bulu, darah, organ-organ internal, kaki bagian bawah dari sendi carpal untuk
kaki depan dan sendi tarsal untuk kaki bagian belakang (Soeparno, 1994).
Menurut Ridawan (1991) pakan dapat mempengaruhi pertambahan berat
komponen non karkas domba yang mengkonsumsi pakan dengan kandungan
energi yang tinggi mempunyai jantung, paru-paru yang lebih berat dari pada
domba yang mengkonsumsi pakan dengan kandungan energi yang rendah.
Konsumsi nutrisi tinggi meningkatkan berat hati, rumen, omasum, usus
besar, usus kecil dan total alat pencernaan, tetapi sebaliknya bagi berat kepala dan
kaki perlakuan dan nutrisi serta spesies pastura dan pangonan pada domba tidak
mempengaruhi berat kepala, kaki dan kulit pada berat tubuh yang sama
(Soeparno, 1994).
Kadar laju pertumbuhan beberapa komponen non karkas hampir sama
dengan kadar laju pertumbuhan tubuh, misalnya abomasum dan usus besar
mencapai kedewasaan hampir bersamaan dengan tubuh. Usus kecil tumbuh lebih
cepat dari pada usus besar dan abomasum. Berat rumen retikulum dan omasum
meningkat dengan cepat pada awal kehidupan post natal. Meskipun demikian
berat total saluran pencernaan menurun pada saat mencapai kedewasaan
(Berg dan Butterfield, 1976).
Herman (1993) semakin tinggi bobot potong yang diperoleh maka
semakin tinggi pula bobot non karkas dan persentase non karkas yang didapat.
Untuk menghasilkan bobot potong dan bobot non karkas maka erat kaitannya
dengan konsumsi hewan ternak selama masih hidup. Konsumsi yang tinggi akan
Menurut Soeparno (1994) nutrisi juga mempengaruhi persentase non
karkas terhadap berat hidup. Persentase karkas terhadap berat hidup biasanya
meningkat sesuai dengan peninggkatan berat hidup, tetapi persentase bagian non
karkas seperti kulit dan darah menurun.
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Program Studi
Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini
berlangsung selama 4 bulan dimulai dari bulan Agustus 2013 sampai dengan
bulan Nopember 2013.
Bahan dan Alat Penelitian Bahan
Bahan yang digunakan yaitu domba lokal jantan lepas sapih sebanyak 20
ekor dengan rataan bobot badan 7,87±2,18 kg, pakan konsentrat yang terdiri dari
bungkil inti sawit, dedak, bungkil kedelai, molases, urea, mineral dan garam.
MOL sebagai fermentator, Trichoderma harzianum sebagai fermentator, kalbazen sebagai obat cacing, anti bloat sebagai obat gembung, rodalon untuk desinfektan
dan air minum diberikan secara adlibitum.
Alat
Alat yang digunakan yaitu kandang individual 20 unit dengan ukuran
1 x 0,5 m beserta perlengkapannya, tempat pakan dan minum, timbangan untuk
berkapasitas 2 kg dengan kepekaan 10 g untuk menimbang pakan, grinder
digunakan untuk menghaluskan bahan pakan konsentrat, choper untuk menchoper
bahan pakan, autoklaf untuk mensterilkan bahan dan alat, termometer digunakan
untuk mengetahui suhu di dalam dan di luar kandang, alat penerangan kandang,
alat pembersih kandang dan alat tulis untuk menulis data.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL)
yang terdiri dari 5 perlakuan dan 4 ulangan.
Ransum perlakuan yang diberikan adalah sebagai berikut:
P0: Konsentrat + 100% Rumput
P1: Konsentrat + (40% Rumput + 60% Eceng gondok fermentasi
Mikroorganisme lokal)
P2: Konsentrat + (40% Rumput + 60% Eceng gondok fermentasi Trichoderma harzianum)
P3: Konsentrat + 100% Eceng gondok fermentasi Mikroorganisme lokal
P4: Konsentrat + 100% Eceng gondok fermentasi Trichoderma harzianum
Model linear yang digunakan untuk rancangan acak lengkap (RAL)
adalah: Yij = + i + εij
Dimana :
Yij = Nilai pengamatan yang diperoleh dari satuan percobaan dari perlakuan ke-i
dan ulangan ke-j
= Rataan/nilai tengah
εij= Pengaruh galat percobaan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
(Hanafiah, 2000).
Susunan perlakuan penelitian adalah sebagai berikut:
P3U1 P4U3 P0U1 P1U4
P1U1 P3U3 P2U1 P4U2
P2U2 P0U4 P3U2 P2U3
P0U2 P2U3 P1U2 P0U3
P1U3 P4U1 P3U4 P4U4
Kaidah Keputusan
Bila Fhit < F0,05 perlakuan tidak berbeda nyata (terima H0/tolak H1). Bila Fhit ≥ F0,05 perlakuan berbeda nyata (tolak H0/terima H1).
Bila Fhit ≥ F0,01 perlakuan berbeda sangat nyata (tolak H0/terima H1).
Parameter Penelitian
a. Bobot Karkas (Kg)
Bobot karkas adalah bobot yang diperoleh dari selisih bobot tubuh setelah
dipuasakan (bobot potong) dengan bobot darah, kepala, kaki, kulit, organ tubuh
bagian dalam (selain ginjal), alat reproduksi dan ekor.
b. Persentase Karkas (%)
Persentase karkas adalah bobot karkas segar dibagi dengan bobot tubuh kosong
dikali seratus persen.
c. Persentase Lemak (%)
1. Persentase lemak subkutan (%)
Diperoleh dari perbandingan bobot lemak subkutan dengan bobot karkas
dikali 100%.
Diperoleh dari perbandingan bobot lemak ginjal dengan bobot karkas dikali
100%.
3. Persentase lemak pelvis (%)
Diperoleh dari perbandingan bobot lemak pelvis dengan bobot karkas dikali
100%.
d. Bobot Non Karkas (kg)
Bobot ini diperoleh dengan menimbang berat kepala, kaki, kulit dan bagian organ
dalam.
e. Persentase Non Karkas
Persentase non karkas diperoleh dari perbandingan bobot non karkas dengan
bobot tubuh kosong dikali 100%.
Pelaksanaan Penelitian Pembuatan Kandang
Kandang dan semua peralatan dibersihkan dan dicuci, kemudian dilakukan
pengapuran pada lantai dan dinding kandang sebelum proses pemeliharaan.
Selanjutnya kandang dan semua peralatan disemprot dengan Rhodallon
(dosis 10 ml/ 2,5 liter air).
Persiapan Domba
Domba yang digunakan dalam penelitian sebanyak 20 ekor yang terdiri
dari 4 perlakuan dan 5 ulangan dan tiap perlakuannya terdiri dari 1 ekor domba.
Penempatan domba dilakukan dengan sistem pengacakan yang tidak membedakan
Pengacakan Domba
Domba yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 20 ekor.
Penempatan domba dengan sistem acak yang tidak membedakan bobot badan
domba. Sebelumnya dilakukan penimbangan bobot badan domba.
Pemberian Pakan dan Minum
Pakan yang digunakan adalah eceng gondok fermentasi, rumput dan
konsentrat, pemberian air minum secara ad libitum dimana air minum diganti setiap hari dan tempatnya dicuci bersih. Pemberian pakan eceng gondok
fermentasi, rumput dan konsentrat diberikan 2 x sehari.
Pemberian Obat-Obatan
Ternak domba sebelum pelaksanaan penelitian terlebih dahulu diberikan
obat cacing Kalbazen selama adaptasi untuk menghilangkan parasit dalam saluran
pencernaan, sedangkan obat lainnya diberikan apabila ternak sakit dan
disesuaikan.
Penimbangan Ternak Domba
Penimbangan bobot badan dilakukan pada awal dilakukannya perlakuan
penelitian dan pengambilan data pertambahan bobot badan selama dua minggu
sekali penimbangan selama tiga bulan.
Pemotongan Ternak Domba
Jumlah ternak domba yang dipotong sebanyak 20 ekor. Pemotongan
ternak domba dilakukan sesuai syariat Islam setelah dipuasakan selama 24 jam.
Pemotongan domba dilakukan dengan memotong vena jugularis, oesophagus dan
trachea (dekat tulang rahang bawah), tujuannya agar terjadi pengeluaran darah
(bobot darah) kemudian ujung oesophagus diikat agar isi rumen tidak keluar
apabila ternak digantung.
Kepala dilepaskan dari tubuh kemudian ditimbang (bobot kepala), kaki
depan (carpus) ke bawah dan kaki belakang (tarsus) ke bawah dilepas dan ditimbang (bobot kaki), ekor dilepas dan ditimbang (bobot ekor). Kedua kaki
belakang ternak tersebut digantung kemudian kulitnya dilepas dan ditimbang
bobotnya (bobot kulit).
Semua organ tubuh bagian dalam dikeluarkan yaitu hati, limfa, jantung,
paru-paru, trachea, alat pencernaan, empedu dan alat reproduksi kecuali ginjal
kemudian ditimbang masing-masing.
Bobot yang diperoleh dari selisih bobot potong dengan bobot darah,
kepala, kaki, kulit, ekor, organ tubuh bagian dalam (selain ginjal) dan alat
reproduksi disebut bobot karkas. Setelah diperoleh bobot karkas, karkas
dimasukkan ke dalam alat pendingin selama 24 jam untuk diuraikan agar
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian dapat dilihat pada bobot karkas, persentase karkas,
persentase lemak subkutan, persentase lemak pelvis, persentase lemak ginjal,
bobot non karkas dan persentase non karkas.
Bobot Karkas
Bobot karkas diperoleh dari selisih bobot tubuh setelah dipuasakan
(bobot potong), dengan bobot darah, kepala, kaki, ekor, organ tubuh bagian dalam
(selain ginjal) dan alat reproduksi. Rataan bobot karkas dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Rataan bobot karkas domba (kg)
Perlakuan Ulangan Total Rataan Sd
1 2 3 4
P0 3,54 3,60 2,34 2,77 12,25 3,06 0,61 tn
P1 2,82 2,65 2,92 3,34 11,73 2,93 0,29 tn
P2 2,23 3,52 3,80 2,92 12,47 3,12 0,70 tn
P3 2,97 3,57 3,25 2,89 12,48 3,12 0,23 tn
P4 2,73 2,25 2,25 3,81 11,04 2,76 0,74 tn
Total 14,29 15,39 14,56 15,73 57,72
Dari Tabel 9 diatas menunjukkan bahwa rataan total bobot karkas adalah
sebesar 3,00 kg. Untuk mengetahui perbedaan pengaruh pemberian pakan berupa
rumput dan eceng gondok fermentasi MOL dan Trichoderma harzianum terhadap karkas domba jantan dilakukan analisis ragam yang terlihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Analisis ragam bobot karkas
SK Db JK KT Fhitung F Tabel
0,05 0,01 Perlakuan 4 0,38 0,09426 0,30629tn 3,06 4,89
Galat 15 4,61 0,30773
Total 19 4,99
Keterangan: tn = tidak nyata
Hasil analisis ragam pada Tabel 10 menunjukkan bahwa F hitung lebih
kecil dari F tabel sehingga pemberian pakan (rumput dan eceng gondok) dengan
berbagai perlakuan (fermentasi MOL dan Trichoderma harzianum) dalam pakan domba memberikan pengaruh yang tidak nyata (P>0,05) terhadap bobot karkas.
Hal ini dapat diasumsikan karena setiap perlakuan mengandung komposisi pakan
yang tidak berbeda sehingga pakan setiap perlakuan memberikan respon yang
sama kualitasnya terhadap produksi bobot karkas. Hal ini juga dipengaruhi oleh
pemberian eceng gondok fermentasi setiap perlakuan tidak memberikan pengaruh
dalam meningkatkan pertambahan bobot badan karena nilai palatabilitas dari
pakan cukup rendah.
Dari Tabel 9 produksi bobot karkas dari setiap perlakuan menunjukkan
hasil yang berbeda, diasumsikan bahwa hal ini dipengaruhi oleh bobot hidup
domba, dimana bobot hidup domba dipengaruhi oleh kandungan nutrisi dan
komposisi pakan yang dikonsumsi oleh domba. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Davendra (1977) yang menyatakan bahwa semakin bertambahnya bobot hidup
Bobot karkas domba juga dipengaruhi oleh umur ternak, dimana umur
ternak yang dipakai hampir seragam. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Owen dan Norman (1977) yang menyatakan bahwa jika umur ternak bertambah,
maka bobot tubuh ternak bertambah sehingga akan meningkatkan produksi bobot
karkas.
Persentase Karkas
Persentase karkas didapat dari perbandingan bobot karkas segar dengan
bobot tubuh kosong (bobot tubuh setelah dipotong dikurang saluran pencernaan
yang isinya telah dibuang) dikali 100%. Rataan persentase bobot karkas domba
dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Rataan persentase karkas (%)
Perlakuan Ulangan Total Rataan sd
1 2 3 4
Total 155,00 153,55 158,39 158,67 600,47
Rataan 31,00 30,71 31,68 31,73 120,09 31,28 1,46 tn
Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa rataan persentase karkas adalah sebesar
31,28%. Untuk mengetahui perbedaan pengaruh pemberian pakan berupa rumput
dan eceng gondok fermentasi dengan berbagai perlakuan
(MOL dan Trichoderma harzianum) terhadap persentase karkas domba jantan dilakukan analisis ragam pada Tabel 12.
Tabel 12. Analisis ragam persentase karkas
SK Db JK KT Fhitung F Tabel
Perlakuan 4 17,77 4,44217 1,45307tn 3,06 4,89
Galat 15 45,86 3,0571
Total 19 63,63
Keterangan: tn = tidak nyata
Hasil analisis ragam pada Tabel 12 menunjukkan bahwa F hitung lebih
kecil dari F tabel sehingga pemberian pakan berupa rumput dan eceng gondok
fermentasi dengan berbagai perlakuan (MOL dan Trichoderma harzianum) dalam pakan domba memberikan pengaruh yang tidak nyata (P>0,05) terhadap
persentase karkas. Hal ini juga dipengaruhi oleh pemberian eceng gondok
fermentasi setiap perlakuan tidak nyata memberikan pengaruh terhadap
pertambahan bobot badan karena nilai palatabilitas dari pakan cukup rendah.
Peningkatan persentase karkas juga sejalan dengan pertambahan bobot
hidup domba. Hal ini sesuai dengan pendapat Davendra (1977) yang menyatakan
bahwa karkas merupakan faktor yang penting untuk menilai produksi ternak
pedaging, karena sangat erat hubungannya dengan bobot hidup dimana semakin
bertambah bobot hidup maka produksi karkas juga akan meningkat.
Persentase Lemak Subkutan
Diperoleh dari lemak pada bagian bawah kulit karkas dibagi dengan bobot
karkas dikali 100%. Rataan persentase lemak subkutan domba dapat dilihat pada
Tabel 13.
Tabel 13. Rataan persentase lemak subkutan (%)
Perlakuan Ulangan Total Rataan sd