• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Eceng Gondok Fermentasi terhadap Karkas dan Non Karkas Domba Lokal Jantan Lepas Sapih

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pemanfaatan Eceng Gondok Fermentasi terhadap Karkas dan Non Karkas Domba Lokal Jantan Lepas Sapih"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN ECENG GONDOK FERMENTASI

TERHADAP KARKAS DAN NON KARKAS DOMBA

LOKAL JANTAN LEPAS SAPIH

LUSIYANA WANTI SIHITE 090306041

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PEMANFAATAN ECENG GONDOK FERMENTASI

TERHADAP KARKAS DAN NON KARKAS DOMBA

LOKAL JANTAN LEPAS SAPIH

SKRIPSI

Oleh:

LUSIYANA WANTI SIHITE 090306041

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

PEMANFAATAN ECENG GONDOK FERMENTASI

TERHADAP KARKAS DAN NON KARKAS DOMBA

LOKAL JANTAN LEPAS SAPIH

SKRIPSI

Oleh:

LUSIYANA WANTI SIHITE 090306041/PETERNAKAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(4)

Judul : Pemanfaatan Eceng Gondok Fermentasi terhadap Karkas dan Non Karkas Domba Lokal Jantan Lepas Sapih

Nama : Lusiyana Wanti Sihite

NIM : 090306041

Program Studi : Peternakan

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Ir. Tri Hesti Wahyuni, M.Sc Dr. Nevy Diana Hanafi, S.Pt., M.Si Ketua Anggota

Mengetahui,

Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si Ketua Program Studi Peternakan

(5)

ABSTRAK

LUSIYANA WANTI SIHITE, 2014: “Pemanfaatan Eceng Gondok Fermentasi Terhadap Karkas dan Non Karkas Domba Lokal Jantan Lepas Sapih”. Dibimbing oleh TRI HESTI WAHYUNI dan NEVY DIANA HANAFI.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pemberian eceng gondok fermentasi dengan Mikroorganisme lokal (Rhizopus sp, Saccharomyces sp dan

Lactobacillus sp) dan Trichoderma harzianum terhadap bobot karkas dan bobot non karkas domba lokal jantan lepas sapih. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada bulan Agustus sampai dengan Nopember 2013 menggunakan 20 ekor domba lokal jantan lepas sapih dengan rataan bobot badan 7,87±2,18 kg. Rancangan yang dipakai dalam penelitian adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan terdiri dari P0: konsentrat + 100% rumput, P1: konsentrat + 40% rumput + 60% eceng gondok

fermentasi MOL, P2: konsentrat + 40% rumput + 60% eceng gondok fermentasi Trichoderma harzianum, P3: konsentrat + 100% eceng gondok fermentasi MOL,

P4: konsentrat + 100% eceng gondok fermentasi Trichoderma harzianum.

Parameter yang diteliti adalah bobot karkas, persentase karkas, persentase lemak, bobot non karkas dan persentase non karkas.

Hasil penelitian menunjukkan rataan bobot karkas (kg) P0: 3,06, P1: 2,93,

P2: 3,12, P3: 3,12 dan P4: 2,76. Rataan persentase karkas (%) P0: 32,56, P1: 31,22,

analisis statistik menunjukkan pemanfaatan eceng gondok fermentasi MOL dan

Trichoderma harzianum tidak berpengaruh nyata terhadap bobot karkas, persentase karkas, persentase lemak subkutan, persentase lemak pelvis, persentase lemak ginjal, bobot non karkas dan persentase non karkas. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pemanfaatan eceng gondok fermentasi tidak berpengaruh untuk menaikkan bobot karkas, persentase karkas, persentase lemak subkutan, persentase lemak pelvis, persentase lemak ginjal, bobot non karkas dan persentase non karkas

Kata kunci: Karkas, Lemak, Non Karkas, Eceng Gondok Fermentasi, Domba lokal jantan.

 

 

 

(6)

ABSTRACT

LUSIYANA WANTI SIHITE, 2014: The utilization of Water Hyacinth Fermentation of Carcass and Non Carcass Local ram sheep weaning. Under

supervisied by TRI HESTI WAHYUNI and NEVY DIANA HANAFI. . The research aimed to examine the effect of water hyacinth fermentation

with local microorganisms (Rhizopus sp, Saccharomyces sp and Lactobacillus sp) and Trichoderma harzianum against non carcass weight and carcass weight of local ram sheep weaning . The experiment was conducted at the Animal Biology Laboratory Animal Husbandry Program Agricultural Faculty, North Sumatra University in August to November 2013 using 20 local ram sheep weaning with an average initial body weight of 7,87± 2,18 kg. The parameters studied were carcass weight, carcass percentage, fat percentage, non carcass weight and non carcass percentage. The design used in the study was a completely randomized design (CRD) with 5 treatments and 4 replications. Treatment consists of P0:

concentrate + 100 % grass, P1: concentrate + 40% grass + 60% water hyacinth

fermentation MOL, P2: concentrate + 40% grass + 60% water hyacinth

fermentation of Trichoderma harzianum, P3: concentrate + 100% water hyacinth

fermentation MOL, P4: concentrate + 100% water hyacinth fermentation of

Trichoderma harzianum.

respectively. Average non carcass percentage (%) P0: 49.71, P1: 45.92, P2: 46.92,

P3: 44.49 and P4: 45,58 respectively. Statistical analysis showed utilization of

water hyacinth fermentation with local microorganisms and Trichoderma harzianum no significant effect on carcass weight, carcass percentage, subcutaneous fat percentage, pelvic fat percentage, kidney fat percentage, non carcass weight and non carcass percentage . The conclusion of this study is the utilization of water hyacinth fermentation had no significant effect to increase carcass weight, carcass percentage, subcutaneous fat percentage, pelvic fat percentage, carcass weight and non carcass percentage. . Keywords: Carcass, Fat, Non Carcass, Fermented Water Hyacinth, A Local Ram Sheep.

 

 

 

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pandumaan pada tanggal 30 Maret 1992 dari Ayah

Sirjhon Sihite dan Ibu Nurtiara br Pandiangan. Penulis merupakan Puteri pertama

dari dua bersaudara.

Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Doloksanggul dan pada

tahun yang sama masuk ke Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara melalui ujian tertulis Ujian Masuk Bersama (UMB).

Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif sebagai anggota Ikatan

Mahasiswa Peternakan (IMAPET), anggota Ikatan Mahasiswa Kristen Peternakan

(IMAKRIP) menjabat sebagai anggota bidang INFOKOM periode 2011-2012,

anggota Ikatan Mahasiswa Humbang Hasundutan USU (IMHU), anggota

Persatuan Muda Mudi Pandumaan (PERSMADUMA) menjabat sebagai BPH

periode 2011-2013 dan penulis pernah menjadi asisten praktikum Perencanaan

dan Evaluasi Proyek Peternakan.

Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Sipiso-piso

Desa Situnggaling, Kecamatan Merek, Kabupaten Karo bulan Juli sampai

Agustus 2012.

 

 

 

 

 

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala

rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Pemanfaatan Eceng Gondok Fermentasi terhadap Karkas dan Non

Karkas Domba Lokal Jantan Lepas Sapih ”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada kedua

orangtua penulis yang telah mendidik dan memberi dukungan baik berupa moril

maupun material penulis selama ini. Penulis menyampaikan terimakasih kepada

Ibu Ir. Tri Hesti Wahyuni, M.Sc dan Ibu Dr. Nevy Diana Hanafi, S.Pt., M.Si

selaku komisi pembimbing dan juga kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Sayed Umar, MS

dan Bapak Ir. R. Edhy Mirwandhono, M. Si selaku dosen penguji yang telah

memberikan berbagai masukan kepada penulis, serta tidak lupa juga penulis

mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dekan Fakultas Pertanian dan juga

kepada Ketua Program Studi dan Sekretaris Program Studi Peternakan.

Disamping itu, penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua

civitas akademika di Program Studi Peternakan serta semua rekan mahasiswa

yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu penulis dalam

(9)

DAFTAR ISI

Bahan Penyusun Konsentrat... ... 11

Bungil Inti Sawit... ... 11

Mikroorganisme Lokal ... 17

(10)

Non Karkas ... 27

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 29

Pelaksanaan Penelitian ... 32

Pembuatan Kandang ... 32

Persiapan Domba ... 32

Pengacakan Domba ... 32

Pemberian Makan dan Minuman ... 33

Pemberian Obat-obatan ... 33

Penimbangan Ternak Domba ... 33

Pemotongan Ternak Domba ... 33

HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot Karkas ... 35

Persentase Karkas ... 36

Persentase Lemak Subkutan ... 38

Persentase Lemak Pelvis ... 39

Persentase Lemak Ginjal ... 41

Bobot Non Karkas ... 42

Persentase Non Karkas ... 44

Rekapitulasi Hasil Penelitian ... 46

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 47

Saran ... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 48

(11)

DAFTAR TABEL

  No. ... Hal.

1. Kebutuhan nilai nutrisi domba untuk pertumbuhan ... 9

2. Kandungan nutrisi bungkil inti sawit (%) ... 11

3. Kandungan nutrisi dedak (%) ... 12

4. Kandungan nutrisi bungkil kedelai (%) ... 13

5. Kandungan nutrisi bungkil kelapa (%) ... 14

6. Kandungan nilai gizi molases (%) ... 15

7. Kandungan nilai beberapa mineral (%)... 16

8. Komposisi zat-zat nutrisi eceng gondok dalam bahan kering (%) ... 24

9. Rataan bobot karkas (kg) ... 35

10. Analisis ragam bobot karkas ... 35

11. Rataan persentase karkas (%)... 37

12. Analisis ragam persentase karkas ... 37

13. Rataan persentase lemak subkutan (%) ... 38

14. Analisis ragam persentase lemak subkutan ... 39

15. Rataan persentase lemak pelvis (%) ... 39

16. Analisis ragam persentase lemak pelvis ... 40

17. Rataan persentase lemak ginjal (%) ... 41

18. Analisis ragam persentase lemak ginjal ... 41

19. Rataan bobot non karkas (kg) ... 43

20. Analisis ragam bobot non karkas ... 43

21. Rataan persentase non karkas (%)... 44

(12)

23. Rekapitulasi hasil penelitian ... 47

 

 

 

 

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

  No. ... Hal.

1. Komposisi bahan pakan ... ... 53

2. Formula konsentrat ... ... 54

3. Pembuatan mikroorganisme lokal ... ... 55

4. Pembuatan eceng gondok fermentasi dengan mikroorganisme lokal secara

anaerob ... 56

(14)

ABSTRAK

LUSIYANA WANTI SIHITE, 2014: “Pemanfaatan Eceng Gondok Fermentasi Terhadap Karkas dan Non Karkas Domba Lokal Jantan Lepas Sapih”. Dibimbing oleh TRI HESTI WAHYUNI dan NEVY DIANA HANAFI.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pemberian eceng gondok fermentasi dengan Mikroorganisme lokal (Rhizopus sp, Saccharomyces sp dan

Lactobacillus sp) dan Trichoderma harzianum terhadap bobot karkas dan bobot non karkas domba lokal jantan lepas sapih. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada bulan Agustus sampai dengan Nopember 2013 menggunakan 20 ekor domba lokal jantan lepas sapih dengan rataan bobot badan 7,87±2,18 kg. Rancangan yang dipakai dalam penelitian adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan terdiri dari P0: konsentrat + 100% rumput, P1: konsentrat + 40% rumput + 60% eceng gondok

fermentasi MOL, P2: konsentrat + 40% rumput + 60% eceng gondok fermentasi Trichoderma harzianum, P3: konsentrat + 100% eceng gondok fermentasi MOL,

P4: konsentrat + 100% eceng gondok fermentasi Trichoderma harzianum.

Parameter yang diteliti adalah bobot karkas, persentase karkas, persentase lemak, bobot non karkas dan persentase non karkas.

Hasil penelitian menunjukkan rataan bobot karkas (kg) P0: 3,06, P1: 2,93,

P2: 3,12, P3: 3,12 dan P4: 2,76. Rataan persentase karkas (%) P0: 32,56, P1: 31,22,

analisis statistik menunjukkan pemanfaatan eceng gondok fermentasi MOL dan

Trichoderma harzianum tidak berpengaruh nyata terhadap bobot karkas, persentase karkas, persentase lemak subkutan, persentase lemak pelvis, persentase lemak ginjal, bobot non karkas dan persentase non karkas. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pemanfaatan eceng gondok fermentasi tidak berpengaruh untuk menaikkan bobot karkas, persentase karkas, persentase lemak subkutan, persentase lemak pelvis, persentase lemak ginjal, bobot non karkas dan persentase non karkas

Kata kunci: Karkas, Lemak, Non Karkas, Eceng Gondok Fermentasi, Domba lokal jantan.

 

 

 

(15)

ABSTRACT

LUSIYANA WANTI SIHITE, 2014: The utilization of Water Hyacinth Fermentation of Carcass and Non Carcass Local ram sheep weaning. Under

supervisied by TRI HESTI WAHYUNI and NEVY DIANA HANAFI. . The research aimed to examine the effect of water hyacinth fermentation

with local microorganisms (Rhizopus sp, Saccharomyces sp and Lactobacillus sp) and Trichoderma harzianum against non carcass weight and carcass weight of local ram sheep weaning . The experiment was conducted at the Animal Biology Laboratory Animal Husbandry Program Agricultural Faculty, North Sumatra University in August to November 2013 using 20 local ram sheep weaning with an average initial body weight of 7,87± 2,18 kg. The parameters studied were carcass weight, carcass percentage, fat percentage, non carcass weight and non carcass percentage. The design used in the study was a completely randomized design (CRD) with 5 treatments and 4 replications. Treatment consists of P0:

concentrate + 100 % grass, P1: concentrate + 40% grass + 60% water hyacinth

fermentation MOL, P2: concentrate + 40% grass + 60% water hyacinth

fermentation of Trichoderma harzianum, P3: concentrate + 100% water hyacinth

fermentation MOL, P4: concentrate + 100% water hyacinth fermentation of

Trichoderma harzianum.

respectively. Average non carcass percentage (%) P0: 49.71, P1: 45.92, P2: 46.92,

P3: 44.49 and P4: 45,58 respectively. Statistical analysis showed utilization of

water hyacinth fermentation with local microorganisms and Trichoderma harzianum no significant effect on carcass weight, carcass percentage, subcutaneous fat percentage, pelvic fat percentage, kidney fat percentage, non carcass weight and non carcass percentage . The conclusion of this study is the utilization of water hyacinth fermentation had no significant effect to increase carcass weight, carcass percentage, subcutaneous fat percentage, pelvic fat percentage, carcass weight and non carcass percentage. . Keywords: Carcass, Fat, Non Carcass, Fermented Water Hyacinth, A Local Ram Sheep.

 

 

 

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perkembangan usaha domba potong di tanah air saat ini masih dikelola

dengan cara tradisional. Peternakan domba memiliki potensi yang besar seiring

dengan meningkatnya kebutuhan manusia akan kebutuhan protein hewani untuk

peningkatan gizi. Daging domba merupakan salah satu komoditi ternak yang ikut

berperan dalam pemenuhan gizi berupa protein hewani, namun penyediaan daging

domba belum mencukupi kebutuhan konsumsi yang terus meningkat. Salah satu

penyebabnya adalah laju pertumbuhan perkembangan populasi domba tidak

sejalan dengan meningkatnya permintaan akan domba dan perkembangan

populasi penduduk.

Dalam usaha peningkatan produksi domba, saat ini telah diupayakan

dalam manajemen pemeliharaan yang intensif. Diantaranya adalah dengan

penggunaan hijauan yang berkualitas baik yang terdiri dari rumput dan legum

serta penggunaan pakan tambahan (konsentrat) yang memiliki nilai gizi yang

tinggi sehingga bisa mencukupi kebutuhan ternak akan zat nutrisi. Saat ini, pakan

tambahan yang biasa dipakai peternak dirasa cukup mahal, sedangkan hijauan

yang tersedia saat ini hanya memiliki kandungan protein yang rendah dan

tingginya kadar serat kasar yang merupakan masalah utama.

Untuk mengatasi hal tersebut, maka perlu dicari sumber pakan alternatif

untuk mengganti pakan utama sebagai pelengkap tambahan yang mempunyai

potensi baik dari segi kualitas maupun kuantitas.

Eceng gondok merupakan salah satu limbah pertanian di Indonesia.

(17)

basah. Sejauh ini, pemanfaatan eceng gondok sebagai pakan ternak baru belum

terlalu banyak digunakan tetapi masih lebih banyak digunakan untuk kompos dan

penghasil biogas. Eceng gondok merupakan salah satu pakan alternatif yang dapat

dipakai untuk memenuhi kekurangan hijauan pakan ternak.

Eceng gondok merupakan limbah pertanian yang bernutrisi baik serta

mudah diperoleh untuk dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Namun bahan pakan

tersebut berkualitas rendah karena rendahnya kandungan nutrisi dan kurang dapat

dicerna. Eceng gondok tidak banyak dimakan ternak, biasanya ditumpuk dan

dibiarkan mengering. Kalaupun diberikan pada ternak hanya sedikit yang dimakan

karena tingkat palatabilitas eceng gondok yang rendah.

Kendala utama dari pemanfaatan eceng gondok sebagai bahan pakan

ternak adalah kandungan serat kasar yang tinggi dan protein kasar serta kecernaan

yang rendah. Eceng gondok sendiri untuk pakan ternak sebetulnya kualitasnya

sangat rendah, sehingga harus di olah terlebih dahulu agar kualitasnya meningkat.

Kadar nutrisi daun eceng gondok dalam bentuk bahan kering (BK) yaitu memiliki

kadar protein kasar 6,31%, serat kasar 26,61%, lemak kasar 2,83%, abu 16,12%,

dan memiliki kadar bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) 48,18%

(Mangisah et al., 2009). Eceng gondok segar mempunyai kandungan air sebesar 94,09%, dan dalam 100% bahan kering mempunyai kadar protein 11,95% dan

serat kasar 37,1% (Sumarsih et al., 2007)

Penggunaan eceng gondok secara langsung atau sebagai pakan tunggal

tidak dapat memenuhi kebutuhan nutrisi ternak. Dengan pengolahan, daya cerna

eceng gondok dapat ditingkatkan hingga 60% dan kandungan protein dapat

(18)

Pemanfaatan eceng gondok dipergunakan sebagai pakan untuk ternak

ruminansia dengan mengolah eceng gondok tersebut dengan pengolahan yaitu

fermentasi menjadi pakan yang lebih bermutu sehingga di dalam pengolahannya

dapat bermanfaat untuk meningkatkan bobot badan dan memenuhi kebutuhan gizi

ternak ruminansia. Metode fermentasi yang digunakan dengan menggunakan

mikroorganisme lokal (MOL). Mikroorganisme yang dimaksud adalah

Rhizopus sp. (ragi tempe), Saccharomyces sp. (ragi tape) dan Lactobacillus sp. (yoghurt). Teknologi ini sederhana karena praktis, selain itu pengolahannya dapat

dilakukan dirumah. Hal ini dapat dipahami karena pemakaian mikroorganisme

tersebut dengan cara sederhana. Dalam metode ini digunakan mikroorganisme

yang baik dan mudah didapat. Sehingga, hasil fermentasi sesuai dengan harapan

mampu memperbaiki kandungan nutrisi eceng gondok.

Selain fermentasi dengan menggunakan mikroorganisme lokal,

Trichoderma harzianum juga sering digunakan menjadi bahan fermentator.

Trichoderma harzianum banyak dijumpai pada tanaman baik yang sudah lapuk maupun yang masih hidup. Fungi jenis ini mempunyai potensi untuk mengolah

selulosa tanaman yang lebih besar. Selulosa dari tanaman dapat berperan sebagai

bahan penghasil bioetanol alami dari alam yaitu dari kulit kayu. Jenis fungi ini

sudah banyak tersedia secara komersil dan apabila ingin menggunakan dalam

jumlah yang banyak tersedia di pasaran secara komersil tetapi jika ingin

menggunakan untuk kebutuhan sendiri dapat dilakukan pembiakkan sendiri.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk mengetahui sejauh

(19)

dengan mikroorganisme lokal dan Trichoderma harzianum terhadap bobot karkas dan non karkas ternak domba lokal jantan lepas sapih.

Tujuan Penelitian

Melihat pengaruh pemberian eceng gondok fermentasi dengan

mikroorganisme lokal dan Trichoderma harzianum terhadap karkas dan non karkas domba lokal jantan lepas sapih.

Hipotesis Penelitian

Pemberian eceng gondok yang difermentasi dengan mikroorganisme lokal

dan Trichoderma harzianum dalam pakan berpengaruh positif terhadap karkas dan non karkas domba lokal jantan lepas sapih.

Kegunaan Penelitian

Bahan informasi bagi masyarakat peternak domba pada khususnya,

instansi pemerintah serta kalangan akademik (mahasiswa, dosen dan para peneliti)

mengenai penggunaan limbah pertanian yaitu eceng gondok yang difermentasi

sebagai pakan ternak domba terhadap produksi ternak domba dan juga merupakan

salah satu syarat untuk melaksanakan ujian di Program Studi Peternakan Fakultas

(20)

TINJAUAN PUSTAKA

Domba Lokal

Domba lokal lebih dikenal oleh masyarakat sebagai domba kampung atau

lokal. Domba jenis ini kurang produktif jika diusahakan secara komersial, karena

karkas (daging) yang dihasilkan sangat rendah. Demikian pula, bulunya kurang

mempunyai mutu baik. Jenis domba ini banyak juga diusahakan oleh masyarakat

dipedesaan sebagai sampingan saja. Ciri-ciri domba lokal/kacang/kampung

Indonesia adalah ukuran badan kecil, pertumbuhannya lambat, bobot badan

domba jantan 30 kg-40 kg dan domba betina 15 kg-20 kg, warna bulu dan tanda–

tandanya sangat beragam, bulunya kasar dan agak panjang, telinganya kecil dan

pendek, domba betina tidak bertanduk, sedangkan domba jantan bertanduk dan

ekornya kecil dan pendek (Cahyono, 1998).

Domba lokal atau domba kampung merupakan domba asli Indonesia.

Domba ini memiliki tubuh kecil, lambat dewasa, warna bulunya maupun

karakteristiknya tidak seragam, dan hasil dagingnya relatif kecil atau sedikit

(Murtidjo, 1993).

Asal Usul Domba lokal

Domba sudah sejak lama diternakkan oleh manusia. Semua jenis domba

memiliki beberapa karakteristik yang sama. Adapun klasifikasi domba tersebut

yaitu: Kingdom: Animalia, Filum: Chordata, Kelas: Mamalia, Ordo: Artiodactyla,

Sub-family: Caprinae, Genus: Ovis aries, Spesies: Ovis mouffon, Ovis orientalis

(21)

Domba yang sekarang merupakan hasil domestikasi yang sejarahnya

diturunkan dari 3 jenis domba liar, yaitu: 1) Mouflon (Ovis musimon), merupakan jenis domba liar yang berasal dari Eropa Selatan dan Asia kecil. 2) Argali

(Ovis ammon), merupakan jenis domba liar yang berasal dari Asia Tengah dan memiliki tubuh besar yang mencapai tinggi 1,20 m. 3) Urial (Ovis vignei), merupakan jenis domba liar yang berasal dari Asia (Murtidjo, 1993).

Pertumbuhan Domba Lokal

Seperti pada umumnya, domba mengalami proses pertumbuhan yang

sama, yakni pada awalnya berlangsung lambat, kemudian semakin lama

meningkat lebih cepat sampai domba itu berumur 3–4 bulan. Namun,

pertumbuhan tersebut akhirnya kembali lebih lambat pada saat domba itu

mendekati kedewasaan tubuh (Sudarmono dan Sugeng, 2003).

Menurut Soeparno (1994) pertumbuhan adalah perubahan ukuran yang

meliputi perubahan berat hidup, bentuk, dimensi linear dan komposisi tubuh,

termasuk perubahan komponen-komponen tubuh seperti otot, lemak, tulang serta

komponen-komponen kimia, terutama air, lemak, protein dan abu pada karkas.

Sementara itu menurut Sugeng (1991) pertumbuhan adalah berkenaan dengan

peningkatan bobot hidup sampai mencapai bobot tertentu sesuai dengan

kemasakan tubuh.

Sistem Pencernaan Domba

Proses utama dari pencernaan adalah secara mekanik, enzimatik ataupun

kimiawi. Proses mekanik terdiri dari mastikasi atau pengunyahan dalam mulut

(22)

sepanjang usus. Pencernaan secara enzimatik atau kimiawi dilakukan oleh enzim

yang dihasilkan oleh sel-sel dalam tubuh hewan dan yang berupa getah-getah

pencernaan (Tillman et al., 1991).

Proses pencernaan ternak ruminansia di mulai di ruang mulut. Di dalam

ruang mulut, pakan yang masih berbentuk kasar dipecah menjadi partikel-partikel

kecil dengan cara pengunyahan dan pembasahan oleh saliva. Dari mulut, pakan

masuk ke rumen melalui oesophagus (Siregar, 1994).

Potensi dan Produktivitas Domba

Potensi ekonomi ternak domba sebagai lapangan usaha memiliki beberapa

kelebihan dibandingkan dengan ternak besar lain, yakni: badan domba relatif kecil

dan cepat dewasa, sehingga usaha ternak domba memiliki keuntungan ekonomi

yang cukup tinggi, domba merupakan ternak ruminansia kecil yang dalam

pemeliharaan tidak memerlukan lahan atau tanha yang luas, investasi usaha ternak

domba membutuhkan modal relatif lebih kecil sehingga setiap investasi lebih

banyak unit produksi yang dapat tercapai, modal usaha nutuk ternak domba lebih

cepat berputarnya dan domba memiliki sifat suka bergerombol sehingga

memudahkan dalam pemeliharaannya (Murtidjo, 1992).

Dewasa ini, produktivitas domba lokal masih rendah. Peningkatan

produktivitas domba diperlukan dukungan ketersediaan pakan kontinyu dan

berkualitas. Hal ini dibuktikan pertambahan bobot badan domba lokal yang

dipelihara di peternakan rakyat berkisar 30 g/ekor/hari, namun melalui perbaikan

teknologi pakan pertambahan bobot badan domba lokal mampu mencapai

(23)

bobot badan menghasilkan PBB harian 164 g/ekor/hari. Santi (2011) juga

menyatakan bahwa domba laktasi yang mengkonsumsi protein kasar sebesar

86,35 g/ekor/hari dan TDN 353,75 g/ekor/hari memiliki pertambahan bobot badan

harian anak domba prasapih sekitar 145,045 g/ekor/hari.

Pakan Domba

Pakan adalah semua bahan pakan yang bisa diberikan dan bermanfaat bagi

ternak. Pakan yang diberikan harus berkualitas tinggi yaitu mengandung zat-zat

yang diperlukan oleh tubuh ternak dalam hidupnya seperti air, karbohidrat, lemak,

protein, mineral dan air (Parakkasi, 1995).

Hijauan merupakan pakan berserat sebagai sumber energi. Hijauan

umumnya merupakan bahan pakan yang mengandung serat kasar yang relatif

tinggi. Ruminansia mampu mencerna hijauan yang mengandung serat kasar yang

tinggi. Adanya mikroorganisme di dalam rumen menyebabkan semakin tinggi

populasi mikroorganisme sehingga kemampuan untuk mencerna selulosa tinggi

(Siregar, 1994).

Pakan yang dikonsumsi oleh ternak dimanfaatkan untuk memenuhi

kebutuhan perawatan tubuh (hidup pokok) yaitu mempertahankan suhu tubuh,

kerja tubuh yang normal (jantung berdenyut atau bernafas), memperbaiki

jaringan, bergerak selain itu juga digunakan untuk produksi yaitu pertumbuhan,

penggemukan, reproduksi, produksi susu dan bekerja (Purbowati, 2007).

(24)

Tabel 1. Kebutuhan nilai nutrisi domba untuk pertumbuhan

Ket: PBB (Pertambahan bobot badan) DE (Digestible energy/ energi tercerna) ME (Metabolisible energy)

TP (Total protein)

DP (Digestible protein/ protein tercerna) Sumber: (Haryanto dan Andi, 1993).

Disamping mempengaruhi produktivitas ternak, pakan juga merupakan

komponen terbesar dalam biaya produksi dapat mencapai 60-80% dari

keseluruhan biaya produksi. Dengan demikian, dalam memproduksi pakan tidak

hanya perlu memperhatikan kualitasnya saja, tetapi harga pakan juga harus

ekonomis, murah dan terjangkau oleh kemampuan peternak (Siregar, 1994).

Hijauan

Makanan hijauan merupakan semua bahan makanan yang berasal dari

tanaman dalam bentuk daun-daunan. Kelompok tanaman ini adalah rumput

(graminae), leguminosa dan tumbuh-tumbuhan lainnya. Kelompok hijauan biasanya disebut makanan kasar. Hijauan yang diberikan ke ternak ada dalam

bentuk hijauan segar dan hijauan kering. Hijauan segar adalah makanan yang

berasal dari hijauan dan diberikan ke ternak dalam bentuk segar, sedangkan

(25)

Ternak ruminansia mengkonsumsi hijauan sebanyak 10% dari berat

badannya setiap hari dan konsentrat sekitar 1,5–2% dari jumlah tersebut termasuk

suplementasi vitamin dan mineral. Oleh karena itu hijauan atau sejenisnya

terutama rumput dari berbagai spesies merupakan sumber energi utama ternak

ruminansia (Piliang, 2000).

Konsentrat

Pakan penguat atau konsentrat yang berbentuk seperti tepung adalah

sejenis pakan komplit yang dibuat khusus untuk meningkatkan produksi dan

berperan sebagai pakan penguat. Mudah dicerna karena terbuat dari campuran

beberapa bahan pakan sumber energi (biji-bijian, sumber protein jenis bungkil,

kacang-kacangan, vitamin dan mineral). Ternak ruminansia membutuhkan

konsentrat untuk mengisi kekurangan makanan yang diperolehnya dari hijauan.

Pemberian konsentrat pada setiap jenis hewan tidaklah sama (Novirma, 1991).

Untuk ternak yang digemukkan semakin banyak konsentrat dalam

ransumnya akan semakin baik asalkan konsumsi serat kasar tidak kurang dari

15% BK ransum. Oleh karena itu banyaknya pemberian konsentrat dalam formula

ransum harus terbatas agar ternak tidak terlalu gemuk. Pemberian konsentrat

terlampau banyak akan meningkatkan konsentrasi energi sendiri dapat berkurang

(26)

Bahan Penyusun Konsentrat Bungkil Inti Sawit

Bungkil inti sawit mempunyai kandungan nutrisi yang lebih baik dari pada

solid sawit. Produksi rata-rata sekitar 40 ton/ hari/ pabrik. Bahan pakan ini sangat

cocok terutama untuk pakan konsentrat ternak, namun penggunaannya sebagai

pakan tunggal dapat menyebabkan gangguan pada saluran pencernaan, oleh

karenanya perlu diberikan secara bersama-sama dengan bahan pakan lainnya

(Mathius, 2003).

Pemberian bungkil inti sawit yang optimal adalah 1,5% dari bobot badan

untuk mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan ternak domba.

Pertambahan bobot badan harian akan semakin besar jika semakin besar

persentase bungkil inti sawit yang diberikan dalam ransum (Silitonga, 1993).

Kandungan nutrisi bungkil inti sawit dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan nutrisi bungkil inti sawit (%)

Nutrisi Kandungan

Bahan kering (%) 92,68

Protein kasar (%) 15,4

Lemak kasar (%) 2,4

Serat kasar (%) 16,9

TDN (%) 72

Energi (Kal/kg) 2810

Sumber: Laboratorium Ilmu Makanan Ternak. Departemen Peternakan FP USU 2005

Dedak

Dedak merupakan limbah dalam proses pengolahan gabah menjadi beras

yang mengandung bagian luar yang tidak terbawa, tetapi tercampur pula dengan

bagian penutup beras itu. Hal inilah yang mempengaruhi tinggi atau rendahnya

(27)

proses pengolahan gabah menjadi beras, wajar jika serat kasar yang dikandung

dedak ini tinggi (Rasyaf, 1992).

Dedak pada musim panen melimpah, sebaiknya pada musim kemarau

berkurang. Selain itu, dedak padi tidak dapat disimpan lama. Keadaan ini

disebabkan karena aktivitas enzim yang dapat menyebabkan kerusakan atau

ketengikan oksidatif pada komponen minyak yang ada dalam dedak

(Balitnak, 2010).

Dedak mempunyai harga absolut yang relatif rendah tetapi kandungan

gizinya tidak mengecewakan. Dedak cukup mengandung energi dan protein, juga

kaya akan vitamin (Rasyaf, 1990). Hal tersebutlah yang menyebabkan dedak

dapat digunakan sebagai campuran formula ransum atau sebagai makanan

tambahan (Rasyaf, 1992). Kandungan nutrisi dedak dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kandungan nutrisi dedak (%)

Nutrisi Kandungan

1 2 3

Sumber: 1. Rasyaf (1990) 2. Rasyaf (1992) 3. Kartadisastra (1994)

Bungkil Kedelai

Bungkil kedelai adalah kedelai yang sudah diambil minyaknya. Bungkil

kedelai merupakan sumber protein paling yang amat bagus sebab keseimbangan

asam amino yang terkandung didalamnya cukup lengkap dan tinggi. Bungkil

kedelai dibuat melalui beberapa tahapan seperti pengambilan lemak, pemanasan

(28)

Bungkil kedelai yang baik mengandung air tidak lebih dari 12%

(Hutagalung dan Chang, 1990). Kandungan nutrisi bungkil kedelai dapat dilihat

pada Tabel 4.

Tabel 4. Kandungan nutrisi bungkil kedelai (%)

Uraian Kandungan nutrisi

Protein Kasar (%) 43,8

Serat Kasar (%) 4,4

Lemak Kasar (%) 1,5

Kalsium (%) 0,32

Posfor (%) 0,65

Energi Metabolisme (kkal/kg) 2240

Sumber: Hartadi et al (1990).

Bungkil Kelapa

Bungkil kelapa adalah pakan ternak yang berasal dari sisa pembuatan

minyak kelapa. Bahan ini mengandung protein nabati dan sangat potensial untuk

meningkatkan karkas (Parakkasi,1995).

Bungkil kelapa merupakan sumber lemak yang baik untuk unggas serta

mengandung protein. Bungkil kelapa selain mudah didapat harganya juga murah.

Pemberian bungkil kelapa untuk komposisi ransum maksimal sebesar 10 – 15%.

Bungkil kelapa selain sebagai sumber asam lemak juga sebagai sumber Ca dan P

meskipun kandungannya sedikit (Hardjosworo, 2000). Penggunaan bungkil

kelapa seharusnya tidak lebih dari 20 % karena penggunaan yang berlebihan harus

diimbangi dengan penambahan metionin dan lisin (tepung ikan) serta lemak

dalam ransum. Kandungan protein dalam bungkil kelapa cukup tinggi yaitu 18 % ,

sedangkan nilai gizinya dibatasi oleh tidak tersedianya dan ketidakseimbangan

(29)

Tabel 5. Kandungan nutrisi bungkil kelapa (%)

Uraian Kandungan Nutrisi

Protein Kasar (%) 17

Serat Kasar (%) 15

Lemak Kasar (%) 1,8

Kalsium (%) 0,2

Posfor (%) 0,6

Energi Metabolisme (Kkal/kg) 1540

TDN 79 Sumber:Laboratorium Ilmu Makanan Ternak, Program Studi Peternakan FP USU Medan (2009).

Urea

Urea sebagai bahan pakan ternak berfungsi sebagai sumber NPN

(Non Protein Nitrogen) dan mengandung lebih banyak 45% unsur Nitrogen

sehingga pemakaian urea mampu memperbaiki kualitas rumput yang diberikan

kepada domba, namun perlu diingat bahwa penggunaan urea terlalu tinggi

konsentratnya (Hartadi et al., 1990).

Urea dengan rumus molekul CO (NH2)2 banyak digunakan dalam ransum

ternak ruminansia karena mudah diperoleh, harganya murah dan sedikit resiko

keracunan yang diakibatkannya dibanding burret. Secara fisik urea berbentuk

kristal berwarna putih dan higroskopis (Sodiq dan Abidin, 2002).

Molases

Molases atau tetes tebu adalah hasil sampingan pengolahan tebu menjadi

molases yang bentuk fisiknya berupa cairan kental dan berwarna hitam

kecoklatan. Walaupun harganya murah, namun kandungan gizi yang berupa

karbohidrat, protein dan mineralnya masih cukup tinggi dan dapat digunakan

untuk pakan ternak walaupun sifatnya sebagai pendukung. Molases dapat

dipergunakan sebagai pakan ternak. Keuntungan penggunaan molases untuk

pakan ternak adalah kadar karbohidrat tinggi (48-60% sebagai gula), kadar

(30)

kompleks dan unsur-unsur mikro yang penting bagi ternak seperti Cobalt, Boron,

Yodium, Tembaga, Magnesium dan seng sedangkan kelemahannya adalah kadar

Kalium dapat menyebabkan diare juga dikonsumsi terlalu banyak

(Rangkuti et al., 1985). Kandungan nutrisi molases dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Kandungan nilai gizi molases (%)

Kandungan Zat Nilai Gizi

Bahan kering (%) 67,5a

Total digestible nutriens (TDN) 56,7b

Sumber: a. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak, Program Studi Peternakan FP USU Medan(2009) b. Batubara et al (1993).

Mineral

Mineral merupakan nutrisi yang esensial selain digunakan untuk

memenuhi kebutuhan ternak juga memasok kebutuhan mikroba rumen. Tubuh

ternak ruminansia terdiri atas mineral kurang lebih 4%. Dijumpai ada 31 jenis

mineral yang terdapat pada tubuh ternak ruminansia yang dapat diukur tetapi

hanya 15 jenis mineral yang tergolong esensial untuk ternak ruminansia.

Agar pertumbuhan dan perkembangbiakan yang optimal, mikroba rumen

membutuhkan 15 jenis mineral esensial makro seperti Ca, K, P, Mg, Na, Cl dan S,

4 jenis esensial mikro seperti Cu, Fe, Mn dan Zn dan 4 jenis mineral esensial

langka seperti I, Mo, Co dan Se (Siregar, 2008).

Mineral adalah zat anorganik yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit,

namun berperan penting agar proses fisiologis dapat berlangsung dengan baik.

Mineral digunakan sebagai kerangka pembentukan tulang dan gigi, pembentukan

(31)

yang berperan dalam proses metabolisme di dalam makanan

(Setiadi dan Inounu, 1991). Kandungan beberapa mineral dapat dilihat pada

Tabel 7.

Tabel 7. Kandungan beberapa mineral (%)

Uraian Kandungan

Kalsium karbonat 50,00

Pospor 5,00 Sumber: Eka Farma (2005).

Garam

Garam yang dimaksud disini adalah garam dapur (NaCl), dimana selain

berfungsi sebagai mineral juga berfungsi meningkatkan palatabilitas

(Pardede dan Asmira, 1997).

Garam berfungsi untuk merangsang sekresi saliva. Terlalu banyak garam

akan menyebabkan retensi air sehingga menimbulkan odema. Defisiensi garam

lebih sering terdapat dalam hewan herbivora dari pada hewan lainnya. Karena

hijauan dan butiran mengandung sedikit garam. Gejala defisiensi garam adalah

bulu kotor, makan tanah, keadaan badan tidak sehat, nafsu makan hilang dan

produksi menurun sehingga menurunkan bobot badan (Anggorodi, 1990).

Fermentasi

Menurut Winarno et al. (1990) fermentasi merupakan proses biokimia yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan sifat bahan pakan sebagai akibat

(32)

mengalami fermentasi biasanya mempunyai nilai gizi yang lebih baik dari asalnya

disebabkan karena mikroorganisme bersifat katabolik atau memecah

komponen-komponen yang kompleks menjadi lebih sederhana sehingga lebih mudah dicerna.

Selama proses fermentasi terjadi, bermacam-macam perubahan komposisi

kimia. Kandungan asam amino, karbohidrat, pH, kelembaban, aroma serta

perubahan nilai gizi yang mencakup terjadinya peningkatan protein dan

penurunan serat kasar. Semuanya mengalami perubahan aakibat aktivitas dan

perkembangbiakan mikroorganisme selama fermentasi. Melalui fermentasi terjadi

pemecahan substrat oleh enzim-enzim tertentu terhadap bahan yang tidak dapat

dicerna, misalnya selulosa dan hemiselulosa menjadi gula sederhana. Selama

proses fermentasi terjadi pertumbuhan kapang, selain dihasilkan enzim juga

dihasilkan protein ekstraseluler dan protein hasil metabolisme kapang sehingga

terjadi peningkatan kadar protein (Sembiring et al., 2006).

Mikroorganisme Lokal

Mikroorganisme lokal merupakan salah satu cara pengembangbiakan

mikroorganisme yang akan mampu mendegradasi bahan organik. Mikroorganisme

dasar yang digunakan adalah Saccharomyces yang berasal dari ragi tape, Rhizopus

dari ragi tempe dan Lactobacillus dari yoghurt. Mikroorganisme ini mempunyai sifat–sifat sebagai berikut :

a. Sifat amilolitik, mikroorganisme yaitu Saccharomyces akan menghasilkan

enzim amilase yang berperan dalam mengubah karbohidrat menjadi

volatile fatty acids yang kemudian akan menjadi asam amino.

b. Sifat proteolitik, mikroorganisme yaitu Rhizopus akan mengeluarkan

(33)

menjadi peptide sederhana dan akhirnya menjadi asam amino bebas, CO2

dan air.

c. Sifat lipolitik, mikroorganisma yaitu Lactobacillus akan menghasilkan enzim lipase yang berperan dalam perombakan lemak.

Pembuatan mikroorganisme lokal menggunakan beberapa bahan antara

lain air sumur, air gula, ragi tape, ragi tempe dan yoghurt. Semuanya

dimasukkan ke galon, lubangnya ditutup dengan kantong plastik ukuran 1 kg dan

dibiarkan selama 3 hari. Guna ditutup dengan kantong plastik adalah untuk

mendapatkan indikasi apakah mikroorganisme yang akan diaktifkan bekerja, bila

kantong plastik menggelembung, berarti terjadi reaksi positif dari mikroorganisme

tersebeut (Takakura Method, 2009).

Rhizopus sp

Rhizopus sp adalah genus jamur benang yang termasuk filum Zygomycota

ordo Mucorales. Rhizopus sp mempunyai ciri khas yaitu hifa yang membentuk rhizoid untuk menempel ke substrat. Ciri lainnya adalah memiliki hifa coenositik, sehingga tidak bersepta atau bersekat. Miselium dari Rhizopus sp yang juga disebut stolon menyebar diatas substratnya karena aktivitas dari hifa vegetatif.

Rhizopus sp berproduksi secara aseksual dengan memproduksi banyak sporangiofor yang bertangkai. Sporangiofor ini tumbuh kearah atas dan

mengandung ratusan spora. Sporangiofor ini biasanya dipisahkan dari hifa lainnya

oleh sebuah dinding seperti septa. Salah satu contoh spesiesnya adalah

(34)

Hasil penelitian dengan melakukan fermentasi bungkil kedelai memakai

Rhizopus sp, mampu meningkatkan kandungan protein kasar bungkil kedelai dari 41% menjadi 55% dan meningkatkan asam amino sebesar 14,2% sehingga diduga

dapat dipakai untuk alternatif sebagai bahan pemicu pertumbuhan

(Handajani, 2007).

Saccharomyces sp

Saccharomyces merupakan genus khamir/ ragi/ en:yeast yang memiliki kemampuan mengubah glukosa menjadi alkohol dan CO2. Saccharomyces

merupakan mikroorganisme bersel satu tidak berklorofil, termasuk kelompok

Eumycetes. Tumbuh baik pada suhu 300C dan pH 4,8. Beberapa kelebihan

Saccharomyces dalam proses fermentasi yaitu mikroorganisme ini cepat berkembang biak, tahan terhadap kadar alkohol yang tinggi, tahan terhadap suhu

yang tinggi, mempunyai sifat stabil dan cepat mengadakan adaptasi. Beberapa

spesies saccharomyces mampu memproduksi ethanol hingga 13,01%. Hasil ini lebih bagus dibanding genus lainnya seperti Candida dan Trochosporon. Pertumbuhan Saccharomyces dipengaruhi oleh adanya penambahan nutrisi yaitu unsur C sebagai sumber carbon, unsur N yang diperoleh dari penambahan urea,

ZA, amonium dan pepton, mineral dan vitamin. Suhu optimum untuk fermentasi

antara 28 – 300C. Beberapa spesies yang termasuk dalam genus ini diantaranya yaitu Saccharomyces boullardii dan saccharomyces uvarum

Saccharomyces yang dapat mengubah karbohidrat. Saccharomyces

merupakan inokulan yang mengandung kapang aminolitik dan khamir yang

(35)

berperan pada ragi tape adalah jenis Candida, Endomycopsis, Hansnula,

Amilomyces rouxii dan Aspergillus orizae.

Beberapa keuntungan hasil fermentasi terutama adalah asam asetat dan

alkohol dapat mencegah pertumbuhan mikroba yang beracun di dalam pakan

misalnya Clostridium botulinum. Ragi yang bersifat katabolik atau memecah komponen yang kompleks menjadi zat yang lebih sederhana sehingga lebih

mudah dicerna.

Saccharomyces menghasilkan enzim pitase yang dapat melepaskan ikatan fosfor dalam phitin, sehingga dengan ditambahkan ragi tape dalam ransum akan

menambah ketersediaan mineral. Ragi bersifat katabolik atau memecah komponen

yang kompleks menjadi zat yang lebih sederhana sehingga lebih mudah dicerna

oleh ternak, maka dengan penambahan ragi tape dapat meningkatkan kegiatan

pencernaan dalam tubuh ternak sehingga pertumbuhan ternak menjadi optimal

(http://id.wikipedia.org, 2013).

Lactobacillus sp

Lactobacillus adalah bakteri gram-positif, anaerobik fakultatif atau mikroaerofilik. Genus bakteri ini membentuk sebagian besar dari kelompok

bakteri asam laktat, dinamakan demikian karena kebanyakan dari bakteri ini

umum dan tidak berbahaya bagi kesehatan. Dalam manusia, bakteri ini dapat

ditemukan didalam vagina dan sistem pencernaan, dimana mereka bersimbiosis

dan merupakan sebagian kecil dari flora usus. Banyak spesies dari Lactobacillus

memiliki kemampuan membusukkan materi tanaman yang sangat baik. Produksi

asam laktatnya membuat lingkungannya bersifat asam dan mengganggu

(36)

digunakan untuk industri pembuatan yoghurt, keju, sauerkraft, acar, bir, anggur

(minuman), cuka, kimchi, cokelat dan makanan hasil fermentasi lainnya, termasuk

juga pakan hewan, seperti silase. Ada pula roti adonan asam, dibuat dengan

”kultur awal”, yang merupakan kultur simbiotik antara ragi dengan bakteri asam

laktat yang berkembang di media pertumbuhan air dan tepung. Laktobasili,

terutama L. casei dan L. brevis adalah dua dari sekian banyak organisme yang membusukkan bir. Cara kerja ini adalah dengan menurunkan pH bahan

fermentasinya dengan membentuk asam laktat (http://id.wikipedia.org, 2013).

Trichoderma harzianum

Klasifikasi Trichoderma sp. menurut Semangun (2000) adalah sebagai berikut: Kingdom : Fungi, Phylum : Ascomycota, Class : Ascomycetes,

Subclass: Hypocremycetidae, Ordo: Hypocreales, Family:

Hypcreaceae, Genus: Trichoderma, Species : T. harzianum,

T.pseudokoningnii dan T. viridae

Trichoderma harzianum merupakan salah satu jamur yang bersifat selulitik yang potensial menghasilkan selulase dalam jumlah yang relatif banyak

untuk mendegradasi selulosa. Trichoderma harzianum menghasilkan enzim kompleks selulase yang dapat merombak selulosa menjadi selobiosa hingga

menjadi glukosa. Trichoderma harzianum memiliki kemampuan untuk menghasilkan berbagai enzim ekstrasluler, khususnya selulase yang dapat

mendegradasi polisakarida kompleks (Harman, 2002)

(37)

Eceng Gondok

Eceng Gondok (Eichhornia crasippes) atau dalam bahasa Inggris disebut “water hyacinth” mempunyai sistematika sebagai berikut; Divisio: Embryophytasi phonogama, Sub Divisio: Angiospermae, Klas: Monocotyledone, Ordo: Farinozae, Familia: Pontederaceae, Genus: Eichhornia, Species: Eichhornia crassipes (Fuskhah, 2000).

Eceng gondok merupakan salah satu jenis gulma air yang

perkembangannya sangat cepat dan mempunyai daya penyesuaian terhadap

lingkungan yang tinggi, memiliki kelopak bunga berwarna ungu muda atau agak

kebiruan, akarnya serabut dan memiliki tudung akar berwarna merah. Eceng

gondok tumbuh sangat cepat, apabila tidak dikendalikan maka dalam waktu 3-4

bulan mampu menutupi lebih dari 70% permukaan danau, dan dari sisi hidrologi

eceng gondok dapat menyebabkan kehilangan air permukaan sampai 4 kali lipat

jika dibandingkan pada permukaan terbuka dan dapat menyebabkan pendangkalan

pada danau, sungai, atau daerah berair lainnya (Surhaini, 2010).

Kadar nutrisi daun eceng gondok dalam bentuk bahan kering (BK) yaitu

memiliki kadar protein kasar 6,31%, serat kasar 26,61%, lemak kasar 2,83%, abu

16,12%, dan memiliki kadar bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) 48,18%

(Mangisah et al., 2009). Eceng gondok segar mempunyai kandungan air sebesar 94,09%, dan dalam 100% bahan kering mempunyai kadar protein 11,95% dan

serat kasar 37,1% (Sumarsih et al., 2007).

Keunggulan dari tanaman eceng gondok adalah dapat digunakan sebagai

(38)

pertumbuhan dan produktifitas yang tinggi, asam amino yang terkandung di

dalam eceng gondok hampir sama pada rumput pakan dan memiliki kandungan

mineral yang cukup tinggi. Berdasarkan hasil penelitian di Filipina menunjukkan

bahwa eceng gondok kaya akan protein yang ekuivalen dengan protein yang

terkandung dalam pakan komersial yaitu mengandung (asam amino, metionin,

kistin, lisin, besi, fosfat dan kalsium). Keunggulan eceng gondok dalam segi

kualitas yaitu eceng gondok yang difermentasi sebagai pakan ternak non

ruminansia ialah mampu meningkatkan kandungan protein kasar yang dibutuhkan

bagi ternak seperti unggas, serta melalui proses amoniasi mampu menurunkan

kadar serat kasar yang dilihat dari tingginya kandungan lignin pada daun eceng

gondok, dengan cara memecahkan ikatan lignoselulosa menjadi karbohidrat yang

mudah dicerna, sehingga dapat meningkatkan tingkat kecernaan pada ternak

ruminansia, serta mampu meningkatkan palatabilitas pada ternak (Surhaini, 2010).

Eceng gondok juga memiliki beberapa kekurangan dalam segi kualitas

antara lain kadar air yang terlalu tinggi, tekstur yang terlalu halus, banyak

mengandung hemiselulosa, protein sukar dirombak oleh bakteri rumen dan

kandungan mineral sangat tinggi, dan dengan daya serap mineral yang cukup

tinggi, eceng gondok yang berasal dari perairan tercemar dapat mengandung

(39)

Tabel 8. Komposisi zat-zat nutrisi eceng gondok dalam bahan kering (%)

Zat-Zat Makanan Kandungan (%)

Bahan Kering 87,27

Protein Kasar 13,25

Lemak 0,05

Energi Bruto (Kkal/kg) 3534

Sumber: Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Departemen Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan IPB, Bogor (2003).

Karkas

Karkas adalah bobot tubuh dari ternak setelah pemotongan dikurangi dari

berat kepala, darah, organ-organ internal, kaki (carpus dan tarsus) kebawah dan

kulit (Soeparno, 1994).

Bobot karkas adalah bobot hidup setelah dikurangi bobot saluran

pencernaan, darah, kepala, kulit, dan keempat kaki mulai dari persendian carpus

atau tarsus kebawah. dinyatakan bahwa dijumpai sedikit modifikasi, kadang

dengan atau tanpa ginjal, lemak ginjal, lemak pelvis, lemak sekitar ambing,

diaphragma dan ekor. karkas sebagai satuan produksi dinyatakan dalam bobot

karkas dan persentase karkas. persentase karkas adalah perbandingan antara bobot

karkas dengan bobot hidup saat dipotong (dikurangi isi saluran pencernaan dan

(40)

Persentase karkas dipengaruhi oleh bobot karkas, bobot ternak, kondisi,

bangsa ternak, proporsi bagian-bagian non karkas, ransum yang diberikan dan

cara pemotongan (Berg dan Butterfield, 1976).

Persentase karkas adalah berat karkas dibagi berat hidup ternak dikali

seratus persen (Soeparno, 1994). Persentase karkas domba khusus digemukkan

56-58%, domba yang gemuk 45-55%. rata-rata 50% bobot badan hidup adalah

karkas (Lawrie, 1995). Persentase karkas dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin

dan juga pengebirian serta tingkat makanan (Dewi, 2000).

Apabila ternak tidak diberi makan atau minum pada periode tertentu

(dua hari misalnya) maka persentase karkas akan meningkat karena berkurangnya

jumlah urine dan feses selama periode tertentu. komposisi pakan juga

berpengaruh terhadap besarnya persentase karkas ternak yang mendapat pakan

hijauan dengan mutu rendah, mengandung lebih banyak digesta didalam saluran

pencernaan nya dari pada ternak yang diberi pakan hijauan bermutu tinggi dengan

proporsi biji-bijian yang tinggi. Ternak yang dipuasakan ragam persentase

karkasnya dapat mencapai 4% lebih besar (Tulloh, 1978).

Perbedaan komposisi tubuh dan karkas di antara bangsa ternak disebabkan

oleh perbedaan ukuran tubuh dewasa atau perbedaan bobot pada saat dewasa

(Soeparno, 1994).

Menurut Suryo (1997) proporsi komponen karkas dan potongan karkas

yang dikehendaki konsumen adalah karkas atau potongan karkas yang terdiri atas

proporsi daging tanpa lemak (lean) yang tinggi, tulang yang rendah dan lemak

(41)

Herman (1993) menyatakan bahwa semakin tinggi bobot potong yang

diperoleh menyebabkan bobot karkas segar dan persentase karkas semakin tinggi.

Davendra (1977) menyatakan persentase karkas merupakan sifat penting

dalam kajian mengenai karkas. persentase karkas dipengaruhi oleh umur, jenis

kelamin dan pakan yang dikonsumsi. Persentase karkas merupakan faktor yang

penting untuk menilai produksi ternak pedaging, karena sangat erat hubungannya

dengan bobot hidup dimana semakin bertambah bobot hidup maka produksi

karkas meningkat.

Owen dan Norman (1977) menyatakan bahwa jika umur bertambah, maka

bobot tubuh bertambah sehingga akan meningkat persentase karkas.

Levi et al. (1967) juga mengatakan hal yang sama bahwa bobot badan hidup erat hubungannya dengan umur, semakin tinggi bobot hidup maka

persentase karkas akan meningkat.

Lemak

Lemak merupakan jaringan yang bersifat dinamis, banyak terkumpul

dalam dinding rongga perut dan ginjal. jaringan lemak ternak ruminansia relatif

stabil dari pengaruh nutrisi dan lingkungan fisik dibanding dengan ternak

monogastrik (Crouse et al., 1981).

Menurut Berg dan Butterfield (1976) menyatakan jumlah lemak dalam

tubuh adalah paling beragam dan sangat tergantung pada jumlah pakan dan ragam

pakan yang dikonsumsi.

Lemak dapat dibagi menjadi beberapa kelompok yaitu lemak omental

(di bagian saluran pencernaan), lemak internal (disekitar ginjal dan pelvis), lemak

(42)

lemak subkutan domba bersifat lambat. Penimbunan lemak pada bagian

abdominal tidak diinginkan, karena akan mengurangi selisih antara berat hidup

dengan berat badannya. Salah satu cara mengurangi perlemakan adalah dengan

cara memvariasikan nutrisi ransum terutama energi dan protein. Peningkatan

kandungan energi ransum akan meningkatkan pula kandungan lemak tubuh dan

peningkatan kandungan protein ransum maka jumlah lemak abdominal akan

menurun (Hasibuan, 1996).

Lemak cadangan tidak hanya terbentuk dari lemak yang dimiliki tetapi

berasal dari karbohidrat dan adakalanya dari protein. Lebih kurang 50% dari

jaringan lemak terdapat di bawah kulit, sisanya ada disekeliling alat-alat tubuh

tertentu teristimewa ginjal, dalam membran disekeliling usus, dalam urat daging

dan di tempat-tempat lainnya (Anggorodi, 1984).

Tidak ada perbedaan dalam proporsi daging, tulang dan jaringan ikat

maupun pada perlemakan pada tingkat pemberian pakan yang berbeda pada

domba, tetapi berbeda dalam depot lemak domba yang mendapat pakan lebih

banyak mempunyai lemak subkutan lebih banyak (Frandson, 1992).

Non Karkas

Bobot non karkas diperoleh dengan menimbang bagian non karkas.

Persentase karkas diperoleh dengan membandingkan bobot karkas dengan bobot

potong, sedangkan persentase non karkas diperoleh dengan membandingkan

bobot non karkas dengan bobot potong. Penimbangan non karkas dilakukan untuk

masing-masing komponen yaitu kepala, darah, organ-organ dalam kecuali ginjal,

(43)

Non karkas adalah hasil pemotongan ternak yang terdiri dari kepala, kulit

dan bulu, darah, organ-organ internal, kaki bagian bawah dari sendi carpal untuk

kaki depan dan sendi tarsal untuk kaki bagian belakang (Soeparno, 1994).

Menurut Ridawan (1991) pakan dapat mempengaruhi pertambahan berat

komponen non karkas domba yang mengkonsumsi pakan dengan kandungan

energi yang tinggi mempunyai jantung, paru-paru yang lebih berat dari pada

domba yang mengkonsumsi pakan dengan kandungan energi yang rendah.

Konsumsi nutrisi tinggi meningkatkan berat hati, rumen, omasum, usus

besar, usus kecil dan total alat pencernaan, tetapi sebaliknya bagi berat kepala dan

kaki perlakuan dan nutrisi serta spesies pastura dan pangonan pada domba tidak

mempengaruhi berat kepala, kaki dan kulit pada berat tubuh yang sama

(Soeparno, 1994).

Kadar laju pertumbuhan beberapa komponen non karkas hampir sama

dengan kadar laju pertumbuhan tubuh, misalnya abomasum dan usus besar

mencapai kedewasaan hampir bersamaan dengan tubuh. Usus kecil tumbuh lebih

cepat dari pada usus besar dan abomasum. Berat rumen retikulum dan omasum

meningkat dengan cepat pada awal kehidupan post natal. Meskipun demikian

berat total saluran pencernaan menurun pada saat mencapai kedewasaan

(Berg dan Butterfield, 1976).

Herman (1993) semakin tinggi bobot potong yang diperoleh maka

semakin tinggi pula bobot non karkas dan persentase non karkas yang didapat.

Untuk menghasilkan bobot potong dan bobot non karkas maka erat kaitannya

dengan konsumsi hewan ternak selama masih hidup. Konsumsi yang tinggi akan

(44)

Menurut Soeparno (1994) nutrisi juga mempengaruhi persentase non

karkas terhadap berat hidup. Persentase karkas terhadap berat hidup biasanya

meningkat sesuai dengan peninggkatan berat hidup, tetapi persentase bagian non

karkas seperti kulit dan darah menurun.

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Program Studi

Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini

berlangsung selama 4 bulan dimulai dari bulan Agustus 2013 sampai dengan

bulan Nopember 2013.

Bahan dan Alat Penelitian Bahan

Bahan yang digunakan yaitu domba lokal jantan lepas sapih sebanyak 20

ekor dengan rataan bobot badan 7,87±2,18 kg, pakan konsentrat yang terdiri dari

bungkil inti sawit, dedak, bungkil kedelai, molases, urea, mineral dan garam.

MOL sebagai fermentator, Trichoderma harzianum sebagai fermentator, kalbazen sebagai obat cacing, anti bloat sebagai obat gembung, rodalon untuk desinfektan

dan air minum diberikan secara adlibitum.

Alat

Alat yang digunakan yaitu kandang individual 20 unit dengan ukuran

1 x 0,5 m beserta perlengkapannya, tempat pakan dan minum, timbangan untuk

(45)

berkapasitas 2 kg dengan kepekaan 10 g untuk menimbang pakan, grinder

digunakan untuk menghaluskan bahan pakan konsentrat, choper untuk menchoper

bahan pakan, autoklaf untuk mensterilkan bahan dan alat, termometer digunakan

untuk mengetahui suhu di dalam dan di luar kandang, alat penerangan kandang,

alat pembersih kandang dan alat tulis untuk menulis data.

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL)

yang terdiri dari 5 perlakuan dan 4 ulangan.

Ransum perlakuan yang diberikan adalah sebagai berikut:

P0: Konsentrat + 100% Rumput

P1: Konsentrat + (40% Rumput + 60% Eceng gondok fermentasi

Mikroorganisme lokal)

P2: Konsentrat + (40% Rumput + 60% Eceng gondok fermentasi Trichoderma harzianum)

P3: Konsentrat + 100% Eceng gondok fermentasi Mikroorganisme lokal

P4: Konsentrat + 100% Eceng gondok fermentasi Trichoderma harzianum

Model linear yang digunakan untuk rancangan acak lengkap (RAL)

adalah: Yij =  + i + εij

Dimana :

Yij = Nilai pengamatan yang diperoleh dari satuan percobaan dari perlakuan ke-i

dan ulangan ke-j

 = Rataan/nilai tengah

(46)

εij= Pengaruh galat percobaan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

(Hanafiah, 2000).

Susunan perlakuan penelitian adalah sebagai berikut:

P3U1 P4U3 P0U1 P1U4

P1U1 P3U3 P2U1 P4U2

P2U2 P0U4 P3U2 P2U3

P0U2 P2U3 P1U2 P0U3

P1U3 P4U1 P3U4 P4U4

Kaidah Keputusan

 Bila Fhit < F0,05 perlakuan tidak berbeda nyata (terima H0/tolak H1).  Bila Fhit ≥ F0,05 perlakuan berbeda nyata (tolak H0/terima H1).

 Bila Fhit ≥ F0,01 perlakuan berbeda sangat nyata (tolak H0/terima H1).

Parameter Penelitian

a. Bobot Karkas (Kg)

Bobot karkas adalah bobot yang diperoleh dari selisih bobot tubuh setelah

dipuasakan (bobot potong) dengan bobot darah, kepala, kaki, kulit, organ tubuh

bagian dalam (selain ginjal), alat reproduksi dan ekor.

b. Persentase Karkas (%)

Persentase karkas adalah bobot karkas segar dibagi dengan bobot tubuh kosong

dikali seratus persen.

c. Persentase Lemak (%)

1. Persentase lemak subkutan (%)

Diperoleh dari perbandingan bobot lemak subkutan dengan bobot karkas

dikali 100%.

(47)

Diperoleh dari perbandingan bobot lemak ginjal dengan bobot karkas dikali

100%.

3. Persentase lemak pelvis (%)

Diperoleh dari perbandingan bobot lemak pelvis dengan bobot karkas dikali

100%.

d. Bobot Non Karkas (kg)

Bobot ini diperoleh dengan menimbang berat kepala, kaki, kulit dan bagian organ

dalam.

e. Persentase Non Karkas

Persentase non karkas diperoleh dari perbandingan bobot non karkas dengan

bobot tubuh kosong dikali 100%.

Pelaksanaan Penelitian Pembuatan Kandang

Kandang dan semua peralatan dibersihkan dan dicuci, kemudian dilakukan

pengapuran pada lantai dan dinding kandang sebelum proses pemeliharaan.

Selanjutnya kandang dan semua peralatan disemprot dengan Rhodallon

(dosis 10 ml/ 2,5 liter air).

Persiapan Domba

Domba yang digunakan dalam penelitian sebanyak 20 ekor yang terdiri

dari 4 perlakuan dan 5 ulangan dan tiap perlakuannya terdiri dari 1 ekor domba.

Penempatan domba dilakukan dengan sistem pengacakan yang tidak membedakan

(48)

Pengacakan Domba

Domba yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 20 ekor.

Penempatan domba dengan sistem acak yang tidak membedakan bobot badan

domba. Sebelumnya dilakukan penimbangan bobot badan domba.

Pemberian Pakan dan Minum

Pakan yang digunakan adalah eceng gondok fermentasi, rumput dan

konsentrat, pemberian air minum secara ad libitum dimana air minum diganti setiap hari dan tempatnya dicuci bersih. Pemberian pakan eceng gondok

fermentasi, rumput dan konsentrat diberikan 2 x sehari.

Pemberian Obat-Obatan

Ternak domba sebelum pelaksanaan penelitian terlebih dahulu diberikan

obat cacing Kalbazen selama adaptasi untuk menghilangkan parasit dalam saluran

pencernaan, sedangkan obat lainnya diberikan apabila ternak sakit dan

disesuaikan.

Penimbangan Ternak Domba

Penimbangan bobot badan dilakukan pada awal dilakukannya perlakuan

penelitian dan pengambilan data pertambahan bobot badan selama dua minggu

sekali penimbangan selama tiga bulan.

Pemotongan Ternak Domba

Jumlah ternak domba yang dipotong sebanyak 20 ekor. Pemotongan

ternak domba dilakukan sesuai syariat Islam setelah dipuasakan selama 24 jam.

Pemotongan domba dilakukan dengan memotong vena jugularis, oesophagus dan

trachea (dekat tulang rahang bawah), tujuannya agar terjadi pengeluaran darah

(49)

(bobot darah) kemudian ujung oesophagus diikat agar isi rumen tidak keluar

apabila ternak digantung.

Kepala dilepaskan dari tubuh kemudian ditimbang (bobot kepala), kaki

depan (carpus) ke bawah dan kaki belakang (tarsus) ke bawah dilepas dan ditimbang (bobot kaki), ekor dilepas dan ditimbang (bobot ekor). Kedua kaki

belakang ternak tersebut digantung kemudian kulitnya dilepas dan ditimbang

bobotnya (bobot kulit).

Semua organ tubuh bagian dalam dikeluarkan yaitu hati, limfa, jantung,

paru-paru, trachea, alat pencernaan, empedu dan alat reproduksi kecuali ginjal

kemudian ditimbang masing-masing.

Bobot yang diperoleh dari selisih bobot potong dengan bobot darah,

kepala, kaki, kulit, ekor, organ tubuh bagian dalam (selain ginjal) dan alat

reproduksi disebut bobot karkas. Setelah diperoleh bobot karkas, karkas

dimasukkan ke dalam alat pendingin selama 24 jam untuk diuraikan agar

(50)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian dapat dilihat pada bobot karkas, persentase karkas,

persentase lemak subkutan, persentase lemak pelvis, persentase lemak ginjal,

bobot non karkas dan persentase non karkas.

Bobot Karkas

Bobot karkas diperoleh dari selisih bobot tubuh setelah dipuasakan

(bobot potong), dengan bobot darah, kepala, kaki, ekor, organ tubuh bagian dalam

(selain ginjal) dan alat reproduksi. Rataan bobot karkas dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Rataan bobot karkas domba (kg)

Perlakuan Ulangan Total Rataan Sd

1 2 3 4

P0 3,54 3,60 2,34 2,77 12,25 3,06 0,61 tn

P1 2,82 2,65 2,92 3,34 11,73 2,93 0,29 tn

P2 2,23 3,52 3,80 2,92 12,47 3,12 0,70 tn

P3 2,97 3,57 3,25 2,89 12,48 3,12 0,23 tn

P4 2,73 2,25 2,25 3,81 11,04 2,76 0,74 tn

Total 14,29 15,39 14,56 15,73 57,72

(51)

Dari Tabel 9 diatas menunjukkan bahwa rataan total bobot karkas adalah

sebesar 3,00 kg. Untuk mengetahui perbedaan pengaruh pemberian pakan berupa

rumput dan eceng gondok fermentasi MOL dan Trichoderma harzianum terhadap karkas domba jantan dilakukan analisis ragam yang terlihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Analisis ragam bobot karkas

SK Db JK KT Fhitung F Tabel

0,05 0,01 Perlakuan 4 0,38 0,09426 0,30629tn 3,06 4,89

Galat 15 4,61 0,30773

Total 19 4,99

Keterangan: tn = tidak nyata

Hasil analisis ragam pada Tabel 10 menunjukkan bahwa F hitung lebih

kecil dari F tabel sehingga pemberian pakan (rumput dan eceng gondok) dengan

berbagai perlakuan (fermentasi MOL dan Trichoderma harzianum) dalam pakan domba memberikan pengaruh yang tidak nyata (P>0,05) terhadap bobot karkas.

Hal ini dapat diasumsikan karena setiap perlakuan mengandung komposisi pakan

yang tidak berbeda sehingga pakan setiap perlakuan memberikan respon yang

sama kualitasnya terhadap produksi bobot karkas. Hal ini juga dipengaruhi oleh

pemberian eceng gondok fermentasi setiap perlakuan tidak memberikan pengaruh

dalam meningkatkan pertambahan bobot badan karena nilai palatabilitas dari

pakan cukup rendah.

Dari Tabel 9 produksi bobot karkas dari setiap perlakuan menunjukkan

hasil yang berbeda, diasumsikan bahwa hal ini dipengaruhi oleh bobot hidup

domba, dimana bobot hidup domba dipengaruhi oleh kandungan nutrisi dan

komposisi pakan yang dikonsumsi oleh domba. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Davendra (1977) yang menyatakan bahwa semakin bertambahnya bobot hidup

(52)

Bobot karkas domba juga dipengaruhi oleh umur ternak, dimana umur

ternak yang dipakai hampir seragam. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Owen dan Norman (1977) yang menyatakan bahwa jika umur ternak bertambah,

maka bobot tubuh ternak bertambah sehingga akan meningkatkan produksi bobot

karkas.

Persentase Karkas

Persentase karkas didapat dari perbandingan bobot karkas segar dengan

bobot tubuh kosong (bobot tubuh setelah dipotong dikurang saluran pencernaan

yang isinya telah dibuang) dikali 100%. Rataan persentase bobot karkas domba

dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Rataan persentase karkas (%)

Perlakuan Ulangan Total Rataan sd

1 2 3 4

Total 155,00 153,55 158,39 158,67 600,47

Rataan 31,00 30,71 31,68 31,73 120,09 31,28 1,46 tn

Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa rataan persentase karkas adalah sebesar

31,28%. Untuk mengetahui perbedaan pengaruh pemberian pakan berupa rumput

dan eceng gondok fermentasi dengan berbagai perlakuan

(MOL dan Trichoderma harzianum) terhadap persentase karkas domba jantan dilakukan analisis ragam pada Tabel 12.

Tabel 12. Analisis ragam persentase karkas

SK Db JK KT Fhitung F Tabel

(53)

Perlakuan 4 17,77 4,44217 1,45307tn 3,06 4,89

Galat 15 45,86 3,0571

Total 19 63,63

Keterangan: tn = tidak nyata

Hasil analisis ragam pada Tabel 12 menunjukkan bahwa F hitung lebih

kecil dari F tabel sehingga pemberian pakan berupa rumput dan eceng gondok

fermentasi dengan berbagai perlakuan (MOL dan Trichoderma harzianum) dalam pakan domba memberikan pengaruh yang tidak nyata (P>0,05) terhadap

persentase karkas. Hal ini juga dipengaruhi oleh pemberian eceng gondok

fermentasi setiap perlakuan tidak nyata memberikan pengaruh terhadap

pertambahan bobot badan karena nilai palatabilitas dari pakan cukup rendah.

Peningkatan persentase karkas juga sejalan dengan pertambahan bobot

hidup domba. Hal ini sesuai dengan pendapat Davendra (1977) yang menyatakan

bahwa karkas merupakan faktor yang penting untuk menilai produksi ternak

pedaging, karena sangat erat hubungannya dengan bobot hidup dimana semakin

bertambah bobot hidup maka produksi karkas juga akan meningkat.

Persentase Lemak Subkutan

Diperoleh dari lemak pada bagian bawah kulit karkas dibagi dengan bobot

karkas dikali 100%. Rataan persentase lemak subkutan domba dapat dilihat pada

Tabel 13.

Tabel 13. Rataan persentase lemak subkutan (%)

Perlakuan Ulangan Total Rataan sd

Gambar

Tabel 1. Kebutuhan nilai nutrisi domba untuk pertumbuhan
Tabel 2. Kandungan nutrisi bungkil inti sawit (%)
Tabel 4. Kandungan nutrisi bungkil kedelai (%)
Tabel 5. Kandungan nutrisi bungkil kelapa (%)
+7

Referensi

Dokumen terkait

It can be concluded that the third hypothesis, “there is positive between Relationship Marketing and Service Quality Strategy jointly to Customer Satisfaction”, accepted

Termanfaatkannya laporan hasil pemeriksaan inspektorat provinsi sulsel sebagai bahan evaluasi pengambil keputusan/kebijakan.. Termanfaatkannya data temuan hasil pemeriksaan

This research is to examine the influence of independent variables debt policy, dividend policy and corporate ownership of proxies by management ownership and institutional

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan .... III AKUNTABILITAS KINERJA

The results of this research conclude that investors could make high potential investments portfolio return from one of day and date in a month with implementing

Secara keseluruhan, hasil parameter pengujian keempat sampel menunjukkan bahwa sampel yang di ambil di desa mitra yaitu Desa Glagah Arum dan Desa Gedang

Entitas mengungkapkan informasi yang disyaratkan oleh (a)-(f) untuk setiap unit penghasil kas (kelompok dari unit) untuk mana jumlah tercatat dari goodwill atau aset tidak

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sistem informasi pelaporan izin mendirikan bangunan yang ada pada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu dan merancang