• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pemberian Pakan Berbasis Hasil Samping Ubi Kayu Klon Terhadap Karkas Dan Non Karkas Domba Jantan Lokal Lepas Sapih

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Pemberian Pakan Berbasis Hasil Samping Ubi Kayu Klon Terhadap Karkas Dan Non Karkas Domba Jantan Lokal Lepas Sapih"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN BERBASIS HASIL SAMPING

UBI KAYU KLON TERHADAP KARKAS DAN NON KARKAS

DOMBA JANTAN LOKAL LEPAS SAPIH

SKRIPSI

Oleh:

PELITA STARNA TARIGAN 090306047

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN BERBASIS HASIL SAMPING UBI

KAYU KLON TERHADAP KARKAS DAN NON KARKAS

DOMBA JANTAN LOKAL LEPAS SAPIH

SKRIPSI

Oleh:

PELITA STARNA TARIGAN 090306047

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Penelitian : Pengaruh Pemberian Pakan Berbasis Hasil Samping Ubi Kayu Klon Terhadap Karkas dan Non Karkas Domba Jantan Lokal Lepas Sapih.

Nama : Pelita Starna Tarigan

NIM : 090306047

Program Studi : Peternakan

Disetujui Oleh, Komisi Pembimbing

Ir.R. Edhy Mirwandhono M.Si Ir .Tri Hesti Wahyuni, M.Sc

Ketua Anggota

Mengetahui,

Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si Ketua Program Studi Peternakan

(4)

ABSTRAK

PELITA STARNA TARIGAN, 2014: “Pemanfaatan Pakan Komplit Hasil Samping Ubi Kayu Klon Terhadap Karkas dan Non Karkas Domba Lokal Jantan Lepas Sapih”. Dibimbing oleh R. EDDY MIRWANDHONO dan TRI HESTI WAHYUNI.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemanfaatan pakan komplit hasil samping ubi kayu klon terhadap bobot karkas dan bobot non karkas domba lokal jantan lepas sapih. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada bulan September sampai dengan Desember 2013 menggunakan 12 ekor domba lokal jantan lepas sapih dengan rataan bobot badan 7,75±1,75 kg. Rancangan yang dipakai dalam penelitian adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan terdiri dari P1: pemberian pakan hijauan

100%, P2: pemberian pakan komplit 50% + hijauan 50 %, P3: pemberian pakan

komplit 100% . Parameter yang diteliti adalah bobot karkas, persentase karkas, persentase lemak, bobot non karkas dan persentase non karkas.

Hasil penelitian menunjukkan rataan bobot karkas (g,) P1:3161, P2: 3826,

dan P3: 4075 . Rataan persentase karkas (%)P1:45,24 , P2:45,69 , P3; 45,14 lemak

subkutan 3,04, 2,97, 3,49 lemak pelpis dan ginjal P1 0.94, P2 1.07, P3 1.24 rataan non karkas P1: 3899,25 P2; 4540,50 P3 5004,75 dan persentasi non karkas P1 54,76 , P2 : 54,31 P3: 54,86 . Hasil analisis analisis statistik menunjukan pemanfaatan hasil samping ubi kayu klon sebagai pakan ternak domba menunjukan berpengaruh nyata P> 0.5 terhadap bobot kakas dan tidak menujukan pengaruh nyata pada bobot non karkas P< 0,05. Pemberian pakan komplit hasil samping ubi kayu klon berpengaruh positif terhadap pertumbuhan karkas tetapi tidak berpengaruh terhadap non karkas.

(5)

ABSTRACT

PELITA STARNA TARIGAN , 2014 : " Complete Feed Utilization of Cassava Clones Side Results Of Sheep Carcass and Non- Carcass Local Males Wean Remove " . Guided by R. EDDY MIRWANDHONO and TRI HESTI WAHYUNI

This study aims to determine the complete feed byproduct utilization of cassava clones on carcass weight and carcass weight of non- local male sheep weaning. The experiment was conducted at the Laboratory of Animal Biology Animal Husbandry Program Faculty of Agriculture, University of North Sumatra in September to December 2013 using 12 local male lambs with an average weaning weight of 7.75 ± 1.75 kg. The design used in the study was a completely randomized design ( CRD ) with 3 treatments and 4 replications. Treatment consists of P1 : 100 % forage feeding, P2 : feeding forage complete 50 % + 50 %, P3 : peberian 100 % complete feed. The parameters studied were carcass weight, carcass percentage, fat percentage, carcass weight and percentage of non non carcass . The results showed the average carcass weight ( g , ) P1 : 3161 , P2 : 3826 , and P3 : 4075 . Mean percentage of carcass ( % ) P1 : 45.24 , P2 : 45.69 , P3 ; 45.14 sub -cutaneous fat 3.04, 2.97 ,3.41 fat and kidney P1 pelpis 00:03, 00:13 P2,P3 averaging 00:18 percentage of non- carcass P1 : P2 3899.25 ; P3 4540.50 ;5004.75 54.74 percentage non carcass P1:5 4.31 P2:54.86 The results of the analysis of the statistical analysis showed a byproduct utilization of cassava as animal feed sheep clones showed significant P > 0.5 against the weight of Kakas and not addressing the real effect on non- carcass weight P < 0.05 . Feeding complete byproduct of cassava clones positive effect on

carcass growth but has no effect on non- carcass .

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Nagasaribu pada tanggal 08 Desember 1990 dari

ayah Sadaukur Tarigan dan ibu Dahlia Sembiring . Penulis merupakan putra ke

dua dari lima bersaudara .

Tahun 2009 penulis lulus dari SMA N 1 Lintongnihuta dan pada tahun

yang sama masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur

Seleksi Nasonal Masuk Perguruan Tinggi Negeri ( SNMPTN ) . Penulis memilih

Program studi peternakan .

Selama mengikuti perkuliahan , penulis aktif sebagai anggota Ikatan

Mahasiwa Peternakan ( IMAPET ),Ikatan Mahasiwa Kristen Peternakan

(IMAKRIP) , Ikatan Mahasiswa Karo Fakultas pertanian ( IMKA ) .

Penulis melaksanakan Praktek kerja lapangan ( PKL ) di Desa Pardugul

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Pengaruh Pemanfaatan Pakan Komplit Hasil Samping Ubi Kayu Klon

Terhadap Karkas dan Non Karkas Domba Jantan Lokal Lepas Sapih “.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua

orang tua penulis yang telah membesarkan dan mendidik penulis selama ini.

Penulis menyampaikan terimakasih kepada Bapak Ir. R. Edhy Mirwandhono,

M.Si dan Ibu Ir. Tri Hesti Wahyuni, M.Sc selaku ketua dan anggota komisi

pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan kepada

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini .

Disamping itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua

citivas akademika di Program Studi Peternakan serta semua rekan mahasiwa yang

tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu penulis dalam

(8)

DAFTAR ISI

Hal.

ABSTRAK ... i

ABSTACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Hipotesis Penelitian ... 3

Kegunaan Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Ternak Domba ... 4

Pertumbuhan Ternak Domba ... 5

Pencernaaan Pada Domba ... 5

Pakan Domba ... 7

Hijauan ... 8

Bungkil Inti Sawit ... 9

Garam ... 10

Molases ... 10

Urea ... 11

(9)

Ubi Kayu ... 12

Pelaksanaan Penelitian ... 23

Persiapan Kandang ... 23

(10)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 35

Saran ... 35

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(11)

DAFTAR TABEL

No. ... Hal.

1. Kebutuhan harian zat-zat pakan untuk ternak ... 8

2. Nilai nutrisi bungkil inti sawit ... 10

3. Nilai nutrisi molases ... 11

4. Kandungan Nutrisi Limbah Ubi Kayu ... 13

5. Nilai nutrisi onggok ... 13

6. Rataan bobot karkas domba jantan selama penelitian lokal (g/ekor) ... 25

7. Rataan persentase karkas domba jantan lokal selama penelitian (%) ... 27

8. Rataan persentase lemak subkutan domba jantan lokal selama penelitian(%) ... 28

9. Rataan persentase lemek ginjal dan pelvis domba jantan lokal selama penelitian (%) ... 29

10. Rataan bobot non karkas domba jantan lokal selama penelitian (g/ekor) .... 31

11. Rataan persentase bobot non karkas domba jantan lokal selama penelitian (%) ... 32

(12)

ABSTRAK

PELITA STARNA TARIGAN, 2014: “Pemanfaatan Pakan Komplit Hasil Samping Ubi Kayu Klon Terhadap Karkas dan Non Karkas Domba Lokal Jantan Lepas Sapih”. Dibimbing oleh R. EDDY MIRWANDHONO dan TRI HESTI WAHYUNI.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemanfaatan pakan komplit hasil samping ubi kayu klon terhadap bobot karkas dan bobot non karkas domba lokal jantan lepas sapih. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada bulan September sampai dengan Desember 2013 menggunakan 12 ekor domba lokal jantan lepas sapih dengan rataan bobot badan 7,75±1,75 kg. Rancangan yang dipakai dalam penelitian adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan terdiri dari P1: pemberian pakan hijauan

100%, P2: pemberian pakan komplit 50% + hijauan 50 %, P3: pemberian pakan

komplit 100% . Parameter yang diteliti adalah bobot karkas, persentase karkas, persentase lemak, bobot non karkas dan persentase non karkas.

Hasil penelitian menunjukkan rataan bobot karkas (g,) P1:3161, P2: 3826,

dan P3: 4075 . Rataan persentase karkas (%)P1:45,24 , P2:45,69 , P3; 45,14 lemak

subkutan 3,04, 2,97, 3,49 lemak pelpis dan ginjal P1 0.94, P2 1.07, P3 1.24 rataan non karkas P1: 3899,25 P2; 4540,50 P3 5004,75 dan persentasi non karkas P1 54,76 , P2 : 54,31 P3: 54,86 . Hasil analisis analisis statistik menunjukan pemanfaatan hasil samping ubi kayu klon sebagai pakan ternak domba menunjukan berpengaruh nyata P> 0.5 terhadap bobot kakas dan tidak menujukan pengaruh nyata pada bobot non karkas P< 0,05. Pemberian pakan komplit hasil samping ubi kayu klon berpengaruh positif terhadap pertumbuhan karkas tetapi tidak berpengaruh terhadap non karkas.

(13)

ABSTRACT

PELITA STARNA TARIGAN , 2014 : " Complete Feed Utilization of Cassava Clones Side Results Of Sheep Carcass and Non- Carcass Local Males Wean Remove " . Guided by R. EDDY MIRWANDHONO and TRI HESTI WAHYUNI

This study aims to determine the complete feed byproduct utilization of cassava clones on carcass weight and carcass weight of non- local male sheep weaning. The experiment was conducted at the Laboratory of Animal Biology Animal Husbandry Program Faculty of Agriculture, University of North Sumatra in September to December 2013 using 12 local male lambs with an average weaning weight of 7.75 ± 1.75 kg. The design used in the study was a completely randomized design ( CRD ) with 3 treatments and 4 replications. Treatment consists of P1 : 100 % forage feeding, P2 : feeding forage complete 50 % + 50 %, P3 : peberian 100 % complete feed. The parameters studied were carcass weight, carcass percentage, fat percentage, carcass weight and percentage of non non carcass . The results showed the average carcass weight ( g , ) P1 : 3161 , P2 : 3826 , and P3 : 4075 . Mean percentage of carcass ( % ) P1 : 45.24 , P2 : 45.69 , P3 ; 45.14 sub -cutaneous fat 3.04, 2.97 ,3.41 fat and kidney P1 pelpis 00:03, 00:13 P2,P3 averaging 00:18 percentage of non- carcass P1 : P2 3899.25 ; P3 4540.50 ;5004.75 54.74 percentage non carcass P1:5 4.31 P2:54.86 The results of the analysis of the statistical analysis showed a byproduct utilization of cassava as animal feed sheep clones showed significant P > 0.5 against the weight of Kakas and not addressing the real effect on non- carcass weight P < 0.05 . Feeding complete byproduct of cassava clones positive effect on

carcass growth but has no effect on non- carcass .

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pakan merupakan salah satu faktor penting keberhasilan suatu usaha

peternakan untuk memperbaiki kualitas produksi peternakan, maka yang

dilakukan adalah memperbaiki kualitas pakan yang diberikan.

Wilayah Indonesia beriklim tropis mempengaruhi ketersediaan bahan

pakan hijauan yang merupakan bahan pakan utama ternak ruminansia. Iklim

tropis umumnya dicirikan dengan melimpahnya bahan pakan hijauan terutama

pada saat musim penghujan sedangkan pada musim kemarau sulit untuk

mendapatkan bahan pakan hijauan. Dengan demikian bahan pakan berkelanjutan

menjadi masalah yang cukup serius dalam melaksanakan suatu usaha peternakan.

Bahan pakan yang berasal dari limbah pertanian mempunyai kandungan

serat kasar yang tinggi. Kadar serat kasar yang tinggi dapat menganggu

pencernaan zat-zat lain akibatnya tingkat kecernaan menjadi menurun. Pemberian

pakan dari limbah pertanian sebagai pakan ternak dirasa perlu untuk mengetahui

seberapa jauh peranan hasil samping industri pertanian dan perkebunan terhadap

pertumbuhan domba setelah diolah menjadi pakan dalam bentuk kering.

Daging merupakan salah satu kebutuhan dasar pangan masyarakat. Pada

umumnya konsumsi daging masyarakat Indonesia (terutama golongan

berpenghasilan rendah yang merupakan bagian terbesar dari rakyat Indonesia)

masih sedikit dan jauh dari pemenuhan kebutuhan gizi. Karena itu usaha

(15)

sangat penting. Untuk menunjang usaha perbaikan gizi rakyat, perlu kiranya lebih

dianekaragamkan penyediaan jenis-jenis ternak potong (Suriaatmadja, 1980).

Saat ini dibutuhkan suatu pemecahan masalah pakan untuk ternak domba.

Salah satu faktor pembatas laju peningkatan usaha peternakan yaitu ketersediaan

pakan dan merupakan faktor pembatas terbesar adalah pembiayaan produksi

peternakan. Untuk mengatasi masalah tersebut alternatif pilihan adalah

pemanfaatan limbah hasil pertanian yang salah satunya adalah ubi kayu.

Produksi ubi kayu di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup pesat

dalam lima tahun terakhir ini dari sebesar 19.321.183 ton pada tahun 2005

menjadi 21.786.691 pada tahun 2009, atau mengalami peningkatan sebesar

11,32% (Departemen Pertanian, 2009). Peningkatan produksi tersebut

menyebabkan limbah pengolahan ubi kayu dan agroindustrinya juga meningkat

sehingga cukup potensial digunakan sebagai pakan. Bahan pakan yang berasal

dari limbah pascapanen tanaman ubi kayu antara lain pucuk ubi kayu, batang ubi

kayu, kulit ubi kayu dan onggok tergolong sebagai pakan sumber karbohidrat

mudah dicerna.

Pemamfaatan limbah ubi kayu sebagai sumber bahan pakan ternak masih

sangat sedikit sementara perkembangan peternakan terus meningkat dengan laju

pertumbuhan 12,9%/ tahun. Meningkatnya produksi limbah tanaman dan produksi

ubi, Limbah tersebut dapat dimanfaatkan sebagai pakan pengganti hijauan yang

ketersediaanya semakin terbatas.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk mengetahui sejauh

(16)

pakan alternatif guna meningkatkan bobot karkas dan non karkas pada ternak

domba jantan lokal lepas sapih.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemanfaatan

pakan komplit hasil samping ubi kayu terhadap karkas dan non karkas domba

jantan lokal lepas sapih.

Hipotesis Penelitian

Penggunaan pakan komplit hasil samping ubi kayu dapat berpengaruh

positif terhadap bobot karkas dan non karkas pada domba jantan lokal lepas sapih.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini di harapkan dapat memberikan informasi bagi peneliti,

peternak dalam pengembangan usaha peternakan domba, instansi terkait mengenai

pemamfaatan pakan komplit hasil samping ubi kayu terhadap produksi domba

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Ternak Domba

Domba memiliki kedudukan yang sama dalam sistematika hewan yaitu:

Filum: Chordata, Sub Filum: Vertebrata (bertulang belakang), Marga:

Gnatostomata (mempunyai rahang), Kelas: Mammalia. Bangsa: Placentalia

(mempunyai plasenta), Suku: Ungulata (berkuku), Ordo: Artiodactyla (berkuku

genap), Sub ordo: Seledontia, Famili: Caprinus, Genus: Ovis, Spesies: Ovis aries

(Kartadisastra, 1997).

Ciri domba Indonesia adalah bertumbuh kecil, sehingga bobot badannya

juga kecil. Domba jantan yang bertanduk mempunyai bobot badan 30-40 kg, yang

betina tidak bertanduk berkisar 15-20 kg (Sumoprastowo, 1993).

Domba asli Indonesia adalah domba yang memiliki ekor tipis, populasinya

ada di Jawa Barat dan Jawa Tengah sekitar 80%. Domba ini mempunyai tubuh

dan bentuk badan yang kecil, serta memiliki ciri yang lain yaitu: Badannya

memiliki bulu yang berwarna putih, tetapi ada yang berwarna lain, seperti

hitam belang-belang yang terletak disekitar mata, domba jantan memiliki tanduk

yang kecil sedangkan domba betina tidak memiliki tanduk, ekor relatif tipis dan

kecil, domba jantan dewasa memiliki bobot badan sekitar 30-40 kg sedangkan

bobot badan betina sekitar 15-20 kg (Kartadisastra, 1997).

Domba dan kambing merupakan jenis ternak potong yang tergolong ternak

ruminansia kecil, yang menyusui anak-anaknya. Di samping sebagai penghasil

daging yang baik, domba dan kambing juga menghasilkan kulit yang dapat

(18)

kerajinan dan lain-lain. Sedangkan khusus untuk domba dapat menghasilkan bulu

(wol) yang sangat baik untuk keperluan bahan sandang (Cahyono, 1998).

Pertumbuhan Ternak Domba

Pertumbuhan adalah pertambahan dalam bentuk dan berat dan

jaringan-jaringan urat daging, tulang, otak, dan jaringan-jaringan-jaringan-jaringan tubuh yang lainnya.

Lebih lanjut dikatakan pertumbuhan murni adalah penambahan dalam jumlah

protein dan zat-zat mineral, sedangkan pertambahan akibat penimbunan lemak

atau penimbunan air bukanlah pertumbuhan murni (Anggorodi, 1990).

Dalam pertumbuhan hewan tidak sekedar meningkatkan berat badannya,

tetapi juga menyebabkan konformasi tingkat pertumbuhan komponen tubuh,

dalam hal ini urat dari karkas atau daging yang akan dikomsumsi manusia

(Parakkasi, 1995).

Komponen tubuh secara kumulatif mengalami pertambahan berat selama

pertumbuhan sampai mengalami kedewasaan. Jaringan-jaringan tubuh mengalami

pertumbuhan maksimal. Komposisi kimia komponen-komponen tubuh termasuk

tulang, otot dan lemak. Tulang, otot dan lemak merupakan komponen utama

penyusun tubuh (Soeparno, 1994).

Pada domba sampai dengan umur 2,5 bulan, pertumbuhan absolute akan

berjalan lambat. Umur 2,5 bulan sampai dengan masa pubertas, terjadi kenaikan

pertumbuhan yang cepat dan saat domba mencapai pubertas, terjadi kembali

perlambatan pertumbuhan dan kurva akan menjadi lebih landai pada saat

mencapai titik belok atau inflection point pubertal (Anggorodi, 1990).

Ternak yang mempunyai potensi genetik mempunyai pertumbuhan yang

(19)

memiliki efesiensi produksi yang tinggi dan adanya keragaman yang besar dalam

konsumsi bahan kering (Devendra, 1994).

Pencernaan Pada Domba

Ternak ruminansia memiliki empat bagian perut yaitu rumen, reticulum,

omasum dan abomasum, keempatnya tidak mempunyai perbedaan yang nyata

ketika ternak dilahirkan. Bagian perut yang terakhir mempunyai ukuran lebih

besar dibanding ketiga bagian perut yang lain (Kartadisastra, 1997).

Domba merupakan jenis ternak ruminansia kecil termasuk hewan mamalia

menyusui anaknya. Domba memiliki saluran pencernaan (tractus digestivus) yang

unik dan komplek pada bagian lambungnya dimana dibagi atas empat bagian

yaitu rumen, reticulum, omasum dan abomasum (Cahyono, 1998).

Proses pecernaan ternak ruminansia dimulai di mulut. Dalam ruang mulut,

ransum yang masih berbentuk kasar dipecah menjadi partikel-partikel kecil

dengan cara pengunyahan dan pembahasan saliva. Dari mulut ransum masuk

kedalam rumen melalui oesophagus. Didalam rumen proses penghalusan

partikel-partikel ransum berjalan terus, komponen yang belum dapat dihaluskan

dalam rumen akan dikembalikan kedalam mulut dalam bentuk bolus-bolus

(Siregar, 1994).

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa hijauan yang dicincang sekitar

5 -10 cm akan lebih efisien dikonsumsi oleh domba, karena bentuknya yang

kecil-kecil. Dengan pencincangan, domba akan mengambil cincangan hijauan

tersebut sesuai dengan kapasitas mulutnya. Berbeda halnya dengan hijauan yang

masih utuh, domba mengambilnya dalam jumlah yang lebih banyak, dan sesekali

(20)

lantai kandang yang kotor. Akhirnya hijauan tidak terkonsumsi. Pencincangan

hijauan membutuhkan beberapa tindakan lain agar tujuan efisiensi pemberian

pakan tercapai (Sodiq dan Abidin, 2002).

Pakan Domba

Dalam usaha peternakan, pakan merupakan salah satu aspek yang penting.

Keberhasilan usaha peternakan ditentukan oleh kondisi pakan yang diberikan

kepada ternak. Pakan yang diberikan jangan sekedar untuk mengatasi lapar atau

sebagai pengisi perut saja, melainkan harus benar-benar bermamfaat untuk

kebutuhan hidup, membentuk sel-sel baru, mengganti sel-sel yang telah rusak dan

untuk produksi (Widayati dan Widalestari, 1996).

Kebutuhan ternak ruminansia terhadap pakan dicerminkan oleh

kebutuhannya terhadap nutrisi. Jumlah kebutuhan nutrisi setiap harinya sangat

tergantung kepada jenis ternak, umur, fase pertumbuhan (dewasa, bunting,

menyusui), kondisi tubuh (normal, sakit) dan lingkungan tempat hidupnya

(temperatur, kelembaban, nisbi udara) serta bobot badannya. Jadi setiap ekor

ternak yang berbeda kondisinya membutuhkan pakan yang berbeda

(Kartadisastra, 1997).

Pakan bagi ternak domba dari sudut nutrisi merupakan salah satu unsur

yang sangat penting dalam menunjang kesehatan, pertumbuhan dan reproduksi

ternak. Pakan sangat esensial bagi ternak domba karena pakan yang baik akan

menjadikan ternak sanggup melaksanakan kegiatan serta fungsi proses untuk

pertumbuhan, reproduksi dan produksi dalam tubuh secara normal, sehingga dapat

menjaga keseimbangan jaringan tubuh dan membuat energi, sehingga mampu

(21)

Bahan pakan berserat seperti hijauan merupakan bahan pakan sumber

energi dan secara alamiah ternak domba lebih menyukai bahan pakan berserat dari

pada konsentrat. Hijauan tersebut pada umumnya merupakan bahan pakan yang

kandungan serat kasarnya relatif tinggi. Ternak ruminansia mampu mencerna

hijauan yang umumnya mengandung selulosa yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh

adanya mikroorganisme di dalam rumen. Makin tinggi populasinya akan semakin

tinggi pula kemampuan mencerna selulosa (Siregar, 1994).

Pemilihan pakan pun harus mendapat perhatian, hendaknya pakan

yang diberikan tidak dalam keadaan rusak (busuk, bercendawan), disukai ternak,

bebas dari penyakit, mudah didapat dan murah hargannya. Yang tidak kalah

pentingnya adalah pakan-pakan yang diberikan harus berkualitas tinggi, yaitu

mengandung zat-zat yang diperlukan oleh tubuh ternak dalam hidupnya, seperti

air, karbonhidrat, mineral dan vitamin (Widayati dan Widalestari, 1996).

Kebutuhan harian zat-zat makanan untuk ternak domba dapat dilihat pada

tabel 1.

Tabel 1. Kebutuhan harian zat-zat pakan untuk ternak domba.

BB(Kg) BK Energi Protein Ca P

(22)

Hijauan

Hijauan merupakan sumber bahan pakan ternak yang utama dan sangat

besar peranannya bagi ternak ruminansia (sapi, kerbau, kambing dan domba) baik

untuk hidup pokok, pertumbuhan produksi (daging, susu) maupun untuk

reproduksi .Persedian rumput yang merupakan sumber pakan hijauan di Indonesia

sangat dipengaruhi oleh musim .Saat musim hujan, tanaman hijauan dapat tumbuh

baik ,sehingga kebutuhan pakan hijauan dapat tercukupi. Sebaliknya pada musim

kemarau, tanaman hijauan yang dihasilkan akan sangat berkurang dalam jumlah

dan kualitasnya( Astuti dan Sukarni,2004).

Menurut Siregar (1994), hijauan diartikan sebagai pakan yang

mengandung serat kasar, atau bahan yang tak tercerna, relatif tinggi. Lebih lanjut

dijelaskan bahwa ternak ruminansia membutuhkan sejumlah serat kasar dalam

ransumnya agar proses pencernaan berjalan secara lancar dan optimal. Sumber

utama dari serat kasar itu sendiri adalah hijauan.

Bungkil Inti Sawit

Bungkil inti sawit adalah hasil akhir proses ekstrasi minyak sawit.

Penggunaannya sebagai pakan ternak telah banyak dilaporkan oleh para peneliti.

Pengujian nilai nutrisinya telah dilakukan pada domba dan sapi perah

(Devendra, 1997).

Bungkil inti sawit mempunyai kandungan nutrisi yang lebih baik

daripada solid sawit. Produksi rata-rata sekitar 40 ton/ hari. Bahan pakan ini

sangat cocok terutama untuk bahan konsentrat ternak, namun penggunaannya

(23)

oleh karena itu, perlu diberikan secara bersama-sama dengan bahan pakan lainnya

(Mathius, 2003).

Kandungan protein bungkil inti sawit lebih rendah dari bungkil yang lain.

Namun demikian masih dapat dijadikan sebagai sumber protein. Kandungan asam

amino essensial cukup lengkap, imbangan kalsium dan posfornya cukup seimbang

(Lubis, 1993).

Adapun nilai nutrisi bungkil inti sawit dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Nilai nutrisi bungkil inti sawit

Zat nutrisi Kandungan (%)

Sumber: Laboratorium Ilmu Makanan Ternak IPB, Bogor (2000)

Garam

Garam yang dimaksud disini adalah garam dapur (NaCl), dimana selain

berfungsi sebagai mineral juga berfungsi meningkatkan palatabilitas

(Pardede dan Asmira, 1997).

Garam berfungsi untuk merangsang sekresi saliva. Terlalu banyak garam

akan menyebabkan retensi air sehingga menimbulkan odema. Defisiensi garam

lebih sering terdapat pada hewan herbivora daripada hewan lainnya. Karena

hijauan dan butiran mengandung sedikit garam. Gejala defisiensi garam adalah

bulu kotor, makan tanah, keadaan badan tidak sehat, nafsu makan hilang dan

(24)

Molases

Molases adalah hasil samping pabrik gula tebu yang berbentuk cairan

kental berwarna kecoklat-coklatan. Molases dapat diganti sebagai bahan pakan

ternak yang berenergi tinggi. Disamping rasanya manis juga dapat memperbaiki

rasa pakan dan aroma. Manfaat penggunaan molases sebagai bahan pakan ternak

adalah kadar karbohidratnya yang tinggi, vitamin dan mineral yang cukup

sehingga dapat digunakan meskipun sebagai pendukung (Rangkuti et al., 1985).

Adapun nilai nutrisi molases dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Nilai nutrisi molases

Sumber: Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan Ternak Program Studi Peternakan, FP-USU (2000).

Urea

Urea yaitu diamida asam karbonat, adalah hasil akhir utama metabolisme

nitrogen pada mamalia. Urea bila diberikan pada ruminansia, akan melengkapi

sebagian dari protein hewani yang dibutuhkan karena urea tersebut disintesis

menjadi protein mikroorganisme dalam rumen (Aggorodi, 1994).

Urea adalah bahan pakan sebagai sumber nitrogen yang dapat

difermentasi. Urea dalam proporsi tertentu mempunyai dampak positif terhadap

peningkatan konsumsi serat kasar dan daya cerna (Kartadisastra, 1997).

(25)

dicerna oleh tubuh ternak maka urea akan diabsorbsi oleh dinding rumen,

kemudian dibawa aliran darah ke hati dibentuk kembali amonium yang kemudian

disekresikan melalui urin (Parakkasi, 1995).

Mineral

Mineral adalah zat anorganik yang dibutuhkan dalam jumlah yang kecil,

namun berperan penting agar proses fisiologis dapat berlangsung dengan baik.

Mineral digunakan serbagai kerangka pembentukan tulang dan gigi, pembentukan

darah dan pembentukan jaringan tubuh serta dibutuhkan sebagai komponen enzim

yang berperan dalam proses metabolism didalam sel. Penambahan mineral dalam

ransum domba dapat mencegar kekurangan mineral didalam makanan

(Setiadi dan Inounu, 1991).

Mineral merupakan nutrisi yang essensial selain digunakan untuk

memenuhi kebutuhan ternak juga memasok kebutuhan mikroba rumen. Tubuh

ternak ruminansia terdiri atas mineral kurang lebih 4%. Dijumpai ada 31 jenis

mineral yang terdapat pada tubuh ternak ruminansia yang dapat diukur tetapi

hanya 15 jenis mineral yang tergolong essensial untuk ternak ruminansia. Agar

pertumbuhan dan perkembangbiakan yang optimal, mikroba rumen membutuhkan

15 jenis mineral essensial yaitu 7 jenis mineral essensial makro yaitu Ca, K, P,

Mg, Na, Cl dan S. Jenis mikro ada 4 yaitu Cu, Fe, Mn dan Zn dan 4 jenis mineral

esensial langka yaitu I, Mo, Co dan Se (Siregar, 2009).

Ubi Kayu (Manihot Utillissima)

Coursey et al. (1974), menyatakan bahwa bagian yang terpenting dari ubi

kayu adalah akarnya, akar dikenal sebagai umbi. Selain itu daunnya juga dapat

(26)

Singkong yang juga dikenal sebagai ketela pohon atau ubi kayu

adalah pohon tahunan tropika dan subtropika dari keluarga Euphorbiaceae.

Umbinya dikenal luas sebagai makanan pokok penghasil karbohidrat dan

daunnya sebagai sayuran. Umbi akar singkong banyak mengandung glukosa

dan dapat dimakan mentah. Umbi yang rasanya manis menghasilkan paling

sedikit 20 mg HCN perkilogram umbi akar yang masih segar

(http//www.jurnal universitas sumatera utara ).

Tabel 4. Kandungan Nutrisi Limbah Ubi Kayu

Bahan Bahan

Pengolahan ubi kayu menjadi tepung tapioka dihasilkan limbah yang

disebut onggok. Ketersediaan onggok sangat bergantung pada jumlah varietas dan

mutu ubi kayu yang diolah menjadi tapioka, ekstraksi pati tapioka. Dalam

pengolahan ubi kayu menghasilkan 15-20 % dan 5-20 % onggok kering,

sedangkan onggok basah dihasilkan 70-79 %. Adapun nilai gizi nutrisi onggok

dapat dilihat pada Tabel 4.

(27)

Daun Ubi Kayu

Dengan pengolahan yang sederhana racun dapat berkurang atau hilang

sehingga ternak akan menyukainya. Hijauan daun ubi kayu, penggunaannya harus

dilayukan 1 malam atau dijemur 2-3 jam agar racun HCN yang dikandungnya

dapat hilang sehingga tidak meracuni ternak (Cahyono, 1998)..

Pelet

Bahan baku mempunyai pengaruh yang sangat nyata terhadap kualitas

pelet. Kandungan perekat (binder) alami (misalnya pati), protein, serat, mineral

dan lemak dari bahan baku akan mempengaruhi kualitas pellet. Barley, gandum,

kanola dan rape seed meal mengandung perekat alami yang membentuk ikatan

fisik – kimia selama proses untuk menghasilkan pelet yang berkualitas lebih baik

(Dozier, 2001).

Pembuatan pakan komplit dalam bentuk pelet mengharuskan adanya

proses penepungan agar diperoleh bentuk dan tekstur pelet yang baik. Proses

penepungan dapat meningkatkan konsumsi roughage, walaupun sering disertai

pula dengan penurunan tingkat kecernaan, akibat menurunnya waktu tahan

(28)

Parameter Penelitian

Karkas

Karkas adalah bobot tubuh dari ternak setelah pemotongan dikurangi dari

berat kepala, darah, organ-organ internal, kaki (carpus dan tarsus) kebawah dan

kulit (Soeparno, 1994).

Jika hewan telah dipotong, semua isi perut kecuali buah pinggang dan isi

dada dikeluarkan, kepala, kulit, ekor dan kaki bagian bawah telah dipisahkan,

maka bagian yang telah bersih dinamakan karkas. Persentase karkas domba

khusus digemukkan 56 – 58%, domba yang digemukkan 45 – 55% dan domba

umur 12 – 16 minggu 48 – 50% (Sumoprastowo, 1993).

Hasil pemotongan ternak dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian

karkas dan bagian non karkas. Bagian karkas mempunyai nilai ekonomi yang

lebih tinggi sesuai dengan tujuan pemotongan ternak, yaitu untuk mendapatkan

daging (Soeparno, 1994).

Karkas sebagai satuan produksi dinyatakan dalam persentase karkas dan

bobot karkas. Persentase karkas merupakan perbandingan antara bobot karkas

dengan bobot potong yang dinyatakan dalam persen. Persentase karkas

dipengaruhi oleh bobot karkas, bobot lemak, kondisi ternak, bangsa, proporsi

bagian-bagian non karkas dan ransum yang diberikan (Soeparno, 1994).

Persentase karkas dipengaruhi oleh bobot karkas, bobot ternak, kondisi,

bangsa ternak, proporsi bagian-bagian non karkas, pakan yang diberikan dan cara

pemotongan ( Berg dan Butterfield, 1976).

Proporsi tulang, otot dan lemak sebagai komponen utama karkas

(29)

pertumbuhan juga dapat mempengaruhi komposisi karkas. Bila proporsi salah satu

variabel lebih tinggi maka proporsi salah satu variabel atau kedua variabel lainnya

lebih rendah (Soeparno.1994).

Semankin tinggi bobot potong yang diperoleh menyebabkan bobot karkas

segar dan persentase karkas semankin tinggi.(Herman.1983).

Pertumbuhan tubuh yang kemudian menjadi karkas terdiri atas tiga

jaringan utama yaitu tulang yang membentuk kerangka, urat yang membentuk

daging dan lemak. Ketiga jaringan itu tumbuh sangat teratur dan serasi, diantara

jaringan tersebut, jaringan tulanglah yang tumbuh paling awal, kemudian disusul

oleh pertumbuhan urat yang menyelubungi kerangka. Sedangkan lemak tumbuh

terakhir dan tumbuh paling cepat pada saat domba mendekati kemasakan tubuh.

Maka dapat dimengerti bahwa ternak domba yang masih muda persentase

tulangnya lebih tinggi, tetapi sebaliknya persentase daging dan lemaknya lebih

rendah (Sugeng, 1991).

Untuk kualitas karkas, khususnya karkas domba dapat ditentukan dari

beberapa segi, diantaranya sebelum ternak dipotong, pada waktu dipotong dan

setelah ternak dipotong. Kualitas karkas domba dipengaruhi oleh sistem

pemeliharaan dan perlakuan, seperti pemberian pakan, tatalaksana dan perawatan

kesehatan, sedangkan yang mempengaruhi kualitas karkas domba pada saat ternak

dipotong adalah pendarahan, pengulitan dan kontaminasi. Oleh sebab itu pada saat

ternak dipotong, darah harus dapat keluar secara sempurna (Murtidjo, 1993).

Kualitas karkas dapat diartikan dengan komposisi karkas serta distribusi

jaringan, otot dan lemak. Karakteristik yang menjadi pertimbangan dan menilai

(30)

Kualitas karkas adalah nilai karkas yang dihasilkan oleh ternak relatif

terhadap suatu kondisi pemasaran. Faktor yang menentukan nilai karkas meliputi

berat karkas, jumlah daging yang dihasilkan dan kualitas daging dari karkas yang

bersangkutan. Nilai karkas dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin atau tipe

ternak yang menghasilkan karkas, umur atau kedewasaan ternak dan jumlah

lemak itramuskular atau marbling didalam otot (Soeparno, 1994).

Pelayuan adalah penanganan karkas yang secara relatife belum mengalami

kerusakan mikrobial dengan cara penggantungan atau penyimpanan selama waktu

tertentu diatas titik beku karkas (-1,5 0 C). Karkas domba bisa dilayukan, karena dagingnya secara relatif sudah empuk bila domba dipotong pada umur yang

relatife masih mudah, dan kekakuan berlangsung dalam waktu yang cepat

(Soeparno, 1994).

Lemak

Lemak merupakan jaringan yang bersifat dinamis ,banyak terkumpul

dalam dingding rongga perut dan ginjal. Jaringan lemak ternak ruminansia relatife

stabil dari penaruh nutrisi dan lingkungan fisik disbanding dengan ternak

monogastrik (Crouse, et al, 1981).

Menurut Berg and butterfield (1979) mengatakan jumlah lemak dalam

tubuh adalah paling beragam dan sangat tergantung pada jumlah pakan dan ragan

pakan yang dikomsumsi .

Dan menurut Soeparno (1994) menyatakan bahwa dengan bertambahnya

umur, maka bobot tubuh akan bertambah sehingga bobot lemak akan meningkat

juga . Lemak akan ditimbun selama pertumbuhan dan perkembangan, sesuai

(31)

yang cepat, kemudian setelah mencapai pubertas laju pertumbuhan lemak

meningkat.

Perkembangan depot lemak subkutan domba bersifat lambat. Penimbunan

lemak pada bagian abdominal tidak diinginkan, karena akan mungurangi selisih

antar berat hidup dengan berat badannya. Salah satu mengurangi perlemakan

adalah dengan cara menvariasikan nutrisi ramsum akan meningkatkan pula

kandungan lemak tubuh dan peningkatan kandungan protein ramsum maka

jumlah lemak abdominal akan menurun (Hasibuan, 1996).

Non Karkas

Non karkas ternak adalah ahasil pemotongan ternak yang terdiri dari

kepala, kulit dan bulu, darah, organ- organ internal, kaki bagian bawah dari sendi

karpal untuk kaki depan dan sendi tarsal untuk kaki belakang (Soeparno, 1994).

Konsumsi nutrisi tinggi meningkatkan berat hati, rumen ,reticulum,

omasum, usus besar, usus kecil dan total alat pencernaan, tetapi menurunkan berat

kepala, kaki dan limpa. Jadi perlakuan nutrisional termasuk spesies pasture

mempunyai pengaruh terhadap berat bobot non karkas internal seperti hati,

paru-paru, jantung dan ginjal. Sedangkan berat komponen nono karkas eksternal

terutama kepala dan kaki tidak terpengaruh (Black, 1983).

Komponen non karkas menurut Lawrie (1995) adalah darah, kepala, kaki,

kulit, saluran pencernaan, intestine, kantong urin, jantung, trakea, paru-paru,

ginjal, limpa, hati dan jaringan lemak (yang melekat pada bagian tubuh tersebut).

Persentase bobot organ internal (perut, usus, hati, paru-paru, jantung, pankreas,

limpa, ginjal, oesophagus dan kantong kemih) antara 32-33% dari bobot potong.

(32)

kelenjar usus, penis, dan skrotum) adalah 20-24%, sedangkan persentase bobot

darah lebih kurang 4%. Konsumsi nutrisi tinggi meningkatkan berat hati, rumen,

retikulum, omasum, usus besar, usus kecil, dan total alat pencernaan, tetapi

menurunkan berat kepala, kaki dan limpa. Perlakuan nutrisional termasuk spesies

pastura mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap berat non karkas internal

seperti hati, paru-paru, jantung dan ginjal, sedangkan berat komponen non karkas

eksternal, terutama kepala dan kaki, tidak terpengaruh (Soeparno, 1994).

Pakan dapat mempengaruhi pertambahan berat komponen non karkas.

Domba yang mengkonsumsi pakan dengan kandungan energy yang tinggi,

mempunyai jantung yang lebih berat dari pada domba yang mengkonsumsi pakan

dengan kandungan energi rendah pada kondisi pemeliharaan didalam kandang

individu. Konsumsi nutrisi tinggi meningkatkan berat hati, rumen ,omasum, usus

besar, usus kecil dan total alat pencernaan, tetapi sebaliknya bagi berat kepala dan

kaki perlakuan dan nutrisi serta spesies pasture dan pangonan pada domba tidak

mempengaruhi berat kepala, kaki dan kulit pada berat tubuh yang sama

(Soeparno, 1994).

Forrest et al.(1975) menyatakan bahwa persentase karkas akan

meningkat dengan meningkatnya bobot potong, tetapi persentase non karkas

(33)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Program Studi

Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Penelitian

berlangsung selama 3 bulan di mulai dari September 2013 sampai Desember

2013.

Bahan dan Alat

Adapun jumlah domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah

sebanyak 12 ekor domba dengan kisaran bobot badan (7,75±1.75), ransum terdiri

dari kulit buah ubi kayu, batang muda ubi kayu, BIS, garam, daun ubi kayu dan

molases, air minum dberikan secara adlibitum, obat-obatan seperti obat cacing

(kalbazen),anti bloat (kembung) dan vitamin.

Alat

Kandang individual 12 unit beserta perlengkapannya, tempat pakan dan

minumnya masing-masing 12 buah, timbangan bobot hidup dan bobot non karkas

berkapasitas 50 kg dengan kepekaan 50 g, timbangan berkapasitas 2 kg dengan

kepekaan 10 g untuk menimbang pakan, mesin penggiling pakan (chopper), alat

pembersih kandang seperti sapu lidi,dan sekop, thermometer untuk mengetahui

suhu kandang, pisau dan cutter, ember, plastik, alat tulis, buku data dan

(34)

Metode penelitian

Adapun metode yang digunakan adalah rancangn acak lengkap (RAL) non

faktorial dengan 3 perlakuan 4 ulangan, yaitu:

P1: pemberian pakan hijauan 100%

P2: pemberian pakan komplit 50% + hijauan 50 %

P3: peberian pakan komplit 100%

Formulasi pakan selama penelitian

Perlakuan Bahan pakan Kandungan Nutrisi

(35)

Paremeter Penelitian

a. Bobot Karkas (Kg)

Bobot karkas adalah bobot yang diperoleh dari selisih bobot tubuh setelah

dipuasakan (bobot potong) dengan bobot darah, kepala, kaki, kulit, organ tubuh

bagian dalam (selain ginjal), alat reproduksi dan ekor.

b. Persentase Karkas (%)

Persentase karkas adalah bobot karkas segar dibagi dengan bobot tubuh kosong

dikali seratus persen.

c. Persentase Lemak (%)

1. Persentase lemak subkutan (%)

Diperoleh dari perbandingan bobot lemak subkutan dengan bobot karkas

dikali 100%.

2. Persentase lemak ginjal dan pelvis (%)

Diperoleh dari perbandingan bobot lemak ginjal dan pelisdengan bobot

karkas dikali 100%.

d. Bobot non karkas

Bobot non karkas diperoleh dengan menimbang semua bagian non karkas

yaitu bobot kepala , kaki, kulit,darah dan organ bagian dalm kecuali ginjal.

e. Persentase Non Karkas

Persentase bobot non karkas diperoleh dari perbandingan bobot non

karkas dengan bobot tubuh kosong dikali 100%

Pelaksanaan Penelitian

(36)

Kandang dan semua peralatan dibersihkan dan dicuci, kemudian dilakukan

pengapuran pada lantai dan dinding kandang sebelum proses pemeliharaan.

Selanjutnya kandang dan semua peralatan disemprot dengan Rhodallon

(dosis 10 ml / 2,5 liter air).

Pengacakan Domba

Domba yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 18 ekor,

penempatan domba dengan sistem pengacakan yang tidak membedakan bobot

badan domba. Sebelum dilakukan penimbangan bobot awal domba.

Pemberian Pakan dan Air Minum

Pakan yang diberikan adalah rumput segar, rumput segar dicampur dengan

pakan komplit dalam bentuk pellet dan pakan pellet, kemudian pakan dan air

minum diberi secara adlibitum, air diganti setiap harinya dan tempat air dicuci

bersih. Sisa pakan ditimbang untuk mengetahui konsumsi ternak tersebut.

Sebelum dilaksankan penelitian diadakan adpatasi 1 minggu.

Pemberian Obat-Obatan

Ternak domba sebelum pelaksanaan penelitian terlebih dahulu diberikan

obat cacing Kalbazen selama adaptasi untuk menghilangkan parasit dalam saluran

pencernaan, sedangkan obat lainnya diberikan apabila ternak sakit dan

disesuaikan.

Penimbangan Ternak Domba

Penimbangan bobot badan dilakukan pada awal dilakukannya perlakuan

penelitian dan pengambilan data pertambahan bobot badan selama dua minggu

(37)

Pemotongan Ternak Domba

Pemotongan ternak domba dilakukan sesuai syariat Islam setelah

dipuasakan selama 24 jam. Pemotongan domba dilakukan dengan memotong vena

jugularis, oesophagus dan trachea (dekat tulang rahang bawah), tujuannya agar

terjadi pengeluaran darah yang sempurna. Darah ditampung dalam satu wadah dan

ditimbang bobotnya (bobot darah) kemudian ujung oesophagus diikat agar isi

rumen tidak keluar apabila ternak digantung.

Kepala dilepaskan dari tubuh kemudian ditimbang (bobot kepala), kaki

depan (carpus) ke bawah dan kaki belakang (tarsus) ke bawah dilepas dan

ditimbang (bobot kaki), ekor dilepas dan ditimbang (bobot ekor). Kedua kaki

belakang ternak tersebut digantung kemudian kulitnya dilepas dan ditimbang

bobotnya (bobot kulit).

Semua organ tubuh bagian dalam dikeluarkan yaitu hati, limfa, jantung,

paru-paru, trachea, alat pencernaan, empedu dan alat reproduksi kecuali ginjal

kemudian ditimbang masing-masing.

Bobot yang diperoleh dari selisih bobot potong dengan bobot darah,

kepala, kaki, kulit, ekor, organ tubuh bagian dalam (selain ginjal) dan alat

reproduksi disebut bobot karkas. Setelah diperoleh bobot karkas, karkas

dimsukkan ke dalam alat pendingin selama 24 jam untuk diuraikan agar lemaknya

(38)
(39)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bobot Karkas

Bobot karkas merupakan bobot yang diperoleh dari selisih bobot tubuh

setelah dipuasakan (bobot potong) dengan bobot darah, kepala, kaki, kulit, organ

tubuh bagian dalam (selain ginjal), alat reproduksi dan ekor . Data rataan bobot

karkas dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6.Rataan bobot karkas domba jantan selama penelitian lokal (g/ekor)

Perlakuan Ulangan Total Rataan Sd

1 2 3 4

P1 3154 3278 3093 3119 12644 3161 81,91

P2 3482 4121 3478 4223 15304 3826 401,69

P3 4235 3304 4332 4429 16300 4075 520,07

Total 10871 10703 10903 11771 44248

Rataan 3623,7 3567,7 3634,3 3923,7 3687,333

Tabel 6 di atas dapat rataan bobot karkas tertiggi yang diperoleh dari hasil

penelitian ada pada perlakuan P3 (Pakan komplit ubi kayu klon berbentuk pelet

100%) yaitu sebesar 4075g dan terendah pada perlakuaan P1 (Pakan hijauan

100%) sebesar 3161g .

Untuk mengetahui pengaruh pemberiaan pakan komplit hasil samping ubi

kayu klon terhadap bobot karkas, maka dilakukan analisis keragaman yang tertera

pada tabel 7.

(40)

SK dB JK KT F Hitung F Tabel

0,01 0,05

Perlakuan 2 1786163 893081,3 6,11* 4,26 8,02

Galat 9 1315606 146178,4

Total 11 3101769

Keterangan: * nyata

Penelitian ini memberikan hasil bahwa hewan yang memiliki bobot hidup

besar akan memiliki bobot karkas yang besar juga. Bobot domba pada P3

memiliki bobot paling besar dikarenakan bobot hidup yang dimiliki oleh hewan

juga besar. Bobot domba pada P1 memiliki bobot paling kecil dikarenakan bobot

hidupnya juga merupakan bobot paling kecil diantara P2 dan P3. Penelitian ini

memberikan hasil bahwa semakin besar bobot hidup hewan akan menghasilkan

bobot potong dalam bentuk karkas yang besar juga.

Pola pertumbuhan tergantung dari sistem manajemen (pengelolaan) yang

dipakai, tingkat nutrisi pakan yang tersedia, kesehatan dan iklim, dan potensi

pertumbuhan dipengaruhi oleh faktor bangsa, pakan dan jenis kelamin. Pemberian

pakan komplit hasil samping ubi kayu memberikan pengaruh nyata terhadap

bobot karkas, hal ini dikarenakan karena pakan hasil samping ubi kayu

mengandung nutrisi yang lebih baik dan mudah dicerna oleh ternak domba

sehingga menyebabkan pertumbuhan domba yang semakin cepat, pertumbuhan

berbanding lurus dengan pertumbuhan karkas ternak domba. Hal ini sesuai

dengan pernyataan Herman,(1993) yang menyatakan semakin tinggi bobot potong

yang diperoleh menyebabkan bobot karkas semankin tinggi .

Konsumsi protein yang tinggi mengakibatkan deposisi protein juga

semakin tinggi. Deposit protein dalam tubuh menentukan produksi dan

(41)

pertumbuhan hewan juga semakin baik. Bertambahnya umur hewan sejalan

dengan pertambahan bobot hidupnya, maka bobot karkas akan bertambah. Hal ini

sesuai dengan pernyataan Soeparno(1994) Umur, bobot hidup, dan kadar laju

pertumbuhan juga dapat mempengaruhi komposisi karkas. Bobot daging karkas

yang semakin meningkat disebabkan oleh konsumsi protein pakan yang juga

semakin meningkat .

Persentase Karkas

Persentase karkas adalah bobot karkas segar dibagi dengan bobot tubuh

kosong dikali seratus persen. Data rataan persentase karkas dapat dilihat pada

tabel 8.

Tabel 8 .Rataan persentase karkas domba jantan lokal selama penelitian (%)

Perlakuan Ulangan Total Rataan Sd

Rataan persentase bobot karkas tertinggi yang diperoleh dari penelitian ini

adalah pada P2 sebesar 45,69%, sedangkan persentase terkecil pada P3 sebesar

45,14%. Persentase terbesar tidak dihasilkan dari bobot hewan yang terbesar dari

ketiga Perlakuan ini.

Untuk mengetahui pengaruh pemberiaan pakan komplit hasil samping ubi

kayu klon terhadap persentase bobot karkas, maka dilakukan analisis keragaman

yang tertera pada Tabel 9.

(42)

SK dB JK KT F Hitung F Tabel

0,01 0,05

Perlakuan 2 0,68 0,34 0,02 4,26 8,02

Galat 9 124,02 13,78

Total 124,71

Dalam penelitian ini, domba pada P3 memiliki persentase karkas lebih

kecil dari P2 karena memiliki persentase lemak yang tinggi. Semakin tinggi

kandungan lemak dalam tubuh hewan, maka jumlah karkas dalam persentase akan

menurun. Penelitian ini memberikan hasil bahwa hewan yang besar belum tentu

memiliki perbandingan karkas terhadap bobot tubuh yang besar juga. Karkas

merupakan bagian terpenting dari hewan potong dan mendapat perhatian khusus

karena produksi daging dan nilai ekonomis hewan ditentukan oleh komposisi dan

produksi karkasnya (Sudjana,1987).

Persentase lemak subkutan

Persentase lemak subkutan diperoleh dari perbandingan bobot lemak

subkutan dengan bobot karkas dakali 100%. Data rataan persentase lemak

subkutan dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Rataan persentase lemak subkutan domba jantan lokal selama penelitian(%)

Perlakuan Ulangan Total Rataan Sd

1 2 3 4

P1 3,04 3,08 2,97 3,05 12,15 3,04 0,04

P2 3,02 2,84 3,31 2,70 11,86 2,97 0,26

P3 3,21 3,78 3,16 3,79 13,95 3,49 0,35

Total 9,27 9,70 9,44 9,54 37,96

(43)

Dari Tabel 10 di atas rataan persentase lemak subkutan yang tertinggi

yang diperoleh dari hasil penelitian ada pada P3 sebesar 3,49% dan yang

terendah pada P2 sebesar 2,97%.

Untuk mengetahui pengaruh pemberiaan pakan komplit hasil samping ubi

kayu klon terhadap persentase lemak subkutan, maka dilakukan analisis

keragaman yang tertera pada Tabel 11.

Tabel 11. Analisis ragam persentase lemak subkutan domba jantan lokal selama penelitian .

SK dB JK KT F Hitung F Tabel

0,01 0,05

Perlakuan 2 0,64 0,32 5,03* 4,26 8,02

Galat 9 0,57 0,06

Total 1,22 11

Hal yang menarik dalam penelitian ini adalah nilai lemak berbanding lurus

dengan bobot hidup. Semakin besar bobot hidup hewan akan memiliki jumlah

lemak yang besar juga, karena dengan meningkatnya bobot hidup terlihat

peningkatan juga pada nilai bobot lemak.Pada pakan P3 mengadung energi yang

tinggi yang berasal dari BIS dan molases diduga yang menyebabkan bobot lemak

tinggi hal ini didukung pernyataan Parakkasi (1995) yang menyatakan Ransum

yang mengandung energi tinggi cenderung meningkatkan komposisi lemak pada

karkas dibandingkan dengan ransum yang berenergi rendah. Pembatasan

konsumsi energi akan menurunkan perlemakan, walau pertumbuhan tulang dan

(44)

Persentase lemak ginjal dan lemak pelvis

Persentase lemak ginjal dan pelvis diperoleh dari perbandingan bobot

lemak ginjal dan pelvis dengan bobot karkas dikali 100%. Data rataan persentase

lemak ginjal dapat di lihat pada tabel 12.

Tabel 12. Rataan persentase lemek ginjal dan pelvis domba jantan lokal selama penelitian (%)

Perlakuan Ulangan Total Rataan Sd

1 2 3 4

P1 0,95 0,98 0,91 0,93 3,76 0,94 0,03

P2 0,98 1,16 0,95 1,21 4,30 1,07 0,13

P3 1,35 1,15 1,04 1,45 4,98 1,24 0,18

Total 3,27 3,29 2,89 3,58 13,04

Rataan 1,09 1,10 0,96 1,19 1,09

Dari Tabel 12 diatas rataan persentase lemak ginjal dan pelvis yang

tertinggi diperoleh dari hasil penelitian adalah ada P3 sebesar 1,24% dan terendah

ada pada P1 sebesar 0,94% .

Untuk mengetahui pengaruh pemberiaan pakan komplit hasil samping ubi

kayu klon terhadap persentase lemak ginjal, maka dilakukan analisis keragaman

yang tertera pada Tabel 13.

Tabel 13. Analisis ragam persentase lemak ginjal domba jantan lokal selama penelitian (%) .

SK dB JK KT F Hitung F Tabel

0,01 0,05

Perlakuan 2 0,19 0,09 5,38* 4,26 8,02

Galat 9 0,16 0,02

(45)

Berdasarkan hasil analisis ragam dapat di lihat bahwa pemberian pakan

komplit ubi kayu klon berbentuk pelet 100% berpengaruh nyata terhadap

persentase lemak ginjal dan pelvis. Bobot lemak ginjal dan pelvis juga

mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya bobot karkas dan umur

ternak . Hal ini didukung oleh pendapat Soeparno (1994) menyatakan bahwa

persentase lemak karkas akan bertambah dengan bertambahnya umur ternak.

Semakin besar bobot hidup hewan akan memiliki jumlah lemak yang besar

juga, karena dengan meningkatnya bobot hidup terlihat peningkatan juga pada

nilai bobot lemak. Pada pakan P3 mengadung energi yang tinggi yang berasal dari

BIS dan molases diduga yang menyebabkan bobot lemak tinggi hal ini didukung

pernyataan Parakkasi (1995) yang menyatakan Ransum yang mengandung energi

tinggi cenderung meningkatkan komposisi lemak pada karkas dibandingkan

dengan ransum yang berenergi rendah. Pembatasan konsumsi energi akan

menurunkan perlemakan, walau pertumbuhan tulang dan jaringan urat daging

mungkin masih dapat berlangsung .

Lemak merupakan salah satu sumber energi yang member kalori paling

tinggi. Lemak mempunyai pola pertumbuhan yang berbeda, pertumbuhan

lambat, tetapi pada saat fase penggemukan, pertumbuhannya meningkat dengan

cepat (Berg dan Butterfield 1979).

Non Karkas

Bobot non karkas diperoleh dengan menimbang semua bagian non karkas

yaitu bobot kepala , kaki, kulit,darah dan organ bagian dalm kecuali ginjal.

(46)

Tabel 14.Rataan bobot non karkas domba jantan lokal selama penelitian (g/ekor)

Tabel 14 di atas rataan bobot non karkas yang tertinggi diperoleh dari

hasil penelitian adalah ada P3 sebesar 5004,75 g dan terendah ada pada P1

sebesar 3899,25g.

Untuk mengetahui pengaruh pemberiaan pakan komplit hasil samping ubi

kayu klon terhadap bobot non karkas, maka dilakukan analisis keragaman yang

tertera pada Tabel 14.

Tabel 14. Analisis ragam bobot non karkas domba jantan lokal selama penelitian .

SK dB JK KT F Hitung F Tabel

0,01 0,05

Perlakuan 2 2465147 1232573 1,78 4,26 8,02

Galat 9 6237797 693088,5

Total 11 8702943

Pola pertumbuhan tergantung dari sistem manajemen (pengelolaan) yang

dipakai, tingkat nutrisi pakan yang tersedia, kesehatan dan iklim, dan potensi

pertumbuhan dipengaruhi oleh faktor bangsa, pakan dan jenis kelamin . Pakan

hasil samping ubi kayu pada P3 mengandung nutrisi yang lebih baik dan mudah

dicerna oleh ternak domba sehingga menyebabkan pertumbuhan domba yang

semakin cepat ,hal in diduga yang menyebabkan total non karkas pada P3 Lebih

(47)

menyatakan pakan dapat mempengaruhi pertambahan berat komponen non karkas. Domba yang mengkonsumsi pakan dengan kandungan energy yang tinggi, mempunyai jantung yang lebih berat dari pada domba yang mengkonsumsi pakan dengan kandungan energi rendah pada kondisi pemeliharaan didalam kandang individu. Konsumsi nutrisi tinggi meningkatkan berat hati, rumen ,omasum, usus besar, usus kecil dan total alat pencernaan, tetapi sebaliknya bagi berat kepala dan kaki perlakuan dan nutrisi serta spesies pasture dan pangonan pada domba tidak mempengaruhi berat kepala, kaki dan kulit pada berat tubuh yang sama .

Pesentase Bobot non Karkas

Persentase bobot non karkas diperoleh dari perbandingan bobot non karkas

dengan bobot tubuh kosong dikali 100% .Rataan persentase bobot non karkas

dapat di lihat pada tabel 15.

Tabel 15.Rataan persentase bobot non karkas domba jantan lokal selama penelitian (%)

Dari tabel 15 diatas rataan persentase bobot non karkas yang tertinggi

diperoleh dari hasil penelitian adalah ada P1 sebesar 56,88% dan terendah ada

pada P1 sebesar 49,93%.

Untuk mengetahui pengaruh pemberiaan pakan komplit hasil samping ubi

kayu klon terhadap persentase bobot non karkas, maka dilakukan analisis

(48)

Tabel 16. Analisis ragam bobot non karkas domba jantan lokal selama penelitian .

SK dB JK KT F Hitung F Tabel

0,01 0,05

Perlakuan 2 127,79 63,89 4,01 4,26 8,02

Galat 9 143,43 15,94

Total 11 271,22

Perlakuan yang diberi pada domba jantan lokal memberikan pengaruh

yang nyata terhadap persentase karkas tetapi tidak nyata pada persentase non

karkas hal ini didukung pernyataan Forrest et al.(1975) menyatakan bahwa

persentase karkas akan meningkat dengan meningkatnya bobot potong, tetapi

persentase non karkas seperti kulit, darah, lambung, usus kecil,dan hati menurun.

Rakapitulasi Hasil Penelitian

Rekapitulasi penelitian terhadap bobot karkas ,persentase karkas

persentase lemak subkutan ,persentase lemak ginjal dan pelvis ,bobot non karkas

dan persentase karkas dapat di lihat pada tabel 17.

Tabel 17.Rekapitulasi hasi penelitian pengaruh pemberian pakan komplit hasil samping ubi kayu klon terhadap domba jantan lokal lepas sapih.

Parameter

Perlakuan

P1 P2 P3

Bobot karkas( g/ ekor) 3161 3826 4075*

Persentase karkas (%) 45,24 45,69 45,14

(49)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pemberian pakan komplit hasil samping ubi kayu klon berpengaruh

positif meningkatkan bobot karkas dan non karkas tetapi berpengaruh tidak

nyata pada non karkas .

Saran

Untuk meningkatkan bobot karkas sebaiknya digunakan pakan komplit

hasil samping ubi kayu dikarenakan hasil samping ini mampu menggantikan

hijauan berupa rumput sehingga lahan pengembalaan dapat dijadikan sebagai

lahan perkebunan ubi kayu dan tercapai program integrasi perkebunan ubi kayu

(50)

DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi, R., 1990. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT Gramedia, Jakarta.

Anggorodi, R., 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT Gramedia, Jakarta.

Astuti P,S dan Sukarni. 2004. Kinerja Domba Lokal yang Mendapat Limbah Padat (Blotong) Industri Pabrik Gula .Karangayar ;APAKE

Black, J.L.,1983. Sheep Production. Editor W .Hereseign. Proc 35th .Easter school in Agric. Sci . University press , Sydney .

Berg and Butterfield . , 1979 . New concept of Cattle Growth , Sidney University Press .

Cahyono, B., 1998. Beternak Domba dan Kambing.Kanisius. Yogyakarta.

Crouse.,J.D, JR. Busborn ,R.A. Field and C.L. Faller.,1981. Effect of Breed, Diet, Sex,Location and Slaughter weight on Lambs Growth, Carcas Competition and Meat Flavour, Mc Graw Hill Book Company, New York.

Departemen Pertanian . 2009 . Basis Data Pertanian .http// database.deptan .go.id /bdsp/hasil_kom_asp.

Devendra, C. dan M. Burns, 1994. Produksi Kambing di Daerah Tropis. Institut Teknologi Bandung dan Universitas Udayana Bali.

Forrest, J.C., E.D. Aberde, H.B. Hendrck, M.D. Judge and R.A. Merkel, 1975. ciples of Meat Science. W.H. Freeman and Company, San Fransisco.

Hammond, J. R., I. L. Mason and T. J. Robinson,1976. Hammonds Farm Animal, Edward Arnold. London.

Hasibuan , J . M . , 1996 . Pengaruh Isi Rumen Sapi Sebagai Substitusi Dedak Dalam Ramsum Terhadap Bobot Badan , Karkas dan Lemak Abdominal Ayam Broiler . Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian , USU Medan .

Herman, R .,M. Duldjaman dan N. Sugana, 1983. Perbaikan Produksi Daging Kambing Kacang. Laporan Penelitian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

http// www . jurnal universitas sumatera utara . org

(51)

Lawrie , R.A ., 1995 . Ilmu Daging . Universitas Indonesia Press , Jakarta

Lubis , D.A , 1993 . Ilmu Makanan Ternak . PT . Pembangunan . Jakarta .

Mathius , I . W . , 2003 . Perkebunan Kelapa Sawit dapat Menjadi Basis Pengembanagn Kambing Potong . Warta Litbang Pertanian .

Martawidjaya, M. B. Setiadi dan S. S. Sitorus,1999, Pengaruh Tinggkat Protein Energi Ransum Terhadap Kinerja Produksi Kambing Kacang Muda. Balai Penlitian Ternak, Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner4(3).

Murtidjo, B. A., 1993, Memelihara Domba, Kanisius, Yogyakarta.

N. R. C. 1995, Nutrient Requirement of Sheep. National Academy of Science, Wasington DC

Parakkasi, A., 1995. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. UI Press, Jakarta.

________,, A., 1997. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia, UI Press, Jakarta.

Pardede , S . I . dan S . Asmira . , 1997 . Pengolahan Produk Sampingan Industri Pertanian Menjadi Permen Jilat Untuk Kambing Yang Dipelihara Secara Tradisional . Karya Tulis Ilmiah Bidang Study Peternakan Universitas Andalas ,Padang .

Rengkuti , M . A ., Musufie , P. Sitorus , I.P , Kompiang , N , Kusuma Wardani dan A. Roesjat .1985. Proceeding : Seminar Pemanfaatan Limbah Tebu Untuk Pakan Ternak , Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan . Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Depertanian Pertanian . Bogor .

Setiadi, B., dan I. Inounu, 1991. Beternak Kambing-Domba Sebagai Ternak Potong, Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian, Bogor.

Siregar, S.B., 1994. Pengawetan Pakan Ternak. Penebar Swadaya, Jakarta.

Siregar, Z., 2009. Pemanfaatan Hasil Samping Perkebunan dengan Penambahan Mineral dan Hidrolisat Bulu Ayam. Universitas Sumatera Utara, Medan.

Sodiq, A. dan Z. Abidin, 2002. Penggemukan Domba. Agromedia Pustaka, Jakarta.

(52)

Sudaratno, B. 1986. Daun Singkong Sebagai Sumber Pakan Trnak. Poultry Indonesia, Vol. VII. No. 75, Jakarta.

Sudjana , N ., 1987 . Evaluasi Daging . Fakultas Peternakan . IPB , Bogor .

Sugeng , Y . B ., 1991 . Beternak Domba . Penebar Swadaya , Jakarta .

Sumoprastowo , R.M., 1993. Beternak Domba Pedaging dan Wol . Bhatara , Jakarta .

Suriaatmadja, M .1980. Beternak di Pekarangan untuk Perbaikan Gizi Keluarga. Ed September 1980, No 4/ Tahun I. Darmais.

Sutardi, T. 1980. Landasan Ilmu Nutrisi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Tillman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, dan S. Lebdosoekojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

______, A.D., H. Hartadi., S. Reksohadiprodjo., S. Prawirokusumo., dan S Lebdosoekojo., 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

______,, A.D., H. Hartadi., S. Reksohadiprodjo., S. Prawirokusumo., dan S Lebdosoekojo., 1993. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Widayati, E dan Widalestari , Y., 1996 . Limbah Untuk Pakan Ternak . Trubus

(53)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 2.Analisis ragam bobot karkas domba jantan lokal selama penelitian .

SK dB JK KT F Hitung F Tabel

(54)

Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F

(55)

The SAS System 22:41 Thursday, April 1, 2014 3

The GLM Procedure

t Tests (LSD) for bobot karkas

NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate.

Lampiran 4. Analisis ragam persentase bobot karkas domba jantan lokal selama penelitian .

Lampiran 5. Analisis ragam persentase lemak subkutan domba jantan lokal selama penelitian .

(56)

The SAS System 22:41 Thursday, April 1, 2014 21

(57)

Lampiran 7. Analisis ragam persentase lemak ginjal domba jantan lokal selama

(58)

Lampiran 9. Analisis ragam bobot non karkas domba jantan lokal selama penelitian .

SK dB JK KT F Hitung F Tabel

0,01 0,05

Perlakuan 2 2465147 1232573 1,78 4,26 8,02

Galat 9 6237797 693088,5

Total 11 8702943

Lampiran 10. Analisis ragam bobot non karkas domba jantan lokal selama penelitian .

SK dB JK KT F Hitung F Tabel

0,01 0,05

Perlakuan 2 0,69 0,34 0,02 4,26 8,02

Galat 9 123,97 13,77

Gambar

Tabel 1. Kebutuhan harian zat-zat pakan untuk ternak domba.
Tabel 2. Nilai nutrisi bungkil inti sawit
Tabel 3. Nilai nutrisi molases
Tabel 4. Kandungan Nutrisi Limbah Ubi Kayu
+7

Referensi

Dokumen terkait

Judul : Pemanfaatan Kulit Daging Buah Kopi yang Diamoniasi pada Pakan Domba terhadap Performans Domba Lokal Jantan Lepas Sapih.. Nama :

Kesimpulan dari penelitian ini adalah pemanfaatan enceng gondok fermentasi tidak dapat meningkatkan keuntungan penggemukan ternak domba lokal jantan lepas sapih.. Kata kunci:

BENNY SYAH BRAYMANA, 2014 “Pemanfaatan Sisa Panen Tanaman Pisang Sebagai Pengganti Rumput Dalam Pakan Komplit Berbentuk Pelet Terhadap Performans Domba Lokal Jantan Lepas

dengan Mikroorganisme Lokal Dalam Pakan terhadap Karkas Kelinci

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji nilai usaha dari pemberian pakan ampas teh (Camellia sinensis) domba lokal jantan lepas sapih selama penggemukkan yang

Potensi ekonomi ternak domba sebagai lapangan usaha memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan ternak besar, yakni: badan ternak domba relatif kecil dan cepat dewasa,

Berdasarkan Tabel 2, hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pakan komplit hasil samping ubi kayu klon memberikan pengaruh sangat nyata terhadap kecernaan bahan

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada bulan September sampai dengan Desember