• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Usaha Pemanfaatan Eceng Gondok Fermentasi sebagai Pakan Domba Lokal Jantan Lepas Sapih

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Usaha Pemanfaatan Eceng Gondok Fermentasi sebagai Pakan Domba Lokal Jantan Lepas Sapih"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS USAHA PEMANFAATAN ECENG GONDOK

FERMENTASI SEBAGAI PAKAN DOMBA LOKAL JANTAN

LEPAS SAPIH

SKRIPSI

Oleh:

RONALD SITUMORANG 090306053

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ANALISIS USAHA PEMANFAATAN ECENG GONDOK

FERMENTASI SEBAGAI PAKAN DOMBA LOKAL JANTAN

LEPAS SAPIH

SKRIPSI

Oleh:

RONALD SITUMORANG 090306053/PETERNAKAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Skripsi : Analisis Usaha Pemanfaatan Eceng Gondok Fermentasi sebagai Pakan Domba Lokal Jantan Lepas Sapih

Nama : Ronald Situmorang

NIM : 090306053

Program Studi : Peternakan

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Ir. Tri Hesti Wahyuni, M.Sc Ir. Armyn Hakim Daulay, MBA.

Ketua Anggota

Mengetahui,

Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si Ketua Program Studi Peternakan

(4)

ABSTRAK

RONALD SITUMORANG, 2014: “Analisis Usaha Pemanfaatan Eceng Gondok Fermentasi Sebagai Pakan Domba Lokal Jantan Lepas Sapih”. Dibimbing oleh TRI HESTI WAHYUNI dan ARMYN HAKIM DAULAY.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis usaha penggunaan eceng gondok fermentasi terhadap domba lokal jantan lepas sapih umur 3 bulan. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada bulan Agustus sampai dengan Nopember 2013 menggunakan 20 ekor domba lokal jantan lepas sapih dengan rataan bobot badan awal 7,87±2,18kg. Rancangan yang dipakai dalam penelitian adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan terdiri dari P0: konsentrat + 100% rumput, P1: konsentrat + 40% rumput + 60% eceng gondok fermentasi MOL, P2: konsentrat + 40% rumput + 60% eceng gondok fermentasiTrichoderma harzianum, P3: konsentrat + 100% eceng gondok fermentasi MOL, P4: konsentrat + 100% eceng gondok fermentasi

Trichoderma harzianum. Metode yang digunakan adalah metode survey. Parameter yang diteliti adalah total biaya produksi, total hasil produksi, analisis laba/rugi, benefit cost ratio (B/C ratio) dan income over feed cost (IOFC).

Hasil penelitian menunjukkan rataan total biaya produksi (Rp) P3: 0,829 dan P4: 0,829. Hasil analisis menunjukkan pemanfaatan tidak menguntungkan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pemanfaatan enceng gondok fermentasi tidak dapat meningkatkan keuntungan penggemukan ternak domba lokal jantan lepas sapih.

(5)

ABSTRACS

RONALD SITUMORANG, 2014 : "Bussiness Analysis of Water Hyacinth Utilization of Water Hyacinth Fermentation Local Male Sheep Feed For Release Wean". Guided by TRI HESTIWAHYUNI and ARMYNHAKIM DAULAY.

This study aims to analyze the business use of water hyacinth fermentation of local weaning male sheep 3 months. The experiment was conducted at the Laboratory of Animal Biology Animal Husbandry Program Faculty of Agriculture, University of North Sumatra in August to November 2013 using 20 local male lambs with an average initial body weight 7.87 ± 2.18 kg. The design used in the study was a completely randomized design ( CRD ) with 5 treatments and 4 replications and further significantly different. Treatment consists of P0 : concentrate + 100 % grass, P1 : concentrate + 40 % grass + 60 % grass hyacinth fermentation MOL, P2 : concentrate + 40 % grass + 60 % grass hyacinth fermentation of Trichoderma harzianum, P3 : concentrate + 100 % water hyacinth MOL fermentation, P4 : concentrate + 100 % water hyacinth fermentation of Trichoderma harzianum. The method was used a survey method. The parameters studied were the total production cost,total production, analysis of profit/loss, the benefit cost ratio (B/C ratio)and income over feed cost (IOFC).

The results showed the average total cost of production (Rp) P0: 546.743,65 ; P1: 536.668,25 ; P2: 564.752,25 ; P3: 555.105,14 and P4: 524.799,68 respectively. Mean total production (Rp) P0: 441.400, P1: 440.400, P2: 462.800, P3: 460.300 and P4: 435.000 respectively. Mean

analysis of profits/losses (Rp) P0: -105.343,65 ; P1: -96.268,25 ; P2: -101.952,25 ; P3: -94.805,14 and P4: -89.799,68respectively. Mean IOFC (Rp)P0: 31.806,3 ; P1: 40.881,7 ; P2: 35.197,8 ; P3: 42.344,9 and P4: 48.650,3 respectively. The average B/C ratio P0: 0,807 ; P1: 0,821 ; P2: 0,817; P3: 0,829 and P4: 0,829 respectively. The analysis showed no beneficial use. The conclusion of this study is the utilization of water hyacinth fermentation does not benefit the weaning local male sheep.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan, Kotamadya Medan, Provinsi Sumatera Utara

pada tanggal 07 Oktober 1991 dari ayah Ramses Situmorang, SH dan

ibu Rostina Panggabean. Penulis merupakan anak ketiga dari lima bersaudara.

Tahun 2009 tamat dari SMA Santo Petrus Sidikalang dan pada tahun yang

sama masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur ujian

tertulis Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Penulis

memilih Program Studi Peternakan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Himpunan

Mahasiwa Peternakan (HMD). Selain itu penulis juga aktif dalam organisasi

Ikatan Mahasiswa Kristen Peternakan (IMAKRIP) sebagai ketua bidang infokom

2011-2012 dan organisasi Ikatan Mahasiswa Dairi (IMADA) sebagai anggota.

Pada tanggal 07 Juli 2012 sampai 17 Agustus 2012 penulis mengikuti

Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Situnggaling, Kecamatan Merek, Kabupaten

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala

rahmat dan kasih karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Analisis Usaha Pemanfaatan Enceng Gondok Fermentasi Sebagai Pakan

Domba Lokal Jantan Lepas Sapih”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada

kedua orang tua penulis yang telah mendidik penulis selama ini.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Ibu Ir. Tri Hesti Wahyuni, M. Sc dan

Bapak Ir. Armyn Hakim Daulay, MBA selaku ketua dan anggota komisi

pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan

berharga kepada penulis dari mulai menetapkan judul, melakukan penelitian,

sampai akhir pada ujian akhir.

Disamping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada civitas

akademika di Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera

Utara, serta semua rekan mahasiswa yang tak dapat disebutkan satu per satu disini

yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini

(8)

DAFTAR ISI Analisis Usaha Ternak Domba... 4

Total Biaya Produksi ... 5

Biaya pakan ... 6

Biaya bibit/biaya pembelian domba ... 6

Biaya obat-obatan ... 6

Biaya sewa kandang dan peralatan kandang ... 7

Biaya tenaga kerja ... 7

Total Hasil Produksi ... 7

Biaya penjualan domba ... 8

Biaya penjualan kotoran domba ... 9

Analisis Laba Rugi ... 9

B/C Ratio (Benefit Cost Ratio) ... 11

IOFC (Income Over Feed Cost) ... 12

Domba Lokal ... 12

Pertumbuhan dan Penggemukan Domba ... 13

Pakan Domba ... 13

Potensi Ternak Domba ... 15

Potensi Eceng Gondok ... 15

Fermentasi ... ... 17

Mikroorganismelokal ... 18

Lactobacillus sp ... 19

Rhizopus sp ... 19

Saccharomyces sp ... 20

Trichoderma harzianum ... 21

(9)

Bungkil Inti Sawit ... 22

Bahan dan Alat Penelitian Bahan ... 25

Pelaksanaan Penelitian ... 28

HASIL DAN PEMBAHASAN

Rekapitulasi Hasil Penelitian ... 40

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 42

Saran ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 43

(10)

DAFTAR TABEL

No. ... Hal.

1.Kebutuhan nilai nutrisi domba untuk pertumbuhan ... 14

2. Komposisi zat-zat nutrisi eceng gondok dalam bahan kering (%) ... 16

3.Biaya hijauan domba tiap perlakuan ulangan (Rp/ekor) ... 29

4. Biaya konsentrat domba tiap perlakuan ulangan (Rp/ekor) ... 30

5. Biaya pakan domba tiap perlakuan ulangan (Rp/ekor) ... 30

6. Biaya pembelian bibit domba tiap perlakuan ulangan (Rp/ekor) ... 30

7. Biaya obat-obatan tiap perlakuan ulangan (Rp/ekor) ... 31

8.Biaya sewa kandang dan peralatan tiap perlakuan ulangan (Rp/ekor) ... 31

9. Biaya tenaga kerja tiap perlakuan ulangan (Rp/ekor) ... 32

10.Hasil penjualan domba tiap perlakuan ulangan (Rp/ekor) ... 34

11. Hasil penjualan feses domba tiap perlakuan ulangan (Rp/ekor) ... 35

(11)

DAFTAR GAMBAR

No. ... Hal.

1. Total Biaya Produksi Tiap Perlakuan Ulangan (Rp/ekor) ... 33

2. Total Hasil Produksi Tiap Perlakuan Ulangan (Rp/ekor) ... 35

3. Analisis Laba/rugi Tiap Perlakuan Ulangan (Rp/ekor) ... 36

4. Income Over Feed Cost (IOFC) tiap perlakuan Ulangan (Rp/ekor) ... 39

(12)

ABSTRAK

RONALD SITUMORANG, 2014: “Analisis Usaha Pemanfaatan Eceng Gondok Fermentasi Sebagai Pakan Domba Lokal Jantan Lepas Sapih”. Dibimbing oleh TRI HESTI WAHYUNI dan ARMYN HAKIM DAULAY.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis usaha penggunaan eceng gondok fermentasi terhadap domba lokal jantan lepas sapih umur 3 bulan. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada bulan Agustus sampai dengan Nopember 2013 menggunakan 20 ekor domba lokal jantan lepas sapih dengan rataan bobot badan awal 7,87±2,18kg. Rancangan yang dipakai dalam penelitian adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan terdiri dari P0: konsentrat + 100% rumput, P1: konsentrat + 40% rumput + 60% eceng gondok fermentasi MOL, P2: konsentrat + 40% rumput + 60% eceng gondok fermentasiTrichoderma harzianum, P3: konsentrat + 100% eceng gondok fermentasi MOL, P4: konsentrat + 100% eceng gondok fermentasi

Trichoderma harzianum. Metode yang digunakan adalah metode survey. Parameter yang diteliti adalah total biaya produksi, total hasil produksi, analisis laba/rugi, benefit cost ratio (B/C ratio) dan income over feed cost (IOFC).

Hasil penelitian menunjukkan rataan total biaya produksi (Rp) P3: 0,829 dan P4: 0,829. Hasil analisis menunjukkan pemanfaatan tidak menguntungkan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pemanfaatan enceng gondok fermentasi tidak dapat meningkatkan keuntungan penggemukan ternak domba lokal jantan lepas sapih.

(13)

ABSTRACS

RONALD SITUMORANG, 2014 : "Bussiness Analysis of Water Hyacinth Utilization of Water Hyacinth Fermentation Local Male Sheep Feed For Release Wean". Guided by TRI HESTIWAHYUNI and ARMYNHAKIM DAULAY.

This study aims to analyze the business use of water hyacinth fermentation of local weaning male sheep 3 months. The experiment was conducted at the Laboratory of Animal Biology Animal Husbandry Program Faculty of Agriculture, University of North Sumatra in August to November 2013 using 20 local male lambs with an average initial body weight 7.87 ± 2.18 kg. The design used in the study was a completely randomized design ( CRD ) with 5 treatments and 4 replications and further significantly different. Treatment consists of P0 : concentrate + 100 % grass, P1 : concentrate + 40 % grass + 60 % grass hyacinth fermentation MOL, P2 : concentrate + 40 % grass + 60 % grass hyacinth fermentation of Trichoderma harzianum, P3 : concentrate + 100 % water hyacinth MOL fermentation, P4 : concentrate + 100 % water hyacinth fermentation of Trichoderma harzianum. The method was used a survey method. The parameters studied were the total production cost,total production, analysis of profit/loss, the benefit cost ratio (B/C ratio)and income over feed cost (IOFC).

The results showed the average total cost of production (Rp) P0: 546.743,65 ; P1: 536.668,25 ; P2: 564.752,25 ; P3: 555.105,14 and P4: 524.799,68 respectively. Mean total production (Rp) P0: 441.400, P1: 440.400, P2: 462.800, P3: 460.300 and P4: 435.000 respectively. Mean

analysis of profits/losses (Rp) P0: -105.343,65 ; P1: -96.268,25 ; P2: -101.952,25 ; P3: -94.805,14 and P4: -89.799,68respectively. Mean IOFC (Rp)P0: 31.806,3 ; P1: 40.881,7 ; P2: 35.197,8 ; P3: 42.344,9 and P4: 48.650,3 respectively. The average B/C ratio P0: 0,807 ; P1: 0,821 ; P2: 0,817; P3: 0,829 and P4: 0,829 respectively. The analysis showed no beneficial use. The conclusion of this study is the utilization of water hyacinth fermentation does not benefit the weaning local male sheep.

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kondisi peternakan domba di Indonesia pada umumnya masih belum

berkembang dengan baik. Peternakan domba yang diusahakan oleh peternak kecil

masih bercorak subsisten atau tradisional. Domba yang diusahakan oleh peternak

pada umumnya hanya 3 – 5 ekor per keluarga. Akibatnya, output daging domba

yang dihasilkan usaha ternak domba tidak optimal, padahal permintaan daging

domba dari tahun ke tahun terus meningkat. Permintaan daging domba meningkat

sebesar 3,6 persen per tahun. Data statistik pertanian pada tahun 2005

pertumbuhan permintaan berasal dari pertumbuhan penduduk sebesar 1,8 persen

pertahun dan pertambahan konsumsi per kapita sebesar 1,5 persen per tahun.

Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi daging domba melalui

pengembangan usaha ternak domba yang berskala kecil menjadi usaha ternak

yang berskala besar dan berorientasi pada laba sehingga pendapatan dan

kesejahteraan peternak akan meningkat.

Pemanfaatan limbah pertanian sebagai bahan pakan ternak merupakan

salah satu alternatif bijaksana dalam memenuhi kebutuhan nutrisi bagi ternak.

Limbah pertanian sebagai bahan pakan selalu dikaitkan dengan harga yang murah

dan kualitas yang rendah. Besaran pemanfaatan limbah sangat tergantung pada

potensi limbah baik secara kuantitas maupun kualitas yang dapat dimanfaatkan.

Saat ini dibutuhkan suatu pemecahan masalah pakan untuk ternak domba.

Salah satu faktor pembatas laju peningkatan usaha peternakan yaitu ketersediaan

(15)

peternakan. Untuk mengatasi masalah tersebut alternatif pilihan adalah

pemanfaatan limbah pertanian yang salah satunya adalah eceng gondok.

Eceng gondok (Eichhornia crassipes) merupakan tanaman gulma di

wilayah perairan yang hidup terapung pada air yang dalam atau mengembangkan

perakaran di dalam lumpur pada air yang dangkal. Eceng gondok berkembang

biak dengan sangat cepat, baik secara vegetatif maupun generatif.

Perkembangbiakan tanaman eceng gondok yang demikian cepat menyebabkan

tanaman eceng gondok telah berubah menjadi tanaman gulma di beberapa wilayah

perairan di Indonesia. Di kawasan perairan danau, eceng gondok tumbuh pada

bibir-bibir pantai sampai sejauh 5-20 m. Perkembangbiakan ini juga dipicu oleh

peningkatan kesuburan di wilayah perairan danau, sebagai akibat dari erosi dan

sedimentasi lahan, berbagai aktivitas masyarakat (mandi, cuci, kakus), budidaya

perikanan (keramba jaring apung), limbah transportasi air, dan limbah pertanian.

Keberhasilan peternak ditentukan 3 hal yaitu : Breeding, Feeding dan

Manajemen. Breeding adalah merupakan jenis yang digunakan untuk

pengemukan, sedangkan Feeding yang berkaitan dengan pakan yang digunakan

dalam penggemukan, dan Manajemen merupakan salah satu faktor yang

menentukan keberhasilan suatu peternak domba. Dalam menentukan penggunaan

pakan hendaknya melihat berbagai faktor diantara nilai ekonomi atau harga dari

pakan yang cukup tinggi, serta kesinambungan ketersediaan pakan yang tidak sulit

untuk memperoleh. Semakin baik pakan yang digunakan tentu akan berdampak

baik terhadap keuntungan, dengan catatan pakan murah tersebut juga berkualitas

baik. Dengan demikian perlu dilakukan suatu analisis untuk mengetahui apakah

(16)

Analisis usaha ternak domba merupakan kegiatan yang sangat penting bagi

suatu ternak yang mempunyai prospek cerah yang dapat dilihat dari analisis

usahanya. Berdasarkan data tersebut dapat diukur keuntungan usaha dan

tersedianya dana riil untuk periode selanjutnya. Melalui usaha ini dapat dicari

langkah pemecahan berbagai kendala yang dihadapi. Analisis dapat juga

memberikan informasi lengkap tentang modal yang diperlukan, penggunaan

modal, besar biaya untuk bibit (bakalan), ransum, kandang, lamanya modal

kembali dengan tingkat keuntungan uang diperoleh.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk meneliti analisis

usaha pemberian eceng gondok (Eichhornia crassipes) yang difermentasi dengan

mikroorganisme lokal (Rhizopus sp, Saccharomyces sp, Lactobacillus sp) dan

Trichoderma sebagai pakan domba lokal jantan lepas sapih.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui analisis usaha penggunaan eceng gondok fermentasi

sebagai pakan terhadap domba lokal jantan lepas sapih umur 3 bulan.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini dapat memberikan informasi bagi peneliti kalangan

akademik dan masyarakat tentang pemanfaatan enceng gondok fermentasi sebagai

bahan pakan pengganti hijauan dan bernilai gizi tinggi. Penelitian ini berguna

untuk mendapatkan data penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat untuk

mendapatkan gelar sarjana di Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Analisis Usaha Ternak Domba

Analisis usaha ternak merupakan kegiatan yang sangat penting bagi suatu

usaha ternak yang mempunyai prospek cerah dapat dilihat dari analisis usahanya.

Berdasarkan data tersebut dapat diukur keuntungan usaha dan tersedianya dana

yang riil untuk periode selanjutnya. Melalui analisis ini dapat dicari langkah

pemecahan berbagai kendala yang dihadapi. Analisis dapat juga memberikan

informasi lengkap tentang modal yang diperlukan, penggunaan modal, besar biaya

untuk bibit (bakalan), ransum, kandang, lamanya modal kembali dan tingkat

keuntungan uang diperoleh (Suharno dan Nazaruddin, 1994).

Sodiq danAbidin (2002) menyatakan bahwa berdasarkan skala usaha dan

tingkat pendapatan peternak, usaha peternakan di klasifikasikan antara lain

peternakan sebagai usaha sambilan yaitu pendapatan petani dari usaha ternaknya

tidak lebih tinggi dari 30% total pendapatannya, Peternakan sebagai cabang usaha

yaitu petani mengusahakan pertanian campuran (mixed farming) dengan usaha

ternak sebagai cabang usaha lainnya, pendapatan petani berkisar antara 30%-70%

dari total pendapatan usaha ternak secara keseluruhan, peternak sebagai pokok

usaha yaitu usaha ternak menjadi usaha pokok, sedangkan usaha tani lainnya

hanya sebagai usaha sampingan. Tingkat pendapatan petani berkisar antara

70 % - 100 % dari usaha ternak dan peternakan sebagai usaha industri yaitu usaha

peternakan sudah menjadi usaha pemeliharaan ternak dengan komoditas ternak

(18)

Usaha peternakan rakyat mempunyai ciri-ciri antara lain: skala usaha kecil

dengan cabang usaha, teknologi sederhana, produktivitas rendah, mutu produk

kurang terjamin, belum sepenuhnya berorientasi pasar dan kurang peka terhadap

perubahan – perubahan (Cyrilla danIsmail, 1988).

Total Biaya Produksi

Biaya adalah nilai dari semua korbanan ekonomis yang diperlukan yang

tidak dapat dihindarkan dapat diperkirakan dan dapat diukur untuk menghasilkan

suatu produk. Pengeluaran atau biaya bagi perusahaan adalah sebagai nilai input

yang digunakan untuk memproduksi suatu output tertentu. Pengeluaran

perusahaan adalah semua uang yang dikeluarkan sebagai biaya produksi

(Kadarsan, 1995).

Biaya tetap merupakan biaya yang secara total tidak mengalami perubahan

walaupun ada perubahan volume produksi ataupun sedangkan perubahan variabel

merupakan biaya yang secara total berubah sesuai dengan perubahan volume

produksi (Kasmir, 2008)

Biaya produksi merupakan sejumlah biaya yang dikeluarkan dalam suatu

usaha ternak. Biaya ini terdiri dari biaya tetap dan biaya tidak tetap atau biaya

variable. Biaya tetap merupakan biaya yang dikeluarkan untuk sarana produksi

dan berkali-kali dapat dipergunakan. Biaya tetap ini antara lain berupa lahan

usaha, kandang, peralatan yang digunakan dan sarana transportasi. Biaya tidak

tetap merupakan biaya yang dikeluarkan secara berulang-ulang yang antara lain

berupa biaya pakan, upah tenaga kerja, penyusutan kandang, penyusutan

peralatan, obat-obatan, vaksinasi dan biaya-biaya lain berupa biaya penerangan

(19)

Biaya pakan

Biaya pakan adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli pakan yang

diperoleh dari hasil perkalian antara pakan yang dikonsumsi dengan harga pakan

perkilogramnya. Efisiensi penggunaan pakan diharapkan mampu mengurangi

dampak dari kenaikan harga pakan yang seringkali berfluktuasi dan sangat

mempengaruhi tingkat pendapatan. Menurut Raharjo (1994) harga pakan yang

cenderung naik dan berfluktuasi dipengaruhi oleh kondisi tingkat harga bahan

baku pembuatan pakan.

Biaya bibit/ biaya pembelian domba

Biaya bibit adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli bibit. Harga

biaya bibit diperoleh dari hasil perkalian antara bobot badan awal dengan harga

bobot hidup perkilogramnya. Harga bibit domba jantan lokal lepas sapih adalah

Rp. 40.000/kg (Raharjo, 1994).

Biaya obat-obatan

Biaya obat-obatan adalah biaya yang diperoleh dari harga obat-obatan

yang diberikan pada ternak yang sakit. Pengobatan pada ternak diharapkan dapat

mengurangi resiko kematian, menghambat penyebaran penyakit ke lingkungan,

baik ke manusia maupun ternak lainnya. Menurut Aziz (2009) obat-obatan,

vaksin dan vitamin dapat digunakan sebagai alternatif manajemen resiko

produksi pada usaha ternak domba jantan lokal lepas sapih.

Biaya sewa kandang dan peralatan kandang

Biaya sewa kandang adalah biaya yang dikeluarkan untuk penggunaan

(20)

bermanfaat untuk mengurangi stimulasi yang dapat menyebabkan ternak stres,

dengan cara mengurangi kontak dengan manusia. Biaya peralatan kandang adalah

biaya yang digunakan untuk membeli perlengkapan kandang selama pemeliharaan

ternak. Peralatan kandang menurut Santoso (2009) antara lain meliputi, instalasi

listrik, instalasi air minum, tempat pakan, alas kandang, pemanas ruangan, tirai

kandang.

Biaya tenaga kerja

Biaya atau upah tenaga kerja adalah biaya yang dikeluarkan untuk

memelihara beberapa ternak. Setiap proses produksi diperlukan tenaga kerja

yang cukup memadai. Jumlah tenaga kerja yang diperlukan perlu disesuaikan

dengan kebutuhan sampai tingkat tertentu sehingga jumlahnya optimal. Jumlah

tenaga kerja yang diperlukan ini memang masih banyak dipengaruhi dan

dikaitkan dengan kualitas tenaga kerja, jenis kelamin, musim dan upah

tenaga kerja. Besar kecilnya upah tenaga kerja ditentukan oleh jenis kelamin.

Upah tenaga kerja pria umumnya lebih tinggi bila dibandingkan dengan upah tenaga

kerja wanita. Upah tenaga kerja ternak umumnya lebih tinggi daripada upah tenaga

kerja manusia (Antono, 2006).

Total Hasil Produksi

Perusahaan yang beroperasi atau mempunyai kegiatan sesuai dengan

didirikannya perusahaan tersebut akan mengharapkan adanya penerimaan

pendapatan dari operasi perusahaan yang dilaksanakan. Bagi perusahaan yang

(21)

barang tersebut berasal dari usaha penjualan yang dilakukan perusahaan

tersebut (Agus, 1990).

Penerimaan dapat dibagi menjadi penerimaan nyata dan penerimaan yang

diperhitungkan. Penerimaan nyata adalah penerimaan yang diterima dari hasil

penjualan baik tunai maupun piutang (kredit). Penerimaan yang diperhitungkan

adalah nilai output yang dikonsumsi peternak. Penerimaan bersumber dari

pemasaran atau penjualan hasil usaha seperti panen tanaman dan hasil

olahannya serta panen dari peternakan dan hasil olahannya (Kadarsan, 1995).

Biaya penjualan domba

Penjualan domba yaitu perkalian perkalian antara bobot badan akhir

dengan harga bobot hidup perkilogramnya. Harga jual ditetapkan oleh pembeli

dan penjual dalam suatu proses tawar menawar penjual akan meminta harga jual

yang lebih tinggi dari yang diharapkan diterimanya, sedangkan pembeli akan

menawarkan lebih rendah dari yang diharapkan akan dibayarnya. Dengan tawar

menawar mereka akan sampai pada suatu kesepakatan tentang harga yang

disetujui (Kotler, 1994).

Masalah harga sebenarnya merupakan salah satu dari empat variabel utama

harus dikendalikan secara serasi, selaras dengan tujuan yang akan dicapai oleh

manajer perusahaan. Segala keputusan yang berhubungan dengan harga akan

sangat mempengaruhi beberapa aspek kegiatan perusahaan, baik yang

menyangkut kegiatan penjualan maupun aspek keuntungan yang ingin dicapai

oleh perusahaan. Oleh karena itu manajer suatu perusahaan harus berhati-hati

(22)

Biaya penjualan kotoran domba

Penjualan kotoran domba diperoleh dari harga jual kotoran domba

perkilogramnya. Harga penjualan kotoran yaitu sebesar Rp.500/kg.

Analisis Laba-Rugi

Laporan laba rugi memperlihatkan hasil yang diperoleh dari penjualan jasa

barang dan ongkos-ongkos yang timbul dalam proses pencapaian hasil tersebut.

Laporan ini juga memperlihatkan adanya pendapatan bersih atau kerugian bersih

sebagai hasil dari operasi perusahaan selama periode tertentu. Laporan ini

merupakan laporan aktivitas dan hasil dari aktivitas itu merupakan ringkasan yang

logis dari penghasilan, dan biaya dari suatu perusahaan untuk periode tertentu.

Besarnya laba ditentukan berdasarkan selisih antara nilai penjualan (total revenue)

dengan total biaya (biaya tetap ditambah biaya variabel) pada tingkat volume

produksi tertentu. Perlu diperhatikan bahwa volume penjualan yang menghasilkan

laba hanya volume penjualan yang berada diatas titik impas (Jumingan, 2006).

Analisa pendapatan usaha digunakan untuk menggambarkan faktor

keuntungan usaha. Pendapatan dapat didefenisikan sebagai selisih antara

penerimaan total dengan biaya total, atau dapat dirumuskan sebagai berikut:

π = TR-TC

Dimana :

π : Keuntungan (Benefit)

TR : Penerimaan Total (Total Revenue)

(23)

Pendapatan berasal dari penjualan ternak hidup, karkas, pupuk dan produk

lainnya merupakan komponen pendapatan. Sedangkan biaya produksi dibagi dua,

yaitu biaya tetap (sewa lahan, bangunan kandang, dan peralatan) dan biaya

variabel (domba bakalan, pakan, tenaga kerja, dan bunga bank)

(Soekartawi, 1994).

Keuntungan adalah tujuan setiap usaha. Keuntungan dapat dicapai jika

jumlah pendapatan yang diperoleh dari usaha tersebut lebih besar daripada jumlah

pengeluarannya. Bila keuntungan dari suatu usaha semakin meningkat, maka

secara ekonomis usaha tersebut layak dipertahankan atau ditingkatkan. Untuk

memperoleh angka yang pasti mengenai keuntungan atau kerugian, yang harus

dilakukan adalah pencatatan biaya. Tujuan pencatatan biaya juga agar peternak

atau pengusaha dapat mengadakan evaluasi terhadap bidang usaha

(Murtidjo, 1995).

Laba merupakan ukuran yang membedakan antara apa yang perusahaan

masukkan untuk membuat dan menjual produk dengan apa yang diterimanya.

Perhitungan laba jelas untuk banyak keputusan manejemen. Jika laba konsisten

positif, perusahaan dapat tetap berada dalam bisnis tersebut, tetapi jika mengalami

kerugian perusahaan dapat mencari produk yang lain yang akan diolah yang dapat

mendatangkan keuntungan (Hansen dan Mowen, 2001).

Laporan laba rugi merupakan laporan keuangan yang menggambarkan

hasil usaha dalam suatu periode tertentu. Dalam laporan ini tergambar jumlah

pendapatan serta jumlah biaya dan jenis-jenis biaya yang dikeluarkan. Laporan

laba-rugi (balance sheet) adalah laporan yang menunjukkan jumlah pendapatan

(24)

Setiap jangka waktu tertentu, umumnya satu tahun, perusahaan perlu

memperhitungkan hasil usaha perusahaan yang dituangkan dalam bentuk laporan

laba-rugi. Hasil usaha tersebut didapat dengan cara membandingkan penghasilan

dan biaya selama jangka waktu tertentu. Besarnya laba atau rugi akan diketahui

dari hasil perbandingan tersebut (Kasmir dan Jakfar, 2005).

B/C Ratio (benefit cost ratio)

Kadariah (1987) menyatakan bahwa untuk mengetahui tingkat efisiensi

suatu usaha dapat digunakan parameter yaitu dengan mengukur besarnya

pemasukan dibagi besarnya korbanan, dimana bila :

B/C Ratio > 1 = efisien

B/C Ratio ═ 1 = impas

B/C Ratio < 1 = tidak efisien

B/C Ratio adalah nilai atau manfaat yang diperoleh dari setiap satuan

biaya yang dikeluarkan. Dimana B/C Ratio diperoleh dengan cara membagikan

total penerimaan dengan total pengeluaran.

Menurut Cahyono (2002) analisis tingkat kelayakan usaha tani atau B/C

ratio (Benefit Cost Ratio) bisa digunakan dalam analisis kelayakan usaha tani,

yaitu perbandingan antara total pendapatan dan total biaya yang dikeluarkan.

B C Ratio=Total Hasil Produksi Total Biaya Produksi

Suatu usaha dikatakan memberikan manfaat bila nilai B/C Ratio > 1.

Semakin besar nilai B/C Ratio maka semakin efisien usaha tersebut dan

sebaliknya semakin kecil nilai B/C Rationya, maka semakin tidak efisien usaha

(25)

IOFC (income over feed cost)

Income Over Feed Cost (IOFC) adalah selisih dari total pendapatan

dengan total biaya pakan digunakan selama usaha penggemukan ternak. IOFC ini

merupakan barometer untuk melihat seberapa besar biaya pakan yang merupakan

biaya terbesar dalam usaha penggemukan ternak. IOFC diperoleh dengan

menghitung selisih pendapatan usaha peternakan dikurangi biaya pakan. Dalam

usaha ternak, biaya terbesar yang dikeluarkan adalah biaya variabel terutama

biaya pakan dan biaya tenaga kerja. Besarnya biaya pakan berkisar antara 60-80%

dari total biaya. Pendapatan merupakan perkalian antara produksi peternakan atau

pertambahan bobot badan akibat perlakuan dengan harga jual

(Prawirokusumo, 1990).

Selain pegangan berproduksi secara teknis juga diperlukan pegangan

berproduksi dari segi ekonomi, beberapa tolak ukur yang dapat digunakan untuk

pegangan berproduksi adalah IOFC (income over feed cost) atau selisih

pendapatan usaha peternakan dengan biaya pakan. Pendapatan merupakan

perkalian antara hasil produksi peternakan (kilogram hidup) dengan harga jual.

Sedangkan biaya pakan adalah jumlah biaya yang dikeluarkan untuk

menghasilkan kilogram bobot hidup (Hermanto, 1996).

Domba Lokal

Domba lokal atau domba kampung merupakan domba asli indonesia.

Domba ini memiliki tubuh kecil, lambat dewasa, warna bulunya maupun

karakteristiknya tidak seragam, dan hasil dagingnya relatif kecil atau sedikit

(26)

Domba lokal, domba kampung, domba negeri atau domba kacang

memiliki tubuh yang kecil. Domba jantan bertanduk kecil, sedangkan domba

betina tidak bertanduk. Berat domba jantan berkisar 30-40 kg, yang betina

berkisar 15-20 kg, tahan hidup di daerah yang kurang baik. Pertumbuhan domba

ini sangat lambat (Sumoprastowo, 1993).

Pertumbuhan dan Penggemukan Domba

Pertumbuhan adalah pertambahan berat jaringan pembangun seperti

tulang, urat daging, jantung, otak, semua jaringan tubuh, serta alat-alat tubuh

lainnya. Sedangkan pertumbuhan murni adalah jumlah protein yang bertambah

dan zat-zat mineral. Pertambahan akibat penimbunan lemak atau penimbunan air

bukanlah pertumbuhan murni (Anggorodi, 1984).

Penggemukan adalah suatu istilah untuk menggambarkan keadaan hewan

pada saat-saat terakhir stadium pertumbuhannya. Penggemukan (fattening) tidak

berarti menyebabkan hewan hanya menimbun lemak saja. Semua hewan yang

dimaksudkan untuk diambil dagingnya akan dipotong jauh sebelum berat

badannya mengandung banyak lemak (Tillman et al., 1991).

Pakan Domba

Kebutuhan ternak ruminansia terhadap pakan dicerminkan oleh

kebutuhannya terhadap nutrisi. Jumlah kebutuhan nutrisi setiap harinya sangat

tergantung pada jenis ternak, umur, fase pertumbuhan (dewasa, bunting,

menyusui), kondisi tubuh (normal, sakit) dan lingkungan tempat hidupnya

(27)

ternak yang berbeda kondisinya membutuhkan pakan yang berbeda (Kartadisastra,

1997).

Bahan baku pakan yang dapat diberikan pada domba terdiri dari dua jenis,

yakni hijauan pakan, yang merupakan makanan kasar yang terdiri dari hijauan

pakan yang dapat berupa rumput lapangan, limbah hasil pertanian, rumput jenis

unggul yang telah diintroduksikan, juga beberapa jenis leguminosa. Hijauan pakan

merupakan makanan utama bagi ternak ruminansia dan berfungsi sebagai sumber

gizi yaitu protein, energi, vitamin dan mineral. Jenis pakan yang lain adalah

konsentrat, yang merupakan makanan penguat yang terdiri dari bahan baku yang

kaya akan karbohidrat dan protein seperti jagung kuning, bekatul, dedak, gandum

dan bungkil-bungkilan seperti bungkil inti sawit, bungkil kelapa, bungkil kacang

kedelai dan bungkil kacang tanah (Murtidjo, 1993).

Tabel 1. Kebutuhan nilai nutrisi domba untuk pertumbuhan

Energi Protein

Ket: PBB (Pertambahan bobot badan) DE (Digestible energy/ energi tercerna) ME (Metabolisible energy)

TP (Total Protein)

(28)

Potensi Ternak Domba

Potensi ekonomi ternak domba sebagai lapangan usaha memiliki beberapa

kelebihan dibandingkan dengan ternak besar lainnya, yakni ternak domba relatif

kecil dan cepat dewasa, sehingga usaha ternak domba memiliki keuntungan

ekonomi yang cukup tinggi ; domba merupakan ternak ruminansia kecil yang

dalam pemeliharaannya tidak memerlukan lahan yang luas ; investasi usaha ternak

domba membutuhkan modal relatif kecil ; modal usaha ternak domba lebih cepat

berputar dibanding dengan jenis ternak ruminansia besar lain ; dan domba

memiliki sifat suka bergerombol sehingga memudahkan dalam pemeliharaannya

(Murtidjo, 1992).

Pengusahaan domba di Indonesia memiliki prospek yang cerah, mengingat

keuntungannya antara lain daging domba seperti halnya daging ayam, dapat

diterima oleh berbagai lapisan masyarakat dan berkembangnya ilmu pengetahuan

dan pendapatan yang cukup akan mendorong penduduk untuk memenuhi gizi,

khususnya protein hewani (Sudarmono danSugeng, 2003).

Potensi Eceng Gondok

Eceng Gondok (Eichhornia crasippes) atau dalam bahasa Inggris disebut

“water hyacinth” mempunyai sistematika sebagai berikut Divisi: Spermatophhyta;

Sub Divisi: Angiospermae; Kelas: Monocotyledoneae; Suku: Pontederiaceae;

Genus: Eichhornia; Jenis: Eichhornia crassipes (Fuskhah, 2000).

(29)

Tabel 2. Komposisi zat-zat nutrisi eceng gondok dalam bahan kering (%)

Zat-Zat Makanan Kandungan (%)

Bahan Kering 87,27

Protein kasar 13,25

Lemak 0,05

Energi Bruto (Kkal/kg) 3534

Sumber: Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Departemen Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan IPB, Bogor (2003).

Pemanfaatan eceng gondok sebgai pakan ternak harus dipertimbangkan

kandungan air yang cukup tinggi. Menurut Dodiandri (1997) pemberian eceng

gondok dalam bentuk segar lebih dari 25 % dapat menekan konsumsi pakan pada

ternak.

Eceng gondok juga memiliki beberapa kekurangan dalam segi kualitas

antara lain kadar air yang terlalu tinggi, tekstur yang terlalu halus, banyak

mengandung hemiselulosa, protein sukar dirombak oleh bakteri rumen, dan

kandungan mineral sangat tinggi, dan daya serap mineral yang cukup tinggi.

Eceng gondok yang berasal dari perairan tercemar dapat mengandung logam berat

beracun bagi ternak (Rahmawati et al., 2000).

Perkembangbiakan dengan cara vegetatif dapat melipat ganda dua kali

dalam waktu 7-10 hari. Hasil penelitian Badan Pengendalian Dampak Lingkungan

Sumatera Utara di Danau Toba pada tahun 2003 melaporkan bahwa satu batang

(30)

waktu 1 tahun mampu menutup area seluas 7 m2. Heyne (1987) menyatakan

bahwa dalam waktu 6 bulan pertumbuhan eceng gondok pada areal 1 ha dapat

mencapai bobot basah sebesar 125 ton.

Pertumbuhan eceng gondok sangat cepat dalam lingkungan yang

menguntungkan. Hanya dalam waktu 6-15 hari kecepatan penutupan lahan dua

kali lipat. Eceng gondok senang pada cahaya matahari dan tumbuh cepat dibawah

intensitas cahaya tinggi, serta toleran terhadap keberadaan komposisi kimia

diperairan, namun kurang toleran terhadap kadar garam. Komposisi nutrien eceng

gondok mengandung protein kasar, Fe, Na, K dan Ca masing- masing adalah

7,4-18,1%, 0,3%, 0,4%, 4,6% dan 1,3% (Sutarno et al., 1994).

Fermentasi

Fermentasi adalah reaksi oleh biokatalis yang digunakan untuk mengubah

substrat menjadi produk baru biokatalis tersebut dapat berasal dari bakteri, jamur

dan khamir (Smith, 1990). Menurut Muchtadi et al. (1992) bahwa fermentasi

adalah proses-proses yang menghasilkan komponen - komponen kimia yang

kompleks sebagai akibat adanya pertumbuhan maupun metabolisme mikrobia.

Definisi teknologi fermentasi adalah memanfaatkan bahan-bahan yang murah

harganya bahkan tidak berharga dengan menggunakan mikroorganisme

menjadi produk-produk yang bernilai ekonomi tinggi dan berguna bagi

kesejahteraan manusia (Ansori, 1992).

Menurut Winarno dan Fardiaz (1979) pada proses fermentasi dibutuhkan

dosis jamur tertentu pula, makin banyak dosis jamur yang digunakan makin cepat

(31)

fermentasi, semakin banyak bahan yang akan dirombak, fermentasi kapang pada

umumnya membutuhkan waktu antara 2 sampai 5 hari.

Mikroorganisme Lokal

Mikroorganisme lokal merupakan salah satu cara pengembangbiakan

mikroorganisme yang akan mampu mendegradasi bahan organik. Bahan pembuat

Mikroorganisme lokal ini antara lain air sumur, air tebu, ragi tape, ragi tempe dan

yoghurt.

Mikroorganisme dasar dalam MOL ini adalah Saccharomyces yang

berasal dari ragi tape, Rhizopus dari ragi tempe dan Lactobacillus dari yoghurt.

Mikroorganisme ini mempunyai sifat-sifat antara lain sifat lipolitik,

mikroorganisme yaitu Lactobacillus akan menghasilkan enzim lipase yang

berperan dalam perombakan lemak, sifat proteolitik, mikroorganisme yaitu

Rhizopus akan mengeluarkan enzim protease yang dapat merombak protein

menjadi polipeptida, lalu menjadi peptida sederhana dan akhirnya menjadi asam

amino bebas, CO2 dan air, dan sifat amilolitik, mikroorganisme yaitu

Saccharomyces akan menghasilkan enzim amilase yang berperan dalam

mengubah karbohidrat menjadi volatile fatty acids yang kemudian akan menjadi

asam amino.

Pembuatan inokulen cair menggunakan beberapa bahan antara lain air

sumur, air tebu, ragi tape, ragi tempe dan yoghurt. Semuanya dimasukkan ke

galon, lubangnya ditutup dengan kantong plastik ukuran 1 kg dan dibiarkan

selama 3 hari. Guna ditutup dengan kantong plastik adalah untuk mendapatkan

(32)

plastik menggelembung, berarti terjadi reaksi positif dari mikroorganisma dalam

tahapan inokulen cair (Takakura method, 2009).

Lactobacillus sp

Lactobacillus adala

menguba

ini umum dan tidak berbahaya bagi kesehatan. Dalam manusia, bakteri ini dapat

ditemukan di dalam

dan merupakan sebagian kecil dariLactobacillus

memiliki kemampuan membusukkan materi tanaman yang sangat baik. Produksi

asam laktatnya membuat lingkungannya bersifat asam dan mengganggu

pertumbuhan beberapa bakteri merugikan. Beberapa anggota genus ini telah

memilikiLactobacillus sering digunakan untuk

industri pembuata

seperti

fermentasinya dengan membentuk asam laktat

2013/Lactobacillus).

Rhizhopus sp

Rhizopus sp adalah genus jamur benang yang termasuk filum Zygomycota

ordo Mucorales. Rhizopus sp mempunyai ciri khas yaitu memiliki hifa yang

(33)

coenositik, sehingga tidak bersepta atau bersekat. Miselium dari Rhizopus sp yang

juga disebut stolon menyebar diatas substratnya karena aktivitas dari hifa

vegetatif. Rhizopus sp bereproduksi secara aseksual dengan memproduksi banyak

sporangiofor yang bertangkai. Sporangiofor ini tumbuh ke arah atas dan

mengandung ratusan spora. Sporagiofor ini biasanya dipisahkan dari hifa

lainnya oleh sebuah dinding seperti septa. Salah satu contohnya spesiesnya

adalah Rhizopus stonolifer yang biasanya tumbuh pada roti basi

(Postlethwait dan Hopson, 2006).

Saccharomyces sp

Saccharomyces merupakan genus

kemampuan mengubah2. Saccharomyces

merupakan mikroorganisme be

kelomoC dan pH 4,8. Beberapa

kelebihan saccharomyces dalam proses fermentasi yaitu mikroorganisme ini cepat

berkembang biak, tahan terhadap kadar alkohol yang tinggi, tahan terhadap suhu

yang tinggi, mempunyai sifat stabil dan cepat beradaptasi. Beberapa spesies

Saccharomyces mampu memproduksi ethanol hingga 13.01 %. Hasil ini lebih

bagus dibanding genus lainnya seperti Candida dan Trochosporon. Pertumbuhan

Saccharomyces dipengaruhi oleh adanya penambahan nutrisi yaitu unsur C

sebagai sumber carbon, unsur N yang diperoleh dari penambaha

antara 28-30oC. Beberapa spesies yang termasuk dalam genus ini diantaranya

yait

(34)

Trichoderma harzianum

Klasifikasi Trichoderma harzianum menurut Semangun (2000) adalah

sebagai berikut: Kingdom : Fungi, Phylum : Ascomycota, Class : Ascomycetes,

Subclass: Hypocremycetidae, Ordo : Hypocreales, Family : Hypcreaceae, Genus:

Trichoderma, Species : T. harzianum, T.pseudokoningnii dan T. Viridae.

richoderma harzianum memiliki peranan yang sangat penting dalam

meningkatkan kualitas suatu bahan pakan. Untuk menurunkan serat kasar

penggunaan Trichoderma harzianum akan lebih efektif dibandingkan dengan

Rhizopus sp. Menurut Ginting dan Krisnan (2002) Trichoderma harzianum

mempunyai aktifitas selulolitik lebih tinggi dibandingkan dengan

Trichoderma koningii atau Trichodermaviridae. Fati (1997) melaporkan bahwa

fermentasi dedak padi dengan kapang Trichoderma harzianum mampu

meningkatkan protein dari 8,74% menjadi 14,66% dan menurunkan serat kasar

dari 18,90% menjadi 12,81%. Sedangkan Tami et al., (1997) melaporkan bahwa

penggunaan Trichoderma harzianum dalam fermentasi ampas tahu dapat

memperbaiki nilai gizi yang ditandai dengan menurunnya kandungan serat kasar

dari 21,67% menjadi 14,24% sedangkan proteinnya meningkat dari 24,48%

menjadi 32,65% serta dapat meningkatkan performans ayam pedaging jantan.

Fermentasi dengan menggunakan jamur memungkinkan terjadinya perombakan

bahan yang sulit dicerna oleh ternak menjadi bahan yang mudah dicerna sehingga

nilai manfaatnya meningkat (Winarno, 1980). Fermentasi juga dapat

meningkatkan nilai kecernaan, menambah rasa dan aroma, serta meningkatkan

(35)

Konsentrat

Pemberian konsentrat terlalu banyak akan meningkatkan konsentrasi

energi pakan yang dapat menurunkan tingkat konsumsi sehingga tingkat konsumsi

energi sendiri dapat berkurang (Parakkasi, 1995).

Konsentrat adalah pakan ternak yang memiliki nilai protein dan energi

yaitu dengan PK 18%. Pada ternak yang digemukkan, semakin banyak konsentrat

dalam pakannya akan semakin baik asalkan konsumsi serat kasar tidak kurang

dari 15% BK pakan (Siregar, 1994).

Bungkil Inti Sawit (BIS)

Kandungan protein bungkil inti sawit lebih rendah dari bungkil lainnya.

Namun demikian masih dapat dijadikan sebagai sumber protein, kandungan asam

amino esensialnya cukup lengkap (Lubis, 1993).

Urea

Urea dengan rumus molekul CO (NH2)2 banyak digunakan dalam ransum

ternak ruminansia karena mudah diperoleh, harganya murah dan sedikit resiko

keracunan yang diakibatkannya dibanding burret. Secara fisik urea berbentuk

kristal berwarna putih dan higroskopis (Sodiq dan Abidin, 2002).

Dedak Padi

Padi (Oryza sativa) merupakan sumber bahan makanan yang

menghasilkan beras sebagai bahan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk

Indonesia. Dalam proses pengadaan beras dari padi dihasilkan dedak padi sebagai

hasil sampingan. Dedak padi adalah hasil ikutan pengolahan padi menjadi beras

(36)

Bungkil Kedelai

Bungkil kedelai adalah kedelai yang sudah diambil minyaknya. Bungkil

kedelai merupakan sumber protein paling yang amat bagus sebab keseimbangan

asam amino yang terkandung didalamnya cukup lengkap dan tinggi. Bungkil

kedelai dibuat melalui beberapa tahapan seperti pengambilan lemak, pemanasan

dan penggilingan (Boniran, 1999). Bungkil kedelai yang baik mengandung air

tidak lebih dari 12% (Hutagalung, 1990).

Molases

Molases atau tetes tebu adalah hasil sampingan pengolahan tebu menjadi

maloases yang bentuk fisiknya berupa cairan kental dan berwarna hitam

kecoklatan. Walaupun harganya murah, namun kandungan gizi yang berupa

karbohidrat, protein dan mineralnya masih cukup tinggi dan dapat digunakan

untuk pakan ternak walaupun sifatnya sebagai pendukung. Disamping harga

murah, kelebihan lain tetes tebu terletak pada aroma dan rasanya

(Widayati dan Widalestari, 1996).

Garam

Garam yang dimaksud disini adalah garam dapur (NaCl), dimana selain

berfungsi sebagai mineral juga berfungsi meningkatkan patalibitas

(Pardede dan Asmira, 1997)

Mineral

Mineral merupakan salah satu zat yang mempunyai peranan pokok dalam

hal pertumbuhan dan reproduksi ternak domba, seperti metabolisme protein,

(37)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Program Studi

Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Penelitian telah

berlangsung selama 4 bulan dimulai dari bulan Agustus sampai dengan bulan

November 2013.

Bahan dan Alat Penelitian Bahan

Bahan yang digunakan yaitu domba lokal jantan lepas sapih sebanyak 20

ekor dengan rataan bobot badan awal 7,87 ± 2,18 kg. Pakan konsentrat yang

terdiri dari bungkil inti sawit, dedak, bungkil kedelai, molases, urea, mineral dan

garam. Inokulen cair sebagai fermentator, Trichoderma sebagai fermentator,

kalbazen sebagai obat cacing, anti bloat sebagai obat gembung, injectamin untuk

menjaga kesehatan ternak, rodalon untuk desinfektan, dan air minum diberikan

secara adlibitum.

Alat

Alat yang digunakan yaitu kandang individual 20 unit dengan ukuran

1 x 0,5 m beserta perlengkapannya, tempat pakan dan minum, timbangan untuk

menimbang bobot hidup berkapasitas 50 kg dengan kepekaan 2 kg, timbangan

berkapasitas 2 kg dengan kepekaan 10 g untuk menimbang pakan, grinder

digunakan untuk menghaluskan bahan pakan konsentrat, choper untuk menchoper

(38)

untuk mengetahui suhu di dalam dan di luar kandang, alat penerangan kandang,

alat pembersih kandang dan alat tulis untuk menulis data.

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan rangkaian penelitian sebelumnya yang berjudul

Pemanfaatan Eceng Gondok Fermentasi Sebagai Pakan Domba Lokal Jantan

Lepas Sapih yang menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari

5 perlakuan dan 4 ulangan. Adapun perlakuan yang diberikan adalah sebagai

berikut:

P0: Konsentrat + 100% Rumput

P1: Konsentrat + 40% Rumput + 60% Eceng gondok difermentasi MOL

P2: Konsentrat + 40% Rumput + 60% Eceng gondok difermentasi Trichoderma

P3: Konsentrat + 100% Eceng gondok difermentasi MOL

P4: Konsentrat + 100% Eceng gondok difermentasi Trichoderma

Setelah penelitian terdahulu, dilanjutkan dengan analisis usaha untuk

menganalisis (mengetahui) perlakuan mana yang dapat meningkatkan nilai

ekonomis (keuntungan). Untuk itu digunakan metode survey untuk memperoleh

harga-harga di pasaran.

Parameter Penelitian Total Biaya Produksi

Total biaya produksi atau total pengeluaran yaitu biaya-biaya yang

dikeluarkan untuk menghasilkan suatu produk yang diperoleh dengan cara

menghitung : biaya pakan, biaya pembelian bibit, biaya obat-obatan, biaya sewa

(39)

Total Hasil Produksi

Total hasil produksi atau total penerimaan yaitu seluruh produk yang

dihasilkan dalam kegiatan ekonomi yang diperoleh dengan cara menghitung harga

jual domba dan penjualan kotoran domba.

Analisis Laba/Rugi

Keuntungan (laba) suatu usaha dapat diperoleh dengan cara :

π = TR – TC

Dimana :

π = keuntungan

TR = total penerimaan

TC = total pengeluaran

Benefit Cost Ratio (B/C Ratio)

B/C adalah nilai atau manfaat yang diproleh dari setiap satuan biaya yang

dikeluarkan.

B/C Ratio > 1 = efisien

B/C Ratio = 1 = impas

B/C Ratio < 1 = tidak efisien

Income Over Feed Cost (IOFC)

Income Over Feed Cost (IOFC) diperoleh dengan cara menghitung selisih

(40)

perlakuan (dalam kg hidup) dengan harga jual. Sedangkan biaya pakan adalah

biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan bobot badan ternak.

IOFC = (Bobot badan akhir domba x harga jual domba/kg) – (total konsumsi

pakan x harga pakan perlakuan/kg)

Pelaksanaan Penelitian

1. Dilakukan pengukuran yaitu data rata-rata bobot badan awal domba.

2. Dilakukan survey harga pakan yaitu di pasar, poultry shop dan pabrik pakan

yang menyangkut pakan yang digunakan. Setelah dilakukan survey

diperoleh harga pakan rata-rata yaitu bungkil kelapa sebesar Rp. 3.500/kg,

bungkil inti sawit sebesar Rp. 2.000/kg, bungkil kedelai sebesar Rp.

7.000/kg, dedak padi sebesar Rp. 2.500/kg, molases sebesar Rp. 3.000/kg,

urea sebesar Rp. 2.500/kg dan garam sebesar Rp. 1.000/kg.

3. Dilakukan pengukuran yaitu data dari hasil variabel penelitian yang terdiri

dari bobot badan awal dan bobot akhir domba, rata-rata konsumsi pakan

domba dan rata-rata konversi pakan domba pada setiap level perlakuan

pakan. Dilakukan analisis ekonomi pada data-data yang diperoleh untuk

mengetahui nilai ekonomis dari keseluruhan usaha ternak domba. Analisa

ekonomi yang dilihat adalah analisa laba rugi, analisa B/C ratio, dan analisa

(41)

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Total Biaya Produksi

Total biaya produksi adalah biaya-biaya yang dikeluarkan untuk

menghasilkan suatu produk yang diperoleh dengan cara menghitung: biaya pakan,

biaya pembelian bibit, biaya obat-obatan, biaya sewa kandang dan peralatan serta

biaya tenaga kerja.

1.1 Biaya Pakan

Biaya pakan terdiri atas biaya pakan hijauan dan biaya konsentrat. Biaya

hijauan yang terdiri dari rumput dan eceng gondok, diperoleh dengan cara

mengalikan semua jumlah konsumsi hijauan dengan harga hijauan per kilogram

dan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Biaya hijauan domba tiap perlakuan ulangan (Rp/ekor)

Perl Ulangan Total Rataan

U1 U2 U3 U4

P0 9.730,8 9.011,4 7.289,4 8.142 34.173,6 8.543,4 P1 8.225,48 8.815,61 10.361,2 11.210,5 38.612,8 9.653,21 P2 6.940,67 9.599,85 9.746,22 7.828,35 34.115,1 8.528,77 P3 12.235,1 12.467,8 10.622,6 9.439,79 44.765,4 11.191,3 P4 7.831,67 4.211,52 7.677,67 10.387,7 30.108,5 7.527,14 Total 44.963,7 44.106,2 45.697,2 47.008,3 181.775

Rataan 9.088,77

Biaya konsentrat diperoleh dengan cara mengalikan semua jumlah

konsumsi konsentrat dengan harga konsentrat per kilogram dan dapat dilihat pada

(42)

Tabel 4. Biaya konsentrat domba tiap perlakuan ulangan (Rp/ekor)

Biaya pakan diperoleh dengan cara menjumlahkan biaya hijauan dan biaya

konsentrat domba tiap perlakuan ulangan dan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Biaya pakan domba tiap perlakuan ulangan (Rp/ekor)

Perl Ulangan Total Rataan

1.2 Biaya Pembelian Bibit

Biaya pembelian bibit yaitu biaya yang dikeluarkan untuk membeli bibit

domba sebanyak 20 ekor dengan bobot badan awal domba 168,02 kg dikali

dengan harga Rp 40000/kg.

Tabel 6. Biaya pembelian bibit domba tiap perlakuan ulangan (Rp/ekor)

(43)

1.3 Biaya Obat-Obatan

Biaya obat-obatan adalah biaya yang diperoleh dari harga obat-obatan

yang diberikan selama penelitian. Obat yang diberikan adalah Kalbazen, Anti

Bload, dan Injectamin.

Tabel 7. Biaya obat-obatan tiap perlakuan ulangan (Rp/ekor)

Perl Ulangan Total Rataan

1.4 Biaya Sewa Kandang dan Peralatan

Menurut Perda Pelalawan no.6 Tahun 2001, biaya sewa kandang sebesar

Rp. 500/ekor/hari. Biaya peralatan diperoleh dengan cara menjumlahkan seluruh

biaya peralatan yang digunakan seperti tempat pakan, tempat minum dan

timbangan.

Tabel 8. Biaya sewa kandang dan peralatan tiap perlakuan ulangan (Rp/ekor)

(44)

1.5 Biaya Tenaga Kerja

Biaya tenaga kerja diperoleh dari jumlah ternak penelitian dibagi jumlah

ternak yang dipelihara secara intensif dikali dengan UMRP Sumatera Utara (Upah

Minimum Regional Provinsi). UMRP saat penelitian adalah sebesar Rp

1.600.000/bulan. Satu tenaga kerja dapat menangani 5 ST. Maka biaya yang

dikeluarkan untuk memelihara 20 ekor domba adalah Rp 96.000/bulan dan Rp

1.920.000 selama penelitian.

Tabel 9. Biaya tenaga kerja tiap perlakuan ulangan (Rp/ekor)

Perl Ulangan Total Rataan

U1 U2 U3 U4

P0 96.000 96.000 96.000 96.000 384.000 96.000 P1 96.000 96.000 96.000 96.000 384.000 96.000 P2 96.000 96.000 96.000 96.000 384.000 96.000 P3 96.000 96.000 96.000 96.000 384.000 96.000 P4 96.000 96.000 96.000 96.000 384.000 96.000

Total 480.000 480.000 480.000 480.000 1.920.000

Rataan 96.000

1.6 Total Biaya Produksi

Total seluruh biaya produksi selama penelitian adalah

Biaya pakan domba Rp 998.476

Biaya pembelian bibit domba Rp 6.720.800

Biaya Obat-obatan Rp 23.000

Biaya Sewa Kandang dan Peralatan Rp 1.250.000

Biaya tenaga kerja

Total Rp 10.912.276

(45)

Total biaya produksi diperoleh dengan cara menjumlahkan seluruh biaya

produksi seperti diatas. Maka biaya produksi tiap perlakuan dapat dilihat pada

gambar berikut.

Gambar 4. Total biaya produksi tiap perlakuan ulangan (Rp/ekor)

Pada Gambar 4 diatas dapat dilihat bahwa total biaya produksi

pemeliharaan domba jantan selama penelitian menunjukkan perbedaan besar

dimana rataan total biaya produksi tertinggi terdapat pada P2 sebesar Rp 564.752

dan yang terendah pada P4 sebesar Rp 524.800. Perbedaan jumlah pengeluaran ini

dikarenakan adanya perbedaan jumlah biaya yang harus dikeluarkan untuk

pembelian bibit dan pakan sementara biaya obat-obatan sewa kandang peralatan

dan tenaga kerja adalah sama. Serta umur domba masih sangat kecil yaitu umur

lepas sapih 3 bulan dimana domba belum beradaptasi dengan pakan hijauan. Hal

ini seperti dinyatakan oleh Kadarsan (1995) yang menyatakan bahwa biaya adalah

nilai dari semua korbanan ekonomis yang diperlukan yang tidak dapat

(46)

output. Pengeluaran perusahaan adalah semua uang yang dikeluarkan sebagai

biaya produksi.

2. Total Hasil Produksi

Total hasil produksi atau total penerimaan yaitu seluruh produk yang

dihasilkan dalam kegiatan ekonomi yang diperoleh dengan cara menghitung harga

jual domba dan penjualan kotoran domba.

2.1 Hasil penjualan domba

Penjualan domba diperoleh dari harga jual domba hidup perkilogram.

Harga pada waktu penjualan yaitu sebesar Rp 40.000/kg dikali dengan bobot

badan akhir domba (191,75 kg). Maka harga jual seluruh domba adalah Rp

8.063.200.

Tabel 10. Hasil penjualan domba tiap perlakuan ulangan (Rp/ekor)

Perl Ulangan Total Rataan

U1 U2 U3 U4

P0 468.400 469.200 353.600 384.400 1.675.600 418.900 P1 408.400 383.600 416.800 462.800 1.671.600 417.900 P2 343.600 493.200 506.800 417.600 1.761.200 440.300 P3 422.400 469.200 439.200 420.400 1.751.200 437.800 P4 408.400 393.200 342.400 506.000 1.650.000 412.500 Total 2.051.200 2.208.400 2.058.800 2.191.200 8.509.600

Rataan 425.480

2.1 Penjualan feses domba

Penjualan feses domba diperoleh dari harga jual feses domba perkilogram

dikali dengan jumlah feses selama penelititan. Harga penjualan yaitu sebesar

(47)

Tabel 11. Hasil penjualan feses domba tiap perlakuan ulangan (Rp/ekor)

2.3 Total Hasil Produksi

Hasil penjualan domba Rp 8.509.600

Hasil penjualan feses domba

Total Rp 8.959.600

Rp 450.000 +

Total hasil produksi diperoleh dengan cara menjumlahkan seluruh hasil

produksi seperti diatas. Maka hasil produksi tiapperlakuan dapat dilihat pada

gambar berikut.

Gambar 5. Total hasil produksi tiap perlakuan ulangan (Rp/ekor)

(48)

Gambar 5 dapat dilihat bahwa rataan total hasil produksi pemeliharaan

domba jantan selama penelitian menunjukkan perbedaaan yang besar dimana

rataan hasil produksi tertinggi terdapat pada P2 yaitu sebesar Rp 462.800 dan

yang terendah pada P4 yaitu sebesar Rp 435.000. Hal ini terjadi karena terdapat

perbedaan bobot badan domba dan disebabkan kualitas pakan yang diberikan

selama penelitian sehingga nilai pendapatan dari penjualan domba berbeda pada

setiap ulangan. Ini sesuai dengan pernyataan Agus (1990) yang menyatakan

bahwa, penerimaan pendapatan berasal dari penjualan barang, begitu juga

pendapat dari Kadarsan (1995) yang menyatakan bahwa penerimaan perusahaan

bersumber dari pemasaran atau penjualan hasil usaha seperti panen tanaman serta

hasil olahannya serta panen dari peternakan serta hasil olahannya.

3. Analisis Laba/Rugi

Analisis ekonomi atau laba rugi dilakukan untuk mengetahui apakah usaha

tersebut rugi atau menguntungkan dengan cara menghitung selisih antara total

hasil produksi dengan total biaya produksi.

Laba/rugi = total hasil produksi – total biaya produksi

Laba/rugi = Rp 10.912.276 – Rp 8.959.600 = - Rp 1.952.676

Gambar 6. Analisis laba/rugi tiap perlakuan ulangan (Rp/ekor)

Pada Gambar 6 di atas dapat dilihat bahwa analisis laba-rugi setiap

perlakuan memberi pengaruh yang berbeda-beda pada setiap total perlakuan. -105.344 -96.268 -101.952 -94.805 -89.800

P0 P1 P2 P3 P4

-150000 -100000 -50000 0

(49)

Perlakuan P0 mengalami kerugian rata-rata Rp 105.343,65/ekor, pada perlakuan

P1 mengalami kerugian rata-rata Rp 96.268,25/ekor, pada perlakuan P2

mengalami kerugian rata-rata Rp 101.952,25/ekor, pada perlakuan P3 mengalami

kerugian rata-rata Rp 94.805,14/ekor, dan pada perlakuan P4 mengalami kerugian

rata-rata Rp 89.799,68/ekor.

Dari hasil yang diperoleh dapat dilihat kerugian terendah terdapat pada

perlakuan P4 (100% Eceng Gondok Fermentasi Trichoderma) yaitu Rp 89.799,68.

Hal ini disebabkan pertambahan bobot badan domba sangat tinggi dibandingkan

dengan perlakuan lainnya. Hal ini juga disebabkan terdapat perbedaan harga dan

kualitas pakan setiap perlakuan. Sehingga total hasil produksi yaitu total penjualan

ternak ditambah penjualan feses ternak memiliki nilai yang lebih tinggi dari pada

total biaya produksi yaitu biaya pakan, biaya bibit domba, biaya obat-obatan,

biaya peralatan dan sewa kandang serta biaya tenaga kerja. Hal ini sesuai dengan

Murtidjo (1995) yaitu keuntungan dapat dicapai jika jumlah pendapatan yang

diperoleh dari usaha tersebut lebih besar daripada jumlah pengeluarannya. Bila

keuntungan dari suatu usaha semakin meningkat, maka secara ekonomis usaha

tersebut layak dipertahankan atau ditingkatkan. Untuk memperoleh angka yang

pasti mengenai keuntungan atau kerugian, yang harus dilakukan adalah pencatatan

biaya. Tujuan pencatatan biaya juga agar peternak atau pengusaha dapat

mengadakan evaluasi terhadap bidang usaha.

4. Benefit Cost Ratio (B/C Ratio)

B/C Ratio diperoleh dengan cara membagikan total hasil produksi dengan

(50)

B/C Ratio =

Tabel 12. Benefit cost ratio (B/C ratio) tiap perlakuan ulangan

Perl Ulangan Total Rataan

Pada tabel dapat dilihat bahwa B/C Ratio yang diperoleh tidak efisien

karena tiap perlakuan rata-rata kurang dari 1. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Soekartawi (1995) yang menyatakan suatu usaha dikatakan memberikan manfaat

bila nilai B/C Ratio > 1. Semakin besar nilai B/C Ratio maka semakin efisien

usaha tersebut dan sebaliknya semakin kecil nilai B/C Rationya, maka semakin

tidak efisien usaha tersebut.

5. Income over feed cost (IOFC)

IOFC didapat dengan cara menghitung nilai usaha peternakan yang

didapat dari berat badan ternak (Bobot akhir-Bobot awal) dikali harga ternak/kg

dikurangi dengan biaya pakan (total konsumsi dikali harga pakan perlakuan) dapat

(51)

31806,3

Gambar7. Income over feed cost (IOFC) tiap perlakuan ulangan (Rp/ekor)

IOFC tertinggi terdapat pada perlakuan P4 yaitu rata-rata sebesar

Rp 48.650,3/ekor hal ini dikarenakan bobot badan domba yang tinggi dikalikan

harga jual per kilogram domba sehingga pendapatan penjualan domba lebih tinggi

dari pada total biaya yang dikeluarkan untuk konsumsi domba tersebut dan juga

dipengaruhi oleh tingkat konsumsi domba tersebut yang tinggi diikuti

pertambahan bobot badan yang tinggi.

IOFC terendah terdapat pada perlakuan P0 yaitu rata-rata sebesar

Rp 31.806,3/ekor hal ini negatif dikarenakan bobot badan akhir domba sangat

rendah dari perlakuan yang lain sehingga menyebabkan harga jual domba lebih

rendah dengan perlakuan yang lain. Hal inilah yang menyebabkan IOFC pada

perlakuan P0 paling rendah dibandingkan dengan perlakuan lain. Hal ini sesuai

dengan pernyataan Prawirokusumo (1990) bahwa IOFC merupakan barometer

untuk melihat seberapa besar biaya pakan yang merupakan biaya terbesar dalam

usaha penggemukan ternak. IOFC diperoleh dengan menghitung selisih

(52)

perkalian antara produksi peternakan atau pertambahan bobot badan akibat

perlakuan dengan harga jual ternak.

6. Rekapitulasi Hasil Penelitian

Berdasarkan data diatas maka dapat dilihat rekapitulasi hasil penelitian

seperti pada gambarberikut.

Gambar8. Rekapitulasi hasil penelitian

Dari gambar rekapitulasi hasil penelitian diatas dapat dilihat perbedaan

hasil dari tiap perlakuan. Pada perlakuan P0,P1,P2, P3 dan P4 menunjukan total

hasil produksi yang berbeda-beda yaitu : Rp 441.400, Rp 440.400, Rp 462.800,

Rp 460.300dan Rp 435.000, total hasil produksi yang tertinggi adalah perlakuan

P2. Hal ini dipengaruhi oleh perbedaan biaya produksi. Kerugian yang terendah

adalah perlakuan P4 yaitu sebesar -Rp 89.799,68 dari perlakuan P0, P1, P2, dan

P3, hal ini disebabkan oleh efisiensi biaya produksi, termasuk biaya pakan

sehingga mempengaruhi total hasil produksi.

546.743,65 536.668,25 564.752,25 555.105,14 524.799,68

441.400 440.400 462.800 460.300 435.000

-105.343,65 -96.268,25 -101.952,25 -94.805,14 -89.799,68 31.806,35 40.881,75 35.197,75 42.344,86 48.650,32

-200000,00

(53)

Untuk mengetahui efisiensi penggunaan pakan secara ekonomis, sellain

memperhitungkan bobot badan yang dihasilkan dan efisiensi pakan. Income over

feed cost (IOFC) adalah salah satu cara untuk mengetahui efisiensi biaya yang

diperoleh dari hasil penjualan produksi dikurangi biaya pakan. Maka IOFC pada

penelitian diperoleh biaya tertinggi pada P4 sebesar Rp 48.650,3 dan biaya

terendah adalah P0 sebesar Rp 31.806,3. Hal ini disebabkan karena perbedaan

biaya pakan pada perlakuan yang tidak sama sehingga nilai IOFC tiap perlakuan

berbeda.

B/C ratio merupakan perbandingan antara total penerimaan dengan total

biaya. B/C ratio, nilai tertinggi diperoleh pada P3 dan P4 sebesar 0,829 dan nilai

terendah diperoleh pada P0 sebesar 0,807. Suatu usaha dikatakan memberikan

manfaat bila nilai B/C Ratio > 1. Semakin besar nilai B/C Ratio maka semakin

efisien usaha tersebut dan sebaliknya semakin kecil nilai B/C Rationya maka

semakin tidak efisien usaha tersebut (Soekartawi 1995). Maka penggunaan eceng

gondok fermentasi sebagai pakan dari segi analisis usaha beternak domba tidak

(54)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pemanfaatan enceng gondok fermentasi tidak dapat meningkatkan

keuntungan penggemukan ternak domba lokal jantan lepas sapih..

Saran

Dari hasil penelitian disarankan memakai ternak domba berumur 5-6 bulan

(55)

DAFTAR PUSTAKA

Agus. 1990. Analisis Peluang Pokok. UGM Press.Yogyakarta.

Anggorodi, R. 1984. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia, Jakarta.

Ansori, R. 1992. Teknologi Fermentasi. Arcan, Kerjasama Dengan Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Antono, A. 2006. Keputusan Menteri Pertanian Tentang Pembibitan dan Pembudidayaan Ternak. Ditjennak.go.id/regulasi%2006.pdf

Aziz, 2009. Ternak dan Upaya Pengamanannya. Lokakarya Obat Hewan dan Munas 111 ASOHL, Jakarta.

Boniran, S, 1999. Kualitas Kontrol Untuk Bahan Baku dan Produk Akhir Pakan Ternak. Kumpulan Makanan Quality Management Workshop.

Cahyono, 2002. Wortel Teknik Budi Daya Analisis Usaha Tani. Kanisius, Yogyakarta.

Cyrilla, L. dan A. Ismail. 1988. Usaha Peternakan. Diktat Kuliah. Jurusan Sosial Ekonomi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Davendra, C dan M. Burns. 1994. Produksi Kambing di Daerah Tropis. Institut Teknologi Bandung dan Universitas Udayana Bali.

Dodiandri. 1997. Pengaruh Penggantian Sebagian Ransum Basal Dengan Eceng Gondok (Eichhornia crassipes) Atau Azolla (Azolla pinnata) Terhadap Daya Cerna Serat Kasar Dan Energi Termetabolisme Pada Ternak Itik Jantan Mojosari. Fakultas Peternakan. Universitas Andalas, Padang.

Enari, T. M. 1983. Microbial Analys. W. M. Fogarty. Microbial Enzymes and Biotechnology. Applied Science Publisher. New York.

Fati, N. 1997.Pengaruh Penggunaan Dedak Padi yang Difermentasi Dengan Galur

Trichoderma Terseleksi Terhadap Perfomans Ayam Broiler. Program Pascasarjana Universitas Andalas. Padang.

Gambar

Tabel 1. Kebutuhan nilai nutrisi domba untuk pertumbuhan
Tabel 2. Komposisi zat-zat nutrisi eceng gondok dalam bahan kering (%)
Tabel 3. Biaya hijauan domba tiap perlakuan ulangan (Rp/ekor)
Tabel 4. Biaya konsentrat domba tiap perlakuan ulangan (Rp/ekor)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Investment property is recognised as an asset when, it is probable that the future economic benefits or service potential that are associated with the investment property will flow to

Stefen Widkho : Penggunaan Radiografi Di Kedokteran Gigi Untuk Mendeteksi Eagle’s Syndrome, 2007... Stefen Widkho : Penggunaan Radiografi Di Kedokteran Gigi Untuk Mendeteksi

The tration of a -helical CRH 9 – 41 120 m g / kg i.v., as MAP finding that antalarmin had no effect on this peripherally values in this group were not statistically different

[r]

The effect of melatonin on the glycine receptor-mediated response was studied in cultured chick spinal cord neurons using the whole-cell voltage-clamp recording technique..

[r]

Pastikan permintaan maaf sederhana, seperti pernyataan oleh Frank Lorenzo, Ketua Continental Airlines, yang mengatakan dalam sebuah koran satu halaman penuh

oleh peneliti dengan melalui proses pemeriksaan dari T i m Penilai Usul dan Laporan Penelitian Puslit IKIP Padang... WAPANi TERIMA

Secara keseluruhan, hasil parameter pengujian keempat sampel menunjukkan bahwa sampel yang di ambil di desa mitra yaitu Desa Glagah Arum dan Desa Gedang