ANALISIS USAHA PEMANFAATAN ECENG GONDOK
FERMENTASI SEBAGAI PAKAN DOMBA LOKAL JANTAN
LEPAS SAPIH
SKRIPSI
Oleh:
RONALD SITUMORANG 090306053
PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ANALISIS USAHA PEMANFAATAN ECENG GONDOK
FERMENTASI SEBAGAI PAKAN DOMBA LOKAL JANTAN
LEPAS SAPIH
SKRIPSI
Oleh:
RONALD SITUMORANG 090306053/PETERNAKAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Skripsi : Analisis Usaha Pemanfaatan Eceng Gondok Fermentasi sebagai Pakan Domba Lokal Jantan Lepas Sapih
Nama : Ronald Situmorang
NIM : 090306053
Program Studi : Peternakan
Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing
Ir. Tri Hesti Wahyuni, M.Sc Ir. Armyn Hakim Daulay, MBA.
Ketua Anggota
Mengetahui,
Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si Ketua Program Studi Peternakan
ABSTRAK
RONALD SITUMORANG, 2014: “Analisis Usaha Pemanfaatan Eceng Gondok Fermentasi Sebagai Pakan Domba Lokal Jantan Lepas Sapih”. Dibimbing oleh TRI HESTI WAHYUNI dan ARMYN HAKIM DAULAY.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis usaha penggunaan eceng gondok fermentasi terhadap domba lokal jantan lepas sapih umur 3 bulan. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada bulan Agustus sampai dengan Nopember 2013 menggunakan 20 ekor domba lokal jantan lepas sapih dengan rataan bobot badan awal 7,87±2,18kg. Rancangan yang dipakai dalam penelitian adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan terdiri dari P0: konsentrat + 100% rumput, P1: konsentrat + 40% rumput + 60% eceng gondok fermentasi MOL, P2: konsentrat + 40% rumput + 60% eceng gondok fermentasiTrichoderma harzianum, P3: konsentrat + 100% eceng gondok fermentasi MOL, P4: konsentrat + 100% eceng gondok fermentasi
Trichoderma harzianum. Metode yang digunakan adalah metode survey. Parameter yang diteliti adalah total biaya produksi, total hasil produksi, analisis laba/rugi, benefit cost ratio (B/C ratio) dan income over feed cost (IOFC).
Hasil penelitian menunjukkan rataan total biaya produksi (Rp) P3: 0,829 dan P4: 0,829. Hasil analisis menunjukkan pemanfaatan tidak menguntungkan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pemanfaatan enceng gondok fermentasi tidak dapat meningkatkan keuntungan penggemukan ternak domba lokal jantan lepas sapih.
ABSTRACS
RONALD SITUMORANG, 2014 : "Bussiness Analysis of Water Hyacinth Utilization of Water Hyacinth Fermentation Local Male Sheep Feed For Release Wean". Guided by TRI HESTIWAHYUNI and ARMYNHAKIM DAULAY.
This study aims to analyze the business use of water hyacinth fermentation of local weaning male sheep 3 months. The experiment was conducted at the Laboratory of Animal Biology Animal Husbandry Program Faculty of Agriculture, University of North Sumatra in August to November 2013 using 20 local male lambs with an average initial body weight 7.87 ± 2.18 kg. The design used in the study was a completely randomized design ( CRD ) with 5 treatments and 4 replications and further significantly different. Treatment consists of P0 : concentrate + 100 % grass, P1 : concentrate + 40 % grass + 60 % grass hyacinth fermentation MOL, P2 : concentrate + 40 % grass + 60 % grass hyacinth fermentation of Trichoderma harzianum, P3 : concentrate + 100 % water hyacinth MOL fermentation, P4 : concentrate + 100 % water hyacinth fermentation of Trichoderma harzianum. The method was used a survey method. The parameters studied were the total production cost,total production, analysis of profit/loss, the benefit cost ratio (B/C ratio)and income over feed cost (IOFC).
The results showed the average total cost of production (Rp) P0: 546.743,65 ; P1: 536.668,25 ; P2: 564.752,25 ; P3: 555.105,14 and P4: 524.799,68 respectively. Mean total production (Rp) P0: 441.400, P1: 440.400, P2: 462.800, P3: 460.300 and P4: 435.000 respectively. Mean
analysis of profits/losses (Rp) P0: -105.343,65 ; P1: -96.268,25 ; P2: -101.952,25 ; P3: -94.805,14 and P4: -89.799,68respectively. Mean IOFC (Rp)P0: 31.806,3 ; P1: 40.881,7 ; P2: 35.197,8 ; P3: 42.344,9 and P4: 48.650,3 respectively. The average B/C ratio P0: 0,807 ; P1: 0,821 ; P2: 0,817; P3: 0,829 and P4: 0,829 respectively. The analysis showed no beneficial use. The conclusion of this study is the utilization of water hyacinth fermentation does not benefit the weaning local male sheep.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan, Kotamadya Medan, Provinsi Sumatera Utara
pada tanggal 07 Oktober 1991 dari ayah Ramses Situmorang, SH dan
ibu Rostina Panggabean. Penulis merupakan anak ketiga dari lima bersaudara.
Tahun 2009 tamat dari SMA Santo Petrus Sidikalang dan pada tahun yang
sama masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur ujian
tertulis Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Penulis
memilih Program Studi Peternakan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Himpunan
Mahasiwa Peternakan (HMD). Selain itu penulis juga aktif dalam organisasi
Ikatan Mahasiswa Kristen Peternakan (IMAKRIP) sebagai ketua bidang infokom
2011-2012 dan organisasi Ikatan Mahasiswa Dairi (IMADA) sebagai anggota.
Pada tanggal 07 Juli 2012 sampai 17 Agustus 2012 penulis mengikuti
Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Situnggaling, Kecamatan Merek, Kabupaten
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat dan kasih karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Analisis Usaha Pemanfaatan Enceng Gondok Fermentasi Sebagai Pakan
Domba Lokal Jantan Lepas Sapih”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
kedua orang tua penulis yang telah mendidik penulis selama ini.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Ibu Ir. Tri Hesti Wahyuni, M. Sc dan
Bapak Ir. Armyn Hakim Daulay, MBA selaku ketua dan anggota komisi
pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan
berharga kepada penulis dari mulai menetapkan judul, melakukan penelitian,
sampai akhir pada ujian akhir.
Disamping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada civitas
akademika di Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara, serta semua rekan mahasiswa yang tak dapat disebutkan satu per satu disini
yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini
DAFTAR ISI Analisis Usaha Ternak Domba... 4
Total Biaya Produksi ... 5
Biaya pakan ... 6
Biaya bibit/biaya pembelian domba ... 6
Biaya obat-obatan ... 6
Biaya sewa kandang dan peralatan kandang ... 7
Biaya tenaga kerja ... 7
Total Hasil Produksi ... 7
Biaya penjualan domba ... 8
Biaya penjualan kotoran domba ... 9
Analisis Laba Rugi ... 9
B/C Ratio (Benefit Cost Ratio) ... 11
IOFC (Income Over Feed Cost) ... 12
Domba Lokal ... 12
Pertumbuhan dan Penggemukan Domba ... 13
Pakan Domba ... 13
Potensi Ternak Domba ... 15
Potensi Eceng Gondok ... 15
Fermentasi ... ... 17
Mikroorganismelokal ... 18
Lactobacillus sp ... 19
Rhizopus sp ... 19
Saccharomyces sp ... 20
Trichoderma harzianum ... 21
Bungkil Inti Sawit ... 22
Bahan dan Alat Penelitian Bahan ... 25
Pelaksanaan Penelitian ... 28
HASIL DAN PEMBAHASAN
Rekapitulasi Hasil Penelitian ... 40
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 42
Saran ... 42
DAFTAR PUSTAKA ... 43
DAFTAR TABEL
No. ... Hal.
1.Kebutuhan nilai nutrisi domba untuk pertumbuhan ... 14
2. Komposisi zat-zat nutrisi eceng gondok dalam bahan kering (%) ... 16
3.Biaya hijauan domba tiap perlakuan ulangan (Rp/ekor) ... 29
4. Biaya konsentrat domba tiap perlakuan ulangan (Rp/ekor) ... 30
5. Biaya pakan domba tiap perlakuan ulangan (Rp/ekor) ... 30
6. Biaya pembelian bibit domba tiap perlakuan ulangan (Rp/ekor) ... 30
7. Biaya obat-obatan tiap perlakuan ulangan (Rp/ekor) ... 31
8.Biaya sewa kandang dan peralatan tiap perlakuan ulangan (Rp/ekor) ... 31
9. Biaya tenaga kerja tiap perlakuan ulangan (Rp/ekor) ... 32
10.Hasil penjualan domba tiap perlakuan ulangan (Rp/ekor) ... 34
11. Hasil penjualan feses domba tiap perlakuan ulangan (Rp/ekor) ... 35
DAFTAR GAMBAR
No. ... Hal.
1. Total Biaya Produksi Tiap Perlakuan Ulangan (Rp/ekor) ... 33
2. Total Hasil Produksi Tiap Perlakuan Ulangan (Rp/ekor) ... 35
3. Analisis Laba/rugi Tiap Perlakuan Ulangan (Rp/ekor) ... 36
4. Income Over Feed Cost (IOFC) tiap perlakuan Ulangan (Rp/ekor) ... 39
ABSTRAK
RONALD SITUMORANG, 2014: “Analisis Usaha Pemanfaatan Eceng Gondok Fermentasi Sebagai Pakan Domba Lokal Jantan Lepas Sapih”. Dibimbing oleh TRI HESTI WAHYUNI dan ARMYN HAKIM DAULAY.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis usaha penggunaan eceng gondok fermentasi terhadap domba lokal jantan lepas sapih umur 3 bulan. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada bulan Agustus sampai dengan Nopember 2013 menggunakan 20 ekor domba lokal jantan lepas sapih dengan rataan bobot badan awal 7,87±2,18kg. Rancangan yang dipakai dalam penelitian adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan terdiri dari P0: konsentrat + 100% rumput, P1: konsentrat + 40% rumput + 60% eceng gondok fermentasi MOL, P2: konsentrat + 40% rumput + 60% eceng gondok fermentasiTrichoderma harzianum, P3: konsentrat + 100% eceng gondok fermentasi MOL, P4: konsentrat + 100% eceng gondok fermentasi
Trichoderma harzianum. Metode yang digunakan adalah metode survey. Parameter yang diteliti adalah total biaya produksi, total hasil produksi, analisis laba/rugi, benefit cost ratio (B/C ratio) dan income over feed cost (IOFC).
Hasil penelitian menunjukkan rataan total biaya produksi (Rp) P3: 0,829 dan P4: 0,829. Hasil analisis menunjukkan pemanfaatan tidak menguntungkan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pemanfaatan enceng gondok fermentasi tidak dapat meningkatkan keuntungan penggemukan ternak domba lokal jantan lepas sapih.
ABSTRACS
RONALD SITUMORANG, 2014 : "Bussiness Analysis of Water Hyacinth Utilization of Water Hyacinth Fermentation Local Male Sheep Feed For Release Wean". Guided by TRI HESTIWAHYUNI and ARMYNHAKIM DAULAY.
This study aims to analyze the business use of water hyacinth fermentation of local weaning male sheep 3 months. The experiment was conducted at the Laboratory of Animal Biology Animal Husbandry Program Faculty of Agriculture, University of North Sumatra in August to November 2013 using 20 local male lambs with an average initial body weight 7.87 ± 2.18 kg. The design used in the study was a completely randomized design ( CRD ) with 5 treatments and 4 replications and further significantly different. Treatment consists of P0 : concentrate + 100 % grass, P1 : concentrate + 40 % grass + 60 % grass hyacinth fermentation MOL, P2 : concentrate + 40 % grass + 60 % grass hyacinth fermentation of Trichoderma harzianum, P3 : concentrate + 100 % water hyacinth MOL fermentation, P4 : concentrate + 100 % water hyacinth fermentation of Trichoderma harzianum. The method was used a survey method. The parameters studied were the total production cost,total production, analysis of profit/loss, the benefit cost ratio (B/C ratio)and income over feed cost (IOFC).
The results showed the average total cost of production (Rp) P0: 546.743,65 ; P1: 536.668,25 ; P2: 564.752,25 ; P3: 555.105,14 and P4: 524.799,68 respectively. Mean total production (Rp) P0: 441.400, P1: 440.400, P2: 462.800, P3: 460.300 and P4: 435.000 respectively. Mean
analysis of profits/losses (Rp) P0: -105.343,65 ; P1: -96.268,25 ; P2: -101.952,25 ; P3: -94.805,14 and P4: -89.799,68respectively. Mean IOFC (Rp)P0: 31.806,3 ; P1: 40.881,7 ; P2: 35.197,8 ; P3: 42.344,9 and P4: 48.650,3 respectively. The average B/C ratio P0: 0,807 ; P1: 0,821 ; P2: 0,817; P3: 0,829 and P4: 0,829 respectively. The analysis showed no beneficial use. The conclusion of this study is the utilization of water hyacinth fermentation does not benefit the weaning local male sheep.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kondisi peternakan domba di Indonesia pada umumnya masih belum
berkembang dengan baik. Peternakan domba yang diusahakan oleh peternak kecil
masih bercorak subsisten atau tradisional. Domba yang diusahakan oleh peternak
pada umumnya hanya 3 – 5 ekor per keluarga. Akibatnya, output daging domba
yang dihasilkan usaha ternak domba tidak optimal, padahal permintaan daging
domba dari tahun ke tahun terus meningkat. Permintaan daging domba meningkat
sebesar 3,6 persen per tahun. Data statistik pertanian pada tahun 2005
pertumbuhan permintaan berasal dari pertumbuhan penduduk sebesar 1,8 persen
pertahun dan pertambahan konsumsi per kapita sebesar 1,5 persen per tahun.
Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi daging domba melalui
pengembangan usaha ternak domba yang berskala kecil menjadi usaha ternak
yang berskala besar dan berorientasi pada laba sehingga pendapatan dan
kesejahteraan peternak akan meningkat.
Pemanfaatan limbah pertanian sebagai bahan pakan ternak merupakan
salah satu alternatif bijaksana dalam memenuhi kebutuhan nutrisi bagi ternak.
Limbah pertanian sebagai bahan pakan selalu dikaitkan dengan harga yang murah
dan kualitas yang rendah. Besaran pemanfaatan limbah sangat tergantung pada
potensi limbah baik secara kuantitas maupun kualitas yang dapat dimanfaatkan.
Saat ini dibutuhkan suatu pemecahan masalah pakan untuk ternak domba.
Salah satu faktor pembatas laju peningkatan usaha peternakan yaitu ketersediaan
peternakan. Untuk mengatasi masalah tersebut alternatif pilihan adalah
pemanfaatan limbah pertanian yang salah satunya adalah eceng gondok.
Eceng gondok (Eichhornia crassipes) merupakan tanaman gulma di
wilayah perairan yang hidup terapung pada air yang dalam atau mengembangkan
perakaran di dalam lumpur pada air yang dangkal. Eceng gondok berkembang
biak dengan sangat cepat, baik secara vegetatif maupun generatif.
Perkembangbiakan tanaman eceng gondok yang demikian cepat menyebabkan
tanaman eceng gondok telah berubah menjadi tanaman gulma di beberapa wilayah
perairan di Indonesia. Di kawasan perairan danau, eceng gondok tumbuh pada
bibir-bibir pantai sampai sejauh 5-20 m. Perkembangbiakan ini juga dipicu oleh
peningkatan kesuburan di wilayah perairan danau, sebagai akibat dari erosi dan
sedimentasi lahan, berbagai aktivitas masyarakat (mandi, cuci, kakus), budidaya
perikanan (keramba jaring apung), limbah transportasi air, dan limbah pertanian.
Keberhasilan peternak ditentukan 3 hal yaitu : Breeding, Feeding dan
Manajemen. Breeding adalah merupakan jenis yang digunakan untuk
pengemukan, sedangkan Feeding yang berkaitan dengan pakan yang digunakan
dalam penggemukan, dan Manajemen merupakan salah satu faktor yang
menentukan keberhasilan suatu peternak domba. Dalam menentukan penggunaan
pakan hendaknya melihat berbagai faktor diantara nilai ekonomi atau harga dari
pakan yang cukup tinggi, serta kesinambungan ketersediaan pakan yang tidak sulit
untuk memperoleh. Semakin baik pakan yang digunakan tentu akan berdampak
baik terhadap keuntungan, dengan catatan pakan murah tersebut juga berkualitas
baik. Dengan demikian perlu dilakukan suatu analisis untuk mengetahui apakah
Analisis usaha ternak domba merupakan kegiatan yang sangat penting bagi
suatu ternak yang mempunyai prospek cerah yang dapat dilihat dari analisis
usahanya. Berdasarkan data tersebut dapat diukur keuntungan usaha dan
tersedianya dana riil untuk periode selanjutnya. Melalui usaha ini dapat dicari
langkah pemecahan berbagai kendala yang dihadapi. Analisis dapat juga
memberikan informasi lengkap tentang modal yang diperlukan, penggunaan
modal, besar biaya untuk bibit (bakalan), ransum, kandang, lamanya modal
kembali dengan tingkat keuntungan uang diperoleh.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk meneliti analisis
usaha pemberian eceng gondok (Eichhornia crassipes) yang difermentasi dengan
mikroorganisme lokal (Rhizopus sp, Saccharomyces sp, Lactobacillus sp) dan
Trichoderma sebagai pakan domba lokal jantan lepas sapih.
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui analisis usaha penggunaan eceng gondok fermentasi
sebagai pakan terhadap domba lokal jantan lepas sapih umur 3 bulan.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini dapat memberikan informasi bagi peneliti kalangan
akademik dan masyarakat tentang pemanfaatan enceng gondok fermentasi sebagai
bahan pakan pengganti hijauan dan bernilai gizi tinggi. Penelitian ini berguna
untuk mendapatkan data penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat untuk
mendapatkan gelar sarjana di Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian
TINJAUAN PUSTAKA
Analisis Usaha Ternak Domba
Analisis usaha ternak merupakan kegiatan yang sangat penting bagi suatu
usaha ternak yang mempunyai prospek cerah dapat dilihat dari analisis usahanya.
Berdasarkan data tersebut dapat diukur keuntungan usaha dan tersedianya dana
yang riil untuk periode selanjutnya. Melalui analisis ini dapat dicari langkah
pemecahan berbagai kendala yang dihadapi. Analisis dapat juga memberikan
informasi lengkap tentang modal yang diperlukan, penggunaan modal, besar biaya
untuk bibit (bakalan), ransum, kandang, lamanya modal kembali dan tingkat
keuntungan uang diperoleh (Suharno dan Nazaruddin, 1994).
Sodiq danAbidin (2002) menyatakan bahwa berdasarkan skala usaha dan
tingkat pendapatan peternak, usaha peternakan di klasifikasikan antara lain
peternakan sebagai usaha sambilan yaitu pendapatan petani dari usaha ternaknya
tidak lebih tinggi dari 30% total pendapatannya, Peternakan sebagai cabang usaha
yaitu petani mengusahakan pertanian campuran (mixed farming) dengan usaha
ternak sebagai cabang usaha lainnya, pendapatan petani berkisar antara 30%-70%
dari total pendapatan usaha ternak secara keseluruhan, peternak sebagai pokok
usaha yaitu usaha ternak menjadi usaha pokok, sedangkan usaha tani lainnya
hanya sebagai usaha sampingan. Tingkat pendapatan petani berkisar antara
70 % - 100 % dari usaha ternak dan peternakan sebagai usaha industri yaitu usaha
peternakan sudah menjadi usaha pemeliharaan ternak dengan komoditas ternak
Usaha peternakan rakyat mempunyai ciri-ciri antara lain: skala usaha kecil
dengan cabang usaha, teknologi sederhana, produktivitas rendah, mutu produk
kurang terjamin, belum sepenuhnya berorientasi pasar dan kurang peka terhadap
perubahan – perubahan (Cyrilla danIsmail, 1988).
Total Biaya Produksi
Biaya adalah nilai dari semua korbanan ekonomis yang diperlukan yang
tidak dapat dihindarkan dapat diperkirakan dan dapat diukur untuk menghasilkan
suatu produk. Pengeluaran atau biaya bagi perusahaan adalah sebagai nilai input
yang digunakan untuk memproduksi suatu output tertentu. Pengeluaran
perusahaan adalah semua uang yang dikeluarkan sebagai biaya produksi
(Kadarsan, 1995).
Biaya tetap merupakan biaya yang secara total tidak mengalami perubahan
walaupun ada perubahan volume produksi ataupun sedangkan perubahan variabel
merupakan biaya yang secara total berubah sesuai dengan perubahan volume
produksi (Kasmir, 2008)
Biaya produksi merupakan sejumlah biaya yang dikeluarkan dalam suatu
usaha ternak. Biaya ini terdiri dari biaya tetap dan biaya tidak tetap atau biaya
variable. Biaya tetap merupakan biaya yang dikeluarkan untuk sarana produksi
dan berkali-kali dapat dipergunakan. Biaya tetap ini antara lain berupa lahan
usaha, kandang, peralatan yang digunakan dan sarana transportasi. Biaya tidak
tetap merupakan biaya yang dikeluarkan secara berulang-ulang yang antara lain
berupa biaya pakan, upah tenaga kerja, penyusutan kandang, penyusutan
peralatan, obat-obatan, vaksinasi dan biaya-biaya lain berupa biaya penerangan
Biaya pakan
Biaya pakan adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli pakan yang
diperoleh dari hasil perkalian antara pakan yang dikonsumsi dengan harga pakan
perkilogramnya. Efisiensi penggunaan pakan diharapkan mampu mengurangi
dampak dari kenaikan harga pakan yang seringkali berfluktuasi dan sangat
mempengaruhi tingkat pendapatan. Menurut Raharjo (1994) harga pakan yang
cenderung naik dan berfluktuasi dipengaruhi oleh kondisi tingkat harga bahan
baku pembuatan pakan.
Biaya bibit/ biaya pembelian domba
Biaya bibit adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli bibit. Harga
biaya bibit diperoleh dari hasil perkalian antara bobot badan awal dengan harga
bobot hidup perkilogramnya. Harga bibit domba jantan lokal lepas sapih adalah
Rp. 40.000/kg (Raharjo, 1994).
Biaya obat-obatan
Biaya obat-obatan adalah biaya yang diperoleh dari harga obat-obatan
yang diberikan pada ternak yang sakit. Pengobatan pada ternak diharapkan dapat
mengurangi resiko kematian, menghambat penyebaran penyakit ke lingkungan,
baik ke manusia maupun ternak lainnya. Menurut Aziz (2009) obat-obatan,
vaksin dan vitamin dapat digunakan sebagai alternatif manajemen resiko
produksi pada usaha ternak domba jantan lokal lepas sapih.
Biaya sewa kandang dan peralatan kandang
Biaya sewa kandang adalah biaya yang dikeluarkan untuk penggunaan
bermanfaat untuk mengurangi stimulasi yang dapat menyebabkan ternak stres,
dengan cara mengurangi kontak dengan manusia. Biaya peralatan kandang adalah
biaya yang digunakan untuk membeli perlengkapan kandang selama pemeliharaan
ternak. Peralatan kandang menurut Santoso (2009) antara lain meliputi, instalasi
listrik, instalasi air minum, tempat pakan, alas kandang, pemanas ruangan, tirai
kandang.
Biaya tenaga kerja
Biaya atau upah tenaga kerja adalah biaya yang dikeluarkan untuk
memelihara beberapa ternak. Setiap proses produksi diperlukan tenaga kerja
yang cukup memadai. Jumlah tenaga kerja yang diperlukan perlu disesuaikan
dengan kebutuhan sampai tingkat tertentu sehingga jumlahnya optimal. Jumlah
tenaga kerja yang diperlukan ini memang masih banyak dipengaruhi dan
dikaitkan dengan kualitas tenaga kerja, jenis kelamin, musim dan upah
tenaga kerja. Besar kecilnya upah tenaga kerja ditentukan oleh jenis kelamin.
Upah tenaga kerja pria umumnya lebih tinggi bila dibandingkan dengan upah tenaga
kerja wanita. Upah tenaga kerja ternak umumnya lebih tinggi daripada upah tenaga
kerja manusia (Antono, 2006).
Total Hasil Produksi
Perusahaan yang beroperasi atau mempunyai kegiatan sesuai dengan
didirikannya perusahaan tersebut akan mengharapkan adanya penerimaan
pendapatan dari operasi perusahaan yang dilaksanakan. Bagi perusahaan yang
barang tersebut berasal dari usaha penjualan yang dilakukan perusahaan
tersebut (Agus, 1990).
Penerimaan dapat dibagi menjadi penerimaan nyata dan penerimaan yang
diperhitungkan. Penerimaan nyata adalah penerimaan yang diterima dari hasil
penjualan baik tunai maupun piutang (kredit). Penerimaan yang diperhitungkan
adalah nilai output yang dikonsumsi peternak. Penerimaan bersumber dari
pemasaran atau penjualan hasil usaha seperti panen tanaman dan hasil
olahannya serta panen dari peternakan dan hasil olahannya (Kadarsan, 1995).
Biaya penjualan domba
Penjualan domba yaitu perkalian perkalian antara bobot badan akhir
dengan harga bobot hidup perkilogramnya. Harga jual ditetapkan oleh pembeli
dan penjual dalam suatu proses tawar menawar penjual akan meminta harga jual
yang lebih tinggi dari yang diharapkan diterimanya, sedangkan pembeli akan
menawarkan lebih rendah dari yang diharapkan akan dibayarnya. Dengan tawar
menawar mereka akan sampai pada suatu kesepakatan tentang harga yang
disetujui (Kotler, 1994).
Masalah harga sebenarnya merupakan salah satu dari empat variabel utama
harus dikendalikan secara serasi, selaras dengan tujuan yang akan dicapai oleh
manajer perusahaan. Segala keputusan yang berhubungan dengan harga akan
sangat mempengaruhi beberapa aspek kegiatan perusahaan, baik yang
menyangkut kegiatan penjualan maupun aspek keuntungan yang ingin dicapai
oleh perusahaan. Oleh karena itu manajer suatu perusahaan harus berhati-hati
Biaya penjualan kotoran domba
Penjualan kotoran domba diperoleh dari harga jual kotoran domba
perkilogramnya. Harga penjualan kotoran yaitu sebesar Rp.500/kg.
Analisis Laba-Rugi
Laporan laba rugi memperlihatkan hasil yang diperoleh dari penjualan jasa
barang dan ongkos-ongkos yang timbul dalam proses pencapaian hasil tersebut.
Laporan ini juga memperlihatkan adanya pendapatan bersih atau kerugian bersih
sebagai hasil dari operasi perusahaan selama periode tertentu. Laporan ini
merupakan laporan aktivitas dan hasil dari aktivitas itu merupakan ringkasan yang
logis dari penghasilan, dan biaya dari suatu perusahaan untuk periode tertentu.
Besarnya laba ditentukan berdasarkan selisih antara nilai penjualan (total revenue)
dengan total biaya (biaya tetap ditambah biaya variabel) pada tingkat volume
produksi tertentu. Perlu diperhatikan bahwa volume penjualan yang menghasilkan
laba hanya volume penjualan yang berada diatas titik impas (Jumingan, 2006).
Analisa pendapatan usaha digunakan untuk menggambarkan faktor
keuntungan usaha. Pendapatan dapat didefenisikan sebagai selisih antara
penerimaan total dengan biaya total, atau dapat dirumuskan sebagai berikut:
π = TR-TC
Dimana :
π : Keuntungan (Benefit)
TR : Penerimaan Total (Total Revenue)
Pendapatan berasal dari penjualan ternak hidup, karkas, pupuk dan produk
lainnya merupakan komponen pendapatan. Sedangkan biaya produksi dibagi dua,
yaitu biaya tetap (sewa lahan, bangunan kandang, dan peralatan) dan biaya
variabel (domba bakalan, pakan, tenaga kerja, dan bunga bank)
(Soekartawi, 1994).
Keuntungan adalah tujuan setiap usaha. Keuntungan dapat dicapai jika
jumlah pendapatan yang diperoleh dari usaha tersebut lebih besar daripada jumlah
pengeluarannya. Bila keuntungan dari suatu usaha semakin meningkat, maka
secara ekonomis usaha tersebut layak dipertahankan atau ditingkatkan. Untuk
memperoleh angka yang pasti mengenai keuntungan atau kerugian, yang harus
dilakukan adalah pencatatan biaya. Tujuan pencatatan biaya juga agar peternak
atau pengusaha dapat mengadakan evaluasi terhadap bidang usaha
(Murtidjo, 1995).
Laba merupakan ukuran yang membedakan antara apa yang perusahaan
masukkan untuk membuat dan menjual produk dengan apa yang diterimanya.
Perhitungan laba jelas untuk banyak keputusan manejemen. Jika laba konsisten
positif, perusahaan dapat tetap berada dalam bisnis tersebut, tetapi jika mengalami
kerugian perusahaan dapat mencari produk yang lain yang akan diolah yang dapat
mendatangkan keuntungan (Hansen dan Mowen, 2001).
Laporan laba rugi merupakan laporan keuangan yang menggambarkan
hasil usaha dalam suatu periode tertentu. Dalam laporan ini tergambar jumlah
pendapatan serta jumlah biaya dan jenis-jenis biaya yang dikeluarkan. Laporan
laba-rugi (balance sheet) adalah laporan yang menunjukkan jumlah pendapatan
Setiap jangka waktu tertentu, umumnya satu tahun, perusahaan perlu
memperhitungkan hasil usaha perusahaan yang dituangkan dalam bentuk laporan
laba-rugi. Hasil usaha tersebut didapat dengan cara membandingkan penghasilan
dan biaya selama jangka waktu tertentu. Besarnya laba atau rugi akan diketahui
dari hasil perbandingan tersebut (Kasmir dan Jakfar, 2005).
B/C Ratio (benefit cost ratio)
Kadariah (1987) menyatakan bahwa untuk mengetahui tingkat efisiensi
suatu usaha dapat digunakan parameter yaitu dengan mengukur besarnya
pemasukan dibagi besarnya korbanan, dimana bila :
B/C Ratio > 1 = efisien
B/C Ratio ═ 1 = impas
B/C Ratio < 1 = tidak efisien
B/C Ratio adalah nilai atau manfaat yang diperoleh dari setiap satuan
biaya yang dikeluarkan. Dimana B/C Ratio diperoleh dengan cara membagikan
total penerimaan dengan total pengeluaran.
Menurut Cahyono (2002) analisis tingkat kelayakan usaha tani atau B/C
ratio (Benefit Cost Ratio) bisa digunakan dalam analisis kelayakan usaha tani,
yaitu perbandingan antara total pendapatan dan total biaya yang dikeluarkan.
B C Ratio=Total Hasil Produksi Total Biaya Produksi
�
Suatu usaha dikatakan memberikan manfaat bila nilai B/C Ratio > 1.
Semakin besar nilai B/C Ratio maka semakin efisien usaha tersebut dan
sebaliknya semakin kecil nilai B/C Rationya, maka semakin tidak efisien usaha
IOFC (income over feed cost)
Income Over Feed Cost (IOFC) adalah selisih dari total pendapatan
dengan total biaya pakan digunakan selama usaha penggemukan ternak. IOFC ini
merupakan barometer untuk melihat seberapa besar biaya pakan yang merupakan
biaya terbesar dalam usaha penggemukan ternak. IOFC diperoleh dengan
menghitung selisih pendapatan usaha peternakan dikurangi biaya pakan. Dalam
usaha ternak, biaya terbesar yang dikeluarkan adalah biaya variabel terutama
biaya pakan dan biaya tenaga kerja. Besarnya biaya pakan berkisar antara 60-80%
dari total biaya. Pendapatan merupakan perkalian antara produksi peternakan atau
pertambahan bobot badan akibat perlakuan dengan harga jual
(Prawirokusumo, 1990).
Selain pegangan berproduksi secara teknis juga diperlukan pegangan
berproduksi dari segi ekonomi, beberapa tolak ukur yang dapat digunakan untuk
pegangan berproduksi adalah IOFC (income over feed cost) atau selisih
pendapatan usaha peternakan dengan biaya pakan. Pendapatan merupakan
perkalian antara hasil produksi peternakan (kilogram hidup) dengan harga jual.
Sedangkan biaya pakan adalah jumlah biaya yang dikeluarkan untuk
menghasilkan kilogram bobot hidup (Hermanto, 1996).
Domba Lokal
Domba lokal atau domba kampung merupakan domba asli indonesia.
Domba ini memiliki tubuh kecil, lambat dewasa, warna bulunya maupun
karakteristiknya tidak seragam, dan hasil dagingnya relatif kecil atau sedikit
Domba lokal, domba kampung, domba negeri atau domba kacang
memiliki tubuh yang kecil. Domba jantan bertanduk kecil, sedangkan domba
betina tidak bertanduk. Berat domba jantan berkisar 30-40 kg, yang betina
berkisar 15-20 kg, tahan hidup di daerah yang kurang baik. Pertumbuhan domba
ini sangat lambat (Sumoprastowo, 1993).
Pertumbuhan dan Penggemukan Domba
Pertumbuhan adalah pertambahan berat jaringan pembangun seperti
tulang, urat daging, jantung, otak, semua jaringan tubuh, serta alat-alat tubuh
lainnya. Sedangkan pertumbuhan murni adalah jumlah protein yang bertambah
dan zat-zat mineral. Pertambahan akibat penimbunan lemak atau penimbunan air
bukanlah pertumbuhan murni (Anggorodi, 1984).
Penggemukan adalah suatu istilah untuk menggambarkan keadaan hewan
pada saat-saat terakhir stadium pertumbuhannya. Penggemukan (fattening) tidak
berarti menyebabkan hewan hanya menimbun lemak saja. Semua hewan yang
dimaksudkan untuk diambil dagingnya akan dipotong jauh sebelum berat
badannya mengandung banyak lemak (Tillman et al., 1991).
Pakan Domba
Kebutuhan ternak ruminansia terhadap pakan dicerminkan oleh
kebutuhannya terhadap nutrisi. Jumlah kebutuhan nutrisi setiap harinya sangat
tergantung pada jenis ternak, umur, fase pertumbuhan (dewasa, bunting,
menyusui), kondisi tubuh (normal, sakit) dan lingkungan tempat hidupnya
ternak yang berbeda kondisinya membutuhkan pakan yang berbeda (Kartadisastra,
1997).
Bahan baku pakan yang dapat diberikan pada domba terdiri dari dua jenis,
yakni hijauan pakan, yang merupakan makanan kasar yang terdiri dari hijauan
pakan yang dapat berupa rumput lapangan, limbah hasil pertanian, rumput jenis
unggul yang telah diintroduksikan, juga beberapa jenis leguminosa. Hijauan pakan
merupakan makanan utama bagi ternak ruminansia dan berfungsi sebagai sumber
gizi yaitu protein, energi, vitamin dan mineral. Jenis pakan yang lain adalah
konsentrat, yang merupakan makanan penguat yang terdiri dari bahan baku yang
kaya akan karbohidrat dan protein seperti jagung kuning, bekatul, dedak, gandum
dan bungkil-bungkilan seperti bungkil inti sawit, bungkil kelapa, bungkil kacang
kedelai dan bungkil kacang tanah (Murtidjo, 1993).
Tabel 1. Kebutuhan nilai nutrisi domba untuk pertumbuhan
Energi Protein
Ket: PBB (Pertambahan bobot badan) DE (Digestible energy/ energi tercerna) ME (Metabolisible energy)
TP (Total Protein)
Potensi Ternak Domba
Potensi ekonomi ternak domba sebagai lapangan usaha memiliki beberapa
kelebihan dibandingkan dengan ternak besar lainnya, yakni ternak domba relatif
kecil dan cepat dewasa, sehingga usaha ternak domba memiliki keuntungan
ekonomi yang cukup tinggi ; domba merupakan ternak ruminansia kecil yang
dalam pemeliharaannya tidak memerlukan lahan yang luas ; investasi usaha ternak
domba membutuhkan modal relatif kecil ; modal usaha ternak domba lebih cepat
berputar dibanding dengan jenis ternak ruminansia besar lain ; dan domba
memiliki sifat suka bergerombol sehingga memudahkan dalam pemeliharaannya
(Murtidjo, 1992).
Pengusahaan domba di Indonesia memiliki prospek yang cerah, mengingat
keuntungannya antara lain daging domba seperti halnya daging ayam, dapat
diterima oleh berbagai lapisan masyarakat dan berkembangnya ilmu pengetahuan
dan pendapatan yang cukup akan mendorong penduduk untuk memenuhi gizi,
khususnya protein hewani (Sudarmono danSugeng, 2003).
Potensi Eceng Gondok
Eceng Gondok (Eichhornia crasippes) atau dalam bahasa Inggris disebut
“water hyacinth” mempunyai sistematika sebagai berikut Divisi: Spermatophhyta;
Sub Divisi: Angiospermae; Kelas: Monocotyledoneae; Suku: Pontederiaceae;
Genus: Eichhornia; Jenis: Eichhornia crassipes (Fuskhah, 2000).
Tabel 2. Komposisi zat-zat nutrisi eceng gondok dalam bahan kering (%)
Zat-Zat Makanan Kandungan (%)
Bahan Kering 87,27
Protein kasar 13,25
Lemak 0,05
Energi Bruto (Kkal/kg) 3534
Sumber: Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Departemen Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan IPB, Bogor (2003).
Pemanfaatan eceng gondok sebgai pakan ternak harus dipertimbangkan
kandungan air yang cukup tinggi. Menurut Dodiandri (1997) pemberian eceng
gondok dalam bentuk segar lebih dari 25 % dapat menekan konsumsi pakan pada
ternak.
Eceng gondok juga memiliki beberapa kekurangan dalam segi kualitas
antara lain kadar air yang terlalu tinggi, tekstur yang terlalu halus, banyak
mengandung hemiselulosa, protein sukar dirombak oleh bakteri rumen, dan
kandungan mineral sangat tinggi, dan daya serap mineral yang cukup tinggi.
Eceng gondok yang berasal dari perairan tercemar dapat mengandung logam berat
beracun bagi ternak (Rahmawati et al., 2000).
Perkembangbiakan dengan cara vegetatif dapat melipat ganda dua kali
dalam waktu 7-10 hari. Hasil penelitian Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
Sumatera Utara di Danau Toba pada tahun 2003 melaporkan bahwa satu batang
waktu 1 tahun mampu menutup area seluas 7 m2. Heyne (1987) menyatakan
bahwa dalam waktu 6 bulan pertumbuhan eceng gondok pada areal 1 ha dapat
mencapai bobot basah sebesar 125 ton.
Pertumbuhan eceng gondok sangat cepat dalam lingkungan yang
menguntungkan. Hanya dalam waktu 6-15 hari kecepatan penutupan lahan dua
kali lipat. Eceng gondok senang pada cahaya matahari dan tumbuh cepat dibawah
intensitas cahaya tinggi, serta toleran terhadap keberadaan komposisi kimia
diperairan, namun kurang toleran terhadap kadar garam. Komposisi nutrien eceng
gondok mengandung protein kasar, Fe, Na, K dan Ca masing- masing adalah
7,4-18,1%, 0,3%, 0,4%, 4,6% dan 1,3% (Sutarno et al., 1994).
Fermentasi
Fermentasi adalah reaksi oleh biokatalis yang digunakan untuk mengubah
substrat menjadi produk baru biokatalis tersebut dapat berasal dari bakteri, jamur
dan khamir (Smith, 1990). Menurut Muchtadi et al. (1992) bahwa fermentasi
adalah proses-proses yang menghasilkan komponen - komponen kimia yang
kompleks sebagai akibat adanya pertumbuhan maupun metabolisme mikrobia.
Definisi teknologi fermentasi adalah memanfaatkan bahan-bahan yang murah
harganya bahkan tidak berharga dengan menggunakan mikroorganisme
menjadi produk-produk yang bernilai ekonomi tinggi dan berguna bagi
kesejahteraan manusia (Ansori, 1992).
Menurut Winarno dan Fardiaz (1979) pada proses fermentasi dibutuhkan
dosis jamur tertentu pula, makin banyak dosis jamur yang digunakan makin cepat
fermentasi, semakin banyak bahan yang akan dirombak, fermentasi kapang pada
umumnya membutuhkan waktu antara 2 sampai 5 hari.
Mikroorganisme Lokal
Mikroorganisme lokal merupakan salah satu cara pengembangbiakan
mikroorganisme yang akan mampu mendegradasi bahan organik. Bahan pembuat
Mikroorganisme lokal ini antara lain air sumur, air tebu, ragi tape, ragi tempe dan
yoghurt.
Mikroorganisme dasar dalam MOL ini adalah Saccharomyces yang
berasal dari ragi tape, Rhizopus dari ragi tempe dan Lactobacillus dari yoghurt.
Mikroorganisme ini mempunyai sifat-sifat antara lain sifat lipolitik,
mikroorganisme yaitu Lactobacillus akan menghasilkan enzim lipase yang
berperan dalam perombakan lemak, sifat proteolitik, mikroorganisme yaitu
Rhizopus akan mengeluarkan enzim protease yang dapat merombak protein
menjadi polipeptida, lalu menjadi peptida sederhana dan akhirnya menjadi asam
amino bebas, CO2 dan air, dan sifat amilolitik, mikroorganisme yaitu
Saccharomyces akan menghasilkan enzim amilase yang berperan dalam
mengubah karbohidrat menjadi volatile fatty acids yang kemudian akan menjadi
asam amino.
Pembuatan inokulen cair menggunakan beberapa bahan antara lain air
sumur, air tebu, ragi tape, ragi tempe dan yoghurt. Semuanya dimasukkan ke
galon, lubangnya ditutup dengan kantong plastik ukuran 1 kg dan dibiarkan
selama 3 hari. Guna ditutup dengan kantong plastik adalah untuk mendapatkan
plastik menggelembung, berarti terjadi reaksi positif dari mikroorganisma dalam
tahapan inokulen cair (Takakura method, 2009).
Lactobacillus sp
Lactobacillus adala
menguba
ini umum dan tidak berbahaya bagi kesehatan. Dalam manusia, bakteri ini dapat
ditemukan di dalam
dan merupakan sebagian kecil dariLactobacillus
memiliki kemampuan membusukkan materi tanaman yang sangat baik. Produksi
asam laktatnya membuat lingkungannya bersifat asam dan mengganggu
pertumbuhan beberapa bakteri merugikan. Beberapa anggota genus ini telah
memilikiLactobacillus sering digunakan untuk
industri pembuata
seperti
fermentasinya dengan membentuk asam laktat
2013/Lactobacillus).
Rhizhopus sp
Rhizopus sp adalah genus jamur benang yang termasuk filum Zygomycota
ordo Mucorales. Rhizopus sp mempunyai ciri khas yaitu memiliki hifa yang
coenositik, sehingga tidak bersepta atau bersekat. Miselium dari Rhizopus sp yang
juga disebut stolon menyebar diatas substratnya karena aktivitas dari hifa
vegetatif. Rhizopus sp bereproduksi secara aseksual dengan memproduksi banyak
sporangiofor yang bertangkai. Sporangiofor ini tumbuh ke arah atas dan
mengandung ratusan spora. Sporagiofor ini biasanya dipisahkan dari hifa
lainnya oleh sebuah dinding seperti septa. Salah satu contohnya spesiesnya
adalah Rhizopus stonolifer yang biasanya tumbuh pada roti basi
(Postlethwait dan Hopson, 2006).
Saccharomyces sp
Saccharomyces merupakan genus
kemampuan mengubah2. Saccharomyces
merupakan mikroorganisme be
kelomoC dan pH 4,8. Beberapa
kelebihan saccharomyces dalam proses fermentasi yaitu mikroorganisme ini cepat
berkembang biak, tahan terhadap kadar alkohol yang tinggi, tahan terhadap suhu
yang tinggi, mempunyai sifat stabil dan cepat beradaptasi. Beberapa spesies
Saccharomyces mampu memproduksi ethanol hingga 13.01 %. Hasil ini lebih
bagus dibanding genus lainnya seperti Candida dan Trochosporon. Pertumbuhan
Saccharomyces dipengaruhi oleh adanya penambahan nutrisi yaitu unsur C
sebagai sumber carbon, unsur N yang diperoleh dari penambaha
antara 28-30oC. Beberapa spesies yang termasuk dalam genus ini diantaranya
yait
Trichoderma harzianum
Klasifikasi Trichoderma harzianum menurut Semangun (2000) adalah
sebagai berikut: Kingdom : Fungi, Phylum : Ascomycota, Class : Ascomycetes,
Subclass: Hypocremycetidae, Ordo : Hypocreales, Family : Hypcreaceae, Genus:
Trichoderma, Species : T. harzianum, T.pseudokoningnii dan T. Viridae.
richoderma harzianum memiliki peranan yang sangat penting dalam
meningkatkan kualitas suatu bahan pakan. Untuk menurunkan serat kasar
penggunaan Trichoderma harzianum akan lebih efektif dibandingkan dengan
Rhizopus sp. Menurut Ginting dan Krisnan (2002) Trichoderma harzianum
mempunyai aktifitas selulolitik lebih tinggi dibandingkan dengan
Trichoderma koningii atau Trichodermaviridae. Fati (1997) melaporkan bahwa
fermentasi dedak padi dengan kapang Trichoderma harzianum mampu
meningkatkan protein dari 8,74% menjadi 14,66% dan menurunkan serat kasar
dari 18,90% menjadi 12,81%. Sedangkan Tami et al., (1997) melaporkan bahwa
penggunaan Trichoderma harzianum dalam fermentasi ampas tahu dapat
memperbaiki nilai gizi yang ditandai dengan menurunnya kandungan serat kasar
dari 21,67% menjadi 14,24% sedangkan proteinnya meningkat dari 24,48%
menjadi 32,65% serta dapat meningkatkan performans ayam pedaging jantan.
Fermentasi dengan menggunakan jamur memungkinkan terjadinya perombakan
bahan yang sulit dicerna oleh ternak menjadi bahan yang mudah dicerna sehingga
nilai manfaatnya meningkat (Winarno, 1980). Fermentasi juga dapat
meningkatkan nilai kecernaan, menambah rasa dan aroma, serta meningkatkan
Konsentrat
Pemberian konsentrat terlalu banyak akan meningkatkan konsentrasi
energi pakan yang dapat menurunkan tingkat konsumsi sehingga tingkat konsumsi
energi sendiri dapat berkurang (Parakkasi, 1995).
Konsentrat adalah pakan ternak yang memiliki nilai protein dan energi
yaitu dengan PK 18%. Pada ternak yang digemukkan, semakin banyak konsentrat
dalam pakannya akan semakin baik asalkan konsumsi serat kasar tidak kurang
dari 15% BK pakan (Siregar, 1994).
Bungkil Inti Sawit (BIS)
Kandungan protein bungkil inti sawit lebih rendah dari bungkil lainnya.
Namun demikian masih dapat dijadikan sebagai sumber protein, kandungan asam
amino esensialnya cukup lengkap (Lubis, 1993).
Urea
Urea dengan rumus molekul CO (NH2)2 banyak digunakan dalam ransum
ternak ruminansia karena mudah diperoleh, harganya murah dan sedikit resiko
keracunan yang diakibatkannya dibanding burret. Secara fisik urea berbentuk
kristal berwarna putih dan higroskopis (Sodiq dan Abidin, 2002).
Dedak Padi
Padi (Oryza sativa) merupakan sumber bahan makanan yang
menghasilkan beras sebagai bahan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk
Indonesia. Dalam proses pengadaan beras dari padi dihasilkan dedak padi sebagai
hasil sampingan. Dedak padi adalah hasil ikutan pengolahan padi menjadi beras
Bungkil Kedelai
Bungkil kedelai adalah kedelai yang sudah diambil minyaknya. Bungkil
kedelai merupakan sumber protein paling yang amat bagus sebab keseimbangan
asam amino yang terkandung didalamnya cukup lengkap dan tinggi. Bungkil
kedelai dibuat melalui beberapa tahapan seperti pengambilan lemak, pemanasan
dan penggilingan (Boniran, 1999). Bungkil kedelai yang baik mengandung air
tidak lebih dari 12% (Hutagalung, 1990).
Molases
Molases atau tetes tebu adalah hasil sampingan pengolahan tebu menjadi
maloases yang bentuk fisiknya berupa cairan kental dan berwarna hitam
kecoklatan. Walaupun harganya murah, namun kandungan gizi yang berupa
karbohidrat, protein dan mineralnya masih cukup tinggi dan dapat digunakan
untuk pakan ternak walaupun sifatnya sebagai pendukung. Disamping harga
murah, kelebihan lain tetes tebu terletak pada aroma dan rasanya
(Widayati dan Widalestari, 1996).
Garam
Garam yang dimaksud disini adalah garam dapur (NaCl), dimana selain
berfungsi sebagai mineral juga berfungsi meningkatkan patalibitas
(Pardede dan Asmira, 1997)
Mineral
Mineral merupakan salah satu zat yang mempunyai peranan pokok dalam
hal pertumbuhan dan reproduksi ternak domba, seperti metabolisme protein,
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Program Studi
Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Penelitian telah
berlangsung selama 4 bulan dimulai dari bulan Agustus sampai dengan bulan
November 2013.
Bahan dan Alat Penelitian Bahan
Bahan yang digunakan yaitu domba lokal jantan lepas sapih sebanyak 20
ekor dengan rataan bobot badan awal 7,87 ± 2,18 kg. Pakan konsentrat yang
terdiri dari bungkil inti sawit, dedak, bungkil kedelai, molases, urea, mineral dan
garam. Inokulen cair sebagai fermentator, Trichoderma sebagai fermentator,
kalbazen sebagai obat cacing, anti bloat sebagai obat gembung, injectamin untuk
menjaga kesehatan ternak, rodalon untuk desinfektan, dan air minum diberikan
secara adlibitum.
Alat
Alat yang digunakan yaitu kandang individual 20 unit dengan ukuran
1 x 0,5 m beserta perlengkapannya, tempat pakan dan minum, timbangan untuk
menimbang bobot hidup berkapasitas 50 kg dengan kepekaan 2 kg, timbangan
berkapasitas 2 kg dengan kepekaan 10 g untuk menimbang pakan, grinder
digunakan untuk menghaluskan bahan pakan konsentrat, choper untuk menchoper
untuk mengetahui suhu di dalam dan di luar kandang, alat penerangan kandang,
alat pembersih kandang dan alat tulis untuk menulis data.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan rangkaian penelitian sebelumnya yang berjudul
Pemanfaatan Eceng Gondok Fermentasi Sebagai Pakan Domba Lokal Jantan
Lepas Sapih yang menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari
5 perlakuan dan 4 ulangan. Adapun perlakuan yang diberikan adalah sebagai
berikut:
P0: Konsentrat + 100% Rumput
P1: Konsentrat + 40% Rumput + 60% Eceng gondok difermentasi MOL
P2: Konsentrat + 40% Rumput + 60% Eceng gondok difermentasi Trichoderma
P3: Konsentrat + 100% Eceng gondok difermentasi MOL
P4: Konsentrat + 100% Eceng gondok difermentasi Trichoderma
Setelah penelitian terdahulu, dilanjutkan dengan analisis usaha untuk
menganalisis (mengetahui) perlakuan mana yang dapat meningkatkan nilai
ekonomis (keuntungan). Untuk itu digunakan metode survey untuk memperoleh
harga-harga di pasaran.
Parameter Penelitian Total Biaya Produksi
Total biaya produksi atau total pengeluaran yaitu biaya-biaya yang
dikeluarkan untuk menghasilkan suatu produk yang diperoleh dengan cara
menghitung : biaya pakan, biaya pembelian bibit, biaya obat-obatan, biaya sewa
Total Hasil Produksi
Total hasil produksi atau total penerimaan yaitu seluruh produk yang
dihasilkan dalam kegiatan ekonomi yang diperoleh dengan cara menghitung harga
jual domba dan penjualan kotoran domba.
Analisis Laba/Rugi
Keuntungan (laba) suatu usaha dapat diperoleh dengan cara :
π = TR – TC
Dimana :
π = keuntungan
TR = total penerimaan
TC = total pengeluaran
Benefit Cost Ratio (B/C Ratio)
B/C adalah nilai atau manfaat yang diproleh dari setiap satuan biaya yang
dikeluarkan.
B/C Ratio > 1 = efisien
B/C Ratio = 1 = impas
B/C Ratio < 1 = tidak efisien
Income Over Feed Cost (IOFC)
Income Over Feed Cost (IOFC) diperoleh dengan cara menghitung selisih
perlakuan (dalam kg hidup) dengan harga jual. Sedangkan biaya pakan adalah
biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan bobot badan ternak.
IOFC = (Bobot badan akhir domba x harga jual domba/kg) – (total konsumsi
pakan x harga pakan perlakuan/kg)
Pelaksanaan Penelitian
1. Dilakukan pengukuran yaitu data rata-rata bobot badan awal domba.
2. Dilakukan survey harga pakan yaitu di pasar, poultry shop dan pabrik pakan
yang menyangkut pakan yang digunakan. Setelah dilakukan survey
diperoleh harga pakan rata-rata yaitu bungkil kelapa sebesar Rp. 3.500/kg,
bungkil inti sawit sebesar Rp. 2.000/kg, bungkil kedelai sebesar Rp.
7.000/kg, dedak padi sebesar Rp. 2.500/kg, molases sebesar Rp. 3.000/kg,
urea sebesar Rp. 2.500/kg dan garam sebesar Rp. 1.000/kg.
3. Dilakukan pengukuran yaitu data dari hasil variabel penelitian yang terdiri
dari bobot badan awal dan bobot akhir domba, rata-rata konsumsi pakan
domba dan rata-rata konversi pakan domba pada setiap level perlakuan
pakan. Dilakukan analisis ekonomi pada data-data yang diperoleh untuk
mengetahui nilai ekonomis dari keseluruhan usaha ternak domba. Analisa
ekonomi yang dilihat adalah analisa laba rugi, analisa B/C ratio, dan analisa
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Total Biaya Produksi
Total biaya produksi adalah biaya-biaya yang dikeluarkan untuk
menghasilkan suatu produk yang diperoleh dengan cara menghitung: biaya pakan,
biaya pembelian bibit, biaya obat-obatan, biaya sewa kandang dan peralatan serta
biaya tenaga kerja.
1.1 Biaya Pakan
Biaya pakan terdiri atas biaya pakan hijauan dan biaya konsentrat. Biaya
hijauan yang terdiri dari rumput dan eceng gondok, diperoleh dengan cara
mengalikan semua jumlah konsumsi hijauan dengan harga hijauan per kilogram
dan dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Biaya hijauan domba tiap perlakuan ulangan (Rp/ekor)
Perl Ulangan Total Rataan
U1 U2 U3 U4
P0 9.730,8 9.011,4 7.289,4 8.142 34.173,6 8.543,4 P1 8.225,48 8.815,61 10.361,2 11.210,5 38.612,8 9.653,21 P2 6.940,67 9.599,85 9.746,22 7.828,35 34.115,1 8.528,77 P3 12.235,1 12.467,8 10.622,6 9.439,79 44.765,4 11.191,3 P4 7.831,67 4.211,52 7.677,67 10.387,7 30.108,5 7.527,14 Total 44.963,7 44.106,2 45.697,2 47.008,3 181.775
Rataan 9.088,77
Biaya konsentrat diperoleh dengan cara mengalikan semua jumlah
konsumsi konsentrat dengan harga konsentrat per kilogram dan dapat dilihat pada
Tabel 4. Biaya konsentrat domba tiap perlakuan ulangan (Rp/ekor)
Biaya pakan diperoleh dengan cara menjumlahkan biaya hijauan dan biaya
konsentrat domba tiap perlakuan ulangan dan dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Biaya pakan domba tiap perlakuan ulangan (Rp/ekor)
Perl Ulangan Total Rataan
1.2 Biaya Pembelian Bibit
Biaya pembelian bibit yaitu biaya yang dikeluarkan untuk membeli bibit
domba sebanyak 20 ekor dengan bobot badan awal domba 168,02 kg dikali
dengan harga Rp 40000/kg.
Tabel 6. Biaya pembelian bibit domba tiap perlakuan ulangan (Rp/ekor)
1.3 Biaya Obat-Obatan
Biaya obat-obatan adalah biaya yang diperoleh dari harga obat-obatan
yang diberikan selama penelitian. Obat yang diberikan adalah Kalbazen, Anti
Bload, dan Injectamin.
Tabel 7. Biaya obat-obatan tiap perlakuan ulangan (Rp/ekor)
Perl Ulangan Total Rataan
1.4 Biaya Sewa Kandang dan Peralatan
Menurut Perda Pelalawan no.6 Tahun 2001, biaya sewa kandang sebesar
Rp. 500/ekor/hari. Biaya peralatan diperoleh dengan cara menjumlahkan seluruh
biaya peralatan yang digunakan seperti tempat pakan, tempat minum dan
timbangan.
Tabel 8. Biaya sewa kandang dan peralatan tiap perlakuan ulangan (Rp/ekor)
1.5 Biaya Tenaga Kerja
Biaya tenaga kerja diperoleh dari jumlah ternak penelitian dibagi jumlah
ternak yang dipelihara secara intensif dikali dengan UMRP Sumatera Utara (Upah
Minimum Regional Provinsi). UMRP saat penelitian adalah sebesar Rp
1.600.000/bulan. Satu tenaga kerja dapat menangani 5 ST. Maka biaya yang
dikeluarkan untuk memelihara 20 ekor domba adalah Rp 96.000/bulan dan Rp
1.920.000 selama penelitian.
Tabel 9. Biaya tenaga kerja tiap perlakuan ulangan (Rp/ekor)
Perl Ulangan Total Rataan
U1 U2 U3 U4
P0 96.000 96.000 96.000 96.000 384.000 96.000 P1 96.000 96.000 96.000 96.000 384.000 96.000 P2 96.000 96.000 96.000 96.000 384.000 96.000 P3 96.000 96.000 96.000 96.000 384.000 96.000 P4 96.000 96.000 96.000 96.000 384.000 96.000
Total 480.000 480.000 480.000 480.000 1.920.000
Rataan 96.000
1.6 Total Biaya Produksi
Total seluruh biaya produksi selama penelitian adalah
Biaya pakan domba Rp 998.476
Biaya pembelian bibit domba Rp 6.720.800
Biaya Obat-obatan Rp 23.000
Biaya Sewa Kandang dan Peralatan Rp 1.250.000
Biaya tenaga kerja
Total Rp 10.912.276
Total biaya produksi diperoleh dengan cara menjumlahkan seluruh biaya
produksi seperti diatas. Maka biaya produksi tiap perlakuan dapat dilihat pada
gambar berikut.
Gambar 4. Total biaya produksi tiap perlakuan ulangan (Rp/ekor)
Pada Gambar 4 diatas dapat dilihat bahwa total biaya produksi
pemeliharaan domba jantan selama penelitian menunjukkan perbedaan besar
dimana rataan total biaya produksi tertinggi terdapat pada P2 sebesar Rp 564.752
dan yang terendah pada P4 sebesar Rp 524.800. Perbedaan jumlah pengeluaran ini
dikarenakan adanya perbedaan jumlah biaya yang harus dikeluarkan untuk
pembelian bibit dan pakan sementara biaya obat-obatan sewa kandang peralatan
dan tenaga kerja adalah sama. Serta umur domba masih sangat kecil yaitu umur
lepas sapih 3 bulan dimana domba belum beradaptasi dengan pakan hijauan. Hal
ini seperti dinyatakan oleh Kadarsan (1995) yang menyatakan bahwa biaya adalah
nilai dari semua korbanan ekonomis yang diperlukan yang tidak dapat
output. Pengeluaran perusahaan adalah semua uang yang dikeluarkan sebagai
biaya produksi.
2. Total Hasil Produksi
Total hasil produksi atau total penerimaan yaitu seluruh produk yang
dihasilkan dalam kegiatan ekonomi yang diperoleh dengan cara menghitung harga
jual domba dan penjualan kotoran domba.
2.1 Hasil penjualan domba
Penjualan domba diperoleh dari harga jual domba hidup perkilogram.
Harga pada waktu penjualan yaitu sebesar Rp 40.000/kg dikali dengan bobot
badan akhir domba (191,75 kg). Maka harga jual seluruh domba adalah Rp
8.063.200.
Tabel 10. Hasil penjualan domba tiap perlakuan ulangan (Rp/ekor)
Perl Ulangan Total Rataan
U1 U2 U3 U4
P0 468.400 469.200 353.600 384.400 1.675.600 418.900 P1 408.400 383.600 416.800 462.800 1.671.600 417.900 P2 343.600 493.200 506.800 417.600 1.761.200 440.300 P3 422.400 469.200 439.200 420.400 1.751.200 437.800 P4 408.400 393.200 342.400 506.000 1.650.000 412.500 Total 2.051.200 2.208.400 2.058.800 2.191.200 8.509.600
Rataan 425.480
2.1 Penjualan feses domba
Penjualan feses domba diperoleh dari harga jual feses domba perkilogram
dikali dengan jumlah feses selama penelititan. Harga penjualan yaitu sebesar
Tabel 11. Hasil penjualan feses domba tiap perlakuan ulangan (Rp/ekor)
2.3 Total Hasil Produksi
Hasil penjualan domba Rp 8.509.600
Hasil penjualan feses domba
Total Rp 8.959.600
Rp 450.000 +
Total hasil produksi diperoleh dengan cara menjumlahkan seluruh hasil
produksi seperti diatas. Maka hasil produksi tiapperlakuan dapat dilihat pada
gambar berikut.
Gambar 5. Total hasil produksi tiap perlakuan ulangan (Rp/ekor)
Gambar 5 dapat dilihat bahwa rataan total hasil produksi pemeliharaan
domba jantan selama penelitian menunjukkan perbedaaan yang besar dimana
rataan hasil produksi tertinggi terdapat pada P2 yaitu sebesar Rp 462.800 dan
yang terendah pada P4 yaitu sebesar Rp 435.000. Hal ini terjadi karena terdapat
perbedaan bobot badan domba dan disebabkan kualitas pakan yang diberikan
selama penelitian sehingga nilai pendapatan dari penjualan domba berbeda pada
setiap ulangan. Ini sesuai dengan pernyataan Agus (1990) yang menyatakan
bahwa, penerimaan pendapatan berasal dari penjualan barang, begitu juga
pendapat dari Kadarsan (1995) yang menyatakan bahwa penerimaan perusahaan
bersumber dari pemasaran atau penjualan hasil usaha seperti panen tanaman serta
hasil olahannya serta panen dari peternakan serta hasil olahannya.
3. Analisis Laba/Rugi
Analisis ekonomi atau laba rugi dilakukan untuk mengetahui apakah usaha
tersebut rugi atau menguntungkan dengan cara menghitung selisih antara total
hasil produksi dengan total biaya produksi.
Laba/rugi = total hasil produksi – total biaya produksi
Laba/rugi = Rp 10.912.276 – Rp 8.959.600 = - Rp 1.952.676
Gambar 6. Analisis laba/rugi tiap perlakuan ulangan (Rp/ekor)
Pada Gambar 6 di atas dapat dilihat bahwa analisis laba-rugi setiap
perlakuan memberi pengaruh yang berbeda-beda pada setiap total perlakuan. -105.344 -96.268 -101.952 -94.805 -89.800
P0 P1 P2 P3 P4
-150000 -100000 -50000 0
Perlakuan P0 mengalami kerugian rata-rata Rp 105.343,65/ekor, pada perlakuan
P1 mengalami kerugian rata-rata Rp 96.268,25/ekor, pada perlakuan P2
mengalami kerugian rata-rata Rp 101.952,25/ekor, pada perlakuan P3 mengalami
kerugian rata-rata Rp 94.805,14/ekor, dan pada perlakuan P4 mengalami kerugian
rata-rata Rp 89.799,68/ekor.
Dari hasil yang diperoleh dapat dilihat kerugian terendah terdapat pada
perlakuan P4 (100% Eceng Gondok Fermentasi Trichoderma) yaitu Rp 89.799,68.
Hal ini disebabkan pertambahan bobot badan domba sangat tinggi dibandingkan
dengan perlakuan lainnya. Hal ini juga disebabkan terdapat perbedaan harga dan
kualitas pakan setiap perlakuan. Sehingga total hasil produksi yaitu total penjualan
ternak ditambah penjualan feses ternak memiliki nilai yang lebih tinggi dari pada
total biaya produksi yaitu biaya pakan, biaya bibit domba, biaya obat-obatan,
biaya peralatan dan sewa kandang serta biaya tenaga kerja. Hal ini sesuai dengan
Murtidjo (1995) yaitu keuntungan dapat dicapai jika jumlah pendapatan yang
diperoleh dari usaha tersebut lebih besar daripada jumlah pengeluarannya. Bila
keuntungan dari suatu usaha semakin meningkat, maka secara ekonomis usaha
tersebut layak dipertahankan atau ditingkatkan. Untuk memperoleh angka yang
pasti mengenai keuntungan atau kerugian, yang harus dilakukan adalah pencatatan
biaya. Tujuan pencatatan biaya juga agar peternak atau pengusaha dapat
mengadakan evaluasi terhadap bidang usaha.
4. Benefit Cost Ratio (B/C Ratio)
B/C Ratio diperoleh dengan cara membagikan total hasil produksi dengan
B/C Ratio =
Tabel 12. Benefit cost ratio (B/C ratio) tiap perlakuan ulangan
Perl Ulangan Total Rataan
Pada tabel dapat dilihat bahwa B/C Ratio yang diperoleh tidak efisien
karena tiap perlakuan rata-rata kurang dari 1. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Soekartawi (1995) yang menyatakan suatu usaha dikatakan memberikan manfaat
bila nilai B/C Ratio > 1. Semakin besar nilai B/C Ratio maka semakin efisien
usaha tersebut dan sebaliknya semakin kecil nilai B/C Rationya, maka semakin
tidak efisien usaha tersebut.
5. Income over feed cost (IOFC)
IOFC didapat dengan cara menghitung nilai usaha peternakan yang
didapat dari berat badan ternak (Bobot akhir-Bobot awal) dikali harga ternak/kg
dikurangi dengan biaya pakan (total konsumsi dikali harga pakan perlakuan) dapat
31806,3
Gambar7. Income over feed cost (IOFC) tiap perlakuan ulangan (Rp/ekor)
IOFC tertinggi terdapat pada perlakuan P4 yaitu rata-rata sebesar
Rp 48.650,3/ekor hal ini dikarenakan bobot badan domba yang tinggi dikalikan
harga jual per kilogram domba sehingga pendapatan penjualan domba lebih tinggi
dari pada total biaya yang dikeluarkan untuk konsumsi domba tersebut dan juga
dipengaruhi oleh tingkat konsumsi domba tersebut yang tinggi diikuti
pertambahan bobot badan yang tinggi.
IOFC terendah terdapat pada perlakuan P0 yaitu rata-rata sebesar
Rp 31.806,3/ekor hal ini negatif dikarenakan bobot badan akhir domba sangat
rendah dari perlakuan yang lain sehingga menyebabkan harga jual domba lebih
rendah dengan perlakuan yang lain. Hal inilah yang menyebabkan IOFC pada
perlakuan P0 paling rendah dibandingkan dengan perlakuan lain. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Prawirokusumo (1990) bahwa IOFC merupakan barometer
untuk melihat seberapa besar biaya pakan yang merupakan biaya terbesar dalam
usaha penggemukan ternak. IOFC diperoleh dengan menghitung selisih
perkalian antara produksi peternakan atau pertambahan bobot badan akibat
perlakuan dengan harga jual ternak.
6. Rekapitulasi Hasil Penelitian
Berdasarkan data diatas maka dapat dilihat rekapitulasi hasil penelitian
seperti pada gambarberikut.
Gambar8. Rekapitulasi hasil penelitian
Dari gambar rekapitulasi hasil penelitian diatas dapat dilihat perbedaan
hasil dari tiap perlakuan. Pada perlakuan P0,P1,P2, P3 dan P4 menunjukan total
hasil produksi yang berbeda-beda yaitu : Rp 441.400, Rp 440.400, Rp 462.800,
Rp 460.300dan Rp 435.000, total hasil produksi yang tertinggi adalah perlakuan
P2. Hal ini dipengaruhi oleh perbedaan biaya produksi. Kerugian yang terendah
adalah perlakuan P4 yaitu sebesar -Rp 89.799,68 dari perlakuan P0, P1, P2, dan
P3, hal ini disebabkan oleh efisiensi biaya produksi, termasuk biaya pakan
sehingga mempengaruhi total hasil produksi.
546.743,65 536.668,25 564.752,25 555.105,14 524.799,68
441.400 440.400 462.800 460.300 435.000
-105.343,65 -96.268,25 -101.952,25 -94.805,14 -89.799,68 31.806,35 40.881,75 35.197,75 42.344,86 48.650,32
-200000,00
Untuk mengetahui efisiensi penggunaan pakan secara ekonomis, sellain
memperhitungkan bobot badan yang dihasilkan dan efisiensi pakan. Income over
feed cost (IOFC) adalah salah satu cara untuk mengetahui efisiensi biaya yang
diperoleh dari hasil penjualan produksi dikurangi biaya pakan. Maka IOFC pada
penelitian diperoleh biaya tertinggi pada P4 sebesar Rp 48.650,3 dan biaya
terendah adalah P0 sebesar Rp 31.806,3. Hal ini disebabkan karena perbedaan
biaya pakan pada perlakuan yang tidak sama sehingga nilai IOFC tiap perlakuan
berbeda.
B/C ratio merupakan perbandingan antara total penerimaan dengan total
biaya. B/C ratio, nilai tertinggi diperoleh pada P3 dan P4 sebesar 0,829 dan nilai
terendah diperoleh pada P0 sebesar 0,807. Suatu usaha dikatakan memberikan
manfaat bila nilai B/C Ratio > 1. Semakin besar nilai B/C Ratio maka semakin
efisien usaha tersebut dan sebaliknya semakin kecil nilai B/C Rationya maka
semakin tidak efisien usaha tersebut (Soekartawi 1995). Maka penggunaan eceng
gondok fermentasi sebagai pakan dari segi analisis usaha beternak domba tidak
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pemanfaatan enceng gondok fermentasi tidak dapat meningkatkan
keuntungan penggemukan ternak domba lokal jantan lepas sapih..
Saran
Dari hasil penelitian disarankan memakai ternak domba berumur 5-6 bulan
DAFTAR PUSTAKA
Agus. 1990. Analisis Peluang Pokok. UGM Press.Yogyakarta.
Anggorodi, R. 1984. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia, Jakarta.
Ansori, R. 1992. Teknologi Fermentasi. Arcan, Kerjasama Dengan Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Antono, A. 2006. Keputusan Menteri Pertanian Tentang Pembibitan dan Pembudidayaan Ternak. Ditjennak.go.id/regulasi%2006.pdf
Aziz, 2009. Ternak dan Upaya Pengamanannya. Lokakarya Obat Hewan dan Munas 111 ASOHL, Jakarta.
Boniran, S, 1999. Kualitas Kontrol Untuk Bahan Baku dan Produk Akhir Pakan Ternak. Kumpulan Makanan Quality Management Workshop.
Cahyono, 2002. Wortel Teknik Budi Daya Analisis Usaha Tani. Kanisius, Yogyakarta.
Cyrilla, L. dan A. Ismail. 1988. Usaha Peternakan. Diktat Kuliah. Jurusan Sosial Ekonomi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Davendra, C dan M. Burns. 1994. Produksi Kambing di Daerah Tropis. Institut Teknologi Bandung dan Universitas Udayana Bali.
Dodiandri. 1997. Pengaruh Penggantian Sebagian Ransum Basal Dengan Eceng Gondok (Eichhornia crassipes) Atau Azolla (Azolla pinnata) Terhadap Daya Cerna Serat Kasar Dan Energi Termetabolisme Pada Ternak Itik Jantan Mojosari. Fakultas Peternakan. Universitas Andalas, Padang.
Enari, T. M. 1983. Microbial Analys. W. M. Fogarty. Microbial Enzymes and Biotechnology. Applied Science Publisher. New York.
Fati, N. 1997.Pengaruh Penggunaan Dedak Padi yang Difermentasi Dengan Galur
Trichoderma Terseleksi Terhadap Perfomans Ayam Broiler. Program Pascasarjana Universitas Andalas. Padang.