• Tidak ada hasil yang ditemukan

Performa Domba Jonggol dan Domba Garut Jantan dengan Ransum Komplit Mengandung Indigofera sp. dan Limbah Tauge.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Performa Domba Jonggol dan Domba Garut Jantan dengan Ransum Komplit Mengandung Indigofera sp. dan Limbah Tauge."

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

PERFORMA DOMBA JONGGOL DAN DOMBA GARUT

JANTAN DENGAN RANSUM KOMPLIT MENGANDUNG

INDIGOFERA

s

p

. DAN LIMBAH TAUGE

SKRIPSI ABDUL FARID

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(2)

RINGKASAN

ABDUL FARID. D14096000. 2012. Performa Domba Jonggol dan Domba Garut

Jantan dengan Ransum Komplit Mengandung Indigofera sp. dan Limbah Tauge. Skripsi. Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Ir. Sri Rahayu, M.Si

Pembimbing Anggota : Prof. Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, MS.

Domba Jonggol dan domba Garut merupakan domba lokal yang telah berkembang dan beradaptasi yang baik terhadap lingkungan sekitar. Pakan utama domba adalah hijauan, namun untuk pertumbuhan yang baik pemberian hijauan saja belum dapat mencukupi kebutuhan nutrisi domba sehingga harus ditambahkan pakan penguat seperti konsentrat. Konsentrat memiliki kelemahan yaitu harganya yang relatif mahal. Bahan pakan yang kemungkinan dapat digunakan sebagai bahan pakan alternatif sumber serat dan protein adalah Indigofera sp. dan limbah tauge. Indigofera sp. adalah hijauan legum yang mempunyai kandungan protein yang tinggi (25,99%), sedangkan limbah tauge mengandung serat kasar (38,50%) dan protein (14,42%). Penelitian ini bertujuan mengkaji performa domba Jonggol dan domba Garut jantan yang diberi pakan berbasis legum Indigofera sp. dan limbah tauge.

Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan (bulan April s.d. September) pada tahun 2011 di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Ternak yang digunakan sebanyak 32 ekor domba yang terdiri dari 16 ekor domba Jonggol (8 ekor berumur 3 bulan (balibu) dan 8 ekor berumur 8 bulan (Sepubu) dengan masing-masing rataan bobot badan 9,9±1,4 kg dan 13,6±0,6 kg) dan 16 ekor domba Garut (8 ekor berumur 3 bulan (balibu) dan 8 bulan (Sepubu) dengan masing-masing rataan bobot badan 9,8±1,1 kg dan 14,9±1,1 kg). Pakan yang diberikan dalam bentuk pellet dengan sumber hijauan berasal dari limbah tauge dan legum Indigofera sp., masing-masing diberikan 30%. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap pola faktorial 2x2x2. Faktor pertama adalah bangsa domba (domba Jonggol dan domba Garut), faktor kedua adalah umur domba (Balibu dan Sepubu) dan faktor ketiga adalah jenis ransum (Indigofera sp. dan limbah tauge). Peubah yang diamati yaitu Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH), konsumsi bahan kering ransum, konsumsi air minum, efisiensi ransum, suhu dan kelembaban, dan IOFC. Data dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA), jika perlakuan berpengaruh nyata terhadap peubah yang diamati maka dilakukan uji banding dengan menggunakan Uji Duncan.

(3)

ransum Indigofera sp. (484,93±81,50 g/e/h dan 668,13±40,72 g/e/h) maupun limbah tauge (629,92±71,21 g/e/h dan 753,09±57,24 g/e/h) dan domba garut Balibu dengan ransum Indigofera sp. (629,99±15,76 g/e/h) maupun limbah tauge (678,15±53,47 g/e/h). Efisiensi ransum nyata dipengaruhi faktor jenis domba dan umur domba, namun faktor ransum dan interaksinya tidak berbeda nyata. Nilai efisiensi ransum pada domba Jonggol memiliki nilai yang tinggi yaitu 0,19±0,03 daripada nilai efisiensi ransum pada domba Garut (0,16±0,03). Pada domba Balibu memiliki efisiensi ransum yang lebih tinggi yaitu 0,19±0,03 daripada domba Sepubu (0,16±0,03). Konsumsi air minum sangat nyata dipengaruhi oleh faktor jenis domba, faktor ransum dan faktor umur domba, namun interaksinya tidak berpengaruh nyata. Konsumsi air minum domba yang diberi ransum limbah tauge (2104,91±365,97 ml) lebih tinggi daripada domba yang diberi ransum Indigofera sp. (1645,81±249,93 ml). Konsumsi air minum pada domba Garut (2032,32±338,84 ml) lebih tinggi daripada konsumsi air minum domba Jonggol (1718,40±376,09 ml). Domba Sepubu mengkonsumsi air minum (2017,78±359,36 ml) lebih banyak dibandingkan domba Balibu (1732,95±369,33 ml).

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa domba Jonggol dengan domba Garut dan domba Balibu dengan domba Sepubu menghasilkan pertambahan bobot badan harian (PBBH) yang sama. Domba Jonggol dan domba Balibu lebih efisiensi dalam penggunaan ransum yang dikonsumsi menjadi bobot badan. Konsumsi ransum limbah tauge lebih tinggi daripada ransum Indigofera sp. hal ini menunjukkan bahwa ransum limbah tauge lebih palatabel, selain palatabel limbah tauge mudah didapatkan.

(4)

ABSTRACT

The Performance of Jonggol Sheep and Garut Sheep with Complete Feed on

Indigofera sp. and Bean Sprout Waste

Farid, A., S. Rahayu, and D. A. Astuti

Sheep is one of the potential livestock as meat producer. The performance of local sheep is still low caused by lag of nutrition. The aim of this research was to increase performance production of local sheep through improvement of feed management using Indigofera sp and bean sprout waste. This research used 32 local sheep consisted of 16 Jonggol sheep : 8 fat lamb (9.9±1.4 kg) and 8 yearling (13.6±0.6 kg) and 16 Garut sheep : 8 fat lamb (9.8±1.1 kg) and yearling (14.9±1.1 kg). The rations were pellet of complete feed containing 30% of Indigoferasp. (R1) and 30% of bean sprout waste (R2).The experimental design was Completely Randomized Design with factorial 2x2x2. First factor was breed (Jonggol and Garut), second factor was age (fat lamb and yearling) and third factor was ration (Indigofera sp. as R1 and bean sprout waste as R2). Parameter measured were ADG, DM consumption, water consumption, feed eficiency, and income over feed cos (IOFC). The result showed that ADG and DM consumption have interaction effect among the main factors. That ADG of mature Garut sheep fed by bean sprout waste (153.57±24 g/d) and fat lamb Jonggol sheep fed by Indigofera sp. (145±19 g/d) were the highest, while the lowest one was in yearling fed by Indigofera sp. (99±38 g/d). Dry matter consumption of yearling Garut sheep with R2 (873±132.67 g/d) was the highest (P<0.05), while the lowest one was in fat lamb Jonggol sheep with R1 (484.93±81.50 g/d). Feed eficiency of Jonggol sheep (0.19±0.03) was significant higher than Garut sheep and fat lamb sheep were (0.19±0.03) was significant higher than yearling sheep. Water consumption significantly (P<0.01) effect by breed, age and ration. Water consumed sheep with R2 (2,104.91±365.97 ml/d) was higher than sheep with R1 (1,645.81±249.93 ml/d). Water consumed of Garut sheep (2,032.32±338.84 ml/d) was higher than Jonggol sheep (1,718.40±376.09 ml/d), while water consumed yearling sheep (2,017.78±359.36 ml/d) was higher than fat lamb sheep (17,132.95±369,33 ml/d). the highest value of IOFC was in mature Garut sheep with R2 (Rp. 1,642,700), while the lowest one was in yearling Jonggol with R1 (Rp. 876,400).

(5)

PERFORMA DOMBA JONGGOL DAN DOMBA GARUT

JANTAN DENGAN RANSUM KOMPLIT MENGANDUNG

INDIGOFERA

s

p

. DAN LIMBAH TAUGE

ABDUL FARID D14096000

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(6)

Judul : Performa Domba Jonggol dan Domba Garut Jantan dengan Ransum Komplit Mengandung Indigofera sp. dan Limbah Tauge.

Nama : Abdul Farid NIM : D14096000

Menyetujui, Pembimbing Utama

Ir. Sri Rahayu, M.Si

NIP. 19570611 198703 2 001

Pembimbing Anggota

Prof. Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, MS NIP. 19611005 198503 2 001

Mengetahui, Ketua Departemen

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc NIP. 19591212 198603 1 004

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Kediri pada tanggal 09 Juni 1988.Penulis

merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Abdul Rochim dan

Ibu Zulaichah. Penulis melaksanakan pendidikan dasar di SDN 1 Pare dan berhasil

menyelesaikan pada tahun 2000, kemudian melanjutkan sekolah ditingkat pertama

yaitu SMPN 4 Pare dan lulus pada tahun 2003. Penulis melanjutkan sekolah

menengah atas di SMAN 1 Pare dan lulus pada tahun 2006. Pada tahun 2006 penulis

diterima sebagai mahasiswa Diploma Institut Pertanian Bogor (IPB) pada program

keahlian Teknologi dan Manajemen Ternak melalui jalur USMI dan lulus pada tahun

2009. Penulis melanjutkan pendidikan Sarjana di IPB pada program Alih Jenis

Peternakan dengan jurusan Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan (IPTP),

Fakultas Peternakan, Institut Pertania Bogor.

Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah mengikuti Praktik Kerja Lapang I

selama 1,5 bulan di PT. Intertama Trikencana Bersinar, Jakarta Timur yang bergerak

di bidang ayam broiler, dan Praktik Kerja Lapang II selama 3 bulan di PT.

(8)

vii

KATA PENGATAR Bismillahirrahmannirrahim

Alhamdulillahi rabbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan semesta alam Allah SWT atas karunia dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan studi, penelitian, seminar dan penyusunan skripsi ini. Skripsi yang

berjudul “Performa Domba Jonggol dan Domba Garut Jantan dengan Ransum Komplit Mengandung Indigoferasp. dan Limbah Tauge” ditulis berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis mulai bulan April hingga September 2011 di

Laboratorium Lapang Ruminansia Kecil blok B kampus IPB Darmaga.

Domba Jonggol dan domba Garut merupakan sumber daya ternak yang

dimiliki bangsa Indonesia, yang sangat berpotensi sebagai penghasil daging yang

baik, namun kendalanya adalah ketersediaan dan kualitas pakan hijauan yang

terbatas. Salah satu bahan pakan yang kemungkinan dapat digunakan sebagai pakan

alternatif sumber serat dan protein yang murah adalah Indigofera sp. dan limbah

tauge.

Indigofera sp. adalah salah satu hijauan makanan ternak yang mempunyai

kualitas yang cukup tinggi. Legum Indigoferasp. memiliki kandungan protein yang

tinggi (25,99%) dan serat kasar (30,51%). Limbah tauge mengandung serat kasar

(38,40%) yang tinggi dengan kandungan protein kasar (14,42%) dengan harga yang

lebih murah dan mudah didapatkan. Potensi limbah tauge di Kota Bogor berkisar

antara 1,5 ton/hari. Oleh sebab itu penulis ingin meneliti dari hijauan tersebut.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran atas skripsi ini. Penulis juga

mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah terlibat. Semoga

skripsi ini dapat memberikan manfaat dan informasi bagi pembaca.

Bogor, Mei 2012

(9)

viii

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ... i

ABSTRACT ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vii

KATA PENGATAR ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 1

TINJAUAN PUSTAKA ... 2

Domba Lokal ... 2

Domba Jonggol ... 3

Domba Garut ... 3

Pertumbuhan Domba ... 3

Pertambahan Bobot Badan ... 4

Pakan ... 6

Limbah Tauge ... 6

Legume Indigofera sp. ... 8

Konsumsi Pakan ... 9

Konsumsi Air Minum ... 10

Efisiensi Pakan ... 10

Income Over Feed Cost (IOFC) ... 11

MATERI DAN METODE ... 12

Lokasi dan Waktu ... 12

Materi ... 12

Ternak ... 12

Pakan ... 12

Kandang dan Peralatan ... 13

Prosedur ... 13

Persiapan Pemeliharaan ... 13

Pemeliharaan ... 14

Rancangan dan Analisa Data ... 14

Model ... 14

Analisis Data ... 15

Peubah yang Diamati ... 15

(10)

ix

Keadaan Umum Penelitian ... 17

Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH) ... 18

Konsumsi Bahan Kering Ransum ... 20

Efisiensi Ransum ... 21

Konsumsi Air Minum ... 23

Income Over Feed Cost (IOFC) ... 24

KESIMPULAN DAN SARAN ... 26

Kesimpulan ... 26

Saran ... 26

UCAPAN TERIMA KASIH ... 27

DAFTAR PUSTAKA ... 28

(11)

x

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Kandungan Nutrisi Limbah Tauge ... 7

2. Kandungan Nutrisi Legum Indigofera sp. ... 8

3. Hasil Analisa Proksimat Ransum Penelitian. ... 12

4. Rataan Suhu dan Kelembaban Udara di Lokasi Kandang blok B ... . 17

5. Rataan Pertambahan Bobot Badan Harian Domba. ... 18

6. Rataan Konsumsi Bahan Kering Ransum ... 20

7. Rataan Efisiensi Ransum ... 22

8. Rataan Konsumsi Air Minum ... 23

(12)

xi

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Limbah Tauge Segar (kiri) dan Limbah Tauge Kering (kanan) ... 7

2. Indigofera sp. segar (kiri) dan Indigofera sp. kering (kanan) ... 9

3. Pellet Indigofera sp. (kiri) dan Pellet Limbah Tauge (kanan) ... 13

4. Kandang Individu ... 13

5. Grafik Perkembangan PBBH Domba ... 19

(13)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Hasil Sidik Ragam PBBH Domba ... 33

2. Hasil Sidik Ragam Konsumsi BK Domba ... 33

3. Hasil Sidik Ragam Efisiensi Ransum Domba... 33

4. Hasil Sidik Ragam Konsumsi Air Minum Domba ... 34

(14)

1

PENDAHULUAN Latar Belakang

Domba Jonggol dan domba Garut merupakan domba lokal yang telah

berkembang dan mempunyai tingkat daya adaptasi yang baik terhadap lingkungan

sekitar. Domba di Indonesia pada umumnya memiliki produktivitas yang rendah, hal

ini disebabkan diantaranya yang terpenting adalah pakan yang diberikan kualitas dan

kuantitasnya masih rendah.

Pada umumya peternak memelihara ternaknya masih sederhana, yaitu dengan

digembalakan atau dipelihara dikandang dengan memberikan pakan rumput atau

hijauan lainnya. Pemberian rumput saja belum dapat mencukupi kebutuhan ternak

secara maksimal, sehingga ternak diberi pakan penguat seperti konsentrat. Pemberian

konsentrat dapat meningkatkan produktivitas domba.

Penggunaan pakan konsentrat pada umumnya menghasilkan pertumbuhan

bobot badan harian (PBBH) domba yang optimal, jika dibandingkan dengan

penggunan hijauan Konsentrat memiliki kelemahan yaitu harganya yang relatif

mahal. Salah satu bahan pakan yang kemungkinan dapat digunakan sebagai pakan

alternatif sumber serat dan protein yang murah adalah Indigofera sp. dan limbah

tauge.

Indigofera sp adalah salah satu hijauan makanan ternak yang mempunyai

kualitas yang tinggi. Legum Indigofera sp. memiliki kandungan protein yang tinggi

(24,17%), dan serat kasar (30,51%) toleran terhadap musim kering, genangan air,

dan tahan terhadap salinitas (Hassen et al.,2007). Limbah tauge merupakan limbah

pasar dari produksi tauge yang terbuang. Limbah tauge mengandung protein kasar

(14,42%) serat kasar (38,50%), limbah tauge tersebut mudah didapat dan harganya

yang murah. Potensi limbah tauge di Kotamadya Bogor berkisar antara 1,5ton/hari

(Rahayu et al, 2010). Dengan demikian perlu pengkajian tentang penggunaan

Indigofera sp. dan limbah tauge terhadap performa domba Jonggol dan domba Garut.

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji performa (PBBH, konsumsi

BK, konsumsi air minum, efisiensi ransum, IOFC) domba Jonggol dengan domba

Garut, domba Balibu dengan domba Sepubu jantan dan penggunaan Indigofera sp.

(15)

2

TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal

Ternak domba merupakan salah satu ruminansia kecil yang banyak dipelihara

oleh masyarakat di Indonesia terutama di daerah pedesaan dan umumnya berupa

domba-domba lokal. Domba lokal merupakan berbagai jenis domba yang sudah lama

dibudidayakan secara turun-temurun di suatu wilayah dan sudah beradaptasi dengan

baik pada lingkungan setempat. Domba lokal memiliki ukuran yang relatif kecil,

warna bulu yang seragam, ekor kecil dan tidak terlalu panjang, domba mempunyai

perdagingan sedikit (Sumoprastowo 1987).

Jenis domba yang terdapat di Indonesia menurut Iniguez et al. (1991)

berjumlah tiga jenis yaitu jawa ekor tipis, jawa ekor gemuk dan Sumatra ekor tipis.

Inounu dan Diwyanto (1996) mengemukakan bahwa terdapat dua tipe domba yang

paling menonjol di Indonesia yaitu domba ekor tipis dan domba ekor gemuk dengan

perbedaan galur dari masing-masing tipe. Domba lokal terdiri dari atas dua bagian

yaitu domba ekor tipis dan domba ekor gemuk (Subandriyo dan Djajanegara, 1996).

Domba lokal yang terdapat dalam Sumoprastowo (1987) mempunyai

perdagingan sedikit dan disebut juga domba kampung atau domba negeri.

Karakteristik domba lokal diantaranya bertubuh kecil, lambat dewasa, berbulu kasar,

warna bulunya bermacam-macam dan hasil daging relatif sedikit (Murtidjo, 1993),

dengan rata-rata bobot potong 20 kg (Edey, 1983). Pendapat lain menyatakan bahwa

bobot badan dewasa dapat mencapai 30-40 kg pada jantan dan betina 20-25 kg

dengan persentase karkas 44-49% (Tiesnamurti, 1992).

Sifat lain dari domba lokal tampak dari warna bulu umumnya putih dengan

bercak hitam sekitar mata, hidung dan bagian lainnya (Edey, 1983; Mulyaningsih,

1990; Devendra dan McLeroy, 1982). Selain memiliki bentuk tubuh yang ramping,

pola warna bulu sangat beragam dari bercak putih, coklat, hitam atau warna polos

putih dan hitam (Tiesnamurti, 1992). Ekor pada domba lokal umumnya pendek

(Devendra dan McLeroy, 1982), bentuk tipis dan tidak menimbulkan adanya

timbunan lemak (Mulyaningsih, 1990). Ukuran panjang ekor rata-rata 19,3 cm, lebar

pangkal ekor 5,6 cm dan tebal 2,7 cm (Tiesnamurti, 1992). Domba lokal jantan

mempunyai tanduk yang kecil sedangkan betina biasanya tidak bertanduk (Edey,

(16)

3

Domba Jonggol

Domba Jonggol dapat dikatagorikan kedalam salah satu jenis domba lokal

karena sudah dibudidayakan di Lingkungan Unit Pendidikan dan Penelitian

Peternakan Jonggol (UP3J) sejak tahun 1980. Domba Jonggol merupakan hasil

persilangan secara acak domba ekor tipis setempat dengan domba Garut atau

priangan dan dipelihara dengan sistem penggebalaan. Domba Jonggol sudah

terseleksi untuk lingkungan panas dan kering (Sumantri et al. 2007).

Domba Jonggol rata-rata mempunyai performa produksi yang lebih baik

dibandingkan domba lokal lainnya. Sumantri et al. (2007) melaporkan bahwa domba

Jonggol mempunyai bobot tubuh dewasa sebesar 34,9 kg untuk jantan dan 26,1 kg

untuk betina, namun bobot tubuh tersebut hampir sama dengan bobot dewasa domba

Sumbawa (jantan 33,8 kg dan betina 26,9 kg). Bobot tubuh dewasa domba Jonggol

tersebut lebih tinggi bila dibandingkan dengan bobot tubuh dewasa sejumlah domba

lokal lainnya, seperti : Domba Donggala (jantan 24,0kg dan betina 25,3 kg), domba

Kisar (jantan 25,8 kg dan betina 18,9 kg), dan domba Rote (jantan 27,9 kg dan

betina18,9 kg).

Domba Garut

Domba Garut adalah nama lain yang lebih populer dari domba Priangan

(Natasasmitha et al. 1986) yang diperkirakan berasal dari persilangan antara domba

lokal, domba Merino, dan domba ekor gemuk dari Afrika Selatan (Sosroamidjojo

dan Saeradji, 1990). Domba Garut banyak terdapat di daerah Jawa Barat, terutama di

daerah Garut sehingga disebut juga domba Garut. Domba Garut betina umumnya

tidak bertanduk sedangkan yang jantan bertanduk.

Hardjosubroto (1994) menyatakan domba Garut mempunyai ciri-ciri

berbadan agak besar, lebar dengan leher yang kuat, biasa digunakan sebagai domba

aduan, domba Garut juga merupakan salah satu domba yang mempunyai angka

produktivitas yang tinggi

Pertumbuhan Domba

Pertumbuhan adalah perubahan ukuran yang meliputi perubahan berat

hidup,bentuk, dimensi linier dan komposisi tubuh, termasuk perubahan

komponen-komponen tubuh seperti otot, lemak, protein dan abu pada karkas (Soeparno, 1992).

(17)

4 melaporkan bahwa keragaman ukuran tubuh pada ternak dapat disebabkan kondisi

pemeliharaan, pengaruh pemberian pakan, kondisialat pencernaan dan keragaman

genetik. Soeparno (1992) menyatakan bahwa faktor lingkungan yang dapat

mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan hewan antara lain nutrisi, suhu,

kelembaban, keracunan, polusi dan penyakit.

Pertumbuhan semua hewan pada awalnya lambat dan meningkat dengan

cepat kemudian lambat pada saat hewan mendekati dewasa tubuh. Pertumbuhan

dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain faktor genetis atau faktor keturunan dan

faktor lingkungan seperti iklim dan manajemen pelaksanaan. Faktor keturunan lebih

membatasi kemungkinan pertumbuhan dan besarnya tubuh yang dapat dipakai.

Faktor lingkungan yaitu seperti pemberian pakan, pencegahan atau pemberantasan

penyakit serta tata laksana akan menentukan tingkat pertumbuhan dalam mencapai

kedewasaan (Sugeng, 2002). Aberle et al. (2001) menyatakan bahwa pertumbuhan

dapat dinilai sebagai peningkatan tinggi, panjang, ukuran lingkar dan bobot yang

terjadi pada seekor ternak muda yang sehat serta diberi pakan, minum dan mendapat

tempat berlindung yang layak.

Pertumbuhan umumnya diukur dengan berat dan tinggi. Domba muda

mencapai 75% bobot dewasa pada umur satu tahun dan 25% lagi setelah enam bulan

kemudian yaitu pada umur 18 bulan dengan pakan yang sesuai dengan

kebutuhannya. Tingkat pertumbuhan domba berkisar antara 20-200 gram/ hari.

Faktor-faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan domba antara lain tingkat

pakan, genetik, jenis kelamin, kesehatan, dan manajemen (Gatenby, 1991).

Pertumbuhan kambing dan domba adalah suatu hal yang kompleks, banyak faktor

yang mempengaruhinya antara lain genetik dan lingkungan. Faktor genetik lebih

membatasi kemungkinan pertumbuhan dan besarnya tubuh yang dicapai. Faktor

lingkungan seperti iklim, pakan, pencegahan atau pemberantasan penyakit serta tata

laksana akan menentukan tingkat pertumbuhan dalam pencapaian dewasa (Devendra

dan Burn, 1983).

Pertambahan Bobot Badan

Pertambahan bobot badan merupakan salah satu kriteria yang dapat

digunakan untuk mengevaluasi kualitas bahan makanan ternak, karena pertumbuhan

(18)

5 zat makanan dari pakan yang diberikan. Dari data pertambahan bobot badan harian

akan diketahui nilai suatu bahan pakan ternak (Church and Pond 1995).

Thalib et al. (2000), menyatakan bahwa pertambahan bobot badan ternak

ruminansia sangat dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas pakan, maksudnya

penilaian pertambahan bobot badan ternak sebanding dengan ransum yang

dikonsumsi. Berat badan merupakan suatu kriteria pengukuran yang penting pada

seekor hewan dalam menetukan perkembangan pertumbuhannya, dan juga

merupakan salahsatu dasar pengukuran untuk produksi disamping jumlah anak yang

dihasilkan dalam menentukan nilai ekonominya (Jaya, 1981).

Pertambahan berat badan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu total protein

yang diperoleh setiap harinya, jenis kelamin, umur, keadaan genetis, lingkungan,

kondisi setiap individu dan manajemen tata laksana. Bobot tubuh berfungsi sebagai

salah satu kriteria ukuran yang penting dalam menentukan pertumbuhan dan

perkembangan ternak. Selain itu, bobot tubuh juga berfungsi sebagai ukuran

produksi dan penentu ekonomi. Bobot tubuh seekor ternak dipengaruhi oleh bangsa

ternak, jenis kelamin, umur, jenis kelahiran, dan jenis pakan (National Research

Council, 1985).

Domba jantan muda mempunyai potensi untuk tumbuh lebih cepat daripada

domba betina muda, pertambahan bobot hidup lebih cepat, konsumsi pakan lebih

banyak dan penggunaan ransum lebih efisien untuk pertumbuhan badan (Anggorodi,

1990). Goodwin (1974) menyatakan bahwa pada semua hewan pertumbuhan pada

awalnya berlangsung lambat dan meningkat dengan cepat, kemudian kembali lebih

lambat pada saat hewan mendekati dewasa tubuh. Beberapa hasil penelitian

penggemukan domba dengan berbagai macam pakan yang berbeda dapat dilihat pada

(19)

6 Table 1. Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH) dari Berbagai Program

Penggemukan

Domba PBBH

(g/e/h)

Waktu

(Minggu) Perlakuan

Domba Lokal (DET) 64,99a 47b 8 12

Rumput Lapang dan Bekatul Brachiaria humidicola

DET Jantan 89,28c

126,99d 8 8

50% Rumput Lapang+50% Ampas Tahu

Priangan Jantan 117,86e 8 50% Rumput Lapang+50% Rumput

Gajah

DEG 90,16a 8 Rumput Lapang dan Bekatul

DEG Jantan 145,83f 12 50% Konsentrat + 50% Limbah Tauge

DEG Betina 28,2g 12 1,5 kg Rumput Alam + 0,5 kg Gamal (Gliricidia sepium) + 0,2 kg dedak

Keterangan :

a. Baliarti (1985) e. Setyowati (2005) b. Elia (2005) f. Wandito (2011) c. Purnomo (2006) g. Munier et al., (2004) d. Hasanah (2006)

Pakan

Pakan ternak ruminansia secara umum dapat dikelompokkan dalam dua jenis,

yaitu hijauan dan konsentrat.Hijauan adalah bahan makanan ternak yang berupa

rumpu-rumputan dan leguminosa. Hijauan memiliki kandungan serat kasar yang

tinggi pada bahan keringnya. Konsentrat adalah suatu bahan makanan dipergunakan

bersama bahan makanan lain untuk meningkatkan keserasian gizi dari keseluruhan

makanan dan dimaksudkan unuk disatukan dan dicampur sebagai suplemen

(pelengkap) atau makanan pelengkap (Hartadi et al., 1980).

Limbah Tauge

Limbah adalah produk sisa yang hampir tidak digunakan dari suatu kegiatan

pertanian (Judoamidjojoet al, 1989). Limbah tuge merupakan hasil sampingan dari

kacang hijau, kacang hijau memiliki kandungan nutrisi yang cukup tinggi dan

susunan asam aminonya mirip dengan asam amino kedelai. Kacang hijau memiliki

antinutrisi yang relatif tinggi. Salah satu pengurangan antinutrisi tersebut dengan cara

perendaman, perkecambahan, dan pemanasan (Belinda, 2009). Limbah tauge adalah

sisa produksi tauge terdiri dari kulit kacang hijau dan pecahan-pecahan tauge yang

(20)

7 ekonomi dan dapat mencemari lingkungan. Limbah tauge yang digunakan dalam

ransum dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Limbah Tauge Segar (kiri) dan Limbah Tauge Kering (kanan)

Limbah tauge pada umumnya menjadi limbah di pasar-pasar tradisional.

Belum banyak orang yang memanfaatkan kulit kecambah tauge, hanya sebagian

kecil orang yang memanfaatkan kulit kecambah tauge untuk campuran pakan itik.

Limbah tauge terdiri dari 70 % kulit kacang hijau (tudung tauge) sekitar dan 30%

pecahan-pecahan tauge yang diperoleh saat pengayakan. Potensi limbah tauge di

Kota Bogor berkisar antara 951-1426 kg/hari (Rahayu et al, 2010). Dari berbagai

jenis limbah organik pasar yang pernah digunakan dalam pengkajian tepung limbah

organik pasar, kulit tauge merupakan jenis limbah yang paling berpotensi untuk

dibuat menjadi tepung limbah. Kandungan nutrisi limbah tauge dapat dilihat pada

Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan Nutrisi Limbah Tauge

Nutrisi Komposisi

Bahan kering (%) 87,94

Abu (%) 2,64

Protein kasar (%) 14,42

Serat Kasar (%) 38,50

Lemak Kasar (%) 0,21

Beta-N (%) 32,17

Ca (%) 0,86

P (%) 0,41

Keterangan :Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan (2011). Departemen Ilmu Nutrisi dan teknologi Pakan, Institut Pertanian Bogor

Pengeringan dengan menggunakan sinar matahari hanya membutuhkan waktu

rata-rata 3 hari, limbah tauge memiliki kandungan nutrisi yang cukup tinggi. Kadar

(21)

8 kcal/kg (Saenab, 2010). Potensi produksi tauge di daerah Bogor mencapai sekitar 6,5

ton/hari, sehingga potensi limbah tauge cukup tinggi yaitu sekitar 1,5 ton/hari

(Rahayu et al, 2010). Dengan melihat kandungan nutrisi dan potensi limbah tauge

yang cukup relatif tinggi, maka limbah tauge kemungkinan digunakan sebagai salah

satu bahan pakan ternak domba. Wandito (2011) menyatakan penggunaan 50%

limbah tauge dalam ransum domba dengan kandungan protein kasar (PK) sebesar ±

13.63%, serat kasar (SK) 49.44% dan TDN sebesar 64.65% dapat meningkatkan

pbbh sebesar 145,83±21,59 g/e/hr.

Legume Indigofera sp.

Indogofera sp. merupakan tanaman dari kelompok leguminosa (family

Fabaceae) dengan genus Indigofera dan memiliki 700 spesies yang tersebar di benua

Afrika, Asia, Australia dan Amerika Utara, Indigofera sp. masuk ke Indonesia sekitar

tahun 1900. Legume Indigofera sp.yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat

pada Gambar 2. Tanaman ini dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak yang kaya

akan nitrogen, fosfor dan kalsium. Legum Indigofera sp.toleran terhadap musim

kering dan genangan air. Indigofera sp. dapat diberikan ke domba sebanyak 1-2

kg/ekor/hari (Departemen Pertanian, 2010). Kandungan nutrisi legume Indigofera sp.

dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2.Kandungan Nutrisi Legum Indigofera sp.

Nutrisi Komposisi

Bahan kering (%) 93,21

Abu (%) 11,66

Protein kasar (%) 25,99

Serat Kasar (%) 30,51

Lemak Kasar (%) 1,38

Beta-N (%) 23,67

Ca (%) 0,06

P (%) 0,54

Keterangan : Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan (2011). Departemen Ilmu Nutrisi dan teknologi Pakan, Institut Pertanian Bogor

Menurut Suharlina (2010) pertumbuhan legum Indigofera sp. sangat cepat,

adaptif terhadap tingkat kesuburan rendah, mudah dan murah pemeliharaannya.

Indigoferafera sp. sangat baik dimanfaatkan sebagai hijauan pakan ternak karena

kandungan bahan organik hijauan ini dapat meningkat dengan adanya pemberian

(22)

9 Tarigan (2009) menyatakan rataan penggunaan Indigofera sp. dalam pakan pada

kambing Boerka menghasilkan pertambahan bobot badan harian berkisar antara

28.25±52.38 gr/ekor/hari.

Gambar 2.Indigofera sp. segar (kiri) dan Indigofera sp. kering (kanan)

Konsumsi Pakan

Konsumsi pada umumnya diperhitungkan sebagai jumlah makanan yang

dimakan oleh ternak, yang kandungan zat makanan didalamnya digunakan untuk

mencukupi kebutuhan hidup pokok dan untuk keperluan produksi ternak tersebut

(Tillman et al, 1998). Tingkat konsumsi ternak dipengaruhi oleh beberapa faktor

yaitu faktor hewan, faktor makanan yang diberikan dan faktor lingkungan (suhu dan

kelembaban). Jumlah konsumsi pakan merupakan salah satu tanda terbaik bagi

produktivitas ternak (Arora, 1989). Konsumsi pakan sangat dipengaruhi oleh jenis

kelamin, besarnya tubuh, keaktifan dan kegiatan pertumbuhan atau produktivitas

lainnya yaitu suhu dan kelembaban udara. Suhu udara yang tinggi maka konsumsi

pakan akan menurun karena konsumsi air minum yang tinggi berakibat penurunan

konsumsi energi (Siregar, 1984).

Konsumsi juga sangat dipengaruhi oleh palatabilitas yang tergantung pada

beberapa hal yaitu penampilan dan bentuk makanan, bau, rasa, tekstur, dan suhu

lingkungan (Church dan Pond, 1995) konsumsi pakan secara umum akan meningkat

seiring dengan meningkatnya berat badan, karena pada umumnya kapasitas saluran

pencernaan meningkat dengan semakin meningkatnya berat badan.

Ternak ruminansia mempunyai keistimewaan, salah satunya adalah dapat

makan dengan cepat dan menampung makanan dalam jumlah yang banyak.

Kemampuan mengkonsumsi pakan ini dapat dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu

(23)

zat-10 zat makanan ransum, kebutuhan ternak akan zat-zat makanan, status fisiologi ternak

dan genotip ternak. Makin baik kualitas bahan pakan semakin tinggi konsumsi pakan

dari seekor ternak.

Konsumsi Air Minum

Air merupakan senyawa kimia yang sangat penting bagi kehidupan manusia

dan makhluk hidup lainnya. Fungsi komponen ini tidak akan dapat digantikan oleh

senyawa lainnya. Beberapa peranan air di dalam tubuh, antara lain : pelarut

zat-zatgizi, pembawa zat gizi dan oksigen ke dalam sel, katalisator reaksi-reaksi kimia

yang berlangsung di dalam tubuh, penjaga kestabilan suhu tubuh, penyeimbang

elektrolit dalam tubuh, mediator untuk membuang racun dari dalam tubuh, pelindung

organ dan jaringan tubuh vital, pemeliharaan volume darah, dan pelumas

organ-organ tubuh (sendi, otot, air mata, mukus, dan saliva) (Parker, 2003).

Air memiliki duafungsi dasar yaitu sebagai komponen utama dalam

metabolisme dan sebagai zat yang mengontrol temperatur tubuh (Church dan Pond,

1995). Menurut Parakkasi (1999) kebutuhan air minum dipengaruhi oleh konsumsi

bahan kering ransum, jenis bahan makanan, kelembaban, angin dan temperatur.

Menurut Devendra dan Burns (1994) kebutuhan air dipengaruhi oleh faktor

lingkungan, jumlah bahan kering yang dikonsumsi, keadaan makanan, kondisi

fisioligis, temperatur air minum, temperatur lingkungan, kekerapan minum dan

genotipe ternak.

Tillman et al. (1998) menyatakan bahwa kebutuhan air minum domba yang

sedang tumbuh pada suhu lebih dari 200C adalah 3 liter/kg bahan kering terkonsumsi.

Menurut Church (1971) konsumsi air minum dipengaruhi oleh beberapa faktor antara

lain tingkat konsumsi ransum, tingkat produksi hewan, tingkat pertumbuhan dan

bobot badan hewan.

Efisiensi Pakan

Efisiensi pakan adalah perbandingan pertambahan bobot badan dibagi dengan

jumlah konsumsi bahan kering. Faktor yang mempengaruhi efisiensi pakan antara

lain laju perjalanan pakan dalam saluran pencernaan, bentuk fisik, bahan makanan,

(24)

11 Efisiensi penggunaan pakan erat kaitannya dengan konsumsi pakan dan

produksi (pertambahan bobot badan). Efisiensi penggunaan pakan adalah rasio antara

pertambahan bobot badan dengan jumlah pakan yang dikonsumsi. Efisiensi

penggunaan pakan menggukur efisiensi hewan dalam mengubah pakan menjadi

produk. Crampton dan Harris (1969), menyatakan bahwa efisiensi penggunaan

makanan tergantung pada kebutuhuan ternak akan energi dan protein yang digunakan

untuk pertumbuhan, hidup pokok dan fungsi lainnya, kemampuan ternak dalam

mencerna zat makanan, jumlah zat makanan yang hilang dalam proses metabolisme,

serta jenis makanan yang dikonsumsi.

Nilai efisiensi yang semakin tinggi menunjukkan bahwa ransum yang

dikonsumsi semakin baik yang diubah menjadi hasil produk pada ternak

(pertambahan bobot badan). Campbell et al. (2003) menyatakan bahwa efisiensi

ransum dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kemampuan ternak dalam

mencerna bahan pakan, kecukupan zat pakan untuk hidup pokok, pertumbuhan dan

fungsi tubuh serta jenis pakan yang digunakan.

Income Over Feed Cost (IOFC)

Analisis ekonomi sangat penting dalam usaha penggemukan domba, karena

tujuan akhir dari penggemukan adalah untuk mendapatkan keuntungan. Salah satu

perhitungan yang dapat digunakan adalah Income Over Feed Cost (IOFC), yaitu

pendapatan dari pemeliharaan setelah dikurangi biaya pakan selama pemeliharaan.

Ada beberapa faktor yang berpengaruh penting dalam penghitungan IOFC yaitu

pertambahan bobot tubuh selama pemeliharaan, konsumsi dan harga pakan.

Wahju (1997) mengemukakan bahwa pertumbuhan yang baik belum tentu

menjamin keuntungan maksimum, tetapi pertumbuhan yang baik dan diikuti dengan

konversi pakan yang baik serta biaya pakan yang minimum akan mendapatkan

(25)

12

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak

Ruminansia Kecil Blok B, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Waktu

penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai September 2011.

Materi Ternak

Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah 32 ekor domba yang

terdiri dari 16 ekor domba Jonggol (8 ekor Balibu (bawah lima bulan) berumur 2-3

bulan dan 8 ekor Sepubu (sepuluh bulan) berumur 7-8 bulan dengan masing-masing

rataan bobot badan 9,9±1,4 kg dan 13,6±0,6 kg) dan 16 ekor domba Garut(8 ekor

berumur 3 bulan (balibu) dan 8 bulan (muda)dengan masing-masing rataan bobot

badan 9,8±1,1 kg dan 14,9±1,1 kg).

Pakan

Pakan yang diberikan adalah dua macam ransum dalam bentuk pellet dengan

sumber hijauan berasal dari limbah tauge dan legum Indigofera sp. yang

masing-masing diberikan 30%. Kandungan ransum yang digunakan dalam penelitian ini

dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Analisa Proksimat Ransum Penelitian.

Ransum BK Abu PK SK LK Beta-N Ca P

R1 87,32 8,23 18,13 15,39 3,14 42,43 1,75 0,26

R2 87,65 6,51 16,66 24,51 3,71 36,26 1,39 0,23

Sumber: Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan (2011). Departemen Ilmu Nutrisi dan teknologi Pakan, Institut Pertanian Bogor. R1=Ransum Indigofera sp., R2=Ransum limbah tauge.

Limbah tauge yang digunakan diperoleh dari pedagang-pedagang tauge yang

berada di Pasar Bogor dan sekitarnya. Limbah tauge yang digunakan adalah sisa dari

hasil pengayakan tauge, sehingga diperoleh limbah kulit kacang hijau atau dikenal

dengan angkup tauge yang tercampur dengan beberapa bagian dari potongan tauge

yang terbawa ketika pengayakan. Ransum yang digunakan selama penelitian adalah

bentuk pellet. Pellet Indigofera sp. dan pellet limbah tauge dapat dilihat pada

(26)

13

Kandang dan Peralatan

Kandang yang digunakan adalah kandang individu berukuran 1,5 x 0,75 m

yang dilengkapi dengan tempat pakan dan air minum. Peralatan yang digunakan

adalah thermometer, timbangan domba, timbangan pakan, gunting, label, dan obat

cacing. Kandang individu dalam penelitian ini dalam dilihat pada Gambar 3.

Gambar 4. Kandang Individu

Prosedur Persiapan Pemeliharaan

Sebelum penelitian dimulai dilakukan persiapan penelitian, yang meliputi :

Persiapan tempat dan peralatan, pengadaan pakan dan obat-obatan. Obat-obatan yang

digunakan saat ternak datang adalah obat cacing, obat tetes mata, dan betadine.

Domba yang digunakan terlebih dahulu dilakukan pencukuran, pemandian

dan pemberian obat cacing. Pengacakan dilakukan dengan mengundi setiap domba

yang akan diberikan perlakuan.

(27)

14

Pemeliharaan

Sebelum dilakukan pengambilan data terlebih dahulu domba diberi masa

adaptasi pakan dan lingkungan hingga domba terbiasa pakan perlakuan dan

lingkungan sekitar. Adaptasi pakan dan lingkungan dilakukan selama ± 20 hari.

Setelah masa adaptasi selesai, domba mulai diberikan pakan sesuai dengan

perlakuan, yaitu Indigofera sp. dan limbah tauge dan diberi secara ad libitum.

Penimbangan sisa pakan dan air minum dilakukan pada keesokan harinya dan

dicatat. Penimbangan bobot badan domba dilakukan dua minggu sekali selama

pemeliharaan, hal ini untuk menghindari stress pada domba. Selama pemeliharaan

dilakukan pencatatan temperatur dan kelembaban didalam kandang maupun diluar

kandang.

Rancangan dan Analisa Data Model

Percobaan ini dilaksanakan dengan Rancangan Acak Lengkap pola faktorial

2x2x2. Faktor pertama perlakuan adalah bangsa domba (Jonggol dan Garut), faktor

kedua adalah beda umur (Balibu dan Sepubu), dan faktor ketiga adalah jenis ransum

(berbasis Indigofera sp. dan limbah tauge). Ulangan dilakukan sebanyak 4 kali.

Model rancangan yang digunakan menurut Mattjik dan Sumertajaya (2002) adalah:

Yijk = µ + Ai + Bj + Ck + (AB)ij+ (AC)ik + (BC)jk + (ABC)ijk + ɛijk

Keterangan:

Yijk :nilai pengamatan perlakuan ke-i, ke-j dank e-k

µ : nilai tengah

Ai : pengaruh perlakuan jenis domba (Jonggol dan Garut) ke-i

Bj : pengaruh perlakuan umur domba (Balibu dan Sepubu) ke-j

Ck : pengaruh perlakuan jenis ransum (berbasis Indigofera sp. dan limbah tauge) ke-k

(AB)ij : interaksi antara bangsa dan umur domba

(AC)ik : interaksi antara bangsa domba dan jenis ransum

(ABC)ijk : interaksi antara perlakuan bangsa, umur domba, dan jenis ransum

(28)

15

Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (Analysis of Variance)

untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap peubah yang diamati. Jika perlakuan

berpengaruh nyata terhadap peubah yang diukur maka dilanjutkan dengan uji lanjut

Duncan untuk mengetahui perbedaan di antara perlakuan tersebut.

Peubah yang Diamati

1. Pertambahan Bobot Badan (gram/hari)

Pertambahan bobot badan diperoleh dari bobot badan akhir penggemukan

dikurangi bobot badan awal ketika domba akan digemukkan, dibagi dengan

lamanya penggemukan.

PBBH = Bobot akhir-Bobot awal Lama penggemukan

2. Konsumsi Bahan Kering (gram/hari)

Jumlah konsumsi bahan kering dihitung dari konsumsi pakan dikali zat makanan

dibagi 100.

3. Konsumsi Air Minum

Air minum diberikan secara ad libitum tetapi terukur, setiap pemberian diberikan

sebanyak 2 liter. Air yang tersisa ditimbang keesokan harinya. Penimbangan sisa

air dilakukan setiap pagi. Konsumsi air dihitung dari selisih antara air yang

diberikan dengan sisa air.

4. Efisiensi Pakan

Efisiensi pakan dihitung dengan membandingkan pertambahan bobot badan

selama penggemukan dan konsumsi pakan dikali 100%.

Efisiensi Pakan = PBBH

Konsumsi Pakan x 100%

5. Suhu dan kelembaban

Suhu dan kelembaban diukur pada pagi (07.00) hari, siang (13.00) hari, dan sore

(16.00) hari. Pengukuran dengan menggunakan termometer bola basah-bola

(29)

16

6. Income Over Feed Cost(IOFC).

Pendapataan yang diperoleh setelah dikurangi biaya pakan selama pemeliharan.

IOFC = (Harga jual – Harga beli) – Biaya pakan

Keterangan : IOFC = Income Over Feed Cost (Rp)

Harga jual domba Jonggol = Rp. 40.000,-/kg Bobot Hidup

Harga jual domba Garut = Rp. 45.000,-/kg Bobot Hidup

Harga beli domba Jonggol = Rp. 40.000,-/kg Bobot Hidup

Harga beli domba Garut = Rp. 45.000,;/kg Bobot Hidup

(30)

17

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

Penelitian ini dilakukan di laboratorium lapang ruminansia kecil blok B

kampus IPB Darmaga dengan rata-rata temperatur udara (300C) dan kelembaban

udara (83%). Selama penelitian temperatur dan kelembaban udara dari bulan Juli

hingga September yang diamati di dalam kandang dan luar kandang yang dapat

dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Rataan Suhu dan Kelembaban Udara di Lokasi Kandang blok B.

Lokasi Waktu Suhu (0C) Kelembaban (%)

Dalam Kandang Pagi 24±0,80B 91±2,14A

Siang 32±1,26A 77±7,22B

Sore 31±1,80A 81±8,56A

Luar Kandang Pagi 26±1,10 85±1,73

Siang 36±0,45 72±3,08

Sore 34±0,90 75±3,08

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris atau kolom yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0,01).

Pagi (07.00) WIB, Siang (13.00) WIB, Sore (16.00) WIB

Produktivitas domba sangat dipengaruhi oleh faktor genetika dan lingkungan.

Kedua faktor tersebut berkaitan erat dan saling mempengaruhi ternak, karena genetik

yang baik tanpa didukung oleh lingkungan yang baik, maka tidak akan tercapai

produksi yang tinggi. Kondisi dan kelembaban udara selama penelitian dapat

berpengaruh terhadap konsumsi pakan dan pertumbuhan domba. Selama penelitian

dapat diketahui bahwa keadaan cuaca (suhu dan kelembaban) di kandang blok B di

dalam kandang berbeda sangat nyata (P<0,01) pada pagi, siang dan sore hari. Suhu di

dalam kandang pada pagi hari lebih rendah yaitu 240C±0,80 sedangkan suhu siang

(320C±1,26) dan sore (310C±1,80) relarif tinggi, yang artinya semakin tinggi

temperatur suhu akan menyebabkan peningkatan laju respirasi, suhu tubuh, konsumsi

air dan penurunan konsumsi bahan kering, hal ini sesuai dengan Marai et al. (2007).

Kelembaban di dalam kandang pada pagi hari paling tinggi (91%±2,14)

dibandingkan dengan siang (72%±3,08) dan sore (75%±3,08). Kelembaban di dalam

kadang yang tinggi menunjukkan bahwa udara di dalam kandang mengandung uap

(31)

18 Kartasudjana (2001) menyatakan suhu optimal di daerah tropis berkisar

antara 24-260C, dengan kelembaban dibawah 75% (Yousef, 1985). Hal ini

menunjukkan bahwa suhu pada pagi hari sudah sesuai dengan suhu optimal domba

di daerah tropis, sedangkan pada siang dan sore hari diatas suhu optimal. Sehingga

upaya untuk memberikan suhu yang nyaman bagi ternak dapat ditambahkan kipas

angin atau blower. Ramdan (2007) mengemukakan bahwa peningkatan suhu dan

kelembaban lingkungan dapat menyebabkan penurunan terhadap konsumsi pakan

sehingga semakin tinggi suhu dan kelembaban udara cenderung akan menurunkan

produktivitas ternak, sehingga akan menghambat pertambahan bobot badan yang

disebabkan tidak efisiennya penggunaan pakan untuk pertumbuhan ternak.

Hewan membutuhkan lingkungan yang cocok untuk kebutuhan fisiologisnya,

jika tidak sesuai dengan lingkungannya, misalnya dengan kondisi terlalu panas atau

terlalu dingin maka akan menyebabkan stres dan berakibat terhadap

produktivitasnya, sehingga pertumbuhan, perkembangan atau produksi ternak akan

menurun (Johnston, 1983). Secara fisiologis tubuh ternak akan bereaksi terhadap

rangsangan yang mengganggu fisiologis normal. Sebagai ilustrasi ternak akan

mengalami cekaman panas jika jumlah rataan produksi panas tubuh dan penyerapan

radiasi panas dari sekelilingnya lebih besar daripada rataan panas yang dikeluarkan

dari tubuh (Devendra dan Burns, 1994).

Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH)

Pertambahan bobot badan harian merupakan indikator kecepatan

pertumbuhan seekor ternak selama pemeliharaan. Rataan pertambahan bobot badan

harian domba balibu dan Sepubudapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5.Rataan Pertambahan Bobot Badan Harian Domba.

Umur Ransum Jenis Domba

Jonggol Garut

....gram/ekor/hari...

Balibu R-1 123±16AB 138±5,3AB

R-2 145±19A 127±21AB

Sepubu R-1 136±12AB 99±38B

R-2 127±21AB 153±24A

Ket: Superskrip yang berbeda pada baris atau kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata(P<0,05) untuk huruf kecil dan sangat nyata (P<0,01) untuk huruf kapital.

(32)

19 Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pertumbuhan bobot badan harian

domba sangat nyata (P<0,01) dipengaruhi oleh interaksi antara ketiga faktor.

Pertambahan bobot badan harian domba Garut Sepubu yang diberi ransum limbah

tauge (153±24 g/ekor/hr) dan domba Jonggol Balibu dengan ransum limbah tauge

(145±19) lebih tinggi dari domba Garut yang diberi ransum Indigofera sp. (99±38

g/ek/hr), namun tidak berbeda dengan domba Garut Balibu dengan ransum

Indigofera sp. maupun ransum limbah tauge, domba Jonggol Sepubu dengan ransum

Indigofera sp. maupun ransum limbah tauge dan domba Jonggol Balibu dengan

ransum Indigofera sp.

Pertambahan bobot badan harian domba Garut Sepubu berbeda dengan

domba Jonggol Balibu dengan ransum Indigofera sp., domba Jonggol Sepubu

dengan ransum Indigofera sp. maupun ransum limbah tauge, dan domba Garut

Balibu dengan ransum Indigofera sp. maupun ransum limbah tauge. Pertambahan

bobot badan harian domba Garut Sepubu yang diberi ransum Indigofera sp. memiliki

PBBH yang paling rendah, hal ini dikarenakan tingginya variasi antar individu.

Secara umum penggunaan limbah tauge dalam ransum memiliki PBBH yang

tinggi terutama pada domba Garut Sepubu dan domba Jonggol Balibu. Berdasarkan

hasil sidik ragam terlihat bahwa domba Balibu baik domba Jonggol dan domba Garut

memiliki PBBH yang sama dengan domba Sepubu domba Jonggol maupun domba

[image:32.595.98.512.213.734.2]

Garut. Perkembangan PBBH domba selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Grafik Perkembangan PBBH Domba

0 50 100 150 200 250

2 4 6 8 10 12

P B B H ( g /e/h) Minggu ke

JBI (Jonggol Balibu Indigofera sp.)

JBLT (Jonggol Balibu Limbah Tauge)

JSI (Jonggol Sepubu Indigofera sp.)

JSLT (Jonggol

Sepubu Limbah

Tauge)

GBI (Garut Balibu

Indigpofera sp.)

GBLT (Garut Balibu Limbah tauge)

GSI (Garut Sepubu

Indigofera sp.)

(33)

20 Pada Gambar 5 menunjukkan PBBH domba mulai minggu kedua hingga

minggu keempat cenderung meningkat. Pada minggu keempat domba dengan

ransum Indigofera sp. memiliki PBBH cenderung menurun hingga minggu

kesepuluh. Hal ini disebabkan domba kurang merespon ransum yang diberikan.

Secara umum domba yang diberi ransum limbah tauge memiliki pertambahan bobot

badan harian yang tinggi.

Konsumsi Bahan Kering Ransum

Konsumsi diperhitungkan sebagai jumlah makanan yang dimakan oleh

ternak, dan zat yang dikandungnya akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan

hidup pokok dan untuk produksi hewan tersebut (Tillman et al., 1998). Rataan

konsumsi bahan kering ransum domba balibu dan Sepubu dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 6. Rataan Konsumsi Bahan Kering Ransum

Umur Ransum Jenis Domba

Jonggol Garut

---gram/ekor/hari---

Balibu R-1 484,93±81,50

d

629,99±15,76c

R-2 629,92±71,21c 678,15±53,47bc

Sepubu R-1 668,13±40,72

bc

588,11±109,75cd

R-2 753,09±57,24b 873,93±132,67a

Ket: Superskrip yang berbeda pada baris atau kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05). R-1= Ransum Indigofera sp; R-2 = Ransum Limbah Tauge

Hasil sidik ragam menunjukkan konsumsi BK ransum nyata (P<0,05)

dipengaruhi oleh interaksi antar ketiga faktor. Konsumsi BK ransum domba Garut

Sepubu dengan ransum limbah tauge memeiliki konsumsi yang paling tinggi

(873,93±132,67 g/e/h), namun berbeda dengan konsumsi BK ransum domba Jonggol

Balibu dan domba Jonggol Sepubu dengan ransum Indigofera sp. maupun limbah

tauge dan domba garut Balibu dengan ransum Indigofera sp. maupun limbah tauge.

Konsumsi bahan kering ransum pada domba Jonggol maupun domba garut

menunjukkan jumlah yang optimum yaitu berkisar antara 3%-4% dari BB. Hal ini

sejalan dengan Tomaszewka et al. (1993) menyatakan bahwa kebutuhan bahan

kering per ekor per hari untuk domba Indonesia dengan bobot tubuh 10-20 kg adalah

3,1%-4,7% dari bobot tubuh untuk pertambahan bobot tubuh sebesar 0-100

g/ekor/hari. Domba dengan bobot tubuh 10-20 kg membutuhkan bahan kering 0,5-1

(34)

21 tauge lebih baik dibandingkan dengan ransum Indigofera sp., walaupun secara

kualitas Indigofera sp. mengandung protein tinggi dan serat yang rendah.

[image:34.595.100.513.74.417.2]

Perkembangan konsumsi BK ransum dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Grafik Rataan Konsumsi Bahan Kering Ransum

Pada Gambar 6 menunjukkan bahwa konsumsi BK ransum mulai pada

minggu kedua hingga minggu kedelapan cenderung mendatar dan Pada minggu

kesembilan dan kesepuluh konsumsi BK hampir semua domba cenderung menurun,

hal ini disebabkan kejadian tak terduga yaitu ketersediaan ransum limbah tauge tidak

mencukupi (akibat tidak bisa menggiling dan membuat pellet karena bersamaan

datangnya hari raya Idul fitri), sehingga sempat kehabisan pakan limbah tauge dan

ransum yang diberikan diganti ransum Indigofera sp.). Setelah ransum limbah tauge

tersedia kembali, konsumsi ransum meningkat lagi pada minggu kesebelas sampai

keduabelas.

Efisiensi Ransum

Efisiensi pakan adalah perbandingan antara pertambahan bobot badan ternak

dengan pakan yang dikonsumsi oleh ternak dalam jangka waktu yang telah ditentukan.

Efisiensi pakan sangat penting diketahui karena erat kaitannya dengan biaya produksi.

Efisiensi pakan ditentukan berdasarkan beberapa faktor yaitu suhu lingkungan, potensi

genetik, nutrisi pakan, kandungan energi dan penyakit (Parakkasi, 1999). Semakin tinggi

nilai efisiensi pakan maka penggunaan pakan semakin baik dalam meningkatkan

pertumbuhan ternak. Efisiensi pakan juga dipengaruhi oleh jumlah pakan yang

0.00 200.00 400.00 600.00 800.00 1000.00 1200.00

2 4 6 8 10 12

K o ns um si B K ( g /e/h) Minggu ke

JBI (Jonggol Balibu Indigofera sp.)

JBLT (Jonggol Balibu Limbah Tauge)

JSI (Jonggol Sepubu Indigofera sp.)

JSLT (Jonggol Sepubu Limbah Tauge)

GBI (Garut Balibu Indigpofera sp.) GBLT (Garut Balibu Limbah tauge)

GSI (Garut Sepubu Indigofera sp.)

(35)

22 dikonsumsi, bobot badan, gerak atau aktivitas tubuh, musim, dan suhu dalam kandang.

Kualitas pakan yang dikonsumsi oleh ternak semakin baik maka semakin efisien dalam

penggunaan pakan. Rataan efisiensi ransum selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Rataan Efisiensi Ransum

Umur Ransum Jenis Domba Rataan Umur

Jonggol Garut

------ml/e/h---

Balibu R-1 0,22±0,01 0,19±0,02 0,19±0,03a

R-2 0,20±0,02 0,16±0,02

Sepubu R-1 0,18±0,01 0,14±0,04 0,16±0,03b

R-2 0,15±0,02 0,16±0,05

Rataan 0,19±0,03a 0,16±0,03b

Ket: Superskrip yang berbeda pada baris atau kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) untuk huruf kecil dan sangat nyata (P<0,01) untuk huruf kapital.

R-1 = Ransum Indigofera sp; R-2 = Ransum Limbah Tauge

Berdasarkan hasil sidik ragam menunjukkan bahwa efisiensi ransum nyata

(P<0,05) dipengaruhi faktor jenis domba dan umur domba, namun faktor ransum dan

interaksinya tidak berbeda nyata. Nilai efisiensi ransum pada domba Jonggol

memiliki nilai yang tinggi yaitu 0,19±0,03 daripada nilai efisiensi ransum pada

domba Garut (0,16±0,03). Pada domba Balibu memiliki efisiensi ransum yang lebih

tinggi yaitu 0,19±0,03 daripada domba Sepubu (0,16±0,03). Hasil penelitian ini

masih lebih rendah dari hasil penelitian Wandito (2011) yang memiliki efisiensi

1,03±0,09 dengan penambahan 50% limbah tauge dalam konsentrat.

Nilai efisiensi yang semakin tinggi menunjukkan bahwa ransum yang

dikonsumsi semakin baik yang diubah menjadi hasil produk pada ternak

(pertambahan bobot badan). Campbell et al. (2003) menyatakan bahwa efisiensi

ransum dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kemampuan ternak dalam

mencerna bahan pakan, kecukupan zat pakan untuk hidup pokok, pertumbuhan dan

fungsi tubuh serta jenis pakan yang digunakan.

Berdasarkan hasil tersebut dapat dinyatakan bahwa domba Jonggol (Balibu

dan Sepubu) dan domba Balibu (domba Jonggol dan domba Garut) memiliki nilai

efisiensi ransum yang tinggi. Artinya setiap ransum yang dikonsumsi mampu

dikonversi menjadi daging dengan baik, sehingga menghasilkan pertambahan bobot

badan yang optimum. Pemeliharaan domba Jonggol (Balibu dan Sepubu) dan domba

(36)

23 bagi peternak. Hal ini dikarenakan pertambahan bobot badan harian yang dihasilkan

tidak berbeda nyata dengan domba Garut. Wahju (1997) juga menyatakan bahwa

pertumbuhan yang baik belum tentu menjamin keuntungan maksimal, tetapi

pertumbuhan yang baik disertai biaya ransum yang minimum akan menghasilkan

keuntungan yang maksimal.

Konsumsi Air Minum

Air adalah zat makan yang penting, ternak akan lebih menderita dengan

kurangnya air dari pada kekurangan pakan (Tillman et al., 1991). Pada penelitian ini

ransum yang diberikan dalam bentuk pellet yang memiliki kadar air relatif rendah,

sehingga pemberian air minum merupakan hal yang penting untuk dilakukan. Rataan

konsumsi air minum harian domba balibu dan domba Sepubu selama penelitian dapat

dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Rataan Konsumsi Air Minum

Kelompok

Umur Ransum

Jenis Domba

Rataan Umur Rataan Ransum

Jonggol Garut

...ml/ekor/hari...

Balibu R-1 1302±163 1760±149 1732,95±369,33B

R-1 1645,81±249,93B

R-2 1779±441 2091±126

Sepubu R-1 1721±107 1801±192 2017,78±359,36A

R-2 2104,91±365,97A

R-2 2072±267 2477±245

Rataan 1718,40±376,09B 2032,32±338,84A

Ket: Superskrip yang berbeda pada baris atau kolom yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0,01). R-1 = Ransum Indigofera sp; R-2 = Ransum Limbah Tauge

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa konsumsi air minum sangat nyata

(P<0,01) dipengaruhi oleh faktor jenis domba, faktor ransum dan faktor umur

domba, namun interaksinya tidak berpengaruh nyata. Konsumsi air minum domba

yang diberi ransum limbah tauge (2104,91±365,97 ml) lebih tinggi daripada domba

yang diberi ransum Indigofera sp. (1645,81±249,93 ml). Tingginya konsumsi air

minum pada domba yang diberi ransum limbah tauge terkait dengan banyaknya

protein kasar yang terkonsumsi oleh domba. Hasil penelitian Rahayu et al.(2012)

konsumsi domba Balibu dengan ransum limbah tauge yaitu berkisar 124,32±12,12

g/e/h dan domba Balibu dengan ransu Indigofera sp. berkisar115,74±19,66 g/e/h,

sedangkan pada domba Sepubu dengan ransum limbah tauge berkisar 173,73±14,35

g/e/h dan dengan ransum Indigofera sp. berkisar138,41±6,95g/e/h. Berdasarkan hasil

(37)

24 mengkonsumsi protein kasar lebih banyak daripada domba dengan ransum

Indigofera sp. Artinya semakin tinggi protein kasar yang dikonsumsi, maka domba

mengkonsumsi lebih banyak air minum. Hal ini sesuai dengan pendapat Parakkasi

(1999) bahwa tingkat konsumsi air minum akan meningkat sejalan dengan

meningkatnya konsumsi bahan kering dan konsumsi protein kasar.

Konsumsi air minum pada domba Garut (2032,32±338,84 ml) lebih tinggi

daripada konsumsi air minum domba Jonggol (1718,40±376,09 ml). Perbedaan ini

disebabkan karena tingkah laku domba Garut yang lebih agresif atau banyak

bergerak dan beraktifitas dibandingkan domba Jonggol. Domba Sepubu

mengkonsumsi air minum (2017,78±359,36 ml) lebih banyak dibandingkan domba

Balibu (1732,95±369,33 ml). Hal ini sesuai dengan Church (1971) bahwa konsumsi

air minum dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain tingkat konsumsi ransum,

tingkat produksi hewan, tingkat pertumbuhan dan bobot badan hewan. Konsumsi air

minum pada penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Susiloningsih (2008)

bahwa konsumsi air minum domba pada suhu 340C berkisar 2003 ml/hari. Marwick

(2007) menyatakan konsumsi air minum domba yang sedang tumbuh berkisar antara

2-4 liter/ekor/hari dan Tillman (1991) menyatakan konsumsi air minum domba yang

sedang tumbuh pada suhu lebih dari 200C adalah 3 liter/kg bahan kering yang

terkonsumsi.

Income Over Feed Cost (IOFC)

Tujuan akhir dari usaha penggemukan domba adalah mendapatkan

keuntungan ekonomi yang maksimal. Income Over Feed Cost adalah pendapatan

yang diterima didasarkan pada harga jual domba, harga beli bakalan, dan biaya

pakan. Biaya-biaya lain yang dikeluarkan semala proses penggemukan tidak

diperhitungkan dalam perhitungan IOFC. Rataan perhitungan IOFC dapat dilihat

pada Tabel 9.

Harga bakalan yang digunakan dalam penelitian sebesar Rp. 45.000,-/kg

untuk domba Garut, dan Rp 40.000,-/kg untuk domba Jonggol. Berdasarkan hasil

perhitungan IOFC yang diperoleh pada Tabel 9 dapat terlihat bahwa domba Jonggol

Balibu dengan ransum Indigofera sp. memiliki biaya pakan paling rendah, namun

(38)
[image:38.595.89.513.66.820.2]

25 Tabel 9. Rataan Perhitungan IOFC Domba Selama Penggemukan

Umur Jenis Ransum

Harga Beli

Harga Jual

Biaya

Pakan IOFC

---Rp/ekor/3 bln---

Balibu

Jonggol R1 1.600.000 3.000.000 523.600 876.400

R2 1.564.000 3.568.000 661.000 1.343.000

Garut R1 1.782.000 4.014.000 663.200 1.568.800

R2 1.739.250 4.077.000 700.800 1.636.950

Sepubu

Jonggol R1 2.188.000 4.000.000 714.200 1.097.800

R2 2.160.000 3.952.000 775.200 1.016.800

Garut R1 2.596.500 4.671.000 642.200 1.432.300

R2 2.7585.00 5.301.000 899.800 1.642.700

Hal ini dikarenakan pertambahan bobot badan harian domba sangat rendah.

Sedangkan biaya pakan paling tinggi yaitu pada domba Garut Sepubu, walapun

dengan biaya ransum yang tinggi, tetapi pertambahan bobot badan yang dihasilkan

juga lebih tinggi. Oleh karena itu, domba Jonggol Sepubu dengan ransum limbah

tauge dianjurkan untuk diterapkan di lapangan untuk mendapatkan keuntungan yang

(39)

26

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa domba Jonggol dan domba

Garut menghasilkan pertambahan bobot badan harian (PBBH) yang sama, namun

domba Jonggol lebih efisiensi dalam penggunaan ransum dikonsumsi menjadi bobot

badan. Sedangkan pada domba Balibu memiliki PBBH hampir sama dengan domba

Sepubu. Konsumsi ransum limbah tauge lebih tinggi daripada ransum Indigofera sp.

hal ini menunjukkan bahwa ransum limbah tauge lebih palatabel, selain palatabel

limbah tauge mudah didapatkan. Dari hasil tersebut dapat direkomendasikan bahwa

domba Jonggol Balibu dengan ransum limbah tauge untuk memberikan hasil yang

maksimal.

Saran

Performa domba Jonggol dan domba Garutjantan dengan ransum legum

Indigofera sp. dan limbah tauge pada domba umur dibawah satu tahun menunjukkan

hasil yang baik. Oleh sebab itu perlu dilaksanakan penelitian lanjutan dengan

mengggunakan domba berumur diatas satu tahun dan pada reproduksi domba betina

(40)

27

UCAPAN TERIMA KASIH

Bismillahhirrahmannirrahim

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah

memberikan segala limpahan nikmat, rahmat, hidayah serta inayah-Nya sehingga

skripsi ini dapat terselesaikan. Shalawat serta salam tetap tercurahkan kepada

junjungan Nabi Besar Muhammad SAW.

Ungkapan terima kasih sebesar-besarnya penulis haturkan kepada Ibu,

Bapak, Kakak, Adik serta Septiana Lilian Anggraini atas kasih sayang, doa yang

tiada henti, motivasi dan selalu menguatkan penulis dalam mengahadapi

segalanya. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Sri Rahayu, M.Si dan

Prof. Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, MS. selaku dosen pembimbing skripsi yang selalu

sabar dalam mengarahkan, membimbing, memberi motivasi selama penelitian

sampai penulisan skripsi ini terselesaikan. Terima kasih pula penulis ucapkan

kepada M. Baihaqi, S.Pt, M.Sc selaku dosen pembahas seminar dan dosen penguji

sidang Dr. Ir. Mohamad Yamin, M.Agr.Sc dan Ir. M. Agus Setiana, MS yang

telah banyak memberi saran dan masukan kepada penulis.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada rekan-rekan tim penelitian

PUF, pak ujang, mang amir, mang haer atas kerjasama, pengertian dan

kesabarannya dalam menbantu penelitian. Penulis juga mengucapkan terima kasih

kepada teman-teman alih jenis peternakan IPTP dan bantuan semua pihak yang

tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, semoga Allah SWT selalu membalas

amal baiknya dan semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2012

(41)

28

DAFTAR PUSTAKA

Aberle, D. E., J. C. Forrest, D. E. Gerrard, &E. W. Mills. 2001. Principles of meat Science 4th Edit. W.H freeman and company. San Fransisco

Anggorodi. 1990. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia, Jakarta.

Arora, S. P. 1989. Pencernaan Mikroba pada Ruminansia.Terjemahan : Retno Muwarni. Universitas Gadjah Mada Press. Yogyakarta.

Baliarti, E. 1985. Analisis kandungan kolesterol dalam daging beberapa bangsa domba yang dipelihara di pedesaan serta efisiensi pakannya. Laporan Penelitian. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Belinda. 2009. Evaluasi mutu cookies campuran tepung kacang hijau dan beras sebagai pangan tambahan bagi ibu hamil. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor,Bogor.

Campbell, J. R., M. D. Kenealy,& K. L. Campbell. 2003. Animal Sciences. 4thEdition. McGraw-Hill, New York.

Church, D. C. 1971. Digestive Physiology and Nutrition of Ruminants. 2nd Edition. O & Books, Inc. Corvallis, Oregon.

Church D. C,& W. G. Pond.1995. Basic Animal Nutrition and Feeding. 4th Ed. New York: New York Prejk.

Crampton, E. W.& L. E. Harris. 1969. Applied Animal Nutrition 2nd. Ed. W. H. Freeman and Co, San Fransisco.

Departemen Pertanian. 2010. Sumber protein murah untuk ternak kambing. http://www.ditjennak.go.id/buletin/artikel_6.pdb [4 April 2011]

Devendra, C., & G. B. McLeroy. 1982. Goat and Sheep Production in the Tropics. Longman Group Ltd, Singapore.

Devendra, C., & M. Burn.1994. Produksi Kambing di Daerah Tropis. Penerbit ITB, Bandung. hlm: 12-35.

Edey, TN. 1983. Tropical Sheep and Goat Production. Canberra: Australian Universities. International Development Program (AUIDP).

Elia, I. 2005. Penampilan domba yang dikandangkan dengan pakan kombinasi maca rumput (Barachiaria humidicola, Brachiaria decumbens, dan rumput alam) di UP3 Jonggol. Skripsi. Ilmu Produksi dan teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Elita, A. S. 2006. Studi perbandingan penampilan umum dan kecernaan pakan pada kamding dan domba lokal. Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Gatenby, R. M. 1991. The Tropical Agriculturalist Sheep.1st Edition.Mc Millan Education Ltd. London and Basingtone.

(42)

29 Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. PT

Gramedia Widiasarana. Jakarta.

Hartadi, H., S. Reksohadiprodjo, S. Lebdosukojo, & A. D. Tillman. 1980. Tabel-Tabel dari Komposisi Bahan Makanan Ternak Untuk Indonesia. International Feedstuffs Institute. Utah Agriculture Experiment Station, Utah State University. Logan, Utah.

Hassen, A. Rethman NFG., Van Niekerk WA. & Tjelele TJ. 2007. Influence of season and species on chemical composition and in vitro digestibility of five Indigofera accession. J. Animal Feed Sci and Tech. 136: 312-322

Iniguez, L., M. Sanhez & S. P. Ginting. 1991. Productivity of Sumatran sheep in a system integrated with rubber plantation. Small Ruminant Research.5 : 303-307.

Inounu, I. & K. Diwyanto. 1996. Pengembangan ternak domba di Indonesia. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. XV (3) : 61-68.

Jaya, M. 1981. Hubungan antara lingkar dada dan panjang badan dengan berat badan domba Garut pada berbagai tingkat umur. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran. Bandung.

Johnston, R. G. 1983. Introduction to Sheep Farming. Granada Publishing Ltd, London.

Judoamidjojo, R. M., E. G. Said & L. Hartoto. 1989. Biokonversi. Depdikbud Dirjen Dikti PAU Bio Teknologi. IPB, Bogor.

Kartasudjana, R. 2001. Proses Pemotongan Ternak di RPH. Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.

Marai, I.F.

Gambar

Table 1. Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH) dari Berbagai Program
Gambar 3. Pellet Indigofera sp. (kiri) dan Pellet Limbah Tauge (kanan)
Gambar 5. Grafik Perkembangan PBBH Domba
Gambar 6. Grafik Rataan Konsumsi Bahan Kering Ransum
+7

Referensi

Dokumen terkait

(4) Operasional distribusi semen beku untuk pelayanan inseminasi buatan dilaksanakan oleh KPRI Genah Makmur Kabupaten Pacitan yang telah memiliki Kerjasama Operasional (KSO) dengan

Suatu ketentuan lain yang tidak disebutkan pada ketentuan KUHD yang telah menghapuskan peraturan tentang perseroan terbatas, adalah mengenai kemungkinan komisaris dapat

Jumlah populasi yang besar diperoleh dengan merapatkan jarak tanaman, sehingga tanaman tumbuh rapat, dalam hal itu sinar matahari terbatas dipermukaan dan hara

Gambar 6 menggambarkan rasio BOD/COD yang terjadi pada 40 hari running.Rasio ini didapatkan dengan membagi antara konsentrasi BOD hasil dan COD hasil selama pengukuran

Setelah melakukan tahap uji coba pada website ini, maka dapat diambil kesimpulan bahwa website ini dapat membantu pengguna memperoleh informasi mengenai hewan punah dan terancam

Indikator yang digunakan dalam penelitian ini adalah corporate governance index , kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional dan ukuran perusahaan sebagai variabel

Deskripsi : Ular berukuran sedang dengan bentuk tubuh yang ramping, tubuhnya berwarna merah atau merah kecoklatan dengan bintik-bintik hitam pada bagian dorsal, kepala

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (2011-sekarang). Riwayat Pelatihan : MMB 2011 PEMA