• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian ini dilakukan di laboratorium lapang ruminansia kecil blok B kampus IPB Darmaga dengan rata-rata temperatur udara (300C) dan kelembaban udara (83%). Selama penelitian temperatur dan kelembaban udara dari bulan Juli hingga September yang diamati di dalam kandang dan luar kandang yang dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Rataan Suhu dan Kelembaban Udara di Lokasi Kandang blok B.

Lokasi Waktu Suhu (0C) Kelembaban (%)

Dalam Kandang Pagi 24±0,80B 91±2,14A

Siang 32±1,26A 77±7,22B

Sore 31±1,80A 81±8,56A

Luar Kandang Pagi 26±1,10 85±1,73

Siang 36±0,45 72±3,08

Sore 34±0,90 75±3,08

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris atau kolom yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0,01).

Pagi (07.00) WIB, Siang (13.00) WIB, Sore (16.00) WIB

Produktivitas domba sangat dipengaruhi oleh faktor genetika dan lingkungan. Kedua faktor tersebut berkaitan erat dan saling mempengaruhi ternak, karena genetik yang baik tanpa didukung oleh lingkungan yang baik, maka tidak akan tercapai produksi yang tinggi. Kondisi dan kelembaban udara selama penelitian dapat berpengaruh terhadap konsumsi pakan dan pertumbuhan domba. Selama penelitian dapat diketahui bahwa keadaan cuaca (suhu dan kelembaban) di kandang blok B di dalam kandang berbeda sangat nyata (P<0,01) pada pagi, siang dan sore hari. Suhu di dalam kandang pada pagi hari lebih rendah yaitu 240C±0,80 sedangkan suhu siang (320C±1,26) dan sore (310C±1,80) relarif tinggi, yang artinya semakin tinggi temperatur suhu akan menyebabkan peningkatan laju respirasi, suhu tubuh, konsumsi air dan penurunan konsumsi bahan kering, hal ini sesuai dengan Marai et al. (2007). Kelembaban di dalam kandang pada pagi hari paling tinggi (91%±2,14) dibandingkan dengan siang (72%±3,08) dan sore (75%±3,08). Kelembaban di dalam kadang yang tinggi menunjukkan bahwa udara di dalam kandang mengandung uap air yang tinggi dihasilkan dari proses respirasi ternak.

18 Kartasudjana (2001) menyatakan suhu optimal di daerah tropis berkisar antara 24-260C, dengan kelembaban dibawah 75% (Yousef, 1985). Hal ini menunjukkan bahwa suhu pada pagi hari sudah sesuai dengan suhu optimal domba di daerah tropis, sedangkan pada siang dan sore hari diatas suhu optimal. Sehingga upaya untuk memberikan suhu yang nyaman bagi ternak dapat ditambahkan kipas angin atau blower. Ramdan (2007) mengemukakan bahwa peningkatan suhu dan kelembaban lingkungan dapat menyebabkan penurunan terhadap konsumsi pakan sehingga semakin tinggi suhu dan kelembaban udara cenderung akan menurunkan produktivitas ternak, sehingga akan menghambat pertambahan bobot badan yang disebabkan tidak efisiennya penggunaan pakan untuk pertumbuhan ternak.

Hewan membutuhkan lingkungan yang cocok untuk kebutuhan fisiologisnya, jika tidak sesuai dengan lingkungannya, misalnya dengan kondisi terlalu panas atau terlalu dingin maka akan menyebabkan stres dan berakibat terhadap produktivitasnya, sehingga pertumbuhan, perkembangan atau produksi ternak akan menurun (Johnston, 1983). Secara fisiologis tubuh ternak akan bereaksi terhadap rangsangan yang mengganggu fisiologis normal. Sebagai ilustrasi ternak akan mengalami cekaman panas jika jumlah rataan produksi panas tubuh dan penyerapan radiasi panas dari sekelilingnya lebih besar daripada rataan panas yang dikeluarkan dari tubuh (Devendra dan Burns, 1994).

Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH)

Pertambahan bobot badan harian merupakan indikator kecepatan pertumbuhan seekor ternak selama pemeliharaan. Rataan pertambahan bobot badan harian domba balibu dan Sepubudapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5.Rataan Pertambahan Bobot Badan Harian Domba.

Umur Ransum Jenis Domba

Jonggol Garut ....gram/ekor/hari... Balibu R-1 123±16AB 138±5,3AB R-2 145±19A 127±21AB Sepubu R-1 136±12AB 99±38B R-2 127±21AB 153±24A

Ket: Superskrip yang berbeda pada baris atau kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata(P<0,05) untuk huruf kecil dan sangat nyata (P<0,01) untuk huruf kapital.

19 Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pertumbuhan bobot badan harian domba sangat nyata (P<0,01) dipengaruhi oleh interaksi antara ketiga faktor. Pertambahan bobot badan harian domba Garut Sepubu yang diberi ransum limbah tauge (153±24 g/ekor/hr) dan domba Jonggol Balibu dengan ransum limbah tauge (145±19) lebih tinggi dari domba Garut yang diberi ransum Indigofera sp. (99±38 g/ek/hr), namun tidak berbeda dengan domba Garut Balibu dengan ransum Indigofera sp. maupun ransum limbah tauge, domba Jonggol Sepubu dengan ransum Indigofera sp. maupun ransum limbah tauge dan domba Jonggol Balibu dengan ransum Indigofera sp.

Pertambahan bobot badan harian domba Garut Sepubu berbeda dengan domba Jonggol Balibu dengan ransum Indigofera sp., domba Jonggol Sepubu dengan ransum Indigofera sp. maupun ransum limbah tauge, dan domba Garut Balibu dengan ransum Indigofera sp. maupun ransum limbah tauge. Pertambahan bobot badan harian domba Garut Sepubu yang diberi ransum Indigofera sp. memiliki PBBH yang paling rendah, hal ini dikarenakan tingginya variasi antar individu.

Secara umum penggunaan limbah tauge dalam ransum memiliki PBBH yang tinggi terutama pada domba Garut Sepubu dan domba Jonggol Balibu. Berdasarkan hasil sidik ragam terlihat bahwa domba Balibu baik domba Jonggol dan domba Garut memiliki PBBH yang sama dengan domba Sepubu domba Jonggol maupun domba Garut. Perkembangan PBBH domba selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Grafik Perkembangan PBBH Domba

0 50 100 150 200 250 2 4 6 8 10 12 P B B H ( g /e/h) Minggu ke

JBI (Jonggol Balibu Indigofera sp.) JBLT (Jonggol Balibu Limbah Tauge) JSI (Jonggol Sepubu Indigofera sp.)

JSLT (Jonggol

Sepubu Limbah

Tauge)

GBI (Garut Balibu

Indigpofera sp.) GBLT (Garut Balibu Limbah tauge)

GSI (Garut Sepubu

Indigofera sp.) GSLT (Garut Sepubu Limbah Tauge)

20 Pada Gambar 5 menunjukkan PBBH domba mulai minggu kedua hingga minggu keempat cenderung meningkat. Pada minggu keempat domba dengan ransum Indigofera sp. memiliki PBBH cenderung menurun hingga minggu kesepuluh. Hal ini disebabkan domba kurang merespon ransum yang diberikan. Secara umum domba yang diberi ransum limbah tauge memiliki pertambahan bobot badan harian yang tinggi.

Konsumsi Bahan Kering Ransum

Konsumsi diperhitungkan sebagai jumlah makanan yang dimakan oleh ternak, dan zat yang dikandungnya akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan untuk produksi hewan tersebut (Tillman et al., 1998). Rataan konsumsi bahan kering ransum domba balibu dan Sepubu dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 6. Rataan Konsumsi Bahan Kering Ransum

Umur Ransum Jenis Domba

Jonggol Garut ---gram/ekor/hari--- Balibu R-1 484,93±81,50 d 629,99±15,76c R-2 629,92±71,21c 678,15±53,47bc Sepubu R-1 668,13±40,72 bc 588,11±109,75cd R-2 753,09±57,24b 873,93±132,67a

Ket: Superskrip yang berbeda pada baris atau kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05). R-1= Ransum Indigofera sp; R-2 = Ransum Limbah Tauge

Hasil sidik ragam menunjukkan konsumsi BK ransum nyata (P<0,05) dipengaruhi oleh interaksi antar ketiga faktor. Konsumsi BK ransum domba Garut Sepubu dengan ransum limbah tauge memeiliki konsumsi yang paling tinggi (873,93±132,67 g/e/h), namun berbeda dengan konsumsi BK ransum domba Jonggol Balibu dan domba Jonggol Sepubu dengan ransum Indigofera sp. maupun limbah tauge dan domba garut Balibu dengan ransum Indigofera sp. maupun limbah tauge.

Konsumsi bahan kering ransum pada domba Jonggol maupun domba garut menunjukkan jumlah yang optimum yaitu berkisar antara 3%-4% dari BB. Hal ini sejalan dengan Tomaszewka et al. (1993) menyatakan bahwa kebutuhan bahan kering per ekor per hari untuk domba Indonesia dengan bobot tubuh 10-20 kg adalah 3,1%-4,7% dari bobot tubuh untuk pertambahan bobot tubuh sebesar 0-100 g/ekor/hari. Domba dengan bobot tubuh 10-20 kg membutuhkan bahan kering 0,5-1 kg (National Research Council, 1985). Secara umum Palatabilitas ransum limbah

21 tauge lebih baik dibandingkan dengan ransum Indigofera sp., walaupun secara kualitas Indigofera sp. mengandung protein tinggi dan serat yang rendah. Perkembangan konsumsi BK ransum dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Grafik Rataan Konsumsi Bahan Kering Ransum

Pada Gambar 6 menunjukkan bahwa konsumsi BK ransum mulai pada minggu kedua hingga minggu kedelapan cenderung mendatar dan Pada minggu kesembilan dan kesepuluh konsumsi BK hampir semua domba cenderung menurun, hal ini disebabkan kejadian tak terduga yaitu ketersediaan ransum limbah tauge tidak mencukupi (akibat tidak bisa menggiling dan membuat pellet karena bersamaan datangnya hari raya Idul fitri), sehingga sempat kehabisan pakan limbah tauge dan ransum yang diberikan diganti ransum Indigofera sp.). Setelah ransum limbah tauge tersedia kembali, konsumsi ransum meningkat lagi pada minggu kesebelas sampai keduabelas.

Efisiensi Ransum

Efisiensi pakan adalah perbandingan antara pertambahan bobot badan ternak dengan pakan yang dikonsumsi oleh ternak dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Efisiensi pakan sangat penting diketahui karena erat kaitannya dengan biaya produksi. Efisiensi pakan ditentukan berdasarkan beberapa faktor yaitu suhu lingkungan, potensi genetik, nutrisi pakan, kandungan energi dan penyakit (Parakkasi, 1999). Semakin tinggi nilai efisiensi pakan maka penggunaan pakan semakin baik dalam meningkatkan pertumbuhan ternak. Efisiensi pakan juga dipengaruhi oleh jumlah pakan yang

0.00 200.00 400.00 600.00 800.00 1000.00 1200.00 2 4 6 8 10 12 K o ns um si B K ( g /e/h) Minggu ke

JBI (Jonggol Balibu Indigofera sp.)

JBLT (Jonggol Balibu Limbah Tauge)

JSI (Jonggol Sepubu Indigofera sp.)

JSLT (Jonggol Sepubu Limbah Tauge)

GBI (Garut Balibu Indigpofera sp.) GBLT (Garut Balibu Limbah tauge)

GSI (Garut Sepubu Indigofera sp.)

GSLT (Garut Sepubu Limbah Tauge)

22 dikonsumsi, bobot badan, gerak atau aktivitas tubuh, musim, dan suhu dalam kandang. Kualitas pakan yang dikonsumsi oleh ternak semakin baik maka semakin efisien dalam penggunaan pakan. Rataan efisiensi ransum selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Efisiensi Ransum

Umur Ransum Jenis Domba Rataan Umur

Jonggol Garut ------ml/e/h--- Balibu R-1 0,22±0,01 0,19±0,02 0,19±0,03a R-2 0,20±0,02 0,16±0,02 Sepubu R-1 0,18±0,01 0,14±0,04 0,16±0,03b R-2 0,15±0,02 0,16±0,05 Rataan 0,19±0,03a 0,16±0,03b

Ket: Superskrip yang berbeda pada baris atau kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) untuk huruf kecil dan sangat nyata (P<0,01) untuk huruf kapital.

R-1 = Ransum Indigofera sp; R-2 = Ransum Limbah Tauge

Berdasarkan hasil sidik ragam menunjukkan bahwa efisiensi ransum nyata (P<0,05) dipengaruhi faktor jenis domba dan umur domba, namun faktor ransum dan interaksinya tidak berbeda nyata. Nilai efisiensi ransum pada domba Jonggol memiliki nilai yang tinggi yaitu 0,19±0,03 daripada nilai efisiensi ransum pada domba Garut (0,16±0,03). Pada domba Balibu memiliki efisiensi ransum yang lebih tinggi yaitu 0,19±0,03 daripada domba Sepubu (0,16±0,03). Hasil penelitian ini masih lebih rendah dari hasil penelitian Wandito (2011) yang memiliki efisiensi 1,03±0,09 dengan penambahan 50% limbah tauge dalam konsentrat.

Nilai efisiensi yang semakin tinggi menunjukkan bahwa ransum yang dikonsumsi semakin baik yang diubah menjadi hasil produk pada ternak (pertambahan bobot badan). Campbell et al. (2003) menyatakan bahwa efisiensi ransum dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kemampuan ternak dalam mencerna bahan pakan, kecukupan zat pakan untuk hidup pokok, pertumbuhan dan fungsi tubuh serta jenis pakan yang digunakan.

Berdasarkan hasil tersebut dapat dinyatakan bahwa domba Jonggol (Balibu dan Sepubu) dan domba Balibu (domba Jonggol dan domba Garut) memiliki nilai efisiensi ransum yang tinggi. Artinya setiap ransum yang dikonsumsi mampu dikonversi menjadi daging dengan baik, sehingga menghasilkan pertambahan bobot badan yang optimum. Pemeliharaan domba Jonggol (Balibu dan Sepubu) dan domba Balibu (domba Jonggol dan domba Garut) ini menghasilkan keuntungan tersendiri

23 bagi peternak. Hal ini dikarenakan pertambahan bobot badan harian yang dihasilkan tidak berbeda nyata dengan domba Garut. Wahju (1997) juga menyatakan bahwa pertumbuhan yang baik belum tentu menjamin keuntungan maksimal, tetapi pertumbuhan yang baik disertai biaya ransum yang minimum akan menghasilkan keuntungan yang maksimal.

Konsumsi Air Minum

Air adalah zat makan yang penting, ternak akan lebih menderita dengan kurangnya air dari pada kekurangan pakan (Tillman et al., 1991). Pada penelitian ini ransum yang diberikan dalam bentuk pellet yang memiliki kadar air relatif rendah, sehingga pemberian air minum merupakan hal yang penting untuk dilakukan. Rataan konsumsi air minum harian domba balibu dan domba Sepubu selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Rataan Konsumsi Air Minum

Kelompok

Umur Ransum

Jenis Domba

Rataan Umur Rataan Ransum

Jonggol Garut ...ml/ekor/hari... Balibu R-1 1302±163 1760±149 1732,95±369,33B R-1 1645,81±249,93B R-2 1779±441 2091±126 Sepubu R-1 1721±107 1801±192 2017,78±359,36A R-2 2104,91±365,97A R-2 2072±267 2477±245 Rataan 1718,40±376,09B 2032,32±338,84A

Ket: Superskrip yang berbeda pada baris atau kolom yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0,01). R-1 = Ransum Indigofera sp; R-2 = Ransum Limbah Tauge

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa konsumsi air minum sangat nyata (P<0,01) dipengaruhi oleh faktor jenis domba, faktor ransum dan faktor umur domba, namun interaksinya tidak berpengaruh nyata. Konsumsi air minum domba yang diberi ransum limbah tauge (2104,91±365,97 ml) lebih tinggi daripada domba yang diberi ransum Indigofera sp. (1645,81±249,93 ml). Tingginya konsumsi air minum pada domba yang diberi ransum limbah tauge terkait dengan banyaknya protein kasar yang terkonsumsi oleh domba. Hasil penelitian Rahayu et al.(2012) konsumsi domba Balibu dengan ransum limbah tauge yaitu berkisar 124,32±12,12 g/e/h dan domba Balibu dengan ransu Indigofera sp. berkisar115,74±19,66 g/e/h, sedangkan pada domba Sepubu dengan ransum limbah tauge berkisar 173,73±14,35 g/e/h dan dengan ransum Indigofera sp. berkisar138,41±6,95g/e/h. Berdasarkan hasil penelitian Rahayu et al. (2012) terlihat bahwa domba dengan ransum limbah tauge

24 mengkonsumsi protein kasar lebih banyak daripada domba dengan ransum Indigofera sp. Artinya semakin tinggi protein kasar yang dikonsumsi, maka domba mengkonsumsi lebih banyak air minum. Hal ini sesuai dengan pendapat Parakkasi (1999) bahwa tingkat konsumsi air minum akan meningkat sejalan dengan meningkatnya konsumsi bahan kering dan konsumsi protein kasar.

Konsumsi air minum pada domba Garut (2032,32±338,84 ml) lebih tinggi daripada konsumsi air minum domba Jonggol (1718,40±376,09 ml). Perbedaan ini disebabkan karena tingkah laku domba Garut yang lebih agresif atau banyak bergerak dan beraktifitas dibandingkan domba Jonggol. Domba Sepubu mengkonsumsi air minum (2017,78±359,36 ml) lebih banyak dibandingkan domba Balibu (1732,95±369,33 ml). Hal ini sesuai dengan Church (1971) bahwa konsumsi air minum dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain tingkat konsumsi ransum, tingkat produksi hewan, tingkat pertumbuhan dan bobot badan hewan. Konsumsi air minum pada penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Susiloningsih (2008) bahwa konsumsi air minum domba pada suhu 340C berkisar 2003 ml/hari. Marwick (2007) menyatakan konsumsi air minum domba yang sedang tumbuh berkisar antara 2-4 liter/ekor/hari dan Tillman (1991) menyatakan konsumsi air minum domba yang sedang tumbuh pada suhu lebih dari 200C adalah 3 liter/kg bahan kering yang terkonsumsi.

Income Over Feed Cost (IOFC)

Tujuan akhir dari usaha penggemukan domba adalah mendapatkan keuntungan ekonomi yang maksimal. Income Over Feed Cost adalah pendapatan yang diterima didasarkan pada harga jual domba, harga beli bakalan, dan biaya pakan. Biaya-biaya lain yang dikeluarkan semala proses penggemukan tidak diperhitungkan dalam perhitungan IOFC. Rataan perhitungan IOFC dapat dilihat pada Tabel 9.

Harga bakalan yang digunakan dalam penelitian sebesar Rp. 45.000,-/kg untuk domba Garut, dan Rp 40.000,-/kg untuk domba Jonggol. Berdasarkan hasil perhitungan IOFC yang diperoleh pada Tabel 9 dapat terlihat bahwa domba Jonggol Balibu dengan ransum Indigofera sp. memiliki biaya pakan paling rendah, namun nilai IOFC juga paling rendah.

25 Tabel 9. Rataan Perhitungan IOFC Domba Selama Penggemukan

Umur Jenis Ransum

Harga Beli Harga Jual Biaya Pakan IOFC ---Rp/ekor/3 bln--- Balibu Jonggol R1 1.600.000 3.000.000 523.600 876.400 R2 1.564.000 3.568.000 661.000 1.343.000 Garut R1 1.782.000 4.014.000 663.200 1.568.800 R2 1.739.250 4.077.000 700.800 1.636.950 Sepubu Jonggol R1 2.188.000 4.000.000 714.200 1.097.800 R2 2.160.000 3.952.000 775.200 1.016.800 Garut R1 2.596.500 4.671.000 642.200 1.432.300 R2 2.7585.00 5.301.000 899.800 1.642.700

Hal ini dikarenakan pertambahan bobot badan harian domba sangat rendah. Sedangkan biaya pakan paling tinggi yaitu pada domba Garut Sepubu, walapun dengan biaya ransum yang tinggi, tetapi pertambahan bobot badan yang dihasilkan juga lebih tinggi. Oleh karena itu, domba Jonggol Sepubu dengan ransum limbah tauge dianjurkan untuk diterapkan di lapangan untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal.

26

Dokumen terkait