• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Hewan Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Pusat Antar Universitas (PPSHB-PAU), Laboratorium Ternak Perah Fakultas Peternakan, dan Laboratorium Hewan Percobaan Southeast Asian Food and Agricultural Science

and Technology Center (SEAFAST Center) Institut Pertanian Bogor. Penelitian

ini terdiri atas tiga tahap, yaitu pembuatan amida minyak ikan, uji ketahanan amida minyak ikan secara in vitro, dan uji efektivitas suplementasi amida minyak ikan pada tikus sebagai hewan coba pascarumen.

Sintesis Amida Minyak Ikan

Minyak ikan yang digunakan untuk pembuatan amida minyak ikan lemuru yang diperoleh dari Desa Muncar Banyuwangi, Jawa Timur. Selama penyimpanan, minyak ikan ditambahkan butylated hydroksitoluen (BHT) untuk melindungi minyak dari ketengikan oksidatif. Sebelum dilakukan reaksi amidasi ditentukan dahulu bilangan iod, bilangan penyabunan, dan bilangan asam minyak ikan yang digunakan. Kandungan asam lemak utama dalam minyak ikan ditentukan menggunakan kromatografi gas dengan detektor ionisasi nyala atau

gas liquidchromatography flame ionized detector (GLC FID).

Proses amidasi dilakukan dengan tiga cara berbeda untuk mendapatkan hasil yang terbaik yaitu:

1. Sintesis amida minyak ikan dengan mereaksikan minyak ikan dan urea, dengan perbandingan 1:1 (w/w) menurut prosedur Jenkins dan Adams (2002). Reaksi dilakukan dalam reaktor amidasi vakum dengan kapasitas 500 ml dengan diameter 10 cm, yang dilengkapi dengan pengaduk. Suhu pemanasan selama reaksi berlangsung dikontrol dengan menggunakan termokopel. Pembuatan amida minyak ikan dilakukan pada suhu 90⁰C dengan lama reaksi 4 jam. Produk yang dihasilkan disaring dengan kertas saring.

2. Sintesis amida minyak ikan dengan mereaksikan etil ester minyak ikan dengan urea. Etil ester minyak ikan diperoleh dari proses esterifikasi minyak ikan menggunakan kalium etoksida 0.5M pada

suhu 75⁰C selama 2 jam, dengan flushing N2. Etil ester minyak ikan yang terbentuk direaksikan dengan urea dengan rasio molar 1:2, pada suhu 90⁰C dengan pengadukan. Produk yang dihasilkan disaring dengan kertas saring.

3. Sintesis amida minyak ikan dengan mereaksikan minyak ikan dan n-butilamin mengikuti metode Feairheller et al. (1994). Minyak ikan direaksikan dengan n-butilamin dengan rasio molar 1 :8. Ke dalam bahan juga ditambahkan Na-EDTA sebanyak 0.5% (w/w) dan BHT sebanyak 0.05% (w/w), sebagai antioksidan selama proses amidasi berlangsung. Bahan dipanaskan dengan hot plate dalam labu empat leher yang dihubungkan dengan kondensor refluks dan dilakukan flushing N2 untuk mengusir O2. Suhu dipertahankan pada kisaran 77-78⁰C, yang merupakan titik didih n-butilamin, dengan kecepatan pengadukan 150 rpm selama 5 jam. Setelah proses berakhir, produk dilarutkan kembali dengan heksan, selanjutnya dicuci dengan akuades 70⁰C 3-4 kali untuk membuang kelebihan butilamin dan gliserol. Kemudian produk dievaporasi dengan rotavapor dan selanjutnya dikompressor untuk menguapkan dan menghilangkan sisa heksan. Analisis kualitatif dilakukan untuk mengidentifikasi terbentuknya senyawa amida dengan menggunakan spektroskopi inframerah atau infra red (IR). Analisis semi kuantitatif untuk mengetahui jumlah senyawa amida yang dihasilkan dilakukan dengan menggunakan kromatografi gas dengan spektrometer massa atau gas chromatography mass spectrometry GC-MS. Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui kadar lemak dan N dari produk. Pengukuran bilangan iod setelah reaksi juga dilakukan untuk mengetahui derajat ketidakjenuhan yang masih bisa dipertahankan.

Metode Analisis Minyak ikan dan Amida Minyak Ikan Bilangan iod

Dasar penentuan bilangan iod adalah reaksi adisi dengan ikatan rangkap pada asam lemak tidak jenuh. Penentuan bilangan iod menurut metode Hanus (Apriyantono et al. 1989) dilakukan dengan cara titrasi. Sejumlah bahan ditimbang (0.1-0.5 gram) dalam erlenmeyer bertutup dan ditambahkan dengan 10

ml kloroform untuk melarutkan sampel, dan 25 ml pereaksi Hanus kemudian dibiarkan selama 1 jam di tempat gelap sambil sekali-sekali dikocok. Kemudian ditambahkan 10 ml larutan KI 15 % lalu dikocok. Erlenmeyer dan tutupnya dicuci dengan 100 ml akuades. Titrasi dengan larutan standar Na2S2O3 0.1 N sampai warna kuning iod hampir hilang, kemudian ditambahkan 2 ml larutan pati 1% sebagai indikator. Titrasi dilanjutkan sampai warna biru hilang. Di samping itu juga dilakukan penetapan blanko.

ml titrasi (blanko-sampel) x N Na2S2O3 x 12.69 Bilangan Iod = --- berat sampel (gram)

Bilangan penyabunan

Bilangan penyabunan adalah jumlah miligram KOH yang diperlukan untuk menyabunkan satu gram minyak atau lemak. Penentuan bilangan penyabunan dilakukan dengan metode titrasi (Apriyantono et al. 1989). Sejumlah bahan ditimbang (1-5 gram) dalam erlenmeyer 300 ml dan ditambahkan 50 ml KOH beralkohol. Kemudian dihubungkan dengan pendingin tegak dan direfluks hingga tersabunkan sempurna. Larutan didinginkan dan ditambahkan 1 ml indikator fenolftalen. Kemudian dititrasi dengan HCl 0.5 N sampai warna merah jambu hilang. Buat penetapan blanko seperti penetapan contoh.

ml titrasi (blanko-sampel) x N HCl x 56.1 Bilangan Penyabunan = --- bobot sampel (gram)

Bilangan asam

Bilangan asam adalah jumlah miligram KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam-asam lemak bebas dari satu gram minyak atau lemak. Penentuan bilangan asam dilakukan dengan metode titrasi (Ketaren 2005). Sejumlah bahan ditimbang (10-20 gram) dalam erlenmeyer 200 ml. Ditambahkan 50 ml alkohol netral 95%, dipanaskan dalam penangas air selama 10 menit sambil diaduk. Larutan ini kemudian dititer dengan KOH 0.1 N dengan indikator larutan fenolftalen 1% dalam alkohol, sampai terlihat warna merah jambu. Dilakukan

penghitungan jumlah miligram KOH yang digunakan untuk menetralkan asam lemak bebas dalam 1 gram minyak atau lemak.

ml titrasi sampel x KOH x 56.1 Bilangan Asam = --- bobot sampel (gram)

Uji Ketahanan Amida Minyak Ikan secara In Vitro

Percobaan in vitro dilakukan menurut metode Tilley dan Terry (1963), untuk mengetahui ketahanan amida asam lemak minyak ikan terhadap biohidrogenasi oleh bakteri rumen dengan inkubasi menurut perlakuan untuk mengetahui pelepasan asam lemak pascarumen. Unit percobaan dilakukan secara terpisah. Penambahan lemak baik dalam bentuk minyak ikan maupun amida minyak ikan, sebanyak 10% dari ransum. Senyawa amida yang tersisa dalam kultur dianalisis menggunakan GC-MS. Percobaan in vitro juga dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian amida asam lemak pada pH cairan rumen, konsentrasi N-NH3, VFA total cairan rumen, VFA parsial, produksi gas, jumlah protozoa, protein mikrob, degradasi bahan kering (DBK) dan bahan organik (DBO) pakan.

Sumber inokulum yang digunakan adalah cairan rumen domba, dan sebagai substrat adalah hijauan jagung yang telah digiling halus. Berdasarkan analisis proksimat, substrat hijauan jagung mengandung 91.82% bahan kering, 7.68% protein, 1.54% lemak, 28.88% serat kasar, 9.81% abu, dan 52.09% BETN.

Percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok yang terdiri atas 4 perlakuan, dengan masing-masing 3 kelompok pengambilan cairan rumen sebagai berikut:

R0 = Substrat hijauan jagung

R1 = R0 yang mengandung 10% minyak ikan

R2 = R0 yang mengandung 5% minyak ikan + 5% amida minyak ikan R3 = R0 yang mengandung 10% amida minyak ikan

Metode Analisis In Vitro

Degradasi bahan kering (DBK) dan bahan organik (DBO) in vitro

Inkubasi in vitro dilakukan dengan metode Tilley dan Terry (1963). Sampel yang telah disiapkan ditimbang sebanyak 0.5 gram dan dimasukkan ke dalam tabung fermentor berkapasitas 100 ml. Larutan medium buffer yang terdiri atas 2 gram trypticase, 400 ml air, 0.1 ml larutan mikromineral ditempatkan di dalam erlenmeyer dan diaduk hingga larut. Selanjutnya ditambahkan 200 ml larutan buffer, 200 ml larutan mikromineral, dan 1 ml resazurin dan 40 ml larutan pereduksi. Medium lalu ditempatkan ke dalam water bath pada suhu 39⁰ C sambil dialirkan gas CO2 dan diaduk dengan magnetic stirrer, hingga terjadi perubahan warna medium dari biru ke merah muda hingga menjadi bening tidak berwarna yang menandai medium telah tereduksi dengan sempurna. Selanjutnya 1 bagian rumen dicampur dengan 4 bagian medium di bawah aliran gas CO2 di dalam

water bath sambil terus diaduk. Sebanyak 50 ml campuran medium diambil dan

dimasukkan ke dalam masing-masing tabung fermentor yang telah berisi sampel dan 2 tabung fermentor yang tidak berisi sampel (blanko). Tabung fermentor ditutup dengan tutup karet berventilasi, dan diinkubasi secara anaerob menurut perlakuan, yaitu selama 0, 24 dan 48 jam dalam shaker water bath pada suhu 39⁰ C. Setelah inkubasi berakhir kultur ditetesi 2-3 tetes asam sulfat pekat, H2SO4 9M kemudian disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm. Supernatan diambil untuk analisis VFA, N-NH3, dan senyawa amida, sisanya disaring menggunakan kertas saring Whatman no. 41, lalu ditentukan kadar bahan kering dan bahan organiknya. Degradasi bahan kering (DBK) dan bahan organik (DBO) dihitung dengan persamaan :

BK awal - (BK residu - BK blanko)

DBK= --- x 100% BK awal

BO awal - (BO residu – BO blanko)

DBO= --- x 100% BO awal

Pengukuran pH

Pengukuran pH dilakukan pada setiap akhir masa inkubasi dengan menggunakan pH meter.

Pengukuran VFA parsial

Untuk analisis VFA, supernatan diambil sebanyak 2 ml dan dimasukkan ke dalam tabung sampel yang bertutup. Ke dalam tabung tersebut ditambahkan 30 mg 5-sulphosalicylic acid (C6H3(OH)SO3H H2O) lalu dikocok. Kemudian disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit dan disaring dengan milipore hingga diperoleh cairan jernih. Sebanyak 1 µl cairan jernih diinjeksikan ke gas kromatografi (AOAC 1995). Sebelum injeksi sampel, terlebih dahulu diinjeksikan larutan VFA standar.

Perhitungan konsentrasi asam lemak dilakukan dengan rumus:

Tinggi sampel Tinggi internal standar dalam standar C = --- x Konsentrasi standar x --- Tinggi standar Tinggi internal standar dalam sampel

Pengukuran VFA total

Kadar VFA total ditentukan dengan metode destilasi uap (General Laboratory Procedure 1966). Sebanyak 5 ml supernatan dimasukkan ke dalam tabung destilasi yang dipanaskan dengan uap air. Tabung segera ditutup rapat setelah ditambahkan 1 ml H2SO4 15%. Uap air panas akan mendesak VFA melewati tabung destilasi yang terkondensasi dan ditampung dengan erlenmeyer yang berisi 5 ml NaOH 0.5 N sampai mencapai volume sekitar 300 ml. Selanjutnya ditambahkan indikator penophtalein sebanyak 2 tetes dan dititrasi dengan HCl 0.5 N. Titrasi berakhir pada saat titik awal perubahan warna dari merah menjadi bening. Sebagai blanko, dilakukan juga titrasi terhadap 5 ml NaOH 0.5 N.

Perhitungan kadar VFA dihitung dengan rumus:

Konsentrasi VFA total = (b-s) x N HCl x 1000/5 dimana: b = volume titran blanko

s = volume titran sampel Pengukuran N-NH3

Kadar N-NH3 ditentukan dengan teknik Microdifusi Conway (General Laboratory Procedure 1966). Sebanyak 1 ml supernatan diletakkan di sebelah kiri sekat cawan conway dan 1 ml larutan Na2CO3 jenuh ditempatkan pada sekat sebelah kanan. Posisi cawan diletakkan sedemikian rupa sehingga keduanya tidak bercampur sebelum cawan ditutup rapat. Pada cawan kecil di bagian tengah diisi

dengan asam borat berindikator metil red dan brom kressol green sebanyak 1 ml. Kemudian cawan Conway ditutup rapat dengan tutup bervaselin, digoyang dengan perlahan hingga supernatan tercampur dengan larutan Na2CO3. Amonia yang dibebaskan dari reaksi antara kedua bahan tersebut, selanjutnya akan ditangkap oleh asam borat yang diperlihatkan dengan adanya perubahan warna. Setelah dibiarkan selama 24 jam dalam suhu kamar, amonium borat dititrasi dengan H2SO4 0.005 N sampai terjadi perubahan warna ke warna asal asam borat (merah muda).

Volume titran dicatat, dan kadar N-NH3 dapat dihitung dengan rumus: N-NH3 = (ml H2SO4 x N H2SO4 x 1000) mM

Pengukuran Produksi Gas

Pengukuran produksi gas mengikuti prosedur Close dan Menke (1986) sebagai berikut: Syringe kapasitas 100 ml diisi dengan 0.2 g sampel, kemudian ditambahkan 30 ml cairan rumen yang telah dicampur dengan larutan buffer dengan perbandingan 1:2. Selanjutnya syringe diinkubasi dalam shaker waterbath Pada suhu 39⁰C. Pengamatan dilakukan pada 0, 12, dan 48 jam dengan mencatat volume gas yang terbentuk selama proses fermentasi.

Pengukuran sintesis protein mikrob

Sebanyak dua ml supernatan dimasukkan ke dalam tabung eppendorf, kemudian disentrifus dengan kecepatan 15 000 rpm pada suhu 4⁰C selama 30 menit. Endapan yang terbentuk dibilas dengan akuades selanjutnya disentrifus lagi pada kondisi yang sama. Selanjutnya, endapan disuspensikan dengan 2 ml NaOH 1 N, divortex lalu dipanaskan pada air bersuhu 60-70⁰C selama 10 menit. Analisis protein mikrob dilakukan menurut Lowry et al. (1951). Pembacaan absorbansi dilakukan pada 660 nm dan kadar protein sampel (mg/L) dapat dihitung berdasarkan persamaan regresi kurva standar.

Perhitungan jumlah protozoa

Jumlah protozoa total dihitung dengan menggunakan hemositometer (Ogimoto & Imai 1981). Sebanyak 0.5 ml cairan rumen dimasukkan ke dalam larutan MFS (Methylgreen Formalin-Saline), kemudian diteteskan pada

hemositometer dan jumlah protozoa dapat dilihat di bawah mikroskop dengan pembesaran 400 kali.

Efektivitas Suplementasi Amida Minyak Ikan pada Tikus sebagai Hewan Model Pascarumen

Percobaan in vivo bertujuan untuk mempelajari efektivitas suplementasi amida minyak ikan, dengan menggunakan hewan coba tikus sebagai model pascarumen. Percobaan ini menggunakan 35 ekor tikus jantan strain Sprague Dawley, yang berumur 7 minggu dengan kisaran bobot badan 120-160 g, yang diperoleh dari Balai Penelitian Veteriner Bogor.

Tikus ditempatkan di kandang individu berupa bak plastik yang dilengkapi dengan panggung kasa , dasarnya beralas koran yang diganti setiap hari. Kandang dibersihkan dua kali seminggu. Ransum tikus diformulasi berdasarkan metode AOAC (1990) berupa ransum semi purified yang mengandung minyak jagung sebagai ransum standar, dengan suplementasi minyak ikan dan amida minyak ikan menurut perlakuan (Tabel 7). Masa adaptasi dilakukan selama 7 hari dengan pemberian ransum standar. Tikus dibagi secara acak ke dalam 5 perlakuan dengan jumlah masing-masing perlakuan sebanyak 7 ekor. Ransum percobaan dan air minum diberikan secara ad libitum selama 6 minggu. Komposisi minyak ikan dan minyak jagung, tersaji pada Tabel 6 berikut.

Tabel 6 Komposisi minyak ikan dan minyak jagung (%)

Jenis Asam Lemak

Asam lemak Minyak Ikan* Minyak Jagung**

SFA Miristat 11.74 - Palmitat 17.94 11 Stearat 3.03 2 MUFA Palmitoleat 14.26 - Oleat 4.89 28 PUFA Linoleat 1.01 58 γ-Linolenat 0.59 - α-Linolenat - 1 Arakidonat 4.04 - EPA 16.06 - DHA 12.79 -

Keterangan : * Hasil Analisis Laboratorium Kimia Terpadu IPB (2010) ** www.scientificpsychic.com

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL), dengan perlakuan sebagai berikut:

A= Kontrol (sumber lemak 8% minyak jagung) B= Suplementasi 4,5% minyak ikan

C= Suplementasi 3% minyak ikan dan 1,5% amida minyak ikan D= Suplementasi 1,5% minyak ikan dan 3% amida minyak ikan E = Suplementasi 4,5% amida minyak ikan

Tabel 7 Susunan ransum percobaan in vivo

Bahan/Nutrien Ransum A B C D E Komposisi Bahan (g/kg) Kasein 114 114 114 114 114 Minyak Jagung 78 33 33 33 33 Minyak ikan - 45 30 15

-Amida Minyak Ikan - - 15 30 45

Multimineral 45.2 45.2 45.2 45.2 45.2 Vitamin 10 10 10 10 10 CMC (Selulosa) 10 10 10 10 10 Maizena (Pati) 700 700 700 700 700 Air 42.8 42.8 42.8 42.8 42.8 Komposisi Nutrien (%) Bahan Kering 87.66 87.88 85.91 86.31 86.28 Abu 3.95 4.11 4.79 4.48 4.21 Lemak 12.36 12.39 8.84 9.9 8.7 Protein 10.15 10.57 11.04 11.72 12.14 Serat kasar 0.27 0.32 0.62 0.42 0.17

Sumber: Hasil Analisis Laboratorium Biologi Hewan, PPSHB IPB (2011)

Pengambilan Data dan Sampel

Data bobot badan tikus diperoleh dari penimbangan tikus setiap minggu. Sisa pakan ditimbang setiap hari, sedangkan feses dikoleksi selama 10 hari berturut-turut sebelum akhir pengamatan. Setelah 10 hari koleksi, feses setiap harinya dikomposit untuk analisis proksimat dan senyawa amida dan kolesterol.

Pada akhir percobaan, dilakukan pengambilan darah melalui jantung menggunakan alat suntik setelah tikus dibius dengan eter, kemudian darah dimasukkan ke dalam tabung yang berisi antikoagulan EDTA. Sampel darah dibagi menjadi dua, yaitu untuk analisis hematologi dan untuk analisis profil lemak darah. Tikus dibunuh, daging paha belakang diambil untuk analisis kadar lemak daging, komposisi asam lemak, dan kadar kolesterol daging.

Metode Analisis In Vivo

Pertambahan bobot badan

Dihitung berdasarkan selisih bobot badan akhir dengan bobot badan awal dibagi lama waktu pengamatan. Penimbangan bobot badan tikus dilakukan setiap minggu.

Konsumsi ransum

Dihitung berdasarkan jumlah ransum yang disediakan dikalikan dengan kandungan bahan keringnya, dikurangi sisa ransum dikalikan dengan bahan kering sisa ransum tersebut.

Konversi pakan

Diperoleh berdasarkan jumlah konsumsi bahan kering pakan dibagi dengan kenaikan bobot badan per satuan waktu.

Kecernaan zat makanan

Dihitung berdasarkan selisih zat-zat makanan dari konsumsi ransum yang diukur dengan zat makanan yang terkandung dalam feses, dibagi dengan zat-zat makanan yang dikonsumsi, selama masa koleksi feses (10 hari).

Pengukuran nilai hematologi darah.

Pemeriksaan jumlah sel darah merah (eritrosit) menggunakan larutan pengencer Hayem kemudian dihitung menggunakan hemositometer Neubauer di bawah mikroskop dengan pembesaran 100x. Hal yang sama juga dilakukan untuk menghitung jumlah sel darah putih (leukosit) dengan larutan pengencer Turk. Diferensiasi leukosit dilakukan dengan sediaan apus darah yang diwarnai dengan pewarna Giemsa. Pengamatan dan penghitungan persentase jenis sel dilakukan menggunakan mikroskop. Kadar hematokrit ditentukan ke dalam tabung mikrohematokrit lalu disentrifuse selama 5 menit dengan kecepatan 11.500 rpm,

dan angka hematokrit dicatat (Sastradipraja et al., 1989). Pengukuran kadar hemoglobin (Hb) dengan metode Cyanmethemoglobin (Merck, 1987).

Pengukuran kadar kolesterol dan trigliserida serum

Kolesterol serum ditentukan dengan metode CHOD-PAP (Cholesterol

Oxidase Phenol Amino Phenazone), yang merupakan enzymatic photometric test.

Prinsip pengukuran kolesterol dengan metode ini melibatkan enzim cholesterol

esterase yang memecah ikatan ester kolesterol menjadi kolesterol dan asam

lemak. Selanjutnya enzim cholesterol oksidase mengoksidasi kolesterol menjadi

cholest-3-one dan hidrogen peroksida. Hidrogen peroksida bereaksi dengan

4-aminoantipyrine dan fenol dengan adanya enzim peroksidase membentuk pigmen quinoneimine sebagai indikator colorimetri. Spesimen yang digunakan adalah serum atau standar sebanyak 10 µl ditambah 1 ml reagensia, kemudian dikocok sampai homogen. Sebagai blanko digunakan air suling sebanyak 10 µl yang ditambah 1 ml reagensia. Selanjutnya diinkubasi selama 20 menit pada suhu 20-25⁰C, dan dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 500 nm dengan alat spektrofotometer.

Konsentrasi kolesterol dapat dihitung dengan rumus:

A sampel

Kolesterol (mg/dl) = --- x kons. standar (mg/dl) A standar

Prinsip penentuan kolesterol LDL berdasarkan pengendapan LDL oleh heparin pada titik isoelektriknya (pH 5,04). Setelah disentrifus, HDL dan VLDL tetap tinggal dalam supernatan, sehingga selanjutnya dapat dilakukan pengukuran dengan metode enzimatis. Serum sebanyak 100 µl dimasukkan ke dalam tabung sentrifus, ditambahkan reagensia pengendap sebanyak 1 ml dan dikocok hingga homogen, dibiarkan selama 10 menit pada suhu 15-25⁰C dan disentrifus dengan kecepatan 4000 rpm selama 15 menit. Selanjutnya dilakukan penentuan konsentrasi kolesterol dalam supernatan, dengan memasukkan supernatan atau standar sebanyak 50 µl ke dalam tabung dan ditambahkan 1 ml reagensia. Campuran dikocok hingga homogen dan diinkubasi selama 10 menit pada suhu 20-25⁰C, dan dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 500 nm dengan alat

spektrofotometer. Sebagai blanko digunakan air suling sebanyak 50 µl yang ditambah 1 ml reagensia.

Konsentrasi kolesterol dalam supernatan dapat dihitung dengan rumus:

A sampel

Kolesterol (mg/dl) = --- x kons. Standar (mg/dl) A standar

Kolesterol-LDL = Kolesterol total – kolesterol dalam supernatan

Prinsip penentuan kolesterol HDL didasarkan pada pengendapan kolesterol LDL, VLDL dan kilomikron dengan penambahan phosphotungstic acid dengan adanya ion magnesium. Setelah disentrifus, konsentrasi kolesterol dalam fraksi HDL yang berada dalam supernatan dapat diukur. Serum sebanyak 500 µl dimasukkan ke dalam tabung sentrifuse, ditambahkan 1 ml reagen pengendap, kemudian dikocok sampai homogen. Campuran dibiarkan selama 10 menit pada suhu kamar, kemudian disentrifus selama 2 menit dengan kecepatan 12.000 rpm. Supernatan yang jernih dipisahkan untuk dilakukan penentuan kadar kolesterol dengan metode CHOD-PAP.

Supernatan atau standar sebanyak 100 µl selanjutnya dimasukkan ke dalam tabung, ditambahkan 1 ml reagensia dan dikocok hingga homogen. Campuran diinkubasi selama 10 menit pada suhu 20-25⁰C, dan dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 500 nm dengan alat spektrofotometer. Sebagai blanko digunakan air suling sebanyak 100 µl yang ditambah 1 ml reagensia.

Konsentrasi kolesterol-HDL dalam supernatan adalah: A sampel

Kolesterol-HDL (mg/dl) = --- x kons. Standar (mg/dl) A standar

Trigliserida serum ditentukan dengan colorimetric enzymatic test menggunakan gliserol-3-fosfat oksidase (GPO). Prinsip penentuan trigliserida melibatkan perombakan trigliserida secara enzimatis oleh lipoprotein lipase, menghasilkan gliserol dan asam lemak. Enzim gliserokinase mengubah gliserol dan ATP menjadi gliserol-3-fosfat dan ADP, yang selanjutnya dioksidasi oleh enzim gliserol-3-fosfat oksidase menjadi dihidroksiaseton fosfat dan hidrogen peroksida. Hidrogen peroksida bereaksi dengan aminoantipyrine dan

4-chlorophenol dengan adanya enzim peroksidase membentuk pigmen quinoneimine sebagai indikator colorimetri. Spesimen yang digunakan adalah serum atau standar sebanyak 10 µl ditambah 1 ml reagensia, kemudian dikocok sampai homogen. Sebagai blanko digunakan air suling sebanyak 10 µl yang ditambah 1 ml reagen. Selanjutnya diinkubasi selama 20 menit pada suhu 20-25⁰ C, dan dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 500 nm dengan alat spektrofotometer.

Konsentrasi trigliserida dapat dihitung dengan rumus:

A sampel

Trigliserida (mg/dl) = --- x kons. Standar (mg/dl) A standar

Untuk mengoreksi gliserol bebas, konsentrasi trigliserida dari perhitungan di atas dikurangi 10 mg/dl.

Komposisi asam lemak daging

Lemak daging diekstraksi dengan petroleum eter dengan metode soxhlet. Komposisi asam lemak dianalisis sesuai dengan AOAC (1995). Sampel hasil ekstraksi sebanyak 100 mg ditambah 4 ml NaOH 0.5 N di bawah gas nitrogen, dikocok, tutup rapat dan dipanaskan pada suhu 100⁰C selama 5 menit. Kemudian 5 ml BF3 - metanol (boron triflouride 7% dalam metanol). Kemudian ditutup rapat, dikocok dan dipanaskan kembali pada suhu 100⁰C selama 45 menit. Ditambahkan 5 ml heksan dan diinkubasi selama 5 menit, ditutup dan dikocok selama 30 detik kemudian ditambahkan 5 ml larutan NaCl jenuh. Ditutup dan dikocok kencang selama 10 menit, didiamkan 10 menit, ditempatkan di rotary shaker selama 10 menit kemudian disentrifus selama 10 menit. Fase organik (heksan) diambil dan ditambahkan Na2SO4 anhidrat, kemudian didiamkan selama 10 menit. Heksan dipekatkan, lalu diinjeksikan 2 µl ke dalam Gas Chromatography.

Kolesterol daging dan feses

Sampel sebanyak 0.1 gram dimasukkan ke dalam tabung sentrifus ditambah dengan 8 ml alkohol : heksan (3:1), diaduk sampai homogen. Kemudian pengaduk dibilas dengan larutan alkohol : heksan (3:1), dan disentrifus selama 10 menit dengan kecepatan 3000 rpm. Supernatan dituang ke dalam beaker glass 100

ml, dan diuapkan di penangas air. Residu diuapkan dengan kloroform sedikit demi sedikit, sambil dituangkan ke dalam tabung berskala sampai volume 5 ml, ditambahkan asam asetat anhidrat, lalu ditambahkan 0.2 ml H2SO4 pekat (p.a). Campuran dikocok dan dibiarkan di tempat gelap selama 15 menit. Kemudian absorbansinya dibaca pada gelombang 420 nm dengan standar yang digunakan 0.4 mg/ml.

Kadar kolesterol daging dapat dihitung dengan rumus :

(A sampel x konsentrasi sampel)/bobot sampel Kadar kolesterol = ---

A standar

Analisis Data

Data yang diperoleh pada percobaan in vitro dianalisis dengan sidik ragam (Analysis of Variance), sedangkan data yang diperoleh pada percobaan in vivo dianalisis dengan sidik peragam (Analysis of Covariance). Analisis dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil atau Least Significant Difference (LSD) untuk mengetahui perbedaan antarperlakuan (Steel & Torrie 1991).

Dokumen terkait