• Tidak ada hasil yang ditemukan

Suplementasi Lemak dalam Pakan Ruminansia

Lipid adalah suatu substansi yang tidak larut air, tetapi larut dalam pelarut organik (eter, kloroform, heksan, dll). Lipid dalam bahan pakan biasanya dalam bentuk trigliserida yang terutama ditemukan dalam biji-bijian sereal, biji-bijian penghasil minyak, dan lemak hewan. Selain itu, lipid dalam bahan pakan juga terdapat dalam bentuk glikolipida yang terutama ditemukan dalam hijauan rumput-rumputan dan leguminosa, dan sejumlah kecil terdapat dalam bentuk fosfolipid (Wattiaux & Grummer 2006).

Ginsberg dan Karmally (2000) membagi asam lemak dalam diet menjadi 3 kelompok utama, yaitu asam lemak jenuh atau saturated fatty acids (SFA), asam lemak tak jenuh tunggal atau monounsaturated fatty acids (MUFA), dan asam lemak tak jenuh ganda atau polyunsaturated fatty acids (PUFA). Perbandingan berdasarkan bobot antara PUFA dan SFA dikenal dengan rasio PUFA : SFA. Asam lemak utama yang terdapat dalam triasilgliserol diet (lemak dan minyak) dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Asam lemak utama dalam diet

Kelompok asam lemak Nama asam lemak

Asam lemak jenuh Asam laurat (12:0)

Asam miristat (14:0) Asam palmitat (16:0) Asam stearat (18:0) Asam lemak tak jenuh Asam oleat (18:1n-6)

trans-16:1n-9 dan trans-18:1n-9 Omega 6 Asam linoleat (18:2n-6) Omega 3 Asam α-linoleat (18:3n-3) Asam eikosapentanoat (20:5n-3) Asam dokosaheksanoat (22:6n-3)

Lazimnya, pakan ternak produksi mengandung sedikit atau tanpa penambahan lemak. Sumber asam lemak satu-satunya terdapat secara alami dalam bahan pakan. Penggunaan lemak terutama terbatas pada pakan unggas dan pengganti susu pada ruminansia muda. Namun demikian, akhir- akhir ini terjadi perkembangan yang pesat dalam penambahan lemak pada pakan ternak produksi. Pemberian lemak biasanya dimaksudkan untuk meningkatkan kepadatan energi dalam pakan, di samping memiliki keuntungan lain, seperti meningkatkan penyerapan nutrien larut lemak dan mengurangi debu pada pakan (Palmquist 1988).

Sejalan dengan meningkatnya pengetahuan tentang pengaruh asam lemak tertentu pada kandungan lemak darah, dikeluarkanlah rekomendasi internasional menyangkut jumlah dan komposisi lemak diet yang dikonsumsi. Lemak hewan ternyata tidak direkomendasikan karena terlalu banyak mengandung SFA dan terlalu sedikit PUFA. Di samping itu, pentingnya PUFA n-3 telah lama diketahui sehingga rasio n-3: n-6 menjadi penting. Usaha untuk mendapatkan pangan asal hewan yang lebih sehat bertujuan untuk mengubah pola asam lemak produk, agar sedapat mungkin sesuai dengan rekomendasi kesehatan (Leibetseder 1997).

Ponnampalan et al. (2001) menambahkan bahwa tipe lemak pada pakan ternak domestikasi dapat mempengaruhi komposisi asam lemak total dan lemak netral pada jaringan otot. Asam lemak jenuh bila diberikan melebihi kebutuhan akan dideposit pada jaringan lemak sebagai trigliserida cadangan, sedangkan PUFA terutama n-3 sebagian besar dideposit dalam fosfolipid struktural. Mayoritas lipid sel terdiri atas fosfolipid dan kolesterol, yang memainkan peranan penting dalam menentukan struktur lipoprotein plasma, juga sangat mempengaruhi fungsi protein membran seperti aktivitas insulin pada jaringan lemak otot.

Komposisi asam lemak pada domba dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, kastrasi, dan pakan. Ternak yang gemuk biasanya berumur tua, sehingga pengaruh umur pada komposisi asam lemak menjadi relevan. Domba yang berumur di atas satu tahun kandungan lemaknya menjadi lebih keras, dengan peningkatan kandungan asam stearat dan penurunan kandungan asam oleat. Komposisi asam lemak pada domba betina dan domba jantan kastrasi hanya sedikit berbeda,

namun terdapat perbedaan yang besar antara komposisi asam lemak subkutan pada domba jantan dan domba jantan kastrasi. Perbedaan ini disebabkan domba betina dan domba jantan kastrasi lebih gemuk daripada domba jantan pada umur yang sama. Pengaruh penambahan lemak pada pakan relatif kecil dalam mempengaruhi komposisi lemak karena asam lemak segera terhidrogenasi dalam rumen, kecuali bila diberikan dalam bentuk terproteksi. Komponen pakan selain lemak mempunyai pengaruh yang besar pada jenis asam lemak dalam depot lemak, dalam kaitannya dengan sintesis asam lemak de nuvo (Enser 1991). Komposisi asam lemak depo dari beberapa jenis ternak dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini.

Tabel 2 Asam lemak komponen lemak depo ternak (%)

Komposisi asam lemak Hewan 12:0 14:0 16:0 18:0 20:0 16:1 18:1 18:2 18:3 20:1 Sapi - 6.3 27.4 14.1 - - 49.6 2.5 - -Babi - 1.8 21.8 8.9 0.8 4.2 53.4 6.6 0.8 0.8 Domba - 4.6 24.6 30.5 - - 36.0 4.3 - -Kambing 3.5 2.1 25.5 28.1 2.4 - 38.4 - - -Kuda 0.4 4.5 25.9 4.7 0.2 6.8 33.7 5.2 16.3 2.3 Ayam 1.9 2.5 36.0 2.4 - 8.2 48.2 0.8 - -Kalkun 0.1 0.8 20.0 6.4 1.3 6.2 38.4 23.7 1.6 -Sumber: deMan (1997).

Suplementasi lemak merupakan alternatif yang relatif murah dalam formulasi pakan ternak pedaging, dan penggunaannya dapat memodifikasi komposisi asam lemak daging. Namun, pemberian lemak dalam ransum ruminansia terbatas sampai tingkat yang relatif rendah untuk mencegah timbulnya masalah pada fermentasi rumen. Pemberian lemak dapat menurunkan pencernaan serat karena menghambat fermentasi mikrob yang terjadi dalam rumen. Penurunan kecernaan serat lebih parah pada pemberian sumber lemak yang tak jenuh dibandingkan sumber lemak jenuh. Kandungan lemak dalam ransum ruminansia berkisar antara 4-5%, sementara pada tingkat yang lebih tinggi berpengaruh negatif pada fermentasi mikrob dalam rumen. Rekomendasi yang

umum untuk kandungan lemak dalam ransum tidak melebihi 6-7% dari bahan kering ransum (Jenkins 1998; Bauman et al. 2003).

Penambahan lemak dalam pakan ruminansia dapat mengganggu fermentasi dalam rumen, sehingga menyebabkan menurunnya kecernaan energi dari sumber bukan lemak. Kecernaan karbohidrat struktural dalam rumen dapat menurun 50% atau lebih dengan penambahan lemak kurang dari 10%. Penurunan kecernaan berbarengan dengan turunnya produksi metan, hidrogen, dan VFA, serta turunnya rasio asetat:propionat. Metabolisme protein dalam rumen juga mengalami perubahan dengan terganggunya fermentasi rumen akibat penambahan lemak. Penurunan kecernaan protein dalam rumen berbarengan dengan turunnya konsentrasi amonia, dan meningkatnya aliran N ke dalam duodenum (Jenkins 1993).

Sintesis asam lemak de novo dipengaruhi oleh densitas energi pakan. Pakan hijauan mempunyai densitas yang rendah, sehingga membatasi deposisi lemak. Penambahan konsentrat biji-bijian yang kaya pati pada hijauan akan meningkatkan densitas energi. Pati akan difermentasi dalam rumen menjadi asam lemak terbang atau volatile fatty acids (VFA), terutama asam asetat dan asam propionat yang segera diserap dan digunakan sebagai substrat dalam sintesis asam lemak (Enser 1991)

Penambahan lemak dalam ransum ruminansia juga dapat mengakibatkan turunnya kecernaan asam lemak, yang umumnya berhubungan dengan sifat dari komposisi asam lemak itu sendiri. Pada kondisi tertentu, kecernaan SFA dapat lebih rendah dibandingkan kecernaan PUFA. Bilangan Iod atau Iodine Value (IV) 50 atau lebih berpengaruh kecil pada kecernaan asam lemak. Namun demikian, kecernaan menurun bila IV menurun di bawah 50, terutama bila IV jatuh dari nilai 27 menjadi 11. Pada asupan asam lemak yang rendah, kecernaan asam lemak sejati masing-masing mencapai 89% untuk lemak dengan IV>40 dan 74% untuk lemak dengan IV<40. Namun demikian, kecernaan asam lemak semakin menurun dengan meningkatnya asupan asam lemak dengan IV>40 (Jenkins 1998).

Komposisi lemak daging mencerminkan metabolisme lipid ransum dalam rumen. Jaringan tubuh ruminansia tidak mensintesis PUFA, sehingga konsentrasinya dalam jaringan tubuh bergantung pada jumlah yang keluar dari

rumen. Untuk mendapatkan produk daging yang lebih sehat, terutama dengan peningkatan PUFA dan mendapatkan rasio n-3:n-6 yang lebih baik, dilakukan penambahan sumber PUFA n-3 dalam pakan ternak, terutama yang berasal dari minyak ikan. Minyak ikan mengandung dua jenis asam lemak rantai panjang atau

long chain fatty acids (LCFA), yaitu EPA dan DHA yang biasanya diberikan

dalam bentuk lemak terlindungi (Chilliard et al. 2000; Bauman et al. 2003).

Metabolisme Lemak dalam Rumen

Demeyer dan Doreau (1999) menjelaskan bahwa hidrolisis merupakan langkah pertama metabolisme lipid dalam rumen. Triasilgliserol, fosfolipid, dan galaktosil lipid dalam pakan hijauan dan konsentrat segera mengalami hidrolisis dalam rumen oleh lipase ekstraselular yang dihasilkan oleh sejumlah kecil bakteri. Beberapa aktivitas kemungkinan berhubungan dengan fraksi protozoa. Produk akhir yang dihasilkan berupa asam lemak bebas, selain itu juga gliserol dan galaktosa yang diubah menjadi VFA. Tingkat hidrolisis sangat tinggi terutama pada lemak yang tidak terproteksi mencapai 85-95%, persentase hidrolisis lebih tinggi pada pakan kaya lemak dibandingkan dengan pakan konvensional, dimana sebagian besar lemak terdapat dalam struktur sel (Tamminga & Doreau 1991).

Hidrogenasi terjadi oleh berbagai jenis bakteri, dimulai dengan isomerisasi oleh enzim bakteri (Gambar 1). Asam linolenat (C18:3 n-3) umumnya mengalami hidrogenasi sempurna menjadi asam stearat (C18:0). Sebaliknya hidrogenasi asam linoleat (C18:2 n-6) berlangsung tidak sempurna. Hidrogenasi menghasilkan asam stearat dan asam trans-vaksenat (C18:1 n-7), menunjukkan tingkat hidrogenasi yang tinggi terhadap asam linoleat dan asam linolenat. Rata-rata hanya kurang dari 10% asam linoleat dan kurang dari 5% asam linolenat yang terbebas dari hidrogenasi. Tingkat hidrogenasi asam trans-vaksenat menjadi asam stearat bergantung pada kondisi rumen. Hidrogenasi menjadi asam stearat dipacu oleh adanya cairan rumen bebas sel dan partikel pakan, tetapi dihambat oleh asam linoleat dalam jumlah besar (Tamminga & Doreau 1991; Jenkins 1993)

Lipolisis dan biohidrogenasi

Lemak pakan teresterifikasi lipase

galaktosidase fosfolipase

FFA tak jenuh (Cth: cis-9, cis-12, C18:2) isomerase cis-9, trans-11 C18:2 reduktase trans-11 C18:1 reduktase C18:0

Gambar 1 Tahap kunci lemak pakan teresterifikasi menjadi asam lemak jenuh oleh lipolisis dan biohidrogenasi dalam rumen (Jenkins 1993).

Jenkins (1993) juga menambahkan bahwa tingkat hidrogenasi pada asam lemak tak jenuh bergantung pada derajat ketidakjenuhan suatu asam lemak serta jumlah dan frekuensi pemberiannya dalam pakan. Hidrogenasi yang dialami PUFA dalam rumen diperkirakan berkisar 60-90%, sedangkan asam lemak rantai panjang hanya mengalami sedikit degradasi dalam rumen. Sebagian besar asam lemak yang disintesis oleh mikrob rumen bergabung dalam fosfolipid. Kira-kira 85-90% asam lemak yang meninggalkan rumen merupakan asam lemak bebas, dan sekitar 10-15% adalah fosfolipid mikrob. Karena asam lemak bersifat hidrofobik, maka akan terikat pada partikel pakan dan mengangkutnya menuju duodenum. Lipolisis dalam rumen berlangsung sangat efisien. Oleh sebab itu, hampir semua lemak yang teresterifikasi yang mencapai duodenum dalam bentuk sel mikrob. Namun demikian, lipolisis dan biohidrogenasi menurun pada pH rumen yang rendah, seperti pada pakan kaya biji-bijian (Palmquist 1988).

Lipid yang terdapat dalam duodenum ruminansia terbagi menjadi 3 fraksi (Gambar 2), yaitu: lipid pakan yang lolos dari transformasi mikrob, lipid pakan setelah mengalami transformasi mikrob, dan lipid mikrob. Lipid pakan yang

mengalami transformasi dan lipid mikrob dalam isi duodenum tersimpan dalam jaringan ruminansia (Jenkins 1994).

Fraksi lipid dalam duodenum ruminansia

DIET DL a RUMEN DL DLt VFA c b c Mikroba DUODENUM DL ML DLt

Gambar 2 Lipid dalam duodenum ruminansia terdiri atas lipid pakan yang mencapai duodenum tanpa perubahan (DL), lipid pakan setelah hidrogenasi oleh mikrob rumen (DLt), dan lipida mikrobial (ML). Huruf merujuk pada a) konversi DL menjadi DLt oleh biohidrogenasi, b) sintesis lipid secara de novo oleh mikrob rumen dari VFA, dan c) asupan langsung DL dan DLt oleh mikrob rumen (Jenkins 1994).

Jenkins (1993) melaporkan bahwa kandungan lipid total dari massa bakteri kering dalam rumen berkisar antara 10-15%, baik yang berasal dari sumber eksogen (asupan diet LCFA) maupun sumber endogen (sintesis de novo). Sebagian asam lemak yang ditemukan dalam rumen merupakan komponen fosfolipid membran mikrob. Asam lemak yang disintesis secara de novo terutama terdiri atas C18:0 dan C16:0. Asam lemak bakteri mengandung 15-20% MUFA, yang disintesis melalui jalur anaerobik (Gambar 3).

Bakteri rumen biasanya tidak mensintesis PUFA, kecuali dari kelompok

cyanobacteria. Namun demikian, PUFA yang dilaporkan terdapat dalam mikrob

rumen tampaknya berasal dari asupan eksogen dari asam lemak yang membentuk PUFA. Tingkat suplementasi lemak dan komposisinya dapat berpengaruh pada komposisi asam lemak dari mikroorganisme rumen (Bauman et al. 2003). Lipid pascarumen terutama terdiri atas asam lemak jenuh tidak teresterifikasi atau

Non-esterified Fatty Acids (NEFA) yang berasal dari pakan dan mikrob (70%), dan sejumlah kecil (10%-20%) fosfolipid mikrob. Umumnya, koefisien penyerapan asam lemak individual dalam usus halus berkisar antara 80% (untuk SFA) sampai 92% (untuk PUFA) pada pakan konvensional dengan kandungan lemak rendah (2-3% bahan kering) (Bauchart 1993).

Sintesis asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh tunggal oleh mikrob

VFA C10 β-hidroksi C10 β, γ α, β Dehidrasi cis-3-dekanoat trans-2-dekanoat

Tanpa reduksi Dekanoat ---Pemanjangan rantai--- C16:1 C16:0 ---Penambahan unit C2--- C18:1 C18:0

Gambar 3 Sintesis MUFA oleh mikrob rumen melalui jalur anaerob (Jenkins 1993).

Pemberian sejumlah besar EPA dan DHA diduga dapat menurunkan tingkat hidrogenasinya, baik secara in vitro maupun in vivo dalam percobaan jangka pendek (3 hari). Pasokan EPA dan DHA, melalui mekanisme yang belum diketahui juga meningkatkan trans-MUFA dan conjugated linoleic acids (CLA) (Chilliard et al. 2000).

Tipe Lemak dan Kolesterol

Tingginya konsumsi lemak dan SFA dipercaya secara luas berkonstribusi terhadap meningkatnya kasus penyakit jantung koroner atau coronary heart

disease (CHD), yang merupakan penyebab kematian utama pada sebagian negara

industri. Adanya korelasi positif antara konsumsi lemak asal hewan dan kematian yang disebabkan CHD, tampaknya sangat dipengaruhi oleh konsentrasi lipoprotein berdensitas rendah atau low density lipoproteins (LDL) yang merupakan faktor risiko timbulnya CHD. Lipoprotein merupakan kompleks protein-lipid dalam darah, yang terdiri atas tiga tipe: lipoprotein berdensitas rendah atau low density lipoproteins (LDL) yang molekulnya terdiri atas 46% kolesterol; lipoprotein berdensitas tinggi atau high density lipoproteins (HDL) yang mengandung 20% kolesterol, dan lipoprotein berdensitas sangat rendah atau

very low density lipoproteins (VLDL) yang mengandung 8% kolesterol.

Tingginya kandungan kolesterol dalam LDL merupakan penyebab utama timbulnya CHD, sebaliknya HDL berperan sebagai pelindung (Bender 1992; Bandara 1997).

Bender (1992) menyatakan bahwa tingginya kandungan kolesterol total darah sangat berhubungan dengan tingginya kejadian CHD, dan tingginya asupan SFA dapat meningkatkan kandungan kolesterol darah. Miristat dan palmitat merupakan SFA utama dalam diet yang menyebabkan meningkatnya kolesterol darah, sehingga meningkatkan LDL. Stearat yang juga merupakan SFA yang utama dalam diet tidak memperlihatkan pengaruh yang sama. Hal ini karena stearat diubah menjadi oleat yang merupakan MUFA. Asam lemak dengan panjang rantai yang lebih pendek tampaknya juga tidak berpengaruh. Seperempat dari SFA dipasok dari lemak asal daging, sehingga konsumsi daging sendiri berada dalam ancaman. Komposisi lemak dari beberapa ternak dapat dilihat pada Tabel 3 berikut.

Tabel 3 Komposisi lemak berbagai jenis ternak (%)

Jenis lemak Lemak total Persentase dari lemak total

SAFA MUFA PUFA

Lemak sapi 67 43 48 4

Lemak domba 72 50 39 5

Lemak babi 71 37 41 15

Ayam, daging, dan kulit 18 33 42 19

Itik, daging, dan kulit 43 27 54 12

Hati sapi 7 30 18 26

Sumber: Bender (1992).

Gurr (1992) mendeskripsikan CHD sebagai suatu kondisi ketika arteri utama (coronary) yang memasok darah ke jantung kehilangan kemampuan untuk memasok darah dan oksigen dalam jumlah yang cukup ke otot jantung

(myocardium). Tahapan perkembangan penyakit ini dimulai dengan

menyempitnya arteri utama oleh endapan campuran kompleks lemak pada dinding arteri, proses tersebut dikenal dengan asteriosklerosis. Tahapan yang fatal ketika terbentuknya gumpalan darah (thrombosis) yang menghambat aliran darah melalui arteri yang telah menyempit. Menurunnya aliran darah ke otot jantung menyebabkan otot jantung kekurangan oksigen sehingga terjadi kerusakan yang ekstensif, yang dikenal dengan serangan jantung (myocardial infraction).

Asam lemak tak jenuh ganda (PUFA) terutama dari seri n-3 mempunyai pengaruh yang menguntungkan dalam menekan kejadian CHD, karena dapat mencegah terjadinya asteriosklerosis dan komplikasi karena trombosis. Asam lemak n-3 yang berasal dari laut memiliki pengaruh antitrombosis, memodifikasi agregasi platelet, menurunkan kekentalan darah, dan meminimalisir respons inflamasi dalam dinding pembuluh darah. Pemberian PUFA n-3 pada ruminansia bertujuan meningkatkan konsentrasinya dalam jaringan tubuh untuk meningkatkan produksi dan kesehatan, serta meningkatkan asam lemak

Minyak Ikan dan Peranannya

Ditemukannya hubungan antara lemak diet dengan penyakit pembuluh darah jantung atau cardiovascular (CVD), telah menelurkan rekomendasi yang menyarankan penggantian kolesterol dan SFA dalam diet dengan PUFA. Kelompok PUFA ditandai dengan adanya ikatan rangkap pada rantai karbonnya. Dua kelompok PUFA yang penting adalah PUFA n-6 dan PUFA n-3, yang masing-masing posisi ikatan rangkap pertamanya pada atom karbon keenam dan ketiga dari ujung metil rantai karbon. Kelompok PUFA n-6 penting dalam diet dan terutama terdapat dalam minyak tumbuhan. Asam linoleat (18:2n-6) yang merupakan sumber PUFA n-6 dalam diet terdapat dalam jumlah yang melimpah dalam minyak tumbuhan (kedelai, jagung, dan safflower), dan merupakan prekursor asam arakidonat (20:4n-6). Kelompok PUFA n-3 terkandung dalam jumlah yang sedikit dalam kebanyakan bahan makanan, kecuali ikan. Asam linolenat (18:3n-3) terdapat dalam konsentrasi yang rendah dalam jaringan tumbuhan dan minyak kedelai. Ikan laut merupakan sumber yang kaya asam eikosapentanoat atau EPA (20:5n-3) dan asam dokosaheksanoat atau DHA (22:6n-3). Asam linolenat juga merupakan prekursor EPA dan DHA (Kinsella 1987; Cunnane & Griffin 2002).

Bukti epidemiologis yang berhubungan dengan meningkatnya asupan PUFA n-3 dari ikan dengan turunnya kejadian CHD, mendorong penelitian yang intensif mengenai pengaruh minyak ikan pada resiko CHD. Secara nyata terlihat bahwa PUFA n-3 dari minyak ikan lebih efektif dalam menurunkan hiperlipidemia dibandingkan PUFA n-6 dari minyak tumbuhan, karena lebih efektif dalam menghambat sintesis asam lemak dan pembentukan lipoprotein dalam hati, serta meningkatkan katabolisme lipoprotein. Selain itu, PUFA n-3 dari minyak ikan berpengaruh langsung pada kesehatan CVD, melalui pengaruhnya pada fungsi platelet. Agregasi platelet yang berlebihan dapat menyebabkan stroke yang menyebabkan trombosis dan menyumbat arteri ke otak. Beberapa PUFA n-3 seperti EPA dan asam DHA menghasilkan eikosanoid dengan pengaruh imflamasi yang rendah, menyebabkan vasodilatasi, dan menghambat agregasi platelet dibandingkan dengan PUFA n-6 dari minyak tumbuhan (Kinsella 1987; Azain 2004).

Menyangkut fungsinya sebagai prekursor eikosanoid, EPA mendapat perhatian khusus yang penting secara fisiologis. Asam ini termasuk kelompok substansi yang secara fisiologis potensial, yaitu prostaglandin, tromboksan, dan leukotrien. Ketiga substansi ini terbentuk dari prekursor asam lemak dengan masuknya atom oksigen ke dalam rantai asam lemak. Asam lemak terpenting yang bertindak sebagai prekursor untuk sintesis eikosanoid adalah asam arakidonat. Proses oksigenasi terjadi dalam dua jalur utama, yaitu jalur siklik yang membentuk prostaglandin dan tromboksan, dan jalur linear yang menghasilkan leukotrien. Pembentukan prostaglandin dan tromboksan menjadi penting karena perannya dalam agregasi platelet. Ada dua jenis PUFA yang terlibat dalam produksi kedua substansi tadi, yaitu asam linoleat sebagai prekursor asam arakidonat dan asam linolenat sebagai prekursor EPA dan DHA (Gambar 4)(Groff & Gropper 2000; McCowen & Bistrian 2003).

Jalur n-6 Jalur n-3

18:2n-6 (asam linoleat) 18:3n-3 (asam linolenat) ↓ ↓

20:3n-6 inhibisi 20:4n-3 ↓ ←←← ↓

20:4n-6 (asam arakidonat) 20:5n-3 (EPA dari minyak ikan) ↓ ↓

Prostanoid seri-2 Prostanoid seri-3 Leukotrien seri-4 Leukotrien seri-5 Gambar 4 Jalur metabolisme asam lemak esensial dari prekursor n-3 dan n-6 (McCowen & Bistrian 2003)

Proses oksigenasi siklik dari asam arakidonat akan menghasilkan prostaglandin E2 (PGE2) yang mengganggu fungsi sistem imunitas karena berperan dalam menghasilkan sel-sel T penekan. Konsumsi ikan laut yang menyediakan EPA dalam jumlah tinggi dapat melindungi manusia dari trombosis dan serangan jantung karena mengandung rasio PGI3/TXA3 yang terbaik. Tempat sintesis dan pengaruh prostaglandin pada agregasi platelet dapat dilihat pada Tabel 4 (Lands 1982; Kelley et al. 1988; Marinetti 1990; Terry et al. 2003).

Tabel 4 Tempat sintesis dan pengaruh prostaglandin pada agregasi platelet

Prostaglandin Tempat sintesis Pengaruhnya pada

agregasi

TXA2 Platelet Stimulasi

PGI2 Sel endotel Inhibisi

TXA3 Platelet Tidak berpengaruh

PGI3 Sel endotel Inhibisi

Sumber: Marinetti (1990)

Pemberian minyak ikan juga diketahui dapat menekan produksi prostaglandin dan tromboksan dari asam arakidonat, sehingga membatasi pengaruh inflamasi dengan menghasilkan prostaglandin dan leukotrien seri 3 dan 5. Meningkatnya asupan EPA dan DHA dari minyak ikan akan meningkatkan proporsi EPA dan DHA dalam plasma dan fosfolipid eritrosit, berbarengan dengan menurunnya proporsi asam arakidonat dalam plasma dan fosfolipid eritrosit dan menurunnya asam linoleat dalam fosfolipid eritrosit. Selain menghambat agregasi platelet, minyak ikan juga berpengaruh dalam hipolipidemia dan menurunkan kolesterol plasma, yang pada akhirnya akan meminimalisir pembentukan plak. EPA dalam minyak ikan juga dapat menurunkan produksi faktor pengaktif platelet atau platelet activating-factor (PAF), dan bersifat antiinflamasi karena menekan produksi leukotrien-B4 dalam leukosit yang menyebabkan respons inflamasi pada leukosit (Marinetti 1990; McCowen & Bistrian 2003; Trebble et al. 2003).

Minyak ikan mengandung berbagai jenis asam lemak, terutama dari kelompok PUFA n-3. Ikan menyerap dan menyimpan berbagai asam lemak yang tersedia dalam pakannya, selanjutnya juga mengubah komponen lain dari diet seperti alkohol dari ester lilin menjadi asam lemak dan menyimpannya dalam jaringan tubuh. Ikan juga mampu mensintesis asam lemak secara de novo serta melakukan desaturasi dan perpanjangan dari asam lemak yang tersedia. Asam lemak utama dalam minyak ikan adalah EPA dan DHA, yang jumlahnya mencapai 20% atau lebih pada beberapa minyak, di samping sejumlah kecil asam

α-linolenat atau α-linolenic acid (LNA), seperti terlihat pada Tabel 5 (Enser 1991).

Tabel 5 Kandungan PUFA n-3 pada beberapa jenis ikan (%)

Jenis ikan LNA

(18:3) EPA (20:5) DHA (22:6) EPA + DHA (20:5 + 22:6) Atlantic mackerel 0.1 0.9 1.6 2.5 King mackerel 0.0 1.0 1.2 2.2 Chub mackerel 0.3 0.9 1.0 1.9 Atlantic salmon 0.1 0.6 1.2 1.8 Pacific herring 0.1 1.0 0.7 1.7 Atlantic herring 0.1 0.7 0.9 1.6 Lake trout 0.4 0.5 1.1 1.6 Bluefin tuna 0.0 0.4 1.2 1.6 Chinook salmon 0.1 0.8 0.6 1.4 Anchovy, Eropa 0.0 0.5 0.9 1.4 Atlantic bluefish 0.0 0.4 0.8 1.2 Sockeye salmon 0.1 0.5 0.7 1.2 Sarden, kaleng 0.5 0.4 0.6 1.1 Chum salmon 0.1 0.4 0.6 1.0

Pink salmon jarang 0.4 0.6 1.0

Sumber: Nettleton (1995).

Dalam tinjauannya Azain (2004) mengungkapkan bahwa pemberian minyak ikan untuk nonruminan dapat meningkatkan kandungan PUFA n-3 dalam jaringan tubuh. Irie dan Sakimoto (1992) melaporkan bahwa pemberian diet dengan 6% minyak ikan untuk babi selama 4 minggu, dapat meningkatkan kandungan EPA dan DHA dalam daging masing-masing 5 dan 10 kali lipat. Untuk memanipulasi profil asam lemak dalam jaringan tubuh ruminansia lebih sulit. Meskipun ada peningkatan PUFA n-3 dalam fosfolipid otot pada pemberian minyak ikan, fraksi tersebut hanya sejumlah kecil dari keseluruhan lemak daging. Namun demikian, peningkatan PUFA n-3 pada daging tanpa lemak (lean) masih dimungkinkan untuk mendapat daging yang mengandung PUFA n-3 dalam jumlah yang cukup berarti (Nettleton 1994).

Pengujian terhadap komposisi kelompok lipid plasma menunjukkan bahwa EPA terinkorporasi lebih baik dibandingkan DHA ke dalam cholesteryl ester dan

ini mencerminkan aktivitas dari lechitin cholesteryl acyl transferase. Fraksi cholesteryl ester mengandung sekitar 80% asam lemak tak jenuh atau unsaturated fatty acids (UFA). Komposisi asam lemak dari triasilgliserol dan asam lemak

Dokumen terkait