• Tidak ada hasil yang ditemukan

DENGAN SUPLEMENTASI CAMPURAN GARAM KARBOKSILAT KERING

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu

Penelitian ini telah dilaksanakan selama tiga bulan dari bulan Juni sampai September 2011 di Laboratorium lapangan kandang A dan Laboratorium Ruminansia Besar Fakultas Peternakan dan Teknopark SEAFAST Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Kandang digunakan sebagai tempat penggemukan kerbau dan pengamatan tingkahlaku. Laboratorium telah digunakan sebagai tempat pembuatan suplemen campuran garam karboksilat kering (CGKK).

Materi Ternak

Ternak yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 6 ekor kerbau rawa. Ternak yang digunakan adalah ternak jantan yang berumur 2 tahun serta memiliki rataan bobot awal 218, 66 kg. Jumlah perlakuan digunakan ada dua yaitu perlakuan kerbau rawa yang diberi pakan konsentrat yang mengandung campuran garam karboksilat kering (CGKK) dan konsentrat yang tidak mengandung campuran garam karboksilat kering (non CGKK). Berikut gambaran ternak kerbau yang digunakan dalam penelitian ini terlihat pada Gambar 1 dan Gambar 2.

Gambar 1. Kerbau yang Diberi Suplemen CGKK

15

Peralatan dan Perkandangan

Peralatan yang digunakan meliputi pencatat waktu, thermohigrometer, stetoskop, kamera, tali, thermometer rektal, timbangan untuk pakan hijauan dan konsentrat, timbangan digital dengan kapasitas 1000 kg untuk menimbang bobot badan ternak, serta alat tulis. Kandang yang digunakan adalah kandang individu dengan ukuran 2 x 1,5 m, kandang juga dilengkapi dengan tempat pakan dan minum.

Pakan dan Air minum

Pakan yang diberikan dalam penelitian ini berupa pakan hijauan yang terdiri dari rumput lapang dan rumput gajah segar. Konsentrat yang digunakan merupakan konsentrat komersial yang terdiri dari onggok, bungkil sawit, bungkil kedelai, tetes, CaCO3, dan urea. Pakan hijauan dan konsentrat diberikan sesuai dengan kebutuhan ternak kerbau berdasarkan bahan kering. Penambahan campuran garam karboksilat kering dilakukan dengan mencampurkannya dengan konsentrat. Air minum diberikan secara ad libitum. Pakan yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Gambar 3 berikut.

(a) Pakan Hijauan (b) Pakan Konsentrat + CGKK Gambar 3. Pakan yang Digunakan dalam Penelitian (a) Pakan Hijauan, (b) Pakan

Konsentrat + CGKK

Pembuatan Campuran Garam Karboksilat Kering (CGKK)

Proses pembuatan campuran garam karboksilat kering (CGKK) dilakukan pada awal penelitian sebelum tahap pemeliharaan kerbau. Pembuatan CGKK dimulai

16 dengan menimbang bahan-bahan kimia campurannya seperti KOH, CaCl2 dan HCL, kemudian ketiganya diencerkan. Apabila semua bahan sudah siap, lalu minyak ikan lemuru dipanaskan dan dicampurkan dengan CaCl2 dan KOH, kemudian adonan diaduk hingga suhunya 70oC, setelah mencapai suhu 70oC lalu ditambahkan HCL dan diaduk hingga rata. Kemudian didinginkan lalu adonan tersebut dicampurkan dengan onggok dan diaduk hingga halus dan merata. Kemudian adonan yang sudah halus dan rata dikeringkan dalam oven. Hasil pengeringan campuran tersebut merupakan campuran garam karboksilat kering (CGKK) dapat dicampur dengan konsentrat dan siap untuk dikonsumsi oleh kerbau. Alur pembuatan suplemen minyak lemuru yang terproteksi dalam bentuk CGKK dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Alur Pembuatan Suplemen Minyak Ikan Lemuru yang Terproteksi dalam Bentuk CGKK Minyak ikan lemuru + larutan HCL, lalu dikocok HCl dan KOH masing-masing dilarutkan dengan aquades Alat disiapkan, bahan (HCl, KOH dan onggok) ditimbang Dicampur dengan onggok (perbandingan 5:1) hingga merata Ditambahkan larutan KOH, diaduk kemudian didinginkan Ditambahkan aquades, dipanaskan, lalu diaduk hingga suhu ±60oC Dikemas dengan takaran 90 gram Dioven pada suhu

17 Komposisi pakan kerbau berdasarkan bahan keringnya dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Komposisi Pakan Ternak Kerbau Berdasarkan Bahan Kering

No Komposisi Bahan Pakan Persentase ransum (%)

1 Rumput raja + tongkol jagung 45

2 Konsentrat : Onggok Bungkil kedelai Bungkil sawit Tetes CaCO3 Urea 55 30 8 4 12 0,3 1 Total 100

Tabel 2. Kandungan Nutrisi Pakan Ternak Kerbau Berdasarkan Bahan Kering

No Kandungan Nutrien Persentase ransum (%)

1 TDN 66,800 2 Protein kasar 11,610 3 Serat kasar 14,618 4 Lemak kasar 3,570 5 Ca 0,480 6 P 0,237 Prosedur Persiapan dan Pemeliharaan

Kerbau penelitian dikandangkan secara individu, kemudian dilakukan penimbangan bobot badan kerbau. Penimbangan dilakukan untuk mengetahui keseragaman bobot badan kerbau rawa tersebut dengan menggunakan timbangan digital dengan kapasitas 1000 kg. Rataan berat awal kerbau rawa adalah 218,66±16,3 kg. Perlakuan 2 bulan pertama adalah penyesuaian terhadap kandang baru,

18 penyesuaian terhadap pakan Pemeliharaan enam ekor kerbau rawa, dimana tiga ekor mengkonsumsi suplemen CGKK dan tiga ekor lagi tidak diberi suplemen CGKK. Perbandingan konsentrat dan hijauan sebesar 40:60. Selain itu, kulit ari kacang kedele diberikan pada ternak yang dicampur konsentrat dengan perbandingan konsentrat dan kulit ari kacang kedele sebesar 1:2. Kerbau dengan perlakuan CGKK ditambahkan CGKK sebanyak 90 gram atau 4,5% bahan konsentrat. Pemberian pakan dibagi menjadi tiga waktu yaitu pagi (06.00-08.00 WIB), siang (11.00-13.00), dan sore (16.00-18.00). Pemberian pakan dimulai dengan pemberian konsentrat terlebih dahulu, pada kerbau CGKK pemberian konsentrat dilakukan setelah pemberian CGKK dicampur konsentrat yang diberikan habis dimakan. Apabila konsentrat sudah habis dimakan maka diberi minum dan hijauan sesuai dengan ketentuan yang sudah dibuat. Selama pemeliharaan juga dilakukan penyiraman terhadap ternak kerbau sebanyak tiga kali sehari untuk menjaga suhu tubuh ternak.

Pengambilan Data Tingkah Laku

Pengamatan dilakukan dengan mengamati tingkah laku kerbau rawa yang dipelihara pada kandang individu dengan perlakuan pemberian pakan yang berbeda, a. Pengamatan tahap awal pada dua bulan pertama tidak dilakukan pencatatan, hal

ini dikarenakan untuk penyesuaian kandang, pakan dan pemeliharaan.

b. Tahap kedua yaitu pengamatan tingkah laku kerbau rawa. Pengambilan data pengamatan dilakukan selama tiga kali sehari dengan waktu sebagai berikut. Pagi dilakukan pengamatan pada pukul (08.00 – 10.00), siang dilakukan pengamatan pukul (12.00 – 14.00), dan sore hari dilakukan pengamatan pukul (15.00 – 17.00).

c. Pengambilan data dilakukan dua hari dalam seminggu (sabtu dan minggu) sampai mendapatkan 6 kali ulangan.

d. Pengamatan tingkah laku kerbau rawa dilakukan tiap ekor selama 10 menit dan jeda antara pengamatan individu yang berbeda adalah 5 menit. Setelah selesai pengamatan tingkah laku, kemudiaan kerbau diukur denyut jantung, pernapasan, dan suhu rektalnya.

Pengamatan terhadap tingkah laku kerbau rawa dilakukan dengan menggunakan metode focal animal sampling (Altman, 1973) yaitu metode pengamatan tingkah laku dengan mengamati hewan tertentu yang menjadi focus

19 pengamatan. Focal animal sampling digunakan untuk mengamati tingkah laku khusus kerbau rawa, yaitu tingkah laku ingestive, agonistic, eliminatif, grooming, dan vokalization pada periode waktu tertentu.

Peubah-peubah yang diamati pada tingkah laku kerbau rawa saat di kandang adalah sebagai berikut:

1. Tingkah laku makan (ingestive), yaitu tingkah laku mengkonsumsi pakan zat hara baik dalam bentuk padatan maupun cairan serta tingkah laku ruminasi yaitu suatu proses memamah kembali makanan yang berasal dari lambung dan masih kasar kemudian dikeluarkan lagi dan dikunyah dimulut, kemudian ditelan kembali.

2. Tingkah laku agonistic atau melawan, yaitu perilaku agresifitas yang mengarah pada pertentangan atau temperamental pada seekor kerbau yang diperlihatkan dengan cara menumbukan tanduk, menghentakan kaki, dan mendengus.

3. Tingkah laku membuang kotoran (eliminatif), yaitu perilaku ternak membuang kotoran baik feses maupun urine.

4. Tingkah laku grooming, yaitu perilaku kerbau memelihara atau merawat tubuhnya yang ditunjukkan dengan menjilati tubuhnya sendiri dan kerbau lain, menggaruk tubuhnya serta menggosok tubuhnya sendiri kedinding kandang (auto self grooming) ataupun saling menjilati (social grooming).

5. Vokalisasi, yaitu tingkah laku ternak mengeluarkan suara.

Pengambilan Data Pendukung

Data pendukung yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :

1. Mengamati kondisi fisik, topografi tempat penelitian dengan mengukur dan mencatat suhu dan kelembaban di lingkungan kandang menggunakan alat thermohigrometer.

2. Pengukuran fisiologi kerbau rawa.

a. Pengukuran pernapasan dilakukan dengan menghitung banyaknya kerbau melakukan pernapasan per/menit dengan cara meletakkan telapak tangan didepan hidung kerbau kemudian dihitung jumlah pernapasan selama satu menit.

20 stetoskop diletakan pada bagian urat nadi di bagian sela antara kaki depan dengan dada. Pengukuran dilakukan selama 15 detik kemudian untuk menghitung jumlah denyut nadi per menit jumlah denyut nadi hasil pengukuran dikalikan empat.

c. Pengukuran suhu rektal dilakukan menggunakan thermometer rektal. Thermometer rektal dimasukan ke dalam anus kemudian dilihat suhu yang ditunjukkan setelah bunyi tanda tertentu. Pengukuran pernapasan, suhu rektal, dan denyut jantung dilakukan setelah pengamatan tingkah laku.

Rancangan dan Analisis Data

Data hasil pengamatan terhadap frekuensi kejadian tingkah laku dianalisis menggunakan uji non parametrik Man Whitney, digunakan untuk data yang mengandung unsur dengan pengukuran tidak berulang dengan n = 2, sedangkan untuk data yang mengalami pengukuran berulang dengan perlakuan lebih dari dua maka digunakan analisis Friedman, jika data berbeda nyata maka dilanjutkan dengan menggunakan uji banding rataan Rank atau Multiple Comparison of Means Ranks, dengan rumus sebagai berikut :

[Ri Rj]≤ Z [ k (N + 1) / 6 ]0,5

Jika [Ri Rj]lebih besar dari Z [ k (N + 1) / 6 ]0,5, maka perbedaan Ri dan Rj adalah

nyata pada taraf α. Rumus uji Friedman :

tH = tα / 2; db = ( k –1) ( n –1 )√ Rumus uji Man Whitney :

U= +

Data suhu dan kelembaban menggunakan uji analisis ragam dan data fisiologis ternak dianalisis dengan menggunakan uji T untuk mengetahui nilai rataan yang berbeda. Rumus Uji t :

21 Keterangan :

t = Nilai t.

X = Nilai Rata–Rata.

µ0 = Rataan standard deviasi. SD = Standar Deviasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Faktor manajemen lingkungan juga berpengaruh terhadap pertumbuhan ternak. Suhu dan kelembaban yang sesuai dengan kondisi fisiologis ternak akan membuat pertumbuhan ternak semakin baik karena tingkat nafsu makan dan jumlah konsumsi pakannya semakin tinggi. Lokasi penelitian memiliki suhu dan kelembaban lingkungan yang tidak sama antara siang dan malam hari. Data suhu dan kelembaban di dalam kandang selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 3 berikut.

Tabel 3. Rataan Suhu dan Kelembaban Udara Dalam Kandang Saat Penelitian

Waktu Suhu (⁰C) Kelembaban (%)

Pagi 27,58±1,80c 76,67±8,98a

Siang 33,17±0,75a 58,17±8,61c

Sore 30,33±1,03b 60,33±6,06b

Keterangan : superskrip huruf yang berbeda (a,b,c) pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) pagi ( 08.00 WIB), siang (12.00 WIB), sore (16.00 WIB)

Suhu optimum kerbau untuk hidup yaitu berada pada kisaran 15-25oC dengan kelembaban 60% - 70% (Yurleni, 2000), walaupun kenyataannya kerbau paling banyak ditemukan di daerah tropis dan subtropis, akan tetapi kerbau tidak tahan terhadap panas. Berdasarkan hasil analisis ragam pada Tabel 3 menunjukkan bahwa suhu pada pagi hari nyata lebih rendah (P<0,05) dibandingkan pada siang dan sore hari, sedangkan pada siang hari nyata lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan pada pagi dan sore hari. Hal ini dapat disebabkan perbedaan suhu antara pagi, siang dan sore hari, dimana pada pagi hari suhu udara belum meningkat dan belum terkena pancaran sinar matahari, sedangkan pada siang hari suhu udara sudah meningkat dan sudah terkena pancaran sinar matahari yang maksimal, sehingga suhu udara dalam kandang menjadi tinggi. Suhu udara dalam kandang pada sore hari kembali turun, karena panasnya pancaran sinar matahari sudah berkurang. Tingginya suhu udara di dalam kandang selama penelitian karena penelitian dilakukan secara intensif atau dikandangkan, selain itu juga tempat penelitian berada pada daerah tropis, sedangkan kerbau biasanya berada pada lingkungan yang basah dan suka berkubang. Hal ini ada kemungkinan akan menyebabkan kerbau mengalami heat stress, sehingga dapat

23 menyebabkan terjadinya penurunan produktivitas dan tingkah laku normal kerbau. Untuk mencegah hal itu terjadi, maka selama penelitian dilakukan penyiraman terhadap ternak sebanyak tiga kali sehari, sehingga ternak tidak terlalu stress terhadap panas dan nyaman terhadap lingkungan. Kesejahteraan ternak akan terjamin bila salah satunya jika sistem pemberian pakan yang sesuai dengan kebutuhan hidup pokok ternak dan lingkungan yang sesuai dengan kenyamanan ternak.

Hasil analisis ragam terhadap kelembaban udara di dalam kandang juga menunjukkan bahwa pada pagi hari berbeda nyata (P<0,05) antara siang dan sore hari dan juga berbeda nyata antara siang dan sore hari. Kelembaban udara berkaitan erat dengan dengan suhu udara, dimana kelembaban akan meningkat seiring dengan kenaikan suhu. Kelembaban pada pagi hari tinggi, karena suhu lingkungan pada pagi hari rendah, begitu juga dengan kelembaban pada siang hari rendah karena suhu lingkungan pada siang hari meningkat.

Tingkah Laku Umum Kerbau Rawa yang Diberi Perlakuan CGKK dan Non CGKK

Tingkah laku hewan adalah respon hewan tersebut terhadap lingkungan (Gonyou, 1991). Tingkat kesejahteraan ternak dapat diketahui salah satunya dengan mengamati tingkah laku normalnya. Seorang peternak yang baik harus mengetahui kebiasaan dan tingkah laku ternaknya, sehingga dapat mengelola peternakan dengan baik dan efektif. Hasil pengamatan berupa rataan frekuensi tingkah laku kerbau rawa secara keseluruhan yang diberi perlakuan pakan dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.

Tabel 4. Rataan Tingkah Laku Kerbau Rawa Keseluruhan yang Disuplementasi CGKK dan Non CGKK.

Tingkah Laku Makan Agonistik Eliminasi Merawat Diri Vokalisasi

………..………Kali/ 10 Menit……..………

CGKK 3,33 ± 1,17 1,78 ± 0,59 0,20 ± 0,06 2,00 ± 1,12 0,02 ± 003

Non CGKK 3,54 ± 1,25 2,11 ± 0,80 0,22 ± 0,11 2,00 ± 0,17 0,00 ± 0,00

Rataan 3,44 ± 1,08 1,94 ± 0,65 0,21 ± 0,08 2,00 ± 0,71 0,01± 0,02

Keterangan : Superskrip pada pada huruf dan baris yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

Berdasarkan hasil uji Man Whitney pada Tabel 4 menunjukkan bahwa frekuensi masing - masing tingkah tingkah laku tidak berbeda nyata (P>0,05) antara

24 kerbau yang diberi suplemen CGKK dengan kerbau non CGKK. Rataan jumlah frekuensi tingkah laku makan pada kerbau CGKK dan non CGKK lebih banyak dilakukan dibandingkan dengan tingkah laku lainnya seperti tingkah laku agonistik, eliminasi, merawat diri dan vokalisasi. Tingkah laku makan lebih banyak dilakukan disebabkan karena adanya makanan (rangsangan dari lingkungan) dan adanya kebutuhan atau lapar (rangsangan dari dalam).

Tingkah laku yang lebih banyak dilakukan setelah tingkah laku makan yaitu tingkah laku merawat diri, hal ini mungkin disebabkan karena lingkungan yang kering, sehingga kerbau terus menjilati tubuhnya supaya basah dan selain itu juga lalat sering hinggap ditubuhnya. Berbeda dengan kebiasaan kerbau yang hidup ditempat yang lembab dan berkubang, sehingga tubuhnya bebas dari lalat dan tidak kepanasan. Tingkah laku agonistik, tingkah laku eliminasi dan tingkah laku vokalisasi terlihat jarang dilakukan kerbau selama pengamatan.

Tingkah laku makan sangat erat hubungannya dengan tingkat kesejahteraan ternak, terutama ternak kerbau. Sebagaimana menurut Banerjee (1982) bahwa kerbau termasuk ternak yang kurang memilih dalam mencari makan, sehingga kerbau mengkonsumsi pakan yang kurang bermutu dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan pakan sapi. Hal ini yang menjadi alasan mengapa kerbau dapat berkembang dengan baik dibandingkan sapi pada kondisi pakan yang buruk. Hal ini berkaitan erat dengan tingkah laku kerbau, dimana di lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan hidup pokoknya dan memperoleh pakan yang nutrisinya terpenuhi dan mempunyai palatabilitas tinggi, maka kesejahteraan kerbau dapat tercapai dan melakukan tingkah laku yang normal. Selain ternak kerbau menunjukkan tingkah laku yang normal juga menunjukkan tingkat produktivitas yang baik. Berdasarkan hasil penelitian lain menyebutkan bahwa konsumsi ransum total ternak dengan suplemen CGKK lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan ternak tanpa suplemen CGKK. Hal ini menunjukkan suplemen CGKK mampu meningkatkan nafsu makan dari ternak (Nurbianti, 2012). Campuran Garam Karboksilat Kering merupakan suplemen tambahan yang berbahan dasar minyak ikan lemuru, onggok super dan garam karboksilat. Penambahan suplemen pakan hanya 4,5% dari 1 kg konsentrat karena kandungan garam pada suatu ransum tidak dapat lebih dari 5%. Bau yang khas ikan lemuru cenderung memiliki palatabilitas rendah, namun CGKK memiliki rasa yang

25 disukai oleh ternak sehingga dapat meningkatkan jumlah konsumsi ternak, sehingga tingkah laku makan kerbau terlihat normal. Standar dari tingkah laku yang normal pada kerbau dapat diasumsikan bahwa tingkah laku kerbau yang tanpa diberi ransum CGKK digunakan sebagai hewan kontrol yang melakukan tingkah laku normal sehingga bisa dibandingkan dengan tingkah laku kerbau yang diberi ransum CGKK. Tingkah laku kerbau rawa dikatakan normal karena terlihat dari tidak adanya perbedaan yang signifikan antara kerbau yang diberi ransum CGKK dan non CGKK, baik itu tingkah laku makan, agonistik, eliminatif, merawat diri dan vokalisasi.

Tingkah Laku Kerbau Rawa yang Diberi Suplemen CGKK pada Waktu yang Berbeda

Pemberian pakan kerbau rawa yang disuplemen CGKK dan non CGKK dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup kerbau serta meningkatkan palatabilitas ternak terhadap pakan yang memungkinkan terjadinya perubahan tingkah laku. Namun berdasarkan pada Tabel 4 ternyata pemberian pakan yang berbeda tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap tingkah laku kerbau secara keseluruhan. Oleh karena itu selanjutnya dilakukan analisis terhadap tingkah laku kerbau rawa yang diberi suplemen CGKK pada waktu yang berbeda untuk melihat pengaruh masing – masing perlakuan terhadap tingkah lakunya. Rataan frekuensi tingkah laku kerbau rawa yang disuplemen CGKK dapat dilihat pada Tabel 5 berikut.

Tabel 5. Rataan Frekuensi Tingkah Laku Kerbau Rawa yang Disuplemen CGKK pada Waktu yang Berbeda

Tingkah laku Frekuensi Tingkah Laku

Pagi Siang Sore Rataan

………kali / 10 menit………. Makan 4,17±3,61 2,00±0,44 3,83±2,50 3,33±4,77 Agonistik 1,22±0,79 2,39±1,50 1,72±1,51 1,78±3,47 Eliminatif 0,17±0,17 0,17±0,17 0,28±,10 0,20±0,41 Merawat Diri 0,83±0,29a 3,06±0,75bc 2,11±0,35b 2,00±2,29 Vokalisasi 0,06±0,10 0,00±0,00 0,00±0,00 0,02±0,14

Keterangan : Superskrip pada pada huruf dan baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) pagi ( 08.00 WIB), siang (12.00 WIB), sore (16.00WIB).

26 Berdasarkan hasil uji Friedman menunjukkan bahwa jumlah frekuensi tingkah laku makan kerbau pada pagi hari tidak berbeda nyata (P>0,05) antara siang dan sore hari. Rataan frekuensi tingkah laku makan pada pagi hari, siang dan sore hari sebesar (3,33±4,77 kali/10 menit). Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa pemberian ransum yang disuplemen CGKK tidak berpengaruh terhadap tingkah laku kerbau. Hal ini mungkin disebabkan karena kerbau termasuk ternak yang kurang memilih dalam mencari makan, sehingga kerbau tetap mengkonsusmsi pakan yang kurang bermutu dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan pakan sapi.

Berdasarkan Tabel 5 hanya terlihat perbedaan jumlah frekuensi antara pagi, siang dan sore hari, dimana pada pagi hari jumlah frekuensi makan lebih banyak di lakukan (4,17±3,61 kali/10 menit) dibandingkan pada siang dan sore hari. Hal ini disebabkan karena kerbau lebih suka atau lebih banyak mengkonsumsi pakan pada pagi hari, karena pada saat pagi hari suhu udara belum meningkat. Kerbau sangat sensitif dengan udara yang panas, sehingga mempengaruhi nafsu makan kerbau tersebut. Tingkah laku agonistik lebih banyak dilakukan pada siang hari (2,39±1,50 kali/10 menit) dibandingkan pada pagi dan sore hari dengan rataan sebesar (1,78±3,47 kali/10 menit). Hal ini mungkin disebabkan karena suhu udara pada siang hari tinggi, dimana ternak kerbau akan merasa kepanasan dan gelisah, sehingga kerbau melakukan perlawanan terhadap kerbau lainnya dengan cara menanduk. Selain itu kerbau jantan lebih cenderung untuk menyerang kerbau jantan dibandingkan sapi perah atau sapi potong jantan. Perkelahian antar kerbau jantan sangat berbahaya dan sering berakhir dengan kematian (Banerjee, 1982), sehingga memerlukan perhatian untuk memelihara mereka secara terpisah atau dikandangkan.

Tingkah laku eliminatif juga terlihat pada saat pengamatan, namun jumlah frekuensi tingkah laku kerbau antara pagi, siang dan sore hari tidak terlalu berbeda dengan rataan sebesar (0,20±0,41 kali/10 menit) dan tingkah laku eliminatif terlihat jarang dilakukan selama pengamatan berlangsung. Kerbau juga terlihat sering melakukan tingkah laku merawat diri, dimana jumlah frekuensi tingkah laku pada siang hari lebih sering dilakukan (3,06±0,75 kali/10 menit). Berdasarkan hasil uji friedman menunjukkan bahwa tingkah laku kerbau pada siang hari berbeda nyata (P<0,05) dengan pagi hari, sedangkan frekuensi tingkah laku pada siang hari tidak

27 berbeda nyata (P>0,05) dengan sore hari, namun tingkah laku pada sore hari berbeda nyata (P<0,05) dengan pagi hari. Hal ini mungkin disebabkan banyaknya lalat terbang pada siang hari, dimana lingkungannya yang kering menyebabkan gangguan lain dapat terjadi, seperti panasnya udara pada siang hari menyebabkan kerbau merasa kepanasan, sehingga kerbau lebih sering berbaring pada lantai yang tergenang air serta menjilati bagian tubuhnya maupun menjilati kerbau lainnya.

Tingkah laku merawat diri pada kerbau ditunjukkan dengan kebiasaan kerbau yang menjilati tubuhnya sendiri maupun menjilati tubuh kerbau lainnya, menggosokkan badannya ke dinding dan tiang pembatas antar ternak kerbau, serta berbaring dilantai yang tergenang air agar tubuhnya lebih dingin. Hal ini dapat dikatakan ternak kerbau kurang nyaman dengan lingkungannya, untuk mengurangi ketidaknyamanan kerbau tersebut dapat dilakukan dengan penyiraman yang lebih sering untuk mengurangi panas tubuhnya dan kekeringan pada tubuhnya yang menyebabkan lalat hinggap. Berbeda dengan kebiasaan kerbau yang suka berkubang untuk menghindari gangguan lalat, kutu dan mengurangi produksi panas tubuhnya (Smith dan Mangkoewidjojo, 1987).

Tingkah laku vokalisasi paling jarang dilakukan baik pada pagi hari, siang maupun sore hari. Kerbau hanya akan mengeluarkan suara pada saat tertentu seperti dalam hal kekurangan pakan dan adanya ancaman dari luar yang akan membahayakan dirinya. Jumlah frekuensi vokalisasi yang paling sedikit ini dapat menunjukkan bahwa ternak kerbau marasa nyaman dipelihara secara feedlot, dimana akan terhindar dari ancaman luar maupun kekurangan terhadap kebutuhan hidup pokoknya seperti kekurangan makan.

Tingkah Laku Kerbau Rawa yang Diberi Suplemen Non CGKK pada Waktu yang Berbeda

Kerbau termasuk hewan yang suka merumput (grazing) (Schoenian, 2005). Kerbau termasuk ternak yang kurang memilih dalam mencari makan, sehingga kerbau mengkonsusmsi pakan yang kurang bermutu dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan pakan sapi. Hal ini yang menjadi alasan mengapa kerbau dapat berkembang dengan baik dibandingkan sapi pada kondisi pakan yang buruk (Banerjee, 1982). Justru dengan sifat tersebut ternak kerbau juga harus mendapatkan perhatian dari peternak untuk meningkatkan kesejahteraannya dengan

28 memperhatikan kebutuhan hidup pokoknya dengan memberi pakan yang mempunyai palatabilitas tinggi bagi ternak dan memiliki nilai nutrisi yang baik. Pemberian ransum yang disuplemen Campuran Garam Karboksilat Kering (CGKK) diharapkan dapat memenuhi kebutuhan nutrisi ternak sehigga tercapainya kesejahteraan terhadap ternak dengan pengamatan terhadap tingkah laku normal nya. Rataan frekuensi

Dokumen terkait