• Tidak ada hasil yang ditemukan

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu

KUALITAS SILASE TANAMAN JAGUNG PADA BERBAGAI UMUR PEMANENAN

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu

Penelitian dilakukan selama 5 bulan (November 2011-Maret 2012). Lokasi pengamatan dilakukan di Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah, Departemen INTP, Fakultas Peternakan IPB, Darmaga, Bogor.

Materi Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan dalam pembuatan silase antara lain plastik antipanas berwarna putih ukuran 5 kg (28 x 50 cm), polybag (60 x 120 cm), alat pemotongan dan pencacahan tanaman, timbangan, blender (Cosmos), pH meter (Loviband), spektrofotometer (Model UV-200-RS), cawan conway, tabung fermentor, tabung reaksi, gelas ukur, pipet, buret, ruang asam, vortex (Genie-2), waterbath (Memmert), alat destilasi uap, tanur (Nabertherm) dan oven.

Bahan yang digunakan dalam pembuatan silase ini adalah tanaman jagung, ransum komplit. Ransum komplit terdiri dari rumput lapang dan konsentrat (onggok, bungkil kedele, jagung, bungkil kelapa, DCP dan CaCO3). Bahan yang digunakan untuk kebutuhan analisis laboratorium adalah cairan rumen sapi, aquadest, larutan fenol 5%, H2SO4, larutan glukosa standar, vaselin, Na2CO3 jenuh, asam borat berindikator, H2SO4 0,005 N, larutan penyangga McDougall (NaHCO3, Na2HPO4. 2H2O, KCl, NaCl, MgSO4.7H2O dan CaCl2), larutan pepsin 0,2%, HCl 15%, NaOH 0,5 N dan HgCl2.

Prosedur Pembuatan Silase

Tanaman jagung (Varietas Pertiwi-3) yang telah dipanen pada masing-masing umur kemudian dipisahkan masing-masing bagian yaitu batang, daun, klobot, biji dan tongkol. Bagian tersebut ditimbang bobotnya kemudian dicacah sepanjang ± 2 cm. Potongan bagian kemudian dicampur hingga homogen. Sebanyak 2 kg sampel dimasukkan ke dalam silo plastik 2 lapis berukuran 28 x 50 cm. Udara dalam kantung dikeluarkan dan silo ditutup rapat.

17 Ransum komplit disusun dari campuran 50% rumput lapang dan 50 % konsentrat untuk memenuhi kebutuhan kambing perah (65% TDN, 15% PK). Ransum tersebut digunakan sebagai silase kontrol. Ensilasi dilakukan selama 5 minggu.

Tabel 3. Hasil Formulasi Bahan Pakan Ransum Komplit

Bahan % BK Zat Nutrien *Kandungan

Nutrisi (%BK) Rumput lapang 50 BK 56,01 Onggok 15 Abu 9,52 Jagung 7,07 PK 15,05 Bungkil Kelapa 15,73 LK 3,08 Bungkil Kedelai 10,49 SK 20,88 DCP 1,24 TDN 67,06 CaCO₃ 0,47 Ca 0,75 P 0,55

Keterangan : (*)Hasil Perhitungan.

Kondisi awal bahan

Proporsi Tanaman. Pengamatan kondisi tanaman jagung sebelum ensilasi dengan menimbang proporsi tiap bagian tanaman yaitu daun, biji, batang, klobot dan tongkol. Besarnya persentase bagian dihitung menggunakan rumus :

Pengukuran Kandungan BK (%BK segar) Sebelum Ensilasi. Sebanyak 1 kg sampel bahan yang akan dibuat silase ditimbang berat awalnya (a). Pengeringan dilakukan setelah penimbangan sampel dengan oven 60 oC selama 3-7 hari kemudian ditimbang (b) dan digiling.

Sebanyak 3-5 g (c) sampel yang telah digiling halus dimasukkan ke dalam cawan porselen kemudian dipanaskan dalam oven 105 oC hingga beratnya stabil kemudian dikeluarkan dari oven dan dimasukkan ke dalam eksikator. Cawan dan

18 sampel kemudian ditimbang (d) setelah 10 menit dieksikator. Bahan kering (%) dihitung menggunakan rumus :

Pengukuran Kandungan PK (%BK) Sebelum Ensilasi. Sebanyak 0,2-0,3 g sampel yang telah digiling halus dimasukan ke dalam labu kjeldahl, lalu ditambahkan selenium mixture sedikit pada ujung sudip. Sampel kemudian ditambah dengan H2SO4 sebanyak 20 ml lalu didestruksi. Destruksi dilakukan dengan memanaskan campuran tersebut diatas hot plate selama 6 jam hingga warna berubah menjadi bening.

Sampel yang telah didestruksi kemudian diencerkan dengan aquadest sampai 120 ml lalu didestilasi menggunakan metode makro Kjeldahl (1883). Destilasi dilakukan dengan menambahkan larutan NaOH tio sulfat (0,6 g NaOH kristal dalam 100 ml aquadest ditambah 0,15 g Na tiosulfat) sebanyak 10 ml ke dalam labu hasil destruksi kemudian didestilasi.

Uap hasil destilasi dikondensasi dan ditampung dalam labu erlenmeyer bervolume 100 ml yang telah diisi dengan asam borat berindikator. Destilasi dihentikan jika volume tampungan mencapai 50 ml. Selanjutnya dilakukan titrasi menggunakan HCl 0,0115 N hingga warna berubah menjadi merah muda. Perhitungan persentase kadar N dan PK menggunakan rumus :

Pengukuran Kandungan WSC (%) Sebelum Ensilasi. Pengukuran kandungan WSC sebelum ensilasi menggunakan metode fenol oleh Dubois (1956). Sebanyak 2 g sampel kering yang telah digiling ditambahkan dengan 10 ml aquadest yang telah dipanaskan. Campuran sampel dan aquadest kemudian diaduk dan digerus menggunakan mortar. Campuran tersebut kemudian disaring hingga endapan dan cairan terpisah.

Supernatan sebanyak 2 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi 10 ml kemudian tambahkan 1 ml larutan fenol 5% kemudian dihomogenkan dan ditambah

19 asam sulfat sebanyak 5 ml, lalu divortex. Larutan kemudian didinginkan dan diukur nilai absorbansinya menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 490 nm.

Pengamatan Karakteristik Fisik

Pengamatan dilakukan dengan pengujian sensori untuk peubah aroma, tekstur dan warna. Perhitungan persentase bagian yang terkontaminasi jamur menggunakan rumus berikut :

Pengamatan Karakteristik Fermentatif

Pengukuran pH Silase. Pengukuran derajat keasaman atau pH menggunakan pH meter. Sebanyak 10 g silase dicampurkan dengan aquadest 100 ml. Campuran kemudian dihomogenkan dengan menggunakan blender selama 1 menit dengan kecepatan 4000 rpm. Endapan kemudian dipisahkan dengan cairan. Cairan tersebut kemudian diukur pH-nya menggunakan pH meter.

Pengukuran Kandungan BK Silase. Silase yang telah difermentasi selama 5 minggu dikeluarkan dari silo kemudian ditimbang berat setelah ensilasi. Silase segar ditimbang berat awalnya (a). Pengeringan silase dilakukan dengan oven 60 oC setelah penimbangan selama 3-7 hari dan setelah kering sampel ditimbang (b) lalu digiling.

Sebanyak 3-5 g (c) silase yang telah digiling halus dimasukkan ke dalam cawan porselen kemudian dipanaskan dalam oven 105 oC hingga beratnya stabil. Cawan dan sampel kemudian dikeluarkan dari oven dan dimasukkan ke dalam eksikator. Cawan dan sampel setelah dingin ditimbang (d). Bahan kering (%) dihitung menggunakan rumus :

Pengukuran Konsentrasi Asam Lemak Terbang (VFA) (mM). Supernatan hasil pencampuran 10 g silase segar dengan aquadest 100 ml digunakan dalam

20 pengukuran konsentrasi VFA silase. Sebanyak 5 ml NaOH 0,5N dimasukkan ke dalam tabung erlenmeyer dan dipasangkan ditempat penampungan hasil destilasi. Supernatan silase diteteskan sebanyak 5 ml ke dalam tabung destilasi dan kemudian ditambah 1 ml H2SO4 15%.

Uap air yang merupakan hasil pemanasan ditampung di dalam tabung erlenmeyer yang berisi NaOH hingga volume mencapai 250 ml. Penambahan indikator phenolpthalin dilakukan tepat setelahnya sebanyak 2-3 tetes hingga cairan berubah menjadi merah muda kemudian larutan dititrasi dengan HCl 0.5 N hingga warna menjadi bening. Perhitungan konsentrasi VFA total menggunakan rumus :

Keterangan : a = volume titran blanko (ml) b = volume titran sampel (ml)

Pengukuran Kehilangan Bahan Kering (%BK). Pengukuran kehilangan bahan kering dihitung dari selisih berat kering bahan awal sebelum ensilasi dengan berat setelah ensilasi.

Pengukuran Kandungan PK (%BK) Silase. Sebanyak 0,2 - 0,3 g silase yang telah dikeringkan dan digiling halus dimasukan ke dalam labu kjeldahl, lalu ditambahkan selenium mixture sedikit pada ujung sudip. Sampel silase kemudian ditambah dengan H2SO4 sebanyak 20 ml kemudian didestruksi. Destruksi dilakukan dengan memanaskan campuran tersebut diatas hot plate selama 6 jam hingga warna berubah menjadi bening.

Sampel yang telah didestruksi kemudian diencerkan dengan aquadest sampai 120 ml lalu didestilasi menggunakan metode makro Kjeldahl (1883). Destilasi dilakukan dengan menambahkan larutan NaOH tio sulfat (0,6 g NaOH kristal dalam 100 ml aquadest ditambah 0,15 g Na tiosulfat) sebanyak 10 ml ke dalam labu hasil destruksi kemudian didestilasi.

Uap hasil destilasi dikondensasi dan ditampung dalam labu erlenmeyer bervolume 100 ml yang telah diisi dengan asam borat berindikator. Destilasi dihentikan jika volume tampungan mencapai 50 ml. Tahap selanjutnya adalah titrasi

21 menggunakan HCl 0,0115 N hingga warna berubah menjadi merah muda. Perhitungan persentase kadar N dan PK menggunakan rumus :

Pengukuran Konsentrasi N-NH3 Silase (mM). Pengukuran konsentrasi NH3 silase menggunakan metode mikrodifusi Conway. Supernatan pada pengukuran pH silase sebanyak 1 ml diteteskan pada salah satu ujung jalur cawan conway yang telah diolesi vaselin pada bibir cawan. Sebanyak 1 ml larutan Na2CO3 ditempatkan pada sisi yang bersebelahan dengan sampel.

Asam borat sebanyak 1 ml diteteskan pada bagian tengah cawan lalu cawan ditutup dengan rapat. Cawan dimiringkan dan digoyangkan perlahan, sehingga supernatan dan larutan Na2CO3 tercampur merata. Cawan kemudian didiamkan selama 24 jam pada suhu ruang, lalu setelah 24 jam cawan conway dibuka dan dititrasi menggunakan larutan H2SO4. Titrasi dilakukan sampai terjadi perubahan warna menjadi merah muda. Konsentrasi NH3 dihitung menggunakan rumus :

Pengukuran Perombakan Protein Kasar (%BK). Pengukuran perombakan protein kasar diukur dari perbandingan antara banyaknya protein yang dirombak menjadi NH3 (%) dengan protein awal sampel (%).

Pengukuran Residual WSC (%) Silase. Pengukuran kandungan WSC setelah ensilasi sama seperti pengukuran sebelum ensilasi dengan menggunakan metode fenol oleh Dubois (1956). Sebanyak 2 g silase yang telah dikeringkan dan digiling ditambahkan dengan 10 ml aquadest yang telah dipanaskan. Campuran silase dan aquadest kemudian diaduk dan digerus menggunakan mortar. Campuran kemudian tersebut disaring hingga endapan dan cairan terpisah.

Supernatan sebanyak 2 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi 10 ml kemudian tambahkan 1 ml larutan fenol 5% lalu dihomogenkan dan ditambah asam sulfat sebanyak 5 ml, campuran kemudian divortex. Selanjutnya larutan didinginkan dan diukur nilai absorbansinya menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 490 nm.

22

Pengukuran Kehilangan WSC (%). Pengukuran kehilangan WSC didapatkan dari perhitungan selisih besaran kandungan WSC sebelum ensilase dan residual WSC silase.

Perhitungan Kualitas Silase Berdasarkan Nilai Fleigh. Nilai Fleigh merupakan salah satu metode pengukuran kualitas silase berdasarkan kandungan bahan kering dan pH silase.Nilai Fleigh dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

NF = 220+(2 x BK(%) – 15) - (40 x pH)

Silase akan dikategorikan sebagai silase berkualitas sangat baik apabila menghasilkan nilai 85-100, berkualitas baik 60-80, berkualitas cukup 50-60, berkualitas sedang 25-40, dan berkualitas rendah apabila <20 (Ozturk, 2005).

Pengamatan Karakteristik Utilitas Silase

Pengukuran Fermentabilitas Pakan. Sebanyak 0,5 g silase yang telah dikeringkan dan dihaluskan dimasukan ke dalam tabung fermentor. Sebanyak 40 ml larutan penyangga McDougall dan 10 ml cairan rumen ditambahkan ke dalam tabung fermentor sambil dialiri gas CO2 selama 30 detik dan ditutup rapat dengan prop karet berventilasi. Sampel kemudian diinkubasi selama 4 jam dalam shaker waterbath bersuhu 39 °C. Sampel yang telah diinkubasi selama 4 jam kemudian ditambahkan 2-3 tetes HgCl2 jenuh ke dalam tabung fermentor untuk menghentikan aktivitas mikroba. Cairan kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm dalam waktu 10 menit. Endapan kemudian dipisahkan dengan cairan. Supernatan kemudian digunakan pada pengukuran NH3 dan VFA rumen.

Pengukuran NH3 rumen (mM). Pengukuran konsentrasi NH3 rumen menggunakan metode mikrodifusi Conway. Supernatan sebanyak 1 ml diteteskan pada salah satu ujung jalur cawan conway yang telah diolesi vaselin pada bibir cawan. Sebanyak 1 ml larutan Na2CO3 ditempatkan pada sisi yang bersebelahan dengan sampel.

Asam Borat sebanyak 1 ml diteteskan pada bagian tengah cawan lalu cawan ditutup dengan rapat. Cawan dimiringkan dan digoyangkan perlahan, sehingga supernatan dan larutan Na2CO3 tercampur merata. Cawan kemudian didiamkan selama 24 jam pada suhu ruang. Cawan conway tersebut setelah 24 jam dibuka dan

23 dititrasi menggunakan larutan H2SO4 sampai terjadi perubahan warna menjadi merah muda. Konsentrasi NH3 dihitung menggunakan rumus :

Pengukuran VFA rumen (mM). Supernatan yang sama pada pengukuran NH3 rumen digunakan dalam pengukuran konsentrasi VFA rumen. Sebanyak 5 ml NaOH 0,5 N dimasukkan ke dalam tabung erlenmeyer dan dipasangkan di tempat penampungan hasil destilasi. Supernatan silase diteteskan sebanyak 5 ml ke dalam tabung destilasi dan kemudian ditambah 1 ml H2SO4 15%.

Uap air yang merupakan hasil pemanasan ditampung di dalam tabung erlenmeyer yang berisi NaOH hingga volume mencapai 250 ml. Penambahan indikator phenolpthalin dilakukan tepat setelahnya sebanyak 2-3 tetes hingga cairan berubah menjadi merah muda kemudian larutan dititrasi dengan HCl 0.5 N hingga warna menjadi bening. Perhitungan konsentrasi VFA total menggunakan rumus :

Keterangan : a = volume titran blanko (ml) b = volume titran sampel (ml)

Pengukuran Nilai Koefisien Cerna BK dan BO (%). Pengukuran kecernaan bahan kering dan bahan organik menggunakan metode in vitro (Tilley & Terry, 1963). Tahap pertama pengukuran kecernaan adalah pengukuran pencernaan fermentatif. Sebanyak 0,5 g silase yang telah dikeringkan dan dihaluskan, dimasukan ke dalam tabung fermentor.

Tabung fermentor yang telah diisi sampel kemudian ditambahkan dengan larutan penyangga McDougall 40 ml dan 10 ml cairan rumen sambil dialiri gas CO2 selama 30 detik dan ditutup rapat dengan prop karet berventilasi. Sampel kemudian diinkubasi selama 48 jam dalam shaker waterbath bersuhu 39 °C, setelah 48 jam inkubasi ditambahkan 2-3 tetes HgCl2 jenuh ke dalam tabung fermentor untuk menghentikan aktivitas mikroba. Cairan kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm dalam waktu 10 menit. Endapan kemudian dipisahkan dengan cairan kemudian digunakan pada tahap selanjutnya.

24 Tahap selanjutnya adalah tahap hidrolisis. Endapan dicampur dengan larutan pepsin HCl 0,2% sebanyak 50 ml kemudian diinkubasi selama 48 jam. Sisa pencernaan hidrolisis kemudian disaring dengan kertas Whatman no. 41 yang telah diketahui bobotnya dengan bantuan pompa vakum (Rotary model 2X-0.5). Sisa kemudian dimasukkan ke dalam cawan porselen dan dipanaskan pada oven 105 °C selama 24 jam.

Cawan ditimbang (BK Residu) setelah 24 jam. Cawan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam tanur 600 °C selama 6 jam lalu ditimbang bobotnya (BO Residu). Pengukuran kecernaan bahan kering dan bahan organik dihitung menggunakan rumus:

Keterangan : KCBK = Koefisien cerna bahan kering; KCBO = Koefisien cerna bahan organik

Rancangan Percobaan dan Analisis Statistika Rancangan Percobaan

Pengamatan karateristik fisik dilakukan dengan pengamatan deskriptif sedangkan pengamatan kondisi awal bahan dan karateristik fermentatif menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 5 taraf perlakuan dan 3 kali pengulangan dengan model matematik sebagai berikut :

Yij = μ + τi + εij

Pengamatan karakteristik utilitas silase menggunaan rancangan acak kelompok dengan 5 taraf perlakuan dan 3 rumen yang berbeda sebagai kelompok dengan menggunakan model matematik sebagai berikut:

Yij = μ + τi + βj + εij Keterangan rumus (Matjjik & Sumertajaya, 2006) :

Yij = Nilai pengaruh perlakuan ke-i, ulangan (RAL) atau kelompok (RAK) ke-j

μ = Rataan umum

25

β = Pengaruh ulangan/kelompok ke-j

εij = Pengaruh acak pada perlakuan ke-i ulangan (RAL) / kelompok (RAK) ke-j

Perlakuan

Perlakuan yang diberikan sebagai berikut : 1) SRK : Silase ransum komplit

2) SJ60 : Silase jagung umur 60 hari 3) SJ70 : Silase jagung umur 70 hari 4) SJ80 : Silase jagung umur 80 hari 5) SJ90 : Silase jagung umur 90 hari

Peubah yang Diamati

Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah karakteristik awal bahan, karakteristik fisik setelah ensilasi, karakteristik fermentasi dan karakteristik utilitas silase yang dihasilkan. Pengamatan karakteristik awal bahan meliputi kondisi awal bahan yaitu proporsi botani tiap bagian tanaman, kadar bahan kering (BK), protein kasar (PK) dan karbohidrat larut air (WSC). Karakteristik fisik diamati secara deskriptif melalui uji sensori meliputi aroma, tekstur, warna dan persentase bagian berjamur. Pengamatan karakteristik fermentatif, parameter yang diamati adalah pH, BK, VFA (Volatile fatty acid), kehilangan BK, Kadar PK, ammonia-nitrogen (N- NH3), perombakan PK, residual WSC, kehilangan WSC dan nilai Fleigh.

Karakteristik utilitas silase diukur dari fermentabilitas silase dalam rumen dan kecernaan secara in vitro (Tilley & Terry, 1963). Fermentabilitas silase dalam rumen diukur dari konsentrasi NH3 dan VFA, sedangkan kecernaan diukur dari nilai koefisien cerna bahan kering (KCBK) dan bahan organik (KCBO).

Analisis Statistik

Data kualitatif pada pengamatan kondisi awal bahan dianalisis secara deskriptif sedangkan data kuantitatif pada pengamatan karakteristik fermentatif dan utilitas dianalisa menggunakan uji sidik ragam (ANOVA). Perbedaan yang nyata antar perlakuan diuji lanjut dengan uji jarak Duncan (1955) dengan menggunakan perangkat lunak SPSS 17.

26

HASIL DAN PEMBAHASAN

Informasi Tanaman dan Kondisi Lingkungan

Tanaman Jagung yang digunakan adalah tanaman jagung varietas Pertiwi-3 diproduksi oleh PT. Agri Makmur Pertiwi. Tanaman Jagung yang digunakan pada penelitian ini diolah menggunakan pupuk NPK dengan luas lahan tanam 64 x 27 cm. Lokasi tanam di kebun jagung Cikarawang.

Tanaman Jagung dipanen pada umur 60, 70, 80 dan 90 hari. Pemanenan ke empat umur panen jatuh pada bulan Desember. Tabel 4 memperlihatkan data iklim lokasi tempat tanaman jagung ditanam dari bulan di mana tanaman di tanam hingga bulan panen. Temperatur rata-rata memperlihatkan besaran yang normal yaitu pada kisaran 25-26 ˚C dengan nilai besaran rata-rata kelembaban yang relatif optimal.

Temperatur optimal untuk jagung dalam proses perkembangannya adalah pada kisaran 23-27 ˚C dan besaran kelembaban rata-rata 80% (Departemen Pertanian, 2011). Tanaman jagung ditanam dan dipanen pada saat musim hujan, hal ini dapat dilihat dari besaran curah hujan yang dialami pada bulan Oktober hingga Desember.

Curah hujan optimal pada pertumbuhan biji jagung adalah 85-200 mm, angka ini jauh lebih rendah dari besaran curah hujan yang dialami. Jagung merupakan tanaman yang mudah beradaptasi pada kondisi tropis maupun subtropis akan tetapi tanaman ini sangat membutuhkan sinar matahari. Sinar matahari yang kurang akan menghambat pertumbuhan dan perkembangan biji pada tanaman jagung penelitian (Departemen Pertanian, 2011). Tanaman jagung lebih optimal ditanam pada akhir musim hujan menjelang musim kemarau.

Tabel 4. Data Iklim Lokasi Tanam Tanaman Jagung

Bulan Tahun Temperatur

Rata-Rata (˚C) Kelembaban Rata-rata (%) Curah Hujan (mm) Okt 2011 26,30 75,00 257,00 Nop 2011 25,30 80,00 458,00 Des 2011 26,10 84,00 345,00 Jumlah 77,70 264,90 1060,00 Rata-rata 25,85 88,30 353,34

27

Kondisi Awal Bahan

Silase tanaman jagung yang digunakan pada penelitian ini memanfaatkan seluruh bagian tanaman. Bagian-bagian tersebut meliputi daun, jagung, batang, klobot dan tongkol. Data pada Tabel 5 memperlihatkan proporsi bagian-bagian dari tanaman jagung. Data menunjukkan hasil yang bervariasi untuk masing-masing umur. Proporsi daun tertinggi dihasilkan pada SJ60 yaitu 21,66% sedangkan untuk biji, data menunjukkan pola bahwa semakin tua umur panen, produksi biji jagung semakin tinggi di mana jumlah tertinggi terdapat pada SJ90 sebesar 14,22%. Proporsi batang terbanyak terdapat pada SJ60 sebesar 54,25% sedangkan klobot dan tongkol tertinggi dihasilkan pada SJ70. Hasil pengamatan sejalan dengan pernyataan McCutcheon dan Samples (2002) di mana batang merupakan proporsi terbanyak pada tanaman jagung.

Tabel 5. Hasil Perhitungan Proporsi Botani Tanaman Jagung Umur

Tanaman

Proporsi Botani (% BS)*

Daun Biji Batang Klobot Tongkol

60 hari 21,66 - 54,25 18,22 5,87

70 hari 18,03 4,92 30,33 27,38 19,34

80 hari 19,31 7,23 39,52 20,46 13,48

90 hari 18,74 14,22 36,57 18,08 12,39

Keterangan : (*) berdasarkan perhitungan.

Data selanjutnya yang disajikan pada Tabel 6 menunjukkan hasil pengukuran kadar bahan kering (BK), protein kasar (PK) dan karbohidrat larut air (WSC) bahan sebelum ensilasi. Hasil pengukuran BK awal memperlihatkan bahwa semakin tua kadar BK tanaman semakin tinggi. Bal et al. (2000) dan Darby dan lauer (2002) menyatakan bahwa BK hijauan akan semakin meningkat seiring dengan meningkatknya umur tanaman tersebut.

Kandungan BK tanaman jagung yang digunakan pada penelitian tergolong rendah. Rendahnya kandungan BK dapat dihubungkan dengan umur dan tingkat kematangan tanaman. Umur jagung yang digunakan pada penelitian ini merupakan tanaman jagung pada fase belum masak (Silking/ R1 dan Blister/ R2) (Weiss, 2012) di mana kadar air mencapai >80% (Johnson dan McClure, 1968; Chase, 2011)

28 Hasil pengukuran kadar protein kasar (PK) menunjukkan SJ60 memiliki kadar protein paling tinggi dibandingkan SJ70, SJ80 dan SJ90 yaitu sebesar 16,75% ± 1,19%. Besaran kadar PK pada tanaman jagung berhubungan dengan fase pertumbuhan tanaman. Tanaman jagung umur 60 hari merupakan akhir fase vegetatif di mana produksi hijauan maksimal dan merupakan awal fase reproduksi di mana kandungan protein kasar lebih tinggi untuk pertumbuhan bagian vegetatif dan belum terakumulasinya pati akibat belum munculnya biji jagung.

Tabel 6. Hasil Pengukuran Komposisi Kimia Sebelum Ensilasi

Perlakuan Peubah BK (%)* PK (%)* WSC (%)* SRK 45,28 ± 0,06a 19,52 ± 1,69a 18,31 ± 0,29a SJ60 14,30 ± 0,05e 16,75 ± 1,19b 11,85 ± 0,13c SJ70 17,99 ± 0,15d 13,72 ± 0,89c 16,46 ± 0,63b SJ80 21,09 ± 0,04c 14,74 ± 0,01bc 12,11 ± 0,88c SJ90 25,41 ± 0,04b 10,71 ± 0,64d 15,65 ± 0,00b Keterangan : SRK= silase ransum komplit; SJ60= silase jagung umur 60 hari; SJ70 = silase jagung

umur 70 hari; SJ80= silase jagung umur 80 hari; SJ90 = silase jagung 90 hari. (*) Analisis dilakukan di Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah, INTP. Huruf pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) berdasarkan uji Duncan. Hasil pengukuran menunjukkan SJ60 dan SJ80 menghasilkan WSC lebih rendah dibandingkan SJ70 dan SJ90. Nilai kandungan WSC bertolak belakang dengan kandungan PK. Hasil pengukuran kadar WSC tanaman jagung berkisar pada 11%-16%. Kadar WSC tanaman jagung yang digunakan lebih tinggi dari nilai kandungan WSC hijauan yang berkualitas baik untuk pembuatan silase yaitu 3-5% (McDonald et al., 1991) sehingga diharapkan dapat mempercepat proses fermentasi aerob dan penurunan pH sehingga bahan cepat terawetkan.

Karakteristik Fisik Silase

Karakteristik fisik silase yang dihasilkan pada semua perlakuan secara umum tidak menunjukkan hasil yang berbeda (Tabel 7). Aroma yang teramati setelah kelima silase dibuka adalah asam segar. Silase beraroma asam menunjukkan proses fermentasi berjalan dengan baik (Elfrink et al., 2000). Tekstur silase dari semua silase menunjukkan tekstur yang lepas tidak menggumpal.

29 Pengamatan warna pada silase menghasilkan warna yang terbentuk yaitu warna hijau yang lebih gelap dari warna asal. Saun dan Heinrichs (2008) menyatakan bahwa warna pada silase menggambarkan hasil fermentasi selama proses ensilasi dan silase yang berkualitas baik adalah silase yang berwarna hampir sama dengan warna bahan sebelum ensilasi. Warna gelap pada silase menunjukkan ciri kualitas silase yang rendah (Despal et al., 2011).

Tabel 7. Hasil Pengamatan Deskriptif karakteristik Fisik Silase

Perlakuan

Peubah

Aroma Tekstur Warna Bagian Berjamur

(%BS)*

SRK Asam Lepas Hijau 1,1

SJ60 Asam Lepas Hijau gelap 3,27

SJ70 Asam Lepas Hijau gelap 6,97

SJ80 Asam Lepas Hijau gelap 14,44

SJ90 Asam Lepas Hijau gelap 12,74

Keterangan : SRK= silase ransum komplit; SJ60= silase jagung umur 60 hari; SJ70 = silase jagung umur 70 hari; SJ80= silase jagung umur 80 hari; SJ90 = silase jagung 90 hari. (*) Berdasarkan pada perhitungan.

Perhitungan persentase bagian yang berjamur menunjukkan silase jagung pada umur panen lebih tua berjamur lebih banyak dibandingkan umur panen muda dan kontrol. Persentase optimum bagian berjamur pada silase berkualitas baik adalah 10% (Davies, 2007). Penyebab paling utama silase terkontaminasi jamur adalah suplai oksigen yang maksimal. Jamur tersebut akan tumbuh pada kondisi aerob dan tumbuh dipermukaan silase (McDonald et al., 2002).

Pembatasan oksigen yang kurang optimal dipicu oleh ukuran partikel dari bahan. Tanaman jagung pada umur panen tua lebih keras dibandingkan panen muda sehingga ukuran partikel yang terlampau besar akan menyulitkan dalam pengepakan dan pencacahan.

Pencacahan pada bahan dapat mengubah pola fermentasi. Pencacahan mengubah laju kerusakan jaringan tanaman sekaligus memperbaiki proses fermentasi melalui pengepakan yang lebih mudah dan teratur, sehingga lebih mudah dipadatkan. Pemadatan optimal akan memperluas permukaan area kontak antara substrat dan

30 mikroorganisme (Church, 1991) sehingga bakteri asam laktat dapat lebih aktif dalam memproduksi asam laktat dan konsentrasi asam laktat meningkat (McDonald et al., 1991). Akhirnya penurunan pH optimal dan pengawetan pakan lebih cepat tercapai.

Karakteristik Fermentatif Silase

Dokumen terkait