• Tidak ada hasil yang ditemukan

DOMBA YANG DIBERI RANSUM MENGANDUNG SABUT KELAPA SAWIT FERMENTAS

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Blok A, Laboratorium Industri Pakan, Laboratorium Ternak Perah, Laboratorium Terpadu dan Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Penelitian berlangsung dari bulan Juni 2011 sampai Maret 2012.

Materi Sabut Kelapa Sawit Fermentasi

Sabut kelapa sawit fermentasi merupakan sabut kelapa sawit yang dibuat menjadi media tumbuh (Baglog) jamur yang telah permukaannya dipenuhi oleh miselium. Bahan yang dibutuhkan untuk membuat adalah sabut kelapa sawit, dedak padi, kapur, dan bibit jamur. Peralatan yang digunakan plastik prophilen, karet gelang, ring bambu, koran, kapuk, drum kukus, terpal, oven 60˚C, autoclave, sudip dan perlengkapan sterilisasi yang terdiri dari alkohol, detergen, desinfektan, dan formalin.

Kandang dan Peralatan

Kandang yang digunakan adalah kandang metabolis dengan peralatan yang digunakan selama pemeliharaan seperti tempat pakan, ember air minum, timbangan duduk, selang, dan alat kebersihan. peralatan yang digunakan pada koleksi feses adalah kain kasa, plastik, dan serokan, sedangkan peralatan yang digunakan pada koleksi urin, yaitu ban dalam, karet, selang, dirigen 5 liter, gelas ukur, ember, dan botol sampel.

Ransum

Ransum yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tiga jenis ransum yang disusun berdasarkan NRC (1975) untuk domba umur 12 bulan pada bobot badan 10-20 kg dengan TDN 73% dan PK 16%. Bahan pakan yang digunakan dalam ransum terdiri dari hijaun berupa rumput gajah kering giling dan sabut kelapa sawit fermentasi (SSf) sedangkan bahan penyusun konsentrat terdiri dari dedak padi, onggok, bungkil kedele, bungkil kelapa, CPO, molasses, CaCO3 dan premix. Pakan

13 berupa ransum komplit dengan perbandingan hijauan dan konsentrat 30% : 70% berbentuk . Adapun komposisi ransum dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi Ransum Penelitian (%)

Bahan Ransum R0 R1 R2

Rumput gajah kering 30,00 15,00 0,00

SSf 0,00 15,00 30,00 Dedak padi 10,00 10,00 11,90 Onggok 15,00 18,50 19,00 Bungkil kedelai 14,90 15,00 14,00 Bungkil kelapa 22,00 18,40 16,50 Molases 4,00 4,00 4,50 CPO 3,00 3,00 3,00 CaCO3 1,00 1,00 1,00 Premix 0,10 0,10 0,10 Komposisi nutrisi : 100 100 100 Protein kasar 16,09 16,05 16,07 TDN 73,07 73,60 73,85 Ternak

Penelitian ini menggunakan domba lokal jantan dengan rataan bobot badan 23,32 ± 1,68 kg sebanyak 12 ekor dengan umur satu tahun. Domba ditempatkan pada kandang individu.

14

Prosedur Penelitian

Ada beberapa tahapan yang perlu dilakukan untuk mempersiapkan bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini. Secara ringkas dipetakan pada Gambar 6.

Gambar 6. Alur Pembuatan Sabut Kelapa Sawit Fermentasi (SSf)

Pengukusan Sabut Kelapa Sawit

Pengukusan sabut kelapa sawit bertujuan untuk meluruhkan sisa-sisa minyak yang masih menempel, setelah terjadinya proses pemerasan buah kelapa sawit. Proses ini diharapkan agar jamur dapat tumbuh dengan baik pada SS. Sabut kelapa sawit dimasukkan ke dalam drum dan dikukus selama ± 60 menit, lalu dikeringkan dibawah sinar matahari dan oven 60°C selama 18-24 jam untuk disimpan sebagai bahan baku media tumbuh jamur.

Sabut Kelapa Sawit (SS) Pengukusan SS Pengeringan matahari dan oven 60˚C Pembuatan media tumbuh (Baglog)

Inokulasi bibit jamur

Fermentasi ± 60 hari Pemanenan SSf Pengeringan dengan oven 60˚C ± 48 jam Penggilingan SSf Sterilisasi

15

Gambar 7. Pengukusan SS Gambar 8. Penjemuran SS

Pembuatan Rumah Jamur

Pembuatan rumah jamur dilakukan di Laboratorium Nutrisi Perah Fakultas Peternakan IPB. Pembuatan rumah jamur ini disesuaikan dengan keadaan budidaya di lapang. Rumah jamur terdiri dari ruang untuk inokulasi dan pendinginan. Sebelum digunakan, rumah jamur dan peralatannya disterilkan dengan menggunakan detergen, desinfektan, dan formalin. Suhu dan kelembaban ruangan untuk pertumbuhan jamur ini diatur agar tetap stabil sekitar 25-30˚C dan 60%-80% dengan cara pemberian karung goni basah dan penyemprotan dengan air.

Gambar 9. Rumah Jamur Gambar 10. Miselium pada SS

Pembuatan Media Tumbuh (Baglog) Jamur

Sabut kelapa sawit yang telah dikukus dan dikeringkan, selanjutnya dicampur dengan dedak padi dan kapur sebagai bahan isi media. Penggunaan sabut kelapa sawit, dedak padi dan kapur dalam pembuatan ukuran 800 g masing-masing sebesar 83%, 15% dan 2%. yang telah dibuat lalu diautoclave untuk sterilisasi pada tekanan 1 atm suhu 121oC selama 60 menit. Kemudian

16

Fermentasi

yang telah steril diinokulasi dengan bibit jamur

sebanyak 4% dari berat . yang sudah diinokulasi dengan bibit disimpan di ruangan inkubasi sampai seluruh permukaan dipenuhi oleh miselium. Selama inkubasi, proses perawatan dengan menjaga ruangan inkubasi tetap sejuk, lembab dan bersih dengan suhu 25-30˚C dan kelembaban 60%-80%. Kondisi rumah jamur dipertahankan dengan melakukan penyemprotan air pada cuaca panas agar suhu turun dan kelembaban dapat meningkat ke kondisi yang sesuai untuk miselium.

Gambar 11. Bibit Gambar 12. SSf ± 60 hari

Pembuatan Ransum

Bahan penyusun ransum ditimbang sesuai persentasenya dalam ransum. Bahan baku konsentrat dicampurkan terlebih dahulu mulai dari jumlah persentasenya yang lebih kecil. Bahan sumber vitamin dan mineral (premix dan CaCO3) dicampur pertama kali lalu bahan pakan sumber protein (bungkil kedelai dan bungkil kelapa) dicampur rata. Kemudian bahan sumber energi (onggok dan dedak padi) dicampurkan termasuk didalamnya rumput gajah kering giling dan SSf giling lalu seluruh bahan dicampur dengan molases dan CPO sampai rata.

Pemeliharaan Selama Penelitian

Pemeliharaan domba dilakukan selama ± 1 bulan (32 hari) yang terdiri dari periode preliminary selama 27 hari dan koleksi sampel selama 5 hari. Sebelum diberi perlakuan domba ditimbang bobot badannya terlebih dahulu. Penimbangan domba dilakukan setiap 1 minggu sekali untuk mengetahui pertambahan bobot badan hariannya. Ransum yang diberikan dan yang tersisa ditimbang agar diketahui

17 kebutuhan ternak. Ransum dalam satu hari diberikan sebesar 3%-5% dari bobot badan sesuai dengan pertumbuhan bobot badan dan pertumbuhan domba selama penelitian. Rasio hijauan dan konsentrat yaitu 30% : 70%, sedangkan air minum diberikan secara .

Koleksi Feses

Koleksi feses dilakukan dengan metode koleksi total. Feses yang dikeluarkan selama lima hari berturut-turut pada minggu terakhir pemeliharaan akan dikumpulkan untuk mengetahui nutrien yang terbuang. Feses dikumpulkan selama 24 jam lalu ditimbang. Sampel feses per hari diambil sebanyak 10% dari bobot segar. Kemudian dikeringkan dibawah sinar matahari dan oven 60˚C. Sampel feses kering tersebut lalu dikompositkan selama 5 hari koleksi lalu dihaluskan. Selanjutnya, sampel dianalisis proksimat untuk digunakan pada perhitungan kecernaan ransum perlakuan.

Koleksi Urin

Koleksi urin dilakukan dengan metode koleksi total. Urin yang dikeluarkan selama lima hari berturut-turut di minggu terakhir pemeliharaan dikumpulkan untuk mengetahui nitrogen yang terbuang melalui urin. Urin ditampung dalam jiregen plastik yang dihubungkan melalui selang pada alat penampung urin ditubuh domba dan telah ditetesi H2SO4 10% sebanyak 2-3 tetes. Fungsi H2SO4 10% agar mencegah penguapan nitrogen yang terkandung dalam urin. Urin ditampung selama 24 jam mulai dari pagi sampai keesokan harinya. Volume urin yang dikeluarkan dalam satu hari diukur dengan menggunakan gelas ukur lalu diambil sampel dalam botol film lalu disimpan dalam lemari pendingin. Kemudian urin selama lima hari dikomposit yang diambil sampel ± 100 ml tiap ulangan untuk dianalisis kandungan nitrogen dengan metode kjeldahl.

Analisis Proksimat

Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui kecernaan nutrien yang terkandung setiap ransum yang dikonsumsi oleh ternak. Semua sampel ransum dan feses dianalisis kandungan nutriennya meliputi : bahan kering, protein kasar, lemak kasar, serat kasar, dan bahan ekstrak tanpa nitrogen.

18

Rancangan dan Analisis Data Perlakuan

Ransum perlakuan (Tabel 2) yang diberikan berupa ransum komplit bentuk mash dengan perbandingan antara hijauan dan konsentrat 30% : 70% yang terdiri dari tiga jenis ransum, yaitu :

R0 : 30% Rumput Gajah (RG) + 70% konsentrat

R1 : 15% RG + 15% Sabut Kelapa Sawit Fermentasi (SSf) + 70% konsentrat R2 : 30% SSf + 70% konsentrat.

Model

Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) yang mengelompokkan ternak menjadi empat kelompok berdasarkan bobot badan dengan tiga perlakuan ransum. Adapun model matematikanya menurut Steel dan Torrie (1993) adalah

Yij = µ + τi + βj + εij

Keterangan :

Yij= Nilai variabel hasil pengamatan µ = Rataan umum

τi = Pengaruh perlakuan pemberian ransum ke-i βj = Pengaruh kelompok ternak ke-j

εij = Galat perlakuan ke-i dan ulangan ke-j i = Perlakuan (0,1,2,3)

j = Kelompok (1,2,3)

Peubah

Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Konsumsi. Konsumsi adalah jumlah ransum yang diberikan dikurangi dengan sisa ransum dalam satu hari.

Konsumsi (gram/ekor/hari) = berat ransum – sisa ransum Konsumsi Bahan Kering (BK) = Konsumsi x % BK

Konsumsi Protein Kasar (PK) = Konsumsi BK x % PK Konsumsi Lemak Kasar (LK) = Konsumsi BK x % LK

19 Konsumsi Serat Kasar (SK) = Konsumsi BK x % SK

Konsumsi BETN = Konsumsi BK x % BETN

Kecernaan. Kecernaan adalah jumlah zat makanan yang dikonsumsi dan tidak terbuang dalam feses (Cheeke, 2005).

Kecernaan (gram/ekor/hari) = konsumsi pakan – Feses Kecernaan Bahan Kering (KCBK) (%) =

Kecernaan Protein Kasar (KCPK) (%) = Kecernaan Lemak Kasar (KCLK) (%) = Kecernaan Serat Kasar (KCSK) (%) =

Kecernaan Energi. (TDN) adalah penjumlahan dari

kecernaan protein, karbohidrat dan 2,25 lemak (Pond , 2005).

TDN = PK tercerna + SK tercerna + 2,25 LK tercerna + BETN tercerna

PBBH. PBBH dihitung dengan mengurangi bobot badan akhir dengan bobot badan awal dibagi lama hari pemeliharaan.

PBBH = ! " # $ %&'

( ) $ ! %! '

Efisiensi Pakan. Efisiensi pakan dihitung dengan membagi PBB selama perlakuan dengan konsumsi pakan.

Efisiensi Pakan (%) = * +

) x 100%

Retensi Nitrogen (RN). Retensi nitrogen adalah selisih nitrogen yang dikonsumsi dengan nitrogen yang dikeluarkan melalui feses dan urin (McDonald , 2002).

RN = Konsumsi Nitrogen – (nitrogen feses + nitrogen urin)

Konsumsi nitrogen (g) = 6,25 x konsumsi ransum (g) x % PK ransum Nitrogen feses (g) = 6,25 x feses yang keluar (g) x % PK feses Nitrogen urin (g) = 6,25 x urin yang keluar (g) x % PK urin

20

Analisis Data

Data yang diperoleh terdapat data hilang sehingga dilakukan lalu diuji dengan analisis ragam (ANOVA) dan bila berbeda nyata dilanjutkan dengan uji lanjut Tukey.

21

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kualitas Sabut Kelapa Sawit Fermentasi oleh dan

Kandungan Ransum Penelitian

Peranan pada Kualitas Sabut Kelapa Sawit

Fermentasi dengan pada sabut kelapa sawit dapat meningkatkan nilai nutrisi dari sabut tersebut yang terlihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi Nutrien Sabut Kelapa Sawit Non Fermentasi dan Fermentasi dengan

Nutrien (%) Sabut kelapa sawit a

Rumput Gajahb Non Fermentasi Fermentasi

Bahan Kering 88,38 90,09 22,0

Abu 11,95 9,88 12,3

Protein Kasar 9,50 14,16 8,70

Serat Kasar 54,75 50,49 32,9

Lemak Kasar 6,75 0,80 2,70

Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen 17,04 24,66 44,3

(NDF) - 84,67 -

!" (ADF) - 78,11 -

Selulosa 31,82c 54,89 -

Lignin 21,92c 21,18 -

Keterangan: a Hasil analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, 2012 b Suharto, 2004

c Irawadi , 1996

Serat merupakan bagian dari makanan yang tidak dapat tercerna secara enzimatis oleh enzim yang diproduksi oleh saluran pencernaan manusia dan ternak (Linder, 1992). Serat termasuk bagian dari karbohidrat yang menyusun dinding sel tanaman yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa, lignin, dan silika yang bermanfaat untuk memperkuat dinding sel (Cheeke, 2005). Setelah fermentasi, kandungan serat kasar pada sabut kelapa sawit mengalami penurunan 4,26% dari kandungan awal. Hal ini dapat menunjukkan bahwa adanya degradasi ikatan lignoselulosa oleh enzim ekstraseluler yang dihasilkan oleh sehingga selulosa dapat

22 terlepas dari ikatan kristalin dengan lignin sehingga menyediakan selulosa untuk didegradasi oleh mikroba selulolitik dalam rumen. Serat kasar yang menurun ini terlihat dari komposisi serat berupa lignin setelah fermentasi sebesar 21,18% sedangkan sebelum fermentasi sebesar 21,92% (Irawadi , 1996). Penurunan ini diduga dari aktivitas enzim ekstraseluler pendegradasi lignin yang diproduksi oleh

. Penelitian Sangadji (2009) memperlihatkan bahwa dapat menurunkan lignin pada ampas sagu.

Kandungan protein kasar sabut kelapa sawit hasil fermentasi mengalami peningkatan 4,66% dari sebelum difermentasi. Adanya peningkatan protein kasar dikarenakan miselium yang menempel pada sabut kelapa sawit. Peningkatan pada protein substrat media tanam karena meningkatnya kandungan asam-asam amino (Sova dan Cibuka, 1990). Adanya asam-asam amino yang terkandung pada miselium yang menempel pada media tumbuh serta kemampuan yang dimiliki oleh miselium untuk mengikat nitrogen diudara dan menghasilkan enzim yang mendegradasi substrat dapat meningkatkan nitrogen sehingga protein kasar dari substrat meningkat (Chang dan Miles, 2004). Media tumbuh berupa ampas sagu dan ampas tebu yang difermentasi

masing–masing protein kasarnya meningkat sebesar 2,2% dan 2,75% serta menurunkan lignin masing–masing 5,5% dan 2,24% (Sangadji, 2009; Tarmidi, 2004).

Lemak kasar sabut kelapa sawit sebelum difermentasi sebesar 6,75% yang lebih tinggi dari Mathius (2004) sebesar 3,22%. Perbedaan kandungan ini dapat disebabkan oleh umur panen dari tandan buah segar kelapa sawit, proses pengepresan dalam produksi minyak sawit, waktu pengambilan sampel, dan metode analisis yang digunakan. Sabut kelapa sawit yang digunakan dalam penelitian ini diambil tepat setelah proses pengepresan berlangsung sehingga minyak masih banyak menempel pada sabut. Pada sabut kelapa sawit yang telah difermentasi mengalami penurunan lemak kasar yang diduga akibat dari proses pemanasan berupa pengukusan dan sterilisasi pada . Sebelum digunakan sebagai bahan campuran media tumbuh jamur, dilakukan proses pengukusan terlebih dahulu yang bertujuan untuk meluruhkan minyak yang masih menempel pada sabut kelapa sawit. Kemudian

23 setelah itu disterilisasi menggunakan uap panas pada autoclave dengan suhu 121˚C yang menyebabkan semakin luruhnya minyak pada sabut kelapa sawit.

Kandungan Nutrien Ransum Penelitian

Kandungan kimia dari ransum perlakuan yang mengandung sabut kelapa sawit hasil fermentasi dengan (SSf) dicantumkan pada Tabel 4. Tabel 4. Persentase Kandungan Nutrien Ransum Penelitian Berdasarkan 100% BK

Kandungan Nutrien (%) Ransum Perlakuan

R0 R1 R2 Bahan Kering 83,97 84,56 84,85 Abu 9,69 9,14 10,10 Protein Kasar 19,84 19,04 20,53 Lemak Kasar 2,81 1,72 2,31 Serat Kasar 28,01 27,25 28,47

Bahan Ekstrak Tanpa

Nitrogen 39,65 42,85 38,58

TDN* 59,27 59,54 59,11

Keterangan : Kandungan nutrien ransum komplit berdasarkan hasil analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, 2011. R0 = 30% Rumput Gajah (RG) + 70% konsentrat; R1 = 15% RG + 15% SSf + 70% konsentrat; R2 = 30% SSf + 70% konsentrat.

* TDN hasil perhitungan menurutHartadi , 1997.

Hasil analisis proksimat setiap ransum perlakuan didapatkan bahwa protein kasar (Tabel 4) sebesar 19,04%–20,53% lebih tinggi dari susunan ransum perlakuan (Tabel 2) sebesar 16,05%–16,09%. Protein kasar yang dicapai ini diduga adanya sumbangan protein dari konsentrat dalam ransum. Pada ransum R2 lebih tinggi dari dua ransum lain diduga berasal dari miselium yang menempel pada sabut kelapa sawit yang turut meningkatkan proteinnya. Substrat yang difermentasi akan meningkat proteinnya akibat dari pertumbuhan mikroorganisme (kapang atau jamur) sehingga terjadi peningkatan massa selnya (Nur, 2012; Sangadji, 2009). Protein dari ransum telah mencukupi kebutuhan domba dengan bobot badan 20 kg berdasarkan NRC (1975) sebesar 16% sedangkan TDN yang dibutuhkan domba sebesar 73%. Pada susunan ransum (Tabel 2) TDN sebesar 73,07%-73,85% sedangkan hasil

24 perhitungan TDN dari ransum perlakuan sebesar 59,11%–59,54%. Berdasarkan hasil tersebut, TDN ransum perlakuan lebih rendah dari susunan ransum dan kebutuhan domba. Kandungan TDN yang rendah ini diduga karena kandungan nutrien bahan penyusun ransum lebih rendah dari literatur yang digunaakan saat penyusunan ransum awal sebelum penelitian # # dilakukan.

Konsumsi Nutrien Domba dengan Ransum Sabut Kelapa Sawit Fermentasi

Konsumsi adalah jumlah bahan makanan yang diberikan dikurangi sisa bahan makan. Faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi ternak adalah fisiologis ternak, sifat pakan, komposisi bahan pakan, kecernaan dan keadaan lingkungan (Parakkasi, 1999). Pengaruh penambahan sabut kelapa sawit hasil fermentasi dalam ransum domba terlihat pada konsumsi nutrien yang dicantumkan pada Tabel 5.

Tabel 5. Rataan Konsumsi Nutrien Ransum Domba Selama Pemeliharaan Konsumsi

(g/ekor/hari)

Rataan

Standar Eror (SE)

R0 R1 R2

Bahan Kering 976,70 938,90 1176,30 52

Protein Kasar 193,80 178,80 241,30 11,6

Lemak Kasar 27,45a 16,10b 27,06a 1,97

Serat Kasar 273,60 255,80 334,80 15,5

Bahan Ekstrak Tanpa

Nitrogen 387,20 402,30 454,50

1,86

Keterangan : Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan adanya pengaruh perlakuan (P<0,05). R0 = 30% Rumput Gajah (RG) + 70% konsentrat; R1 = 15% RG + 15% SSf + 70% konsentrat; R2 = 30% SSf + 70% konsentrat.

Konsumsi Bahan Kering

Konsumsi didapat dari selisih antara pemberian dan sisa pakan dalam satu hari. Konsumsi pakan pada Tabel 5 menunjukkan bahwa konsumsi bahan kering (BK) tidak memperlihatkan perbedaan nyata antar ransum. Hal ini menunjukkan

bahwa proses fermentasi dengan menggunakan tidak

25 ternak dengan penambahan SSf sampai 30% pada ransum. Menurut McDonald (2002) bahwa konsumsi ruminansia akan dipengaruhi oleh faktor karakteristik makanan, hewan dan lingkungan. Karakteristik makanan berupa sifat pakan yang $ , kandungan kimia, bentuk pakan, defisiensi nutrien, dan daya cerna pakan dapat berpengaruh terhadap konsumsi dan kecernaan dari suatu bahan makanan. Palatabilitas ternak terhadap ransum ditentukan oleh jumlah kandungan energi dan protein. Ransum perlakuan memiliki kandungan energi dan protein yang tidak berbeda sehingga palatabilitasnya sama yang menghasilkan konsumsi bahan kering yang tidak berbeda tiap ransum perlakuan. Konsumsi bahan kering yang dihasilkan R0 976,70; R1 938,90; R2 1176,30 gram/ekor/hari lebih tinggi dibandingkan hasil Tarmidi (2004) sebesar 677,59–718,68 gram/ekor/hari yang menggunakan ampas tebu biofermentasi dengan pada ransum sebagai pengganti rumput raja dengan perbandingan hijauan yang digunakan sebanyak 70%. Konsumsi penelitian ini diduga dipengaruhi oleh energi yang terkandung dalam ransum (Tabel 4) yang belum memenuhi kebutuhan domba. Ternak akan meningkatkan konsumsinya untuk memenuhi kebutuhan energi disebabkan energi pakan rendah (Cheeke, 2005).

Bentuk ransum juga mempengaruhi konsumsi bahan kering dengan ketiga ransum yang berbentuk mash dapat mempercepat % atau laju aliran pakan dalam rumen menyebabkan pengosongan rumen menjadi lebih cepat. Kesempatan ternak untuk mengkonsumsi ransum lebih banyak agar rumen tetap terisi makanan serta seluruh bahan penyusun ransum dapat dikonsumsi ternak tanpa kesempatan untuk memilih makanan yang lebih disenangi sehingga kebutuhan nutrien dapat terpenuhi.

Hasil penelitian didapatkan bahwa persentase konsumsi domba untuk ransum R0 3,47%; R1 3,40% dan R2 4,11% yang menandakan ransum yang diberikan telah mencukupi kebutuhan domba yang harus dikonsumsi satu hari ± 3% bobot badan. Konsumsi pakan merupakan faktor esensial untuk hidup pokok dan menentukan produksi ternak (Parakkasi, 1999).

Konsumsi Protein Kasar

Protein merupakan nutrien yang harus tersedia dalam ransum karena berperan dalam pembentukan sel baru yang akan mendukung pertumbuhan ternak. Konsumsi

26 protein kasar yang dihasilkan tidak dipengaruhi oleh pemberian ransum perlakuan. Protein adalah bagian dari bahan organik dalam ransum. Jumlah konsumsi akan dipengaruhi oleh konsumsi bahan kering dan kandungan protein kasar ransum. Konsumsi bahan kering yang tidak berbeda tiap ransum menyebabkan jumlah protein yang dikonsumsi tidak berbeda. Apalagi kandungan protein ransum yang tidak jauh berbeda tiap perlakuan sehingga perlakuan penambahan sabut hasil fermentasi dalam ransum tidak berpengaruh pada konsumsi. Tingkat konsumsi ternak dipengaruhi oleh konsumsi bahan kering dan defisiensi nutrien seperti protein yang dapat menurunkan konsumsi makanan (McDonald , 2002). Kandungan protein kasar pada R2 20,53% dengan jumlah konsumsi bahan kering 1176,30 gram/ekor/hari yang dihasilkan konsumsi protein kasar 241,30 gram/ekor/hari lebih tinggi dibandingkan dua perlakuan lainnya. Konsumsi protein kasar R0 193,80 gram/ekor/hari sedangkan terendah pada R1 178,80 gram/ekor/hari. Jumlah protein yang harus dikonsumsi domba jantan dalam masa pertumbuhan sebesar 160 gram/ekor/hari (NRC, 1975). Protein dalam ransum perlakuan telah mencukupi kebutuhan harian domba.

Konsumsi Lemak Kasar

Pemberian ransum yang ditambahkan sabut fermentasi memperlihatkan adanya penurunan yang nyata pada konsumsi lemak kasar ransum (P<0,05). Konsumsi lemak kasar ransum dengan penambahan 15% sabut fermentasi berbeda dengan ransum rumput gajah tetapi tidak berbeda dengan ransum 30% sabut fermentasi. Konsumsi lemak kasar dari ransum dipengaruhi oleh jumlah konsumsi bahan kering dan kandungan lemak kasar tiap ransum. Konsumsi ransum R0 27,45% lebih tinggi daripada dua ransum lain R1 16,10% dan R2 27,06% (Tabel 5).

Konsumsi lemak kasar paling besar dipengaruhi oleh kandungan lemak kasar ransum R0 2,81%; R1 1,72%, dan R2 2,31%. Penggantian rumput gajah dengan sabut fermentasi menurunkan konsumsi lemak kasar ransum karena sabut fermentasi menyumbang lemak kasar yang kecil pada ransum. Konsumsi lemak kasar pada ransum dipengaruhi oleh jumlah konsumsi bahan kering dan kandungan lemak kasar ransum serta komposisi kimia pakan (Suci, 2011). Fermentasi sabut dengan menghasilkan lemak kasar yang menurun menjadi 0,8% yang diduga dari luruhnya minyak akibat proses pemanasan yang dilakukan. Hasil lemak

27 kasar lebih rendah daripada penelitian menggunakan ampas sagu sebagai media tumbuh sebesar 0,9% (Sangadji, 2009).

Konsumsi Serat Kasar

Serat kasar merupakan bagian dari bahan organik yang menjadi sumber energi dari ternak ruminansia. Serat kasar menggambarkan tebalnya dinding sel suatu tanaman. Serat kasar tersusun dari polimer-polimer karbohidrat bahkan lignin. Kandungan serat kasar apalagi lignin dalam suatu bahan pakan dapat mempengaruhi kecernaan nutrien bahan pakan tersebut (McDonald , 2002). Lignin adalah komponen yang paling mempengaruhi kecernaan bahan pakan karena lignin yang tinggi dapat menurunkan kecernaan nutrien lainnya. Mikroba dalam rumen tidak dapat mendegradasi lignin karena tidak mensintesis enzim pendegradasi lignin. Jika bahan pakan yang memiliki lignin tinggi tidak dapat langsung diberikan pada ternak perlu dilakukan suatu perlakuan untuk menurunkan kandungan lignin. Salah satu cara yang dapat dilakukan dengan memfermentasikan dengan jamur pendegradasi lignin, misalnya jamur pembusuk putih ( ). Konsumsi serat kasar tidak dipengaruhi oleh perlakuan yang diberikan. Jumlah konsumsi ransum R2 334,80 gram/ekor/hari lebih banyak dari R0 dan R1 sebesar 273,60 dan 255,80 gram/ekor/hari disebabkan oleh serat kasar pada ransum R2 28,47% lebih tinggi dibandingkan dengan ransum lain. Kandungan serat kasar pada ransum R1 dan R2 masih dapat dikonsumsi oleh domba sama seperti R0.

Konsumsi Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN)

Bahan ekstrak tanpa nitrogen adalah fraksi karbohidrat yang terdapat dalam makanan. Fraksi karbohidrat dalam suatu bahan makanan terdiri dari dua fraksi yaitu serat kasar dan BETN. Serat kasar terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin. Nilai BETN didapatkan dari pengurangan 100% bahan kering dengan abu, protein, serat, dan lemak. Komponen yang termasuk dalam BETN seperti gula, fruktan, pati, pectin, asam organik dan pigmen (McDonald , 2002). Konsumsi BETN domba tidak berbeda nyata untuk tiap ransum perlakuan. Jumlah konsumsi diduga dipengaruhi oleh konsumsi bahan kering dan jumlah BETN yang terkandung dalam ransum. Kandungan nutrien lain (abu, protein, lemak, dan serat) dalam ransum akan mempengaruhi jumlah BETN. Konsumsi BETN ransum akan terpengaruh oleh

28 jumlah konsumsi bahan kering dan serat kasar ransum (Nur, 2012). Jumlah konsumsi BETN tertinggi pada ransum R2 4454,5 gram/ekor/hari lalu diikuti oleh ransum R1 dan R0 sebesar 402,30 dan 387,20 gram/ekor/hari. Jumlah konsumsi R2 ini mengikuti konsumsi bahan keringnya walaupun serat kasar juga paling tinggi. Fermentasi dengan menggunakan pada sabut kelapa sawit membuat ikatan serat kasarnya amorphous sehingga memudahkan mikroba rumen mendegradasinya. Perubahan ikatan tersebut mengakibatkan konsumsi bahan kering meningkat. Fermentasi dengan pada ampas sagu dapat meningkatkan BETN dan menurunkan serat kasar, NDF, ADF, selulosa, hemiselulosa, dan lignin

Dokumen terkait