• Tidak ada hasil yang ditemukan

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan selama enam bulan, dimulai dari bulan Januari sampai Juni 2012. Penelitian diawali dengan pengambilan sampel 4 ekor ikan manfish di Raiser yang didiagnosa mengalami suatu penyakit. Setelah dilakukan pemeriksaan patologi anatomi, kemudian sampel ikan dijadikan sediaan histopatologi sehingga dapat diperiksa lebih lanjut. Pembuatan preparat histopatologi, pemeriksaan, dan interpretasi dilakukan di Laboratorium Diagnostik Patologi, Bagian Patologi, Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi (KRP), Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor (FKH IPB).

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah kantung plastik atau container, ember, gunting bedah, pinset anatomis, pinset fisiologis, freezer, kaset jaringan, gelas objek, inkubator, automatic tissue processor, parafin embedding console, mikrotom, mikroskop cahaya Olympus CH-1, digital eye piece camera microscope dan kamera digital. Bahan yang digunakan adalah ikan sakit, oksigen, Buffer Neutral Formalin 10%, alkohol konsentrasi 70%, 80%, 90%, 95%, dan absolut, xylol, parafin, pewarna hematoksilin C.I. 75290, eosin C.I. 45380, 5% sodium thiosulphate, dan lithiumcarbonate.

Metodologi Penelitian

Metodologi penelitian yang akan dilakukan terdiri dari studi manajemen budidaya, pengambilan sampel, transportasi sampel ke laboratorium, pencatatan data sampel, nekropsi, fiksasi, pembuatan preparat histopatologi, dan analisis histopatologi. Interpretasi lesio dianalisa secara deskriptif dan patogenesa penyakit disusun melalui kajian pustaka.

Studi Manajemen Budidaya

Sebelum dilakukan pengamatan dan pengambilan sampel, perlu dipelajari studi manajemen ikan untuk mengetahui pembenihan, perawatan serta budidaya ikan dengan baik agar dapat mengenali gejala-gejala klinis yang terjadi pada ikan serta memahami adanya penyakit infeksius ataupun non infeksius.

Pengambilan Sampel

Pengamatan ikan dilakukan terlebih dahulu untuk dapat mengetahui ikan mana yang mengalami kelainan. Pengambilan ikan manfish sebanyak 4 ekor dari 300 ekor ikan manfish yang terdapat di akuarium. Kelainan pada ikan diantaranya adanya ulkus dan hemoragi pada bagian kaudal otot dekat dengan ekor dan sirip ekor ikan yang mengalami kerusakan. Selain itu terlihat ikan berenang pasif dan

memisahkan diri dari populasinya. Dari keempat sampel yang diambil, hanya satu ekor ikan yang dikaji pada tulisan ini.

Transportasi Sampel ke Laboratorium

Sampel dibawa dengan plastik atau kontainer yang memiliki cukup oksigen dan tempat yang cukup luas. Saat mengganti tempat dari plastik menuju bak ikan di laboratorium harus dilakukan secara teliti, jangan sampai suhu pada air berubah. Dilakukan aklimatisasi terlebih dahulu agar ikan dapat beradaptasi pada lingkungan barunya. Aklimatisasi dilakukan dengan mengapungkan kantong plastik yang berisi ikan pada bak penampungan selama 10-15 menit. Hal ini dilakukan agar suhu air dalam plastik sama dengan suhu bak penampungan. Setelah itu kantung plastik dibuka dan ikan dibiarkan keluar dengan sendirinya. Suhu yang baik untuk ikan adalah sekitar 25-28˚C.

Pencatatan Data Sampel

Setiap sampel dilengkapi dengan sejarah detail dan membuat anamnese gejala klinis. Sejarah mencakup deskripsi tempat pengambilan sampel, jumlah ikan yang terinfeksi, jumlah total kematian, angka kematian per hari, warna, tingkah laku, umur ikan yang terinfeksi, dan adanya tindakan profilaksis sebelumnya. Informasi ini untuk menentukan sampel apa yang akan diambil nanti saat nekropsi (Stoskopf 1993).

Nekropsi

Sebelum nekropsi dilakukan, ikan terlebih dahulu dieuthanasi dengan cara pendinginan dimasukkan dalam freezer. Nekropsi dilakukan dengan membuka rongga perut menggunakan gunting bedah yang dimulai memotong lewat kloaka ke arah depan sampai belakang operkulum, dilanjutkan pemotongan ke arah dorsal sampai kloaka lagi sehingga terlihat organnya dan diamati apakah terdapat perubahan atau abnormalitas, kemudian setiap lesio yang terdapat pada ikan didokumentasikan dengan kamera digital.

Fiksasi

Ikan tersebut dimasukkan ke dalam wadah yang berisi Buffer Neutral Formalin 10% tanpa memisahkan organ-organ tetapi rongga abdomen diinsisi. Selain itu kepala ikan juga dibuka dan diambil otaknya. Setelah dilakukan fiksasi maka organ-organ tersebut dibuat menjadi preparat histopatologi.

Pembuatan Histopatologi

Pembuatan preparat histopatologi berdasarkan Bacha dan Bacha (2000) pada organ ikan dapat dilakukan dengan prosedur sebagai berikut :

1. Grossing

Sediaan organ ikan dan karkas yang sudah direndam dalam larutan Buffer Neutral Formalin (BNF) 10%, kemudian dipotong dengan ketebalan + 3 mm dan potongannya dimasukkan ke dalam kaset jaringan. Pemotongan karkas ikan dilakukan secara melintang yang membagi tubuh ikan menjadi empat sampai enam bagian.

2. Dehidrasi

Organ yang ada dalam kaset jaringan dimasukkan ke dalam keranjang kaset yang kemudian dimasukkan dalam gelas-gelas pada mesin autotechnicon untuk dilakukan dehidrasi. Dehidrasi ini dilakukan bertahap dengan menggunakan alkohol yang konsentrasinya bertingkat, dimulai dari konsentrasi 70%, 80%, 90%, 95%, dan alkohol absolut. Setelah itu dilakukan proses penjernihan (clearing) dengan memasukkan sediaan ke dalam xylol dua kali ulangan.

3. Infiltrasi Parafin

Jaringan direndam dalam parafin cair sebanyak tiga kali pengulangan. 4. Perendaman (embedding) dan pencetakan (block)

Sediaan yang telah diinfiltrasi parafin ditanam dalam cetakan yang telah berisi parafin cair setengah dari dinding cetakan dan organ di dalam jaringan diatur dengan membenamkan jaringan, kemudian setelah mulai membeku ditambahkan lagi dengan parafin cair sampai penuh. Proses ini dilakukan dengan menggunakan tissue embedding console Sakura®. Sediaan tersebut diatur letaknya kemudian diberi label lalu dibekukan dalam freezer untuk memudahkan pemotongan.

5. Pemotongan

Jaringan dipotong 3-5 µm dengan mikrotom merk Spencer®. Hasil potongan dibentangkan di atas air hangat untuk mencegah terjadinya lipatan potongan. Sediaan dilekatkan di atas gelas objek kemudian dikeringkan dalam inkubator.

6. Pewarnaan Jaringan

a. Hematoksilin-Eosin (Bancroft & Stevens 1990)

Pewarnaan Hematoksilin-Eosin atau HE termasuk dalam jenis pewarnaan ganda (double staining) karena menggunakan 2 jenis zat warna. Pada pewarnaan ganda, umumnya pewarnaan yang digunakan satu bersifat asam, dan yang lain bersifat basa. Paduan sifat tersebut menyebabkan bagian-bagian yang bersifat asidofilik dan basofilik dapat ditonjolkan. Penggunaan pewarna ganda bertujuan agar terjadi kekontrasan antara bagian yang bersifat asidofilik dan basofilik, sehingga pengenalan bagian tertentu dapat lebih jelas terlihat.

Pewarnaan HE diawali dengan proses deparafinisasi dengan melarutkan parafin dalam xylol, selanjutnya proses rehidrasi dengan menggunakan alkohol absolut, 95%, 90%, 80%, dan 70% secara berurutan masing-masing selama 2-3 menit. Sediaan kemudian dicuci dengan air mengalir. Selanjutnya sediaan dimasukkan ke dalam 5% sodium thiosulphate. Kemudian dicuci dengan air mengalir selama 3-5 menit. Sediaan diwarnai dengan pewarna hematoksilin selama 8 menit, kemudian dicuci kembali dalam air mengalir dan direndam dalam lithium carbonate selama 15-30 detik. Setelah itu, sediaan diwarnai dengan pewarna eosin selama 2-3 menit dan kemudian sediaan dicuci dalam air mengalir untuk membersihkan warna eosin yang berlebihan. Selanjutnya sediaan

didehidrasi dengan memasukkannya ke dalam alkohol 70%, alkohol 95%, alkohol absolut dua kali ulangan masing-masing selama 2-3 menit, xylol dua kali ulangan masing-masing selama 2 menit. Setelah semuanya selesai, sediaan dikeringkan kemudian ditetesi dengan mounting medium dan ditutup dengan gelas penutup dan siap untuk diperiksa di bawah mikroskop.

Analisis Histopatologi

Preparat yang telah dibuat kemudian diamati di bawah mikroskop cahaya Olympus CH-1 untuk melihat perubahan pada sel ataupun organ. Setelah dilakukan pemeriksaan histopatologi terdapat 1 dari 4 ekor ikan manfish yang mengandung larva parasit nematoda pada ususnya. Analisis pengukuran larva dilakukan dengan menggunakan mikrometer dan software image J.

Dokumen terkait