• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian ini dilakukan sejak bulan Januari hingga September 2010. Persiapan pembuatan bahan tepung tanaman bangun-bangun dilakukan di Fakultas Teknologi Pertanian dan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor (IPB). Penelitian penambahan tepung tanaman bangun-bangun dalam ransum dan pemberiannya pada induk babi dilakukan di usaha peternakan babi CV Adhi Farm yang berlokasi di Desa Sepreh, Kelurahan Sroyo, Kecamatan Jaten, Kabupaten Karang Anyar, Provinsi Jawa Tengah. Analisis kualitas tepung tanaman bangun-bangun, pakan dan feses dilakukan di PAU IPB, Bogor.

3.2. Materi dan Peralatan

Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah 24 ekor babi bunting yang tercatat tanggal pengawinannya. Tempat khusus yang digunakan untuk pemeliharaan ternak adalah kandang induk babi beranak individu yang dilengkapi dengan tempat makan dan water nipple, sedangkan peralatan lain yang digunakan adalah ember, sapu lidi, sekop dan timbangan kapasitas 2.5 dan 25 kg masing- masing untuk menimbang ransum dan anak babi. Suhu dan kelembaban udara diukur dengan Thermohygrometer.

3.3. Pembuatan Tepung Tanaman Bangun-bangun

Tanaman bangun-bangun yang digunakan adalah tanaman bangun- bangun (Coleus amboinicus Lour) segar hasil identifikasi (LIPI 2011). Tanaman bangun-bangun sebelum dikeringkan, diangin-anginkan terlebih dahulu, kemudian ditimbang dan dikeringkan di rumah kaca dan dilanjutkan dengan oven pada suhu 600C sampai kering. Tanaman bangun-bangun yang telah dikeringkan kemudian dihaluskan dengan menggunakan grinder, lalu diayak dengan ayakan ukuran 50 mesh dan hasilnya adalah tepung tanaman bangun-bangun (TTB).

3.4. Protokol Penelitian

Kegiatan penelitian dilakukan pada waktu yang relatif berbeda untuk setiap induk babi sesuai dengan umur kebuntingan induk babi tersebut. Kandang induk babi beranak yang digunakan sebagai tempat induk babi penelitian dikosongkan seminggu sebelum diisi oleh induk babi. Persiapan kandang dilakukan dengan menyemprot kandang dengan air kapur dan desinfektan. Air kapur didapat dengan mencairkan batu kapur dengan air, kemudian disiramkan keseluruh bagian kandang induk babi beranak hingga merata. Desinfektan yang digunakan adalah Hi-G produksi PT. Kalbe Farma Animal Health, dan disemprotkan menggunakan mesin spray (mesin steam).

Induk babi yang digunakan dalam penelitian ini dipilih dari kandang induk bunting. Induk babi dikawinkan secara inseminasi buatan (IB) oleh teknisi yang sudah terlatih. Induk babi yang dipilih adalah yang tersedia di kandang bunting dan tercatat tanggal pengawinannya. Induk babi bunting dipindahkan ke kandang induk babi beranak kira-kira sepuluh hari sebelum prediksi tanggal beranak dari induk babi tersebut. Induk babi yang sudah dipilih dibersihkan dengan air. Tempat pakan induk babi yang tersedia didalam kandang induk babi beranak juga dibersihkan dari sisa pakan dan kotoran yang melekat.

Pengambilan data dilakukan dengan tiga tahap yang berbeda. Tahap pertama adalah saat induk bunting hari ke-107 hingga sesaat setelah induk babi beranak. Data yang diambil adalah bobot induk babi, konsumsi ransum harian induk, lama bunting, lama beranak, bobot lahir anak dan litter size lahir total.

Tahap kedua adalah selama laktasi. Data yang diambil pada tahap ini adalah konsumsi ransum harian induk dan anak babi, produksi air susu induk babi, penurunan bobot badan induk babi, pertambahan bobot badan anak babi, mortalitas prasapih, bobot sapih, littersize sapih dan umur sapih.

Tahap ketiga adalah waktu setelah penyapihan hingga dikawinkan kembali. Pada tahap ini data yang didapat adalah lama induk babi birahi pertama setelah penyapihan, siklus reproduksi dan frekuensi beranak pertahun. Kegiatan atau protokol yang dilakukan selama penelitian lebih jelasnya diperlihatkan pada Tabel 12.

Tabel 12 Protokol Penelitian

Kegiatan Penelitian hari ke-

1 2 3 4 6 7 8 9 1 0 1 1 1 2 1 3 1 4 1 5 1 6 1 7 1 8 1 9 2 0 2 1 2 2 2 3 2 4 2 5 2 6 2 7 2 8 2 9 3 0 3 1 3 2 3 3 3 4 3 5 3 6 3 7 3 8 3 9 Persiapan bahan Persiapan kandang Induk bunting 107 hari Sesaat setelah induk beranak Persiapan induk Induk bunting 107 hari Sesaat setelah induk beranak Pemberian ransum (R0,R1, R2 dan R3) Induk bunting 107 hari Sesaat setelah induk beranak Pengambilan data Induk bunting 107 hari Sesaat setelah induk beranak Pengolahan data

3.5. Ransum Penelitian

Ransum yang digunakan dalam penelitian ini disusun sendiri dan dicampur dengan mesin mixer. Komposisi bahan makanan yang digunakan untuk menyusun ransum penelitian ini diperlihatkan pada Tabel 13.

Tabel 13 Komposisi Bahan Makanan Penyusun Ransum Penelitian

Bahan Makanan R0 R1 R2 R3 Pakan Anak

--- kg ---

TTB - 2.50 5.00 7.50 -

Jagung 30.00 30.00 30.00 30.00 50.00

Bekatul 28.00 28.00 28.00 28.00 8.00

Konsentrat T51 - - - - 5.00

Meat Bone Meal 2.00 2.00 2.00 2.00 3.00

Soy Bean Meal 20.00 20.00 20.00 20.00 22.00

Wheat Pollard 10.00 10.00 10.00 10.00 10.00 Bungkil kelapa 8.00 8.00 8.00 8.00 - Mineral (makro) 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 Zat Nutrisi * EM (kkal/kg) 2719.88 2702.32 2685.60 2669.66 2758.32 Protein kasar (%) 16.93 17.10 17.25 17.40 18.36 Lemak kasar (%) 5.74 5.71 5.68 5.66 3.86 Serat kasar (%) 4.24 4.34 4.43 4.52 4.02 Kalsium (%) 0.26 0.31 0.36 0.41 0.49 Fosfor (%) 0.76 0.76 0.76 0.75 0.58 Abu (%) 6.19 6.41 6.62 6.83 4.08

Keterangan : TTB= tepung tanaman bangun-bangun, R0 = ransum kontrol, R1= ransum kontrol + 2.5% TTB, R2 = ransum kontrol + 5% TTB, R3 = ransum kontrol + 7.5% TTB, EM= energi metabolis, T51= konsentrat anak babi, * = hasil perhitungan

Susunan ransum pada Tabel 13 terlihat bahwa jagung, bekatul dan wheat pollard berperan sebagai sumber energi, sedangkan konsentrat Charoen Pokphand T51, soy bean meal (SBM), meat bone meal (MBM) dan bungkil kelapa berperan sebagai sumber protein. Bahan makanan yang lain adalah sebagai sumber vitamin

dan mineral dalam ransum ternak babi. Kandungan nutrisi dari bahan makanan yang digunakan untuk menyusun ransum penelitian diperlihatkan pada Tabel 14. Tabel 14 Kandungan Nutrisi Bahan Makanan Penyusun Ransum

Bahan Makanan Kandungan Nutrisi

EM PK LK SK Ca P Abu

TTB 1 2700 23.55 4.61 8.26 2.39 0.57 15.39 Jagung 2 3168 8.9 3.5 2.9 0.01 0.25 1.5

Bekatul 2 3000 11 12 4 0.04 1.4 11

Konsentrat T513 3070 37 0 10 3 1 0

Meat Bone Meal 2 2434 50 8.5 2.8 9.2 4.7 33

Soy Bean Meal 2 2990 42 3.5 6.5 0.2 0.6 6

Wheat Pollard2 2910 16.8 4.2 8.2 0.11 0.76 8.2

Bungkil kelapa 2 2500 22 6 12 0.11 0.6 7 Mineral (makro) 2 0 0 0 0 0.13 0.11 0 Keterangan : EM = energi metabolis, PK = protein kasar, LK = lemak kasar, SK = serat kasar, Ca =

kalsium, P = fosfor, TTB= tepung tanaman bangun-bangun, T51= konsentrat anak babi, 1 = Mahmud et al. (1990), 2 = National Research Council (1998), 3= Charoen Pokphand Indonesia (2010)

3.6. Analisis Proksimat

Hasil analisis proksimat digunakan sebagai acuan dalam menentukan kualitas nutrisi bahan makanan dan ransum untuk menghitung komponen zat makanan. Kualitas nutrisi bahan makanan merupakan faktor utama dalam pemilihan dan penggunaan bahan makanan tersebut sebagai sumber zat makanan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan produksi induk babi dan anaknya (Sihombing 2006). Sampel ransum yang digunakan dalam analisa proksimat diambil setelah melakukan pencampuran pakan dengan TTB, sedangkan sampel feses dikumpulkan setiap lima hari setelah induk babi beranak.

3.7. Peubah yang Diamati selama Penelitian 3.7.1. Peubah Penampilan Reproduksi Induk

1. Konsumsi Ransum Harian (kg/e/h) Induk. Konsumsi ransum induk babi dicatat setiap hari dengan cara menghitung selisih jumlah ransum yang diberikan dengan jumlah sisa ransum setiap hari. Ransum perlakuan yang diberikan pada induk babi saat kebuntingan hari ke-107 hingga beranak dibatasi dengan jumlah maksimum 2 kg/e/h, tetapi untuk induk babi yang

diberi ransum perlakuan setelah beranak, ransum pada saat sebelum beranak disesuaikan dengan standar jumlah ransum induk babi bunting di peternakan babi CV Adi Farm tempat penelitian dilaksanakan. Standar jumlah ransum induk babi bunting di peternakan ini adalah satu ember (kapasitas 6kg) diberikan kepada tiga ekor induk. Konsumsi TTB oleh induk babi yang diberikan pada hari ke-107 kebuntingan (W1) diperoleh dengan menjumlahkan total konsumsi ransum induk babi sejak hari ke-107 hingga beranak dikali persentase penambahan TTB dalam ransum kemudian dibagi dengan jumlah induk (ulangan) per perlakuan.

2. Lama Bunting (hari). Lama bunting induk babi diperoleh dari saat terjadinya konsepsi (pembuahan) sampai terjadinya kelahiran dan diperoleh dari catatan atau recording pengawinan yang tersedia dan pencatatan tanggal induk babi beranak.

3. Lama Induk Babi Beranak (menit). Lama induk babi beranak dihitung dengan mencatat waktu sejak induk babi melahirkan anak pertama sampai dengan anak yang terakhir disebut lama anak lahir per litter dan kemudian dibagi dengan jumlah anak yang lahir disebut lama anak lahir per ekor.

4. Litter Size Lahir Total (ekor). Litter size lahir total terdiri dari litter size lahir hidup dan mati. Litter size lahir hidup dan mati diketahui dengan cara menghitung jumlah anak babi yang lahir hidup dan lahir sudah mati dari setiap ekor induk babi yang beranak.

5. Anak Babi Mati Lahir (ekor). Anak babi mati lahir diperoleh dengan menghitung semua anak babi yang mati pada saat proses beranak, sedangkan persentase mati lahir merupakan hasil bagi jumlah anak babi mati lahir dengan

litter size lahir total dikali seratus persen.

6. Bobot Lahir Anak Babi (kg). Bobot lahir anak babi per litter dan per ekor diketahui dengan menimbang seluruh anak babi yang lahir hidup dari setiap induk (bobot lahir per litter) kemudian dibagi dengan jumlah anak lahir hidup per induk per kelahiran (bobot lahir per ekor).

7. Produksi Air Susu Induk (PASI) Babi (kg/litter). Produksi air susu induk (PASI) babi diukur setelah anak babi dipuasakan selama empat jam, kemudian diberi waktu menyusu selama satu jam. Selisih antara bobot badan anak babi

sebelum dan sesudah menyusu adalah PASI babi per menyusui. Produksi air susu induk babi diukur empat kali selama penelitian yaitu pada hari ke-5, ke- 10, ke-15 dan hari ke-20 setelah beranak. Produksi air susu induk babi per menyusui diinterpolasi menjadi PASI babi per hari dan per laktasi dengan cara:

PASI babi per hari = PASI babi per menyusui x frekwensi menyusui per hari

PASI babi per laktasi = PASI babi per hari x lama laktasi

8. Perubahan Bobot Badan Induk (kg/laktasi). Perubahan bobot badan induk babi diukur dengan mengestimasi bobot badan melalui pengukuran panjang badan dan lingkar dada induk babi (Anonymous 2010). Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

Bobot badan induk babi = (PB x LD

2 13.781 ) Keterangan: PB = panjang badan (cm) LD = lingkar dada (cm) 13.781 = konstanta

Panjang badan induk babi diukur dari kepala hingga pangkal ekor, dan lingkar dada diukur dengan melingkarkan alat ukur dari pundak diatas kaki depan hingga dada dilipatan kaki depan babi.

9. Birahi Kembali Setelah Penyapihan (hari). Waktu birahi kembali setelah induk babi menyapih anaknya adalah selang waktu antara penyapihan hingga induk babi pertama kali memperlihatkan tanda-tanda birahi dan mau dikawinkan lagi.

10.Siklus Reproduksi (hari). Satu siklus reproduksi (beranak) adalah waktu yang dibutuhkan oleh seekor ternak dari waktu beranak sebelumnya hingga beranak berikutnya. Satu siklus reproduksi (beranak) ditentukan oleh lama menyusui (laktasi) ditambah jarak waktu penyapihan hingga birahi, dikawinkan dan bunting kembali dan ditambah lama bunting.

11.Frekuensi Beranak per Tahun (kali/tahun). Frekuensi beranak per tahun adalah jumlah hari dalam setahun dibagi dengan lama satu siklus reproduksi (beranak).

3.7.2. Peubah Penampilan Anak Babi Menyusu

1. Konsumsi Ransum Harian Anak Babi (g/litter/h). Konsumsi ransum harian (KRH) per litter anak babi dicatat setiap hari dengan cara menghitung selisih jumlah ransum yang diberikan dengan jumlah ransum sisa (g/litter/h) dan kemudian dibagi jumlah anak babi menjadi KRH per ekor (g/e/h).

2. Pertambahan Bobot Badan Anak Babi (kg/litter/h). Pertambahan bobot badan per litter anak babi per hari (PBBH) diperoleh dari selisih bobot badan anak pada penimbangan saat disapih dengan bobot badan anak babi pada penimbangan sebelumnya dibagi dengan jumlah hari (kg/litter/h) kemudian dibagi dengan jumlah anak seperindukan disebut PBBH per ekor (kg/e/h). Pertambahan bobot badan (PBB) anak babi diukur setiap lima hari selama masa menyusu.

3. Bobot Sapih Anak Babi. Bobot sapih anak babi per litter (kg/litter) dan per ekor (kg/e) diperoleh dengan melakukan penimbangan semua anak babi dari seperindukan (kg/litter) segera setelah penyapihan kemudian dibagi jumlah anak per induk per kelahiran (kg/ekor).

4. Mortalitas Anak Babi Prasapih (ekor). Mortalitas anak babi prasapih diperoleh dengan menghitung jumlah anak babi yang mati dari seperindukan selama menyusui, kemudian dibagi dengan jumlah anak lahir hidup dan dikalikan 100% (persentase mortalitas).

5. Litter Size Sapih (ekor). Litter size sapih diperoleh dengan menghitung jumlah anak babi yang hidup saat penyapihan (disapih) pada umur tertentu.

6. Umur Sapih (hari). Umur sapih diperoleh dari jumlah hari sejak anak babi lahir hingga anak babi tersebut disapih atau dipisahkan dari induknya.

3.8. Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola Faktorial 4 x 2 masing-masing dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah penambahan berbagai taraf TTB dalam ransum (0, 2.5, 5 dan 7.5%) dan faktor kedua adalah waktu pemberian ransum dengan taraf TTB yang berbeda pada induk babi saat umur 107 hari kebuntingan (W1) dan segera

setelah induk babi selesai beranak (W2). Skema perlakuan yang dilaksanakan pada penelitian diperlihatkan pada Tabel 15.

Tabel 15 Skema Perlakuan Taraf penambahan tepung tanaman bangun-

bangun (%) Waktu pemberian Hari ke-107kebuntingan (W1) Sesaat setelah beranak(W2) 0.0 (R0) R0W1 R0W2 2.5 (R1) R1W1 R1W2 5.0 (R2) R2W1 R2W2 7.5 (R3) R3W1 R3W2

Model matematika (Steel & Torrie, 1993) yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + ε Keterangan:

ijk

Yijk

µ : Nilai rataan umum

: Nilai pengamatan pada faktor A taraf ke-i, faktor B pemberian pada hari ke-j dan ulangan ke-k

αI β

: Pengaruh taraf penambahan TTB dalam ransum taraf ke-i ; (0; 2.5; 5 dan 7.5%)

j

(αβ)

: Pengaruh pemberian ransum dengan taraf TTB pada waktu ke-j; (107 hari kebuntingan = W1 dan saat setelah induk babi beranak = W2)

ij

ε

: Interaksi antara taraf penambahanTTB dalam ransum dan waktu pemberiannya

ijn

3.9. Analisis Data

: Galat percobaan pada faktor perlakuan ke-i dan ke-j serta ulangan ke-k; k = 1, 2 dan 3

Data yang diperoleh dianalisa dengan analisa sidik ragam atau analisys of variance (ANOVA) dengan metode General Linear Model (GLM). Jika perlakuan berpengaruh nyata terhadap peubah yang diamati maka dilanjutkan dengan uji Least Square Means pada tingkat kepercayaan 95 dan 99% menggunakan program SAS 9 untuk mengetahui perbedaan diantara perlakuan tersebut (Steel & Torrie 1993).

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Dokumen terkait