• Tidak ada hasil yang ditemukan

Materi Muatan UU tentang Pengendalian Tembakau/Rokok Sebagaimana diuraikan di atas, maka materi muatan atau substansi yang

MATERI MUATAN UNDANG-UNDANG

3. Materi Muatan UU tentang Pengendalian Tembakau/Rokok Sebagaimana diuraikan di atas, maka materi muatan atau substansi yang

berkaitan dengan pengendalian tembakau/rokok (dan cengkeh) sejak dari hilir atau sejak dari produksi tembakau/rokok di industri sampai dengan penggunaannya (konsumsi) serta ekspor/impornya adalah materi muatan undang-undang yang meliputi:

3.1. Pengaturan produk tembakau/rokok

Norma-norma yang dapat dibuat antara lain adalah:

a. pelaku usaha wajib melakukan pemeriksaan jenis dan kadar kandungan isi dan emisi;

b. pelaku usaha dilarang menggunakan bahan tambahan yang tidak memenuhi syarat kesehatan dalam memproduksi rokok; c. pelaku usaha wajib mendaftarkan semua produknya;

d. pelaku usaha harus melaksanakan good corporate governance, upah yang sesuai rata-rata industri lainnya, pemberian jaminan yang layak serta tunjangan hari tua bagi para pekerja di pabrik tembakau/rokok; dan

e. Pemerintah wajib melakukan pengendalian konsumsi rokok. 3.2. Pengemasan dan Pelabelan

Norma-norma yang dapat dibuat antara lain adalah:

a. Pengemasan dan Pelabelan diwajibkan menggunakan Bahasa Indonesia;

b. Dilarang menggunakan kata atau kalimat yang menyesatkan yang memberikan kesan bahwa produk tembakau/rokok tidak membahayakan;

c. Harus mencantumkan ”Hanya UntukDijual di Indonesia”; d. Setiap bungkus rokok berisi 20 (dua puluh) batang;

e. Pelaku usaha wajib memberikan informasi tentang jenis kandungan isi dan emisi produknya pada setiap bungkus rokok;

f. Informasi kandungan isi dan emisi pada tiap bungkus mencantumkan ”Produk ini mengandung bahan-bahan berbahaya.”

g. Pelaku usaha harus mencantumkan peringaan kesehatan yang berbentuk gambar gangguan kesehatan (penyakit) akibat rokok;

h. Pelaku usaha harus melakukan rotasi peringatan kesehatan tersebut;

i. Harus ditetapkan satu ukuran kemasan atau bungkus rokok yang standar sehingga mempemudah pengawasan rokok yang beredar.

3.3. Harga dan Cukai Tembakau/Rokok

Norma-norma yang dapat dibuat antara lain adalah:

a. Pada dasarnya, dalam persoalan harga dan cukai tembakau/rokok tunduk kepada peraturan perundang-undangan di bidang cukai. Khusus untuk produk tembakau/rokok dikenakan cukai yang tinggi dengan tujuan mengurangi angka konsumsi;

b. Secara normatif, cukai dikenakan kepada barang-barang yang mempunyai sifat: konsumsinya perlu dikendalikan, peredarannya perlu diawasi, pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup atau pemakaiannya perlu pembebanan punguttan negara demi keadilan dan keseimbangan.

c. Besarnya cukai paling sedikit 65% dari harga penjualan dengan penyederhanaan menjadi satu tarif untuk semua produk tembakau. Penetapan besaran 65 persen masih lebih rendah dari rata-rata standar internasional.

d. Menyimpang dari ketentuan yang sudah diatur dalam Undang-Undang Cukai, tembakau iris (rajangan) harus dikenakan cukai untuk meningkatkan biaya pembuatan rokok buatan sendiri (bukan pabrikan).

e. 10% dari seluruh penerimaan negara yang didapat dari cukai rokok harus digunakan untuk sektor kesehatan khususnya pendanaan edukasi dan pencegahan merokok, dan pengalihan tanaman tembakau. Pengalokasian dana ini diperuntukkan untuk pemerintah daerah. Hal ini untuk mengakomodasi semangat otonomi daerah.

f. Harus diadakan pengawasan secara ketat untuk menghindari adanya tembakau/rokok ilegal atau penyelundupan.

3.4. Pengendalian distribusi dan peredaran tembakau/rokok Norma-norma yang dapat dibuat antara lain adalah:

a. Distribusi dan peredaran rokok berlaku atau tunduk kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku dibidang peredaran dan distribusi barang pada umumnya;

b. Distribusi tembakau iris (rajangan) hanya boleh dilakukan oleh pabrik rokok dan pedagang rokok/tembakau resmi yang mempunyai izin usaha perindustrian atau perdagangan; c. Pelaku usaha dilarang menjual produk tembakau atau rokok

d. Pemerintah wajib melakukan upaya pencegahan dan pengawasan agar anak-anak di bawah umur 18 tahun tidak melakukan jual-beli produk tembakau atau rokok;

e. Guna pencegahan, maka diberlakukan larangan penjualan batang per batang (ketengan);

f. Setiap orang dilarang menyuruh anak di bawah umur 18 tahun untuk membeli atau menjual produk tembakau; dan g. Penjualan rokok dilarang menggunakan mesin layan diri. 3.5. Pengendalian periklanan, promosi, dan pemberian

sponsor tembakau/rokok

Norma-norma yang dapat dibuat antara lain adalah:

a. larangan iklan, promosi dan pemberian sponsor dalam bentuk apapun baik jelas dan terang maupun terselubung pada semua media massa (cetak dan elektronik, film, media luar ruang, media telekomunikasi dan media online);

b. larangan iklan terselubung melalui bantuan atau sumbangan dana yang diberikan oleh pelaku usaha produk tembakau/rokok; dan

c. Media massa dilarang untuk menampilkan gambar, foto atau tayangan yang memperlihatkan orang sedang merokok. 3.6. Pengembangan kawasan bebas tembakau/rokok

Norma-norma yang dapat dibuat antara lain adalah:

a. Larangan merokok di tempat umum dan tempat kerja serta tempat ibadah (rumah sakit, kantor, sekolah, rumah ibadah, kendaraan umum dan sebagainya);

b. Tempat umum harus dinyatakan sebagai Kawasan Tanpa Rokok.

c. Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menetapkan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) melalui regulasi;

d. Pimpinan atau Pengelola suatu tempat umum wajib menjalankan dan mengawasi jalannya KTR;

e. Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib mengadakan sosialisasi secara besar-besaran akan akibat rokok bagi kesehatan pribadi, keluarga, masyarakat, lingkungan hidup, dan bangsa secara menyeluruh efisien dan efektif.

3.7. Perlindungan konsumen tembakau/rokok Norma-norma yang dapat dibuat antara lain adalah:

a. yang dimaksud dengan konsumen rokok adalah konsumen pengguna (pengisap) rokok (perokok aktif);

b. perokok pasif harus dilindungi terhadap bahaya nikotin dan zat-zat berbahaya lainnya dari tembakau/rokok dan cengkeh; c. pemberian labelisasi yang jelas tentang kandungan

(ingredient) rokok pada setiap bungkus rokok sehingga tidak menyesatkan dengan berbagai istilah yang selama ini dipakai;

d. Konsumen berhak mendapatkan informasi yang benar, jelas dan jujur, tentang kandungan dan komposisi dari rokok yang membahayakan kesehatan.

3.8. Peran serta masyarakat

Norma yang dapat dibuat antara lain adalah:

a. Setiap warga atau kelompok masyarakat, pimpinan institusi, lembaga swadaya masyarakat (LSM), organisasi kemasyarakatan dapat berperan serta secara aktif untuk memberikan masukan sekaligus pengawasan terhadap jalannya pengendalian tembakau/rokok.

b. Masyarakat, termasuk organisasi sosial kemasyarakatan, dapat melakukan gugatan publik: gugatan perwakilan kelompok (class action), hak gugat LSM (legal standing), dan gugatan oleh warga negara (citizen law suit).

c. Masyarakat, termasuk organisasi sosial kemasyarakatan dapat melakukan laporan dan pengaduan atas pelanggaran Undang-Undang ini.

d. Masyarakat, termasuk organisasi sosial kemasyarakatan dapat memberikan informasi atas pelanggaran Undang-Undang ini.

3.9. Penegakan hukum dan ketentuan sanksi Norma yang dapat dibuat antara lain adalah:

a. Sanksi pidana dikenakan kepada setiap orang yang melanggar ketentuan dalam Undang-Undang ini.

b. Perbuatan-perbuatan yang dikenakan sanksi pidana adalah untuk:

1. pelaku usaha yang tidak mempunyai izin.

2. pelaku usaha yang tidak melakukan kadar isi dan emisi. 3. pelaku usaha yang menggunakan bahan tambahan

yang berbahaya.

4. pelaku usaha yang tidak mendaftarkan produknya. 5. Setiap orang yang menjual produk tembakau kepada

anak di bawah 18 tahun.

6. Setiap orang yang menyuruh anak di bawah umur 18 tahun untuk melakukan jual-beli produk tembakau. 7. Setiap orang yang menjual rokok secara batang per

batang.

8. Pelaku usaha yang menjual produk tembakau dengan menggunakan mesin layan diri.

9. Pelaku usaha yang tidak menggunakan Bahasa Indonesia dalam pengemasan dan pelabelan.

10. Pelaku usaha yang menggunakan kalimat menyesatkan dalam pengemasan dan pelabelan.

11. Pelaku usaha yang tidak mencantumkan kalimat ”Hanya untuk Dijual di Indonesia.”

12. Pelaku usaha yang mengemas rokok tidak sesuai dengan ukuran kemasan yang ditetapkan..

13. Pelaku usaha yang melakukan pengemasan selain dari 20 batang rokok per bungkus.

14. Pelaku usaha yang tidak memberikan informasi tentang jenis kandungan isi dan emisi.

15. Pelaku usaha yang tidak mencantumkan kode produksi. 16. Pelaku usaha yang tidak mencantumkan peringatan

kesehatan.

17. Pimpinan atau pengelola tempat umum yang tidak melaksanakan dan mengawasi terwujudnya KTR. 18. Setiap orang yang merokok di KTR.

19. Pelaku usaha yang melakukan jual beli, beriklan, berpromosi dan memberikan sponsor rokok di KTR. 20. Pelaku usaha yang melakukan iklan dan promosi

secara langsung atau tidak langsung.

21. Pelaku usaha yang memberikan sponsor pada setiap kegiatan.

22. Perusahaan media cetak, elektronik, dan media lainnya yang memperlihatkan orang yang sedang merokok. c. dibentuknya PPNS pada setiap departemen/LPND dan Pemda

Propinsi/Kabupaten/Kota untuk menegakkan UU.

BAB V