PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT
1. UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
NO BAB/ PASAL KETENTUAN PENJELASAN REKOMENDASI 1. Bab XA, Pasal 28 A
Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya
Secara filosofis hak untuk hidup dan mempertahankan kehidupan adalah hak yang paling mendasar yang melekat pada setiap orang dan tidak dapat diganggu gugat oleh siapa pun
Hak konstitusional ini secara sosial kemudian dijabarkan ke dalam Pembukaan UUD-RI Alinea keempat sebagai Tujuan Nasional yaitu mensejahterakan kehidupan masyarakat secara fisik dan mental, yang akan dituangkan dalam konsiderans “menimbang” utama RUU. 2. Bab XA, Pasal 28 B
1. Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. 2. Setiap anak berhak atas
kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Secara filosofis, khususnya hak anak (butir 2) akan merupakan hak yang harus ditegakkan oleh Pemerintah (negara) sebagai generasi penerus bangsa
Hak anak ini akan dituangkan dalam norma-norma yang dimuat dalam pasal-pasal perlindungan anak dari dampak negatif tembakau (rokok) dalam Batang Tubuh RUU 3. Bab XA, Pasal 28 F
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari,
Hak berkomnikasi dan informasi ini adalah untuk melindungi masyarakat dari
Hak ini akan dituangkan dalam norma-norma yang dimuat dalam pasal-pasal
memperoleh,memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
iklan atau informasi yang menyesatkan dari setiap zat adiktif perlindungan masyarakat dari iklan atau informasi yang menyesatkan 4. Bab XA, Pasal 28 H
1. Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
2. Setiap orang berhak mendapatkan kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.
3. Setiap orang berhak atas
jaminan sosial yang
memungkinkan
pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.
4. Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang siapa pun.
Hak mendapatkan lingkungan yang sehat (butir 1) merupakan hak dasar setiap orang dalam hidup dan mempertahankan kehidupannya sehingga dapat menikmati hak hidup yang dimuat dalam Pasal 28 A di atas Hak mendapatkan lingkungan kehidupan yang sehat merupakan hak dasar/konstitusion al utama yang akan dijabarkan dalam seluruh pasal-pasal Batang tubuh RUU
UU Nomor 6 Tahun 1984 tentang Pos
5. Bab III, Pasal 13
Pengiriman benda yang dapat membahayakan kiriman, kiriman pos, atau keselamatan orang, dilarang.
Dalam hal ini sesuai dengan ketentuan yang berlaku, Penyidik POLRI ataupun PPNS dapat membuka barang/Benda Pos yang dikirimkan yang dicurigai berisi benda yang mengandung zat adiktif
Akan diatur dalam Ketentuan
UU Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan
6. Bab X, Pasal 53
1. Untuk kepentingan pengawasan terhadap pelaksanaan ketentuan larangan dan pembatasan, instansi teknis yang menetapkan peraturan larangan dan/atau pembatasan atas Impor atau Ekspor barang tertentu Wajib
memberitahukan kepada
Menteri.
2. Ketentuan tentang pelaksanaan pengawasan peraturan larangan
dan/atau pembatasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri.
3. Semua barang yang dilarang atau dibatasi yang tidak memenuhi syarat untuk diekspor atau diimpor, jika telah
diberitahukan dengan
Pemberitahuan Pabean, atas permintaan importir atau eksportir dapat :
a. dibatalkan ekspornya; b. diekspor kembali; atau c. dimusnahkan dibawah
pengawasan Pejabat Bea dan Cukai.
4. Barang yang dilarang atau dibatasi untuk diimpor atau
diekspor yang tidak
diberitahukan atau diberitahukan secara tidak benar dinyatakan sebagai barang yang dikuasai negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68, kecuali terhadap barang dimaksud ditetapkan lain
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Akan ditampung dalampasal-pasal ekspor/impor tembakau/rokok dalam RUU. Menteri yang bersangkutan adalah Menperindag, Menkeu, Menkes, dan Badan POM.
7. Bab X, Pasal 54
Atas permintaan pemilik atau pemegang hak atau merek atau hak cipta, Ketua Pengadilan Negeri setempat dapat mengeluarkan perintah tertulis kepada Pejabat Bea dan Cukai untuk menangguhkan sementara waktu pengeluaran barang impor dan ekspor dari Kawasan
Dalam hal ini berkaitan dengan merek dagang rokok/tembakau yang diimpor/diekspor Akan dituangkan dalam pasal-pasal ekspor/impor rokok /tembakau
Pabean yang berdasarkan bukti yang cukup, diduga merupakan hasil pelanggaran merek dan hak cipta yang dilindungi di Indonesia.
8. Bab X, Pasal 55
Permintaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 diajukan dengan disertai :
a. bukti yang cukup mengenai adanya pelanggaran merek atau hak cipta yang bersangkutan; b. bukti pemilikan merek atau hak
cipta yang bersangkutan;
c. perincian dan keterangan yang jelas mengenai barang impor atau ekspor yang dimintakan penangguhan pengeluarannya, agar dengan cepat dapat dikenali oleh Pejabat Bea dan Cukai; dan d. jaminan.
9. Bab X, Pasal 56
Atas permintaan perintah tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54, Pejabat Bea dan Cukai :
a. memberitahukan secara tertulis kepada importir, eksportir, atau pemilik barang mengenai adanya
perintah penangguhan
pengeluaran barang impor atau ekspornya;
b. terhitung tanggal diterimanya perintah tertulis Ketua Pengadilan Negeri setempat, melaksanakan penangguhan pengeluaran barang impor atau ekspor yang bersangkutan dari Kawasan Pabean.
10. Bab X, Pasal 57
1. Penangguhan pengeluaran barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 huruf b dilaksanakan untuk jangka waktu paling lama sepuluh hari kerja.
2. Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berdasarkan alasan dan dengan syarat tertentu, dapat diperpanjang satu kali untuk paling lama sepuluh hari kerja dengan perintah tertulis Ketua Pengadilan Negeri setempat.
3. Perpanjangan penangguhan terhadap pengeluaran barang impor atau ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disertai dengan perpanjangan jaminan sebagaimana dimaksud dalam pasal 55 huruf d.
11. Bab X, Pasal 58
1. Atas permintaan pemilik atau pemegang hak atas merek atau hak cipta yang meminta perintah penangguhan, Ketua Pengadilan Negeri setempat dapat memberi izin kepada pemilik atau pemegang hak tersebut guna memeriksa barang impor atau ekspor yang diminta penangguhan pengeluarannya. 2. Pemberian izin pemeriksaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Ketua Pengadilan
Negeri setempat setelah
mendengarkan dan
mempertimbangkan penjelasan serta memperhatikan kepentingan pemilik barang impor atau ekspor yang
dimintakan penangguhan
pengeluarannya. 12. Bab X,
Pasal 59
1. Apabila dalam jangka waktu sepuluh hari kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1), Pejabat Bea dan Cukai tidak menerima pemberitahuan dari pihak yang meminta penangguhan pengeluaran bahwa tindakan hukum yang diperlukan untuk mempertahankan haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku telah dilakukan dan Ketua Pengadilan Negeri setempat tidak memper-panjang secara tertulis perintah penangguhan, Pejabat Bea dan Cukai wajib mengakhiri tindakan penang-guhan pengeluaran barang
impor atau ekspor yang
bersangkutan dan menyele-saikannya sesuai dengan ketentuan kepabeanan berda-sarkan Undang-undang ini.
2. Dalam hal tindakan hukum untuk mempertahankan hak telah mulai dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam jangka waktu sepuluh hari kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pihak yang meminta penangguhan pengeluaran barang impor atau ekspor wajib secepatnya melaporkannya kepada Pejabat Bea dan Cukai yang menerima perintah dan melaksanakan penangguhan barang impor atau ekspor.
3. Dalam hal tindakan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah diberitahukan dan Ketua Pengadilan Negeri setempat tidak memper-panjang secara tertulis perintah penangguhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2), Pejabat Bea dan Cukai mengakhiri tindakan penangguhan penge-luaran
barang impor/ekspor yang
bersangkutan dan menyelesaikannya
sesuai dengan ketentuan
kepabeanan berdasarkan UU ini. 13. Bab XI,
Pasal 68
1. Barang yang dikuasai negara adalah :
a. barang yang dilarang atau dibatasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (4);
b. barang dan/atau sarana pengangkut yang ditegah oleh
Pejabat Bea dan Cukai
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (1); atau
c. barang dan/atau sarana pengangkut yang ditinggalkan di Kawasan Pabean oleh pemilik yang tidak dikenal.
2. Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a atau huruf b diberitahukan oleh Pejabat Bea dan Cukai secara tertulis kepada pemiliknya dengan menyebutkan alasan dan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diumumkan selama tiga hari sejak disimpan di Tempat Penimbunan Pabean.
3. Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disimpan di Tempat Penimbunan Pabean.
14. Bab XII, Pasal 74
1. Dalam melaksanakan tugas berdasarkan Undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan lain yang pelaksanaannya dibebankan kepada Direktorat Jenderal, Pejabat Bea dan Cukai untuk mengamankan
hak-hak negara berwenang
mengambil tindakan yang diperlukan terhadap barang.
2. Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Bea dan Cukai dapat dilengkapi dengan senjata api yang
jenis dan syarat-syarat penggunaannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
15. Bab XII, Pasal 82
1. Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan pemeriksaan barang impor dan ekspor setelah Pemberitahuan Pabean diserahkan. 2. Pejabat Bea dan Cukai berwenang
meminta importir, eksportir, pengangkut, pengusaha Tempat Penimbunan Sementara, Pengusaha Tempat Penimbunan Berikat, atau yang mewakilinya menyerahkan barang untuk diperiksa, membuka sarana pengangkut atau bagiannya dan membuka setiap bungkusan atau pengemas yang akan diperiksa. 3. Jika permintaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) tidak dipenuhi, Pejabat Bea dan Cukai berwenang memenuhi keperluan tersebut atas risiko dan biaya yang bersangkutan.
4. Barangsiapa yang tidak memenuhi permintaan Pejabat Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi administrasi
berupa denda sebesar Rp
5.000.000,00 (lima juta rupiah). 5. Barang siapa yang salah
memberitahukan jenis san/atau jumlah barang dalam pemberitahuan
Pabean atas Impor yang
mengakibatkan kekurangan
pembayaran Bea Masuk yang kurang dibayar dan paling sedikit seratus persen dari Bea Masuk yang kurang dibayar.
6. Barangsiapa yang salah
memberitahukan jenis dan/atau jumlah barang dalam Pemberitahuan Pabean atas Ekspor dikenai sanksi administrasi berupa denda paling banyak Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah).
UU Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
16. Bagian Kedua Belas Pengama
1. Pengamanan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif diarahkan agar tidak mengganggu dan membahayakan kesehatan
Ayat (1) Bahan yang mengandung zat adiktif adalah
Substansi ini akan menjadi substansi utama dalam RUU untuk dapat
nan Zat Adiktif, Pasal 44
perorangan, keluarga, masyarakat, dan lingkungannya.
2. Produksi, peredaran, dan
penggunaan bahan yang
mengandung zat adiktif harus memenuhi standar dan atau persyaratan yang ditentukan.
3. Ketentuan mengenai pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. bahan yang penggunaannya dapat menimbulkan kerugian bagi dirinya atau masyarakat sekelilingnya. Ayat(2) Penetapan standar diarahkan agar zat adiktif yang dikandung oleh bahan tersebut dapat ditekan dan untuk mencegah beredarnya bahan palsu. Penetapan persyaratan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif ditujukan untuk menekan dan mencegah penggunaan yang mengganggu atau merugikan kesehatan orang lain. Ayat (3) Cukup jelas menjerat para pelanggarnya baik dengan sanksi pidana, administrative maupun perdata. Peraturan Pemerintah yang ada tidak mempunyai roh karena tidak mengatur standar kandungan zat adiktif yang secara ilmiah dapat dipertanggungjaw abkan tidak akan membahayakan kehidupan manusia. Kalau dianut bahwa zat nikotin yang dikandung dalam tembakau adalah racun menjadi pertanyaan kita mengapa zat racun diperbolehkan untuk diproduksi dan dikonsumsi oleh masyarakat. Hal ini bertentangan dengan hak dasar/konstitusion al yang dimuat dalam Pasal-pasal UUD di atas.
UU Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai
17. Bab II, Pasal 4
1. Cukai dikenakan terhadap Barang Kena Cukai yang terdiri dari :
a. etil alkohol atau etanol, dengan tidak mengindahkan bahan yang
digunakan dan proses
pembuatannya;
b. minuman yang mengandung etil alkohol dalam kadar berapa pun, dengan tidak mengindahkan bahan yang digunakan dan proses
Cukai tembakau hasilnya sebagian besar harus dipergunakan untuk mencegah dan menanggulangi akibat asap tembakau/rokok serta upaya Akan dituangkan dalam RUU dalam bagian Preventif, Rehabilitatif, dan Promotif bagi pecandu rokok dan masyarakat yang terkena dampak negatif asap rokok.
pembuatannya, termasuk konsetrat yang mengandung etil alkohol;
c. hasil tembakau, yang meliputi sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris, dan hasil pengolahan tembakau lainnya, dengan tidak mengindahkan digunakan atau tidak bahan pengganti atau bahan pembantu dalam pembuatannya.
2. Penambahan atau pengurangan jenis Barang Kena Cukai diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
rehabilitatif dan promotif bagi masyarakat yang menggunakan/ menghisap rokok dan masyarakat yang trkena dampak negatif asap rokok (perokok pasif) 18. Bab III, Pasal 8
1. Cukai tidak dipungut atas Barang Kena Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) terhadap : a. tembakau iris yang dibuat dari
tembakau hasil tanaman di Indonesia yang tidak dikemas untuk penjualan eceran atau dikemas untuk penjualan eceran
dengan bahan pengemas
tradisional yang lazim
dipergunakan, apabila dalam pembuatannya tidak dicampur atau ditambah dengan tembakau yang berasal dari luar negeri atau bahan lain yang lazim dipergunakan dalam pembuatan hasil tembakau dan/atau pada kemasannya ataupun tembakau irisnya tidak dibubuhi merek dagang, etiket, atau yang sejenis itu;
b. minuman yang mengandung etil alkohol hasil peragian atau penyulingan yang dibuat oleh rakyat di Indonesia secara sederhana, semata-mata untuk mata pencaharian dan tidak dikemas untuk penjualan eceran. 2. Cukai tidak dipungut atas Barang
Kena Cukai apabila:
a. diangkut terus atau diangkut lanjut dengan tujuan luar Daerah Pabean;
b. diekspor;
c. dimasukkan ke dalam atau Tempat Penyimpanan;
d. digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir yang merupakan barang Kena Cukai;
e. telah musnah atau rusak sebelum dikeluarkan dari pabrik, Tempat Penyimpanan atau sebelum diberikan persetujuan impor untuk dipakai.
3. Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, Importir atau setiap orang yang melanggar ketentuan tentang tidak dipungutnya cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dikenai sanksi administrasi berupa denda paling banyak sepuluh kali nilai cukai dan paling sedikit dua kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.
4. Ketentuan tentang pelaksanaan ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri.
19. Bab III, Pasal 9
1. Pembebasan cukai dapat diberikan atas Barang Kena Cukai:
a. yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir yang bukan merupakan Barang Kena Cukai;
b. untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan; c. untuk keperluan perwakilan negara
asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik; d. untuk keperluan tenaga ahli
bangsa asing yang bertugas pada badan atau organisasi internasional di Indonesia;
e. yang dibawa oleh penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas atau kiriman dari luar negeri dalam jumlah yang ditentukan; f. yang dipergunakan untuk tujuan
sosial;
g. yang dimasukkan ke dalam Tempat Penimbunan Berikat. 2. Pembebasan cukai dapat juga
diberikan atas Barang Kena Cukai tertentu yaitu :
a. etil alkohol yang dirusak sehingga tidak baik untuk diminum;
b. minuman yang mengandung etil alkohol dan hasil tembakau, yang dikonsumsi oleh penumpang dan awak sarana pengangkut yang berangkat langsung keluar Daerah
Untuk barang bawaan
tembakau/rokok baik ke dalam atau keluar negeri tidak ada pembebasan cukai. Akan dituangkan dalam RUU sebagai bagian dari pengendalian dan pengawasan peredaran tembakau/rokok dalam rangka perlindungan masyarakat dari bahaya asap rokok/tembakau
Pabean.
3. Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, Importir atau setiap orang ayng melanggar ketentuan tentang pembebasan cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2), dikenai sanksi administrasi berupa denda paling banyak sepuluh kali nilai cukai dan paling sedikit dua kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.
Ketentuan tentang pembebasan cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri.
UU Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
20. Bab II, Pasal 3
Pengelolaan lingkungan hidup yang diselenggarakan dengan asas tanggung jawab social, asas berkelanjutan, dan asas manfaat bertujuan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan manusian Indonesia seluruhnya yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pembangunan yang berkesinambungan dan berwawasan lingkungan merupakan hakekat dari sustainable development yang merupakan upaya negara/pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kehidupan yang sehat fisik dan mental Akan dituangkan dalam konsiderans “menimbang” dan Penjelasan Umum RUU 21. Bab II, Pasal 4
Sasaran Pengelolaan lingkungan hidup adalah :
a. tercapainya keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara manusian dan lingkungan hidup;
b. terjaminnya kepentingan generasi masa kinni dan generasi masa depan;
c. terjaminnya kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan;
d. tercapainya kelestarian fungsi lingkungan hidup;
e. terkendalinya pemanfaatan sumber daya secara bijaksana;
Esensinya sama dengan di atas
f. terlindunginya Negara Kesatuan Republik Indonesia terhadap dampak usaha dan/atau kegiatan diluar wilayah ocial yang
menyebabkan pencemaran
dan/atau perusakan lingkungan hidup.
22. Bab III, Pasal 5
(1) Setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
(2) Setiap orang mempunyai hak atas informasi lingkungan hidup yang berkaitan dengan peran dalam pengelolaan lingkungan hidup. (3) Setiap orang mempunyai hak
untuk berperan dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang
berlaku.
Idem
23. Bab IV, Pasal 8
(1) Sumber daya alam dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi
kemakmuran rakyat, serta pengaturannya ditentukan oleh Pemerintah.
(2) Untuk melasksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah :
a. mengatur dan mengembangkan kebijaksanaan dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup; b. mengatur penyediaan,
peruntukan, penggunaan, pengelolaan lingkungan hidup, dan pemanfaatan kembali sumber daya alam, termasuk sumber daya genetika;
c. mengatur perbuatan hokum dan hubungan hokum antara orang dan/atau subyek hokum lainnya serta perbuatan hokum terhadap sumber daya alam dan sumber daya buatan, termasuk sumber daya genetika;
d. mengendalikan kegiatan yang mempunyai dampak sosial; e. mengembangkan pendanaan
bagi upaya pelestarian fungsi lingkungan hidup sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. 24. Bab V,
Pasal 17
(1) Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib
melakukan pengelolaan bahan berbahaya dan beracun.
(2) Pengelolaan bahan berbahaya dan beracun meliputi: menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan, menggunakan dan/atau membuang.
(3) Ketentuan mengenai pengelolaan bahan berbahaya dan beracun diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah
UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
25. Bab III, Pasal 4
Hak konsumen adalah :
a. hak atas kenyamanan, keamanan,
dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa; d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya
penyelesaian sengketa
perlindungan konsumen secara patut;
f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
g. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
h. hak untuk mendapatkan
kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; i. hak-hak yang diatur dalam
ketentuan peraturan
perundang-Hak sosial ini apabila dihubungkan dengan
tembakau/rokok dibagi dua yaitu perlindungan konsumen rokok (pengguna/penghis ap) untuk
mendapatkan rokok yang relatif aman dan nyaman serta tidak terlalu membahayakan kesehatan dan perlindungan terhadap perokok pasif dari dampak negatif asap rokok
Akan dituangkan dalam pasal-pasal perlindungan dan pengendalian tembakau/rokok dalam Batang Tubuh RUU walaupun bersifat kontroversil namun secara sosiologis fakta itu ada dan fungsi UU adalah
mengatur dan mencari solusi yang baik
terhadap masalah yang ada dalam masyarakat, sambil
mengarahkan ke arah kehidupan yang lebih baik daripada sebelumnya (a tool of social engineering)
undangana lainnya. 26. Bab III,
Pasal 7
Kewajiban pelaku usaha adalah : a. beritikad baik dalam melakukan
kegiatan usahanya;
b. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan banrang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
c. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
d. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku; e. memberi kesempatan kepada
konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
f. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggatian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
g. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan /atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian. 27. Bab IV,
Pasal 8
(1) Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang :
a. tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan; b. tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut;